• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Ekstrak Wortel (Daucus carota L.), Dengan Pati Dan Gliserin Sebagai Bahan Pengemas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Edible Film Dari Campuran Ekstrak Wortel (Daucus carota L.), Dengan Pati Dan Gliserin Sebagai Bahan Pengemas"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK WORTEL

(Daucus carota L.) DENGAN PATI DAN GLISERIN

SEBAGAI BAHAN PENGEMAS

SKRIPSI

EVI SULISTIANI

090822045

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAK WORTEL (Daucus carota L.), DENGAN PATI DAN GLISERIN SEBAGAI BAHAN PENGEMAS

Kategori : SKRIPSI

Nama : EVI SULISTIANI

Nomor Induk Mahasiswa : 090822045

Program Studi : KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Agustus 2011

Komisi Pembimbing:

Pembimbing II, Pembimbing I,

DR.Rumondang Bulan,MS Dra. Emma Zaidar, M.Si

NIP. 195408301985032001 NIP.195512181987012001

Diketahui/Disetujui oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(3)

PERNYATAAN

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK WORTEL ( Daucus carota L ) DENGAN PATI DAN GLISERIN

SEBAGAI BAHAN PENGEMAS

SKRIPSI

Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.

Medan, Agustus 2011

(4)

PENGHARGAAN

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan. Adapun Skripsi yang penulis sajikan berjudul “ Pembuatan Edible film dari campuran ektrak wortel ( Daucus carota L.) dengan pati dan gliserin sebagai bahan pengemas “. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan menyelesaikan program Strata-1 Kimia Ekstensi Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam.

Selesainya skripsi tak juga lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Supoyo Sagita dan Ibunda Tuti Rusmanti yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.

2. Bapak Ngadirin dan Ibu Rita Zahara tersayang yang telah memeberikan dukungan serta doa sampai saya menyelesaikan skripsi ini baik secara materil maupun moril. 3. Kakanda Sutian Ramadhana yang telah memberikan dukungan dan semangatnya. 4. Adinda Angga, Riza, Mimi yang selalu memberikan semangat dan senyumannya. 5. Ibu Dra.Emma zaidar,M.Si selaku pembimbing dalam menyelsaikan skripsi ini

yang dengan kemurahan hati serta kesabaran memberikan panduan dan penuh kepercayaan pada penulis untuk penyempurnaan kajian ini.

6. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia F-MIPA USU. 7. Untuk seseorang yang teristimewa Dede Rosady.Amd yang selalu menemani an

memberi dukungan serta doa saat penulisan skripsi ini.

8. Sahabat – sahabat penulis Ika, Upeh, Arin, Imel, dan anak – anak kos 16D yang telah memberi dorongan semangat dan membantu saat penulisan karya ilmiah. 9. Asisten laboraturium Biokimia yang banyak membantu dalam jalannya penelitian

untuk skripsi penulis.

Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, kiranya Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dari semua pihak tersebut diatas. Penulis menyadari bahwa isi dan tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Karenanya, kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan alam.

Medan, Agustus 2011

Penulis

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak wortel

(Daucus carota), kanji, dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film

diawali dengan pembuatan ekstrak wortel terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan

mencampurkan ekstrak wortel dengan kanji, dan gliserin hingga homogen, kemudian

dikeringkan dalam oven selama ± 2 hari. Setelah itu dilakukan uji karakteristik edibel film

yaitu diuji kuat tarik dan kemuluran, uji SEM serta dilakukan analisa kadar nutrisinya

yaitu kadar protein, air, abu, lemak, karbohidrat, β-karoten. Selanjutnya dilakukan uji

organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur terhadap edible film. Hasil

karakteristik edible film diperoleh kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluran 33,74%, dan

ketebalan 0,21mm. Sedangkan kadar protein 0,68%, kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%,

kadar lemak 5,11%, kadar karbohidrat 66,637%, kadar β-karoten 0,561 ppm. dan uji

organoleptik edible film terhadap rasa, warna tekstur dan bau yang dihasilkan yaitu dengan

(6)

THE MAKING OF EDIBLE FILM FROM MIXTURE EXTRACT OF CARROT

(Daucus carota L.) and GLYSERIN WITH STARCH

AS PACKAGING MATERIALS

ABSTRACT

The research of the making of edible films from extracts of carrot (Daucus carota), starch, and glycerin as packaging materials. Processing of edible film making begins with the first extract of carrot. Edible films made by mixing carrot extract with starch, and glycerin

(7)

DAFTAR ISI

1.4.Tujuan penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

2.2.4. Perpanjangan edible film atau elongasi 7 2.2.5. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength 8

2.3. Bahan Baku Edible Film 8

2.5.2. Kandungan Nutrisi Wortel 13

2.6. β-karoten 16

2.7. Gliserin 18

(8)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 22

3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) 24

3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik 24

3.3.5. Penentuan Kadar Air 25

3.3.6. Penentuan Kadar Abu 25

3.3.7. Penentuan Kadar Protein 26

3.3.8. Penentuan Kadar Lemak 26

3.3.9. Penentuan Kadar β-karoten 26

3.3.10. Penentuan Kadar Karbohidrat 26

3.3.11. Penentuan Kadar Organoleptik 27

3.4. Bagan Penelitian 28

3.3.1. Pembuatan Edible film 28

3.3.2. Penentuan Kadar Air 29

3.3.3. Penentuan Kadar Abu 30

3.3.4. Penentuan Kadar Protein 31

3.3.5. Penentuan Kadar Lemak 31

3.3.6. Penentuan Kadar β-karoten 32

3.3.7. Penentuan Kadar Karbohidrat 32

3.3.8. Penetuan Uji Organoleptik 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

4.1. Hasil Penelitian 33

4.1.1. Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 34

4.1.2. Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 35

4.1.3. Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 35

4.1.4. Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 36

4.1.5. Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 36

4.1.6. Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 37

4.1.7. Analisa β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin 38

4.1.8. Analisa organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin 39

(9)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 44

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44

Daftar Pustaka 45

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan 10 Tabel 2.2. Kandungan nutrisi tambahan dalam seratus gram jus wortel 14 Tabel 2.3. Kandungan nutrisi wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter

3cm(100gr wortel segar) 15

Tabel 2.4. Perkiraan penggunaan gliserin 19

Tabel 4.1. Hasil analisa kandungan gizi dan karakteritik edible film campuran

ekdtrak wortel, ganji dan gliserin 33

Tabel 4.2. Hasil Penentuan Absorbansi β-karoten pada edible film campuran

ekstrak wortel, kanji dan gliserin 33

Tabel 4.3. Hasil penentuan β-karoten 39

Tabel 4.4. Hasil penilaian organoleptik terhadap edible film yang dihasilkan 39

Tabel 1. Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran 52

Tabel 2. Hasil Analisa kadar Air 52

Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Abu 52

Tabel 4. Hasil Analisa Protein 53

Tabel 5. Hasil Analisa Lemak 53

Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat 53

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Amilosa 11

Gambar 2.2 Struktur Amilopektin 11

Gambar 2.3. Granula Pati Singkong 12

Gambar 2.4. Rumus Bangun β-karoten 16

Gambar 2.5. Struktur Gliserin 19

Gambar 4.1. Grafik uji organoleptik edible film campuran ekstrak wortel,

pati dan gliserin 40

Gambar 1. Edible film dari Ektrak wortel, kanji dan gliserin 54 Gambar 2. Uji SEM edible film perbesaran 500 kali (tampak atas) 55 Gambar 3. Uji SEM edible film perbesaran 5000 kali (tampak samping ) 56

