• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Karakteristik Masyarakat Sasaran

Masyarakat sasaran dalam penelitian ini berjumlah 55.320 orang (BPS, 2007) di Kota Tanjung Redeb dan masyarakat sekitar Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kecamatan Kelay. Masyarakat target dominan suku Dayak (Gaai, Kenyah, Lebo’, dan Punan) dan berbagai suku pendatang lainnya yang telah bermukim lama ataupun menetap untuk alasan pekerjaan. Masyarakat umumnya memeluk agama kristen, kecuali di kampung Muara Lesan (suku Berau) dan Tanjung Redeb ibukota Kabupaten Berau umumnya memeluk agama Islam. Dari hasil survei awal (pre survey) dengan mengambil sampel 382 orang, maka karakteristik masyarakat berdasarkan komposisi jenis kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan, kelompok umur, serta komposisi per kelompok masyarakat (MK) diuraikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik masyarakat target

No. Karaktaristik

masyarakat target Deskrispi

1 Komposisi jenis kelamin 56,8 % laki-laki; 43,2 % perempuan

2 Jenis pekerjaan 47,6% peladang; 14,92% sebagai ibu rumah tangga; dan

37,48% pekerjaan lainnya (pedagang, guru, dan lain-lain).

3 Pendidikan 3,7% tidak pernah bersekolah formal;

52,8% tamat sekolah dasar;

19,4% tamat sekolah menengah pertama; 15,2% tamat sekolah menengah atas; dan 9% tamat perguruan tinggi

5 Komposisi jumlah

responden

43,9% MK I (Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan);

49,1% MK II (Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan);

7% MK III (Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan)

6 Komposisi kelas umur 20,7% (15-24 tahun); 30,1% (25-34 tahun);

27,2% (35-44 tahun); 22% (>45 tahun)

5.2. Deskripsi Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Sasaran Pra Implementasi Program Pendidikan Konservasi

5.2.1. Hasil Lokakarya dan FGD

(2)

Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi langsung, tidak langsung serta faktor kontribusi terhadap kawasan disajikan pada gambar konsep model terlampir (Lampiran 2).

Berdasarkan konsep model ini diperoleh gambaran bahwa kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan dan sekitarnya sebagai kawasan konservasi di Kecamatan Kelay sangat penting keberadaanya, tetapi semakin terancam dengan adanya kegiatan perambahan hutan oleh orang luar (illegal logging), pembukaan lahan atau konversi lahan untuk perkebunan skala besar, perambahan hutan yang berlebihan oleh perusahaan, kebakaran, perburuan satwa dilindungi dan hasil hutan non kayu lainnya.

Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus, diketahui pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai manfaat dari sumberdaya hutan, status dan dampak kerusakan hutan diantaranya yaitu:

• Masyarakat mengetahui kehidupan mereka sangat tergantung dan ditopang oleh hutan.

• Masyarakat juga menyadari bahwa manfaat langsung dari hutan akan selalu diperoleh jika ada upaya konservasi hutan. Umumnya sikap mereka mendukung upaya konservasi sumberdaya hutan ini.

• Masyarakat memberikan persetujuan terhadap penetapan hutan lindung di Sungai Lesan, tetapi tidak mengetahui manfaat hutan lindung bagi mereka setelah penetapannya.

• Persepsi masyarakat mengenai hutan lindung masih terbatas yaitu dengan adanya hutan lindung artinya mereka akan dihalangi memanfaatkan hasil hutan lagi.

• Masyarakat tidak tahu mengenai peran lembaga pengelola kawasan lindung di sungai lesan dan siapa saja yang terlibat sebagai unsur pengelolanya.

• Meskipun manfaat dan pentingnya kawasan hutan lindung sudah dirasakan, akan tetapi ternyata dukungan terhadap kawasan masih rendah dan masyarakat belum tergerak untuk merubah perilakunya melakukan aksi atau tindakan konservasi.

(3)

• Masyarakat mengetahui bahwa mereka seharusnya tidak mudah memberikan izin kepada pihak luar (misalnya perusahan) untuk mengelola atau memanfaatkan hasil hutan mereka.

• Masyarakat menyadari keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumberdaya hutan merupakan hal terpenting.

• Masyarakat mengetahui dampak kerusakan hutan membuat mereka mengalami kesulitan seperti banjir, sulit mendapatkan hasil hutan non kayu, lahan untuk berusaha terbatas dan sebagainya.

5.2.2. Hasil Survei

Masyarakat dalam penelitian dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu masyarakat kelompok I (MK I) yaitu masyarakat yang berbatasan atau berinteraksi langsung dengan kawasan Lindung Sungai Lesan, masyarakat kelompok II (MK II) yaitu masyarakat yang tidak berbatasan atau berinteraksi langsung dengan kawasan, serta masyarakat kelompok III yaitu masyarakat perkotaan yang jauh dan tidak memiliki interaksi terhadap kawasan. Berdasarkan pengelompokkan masyarakat tersebut, diketahui tingkat pengetahuan masyarakat mengenai status Kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan yang terletak di Kecamatan Kelay sebagaimana pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8 Pengetahuan masyarakat tentang status hutan

No. Pengetahuan masyarakat tentang status hutan MK I MK II MK III Total % ? % ? % ? % 1 Hutan Lindung 67 39,88 41 21,81 10 38,46 118 30,89 2 Kawasan Lindung 8 4,76 3 1,60 2 7,69 13 3,40 3 Hutan Wisata 1 0,60 2 1,06 2 7,69 5 1,31 4 Hutan Penelitian 4 2,38 2 1,06 0 0 6 1,57 5 Hutan/wilayah adat 18 10,71 16 8,51 0 0 34 8,90 6

Tidak ada status

apapun 2 1,19 1 0,53 2 7,69 5 1,31

7 Tidak tahu 66 39,29 122 64,89 8 30,77 196 51,31

8 Lainnya 2 1,19 1 0,53 2 7,69 5 1,31

Total 168 - 188 - 26 - 382 -

Masyarakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

(4)

Terkait dengan pemanfaatan hutan, masyarakat kelompok I mengatakan bahwa sejak ditetapkan menjadi kawasan lindung, kawasan tidak dapat lagi digunakan untuk berladang. Hal ini memang terjadi karena masyarakat di lokasi penelitian umumnya masyarakat patriaki yang umumnya akan patuh kepada peraturan pemerintah. Jika kawasan sudah ditetapkan menjadi hutan lindung, maka mereka tidak bisa lagi memanfaatkan kawasan untuk berladang dan pemanfaatan lainnya. Terkait dengan kondisi hutan 5 tahun yang lalu dibandingkan sekarang kondisi hutan semakin memburuk (65,18%) atau ada juga yang tidak tahu/tidak peduli atau menganggap kondisinya masih sama saja. Jika dilihat dari faktor penyebab kerusakan hutan menurut masyarakat terbesar diakibatkan oleh kegiatan perambahan hutan oleh orang luar atau illegal logging (38,8%), pengambilan kayu yang berlebihan (32,9%), perluasan perkebunan kelapa sawit (27,5%), pembukaan lahan yang berlebihan (22,5%) dan sebagainya sebagaimana pada Tabel 9 berikut:

