PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK WORTEL
(Daucus carota L.) DENGAN PATI DAN GLISERIN
SEBAGAI BAHAN PENGEMAS
SKRIPSI
EVI SULISTIANI
090822045
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN
EKSTRAK WORTEL (Daucus carota L.), DENGAN PATI DAN GLISERIN SEBAGAI BAHAN PENGEMAS
Kategori : SKRIPSI
Nama : EVI SULISTIANI
Nomor Induk Mahasiswa : 090822045
Program Studi : KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Agustus 2011
Komisi Pembimbing:
Pembimbing II, Pembimbing I,
DR.Rumondang Bulan,MS Dra. Emma Zaidar, M.Si
NIP. 195408301985032001 NIP.195512181987012001
Diketahui/Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK WORTEL ( Daucus carota L ) DENGAN PATI DAN GLISERIN
SEBAGAI BAHAN PENGEMAS
SKRIPSI
Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.
Medan, Agustus 2011
PENGHARGAAN
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan. Adapun Skripsi yang penulis sajikan berjudul “ Pembuatan Edible film dari campuran ektrak wortel ( Daucus carota L.) dengan pati dan gliserin sebagai bahan pengemas “. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan menyelesaikan program Strata-1 Kimia Ekstensi Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam.
Selesainya skripsi tak juga lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Supoyo Sagita dan Ibunda Tuti Rusmanti yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.
2. Bapak Ngadirin dan Ibu Rita Zahara tersayang yang telah memeberikan dukungan serta doa sampai saya menyelesaikan skripsi ini baik secara materil maupun moril. 3. Kakanda Sutian Ramadhana yang telah memberikan dukungan dan semangatnya. 4. Adinda Angga, Riza, Mimi yang selalu memberikan semangat dan senyumannya. 5. Ibu Dra.Emma zaidar,M.Si selaku pembimbing dalam menyelsaikan skripsi ini
yang dengan kemurahan hati serta kesabaran memberikan panduan dan penuh kepercayaan pada penulis untuk penyempurnaan kajian ini.
6. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia F-MIPA USU. 7. Untuk seseorang yang teristimewa Dede Rosady.Amd yang selalu menemani an
memberi dukungan serta doa saat penulisan skripsi ini.
8. Sahabat – sahabat penulis Ika, Upeh, Arin, Imel, dan anak – anak kos 16D yang telah memberi dorongan semangat dan membantu saat penulisan karya ilmiah. 9. Asisten laboraturium Biokimia yang banyak membantu dalam jalannya penelitian
untuk skripsi penulis.
Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, kiranya Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dari semua pihak tersebut diatas. Penulis menyadari bahwa isi dan tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Karenanya, kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan alam.
Medan, Agustus 2011
Penulis
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak wortel
(Daucus carota), kanji, dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film
diawali dengan pembuatan ekstrak wortel terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan
mencampurkan ekstrak wortel dengan kanji, dan gliserin hingga homogen, kemudian
dikeringkan dalam oven selama ± 2 hari. Setelah itu dilakukan uji karakteristik edibel film
yaitu diuji kuat tarik dan kemuluran, uji SEM serta dilakukan analisa kadar nutrisinya
yaitu kadar protein, air, abu, lemak, karbohidrat, β-karoten. Selanjutnya dilakukan uji
organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur terhadap edible film. Hasil
karakteristik edible film diperoleh kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluran 33,74%, dan
ketebalan 0,21mm. Sedangkan kadar protein 0,68%, kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%,
kadar lemak 5,11%, kadar karbohidrat 66,637%, kadar β-karoten 0,561 ppm. dan uji
organoleptik edible film terhadap rasa, warna tekstur dan bau yang dihasilkan yaitu dengan
THE MAKING OF EDIBLE FILM FROM MIXTURE EXTRACT OF CARROT
(Daucus carota L.) and GLYSERIN WITH STARCH
AS PACKAGING MATERIALS
ABSTRACT
The research of the making of edible films from extracts of carrot (Daucus carota), starch, and glycerin as packaging materials. Processing of edible film making begins with the first extract of carrot. Edible films made by mixing carrot extract with starch, and glycerin
DAFTAR ISI
1.4.Tujuan penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
2.2.4. Perpanjangan edible film atau elongasi 7 2.2.5. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength 8
2.3. Bahan Baku Edible Film 8
2.5.2. Kandungan Nutrisi Wortel 13
2.6. β-karoten 16
2.7. Gliserin 18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 22
3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) 24
3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik 24
3.3.5. Penentuan Kadar Air 25
3.3.6. Penentuan Kadar Abu 25
3.3.7. Penentuan Kadar Protein 26
3.3.8. Penentuan Kadar Lemak 26
3.3.9. Penentuan Kadar β-karoten 26
3.3.10. Penentuan Kadar Karbohidrat 26
3.3.11. Penentuan Kadar Organoleptik 27
3.4. Bagan Penelitian 28
3.3.1. Pembuatan Edible film 28
3.3.2. Penentuan Kadar Air 29
3.3.3. Penentuan Kadar Abu 30
3.3.4. Penentuan Kadar Protein 31
3.3.5. Penentuan Kadar Lemak 31
3.3.6. Penentuan Kadar β-karoten 32
3.3.7. Penentuan Kadar Karbohidrat 32
3.3.8. Penetuan Uji Organoleptik 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33
4.1. Hasil Penelitian 33
4.1.1. Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin. 34
4.1.2. Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin. 35
4.1.3. Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin. 35
4.1.4. Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin. 36
4.1.5. Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin. 36
4.1.6. Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin. 37
4.1.7. Analisa β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin 38
4.1.8. Analisa organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin 39
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 44
5.1. Kesimpulan 44
5.2. Saran 44
Daftar Pustaka 45
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan 10 Tabel 2.2. Kandungan nutrisi tambahan dalam seratus gram jus wortel 14 Tabel 2.3. Kandungan nutrisi wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter
3cm(100gr wortel segar) 15
Tabel 2.4. Perkiraan penggunaan gliserin 19
Tabel 4.1. Hasil analisa kandungan gizi dan karakteritik edible film campuran
ekdtrak wortel, ganji dan gliserin 33
Tabel 4.2. Hasil Penentuan Absorbansi β-karoten pada edible film campuran
ekstrak wortel, kanji dan gliserin 33
Tabel 4.3. Hasil penentuan β-karoten 39
Tabel 4.4. Hasil penilaian organoleptik terhadap edible film yang dihasilkan 39
Tabel 1. Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran 52
Tabel 2. Hasil Analisa kadar Air 52
Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Abu 52
Tabel 4. Hasil Analisa Protein 53
Tabel 5. Hasil Analisa Lemak 53
Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Amilosa 11
Gambar 2.2 Struktur Amilopektin 11
Gambar 2.3. Granula Pati Singkong 12
Gambar 2.4. Rumus Bangun β-karoten 16
Gambar 2.5. Struktur Gliserin 19
Gambar 4.1. Grafik uji organoleptik edible film campuran ekstrak wortel,