(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak wortel

(Daucus carota), kanji, dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film

diawali dengan pembuatan ekstrak wortel terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan

mencampurkan ekstrak wortel dengan kanji, dan gliserin hingga homogen, kemudian

dikeringkan dalam oven selama ± 2 hari. Setelah itu dilakukan uji karakteristik edibel film

yaitu diuji kuat tarik dan kemuluran, uji SEM serta dilakukan analisa kadar nutrisinya

yaitu kadar protein, air, abu, lemak, karbohidrat, β-karoten. Selanjutnya dilakukan uji

organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur terhadap edible film. Hasil

karakteristik edible film diperoleh kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluran 33,74%, dan

ketebalan 0,21mm. Sedangkan kadar protein 0,68%, kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%,

kadar lemak 5,11%, kadar karbohidrat 66,637%, kadar β-karoten 0,561 ppm. dan uji

organoleptik edible film terhadap rasa, warna tekstur dan bau yang dihasilkan yaitu dengan

(13)

THE MAKING OF EDIBLE FILM FROM MIXTURE EXTRACT OF CARROT

(Daucus carota L.) and GLYSERIN WITH STARCH

AS PACKAGING MATERIALS

ABSTRACT

The research of the making of edible films from extracts of carrot (Daucus carota), starch, and glycerin as packaging materials. Processing of edible film making begins with the first extract of carrot. Edible films made by mixing carrot extract with starch, and glycerin

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Edible film merupakan suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan yang bersifat hidrofilik dari protein maupun karbohidrat serta lemak atau campurannya. Edible film berfungsi sebagai

bahan pengemas yang memberikan efek pengawetan. Edible film dapat menjadi barrier

terhadap oksigen, mengurangi penguapan air dan memperbaiki penampilan produk.

Penggunaan Edible film dapat mencegah proses oksidasi perubahan organoleptik,

pertumbuhan mikroba atau penyerapan uap air. Edible film juga dapat digunakan sebagai

pembawa antioksidan yang dapat melindungi produk terhadap proses oksidasi lemak

(Krochta, 1992).

Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan ekonomis,

selain itu penggunaan materil sintesis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan

(Alvin dan Gil,1994). Pengembangan edible film pada makanan dapat memberikan

kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan

bahan pengemas yang ramah lingkungan. Edible film memberikan alternatif bahan

pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan

bahan yang dapat di perbaharui dan harganya murah. Pengaplikasian edible film pada

produk makanan bukan merupakan konsep yang baru dan telah lama di pelajari secara

ekstentif seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Harris,H (2001) yang

menggunakan Edible film dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk, juga penelitian

yang dilakukan Suryaningrum, D (2005) yaitu Studi Pembuatan Edible Film Dari

Karaginan. Penerapan edible film dapat memperpanjang masa simpan dan

mempertahankan kualitas dari berbagai produk makanan.

Dalam penelitian ini peneliti telah melakuka pembuatan edible fil;m dari

campuran ekstrak wortel, ganji dan gliserin. Dimana wortel yang dalam bahasa Inggrisnya

disebut carrot, kita patsi langsung teringat pada buah yang berwarna orange dan

bentuknya memanjang, serta salah satunya meruncing, wortel termasuk dalam tumbuhan

sayur. Dalam bahasa latin wortel dikenal dengan nama Daucus carota L. Wortel

sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia ia berasal dari negeri yang beriklim sedang

(15)

Budidaya wortel pada mulanya terjadi didaerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke

kawasan Eropa, Afrika, Asia, dan akhirnya ke seluruh dunia.

Wortel adalah tumbuhan sayur yang tumbuh sepanjang tahun, terutama di daerah

pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab. Kurang lebih pada ketinggian

1200 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan wortel membutuhkan sinar matahari dan

dapat tumbuh pada semua musim. Wortel mempunyai batang dan daun basah yang berupa

sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi

akar), mirip daun seledri.

Umbi berwarna orange yang kaya nutrisi ini sudah lama dianggap berkhasiat memperbaiki penglihatan. Wortel kaya akan kandungan β-Karoten. Apabila zat tersebut berada di dalam tubuh akan di ubah menjadi Vitamin A yang sangat penting untuk fungsi

retin

akan Vitamin A ekstrak wortel juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film.

Berdasarkan uraian diatas peneliti berharap edible film dari ekstrak wortel dapat digunakan

sebagai pembungkus permen jahe.

1.2.Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka perlu

adanya pembatasan masalah, sebagai berikut :

1. Wortel dan pati tepung tapioka sebagai bahan dasar pembuatan edible film berasal dari

pajak sore Padang Bulan

2. Pembuatan edible film sebagai pembungkus permen jahe

3. Parameter yang diteliti adalah sifat fisik (uji SEM) dan sifat mekanik (pemanjangan

(16)

1.3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang terkait

pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah karakteristik dan kandungan gizi dari ediblel film berbahan dasar

ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang dihasilkan.

2. Bagaimanakah hasil edible film berbahan dasar ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang

dihasilkan sebagai pembungkus permen jahe yang ramah lingkungan.

1.4.Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pembuatan edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin yang ramah

lingkungan sehingga aman digunakan oleh masyarakat yang mengkonsumsi makanan

tersebut.

2. Mengetahui karakteristik dan kandungan gizi dari edible film

3. Memanfaatkan ekstrak wortel sebagai bahan pembuatan edible film

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengurangi penggunaan kemasan makanan yang bersifat tidak teruraikan

(nondegredable)

2. Untuk menambah kandungan nutrisi pada produk serta memberikan warna kemasan

yang menarik pada produk

3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan alternative dalam

pemanfaatan edible film sebagai bahan pengemas yang bersifat biodegradable.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, adapun langkah – langkah yang

dilakukan sebagai berikut :

(17)

diaduk kembali, setelah homogen dicetak diatas plat akrelik, kemudian dimasukkan

kedalam oven pada suhu 30oC selama ± 2 hari, untuk hasil tersebut dianalisa kadar air,

kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar B-karoten, uji SEM, uji

tarik, dan nilai organoleptiknya.

- Analisa SEM edible film yang dihasilkan ditentukan dengan analisa mikroskopi.

- Uji Kuat tarik edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan alat Torsee’s

Electrinic system.

- Analisa Kadar protein edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode Kjedahl.

- Analisa Kadar lemak edible film yang dihasilkan ditentukan dengan cara eksitasi kontinu

dengan alat soklet.