Tabel 9 Pengetahuan masyarakat mengenai penyebab kerusakan hutan

No. Pengetahuan masyarakat mengenai penyebab kerusakan hutan

Jumlah (? )

Prosentase (%)

1 Perluasan perkebunan kelapa sawit 71 27,50

2 Pengambilan Kayu oleh perusahaan 28 10,90

3 Pengambilan kayu yang berlebihan 85 32,90

4 Perambahan hutan oleh orang luar (illegal logging) 100 38,80

5 Pembukaan lahan yang berlebihan 58 22,50

6 Pembukaan ladang karena lahan semakin sempit 36 14,00

7 Kebakaran hutan 29 11,20

8 Pengambilan/pencurian hasil hutan non kayu 15 5,80

9 Perburuan satwa dilindungi 3 1,20

10 Tidak tahu 19 7,40

11 Kurangnya kesadaran dari masyarakat 3 1,20

12 Penyebab lainnya 5 1,90

Umumnya akibat kerusakan hutan, masyarakat yang berbatasan langsung dengan hutan yang akan menerima dampak yang lebih besar. Akibat yang dapat terjadi jika hutan rusak menurut pengetahuan masyarakat diantaranya paling banyak akan menyebabkan terjadinya banjir yang lebih sering (75,92%) di kampung, longsor (41,36%), madu hutan akan sukar didapatkan bahkan akan hilang (28,53%), hasil tangkapan ikan di sungai menjadi sedikit (18,06%), sulit

(5)

mendapatkan bahan anyaman/kerajinan (16,49%) dan obat-obatan (11,52%), dan makin seringnya orangutan masuk ke ladang masyarakat atau perkampungan (10,5%).

Sejalan dengan maraknya kerusakan yang terjadi, maka dalam 6 bulan sebelumnya di lokasi penelitian 35,34% masyarakat mengatakan pernah mendengar bahkan bertemu dengan orangutan yang masuk ke perkampungan atau ladang. Adapun jenis dampak kerusakan hutan menurut masyarakat sebagaimana pada Tabel 10.

Tabel 10 Pengetahuan masyarakat mengenai dampak kerusakan hutan

No.

Pengetahuan

masyarakkat mengenai dampak kerusakan hutan

MK I MK II MK III Grand

Total %

? % ? % ? %

1 Hasil tangkapan ikan

sungai menjadi sedikit

35 20,83 28 14,89 6 23,08 69 18,06

2 Madu hutan akar sukar

didapat bahkan akan hilang

52 30,95 50 26,60 7 26,92 109 28,53

3 Longsor 68 40,48 76 40,43 14 53,85 158 41,36

4 Banjir yang lebih sering 115 68,45 149 79,26 26 100 290 75,92

5 Susah mendapatkan bahan

obat-obatan

21 12,50 18 9,57 5 19,23 44 11,52

6 Sulit mendapatkan bahan

anyaman/kerajinan

28 16,67 30 15,96 5 19,23 63 16,49

7 Orang utan turun ke

perkampungan

22 13,10 11 5,85 7 26,92 40 10,47

8 Tidak ada dampaknya 1 0,60 2 1,06 0 0 3 0,79

9 Tidak tahu 13 7,74 17 9,04 0 0 30 7,85

10 Erosi 1 0,60 1 0,53 0 0 2 0,52

11 Hutan gundul 0 0 4 2,13 0 0 4 1,05

12 Ladang/Kebun rusak 0 0 2 1,06 0 0 2 0,52

13 Sulit cari dammar 1 0,60 1 0,53 0 0 2 0,52

14 Sulit cari kayu untuk bahan

rumah

7 4,17 5 2,66 1 3,85 13 3,40

15 Susah air bersih 0 0 2 1,06 0 0 2 0,52

16 Susah berburu 4 2,38 0 0,00 0 0 4 1,05

17 Susah berladang 4 2,38 1 0,53 0 0 5 1,31

18 Susah mendapatkan buah

hutan 2 1,19 0 0,00 0 0 2 0,52 19 Tanaman di kebun/ladang tenggelam 1 0,60 1 0,53 0 0 2 0,52 20 Lainnya 16 9,52 6 3,19 2 7,69 24 6,28 Total 168 - 188 - 26 - 382 -

Masyarakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

(6)

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan menurut masyarakat karena hutan sebagai habitat orangutan telah rusak (20,42%), makanan yang diperlukan orangutan sudah tidak ada lagi di hutan (20,16%), terganggu oleh kegiatan manusia di dalam hutan (8,9%) dan alasan lainnya. Maraknya orangutan masuk ke kampung sejalan dengan terjadanya pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Dengan kata lain masyarakat melihat ada hubungan antara keberadaan orangutan dan kerusakan hutan.

Jika hutan di Lesan hilang maka menurut masyarakat (n=382 responden) manfaat yang tidak akan diperoleh lagi adalah sumber air (sungai) akan menjadi keruh (42,4%) khususnya di musim penghujan dan tidak akan ditemukan lagi pohon madu (22,8%) dimana di beberapa kampung hulu Lesan seperti Merapun, Panaan dan Lesan Dayak madu adalah penghasilan utama masyarakat. Hanya saja 23,6% masyarakat yang tidak tahu kerugian yang mereka alami jika hutan di Kawasan Lindung Sungai Lesan hilang.

Kawasan Lindung Sungai Lesan dikelola dengan pendekatan kolaboratif dengan melibatkan unsur pemerintah di tingkat kabupaten, kecamatan dan kampung. Hanya saja Badan Pengelola belum dikenal luas. Hanya 30,10% (115 responden) saja yang mengetahui keberadaan badan pengelola ; 52,09% (199 responden) yang tidak tahu atau ragu-ragu (17,28%) apakah pernah mendengar atau mengetahui keberadaan pengelola (Tabel 11).