pati dan gliserin 40
Gambar 1. Edible film dari Ektrak wortel, kanji dan gliserin 54 Gambar 2. Uji SEM edible film perbesaran 500 kali (tampak atas) 55 Gambar 3. Uji SEM edible film perbesaran 5000 kali (tampak samping ) 56
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak wortel
(Daucus carota), kanji, dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film
diawali dengan pembuatan ekstrak wortel terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan
mencampurkan ekstrak wortel dengan kanji, dan gliserin hingga homogen, kemudian
dikeringkan dalam oven selama ± 2 hari. Setelah itu dilakukan uji karakteristik edibel film
yaitu diuji kuat tarik dan kemuluran, uji SEM serta dilakukan analisa kadar nutrisinya
yaitu kadar protein, air, abu, lemak, karbohidrat, β-karoten. Selanjutnya dilakukan uji
organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur terhadap edible film. Hasil
karakteristik edible film diperoleh kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluran 33,74%, dan
ketebalan 0,21mm. Sedangkan kadar protein 0,68%, kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%,
kadar lemak 5,11%, kadar karbohidrat 66,637%, kadar β-karoten 0,561 ppm. dan uji
organoleptik edible film terhadap rasa, warna tekstur dan bau yang dihasilkan yaitu dengan
THE MAKING OF EDIBLE FILM FROM MIXTURE EXTRACT OF CARROT
(Daucus carota L.) and GLYSERIN WITH STARCH
AS PACKAGING MATERIALS
ABSTRACT
The research of the making of edible films from extracts of carrot (Daucus carota), starch, and glycerin as packaging materials. Processing of edible film making begins with the first extract of carrot. Edible films made by mixing carrot extract with starch, and glycerin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Edible film merupakan suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan yang bersifat hidrofilik dari protein maupun karbohidrat serta lemak atau campurannya. Edible film berfungsi sebagai
bahan pengemas yang memberikan efek pengawetan. Edible film dapat menjadi barrier
terhadap oksigen, mengurangi penguapan air dan memperbaiki penampilan produk.
Penggunaan Edible film dapat mencegah proses oksidasi perubahan organoleptik,
pertumbuhan mikroba atau penyerapan uap air. Edible film juga dapat digunakan sebagai
pembawa antioksidan yang dapat melindungi produk terhadap proses oksidasi lemak
(Krochta, 1992).
Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan ekonomis,
selain itu penggunaan materil sintesis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan
(Alvin dan Gil,1994). Pengembangan edible film pada makanan dapat memberikan
kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan
bahan pengemas yang ramah lingkungan. Edible film memberikan alternatif bahan
pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan
bahan yang dapat di perbaharui dan harganya murah. Pengaplikasian edible film pada
produk makanan bukan merupakan konsep yang baru dan telah lama di pelajari secara
ekstentif seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Harris,H (2001) yang
menggunakan Edible film dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk, juga penelitian
yang dilakukan Suryaningrum, D (2005) yaitu Studi Pembuatan Edible Film Dari
Karaginan. Penerapan edible film dapat memperpanjang masa simpan dan
mempertahankan kualitas dari berbagai produk makanan.
Dalam penelitian ini peneliti telah melakuka pembuatan edible fil;m dari
campuran ekstrak wortel, ganji dan gliserin. Dimana wortel yang dalam bahasa Inggrisnya
disebut carrot, kita patsi langsung teringat pada buah yang berwarna orange dan
bentuknya memanjang, serta salah satunya meruncing, wortel termasuk dalam tumbuhan
sayur. Dalam bahasa latin wortel dikenal dengan nama Daucus carota L. Wortel
sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia ia berasal dari negeri yang beriklim sedang
Budidaya wortel pada mulanya terjadi didaerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke
kawasan Eropa, Afrika, Asia, dan akhirnya ke seluruh dunia.
Wortel adalah tumbuhan sayur yang tumbuh sepanjang tahun, terutama di daerah
pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab. Kurang lebih pada ketinggian
1200 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan wortel membutuhkan sinar matahari dan
dapat tumbuh pada semua musim. Wortel mempunyai batang dan daun basah yang berupa
sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi
akar), mirip daun seledri.
Umbi berwarna orange yang kaya nutrisi ini sudah lama dianggap berkhasiat memperbaiki penglihatan. Wortel kaya akan kandungan β-Karoten. Apabila zat tersebut berada di dalam tubuh akan di ubah menjadi Vitamin A yang sangat penting untuk fungsi
retin
akan Vitamin A ekstrak wortel juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film.
Berdasarkan uraian diatas peneliti berharap edible film dari ekstrak wortel dapat digunakan
sebagai pembungkus permen jahe.
1.2.Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka perlu
adanya pembatasan masalah, sebagai berikut :
1. Wortel dan pati tepung tapioka sebagai bahan dasar pembuatan edible film berasal dari
pajak sore Padang Bulan
2. Pembuatan edible film sebagai pembungkus permen jahe
3. Parameter yang diteliti adalah sifat fisik (uji SEM) dan sifat mekanik (pemanjangan
1.3. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang terkait
pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah karakteristik dan kandungan gizi dari ediblel film berbahan dasar
ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang dihasilkan.
2. Bagaimanakah hasil edible film berbahan dasar ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang
dihasilkan sebagai pembungkus permen jahe yang ramah lingkungan.
1.4.Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pembuatan edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin yang ramah
lingkungan sehingga aman digunakan oleh masyarakat yang mengkonsumsi makanan
tersebut.
2. Mengetahui karakteristik dan kandungan gizi dari edible film
3. Memanfaatkan ekstrak wortel sebagai bahan pembuatan edible film
1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat mengurangi penggunaan kemasan makanan yang bersifat tidak teruraikan
(nondegredable)
2. Untuk menambah kandungan nutrisi pada produk serta memberikan warna kemasan
yang menarik pada produk
3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan alternative dalam
pemanfaatan edible film sebagai bahan pengemas yang bersifat biodegradable.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, adapun langkah – langkah yang
dilakukan sebagai berikut :
diaduk kembali, setelah homogen dicetak diatas plat akrelik, kemudian dimasukkan
kedalam oven pada suhu 30oC selama ± 2 hari, untuk hasil tersebut dianalisa kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar B-karoten, uji SEM, uji
tarik, dan nilai organoleptiknya.
- Analisa SEM edible film yang dihasilkan ditentukan dengan analisa mikroskopi.
- Uji Kuat tarik edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan alat Torsee’s
Electrinic system.