- Penentuan Kadar air edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pengeringan

dalam oven pada suhu 100 – 105oC.

- Penentuan kadar abu edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pembakaran

dalam tanut pada suhu 500 – 570oC hingga diperoleh abu berwarna putih.

- Penentuan Kadar Karbohidrat edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menghitung

selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak.

- Penentuan kadar β-karoten edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan

spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 269 nm.

- Uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur edible film yang dihasilkan

ditentukan dengan skala hedonik.

1.7.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Polimer Fakultas

Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Central fakulatas Pertanian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan alam

sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus daun atau yang disebut

selundang, buah – buahan terbungkus kulitnya. Fungsi dari pengemasan pada bahan

pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan. Dengan adanya persyaratan bahwa

kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan maka penggunaan edible film adalah

suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari lipida, karbohidrat, protein maupun

campuran ketiganya. Edible film sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan

pelapis produk – produk pangan industri pertanian segar .

Secara umum edible film dapat didefenisikan sebagai lapis tipis yang melapisi suatu

bahan pangan dan layak dimakan, digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan

atau diletakkan diantara komponen makanan yang dapat digunakan untuk memperbaiki

kualitas makanan, memperpanjang masa simpan, meningkatkan efisiensi ekonomis,

menghambat perpindahan uap air (Krochta, 1992).

Edible film merupakan lapisan tipis dari materi yang dapat diletakkan diatas permukaan produk makanan untuk menyediakan penghalang bagi uap air, oksigen dan

perpindahan padatan dari makanan tersebut. Sebuah pelapisan yang ideal didefenisikan

sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan makanan tanpa menyebabkan

keadaan anaerobik dan mengurangi kualitas makanan. Selain itu edible film dapat

digunakan untuk mengurangi kehilangan air

:

1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula, dan komponen flavor

2. Mengurangi kahilangan berat

3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan

4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan

(19)

Salah satu fungsi utama dari edible film adalah kemampuan mereka dalam peranannya

sebagai penghalang, baik gas, minyak, atau yang lebih utama air. Kadar air makanan

merupakan titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba, dan

tektur yang baik, edible film dapat mengontrol Aw (water activity) melalui pelepasan atau

penerimaan air ( Hui,2006).

2.2 Sifat Fisik Edible Film

2.2.1. Ketebalan edible film

Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh

konsentrasi hidrokoloid pembentuk edible film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan

edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatil lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau

semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc.

Hugh, 1994). Kepaduan dari edible film atau lapisan pada umumnya meningkat secara

proporsional dengan ketebalan (Guilbert and Biquet, 1990).

2.2.2. Transmisi uap air edible film

ASTM (1989) dalam Cuq et al.(1996) lebih lanjut mendefinisikan transmisi uap air

sebagai kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan

ketebalan tertentu, pada kondisi yang spesifik.

2.2.3. Warna edible film

Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan

pembentuk edible film dan suhu pengeringan . Warna edible film akan mempengaruhi

penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas et al., 1997).

2.2.4. Perpanjangan edible film atau elongasi

Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan

bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan

(20)

2.2.5. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength

Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan

tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya.

Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh

bahan atau sampel (Gontard et al., 1993).

2.3. Bahan Baku Edible Film

Komponen penyusun edible film dapt dibagi menjadi tiga macam yaitu : hidrokoloid,

lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa polisakarida yeti

selulosa, modifikasi selulosa, pati, agar, alginat, pektin. Lipida yang biasa digunakan yaitu

kolagen, gelatin, asil gliseroll, dan asam lemak. Sedangkan komposit merupakan

campuran, terdiri dari lipid dan hidrokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing –

masing (Dohowe dan fennema, 1994).

2.3.1. Hidrokoloid

Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau

karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (alginat, pektin,

dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar

protein antara lain dapat menggunakan kasein, protein kedelai, gluten gandum, dan protein

jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan

oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat

baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah

hancur (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).

Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur

udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan edible film.

Pemanfaatan dari edible film ini penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak,

harganya murah, dan bersifat nontoksik (Nisperos-Carriedo, 1994 dalam Krochta et. al.,

(21)

2.3.2. Lipida

Film yang berasal dari lipida sering digunakan seagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk- produk permen. Film yang terbuat dari

lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang

kurang baik (Dohowe dan Fennema, 1994). Lipida yang sering digunkan sebagai edible

film antara lain lilin (wax), asam lemak, monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006). Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk

memberi sifat hidrofobik (Hernandez, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).

2.3.3. Komposit

Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit

film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid

dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan

mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan

ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film

gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan

(22)

2.4. Pati

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati

sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan

polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik

yang baik (Bourtoom, 2007). Ubi-ubian, serealia, dan biji polong-polongan merupakan

sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain

ubi jalar, kentang, dan singkong (Liu, 2005 dalam Cui, 2005). Pati singkong sering

digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang berbasis

pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Niba, 2006 dalam Hui, 2006).

Kandungan pati pada beberapa bahan pangan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan

Bahan Pangan Pati (% dalam basis kering)

Sumber: Liu (2005) dalam Cui (2005)

Menurut Biro Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun

2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka

pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati

yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan

singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut

disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur

amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri

(23)

500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982). Pati dapat diekstrak dengan

berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati

dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan

sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur

untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan

sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam

Cui, 2005).

Gambar 2.1 Struktur Amilosa

Gambar 2.2 Struktur Amilopektin

Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang

terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman,

dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran

granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan

(24)

pada 63oC. Menurut Santoso (2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya

yang murah. Bentuk granula pati singkong dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Granula Pati Singkong (Niba, 2006 dalam Hui, 2006)

Pati juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak

digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan confectionary, makanan

yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi, dan bahan kimia serta industri non pangan

seperti tekstil, detergen, kemasan, dan sebagainya. Kegunaan pati dan turunannya pada

industri minuman dan confectionary memiliki persentase yang paling besar yaitu 29%

industri makanan, yang diproses dan di industri kertas masing – masing sebanyak 28%,

industri farmasi dan bahan kimia 10%, industri non pangan 4% dan makanan ternak

sebanyak 1%.

Didalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai

bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada

pakaian. Pada sektor kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan

plastik biodegredable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat – obatan.

Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai bahan detergen yang

bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut, biopestisida, pelumas, pewarna,

dan flavor.

Adapun didalam industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan makanan

dan flavor baik pati konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk industri makanan,

pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, puding, bahan pengental susu,

(25)

2.5. Wortel

Wortel/carrots (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang

beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah.

Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada

mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika,

Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya

(Rahman, 2009).

Jika mendengar kata wortel yang dalam bahasa inggrisnya disebur carrot, kita pasti

langsung teringat pada buah yang berwarna orange dan bentuknya memanjang, serta salah

satunya meruncing, wortel termasuk dalam tumbuhan sayur. Dalam bahasa latin, wortel

dikenal dengan nama daucus carota. Dalam ilmu biologi, wortel dimasukkan dalam famili

Apiaceae. Wortel adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun. Terutama di

daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih pada

ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan wortel membutuhkan sinar

matahari dan dapat tumbuh pada semua musim. Wortel mempunyai batang daun basah

yang berupa sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian

atas (umbi akar), mirip daun seledri (Noviana Yaniar,1993).