Tabel 11 Pengetahuan masyarakat mengenai pengelola

No. Pengetahuan masyarakat mengenai pengelola MK I MK II MK III Total % ? % ? % ? %

1 Masyarakat yang tinggal

di sekitar kawasan 61 36,31 20 10,64 8 30,77 89 23,30 2 LSM 20 11,90 5 2,66 6 23,08 31 8,12 3 Pemerintah Kampung 29 17,26 14 7,45 7 26,92 50 13,09 4 Lembaga Adat 20 11,90 19 10,11 4 15,38 43 11,26 5 BPK 8 4,76 6 3,19 4 15,38 18 4,71 6 Tidak tahu 7 4,17 2 1,06 0 0 9 2,36 7 Lainnya 1 0,60 1 0,53 0 0 2 0,52 Total 168 - 188 - 26 - 382 -

Masy arakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

(7)

Dari 115 masyarakat yang mengetahui mengenai badan pengelola tersebut, menurut mereka yang harus terlibat dalam pengelola adalah masyarakat sekitar kawasan (23,3%), bukan hanya tokoh aparat kampung. Adapun tugas dari badan pengelola ini menurut pengetahuan masyarakat adalah mengatur pengelolaan kawasan hutan Sungai Lesan (12,04%), mengatur pengawasan/pengamanan hutan Sungai Lesan (7,59%), dan ada juga yang tidak tahu fungsi dan tugas dari badan pengelola (6,28%), membatasi masyarakat memanfaatkan kawasan (2,36%) dan jawaban lainnya (2,9%).

Kawasan lindung atau hutan lindung Sungai Lesan telah ditetapkan oleh Bupati sebagai kawasan perlindungan habitat orangutan, namun hanya 34,29% yang mengetahui kawasan tersebut sebagai kawasan atau hutan lindung dan 50,78% yang tidak mengetahui statusnya atau dikenal sebagai hutan adat, hutan penelitian dan sebagainya 14,92%. Walaupun masyarakat masih memiliki persepsi yang beragam, dukungan terhadap penetapan kawasan menjadi hutan lindung telah mencapai 68,41% (Tabel 12).

Tabel 12 Sikap masyarakat terhadap penetapan Kawasan Lindung Sungai Lesan

No.

Sikap masyarakat terhadap penetapan Kawasan Lindung Sungai Lesan

MK I MK II MK III Total

? % ? % ? % ? %

1 Setuju, sangat mendukung 80 47,62 125 66,49 20 76,92 225 58,75

2 Setuju, tetapi mengapa hanya

melindungi orang utan

7 4,17 2 1,06 1 3,85 10 2,61

3 Setuju, tetapi kalau bisa yang

terlibat dalam pengelola tidak hanya kepala kampung

10 5,95 8 4,26 3 11,54 21 5,48

4 Tidak setuju karena

membatasi masyarakat untuk mengambil kayu

9 5,36 1 0,53 0 0 10 2,61

5 Tidak ada pendapat 20 11,90 10 5,32 2 7,69 32 8,36

6 Tidak tahu sudah ada

penetapan oleh Bupati Berau

12 7,14 28 14,89 0 0 40 10,44

7 Tidak tahu karena tidak

terlibat dalam prosesnya

20 11,90 13 6,91 0 0 33 8,62

8 Setuju sangat mendukung,

tetapi kalau bisa pengelola tidak hanya kepala kampung

6 3,57 0 0 0 0 6 1,57

9 Lainnya 4 2,38 1 0,53 0 0 5 1,31

Total 168 100 188 100 26 100 382 100

Masyarakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

(8)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana (Departemen Kehutanan, 2004). Jadi konservasi bukan hanya terkait dengan perlindungan dan pelestarian tetapi juga terkait dengan pemanfaatan atau penggunaan yang bijaksana dari sumberdaya. Persepsi masyarakat mengenai konservasi masih beragam. Umumnya konservasi sumberdaya hutan dipersepsikan sebagai hutan lindung, pelestarian, perlindungan, penelitian dan lain- lain. Masyarakat yang tidak tahu mengenai konservasi (63,61%) umumnya masyarakat kampung yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah jika dibanding masyarakat di perkotaan yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Selain faktor pendidikan yang lebih tinggi, masyarakat di perkotaan umunya memiliki banyak saluran atau alternatif untuk mendapatkan informasi lebih luas mengenai konservasi, selain melalui pendidikan formal di sekolah (Tabel 13).

Tabel 13 Persepsi masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan

No. Persepsi masyarakat tentang konservasi MK I MK II MK III Total ? % ? % ? % ? % 1 Tidak Tahu 99 58,93 139 73,94 5 19,23 243 63,61 2 Hutan Lindung 4 2,38 16 8,51 3 11,54 23 6,02 3 Pelestarian 7 4,17 1 0,53 0 0 8 2,09 4 Penelitian 4 2,38 3 1,60 0 0 7 1,83 5 Perlindungan 5 2,98 1 0,53 0 0 6 1,57 6 Lainnya 49 29,17 28 14,89 18 69,23 95 24,87 Total 168 - 188 - 26 - 382 -

Masyarakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

Masyarakat di lokasi penelitian walau sering menggunakan istilah hutan lindung, umumnya tidak tahu apa hutan lindung (21,99%). Pengetahuan yang benar mengenai hutan lindung umumnya lebih baik pada masyarakat perkotaan (MK III) dibanding masyarakat perkampungan (MK I/II). Hutan lindung umumnya bagi masyarakat adalah hutan yang harus diatur pemanfaatannya (misalnya melalui aturan kampung atau adat), hutan yang bisa menjamin masa

(9)

depan. Persepsi hutan lindung juga dipersepsikan berkaitan dengan kehidupan yang lebih baik (10,2%). Hanya saja beberapa pandangan negatif mengenai hutan lindung diantaranya hutan yang penuh larangan (11,8%) atau hutan yang dimana tidak boleh mengambil kayu dan hasil hutan lainnya (10,7%). Hal ini terkait dengan asumsi bahwa dengan adanya hutan lindung maka hak mereka untuk memanfaatkan hutan sudah dibatasi, tidak bisa diakses atau dimanfaatkan (khususnya bagi masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan) sebagaimana pada Tabel 14.

Tabel 14 Persepsi masyarakat mengenai hutan lindung

No. Persepsi masyarakat mengenai hutan lindung

MK I MK II MK III

Total %

? % ? % ? %

1 Hutan yang

pemanfaatannya harus

diatur dengan baik 47 27,98 68 36,17 18 69,23 133 34,82

2 Kehidupan yang makin

baik 7 4,17 30 15,96 2 7,69 39 10,21

3 Hutan yang penuh

larangan 26 15,48 16 8,51 3 11,54 45 11,78

4 Hutan Konservasi 28 16,67 18 9,57 10 38.46 56 14,66

5 Hutan dimana tidak boleh

mengambil kayu dan hasil

bukan kayu lainnya 24 14,29 9 4,79 8 30.77 41 10,73

6 Hutan untuk tempat

melindungi orang utan 18 10,71 6 3,19 6 23.08 30 7,85

7 Tidak tahu 36 21,43 47 25,00 1 3.85 84 21,99

8 Hutan adat 1 0,60 1 0,53 0 0.00 2 0,52

9 Hutan untuk melindungi

satwa 1 0,60 3 1,60 0 0.00 4 1,05

10 Hutan untuk melindungi

semua 2 1,19 3 1,60 0 0.00 5 1,31

11 Hutan yang boleh ditebang

untuk keperluan kampong 1 0,60 1 0,53 0 0.00 2 0,52

12 Hutan yang dilindungi 4 2,38 9 4,79 0 0.00 13 3,40

13 Hutan yang dilindungi

pemerintah 1 0,60 0 0 1 3.85 2 0,52

14 Hutan yang perlu

dipelihara 2 1,19 0 0 0 0.00 2 0,52

15 Lainnya 4 2,38 9 4,79 3 11.54 16 4,19

Total 168 - 188 - 26 - 382 -

Pengukuran sikap masyarakat terhadap upaya konservasi sumberdaya hutan menggunakan skala Likert (Kriyantono, 2008) yang terdiri dari 3 tingkatan kategori yaitu penting (P), tidak penting (TP) dan tidak tahu (TT). Sikap