- Analisa Kadar protein edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode Kjedahl.
- Analisa Kadar lemak edible film yang dihasilkan ditentukan dengan cara eksitasi kontinu
dengan alat soklet.
- Penentuan Kadar air edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pengeringan
dalam oven pada suhu 100 – 105oC.
- Penentuan kadar abu edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pembakaran
dalam tanut pada suhu 500 – 570oC hingga diperoleh abu berwarna putih.
- Penentuan Kadar Karbohidrat edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menghitung
selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak.
- Penentuan kadar β-karoten edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 269 nm.
- Uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur edible film yang dihasilkan
ditentukan dengan skala hedonik.
1.7.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Polimer Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Central fakulatas Pertanian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Edible Film
Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan alam
sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus daun atau yang disebut
selundang, buah – buahan terbungkus kulitnya. Fungsi dari pengemasan pada bahan
pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan. Dengan adanya persyaratan bahwa
kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan maka penggunaan edible film adalah
suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari lipida, karbohidrat, protein maupun
campuran ketiganya. Edible film sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan
pelapis produk – produk pangan industri pertanian segar .
Secara umum edible film dapat didefenisikan sebagai lapis tipis yang melapisi suatu
bahan pangan dan layak dimakan, digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan
atau diletakkan diantara komponen makanan yang dapat digunakan untuk memperbaiki
kualitas makanan, memperpanjang masa simpan, meningkatkan efisiensi ekonomis,
menghambat perpindahan uap air (Krochta, 1992).
Edible film merupakan lapisan tipis dari materi yang dapat diletakkan diatas permukaan produk makanan untuk menyediakan penghalang bagi uap air, oksigen dan
perpindahan padatan dari makanan tersebut. Sebuah pelapisan yang ideal didefenisikan
sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan makanan tanpa menyebabkan
keadaan anaerobik dan mengurangi kualitas makanan. Selain itu edible film dapat
digunakan untuk mengurangi kehilangan air
:
1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula, dan komponen flavor
2. Mengurangi kahilangan berat
3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan
4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan
Salah satu fungsi utama dari edible film adalah kemampuan mereka dalam peranannya
sebagai penghalang, baik gas, minyak, atau yang lebih utama air. Kadar air makanan
merupakan titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba, dan
tektur yang baik, edible film dapat mengontrol Aw (water activity) melalui pelepasan atau
penerimaan air ( Hui,2006).
2.2 Sifat Fisik Edible Film
2.2.1. Ketebalan edible film
Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh
konsentrasi hidrokoloid pembentuk edible film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan
edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatil lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau
semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc.
Hugh, 1994). Kepaduan dari edible film atau lapisan pada umumnya meningkat secara
proporsional dengan ketebalan (Guilbert and Biquet, 1990).
2.2.2. Transmisi uap air edible film
ASTM (1989) dalam Cuq et al.(1996) lebih lanjut mendefinisikan transmisi uap air
sebagai kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan
ketebalan tertentu, pada kondisi yang spesifik.
2.2.3. Warna edible film
Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan
pembentuk edible film dan suhu pengeringan . Warna edible film akan mempengaruhi
penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas et al., 1997).
2.2.4. Perpanjangan edible film atau elongasi
Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan
bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan
2.2.5. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength
Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan
tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya.
Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh
bahan atau sampel (Gontard et al., 1993).
2.3. Bahan Baku Edible Film
Komponen penyusun edible film dapt dibagi menjadi tiga macam yaitu : hidrokoloid,
lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa polisakarida yeti
selulosa, modifikasi selulosa, pati, agar, alginat, pektin. Lipida yang biasa digunakan yaitu
kolagen, gelatin, asil gliseroll, dan asam lemak. Sedangkan komposit merupakan
campuran, terdiri dari lipid dan hidrokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing –
masing (Dohowe dan fennema, 1994).
2.3.1. Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau
karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (alginat, pektin,
dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar
protein antara lain dapat menggunakan kasein, protein kedelai, gluten gandum, dan protein
jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan
oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat
baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah
hancur (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).
Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur
udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan edible film.
Pemanfaatan dari edible film ini penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak,
harganya murah, dan bersifat nontoksik (Nisperos-Carriedo, 1994 dalam Krochta et. al.,
2.3.2. Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan seagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk- produk permen. Film yang terbuat dari
lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang
kurang baik (Dohowe dan Fennema, 1994). Lipida yang sering digunkan sebagai edible
film antara lain lilin (wax), asam lemak, monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006). Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk
memberi sifat hidrofobik (Hernandez, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).
2.3.3. Komposit
Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit
film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid
dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan
mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan
ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film
gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan
2.4. Pati
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati
sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan
polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik
yang baik (Bourtoom, 2007). Ubi-ubian, serealia, dan biji polong-polongan merupakan
sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain
ubi jalar, kentang, dan singkong (Liu, 2005 dalam Cui, 2005). Pati singkong sering
digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang berbasis
pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Niba, 2006 dalam Hui, 2006).
Kandungan pati pada beberapa bahan pangan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan
Bahan Pangan Pati (% dalam basis kering)
Sumber: Liu (2005) dalam Cui (2005)
Menurut Biro Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun
2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka
pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati
yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan
singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur
amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri
500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982). Pati dapat diekstrak dengan
berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati
dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan
sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur
untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan
sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam
Cui, 2005).
Gambar 2.1 Struktur Amilosa
Gambar 2.2 Struktur Amilopektin
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang
terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman,
dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran
granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan
pada 63oC. Menurut Santoso (2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya
yang murah. Bentuk granula pati singkong dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Granula Pati Singkong (Niba, 2006 dalam Hui, 2006)
Pati juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak
digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan confectionary, makanan
yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi, dan bahan kimia serta industri non pangan
seperti tekstil, detergen, kemasan, dan sebagainya. Kegunaan pati dan turunannya pada
industri minuman dan confectionary memiliki persentase yang paling besar yaitu 29%
industri makanan, yang diproses dan di industri kertas masing – masing sebanyak 28%,
industri farmasi dan bahan kimia 10%, industri non pangan 4% dan makanan ternak
sebanyak 1%.
Didalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai
bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada
pakaian. Pada sektor kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan
plastik biodegredable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat – obatan.
Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai bahan detergen yang
bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut, biopestisida, pelumas, pewarna,
dan flavor.
Adapun didalam industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan makanan
dan flavor baik pati konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk industri makanan,
pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, puding, bahan pengental susu,
2.5. Wortel
Wortel/carrots (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang
beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah.
Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada
mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika,
Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya
(Rahman, 2009).