Warna orange tua pada wortel menandakan kandungan beta karoten yang tinggi.

Makin jingga warna wortel, makin tinggi kadar beta karotennya. Kadar beta karoten yang

terkandung dalam wortel lebih banyak dibandingkan pepaya dan buah lainnya. Beta

karoten ini dapat mencegah dan mengatsi kanker, darah tinggi, menurunkan kadar

kolesterol dan mengeluarkan angin dari dalam tubuh. Kandungan tinggi beta karoten juga

terbukti dapat memerangi efek polusi perokok pasif. Umbi berwarna orange yang kaya

nutrisi ini sudah lama dianggap berkhasiat memperbaiki penglihatan. Wortel kaya akan

kandungan beta karoten. Apabila zat tersebut didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin

(26)

2.5.1. Jenis – jenis Wortel

Wortel menyukai tanah yang genbur dan subur, menurut para botanis wortel dapat

dibedakan atas beberapa jenis, diantaranya :

- Jenis imperator, yakni wortel yang memiliki umbi akar berukuran panjang dengan ujung

meruncing dan rasanya kurang manis.

- Jenis chantenang, yakni wortel yang memiliki umbi akar berbentuk bulat panjang dan

rasanya manis.

- Jenis mantes, yakni hasil kombinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang, umbi

akar wortel berwarna khas orange.

2.5.2. Kandungan Nutrisi Wortel

Menurut laboraturium Lancaster Inggris dalam Winarsi (2007) menemukan nutrisi

tambahan dalam seperatus gram jus wortel terdapat :

Tabel 2.2. kandungan nutrisi tambahan dalam seperatus gram jus wortel

Kandungan Gizi Kandungan per 100 g

Magnesium 8,2 mg

Kromium 0,2 ppm

Gula yang terdiri dari :

Fruktosa 1,5 %

Dektrosa 0,8 %

Sukrosa 1,9 %

Maltosa 0,3 %

Laktosa 0,5 %

**kandungan nutrisi wortel tersebut tentu tidak lepas dari jenis dan kualitasnya

Dalam sebuah wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter 3cm (100 gram

(27)

Tabel 2.3. kandungan nutrisi wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter

3cm(100gr wortel segar)

Komponen gizi Kandungan per 100 g

Energi 173 kJ (41kcal)

Karbohidrat 5-6 gr

Serat 2-3 gr

Lemak 0,2 gr

Protein 1-2 gr

Mineral-sodium 50-55 gr

Vitamin A equiv 835 mg (93%)

Sumber : United States Departemen of Health and Human Service (2004)

Kandungan pigmen warna orange tersebut dapat menimbulkan warna kekuningan

pada kulit kita, jika mengkonsumsi berlebihan. Warna kulit tersebut berbeda dengan orang

yang menderita sakit kuning. Pada penderita sakit kuning, mata juga ikut kuning,

sedangkan kebanyakan makan wortel matanya tidak kuning.

Wortel mengandung Vitamin A yang tinggi, vitamin A dan beta karoten kadang –

(28)

menjadi vitamin A. Beta karoten sendiri terasuk dalam golongan karotenoida dan telah

diidentifikasi terdapat lebih dari 600 jenis karoten yang berbeda (departemen teknologi

pangan dan gizi, 2008).

2.6. β-Karoten

β-Karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain terdapat pada Wortel , Kentang dan buah Peach yang Lezat. Zat antioksidan sangat

berguna untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat – zat racun. Radikal bebas

adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat

ditakuti. Dengan adanya zat anti oksidan yang antara lain adalah β-Karoten yang terdapat

pada Kentang ,Wortel ,Peach dll ,diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40% dengan hanya mengkonsumsi 50 mg β-karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja dengan cara hidup yang sehat (Lidya.L, 2010).

Karotena memberikan warna oranye pada

sayuran lain. Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang

berhubungan yang memiliki formula C40H56.

CH3 CH3 CH3

C CH CH C

CH2 C CH CH CH

CH2 C

CH2 CH3

Gambar 2.4. Rumus Bangun β-karoten

Karotena adalah

ini membentuk warna jingga dalam

berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang dia serap ke

Secar

(29)

Yunani: alfa-karotena (α-karotena) dan beta-karotena (β-karotena). Gamma-, delta-, dan

epsilon- (γ, δ, dan ε-karotena) juga dikenal dalam jumlah yang sedikit. β-karoten terdiri

dari dua grup

dalam

sebagai

β-karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki senyawa lain. Jumlah yang dibutuhkan tubuh memang hanya ukuran milligram perhari. Tapi kalau tidak

terpenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Zat yang merupakan provitamin A ini

terdapat dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan. β-karoten merupakan unsur yang

sangat potensial dan penting bagi vitamin A, unsur ini merupakan persenyawaan kimiawi

yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi kimiawi – fisiologik dalam rangkaian

metabolism. Berbagai reaksi tingkat seluler banyak melibatkan senyawa yang banyak

ditemukan pada sebagaian besar sayuran dan buah-buahan. Biasanya, sayur-sayuran yang

berwarna terang seperti wortel banyak mengandung β-karoten. Sedangkan buah-buahan

seperti mangga, alpukat, semangka dan melon juga cukup banyak mengandung senyawa

ini.

β-karoten sendiri sesungguhnya merupakan provitamin A yakni sumber penting bagi vitamin A di dalam saluran pencernaan khususnya pada usus halus, β-karoten akan

mengalami penyerapan yang kemudian di simpan di dalam sel hati. Di dalam sel hati, β

-karoten akan di ubah menjadi vitamin A dan siap digunakan kalau dibutuhkan untuk

berbagai reaksi metabolisme. Dari sumber makanan yang dikonsumsi setiap hari, kebutuhan minimal akan β-karoten terkadang belum tercukupi. Kekurangan pemenuhan kebutuhan ini biasanya karena sebagaian β-karoten rusak selama proses pengolahan

(seperti halnya kerusakan vitamin selama pengolahan). Sehingga masih diperlukan

tambahan yang disuplai dari luar. Akibat kekurangan β-karoten tidak segera dapat

dirasakan, sehingga kebutuhan unsure ini jarang menjadi perhatian. Pra peneliti dari

institute kanker merekomendasikan, kebutuhan tubuh akan β-karoten setiap hari hanya

5-6 mg. sebagaimana vitamin, meskipun jumlahnya hanya sedikit, tetapi sangat diperlukan

sehingga kalau tidak terpenuhi kebutuhannya dapat menimbulkan gangguan fungsi.