(10)

masyarakat terhadap upaya konservasi dibagai menjadi 3 kategori yaitu rendah jika bobot diantara 0 - 33,33%, sedang (34,33- 66,67%) dan kuat/tinggi (67,67- 100%). Dari hasil penelitian yang diwakili 6 buah pernyataan dapat diketahui bahwa sikap masyarakat terhadap konservasi SDH kuat/tinggi baik pada masyarakat di perkampungan maupun masyarakat perkotaan. Pola kelola sumberdaya hutan berdasarkan kearifan lokal nyatanya belum terdegradasi oleh kemajuan dan perubahan-perubahan (Tabel 15).

Tabel 15 Sikap masyarakat tentang upaya konservasi hutan

No. Sikap masyarakat mengenai upaya konservasi Kriteria dan bobot ? Total Bobot (%) Ket. P (3) TP (2) TT (1) 1 Menyelamatkan hutan

Sungai Lesan dari pengambilan kayu yang berlebihan 297 56 29 382 1032 90,05 Tinggi 2 Mendiskusikan dengan anggota masyarakat lainnya cara penyelamatan hutan Sungai Lesan 324 47 11 382 1,077 93,98 Tinggi

3 Menjaga kawasan hutan

Sungai Lesan agar tidak diubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit

296 52 34 382 1,026 89,53 Tinggi

4 Memikirkan cara

pemenuhan kebutuhan kayu yang lebih berkelanjutan

288 64 30 382 1,022 89,18 Tinggi

5 Mendiskusikan akibat

pembukaan hutan bagi kehidupan masyarakat disini

319 49 14 382 1,069 93,28 Tinggi

6 Terlibat dalam upaya

perlindungan hutan Sungai Lesan yang dilakukan oleh masyarakat desa

275 84 23 382 1,016 88,66 Tinggi

Total rata-rata 300 59 24 382 1,040 90,78 Tinggi

Skor tertinggi bobot = 382 x 3 = 1146

Sikap terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan juga diukur dengan menggunakan skala Likert (Kriyantono, 2008), metodenya dengan mengajukan 10 pernyataan yang dianggap mewakili atau terkait pemanfaatan sumberdaya hutan. Sikap terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan menggunakan 5 tingkatan kriteria

(11)

yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS), dimana penggolongan sikap dikategorikan sangat lemah jika jumlah bobot diantara 0- 20%, lemah (21-40%), cukup (41-60%), kuat (61- 80%) dan sangat kuat (81- 100%) sebagaimana pada Tabel 16.

Tabel 16 Sikap masyarakat terhadap pemanfaatan hutan

No.

Sikap masyarakat terhadap pemanfaatan hutan

Kriteria dan bobot

? Total Bobot (%) Ket. SS (5) S (4) N (3) TS (2) STS (1)

1 Hutan Sungai Lesan perlu

dilestarikan untuk menjaga sumber air kita

72 257 49 4 0 382 1543 80,79 Sangat

kuat

2 Hutan Sungai Lesan perlu

dijaga untuk tempat madu hutan

37 309 35 1 0 382 1528 80 Kuat

3 Hutan Sungai Lesan yang

lestari akan menjamin keberadaan ikan di sungai

26 288 57 10 1 382 1474 77,17 Kuat

4 Kayu di hutan Sungai

Lesan boleh ditebang kapan saja

4 66 65 215 32 382 941 49,27 Cukup

5 Kayu di hutan Sungai

Lesan hanya boleh ditebang untuk kebutuhan kampung

(bangunan/perahu)

20 281 53 24 4 382 1435 75,13 Kuat

6 Perlunya penegakan

hukum agar pemanfaatan hutan Sungai Lesan dapat lebih baik

33 310 35 4 0 382 1518 79,48 Kuat

7 Untuk mempertahankan

fungsi hutan Sungai Lesan diperlukan peraturan daerah dan hukum adat

36 303 39 4 0 382 1517 79,42 Kuat

8 Diri saya mempunyai

pengetahuan yang cukup tentang peraturan pembukaan hutan untuk kebun kelapa sawit

4 145 15

8

66 8 381 1214 63,56 Kuat

9 Pembukaan hutan Sungai

Lesan untuk perkebunan kelapa sawit sebaiknya dihindari

17 237 95 31 2 382 1382 72,36 Kuat

10 Hutan Sungai Lesan

memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekitar

33 265 73 10 1 382 1465 76,70 Kuat

Total rataan 28 246 66 37 5 382 1,402 73,39 Kuat

(12)

Dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, diketahui bahwa masyarakat di sekitar Kawasan Lindung Sungai Lesan maupun yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan memiliki sikap yang kuat/tinggi terhadap pemanfaatan SDH demikian halnya dengan kelompok masyarakat di perkotaan. Selanjutnya dengan menggunakan dengan menggunakan 5 pernyataan yang terkait perilaku untuk bertindak atau beraksi mendukung konservasi, maka diketahui sikap masyarakat kelompok yang berbatasan dengan hutan (MK I), yang tidak berbatasan langsung (MK II) dan masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan (MK III) yaitu masing-masing 50% ; 50,32% dan 43,85% mengatakan mudah untuk bertindak dan 28,69%; 37,98% dan 26,92% yang mengatakan sulit untuk bertindak. Sikap masyarakat secara umum terhadap perilaku konservasi disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Sikap masyarakat terhadap perilaku konservasi

No. Sikap masyarakat terhadap perilaku konservasi

Kategori sikap untuk bertindak

?