Jika mendengar kata wortel yang dalam bahasa inggrisnya disebur carrot, kita pasti
langsung teringat pada buah yang berwarna orange dan bentuknya memanjang, serta salah
satunya meruncing, wortel termasuk dalam tumbuhan sayur. Dalam bahasa latin, wortel
dikenal dengan nama daucus carota. Dalam ilmu biologi, wortel dimasukkan dalam famili
Apiaceae. Wortel adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun. Terutama di
daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih pada
ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan wortel membutuhkan sinar
matahari dan dapat tumbuh pada semua musim. Wortel mempunyai batang daun basah
yang berupa sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian
atas (umbi akar), mirip daun seledri (Noviana Yaniar,1993).
Warna orange tua pada wortel menandakan kandungan beta karoten yang tinggi.
Makin jingga warna wortel, makin tinggi kadar beta karotennya. Kadar beta karoten yang
terkandung dalam wortel lebih banyak dibandingkan pepaya dan buah lainnya. Beta
karoten ini dapat mencegah dan mengatsi kanker, darah tinggi, menurunkan kadar
kolesterol dan mengeluarkan angin dari dalam tubuh. Kandungan tinggi beta karoten juga
terbukti dapat memerangi efek polusi perokok pasif. Umbi berwarna orange yang kaya
nutrisi ini sudah lama dianggap berkhasiat memperbaiki penglihatan. Wortel kaya akan
kandungan beta karoten. Apabila zat tersebut didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin
2.5.1. Jenis – jenis Wortel
Wortel menyukai tanah yang genbur dan subur, menurut para botanis wortel dapat
dibedakan atas beberapa jenis, diantaranya :
- Jenis imperator, yakni wortel yang memiliki umbi akar berukuran panjang dengan ujung
meruncing dan rasanya kurang manis.
- Jenis chantenang, yakni wortel yang memiliki umbi akar berbentuk bulat panjang dan
rasanya manis.
- Jenis mantes, yakni hasil kombinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang, umbi
akar wortel berwarna khas orange.
2.5.2. Kandungan Nutrisi Wortel
Menurut laboraturium Lancaster Inggris dalam Winarsi (2007) menemukan nutrisi
tambahan dalam seperatus gram jus wortel terdapat :
Tabel 2.2. kandungan nutrisi tambahan dalam seperatus gram jus wortel
Kandungan Gizi Kandungan per 100 g
Magnesium 8,2 mg
Kromium 0,2 ppm
Gula yang terdiri dari :
Fruktosa 1,5 %
Dektrosa 0,8 %
Sukrosa 1,9 %
Maltosa 0,3 %
Laktosa 0,5 %
**kandungan nutrisi wortel tersebut tentu tidak lepas dari jenis dan kualitasnya
Dalam sebuah wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter 3cm (100 gram
Tabel 2.3. kandungan nutrisi wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter
3cm(100gr wortel segar)
Komponen gizi Kandungan per 100 g
Energi 173 kJ (41kcal)
Karbohidrat 5-6 gr
Serat 2-3 gr
Lemak 0,2 gr
Protein 1-2 gr
Mineral-sodium 50-55 gr
Vitamin A equiv 835 mg (93%)
Sumber : United States Departemen of Health and Human Service (2004)
Kandungan pigmen warna orange tersebut dapat menimbulkan warna kekuningan
pada kulit kita, jika mengkonsumsi berlebihan. Warna kulit tersebut berbeda dengan orang
yang menderita sakit kuning. Pada penderita sakit kuning, mata juga ikut kuning,
sedangkan kebanyakan makan wortel matanya tidak kuning.
Wortel mengandung Vitamin A yang tinggi, vitamin A dan beta karoten kadang –
menjadi vitamin A. Beta karoten sendiri terasuk dalam golongan karotenoida dan telah
diidentifikasi terdapat lebih dari 600 jenis karoten yang berbeda (departemen teknologi
pangan dan gizi, 2008).
2.6. β-Karoten
β-Karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain terdapat pada Wortel , Kentang dan buah Peach yang Lezat. Zat antioksidan sangat
berguna untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat – zat racun. Radikal bebas
adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat
ditakuti. Dengan adanya zat anti oksidan yang antara lain adalah β-Karoten yang terdapat
pada Kentang ,Wortel ,Peach dll ,diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40% dengan hanya mengkonsumsi 50 mg β-karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja dengan cara hidup yang sehat (Lidya.L, 2010).
Karotena memberikan warna oranye pada
sayuran lain. Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang
berhubungan yang memiliki formula C40H56.
CH3 CH3 CH3
C CH CH C
CH2 C CH CH CH
CH2 C
CH2 CH3
Gambar 2.4. Rumus Bangun β-karoten
Karotena adalah
ini membentuk warna jingga dalam
berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang dia serap ke
Secar
Yunani: alfa-karotena (α-karotena) dan beta-karotena (β-karotena). Gamma-, delta-, dan
epsilon- (γ, δ, dan ε-karotena) juga dikenal dalam jumlah yang sedikit. β-karoten terdiri
dari dua grup
dalam
sebagai
β-karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki senyawa lain. Jumlah yang dibutuhkan tubuh memang hanya ukuran milligram perhari. Tapi kalau tidak
terpenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Zat yang merupakan provitamin A ini
terdapat dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan. β-karoten merupakan unsur yang
sangat potensial dan penting bagi vitamin A, unsur ini merupakan persenyawaan kimiawi
yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi kimiawi – fisiologik dalam rangkaian
metabolism. Berbagai reaksi tingkat seluler banyak melibatkan senyawa yang banyak
ditemukan pada sebagaian besar sayuran dan buah-buahan. Biasanya, sayur-sayuran yang
berwarna terang seperti wortel banyak mengandung β-karoten. Sedangkan buah-buahan
seperti mangga, alpukat, semangka dan melon juga cukup banyak mengandung senyawa
ini.
β-karoten sendiri sesungguhnya merupakan provitamin A yakni sumber penting bagi vitamin A di dalam saluran pencernaan khususnya pada usus halus, β-karoten akan
mengalami penyerapan yang kemudian di simpan di dalam sel hati. Di dalam sel hati, β
-karoten akan di ubah menjadi vitamin A dan siap digunakan kalau dibutuhkan untuk
berbagai reaksi metabolisme. Dari sumber makanan yang dikonsumsi setiap hari, kebutuhan minimal akan β-karoten terkadang belum tercukupi. Kekurangan pemenuhan kebutuhan ini biasanya karena sebagaian β-karoten rusak selama proses pengolahan
(seperti halnya kerusakan vitamin selama pengolahan). Sehingga masih diperlukan
tambahan yang disuplai dari luar. Akibat kekurangan β-karoten tidak segera dapat
dirasakan, sehingga kebutuhan unsure ini jarang menjadi perhatian. Pra peneliti dari
institute kanker merekomendasikan, kebutuhan tubuh akan β-karoten setiap hari hanya
5-6 mg. sebagaimana vitamin, meskipun jumlahnya hanya sedikit, tetapi sangat diperlukan
sehingga kalau tidak terpenuhi kebutuhannya dapat menimbulkan gangguan fungsi.