Menurut hasil penelitian, β-karoten sangat mungkin memiliki manfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan

(30)

penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Radikal bebas merupakan senyawa

yang dapat merusak sel, bahkan dapat memacu timbulnya kelainan minimal pada tingkat

sel yang selanjutnya berubah menjadi pre – kanker . β-karoten memberikan

perlindungan pada tingkat seluler dimana DNA ( deoxyribonukeic acid) yang merupakan

suatu inti genetic pembawa sifat keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan

sehingga dapat terlindung dari senyawa lain yang mengacaukan kode genetiknya

(Winarsi.2007)

2.7.Gliserin

Gliserol (gliserin) merupakan senyawa poliol sederhana. Ini adalah tidak berwarna, tidak

berbau, cairan kental yang banyak di gunakan dalam formulasi farmasi. Gliserol memiliki

tiga gugus hidroksil hidrofilik yang betanggung jawab untuk dalam air dan sifat

higroskopiknya. Tulang punggung gliserol adalah penting untuk seluruh lipid dikenal

sebagai trigliserida. Gliserol memiliki rasa manis dan toksisitas rendah (Leffingwell

Georgia, dan Miton Lesser, B.S.1945).

Gliserin dengan rantai HO-CH-CH-(OH)-CH-OH adalah produk samping dari reaksi

hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin

berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan produk

samping proses

Geliserin dengan rantai HO-CH-CH-(OH)-CH-OH adalah produk samping dari

reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untk menghasilkan asam lemak. Gliserin

berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan produk

samping proses pembuatan biodisel yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat dijual dalam

keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yg telah dimurnikan.

(31)

Gliserin biasanya di hasilkan dari industri lilin atau industri sabun komersial. Pada kondisi

sabun komersial, karena geliserin mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi di

bandingkan dengan nilai sabun itu sendiri maka gliserin yang di hasilkan dari pembuatan

sabun diekstrak atau dipisah untuk dijual atau dipakai dalam pembuatan lotion atau produk

kosmetik lainnya.

Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body

lotion dan cream pelembab dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun dan merupakan

bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/pelembab sehingga

cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara bebas. Pemakaian gliserin relative

aman untuk kulit (Ab Christoph, 2006).

2.6.1. Kegunaan Gliserin

Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Industri kertas, di mana gliserin

berfungsi sebagai bahan pelunak adalah penggunaan terbesar berikutnya, yaitu 2500

ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7500 ton/tahun, tetapi pemasarannya berkurang 25

tahun terakhir, dengan digantikannya oleh bahan lain yang lebih murah. Berikut ini di

perkirakan penggunaan gliserin :

Tabel 2.4. perkiraan penggunaan gliserin

No Kegunaan Persentase (%) Gliserin

1 Tembakau 13

2 Peledak 5

3 Kertas 17

(32)

a) Makanan Minuman

Gliserin mudah di cerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama kabohidrat,

meskipun dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak. Untuk produk makannan dan

pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen, tidak beracun adalah

syarat utama. Gliserin, sejatk 1959 diakui sabagai satu di antara bahan yang aman oleh

Food and Drug Administration. Kegunaan sebagai pelarut untuk pemberian rasa (seperti

Vanilla) dan pewarna makanan, agen pengental dalam sirup, pengisi dalam produk

makanan rendah lemak (biscuit).

b) Obat-obatan dan kosmetik

1. Pada obat-obatan dan kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan

Obat penyakit

2. Gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep

3. Obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol

c) Industri Tembakau

Pada pengolahan tembakau, gliserin adalah bagian penting dari larutan yang di

semprotkan pada tembakau sebelum daunnya dihaluskan dan dikemas. Dengan pewarna,

digunakan 3 % berat tembakau untuk mencegah daun menjadi rapuh dan hancur selama

pengolahan. Pada pengolahan tembakau kunyah untuk menambah rasa manis dan

mencegah pengeriingan, juga sebagai bahan pelunak pada kertas rokok.

d) Pelumas

Gliserin dapat di gunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini di sarankan

untuk kompresor oksigen karena lebih tahab terhadap oksidasi daripada minyak mineral,

pada pelumas pompa dan bantalan fluida seperti bensin,, pada industri makanan, farmasi

(33)

e) Bahan Pembungkus dan Pengemas

Pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti, greasproof, dan edible film

memerlukan bahan/ plastisizer untuk memberi kelenturan dan kekerasan pembungkus

(Girindra.S.N,2009).

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Adapun alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Nama Alat Merek

Beaker Glass Pyrex

Gelas Ukur Pyrex

Oven Gallenkamp

Labu Kjedahl Pyrex

Labu Takar Pyrex

Erlenmeyer Pyrex

Alat destilasi Gerhard Born

Buret Pyrex

Tanur Memmert

Alat Soklet Gerhard Born

Cawan porselin

Desikator

Statif dan Klem

Kertas saring

Botol Aquades

Crucible

Spatula

Hotplate

Pipet tetes

(35)

3.2. Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gliserin p.a. (E-Merk)

Selenium(s) p.a. (E-Merk)

H2SO4(p) p.a. (E-Merk)

NaOH(S) p.a. (E-Merk)

H3BO3(s) p.a. (E-Merk)

HCl p.a. (E-Merk)

Petroleum eter

Indikator Tashiro

Akuades

wortel

Tepung Kanji

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Reagen

Pembuatan larutan NaOH 30% (b/v)

Ditimbang dengan tepat 30,0007 gram NaOH dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu

takar 100 ml sampai garis tanda.

Pembuatan larutan H2BO3 4% (b/v)

Ditimbang dengan tepat 4,0013 gram H3BO3 dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu

takar 100 ml smpai garis tanda.

Pembuatan Indikator Tashiro

Ditimbang 425 mg metil merah dan 500 mg Metil biru dan dilarutkan dalam alkohol 96%

dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

Pembuatan larutan HCl 0,1N

Sebanyak 8,3 ml HCl 37% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1L sampai garis

tanda.

(36)

Sejumlah 9,55 mg Na2B4O7.H2O dimasukkan kedalam beker glass. Ditambahkan 500 ml

aquadest, dimasukkan kealam mikroburet.

Sejumlah 50 ml HCl 0,1N dimasukkankedalam erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indikator

Metil Merah, dititrasi dengan lautanNa2B4O7.10H2O. Dilakukan 3 kali perlakuan.

Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,1058 N.

3.3.2. Pembuatan Edible film

Sebanyak 10 gram tepung kanji dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahknan dengan

100 ml ekstrak wortel. Diaduk hingga homogen. Dipanaskan diatas hotplate. Kemudian

ditambahkan 1 ml gliserin. Diaduk kembali hingga homogen dan mengental. Dituang ke

plat plastik sambil diratakan. Dikeringkan dalam oven ± selama 2 hari pada suhu 30oC.

3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisa mikroskopi dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. Dalam

hal ini dapat dilihat permukaan hasil pencampuran kanji dengan ekstrak wortel dan

gliserol. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan kimia

yang digunakan meresap ke dalam pori.