Mudah Sulit Tidak

menjawab

Tidak yakin

1 Memberi tahu dampak

pembukaan hutan yang berlebihan kepada orang lain

198 133 26 24 382

2 Memberitahu warga

kampung agar tidak mudah menjual hutan kampung kepada perkebunan kelapa sawit

198 122 32 30 382

3 Ikut terlibat dalam kegiatan

penyelamatan hutan Sungai Lesan

181 131 38 32 382

4 Mengajak orang kampung

untuk menyelamatkan hutan Sungai Lesan

182 144 29 27 382

5 Ikut terlibat dalam kegiatan

penanaman pohon di kawasan hutan Sungai Lesan yang rusak di desa

191 103 47 40 382 Total rataan (dalam prosentase) 190 (49,74%) 127 (33,14%) 34 (9,01%) 31 (8,01%) 382 - Rataan MK I 84 (50%) 48 (28,69%) 19 (11,07%) 17 (10,12%) 168 - Rataan MK II 95 (50,32) 71 (37,98) 12 (6,38) 10 (5,21%) 188 - Rataan MK III 11 (43,85%) 7 (26,92%) 4 (14,62) 4 (14,62) 26

Masyarakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

(13)

Faktor luar yang mempengaruhi (external factors) dan yang menjadi penghambat (barrier) dan menghambat terbangunnya dukungan masyarakat bagi upaya konservasi hutan yaitu: ketidakpedulian (ignorance) muncul karena beberapa hal seperti misalnya kebijakan yang tidak mementingkan kepentingan masyarakat mengenai peruntukkan sumberdaya hutan; kebingungan akan lembaga (institusi) yang bisa mewadahi kepentingan atau suara mereka; tidak adanya upaya untuk menerima semua suara dan kepentingan masyarakat. Bentuk-bentuk yang dilakukan masyarakat dalam mendukung upaya konservasi hutan sebagaimana pada Tabel 18.

Tabel 18 Sikap masyarakat terhadap aksi/tindakan konservasi hutan

No.

Sikap masyarakat terhadap aksi/tindakan konservasi hutan

MK I MK II MK III Total

? % ? % ? % ? %

1 Menjaga hutan desa agar

tidak rusak 71 42,26 86 45,74 12 46,15 169 44,24

2 Membuat kawasan hutan adat

yang dikelola bersama 22 13,10 32 17,02 2 7,69 56 14,66

3 Menetapkan kawasan berburu

yang dilindungi 10 5,95 17 9,04 1 3,85 28 7,33

4 Menanami pohon di kawasan

hutan Sungai Lesan yang

rusak 24 14,29 19 10,11 12 46,15 55 14,40

5 Mengajak orang lain untuk

terlibat dengan upaya penyelamatan hutan Sungai

Lesan 37 22,02 42 22,34 14 53,85 93 24,35

6 Mendiskusikan dengan tokoh

kampung mengenai upaya perlindungan hutan Sungai

Lesan 32 19,05 33 17,55 6 23,08 71 18,59

7 Tidak tahu 46 27,38 59 31,38 0 0 105 27,49

8 Melarang menebang hutan

atau memberitahu dampaknya 0 0 2 1,06 0 0 2 0,52

9 Melesatrikan hutan 1 0,60 1 0,53 0 0 2 0,52

10 Membantu sosialisasi tentang

fungsi hutan lindung lesan 3 1,79 0 0 0 0 3 0,79

11 Mengajar kepada

murid-murid mengenai lingkungan 0 0 0 0 2 7,69 2 0,52

12 Tidak berpindah-pindah

ladang 2 1,19 0 0 0 0 2 0,52

13 Lainnya 9 5,36 1 0,53 0 0 10 2,62

Total Responden 168 - 188 - 26 - 382 -

Masyarakat Kelompok I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan Masyarakat Kelompok III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

(14)

5.3. Media Komunikasi Preferensi Masyarakat 5.3.1. Sumber Informasi Terpercaya

Kelompok masyarakat yang hidup di perkampungan umumnya mendapatkan informasi dari hasil interaksinya dengan tokoh atau anggota masyarakat yang dip ercaya, sedangkan masyarakat di perkotaan mendapatkan informasi selain dengan intereaksi dengan masyarakat lain sudah memanfaatkan berbagai sumber informasi dari berbagai sumber atau media komunikasi. Pada tabel berikut disajikan berbagai sumber informasi preferens i masyarakat yang kategorinya dibedakan menjadi 3 yaitu sumber informasi yang paling/dipercaya, agak/cukup dipercaya maupun yang tidak/kurang dipercaya (Tabel 19).

Tabel 19 Sumber-sumber informasi masyarakat

No. Sumber informasi masyarakat

Tingkat kepercayaan Kelompok sasaran Dipercaya Cukup dipercaya Kurang dipercaya

1 Informasi dari radio X MK III

2 Informasi dari televisi X MK III

3 Informasi dari koran/majalah X MK III

4 Informasi dari aparat pemerintah

kampung atau kelurahan

X MK I/II

5 Aparat penegak hokum X MK I/II/III

6 Tokoh masyarakat lokal (tokoh adat) X MK I/II

7 Anggota Badan Perwakilan

Kampung

X MK I/II

8 Petugas pemerintah

kecamatan/kabupaten

X MK I/II

9 Tokoh agama X MK I/II

10 Teman-teman sejawat di kampung X MK I/II

11 Anggota keluarga X MK I/II/III

12 Perusahaan/swasta X MK I/II

13 Guru-guru X MK I/II

14 Staff LSM X MK I/II/III

15 Badan Pengelola Hutan Lesan X MK I/II/III

16 Petugas Konservasi Kampung X MK I/II

17 Pers/Jurnalis X MK I/II/III

MK I : Masyarakat kampung yang berbatasan langsung dengan kawasan MK II : Masyarakat kampung yang tidak berbatasan langsung dengan kawasan MK III : Masyarakat perkotaan yang jauh dari kawasan

Masyarakat di lokasi penelitian umumnya Suku Dayak yang masih memiliki seni budaya atau acara adat yang masih dilaksanakan sampai saat ini

(15)

seperti beberapa acara rutin diantaranya pesta panen padi, tarian daerah maupun lagu/musik daerah. Dari hasil survei diketahui bahwa kegiatan adat/budaya ini rata-rata diminati (27,70%) masyarakat khususnya di kampung Long Beliu, Merasa, Panaan dan Lesan Dayak; lomba kesenian tradisional berupa musik atau tarian (23,6%); lomba olahraga (44%); dan kegiatan keagamaan baik di lingkungan gereja (31,9%) maupun kegiatan pengajian (sekitar 18%) dan kegiatan lainnya.

Lagu adalah salah satu media yang universal dipakai dalam beberapa aktivitas pendidikan dan program penyadaran masyarakat. Dari hasil survei diketahui bahwa di lokasi penelitian (khususnya masyarakat di perkampungan) musik yang paling disukai adalah dangdut (35,9%), menyusul lagu pop (25,9%) dan lagu rohani/kristiani (19,6%) dan sedikit yang menyukai jenis musik yang lain yaitu jenis musik tradisional/ daerah, melayu, qasidah, disco, jazz dan rock.