Menurut hasil penelitian, β-karoten sangat mungkin memiliki manfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan
penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Radikal bebas merupakan senyawa
yang dapat merusak sel, bahkan dapat memacu timbulnya kelainan minimal pada tingkat
sel yang selanjutnya berubah menjadi pre – kanker . β-karoten memberikan
perlindungan pada tingkat seluler dimana DNA ( deoxyribonukeic acid) yang merupakan
suatu inti genetic pembawa sifat keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan
sehingga dapat terlindung dari senyawa lain yang mengacaukan kode genetiknya
(Winarsi.2007)
2.7.Gliserin
Gliserol (gliserin) merupakan senyawa poliol sederhana. Ini adalah tidak berwarna, tidak
berbau, cairan kental yang banyak di gunakan dalam formulasi farmasi. Gliserol memiliki
tiga gugus hidroksil hidrofilik yang betanggung jawab untuk dalam air dan sifat
higroskopiknya. Tulang punggung gliserol adalah penting untuk seluruh lipid dikenal
sebagai trigliserida. Gliserol memiliki rasa manis dan toksisitas rendah (Leffingwell
Georgia, dan Miton Lesser, B.S.1945).
Gliserin dengan rantai HO-CH-CH-(OH)-CH-OH adalah produk samping dari reaksi
hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin
berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan produk
samping proses
Geliserin dengan rantai HO-CH-CH-(OH)-CH-OH adalah produk samping dari
reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untk menghasilkan asam lemak. Gliserin
berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan produk
samping proses pembuatan biodisel yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat dijual dalam
keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yg telah dimurnikan.
Gliserin biasanya di hasilkan dari industri lilin atau industri sabun komersial. Pada kondisi
sabun komersial, karena geliserin mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi di
bandingkan dengan nilai sabun itu sendiri maka gliserin yang di hasilkan dari pembuatan
sabun diekstrak atau dipisah untuk dijual atau dipakai dalam pembuatan lotion atau produk
kosmetik lainnya.
Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body
lotion dan cream pelembab dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun dan merupakan
bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/pelembab sehingga
cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara bebas. Pemakaian gliserin relative
aman untuk kulit (Ab Christoph, 2006).
2.6.1. Kegunaan Gliserin
Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Industri kertas, di mana gliserin
berfungsi sebagai bahan pelunak adalah penggunaan terbesar berikutnya, yaitu 2500
ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7500 ton/tahun, tetapi pemasarannya berkurang 25
tahun terakhir, dengan digantikannya oleh bahan lain yang lebih murah. Berikut ini di
perkirakan penggunaan gliserin :
Tabel 2.4. perkiraan penggunaan gliserin
No Kegunaan Persentase (%) Gliserin
1 Tembakau 13
2 Peledak 5
3 Kertas 17
a) Makanan Minuman
Gliserin mudah di cerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama kabohidrat,
meskipun dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak. Untuk produk makannan dan
pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen, tidak beracun adalah
syarat utama. Gliserin, sejatk 1959 diakui sabagai satu di antara bahan yang aman oleh
Food and Drug Administration. Kegunaan sebagai pelarut untuk pemberian rasa (seperti
Vanilla) dan pewarna makanan, agen pengental dalam sirup, pengisi dalam produk
makanan rendah lemak (biscuit).
b) Obat-obatan dan kosmetik
1. Pada obat-obatan dan kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan
Obat penyakit
2. Gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep
3. Obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol
c) Industri Tembakau
Pada pengolahan tembakau, gliserin adalah bagian penting dari larutan yang di
semprotkan pada tembakau sebelum daunnya dihaluskan dan dikemas. Dengan pewarna,
digunakan 3 % berat tembakau untuk mencegah daun menjadi rapuh dan hancur selama
pengolahan. Pada pengolahan tembakau kunyah untuk menambah rasa manis dan
mencegah pengeriingan, juga sebagai bahan pelunak pada kertas rokok.
d) Pelumas
Gliserin dapat di gunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini di sarankan
untuk kompresor oksigen karena lebih tahab terhadap oksidasi daripada minyak mineral,
pada pelumas pompa dan bantalan fluida seperti bensin,, pada industri makanan, farmasi
e) Bahan Pembungkus dan Pengemas
Pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti, greasproof, dan edible film
memerlukan bahan/ plastisizer untuk memberi kelenturan dan kekerasan pembungkus
(Girindra.S.N,2009).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
Adapun alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Nama Alat Merek
Beaker Glass Pyrex
Gelas Ukur Pyrex
Oven Gallenkamp
Labu Kjedahl Pyrex
Labu Takar Pyrex
Erlenmeyer Pyrex
Alat destilasi Gerhard Born
Buret Pyrex
Tanur Memmert
Alat Soklet Gerhard Born
Cawan porselin
Desikator
Statif dan Klem
Kertas saring
Botol Aquades
Crucible
Spatula
Hotplate
Pipet tetes
3.2. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gliserin p.a. (E-Merk)
Selenium(s) p.a. (E-Merk)
H2SO4(p) p.a. (E-Merk)
NaOH(S) p.a. (E-Merk)
H3BO3(s) p.a. (E-Merk)
HCl p.a. (E-Merk)
Petroleum eter
Indikator Tashiro
Akuades
wortel
Tepung Kanji
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Reagen
Pembuatan larutan NaOH 30% (b/v)
Ditimbang dengan tepat 30,0007 gram NaOH dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu
takar 100 ml sampai garis tanda.
Pembuatan larutan H2BO3 4% (b/v)
Ditimbang dengan tepat 4,0013 gram H3BO3 dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu
takar 100 ml smpai garis tanda.
Pembuatan Indikator Tashiro
Ditimbang 425 mg metil merah dan 500 mg Metil biru dan dilarutkan dalam alkohol 96%
dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.
Pembuatan larutan HCl 0,1N
Sebanyak 8,3 ml HCl 37% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1L sampai garis
tanda.
Sejumlah 9,55 mg Na2B4O7.H2O dimasukkan kedalam beker glass. Ditambahkan 500 ml
aquadest, dimasukkan kealam mikroburet.
Sejumlah 50 ml HCl 0,1N dimasukkankedalam erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indikator
Metil Merah, dititrasi dengan lautanNa2B4O7.10H2O. Dilakukan 3 kali perlakuan.
Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,1058 N.