3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik

Dihidupkan alat Torsee’s Elektronik System. Dibiarkan selama 1 jam. Dijepit sampel

dengan menggunakan griff. Diatur tegangan, regangan, dan satuannya. Dihidupkan

recorder (ON). Dipasang Tinta pencatat. Diatur sumbu x (regangan) dan sumbu y (tegangan) serta diatur satuannya. Dipasang sampel. Ditekan tombol start. Dinolkan nilai

load dan stroke. Dilihat angka di load (tegangan) dan stroke (regangan), bila sampel sudah putus. Dicatat nilai load dan stroke sampel.

Perhitungan Uji Kuat Tarik :

(37)

3.3.5. Penentuan Kadar Air

Sampel dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama sekitar 6 jam. Didinginkan cawan

kedalam desikator. Setelah dingin ditimbang berat kering. Hal ini diulangi terus sampai

diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar airnya

3.3.6. Penentuan Kadar Abu

Dipastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa ash content dalam

keadaan layak dan aman untuk digunakan. Ditimbang sampel yang sudah dihitung kadar

airnya. Ditimbang cruisble kosong, catat nomor cruisiblenya. Dipanaskan cruisible berisi

sampel diatas hotplate didalam fume cupboard sampai dengan sampel terdekomposisi

menjadi karbon lalu dipindahkan ke muffle furnance dengan suhu 550 – 570oC. Setelah 2

jam, keluarkan cruisible dari muffle furnance dan dimasukkan ke dalam desikator hingga

mencapai suhu ruangan. Dilakukan penimbangan cruisible berisi abu dengan teliti untuk

mendapatkan hasilnya. Dihitung kadar abunya.

Rumus Perhitungan :

Ash Content = 2− 1×1 0 0%

M o

M M

Dimana : Mo = Berat contoh

M1 = Berat cruisible

M2 = Berat cruisible + abu

3.3.7. Penentuan Kadar Protein

Sampel ditambahkan 0,5 – 1 gr campuran K2SO4 : HgO (20:1). Dibungkus dengan kertas

saring. Dimasukkan dalam labu Kjedhal. Ditambahakan larutan H2SO4 pekat 3ml.

Didestruksi diruang asam hingga lautan jernih. Kemudian didinginkan. Ditambahkan 10ml

aquadest, didinginkan. Dibilas dengan aquadest. Didestilasi dengan NaOH. Destilat

ditampung dengan erlenmeyer berisi 5ml Asam borat 4% dan 4 tetes BCGMR. Dititrasi

(38)

3.3.8. Penentuan Kadar Lemak

Sampel di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat soklet. Kedalam

labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu, kemudian sampel

tersebut diekstraksi selama beberapa jam sampai 12 siklus. Ekstrak yang diperoleh

dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui beratnya. Kemudian pelarutnya

diuapkan diatas penganas air hingga semua pelarut menguap. Didinginkan di desikator dan

ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.

3.3.9. Penentuan Kadar Karbohidrat

Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak dan protein. Karbohidrat diketahui

dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut.

Kadar karbohidrat = 100% - % ( protein + lemak + air + abu )

3.3.10. Penentuan Kadar Beta Karoten

Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25 ml. Diencerkan

hingga garis tanda kemudian dihomogenkan. Dimasukkan ke dalam kuvet kemudian

diukur absorbansinya pada panjang gelombang 269 nm. Dicatat absorbansinya. Kemudian

dihitung nilai beta karotennya dengan menggunakan rumus:

(39)

3.3.11. Penentuan Nilai Organoleptik

Uji ini meliputi warna, bau, rasa dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15

orang panelis dimana panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan

minum air putih terlebih dahulu. Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa

panelis cukup menyukai edible film yang dihasilkan dengan memberi scor nilai, hal ini

menunjukkan bahwa edible film dari ekstrak wortel ini dapat diterima.

Tabel 3.1. Uji Kesukaan Organoleptik

Uji kesukaan (skala Hedonik) Skala Numerik

Amat sangat suka 5

Sangat suka 4

Suka 3

Kurang suka 2

(40)

Edible Film

Hasil

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Edible Film

Dimasukkan kedalam bekerglass

Ditambahkan 10 gram Tepung kanji

Dipanaskan di atas Hotplate

Diaduk

Ditambahkan 1 ml Gliserin

Diaduk hingga homogen

Dicetak di atas Plat plastik

Dikeringkan dalam oven pada suhu 30oC

3.4.2. Penentuan Kadar Air

Dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah

diketahui beratnya

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC

selama sekitar 6 jam

Didinginkan cawan dalam desikator

Setelah dingin ditimbang berat kering

Dihitung kadar airnya

100 ml ekstrak wortel

(41)

3.4.3. Penentuan Kadar Abu

Ditimbang sampel

Ditimbang cruisible kosong, catat nomor

cruisiblenya

Dimasukkan sampel ke dalam cruisible

Dipanaskan cruisible yang berisi sampel diatas

hotplate didalam fume cupboard sampai sampel terkomposisi menjadi karbon

Dipindahkan ke dalam Tanur dengan suhu 550 -

570oC selama ± 2 jam

Didinginkan dalam desikator hingga sampai

suhu ruangan

Ditimbang cruisible berisi abu dengan teliti

Sampel yang telah dihilangkan kadar airnya

Abu

(42)

3.4.4. Penentuan Kadar Protein

Ditambahkan 0,5 – 1gr campuran K2SO4 : HgO

(20:1)

Dibungkus kertas saring

Dimasukkan kedalam labu kjedhal

Ditambahkan larutan H2SO4 pekat 3ml

Didestruksi diatas pemanas listrik sampai

mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau –

hijuan

Dibiarkan dingin kemudian diencerkan dalam

labu takar 250 ml hingga garis tanda.

Dipipet 50 ml larutan yang telah di encerkan

dan dimasukkan kedalam alat destilasi

Ditambah 50 ml NaOH 30% dan 50 ml H2O

Ditampung dengan erlenmeyer berisi 5 ml

larutan asam Borat 4% yang telah dicampuri

indikator tashiro

Didestruksi selama lebih kurang 10 menit

Dititrasi dengan larutan HCl 0,1058N

Dihitung %N nya sampel

Larutan jernih kehijau - hijauan

Destilat

Larutan Ungu

(43)

3.4.5. Penentuan Kadar Lemak

Dibungkus dengan kertas saring

Dimasukkan ke dalam alat soklet

Dimasukkan petroleum eter ke dalam labu

destilasi sebanyak 2/3 bagian labu

Diekstraksi selama beberapa jam sampai 12

siklus

Diuapkan pelarutnya diatas penangas air hingga

semua pelarutnya menguap

Didinginkan di desikator

ditimbang

3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat

Dikurangkan kadar Protein (%)

Dikurangkan kadar Lemak (%)

Dikurangkan kadar Air (%)

Dikurangkan kadar Abu (% sampel

Ekstrak + pelarut

Hasil

Berat Aliquot (100%)

(44)

3.4.8. Penentuan Kadar Beta Karoten

Dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25

ml hingga garis tanda

Dihomogenkan

Dimasukkan ke dalam kuvet

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang

269 nm

Dihitung nilai beta karotennya

3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik

Diundang ke Laboraturium

Disajikan Edible Film dari Ekstrak wortel

Dilakukan uji (warna, bau, dan tesktur)