Umumnya masyarakat di lokasi penelitian ini menggunakan radio untuk mendapatkan informasi (31,15%) hanya saja tidak menjadi sumber informasi utama khususnya bagi masyarakat di perkampungan. Masyarakat di perkotaan (Tanjung Redeb) dengan total penduduk 51.524 (BPS, 2007) diketahui sekitar 57,69% mendengarkan radio. Jenis program yang umum didengarkan yaitu berupa program musik umum (15,4%) dan berita (14,9%). Waktu yang dipakai untuk mendengarkan radio bagi masyarakat di Tanjung Redeb umumnya sebelum jam 6 pagi dan antara pukul 2 siang sampai jam 4 sore atau tidak tentu waktunya.

Stasiun radio yang didengarkan oleh masyarakat umumnya adalah radio pemerintah dan beberapa radio swasta. Beberapa radio pemerintah yang didengarkan oleh masyarakat yaitu RRI Samarinda (14,10%), RSPD Berau (8,10%) dan RRI Jakarta (6,30%). Adapun beberapa radio swasta yang didengarkan oleh sebagian kecil masyarakat kota Tanjung Redeb dan sebagian kecil masyarakat di kampung Long Beliu diantaranya stasiun radio Sangkakala (9,20%), Serawak FM (6,30%), MP3 (5,50%) dan lainnya.

Umumnya masyarakat di perkampungan sekitar hutan tidak membaca koran, tetapi masyarakat di kota Tanjung Redeb membaca koran/majalah (sekitar 70% dari jumlah responden membaca koran). Masyarakat yang menjadi responden penelitian yang membaca koran sebanyak 34,5% hanya saja dalam

(16)

seminggu frekuensinya tidak tentu. Umumnya Koran yang dibaca masyarakat adalah Kaltim Post (51,9%), Kompas, Bola, Tribun, Radar Tarakan dan sebagainya. Topik yang dibaca terkait dengan hiburan, kriminalitas dan berita ekonomi/pembangunan dan lingkungan.

5.3.2. Pesan, Slogan dan Maskot

Berdasarkan isu kunci tentang konservasi sumberdaya hutan yang diperoleh dari penelitian menggunakan metode lokakarya, FGD dan survei, maka dirumuskan pesan konservasi yang spesifik dan singkat yang akan disampaikan melalui berbagai media atau saluran komunikasi. Adapun rumusan pesan kunci yaitu sebagai berikut:

1. Kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan penting untuk kehidupan kita sekarang dan masa depan.

2. Kawasan ini menjaga sumber air kita juga rumah bagi orangutan dan satwa penting lainnya.

3. Peran kita untuk bersama mendukung penyusunan tata guna lahan kampung penting untuk menjaga kawasan dan fungsinya bagi anak cucu kita.

Pesan konservasi bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat agar mendukung upaya-upaya pelestarian, pelestarian dan pengelolaan sumberdaya hutan di Lesan. Adapun pesan konservasi dirumuskan dalam satu kalimat slogan yaitu “Kawasan Lindung Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita”. Slogan ini dipilih oleh 31,9% masyarakat. Satwa yang menjadi maskot pilihan masyarakat yang dianggap satwa membanggakan dan dapat mewakili kehidupan masyarakat yaitu orangutan (dipilih 41,10% masyarakat).

5.3.3. Uji Coba Media Komunikasi

Berdasarkan media preferensi masyarakat sasaran yang terkait dengan sumber informasi yang dapat dipercaya, pesan kunci, slogan dan maskot maka dirancang media komunikasi cetak utama (poster, stiker, pin, kaos dan lembar informasi). Poster dirancang menjadi 6 desain dan diuji cobakan kepada masyarakat sasaran sebagaimana pada Gambar 9. Desain kaos (Gambar 10) dibuat dalam 2 model (berkerah dan oblong), dimana kaos oblong dibuat menjadi desain

(17)

versi hitam dan putih dan kaos kerah berwarna putih dengan tulisan hijau; stiker/pin (Gambar 11) dibuat dalam 7 desain.

Setelah diujicobakan terhadap masyarakat dengan teknik FGD terhadap kelompok masyarakat kampung (3 kampung/lokasi, 5-10 orang per kelompok), masyarakat kota (3 kelompok, 5-10 orang per kelompok) dan kelompok anak-anak (5-10 orang per kelompok), maka poster yang dominan dipilih oleh kelompok masyarakat (6 kelompok FGD) pada Gambar 9 adalah disain nomor (5) dengan pertimbangan: warna hijau dominan pada poster lebih alami, senada dengan gambar hutan; illustrasi orangutan dan anaknya serta hutan di belakangnya sudah dimengerti maksudnya dengan mimik orangutan yang alami; judul (slogan) terlihat dari jarak jauh, teks pesan dimengerti ada hubungan kesehatan hutan dengan keberlanjutan hidup makluk di dalamnya (diwakili

(18)

orangutan sebagai maskot), pesannya tidak menghakimi, hanya saja teks perlu dipersingkat; ukuran poster diusulkan besar (ukuran A1 atau A0).

Kaos yang dominan dipilih masyarakat (Gambar 10) adalah kaos dengan warna dasar putih (baik untuk kaos oblong maupun berkerah). Teks pada kaos sudah bisa terbaca dari jarak 5-10 m, pesan singkat dan jelas untuk mengajak terlibat dalam konservasi, hanya perlu ditambahkan logo lembaga, dan gambar orangutan perlu dipertajam.

Dari hasil uji coba desain pin/stiker (Gambar 11) yang banyak dipilih masyarakat yaitu desain pin/stiker yang berbentuk bulat. Disain stiker/pin yang dipilih yaitu desain nomor (2) yaitu dominan warna hijau dan kuning tetapi diusulkan tanpa garis pinggir hitam (untuk pin), teks perlu dipertajam dan ditambahkan informasi Kabupaten Berau. Ukuran yang diusulkan jika dicetak untuk pin baiknya 5-7 cm agar mudah dipakai dan ukuran stiker dengan diameter 5-6 cm dan 10-15 cm agar mudah diaplikasikan.

(19)

5.4. Implementasi Media Komunikasi

Sumber informasi yang dikenal dan dipercaya masyarakat di atas prosentase 50% diantaranya tokoh dari unsur pemerintah (kampung/kelurahan, kecamatan, kabupaten), badan perwakilan kampung (BPK), aparat/penegak hukum, tokoh adat, guru dan anggota keluarga. Berdasarkan media referensi masyarakat yang dilihat dari tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi, maka dikembangkan berbagai jenis media cetak, program sekolah, program penjangkauan (outreach) dan program pengembangan kapasitas masyarakat.

Program untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai konservasi sumberdaya hutan ini merupakan program pendidikan konservasi yang terstruktur, istilah umumnya disebut kampanye bangga (dalam

(4)

(6)

(7)

(5)

(20)

beberapa penulisan, penulis akan menggunakan istilah ‘kampanye bangga’ untuk menjelaskan program pendidikan konservasi yang diimplementasikan).