3.3.2. Pembuatan Edible film
Sebanyak 10 gram tepung kanji dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahknan dengan
100 ml ekstrak wortel. Diaduk hingga homogen. Dipanaskan diatas hotplate. Kemudian
ditambahkan 1 ml gliserin. Diaduk kembali hingga homogen dan mengental. Dituang ke
plat plastik sambil diratakan. Dikeringkan dalam oven ± selama 2 hari pada suhu 30oC.
3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)
Analisa mikroskopi dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. Dalam
hal ini dapat dilihat permukaan hasil pencampuran kanji dengan ekstrak wortel dan
gliserol. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan kimia
yang digunakan meresap ke dalam pori.
3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik
Dihidupkan alat Torsee’s Elektronik System. Dibiarkan selama 1 jam. Dijepit sampel
dengan menggunakan griff. Diatur tegangan, regangan, dan satuannya. Dihidupkan
recorder (ON). Dipasang Tinta pencatat. Diatur sumbu x (regangan) dan sumbu y (tegangan) serta diatur satuannya. Dipasang sampel. Ditekan tombol start. Dinolkan nilai
load dan stroke. Dilihat angka di load (tegangan) dan stroke (regangan), bila sampel sudah putus. Dicatat nilai load dan stroke sampel.
Perhitungan Uji Kuat Tarik :
3.3.5. Penentuan Kadar Air
Sampel dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama sekitar 6 jam. Didinginkan cawan
kedalam desikator. Setelah dingin ditimbang berat kering. Hal ini diulangi terus sampai
diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar airnya
3.3.6. Penentuan Kadar Abu
Dipastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa ash content dalam
keadaan layak dan aman untuk digunakan. Ditimbang sampel yang sudah dihitung kadar
airnya. Ditimbang cruisble kosong, catat nomor cruisiblenya. Dipanaskan cruisible berisi
sampel diatas hotplate didalam fume cupboard sampai dengan sampel terdekomposisi
menjadi karbon lalu dipindahkan ke muffle furnance dengan suhu 550 – 570oC. Setelah 2
jam, keluarkan cruisible dari muffle furnance dan dimasukkan ke dalam desikator hingga
mencapai suhu ruangan. Dilakukan penimbangan cruisible berisi abu dengan teliti untuk
mendapatkan hasilnya. Dihitung kadar abunya.
Rumus Perhitungan :
Ash Content = 2− 1×1 0 0%
M o
M M
Dimana : Mo = Berat contoh
M1 = Berat cruisible
M2 = Berat cruisible + abu
3.3.7. Penentuan Kadar Protein
Sampel ditambahkan 0,5 – 1 gr campuran K2SO4 : HgO (20:1). Dibungkus dengan kertas
saring. Dimasukkan dalam labu Kjedhal. Ditambahakan larutan H2SO4 pekat 3ml.
Didestruksi diruang asam hingga lautan jernih. Kemudian didinginkan. Ditambahkan 10ml
aquadest, didinginkan. Dibilas dengan aquadest. Didestilasi dengan NaOH. Destilat
ditampung dengan erlenmeyer berisi 5ml Asam borat 4% dan 4 tetes BCGMR. Dititrasi
3.3.8. Penentuan Kadar Lemak
Sampel di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat soklet. Kedalam
labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu, kemudian sampel
tersebut diekstraksi selama beberapa jam sampai 12 siklus. Ekstrak yang diperoleh
dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui beratnya. Kemudian pelarutnya
diuapkan diatas penganas air hingga semua pelarut menguap. Didinginkan di desikator dan
ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.
3.3.9. Penentuan Kadar Karbohidrat
Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak dan protein. Karbohidrat diketahui
dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut.
Kadar karbohidrat = 100% - % ( protein + lemak + air + abu )
3.3.10. Penentuan Kadar Beta Karoten
Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25 ml. Diencerkan
hingga garis tanda kemudian dihomogenkan. Dimasukkan ke dalam kuvet kemudian
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 269 nm. Dicatat absorbansinya. Kemudian
dihitung nilai beta karotennya dengan menggunakan rumus:
3.3.11. Penentuan Nilai Organoleptik
Uji ini meliputi warna, bau, rasa dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15
orang panelis dimana panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan
minum air putih terlebih dahulu. Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa
panelis cukup menyukai edible film yang dihasilkan dengan memberi scor nilai, hal ini
menunjukkan bahwa edible film dari ekstrak wortel ini dapat diterima.
Tabel 3.1. Uji Kesukaan Organoleptik
Uji kesukaan (skala Hedonik) Skala Numerik
Amat sangat suka 5
Sangat suka 4
Suka 3
Kurang suka 2
Edible Film
Hasil
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Edible Film
Dimasukkan kedalam bekerglass
Ditambahkan 10 gram Tepung kanji
Dipanaskan di atas Hotplate
Diaduk
Ditambahkan 1 ml Gliserin
Diaduk hingga homogen
Dicetak di atas Plat plastik
Dikeringkan dalam oven pada suhu 30oC
3.4.2. Penentuan Kadar Air
Dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah
diketahui beratnya
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC
selama sekitar 6 jam
Didinginkan cawan dalam desikator
Setelah dingin ditimbang berat kering
Dihitung kadar airnya
100 ml ekstrak wortel
3.4.3. Penentuan Kadar Abu
Ditimbang sampel
Ditimbang cruisible kosong, catat nomor
cruisiblenya
Dimasukkan sampel ke dalam cruisible
Dipanaskan cruisible yang berisi sampel diatas
hotplate didalam fume cupboard sampai sampel terkomposisi menjadi karbon
Dipindahkan ke dalam Tanur dengan suhu 550 -
570oC selama ± 2 jam
Didinginkan dalam desikator hingga sampai
suhu ruangan
Ditimbang cruisible berisi abu dengan teliti
Sampel yang telah dihilangkan kadar airnya
Abu
3.4.4. Penentuan Kadar Protein
Ditambahkan 0,5 – 1gr campuran K2SO4 : HgO
(20:1)
Dibungkus kertas saring
Dimasukkan kedalam labu kjedhal
Ditambahkan larutan H2SO4 pekat 3ml
Didestruksi diatas pemanas listrik sampai
mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau –
hijuan
Dibiarkan dingin kemudian diencerkan dalam
labu takar 250 ml hingga garis tanda.