Ditentukan skor nilainya

Hasil Panelis

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil penelitian edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang telah

dilakukan diperoleh karakteristik dan kandungan nutrisi edible film sebagai berikur :

Tabel 4.1. Hasil analisa karakteritik edible film campuran ekstrak wortel, ganji

dan gliserin

No. Parameter Hasil

1. Kuat Tarik 0,015 KgF/mm2

2. Ketebalan 0,21 mm

3. Kemuluran 33,74 %

Tabel 4.2. Hasil analisa kandungan nutrisi edible film campuran ekstrak wortel,

ganji dan gliserin

No. Parameter Hasil

1. Kadar air 19,69 %

2. Kadar Abu 3,59 %

3. Kadar Lemak 3,96 %

4. Kadar Protein 0,68 %

5. Kadar β-karoten 0,561 ppm

(46)

4.1.1. Hasil Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin.

Penentuan Kadar kuat tarik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat

dihitung sebagai berikut:

Sebagai contoh penentuan kuat tarik dan kemuluran edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin pada lampiran tabel 1 perlakuan I:

Load : 0,09 KgF

Stroke : 37,06 mm/menit

Panjang sampel mula-mula (lo) : 110 mm

Lebar sampel : 30 mm

Hasil analisa Kuat tarik dan kemuluran untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat

(47)

4.1.2. Hasil Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin.

Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran

tabel 2 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

Kadar Air = 100%

Berat cawan + berat sampel edible film setelah kering : 56,97 g

Berat uap air yang hilang = (Berat cawan + Berat edible film dari ekstrak wortel) –

(Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan)

= 57,38 g – 56,97 g

Kadar Air untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 2 pada lampiran.

4.1.3. Hasi Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin.

Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran

tabel 3 perlakuan Idapat dihitung sebagai berikut:

Kadar abu = 2− 1×100% Mo

M M

Dimana, Mo : Berat Sampel (g)

M1 : Berat Crusible Kosong (g)

(48)

Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

Kadar Abu untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 3 pada lampiran.

4.1.4. Hasil Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin.

Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada

lampiran tabel 4 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

%N =

(

)

× ×14,008×100%

Dari % N dapat diketahui % Protein sebagai berikut :

% Protein = %N× fk

Ket = fk : faktor koreksi (6,25)

Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

(49)

% Protein = 0,09×6,25

= 0,43 %

Kadar Protein untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 4 pada

lampiran

4.1.5. Hasil Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak worte, kanji dan

gliserin.

Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada

lampiran tabel 5 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

%

Sebagai contoh penentuan kadar lemak edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin sebagai berikut :

Berat Sampel : 5,00 g

Kadar Lemak untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 5 pada

(50)

4.1.6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel, kanji

dan gliserin.

Penentuan Kadar karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada

lampiran tabel 6 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

% Karbohidrat = 100% - (% Protein + % Lemak + % Air + % Abu)

Sebagai contoh penentuan kadar karbohidrat edible film campuran ekstrak wortel, kanji

dan gliserin:

% Karbohidrat = 100% - (0,43% + 4,00% + 19,84% + 3,55%)

= 100% - 27,88

= 72,17 %

Kadar Karbohidrat untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 6 pada

lampiran.

4.1.7. Hasil Analisa β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin

Penentuan β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:

Sebagai contoh penentuan kadar β-karoten edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan

gliserin:

Tabel. 4.2. Hasil Penentuan Absorbansi β-karoten pada edible film campuran ekstrak

wortel, kanji dan gliserin

No. Perlakuan Absorbansi

1. I 0,00057

2. II 0,00061

(51)

Kadar β-karoten edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung

Untuk hasil β-karoten selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.3. Hasil penentuan β-karoten

No Perlakuan Kadar β-karoten (ppm)

1 I 0,545

2 II 0,584

3 III 0,555

∑ 0,561

4.1.8. Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

Berdasarkan uji organoleptik edible film dari campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

kepada panelis dapat dilihat hasilnya dalam grafik sebagai berikut :

Gambar 4.1. Grafik uji organoleptik edible film campuran ekstrak wortel, pati dan gliserin

0

Grafik Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

Tekstur

Warna

Rasa

(52)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Analisa Kuat Tarik

Menurut Jamaludin (2009), kuat tarik dan persen elongasi merupakan sifat mekanik yang

berhubungan dengan sifat kimia film. Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang dapat

ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat

mekanis yang penting dari edible film. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan

bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya

kurang kuat dan mudah patah. Pengukuran kuat tarik edible film dilakukan dengan

menggunakan Tensile Strenght & elongation Tester strograph- MI toyoseiki.

Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik, edible film yang dihasilkan dari

penelitian ini berkisar 0,014 kgf/mm2. Bila dibandingkan dengan penelitian Arinda Karina

(2009) edible film yg dihasilkan dari cincau hijau yang memiliki nilai kuat tarik 0,07

kgf/mm2 nilai kuat tarik ekstrak wortel lebih kecil. Hal ini disebabkan karena perbedaan

komposisi dan konsentrasi yang akan mempengaruhi kuat regang putus yang dihasilkan.

Dari hasil terlihat bahwa peningkatan konsentrasi gliserin menyebabkan

penurunan kuat tarik (tensil strength) edible film yang dihasilkan. Gliserol yang digunakan

dalam penelitian edible film cincau hijau lebih besar jumlahnya bila dibandingkan pada

edible film ekstrak wortel. Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan maka reduksi interaksi intermolekuler rantai protein juga akan semakin meningkat, sehingga

tensile strenght akan semakin menurun.

Persen kemuluran

Persen pemanjangan adalah perubahan panjang maksimum yng dapat dialami bahan pada

saat mengalami peregangan atau ditarik sampai sebelum bahan itu robek (Krochta dan

Johnston, 1997) dalam Karina,A (2009). Perubahan panjang dapat terlihat apabila film

sobek.

Berdasarkan hasil uji terhadap edible film dari ekstrak wortel, dihasilkan

rata-rata persen pemanjangan adalah 33,74 % . Bila dibandingkan dengan edible film pektiin

cincau hijau dan tapioka pada penelitian yang dilakukan oleh Karina,A (2009), yang

memiliki nilai elongasi berkisar antara 13,7%-19,5%. Edible film ekstrak wortel memiliki

nilai elongasi yang jauh lebih besar.

Anugrahati (2001) dalam Karina.A (20090 , menyebutkan bahwa film yang

terbentuk dari tapioka saja menghasilkan matriks yang lebih elastis. Selain itu,

(53)

besar dari pada edible film dari pektin cincau hijau dan tapioka. Reduksi interaksi

intermolekuler rantai protein terjadi disebabkan oleh penambahan gliserol, molekul

plasticizer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekul dan

meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya menyebabkan peningkatan elongasi dan

penurunan Tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol (Rodrigues et

al.2006).