5.4.1. Media Komunikasi Cetak

Masyarakat yang menjadi sasaran program implementasi pendidikan konservasi adalah masyarakat kampung dengan tingkat pendidikan rendah (20,94% tidak bersekolah; 34,55% yang hanya tamat sekolah dasar). Media cetak yang cocok dikembangkan untuk masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dan berdomisili di kampung ini adalah jenis media yang visual efeknya kuat dan bersifat menghibur. Beberapa diantaranya berupa lagu, poster, kalender, stiker dan lain sebagainya (Tabel 20).

Tabel 20 Media komunikasi cetak yang digunakan dalam penelitian No. Media Komunikasi Sasaran dan Jumlah

Produksi Diskripsi

1. Lagu Konservasi Masyarakat umum dan

anak-anak.

1 buah lagu untuk orang dewasa (dangdut) dan 1 buah lagu anak-anak

Lagu tema berirama dangdut berjudul “Cintailah Hutan Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita” dan lagu pop “Mari Jaga Hutan (diadopsi dari lagu rohani anak-anak populer)

2. Poster Masyarakat umum.

2.000 eksemplar.

Dirancang dengan ukuran A2 (59,6 x 83,6 cm) portrait, warna dasar hijau dan coklat (maskot), tidak tahan air, kertas 230 gram UV/mengkilap

3. Stiker Masyarakat umum.

Diamater 5 cm (ukuran kecil) dicetak 1.000 eksemplar dan 12 cm (ukuran besar) dicetak 2.000 eksemplar.

Dirancang berbentuk bulat dengan ukuran diamater 5 cm (ukuran kecil) dan 12 cm (ukuran besar).

Bahan dasar stiker tidak tahan dengan air (hanya bisa dipasang di tempat teduh.

4. Lembar Informasi

(fachsheet)

Pemerintah, Guru dan masyarakat petani yang mampu membaca, pelajar SMP/SMA dan

Mahasiswa.

Dicetak 2.000 eksemplar

Dirancang ukuran A4 (21 x 29,2 cm)

portrait 4, bahan glossy

5. Lembar Kotbah Konservasi Petani/peladang di kampung, remaja da pemuda Diperbanyak sesuai kebutuhan

2 materi kotbah disusun oleh Ev. Darpius dan Ev. Rospina.

(21)

Tabel 20 Media komunikasi cetak yang digunakan dalam penelitian (lanjutan)

No. Media Komunikasi Sasaran dan Jumlah

Produksi Diskripsi 6. Kalender Sekolah Tahun 2009 Anak-anak Dicetak 500 eksemplar Desain ukuran A2 (70 x 53,2 cm) landscape.

7. Kaos (berkerah dan

oblong)

Berkerah (pemerintah dan tokoh), oblong untuk umum (mitra, masyarakat & relawan)

Diproduksi 550 buah.

Dirancang dalam 2 versi yaitu berkerah dan oblong (lengan panjang dan pendek)

9. Standing Banner Masyarakat umum.

Diproduksi 25 unit

Dirancang portrait dengan ukuran 58,6 x 159,6 cm (disain dan pesan mirip poster). Distribusi di bandara dan kantor-kantor/sekolah. 10. Cenderamata/Suvenir: • Mug Orangutan • Jam dinding, • Handuk dan • Termos

Ekslusif untuk peserta pertemuan, pemenang lomba kegiatan. Mug: 50 eksemplar Jam: 30 eksemplar Handuk: 20 eksemplar Termos: 10 eksemplar

Muq keramik berdiametr 9 cm, berisi gambar maskot dan pesan kunci. Jam, handuk dan termos berisi slogan kampanye.

11. Papan/Plank Informasi Masyarakat umum yang

berkunjung atau lewat di kawasan.

Dibuat 2 unit

Plank dipasang dermaga kampung Muara Lesan (akses utama ke kawasan) dan dipersimpangan Sungai Kelay dan Lesan. Bahan dari kayu ulin, di cat kuning dan hitam, tinggi 2 meter.

12. Panggung dan Boneka

(puppet)

Anak-anak dan guru. Terdiri dari 1 set panggung dilengkapi 9 buah boneka tangan yaitu: Petric (turis USA), Beka (kekantan), wawa (owa-owa), poh (pohon), Ibu Iba, Bapak Aji, Bob (Penebang kayu), Ninuk dan Tita (keduanya kakak adik murid SD)

Bahan panggung dibuat dari pipa dan kain merah, hijau dan biri. Boneka dibuat dari benang, berbagai kain dan aksesories seuai karakter boneka. Panggung boneka dipakai saat kunjungan sekolah dan event.

13. Kostum Orangutan

(maskot)

Remaja, Anak-anak dan masyarakat umum di kampung.

Dibuat 1 unit.

Berbentuk satwa orangutan dengan tinggi sekitar 165 cm, berwarna coklat dari bahan berbulu yang menyerupai warna orangutan.

1. Lagu Konservasi

Lagu dangdut adalah salah satu media yang digunakan dalam pendidikan konservasi untuk menjangkau audiens target sekitar Kawasan Lindung Sungai Lesan. Adapun proses penciptaaan, produksi dan distribusi lagu sebagai berikut:

(22)

• Perancangan ide isi lagu konservasi dan mencari musisi lo kal yang bisa menciptakan lagu tersebut.

• Proses diskusi dan pencipaan lagu yang dilakukan oleh Ibu Mastaniah (guru local) bersama dengan Edy Sudianto (pemuda lokal). Lagu yang inspiratif, sederhana dan dapat dinyanyikan oleh berbagai kalangan ini berjudul “Cintailah Hutan Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita” (Gambar 12).

• Proses rekaman lagu dilakukan di studio musik Dimensi di kota Tanjung Redeb dimana arrangement musik versi rekaman studio ditangani oleh seniman lokal yang bernama Iwan Setiawan musisi yang sudah dikenal berbagai kalangan pencinta lagu dangdut di Kota Tanjung Redeb.

• Proses editing dan produksi lagu menjadi bentuk digital dan selanjutnya digandakan sesuai dengan kebutuhan untuk pendistribusian.

• Proses promosi dan distribusi lagu dilakukan dengan berbagai cara baik melalui kegiatan/event, radio maupun dari sekolah ke sekolah atau kampung ke kampung.

Lagu untuk menjangkau anak-anak digubah iramanya dari lagu rohani anak-anak karena tim tidak berhasil menemukan musisi yang berkompeten dan menciptakan lagu anak-anak. Sama halnya dengan lagu dangdut sebagaimana disebutkan sebelumnya, lagu ini diperkenalkan melalui kegiatan perayaan HUT RI, sebagai sound track dialog interaktif di radio (RSPD), kegiatan pekan seni dan olahraga, kunjungan sekolah dan juga dipopulerkan dari handphone ke handphone oleh relawan program.