Dipipet 50 ml larutan yang telah di encerkan
dan dimasukkan kedalam alat destilasi
Ditambah 50 ml NaOH 30% dan 50 ml H2O
Ditampung dengan erlenmeyer berisi 5 ml
larutan asam Borat 4% yang telah dicampuri
indikator tashiro
Didestruksi selama lebih kurang 10 menit
Dititrasi dengan larutan HCl 0,1058N
Dihitung %N nya sampel
Larutan jernih kehijau - hijauan
Destilat
Larutan Ungu
3.4.5. Penentuan Kadar Lemak
Dibungkus dengan kertas saring
Dimasukkan ke dalam alat soklet
Dimasukkan petroleum eter ke dalam labu
destilasi sebanyak 2/3 bagian labu
Diekstraksi selama beberapa jam sampai 12
siklus
Diuapkan pelarutnya diatas penangas air hingga
semua pelarutnya menguap
Didinginkan di desikator
ditimbang
3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat
Dikurangkan kadar Protein (%)
Dikurangkan kadar Lemak (%)
Dikurangkan kadar Air (%)
Dikurangkan kadar Abu (% sampel
Ekstrak + pelarut
Hasil
Berat Aliquot (100%)
3.4.8. Penentuan Kadar Beta Karoten
Dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25
ml hingga garis tanda
Dihomogenkan
Dimasukkan ke dalam kuvet
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang
269 nm
Dihitung nilai beta karotennya
3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik
Diundang ke Laboraturium
Disajikan Edible Film dari Ekstrak wortel
Dilakukan uji (warna, bau, dan tesktur)
Ditentukan skor nilainya
Hasil Panelis
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang telah
dilakukan diperoleh karakteristik dan kandungan nutrisi edible film sebagai berikur :
Tabel 4.1. Hasil analisa karakteritik edible film campuran ekstrak wortel, ganji
dan gliserin
No. Parameter Hasil
1. Kuat Tarik 0,015 KgF/mm2
2. Ketebalan 0,21 mm
3. Kemuluran 33,74 %
Tabel 4.2. Hasil analisa kandungan nutrisi edible film campuran ekstrak wortel,
ganji dan gliserin
No. Parameter Hasil
1. Kadar air 19,69 %
2. Kadar Abu 3,59 %
3. Kadar Lemak 3,96 %
4. Kadar Protein 0,68 %
5. Kadar β-karoten 0,561 ppm
4.1.1. Hasil Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin.
Penentuan Kadar kuat tarik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat
dihitung sebagai berikut:
Sebagai contoh penentuan kuat tarik dan kemuluran edible film campuran ekstrak wortel,
kanji dan gliserin pada lampiran tabel 1 perlakuan I:
Load : 0,09 KgF
Stroke : 37,06 mm/menit
Panjang sampel mula-mula (lo) : 110 mm
Lebar sampel : 30 mm
Hasil analisa Kuat tarik dan kemuluran untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat
4.1.2. Hasil Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin.
Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran
tabel 2 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:
Kadar Air = 100%
Berat cawan + berat sampel edible film setelah kering : 56,97 g
Berat uap air yang hilang = (Berat cawan + Berat edible film dari ekstrak wortel) –
(Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan)
= 57,38 g – 56,97 g
Kadar Air untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 2 pada lampiran.
4.1.3. Hasi Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin.
Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran
tabel 3 perlakuan Idapat dihitung sebagai berikut:
Kadar abu = 2− 1×100% Mo
M M
Dimana, Mo : Berat Sampel (g)
M1 : Berat Crusible Kosong (g)
Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
Kadar Abu untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 3 pada lampiran.
4.1.4. Hasil Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin.
Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada
lampiran tabel 4 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:
%N =
(
−)
× ×14,008×100%Dari % N dapat diketahui % Protein sebagai berikut :
% Protein = %N× fk
Ket = fk : faktor koreksi (6,25)
Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
% Protein = 0,09×6,25
= 0,43 %
Kadar Protein untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 4 pada
lampiran
4.1.5. Hasil Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak worte, kanji dan
gliserin.
Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada
lampiran tabel 5 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:
%
Sebagai contoh penentuan kadar lemak edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin sebagai berikut :
Berat Sampel : 5,00 g
Kadar Lemak untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 5 pada
4.1.6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel, kanji
dan gliserin.
Penentuan Kadar karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada
lampiran tabel 6 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:
% Karbohidrat = 100% - (% Protein + % Lemak + % Air + % Abu)
Sebagai contoh penentuan kadar karbohidrat edible film campuran ekstrak wortel, kanji
dan gliserin:
% Karbohidrat = 100% - (0,43% + 4,00% + 19,84% + 3,55%)
= 100% - 27,88
= 72,17 %
Kadar Karbohidrat untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 6 pada
lampiran.
4.1.7. Hasil Analisa β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin
Penentuan β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:
Sebagai contoh penentuan kadar β-karoten edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan
gliserin:
Tabel. 4.2. Hasil Penentuan Absorbansi β-karoten pada edible film campuran ekstrak
wortel, kanji dan gliserin
No. Perlakuan Absorbansi
1. I 0,00057
2. II 0,00061
Kadar β-karoten edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung
Untuk hasil β-karoten selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.3. Hasil penentuan β-karoten
No Perlakuan Kadar β-karoten (ppm)
1 I 0,545
2 II 0,584
3 III 0,555
∑ 0,561
4.1.8. Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin
Berdasarkan uji organoleptik edible film dari campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin
kepada panelis dapat dilihat hasilnya dalam grafik sebagai berikut :
Gambar 4.1. Grafik uji organoleptik edible film campuran ekstrak wortel, pati dan gliserin
0
Grafik Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin
Tekstur
Warna
Rasa
4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisa Kuat Tarik
Menurut Jamaludin (2009), kuat tarik dan persen elongasi merupakan sifat mekanik yang
berhubungan dengan sifat kimia film. Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang dapat
ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat
mekanis yang penting dari edible film. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan
bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya
kurang kuat dan mudah patah. Pengukuran kuat tarik edible film dilakukan dengan
menggunakan Tensile Strenght & elongation Tester strograph- MI toyoseiki.
Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik, edible film yang dihasilkan dari
penelitian ini berkisar 0,014 kgf/mm2. Bila dibandingkan dengan penelitian Arinda Karina
(2009) edible film yg dihasilkan dari cincau hijau yang memiliki nilai kuat tarik 0,07
kgf/mm2 nilai kuat tarik ekstrak wortel lebih kecil. Hal ini disebabkan karena perbedaan
komposisi dan konsentrasi yang akan mempengaruhi kuat regang putus yang dihasilkan.
Dari hasil terlihat bahwa peningkatan konsentrasi gliserin menyebabkan
penurunan kuat tarik (tensil strength) edible film yang dihasilkan. Gliserol yang digunakan
dalam penelitian edible film cincau hijau lebih besar jumlahnya bila dibandingkan pada
edible film ekstrak wortel. Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan maka reduksi interaksi intermolekuler rantai protein juga akan semakin meningkat, sehingga
tensile strenght akan semakin menurun.
Persen kemuluran
Persen pemanjangan adalah perubahan panjang maksimum yng dapat dialami bahan pada
saat mengalami peregangan atau ditarik sampai sebelum bahan itu robek (Krochta dan
Johnston, 1997) dalam Karina,A (2009). Perubahan panjang dapat terlihat apabila film
sobek.