Krochta dan Johnston dalam Karin,A (2009) melaporkan karakteristik edible

standar mempunyai persen pemanjangan 10-50%. Hasil penelitian menunjukan bahwa,

edible film ekstark wortel mempunyai tingkat elongasi yang cukup baik.

4.2.2. Analisa Kadar Air

Kadar air edible film yang dihasilkan adalah 19,84 %, karakteristik edible film

yang dihasilkan sudah cukup bagus bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian

yang telah dipublikasikan seperti penelitian oleh Helmi Haris terdahulu yang memiliki

kadar air 45,60%.

Menurut Winarno (1980) kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu dari bahan

pangan. Kadar air dalam bahan pangan tersebut menentukan kesegaran dan daya awet

bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri untuk

berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.

4.2.3. Analisa Kadar Abu

Kadar abu edible film yang dihasilkan adalah 3,55% . Kandungan Abu dan

komposisinya tergantung pada bahan dan cara pengabuannya. Abu adalah zat organik sisa

hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu

bahan.

4.2.4. Analisa Kadar Protein

Kadar Protein edible film yang dihasilkan 0,68% . Penggunaan ekstrak wortel

sebagai larutan pengencer bahan dasar edible film dapat meningkatkan kandungan

protein edible film yang diolah. Bila dibandingkan dengan penelitian Suryaningrum

(2005) terdahulu, kandungan tersebut relatif kecil dengan kadar protein edible film yang

(54)

tanpa penggunaan tapioka menghasilkan kadar protein yang paling tinggi (4,54%) dan

berbeda nyata dengan yang lainnya seperti pada wortel yang dalam 100g (1-2g).

4.2.5. Analisa Kadar Lemak

Kadar Lemak edible film yang dihasilkan 3,69%. Penggunaan gliserin sebagai

platisizer bahan edible film dapat meningkatkan kandungan lemak edible film yang diolah.

Bila dibangdingkan dengan penelitian Nugroho, A (2000) terdahulu, kandungan tersebut

lebih besar dengan kadar lemak edible film yang diolah dari campuran tepung

glukomannan dan carboximetyl celulosa adalah 2,92 – 10,46%.

4.2.6. Analisa Kadar Karbohidrat

Kadar Karbohidrat edible film yang dihasilkan 66,63%. Penggunaan kanji sebagai

bahan pengisi edible film dapat meningkatkan kandungan karbohidrat edible film yang

diolah. Bila dibandingkan dengan penelitian Karina,A (2009) terdahulu, kandungan

tersebut labih besar dengan kadar karbohidrat edible film yang diolah dari pektin cincau

hijau 55,00%. Semakin banyak kanji yang dipakai dapat mempengaruhi kadar Karbohidrat

pada edible film.

4.2.7. Analisa Kadar β-karoten

Kadar β-karoten edible film yang dihasilkan 0,516 ppm. Kandungan kadar β

-karoten ini berasal dari ekstak wortel yang dipakai sebagai bahan dasar pembuatan edible

film. Dimana dalam 100 gram wortel terdapat sekitar 8285mg atau sekitar 77%. Edible film yang dihasilkan baik dikonsumsi karena mengandung β-karoten sebagai penangkal radikal bebas.

4.2.8. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisis SEM berfungsi untuk menunjukkan bentuk ( morfologi ) dan perubahan struktur

dari suatu permukaan bahan, misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur lain dari

suatu bahan yang mengakibatkan perubahan energi dari suatu bahan. Adanya perubahan

struktur tersebut dapat diketahui oleh elektron – elektron yang dipantulkan, serta diserap,

dan diubah bentuknya menjadi gelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca

hasilnya. Pada pembesaran 500x, dapat diketahui adanya perbedaan dari struktur

(55)

Pada hasil SEM edible film campuran ekstrak wortel, panji dan gliserin

memiliki permukaan yang halus, berpori – pori rapat, serta manunjukkan adanya granula –

granula pati dengan struktur kecil yang saling berdempetan.

4.2.9. Uji Organoleptik

Uji organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, dan aroma edible film dilakukan pada

panelis. Uji organoleptik terhadap tekstur, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati

dan gliserin lebih disukai panelis karena teksturnya lebih halus. Untuk uji organoleptik

terhadap warna, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai

panelis karena warnanya yang lebih cerah. Untuk uji organoleptik terhadap rasa, campuran

edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai karena rasanya yang sedikit

manis. Untuk uji organoleptik terhadap aroma, campuran edible film dari ekstrak wortel,

pati dan gliserin lebih disukai panelis karena aromanya yang lebih dapat diterima. Hal ini

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Edible film yang dihasilkan memberikan warna yang menarik yaitu orange, dimana warna tersebut berasal dari β-karoten yang terdapat pada wortel. Selain itu edible film yang dihasilkan juga memiliki permukaan yang halus dan lentur atau tidak mudah

patah.

2. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik edible film yang dengan rata –

rata uji kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluruan (elongasi) 33,74%, ketebalan 0,21mm

dan memiliki permukaan yang berpori – pori kecil, rapat dan halus pada uji SEM.

Selain itu kandungan nutrisinya dihasilkan dengan rata – rata kadar air 19,69%, kadar

abu 3,59%, kadar protein 0,68%, kadar lemak 3,69%, kadar β-karoten 5,61%, kadar

karbohidrat 66,63%. Edible film yang dihasilkan menarik dan diminati karena telah

dilakukan uji organoleptik terhadap rasa, warna, tekstur, dan bau dengan rata – rata 3

(suka).

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisa laju transmisi terhadap uap air untuk parameter analisa

edible film berikutnya untuk menegtahui umur simpan edible film.

2. Metode pembuatan edible film perlu dimodifikasi dengan menggunakan ekstrak

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan
Gambar 2.1 Struktur Amilosa
Gambar 2.3. Granula Pati Singkong (Niba, 2006 dalam Hui, 2006)
Tabel 2.2. kandungan nutrisi tambahan dalam seperatus gram jus wortel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang karakterisasi dan analisa kadar nutrisi edible film dari nata de coco dengan penambahan pati, gliserin, dan kitosan yang akan diaplikasikan sebagai bahan

Pembuatan edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin dan ekstrak buah naga merah (hylocereus Costaricencis) sebagai pengemasan sosis sapi dilakukan dengan

Perhitungan kemuluran pada edible film dengan penambahan tepung tapioca, kitosan, gliserin, dengan variasi ekstrak buah naga merah dan aquadest dapat dihitung dengan

Menurut Muhammad Saddani (2014) yang berjudul “Karakterisasi Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Dan Ekstrak Jambu Biji (psidium Guajava L.) Dengan Pemlastis

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari campuran tapioka, kitosan, gliserin, dan ekstrak kulit manggis ( Garciniae mangostana ) untuk

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul : ” Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tapioka, Kitosan, Gliserin, dan Ekstrak Kulit

Perhitungan indeks antimikrobial metode Kirby Bauer pada edible film dengan penambahan tepung tapioka, kitosan, gliserin dengan variasi aquadest dan ekstrak kulit

Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan ekstrak wortel dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh signifikan terhadap aktivitas antioksidan permen