Berdasarkan hasil uji terhadap edible film dari ekstrak wortel, dihasilkan
rata-rata persen pemanjangan adalah 33,74 % . Bila dibandingkan dengan edible film pektiin
cincau hijau dan tapioka pada penelitian yang dilakukan oleh Karina,A (2009), yang
memiliki nilai elongasi berkisar antara 13,7%-19,5%. Edible film ekstrak wortel memiliki
nilai elongasi yang jauh lebih besar.
Anugrahati (2001) dalam Karina.A (20090 , menyebutkan bahwa film yang
terbentuk dari tapioka saja menghasilkan matriks yang lebih elastis. Selain itu,
besar dari pada edible film dari pektin cincau hijau dan tapioka. Reduksi interaksi
intermolekuler rantai protein terjadi disebabkan oleh penambahan gliserol, molekul
plasticizer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekul dan
meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya menyebabkan peningkatan elongasi dan
penurunan Tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol (Rodrigues et
al.2006).
Krochta dan Johnston dalam Karin,A (2009) melaporkan karakteristik edible
standar mempunyai persen pemanjangan 10-50%. Hasil penelitian menunjukan bahwa,
edible film ekstark wortel mempunyai tingkat elongasi yang cukup baik.
4.2.2. Analisa Kadar Air
Kadar air edible film yang dihasilkan adalah 19,84 %, karakteristik edible film
yang dihasilkan sudah cukup bagus bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian
yang telah dipublikasikan seperti penelitian oleh Helmi Haris terdahulu yang memiliki
kadar air 45,60%.
Menurut Winarno (1980) kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu dari bahan
pangan. Kadar air dalam bahan pangan tersebut menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri untuk
berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
4.2.3. Analisa Kadar Abu
Kadar abu edible film yang dihasilkan adalah 3,55% . Kandungan Abu dan
komposisinya tergantung pada bahan dan cara pengabuannya. Abu adalah zat organik sisa
hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu
bahan.
4.2.4. Analisa Kadar Protein
Kadar Protein edible film yang dihasilkan 0,68% . Penggunaan ekstrak wortel
sebagai larutan pengencer bahan dasar edible film dapat meningkatkan kandungan
protein edible film yang diolah. Bila dibandingkan dengan penelitian Suryaningrum
(2005) terdahulu, kandungan tersebut relatif kecil dengan kadar protein edible film yang
tanpa penggunaan tapioka menghasilkan kadar protein yang paling tinggi (4,54%) dan
berbeda nyata dengan yang lainnya seperti pada wortel yang dalam 100g (1-2g).
4.2.5. Analisa Kadar Lemak
Kadar Lemak edible film yang dihasilkan 3,69%. Penggunaan gliserin sebagai
platisizer bahan edible film dapat meningkatkan kandungan lemak edible film yang diolah.
Bila dibangdingkan dengan penelitian Nugroho, A (2000) terdahulu, kandungan tersebut
lebih besar dengan kadar lemak edible film yang diolah dari campuran tepung
glukomannan dan carboximetyl celulosa adalah 2,92 – 10,46%.
4.2.6. Analisa Kadar Karbohidrat
Kadar Karbohidrat edible film yang dihasilkan 66,63%. Penggunaan kanji sebagai
bahan pengisi edible film dapat meningkatkan kandungan karbohidrat edible film yang
diolah. Bila dibandingkan dengan penelitian Karina,A (2009) terdahulu, kandungan
tersebut labih besar dengan kadar karbohidrat edible film yang diolah dari pektin cincau
hijau 55,00%. Semakin banyak kanji yang dipakai dapat mempengaruhi kadar Karbohidrat
pada edible film.
4.2.7. Analisa Kadar β-karoten
Kadar β-karoten edible film yang dihasilkan 0,516 ppm. Kandungan kadar β
-karoten ini berasal dari ekstak wortel yang dipakai sebagai bahan dasar pembuatan edible
film. Dimana dalam 100 gram wortel terdapat sekitar 8285mg atau sekitar 77%. Edible film yang dihasilkan baik dikonsumsi karena mengandung β-karoten sebagai penangkal radikal bebas.
4.2.8. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)
Analisis SEM berfungsi untuk menunjukkan bentuk ( morfologi ) dan perubahan struktur
dari suatu permukaan bahan, misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur lain dari
suatu bahan yang mengakibatkan perubahan energi dari suatu bahan. Adanya perubahan
struktur tersebut dapat diketahui oleh elektron – elektron yang dipantulkan, serta diserap,
dan diubah bentuknya menjadi gelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca
hasilnya. Pada pembesaran 500x, dapat diketahui adanya perbedaan dari struktur
Pada hasil SEM edible film campuran ekstrak wortel, panji dan gliserin
memiliki permukaan yang halus, berpori – pori rapat, serta manunjukkan adanya granula –
granula pati dengan struktur kecil yang saling berdempetan.
4.2.9. Uji Organoleptik
Uji organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, dan aroma edible film dilakukan pada
panelis. Uji organoleptik terhadap tekstur, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati
dan gliserin lebih disukai panelis karena teksturnya lebih halus. Untuk uji organoleptik
terhadap warna, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai
panelis karena warnanya yang lebih cerah. Untuk uji organoleptik terhadap rasa, campuran
edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai karena rasanya yang sedikit
manis. Untuk uji organoleptik terhadap aroma, campuran edible film dari ekstrak wortel,
pati dan gliserin lebih disukai panelis karena aromanya yang lebih dapat diterima. Hal ini
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Edible film yang dihasilkan memberikan warna yang menarik yaitu orange, dimana warna tersebut berasal dari β-karoten yang terdapat pada wortel. Selain itu edible film yang dihasilkan juga memiliki permukaan yang halus dan lentur atau tidak mudah
patah.
2. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik edible film yang dengan rata –
rata uji kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluruan (elongasi) 33,74%, ketebalan 0,21mm
dan memiliki permukaan yang berpori – pori kecil, rapat dan halus pada uji SEM.
Selain itu kandungan nutrisinya dihasilkan dengan rata – rata kadar air 19,69%, kadar
abu 3,59%, kadar protein 0,68%, kadar lemak 3,69%, kadar β-karoten 5,61%, kadar
karbohidrat 66,63%. Edible film yang dihasilkan menarik dan diminati karena telah
dilakukan uji organoleptik terhadap rasa, warna, tekstur, dan bau dengan rata – rata 3
(suka).
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan analisa laju transmisi terhadap uap air untuk parameter analisa
edible film berikutnya untuk menegtahui umur simpan edible film.
2. Metode pembuatan edible film perlu dimodifikasi dengan menggunakan ekstrak