(23)

2. Poster

Pilihan menggunakan poster dalam pendidikan konservasi di Kawasan Lindung Sungai Lesan atas dasar pertimbangan bahwa poster merupakan cara menarik untuk mengkomunikasikan pesan konservasi dan memamerkan spesies panji-panji (flagship species). Tahapan perancangan, produksi dan distribusi sebagaimana berikut:

• Merancang ide illustrasi poster yaitu memperlihatkan visual yang kuat dari orangutan sebagai spesies panji-panji kehidupannya sangat tergantung pada kelestarian hutan, dimana hutan yang oleh masyarakat target audiens adalah hutan yang perlu dilestarikan untuk hidup anak cucu.

• Mencari musisi yang dapat melukis illustrasi poster yaitu Bapak Solikin - seorang guru lokal di Berau.

• Proses mengkaji kesesuaian poster dan pesan konservasi yang akan disampaikan.

• Proses desain grafis poster yang dilakukan oleh desainer profesional (Latif – mahasiswa seni rupa).

• Proses uji coba 6 rancangan poster kepada masyarakat.

• Proses perbaikan dan finalisasi desain poster.

• Proses produksi dan pendistribusian poster di lokasi target (Gambar 13). Poster dirancang dengan ukuran A2 (59,6 x 83,6 cm) portrait dan dicetak dalam jumlah 2.000 eksemplar. Poster berisi gambar ilustrasi orangutan yang menggantung di sebuah pohon yang menggendong anaknya dengan latar hutan di belakangnya. Judul besar poster yaitu Kawasan Lindung Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita. Pesan kunci yang disampaikan dalam poster ini ditulis dalam 3 paragraf utama yaitu: (1) Kawasan Lindung Sungai Lesan penting untuk kehidupan kita sekarang dan masa datang; (2) Kawasan ini menjaga sumber air kita juga rumah bagi orangutan Kalimantan dan satwa penting lainnya; (3) Peran kita untuk bersama mendukung penyusunan tata guna lahan kampung penting untuk menjaga Kawasan Lindung Sungai Lesan dan fungsinya bagi anak cucu kita.

(24)

Poster dipakai menjadi salah satu media pendidikan konservasi untuk menjangkau tidak saja orang dewasa, pemuda tetapi juga untuk anak-anak. Poster dengan kemasan pesan yang tepat akan berdampak besar pada target audiens yang metode pembelajarannya adalah membaca/menulis visual dan visual nonverbal (Kushardanto, 2007). Poster dipasang di tempat-tempat umum seperti ruang pelayanan kesehatan, kantor kecamatan, sekolah, papan pengumuman kampung, kantor kepala desa, balai kampung, rumah-rumah penduduk, gereja dan lain- lain. Poster yang didistribusikan ke kantor pemerintah dan sekolah agar tahan lama diberi bingkai kaca dan plastik tim kampanye.

3. Stiker

Proses perancangan, produksi dan pendistribusian stiker sama halnya dengan poster. Stiker dirancang berbentuk bulat dengan ukuran diamater 5 cm (ukuran kecil) dicetak 1.000 eksemplar dan 12 cm (ukuran besar) dicetak 2.000 eksemplar. Stiker hanya berisi gambar ilustrasi orangutan dan slogan yaitu Kawasan Lindung Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita. Stiker didistribusikan di rumah-rumah, toko atau warung serta kendaraan roda dua maupun empat (Gambar 14). Dalam setiap kunjungan sekolah dan penjangkauan audiens stiker merupakan hadiah yang menarik bagi target sasaran. Sayang stiker tidak tahan lama jika terkena air karena bahannya tidak dilapisi bahan anti air, sehingga hanya bisa untuk ditempel di tempat yang ternaungi.

Gambar 13 Poster dan proses pendistribusian.

(25)

4.

Lembar Informasi (factsheet)

Lembar informasi sebagaimana pada Gambar 15 disusun teksnya oleh tim dan mendapatkan masukan dari guru lokal mengenai isinya. Desain lembar informasi dilakukan oleh desainer professional (Latif dari Deel Production - mahasiswa seni rupa dari Makassar yang sedang dalam tahap penyelesaian studi). Lembar informasi yang dirancang ukuran A4 portrait terdiri dari 4 halaman bolak-balik. Lembar pertama dari lembar informasi ini ilustrasi, judul dan pesan sama seperti isi poster; Lembar kedua berisi Sekilas Kawasan Lindung Sungai Lesan, Fungsi dan Nilai Penting Kawasan Lindung Sungai Lesan; Lembar ketiga berisi informasi Badan Pengelola Lesan (BP Lesan), Sarana Prasarana Pendukung Kawasan Lindung Sungai Lesan; dan Lembar keempat berisi Ancaman dan Akibat Kerusakan Hutan; Apa yang bisa dilakukan agar kerusakan hutan dapat dihindari, dan peran yang bisa dilakukan untuk mendukung pelestarian Kawasan Lindung Sungai Lesan.

Proses pendistribusian lembar informasi dilakukan pada saat event atau kegiatan, pertemuan dan dikirimkan ke kantor-kantor. Target utama lembar informasi yaitu masyarakat target kampanye yang memiliki pendidikan yang cukup (bisa membaca) atau tinggi.

5.

Lembar Kotbah Konservasi

Lembar kotbah disusun oleh Ibu Rospina (gembala GKII Lesan Dayak) Gambar 15 Lembar informasi Kawasan Lindung Sungai Lesan.

(26)

diskusi curah pendapat (brain storming) dengan tim. Curah pendapat bertujuan untuk menggali bersama sudut pandang alkitab terhadap isu lingkungan dan pelestarian alam. Dari hasil diskusi, kedua tokoh agama ini menyusun lembar kotbah konservasi (Lampiran 9) dan menyampaikannya di pertemuan ibadah raya minggu. Kotbah konservasi ini dilakukan Gereja Kemah Injili Indonesia (GKII) di Kampung Lesan Dayak dan Merapun - kampung yang masyarakatnya dominan memeluk agama kristen.

6.

Kalender Sekolah Tahun 2009

Kalender dicetak 500 eksemplar dengan ukuran mendekati ukuran A2 (70 x 53,2 cm) landscape. Kalender ini berisi pesan kunci pesan konservasi, ilustrasi orangutan dan slogan, foto kunjungan sekolah dan hasil karya lomba gambar anak-anak sekolah dasar yang berjudul kehidupan di dalam Hutan Sungai Lesan. Adapun proses distribusi kalender sebagaimana pada Gambar 17 berikut:

Kalender Sekolah 2009, selain berfungsi sebagai media pengulangan pesan kunci, juga menginformasikan jenis-jenis hewan yang terdapat di sekitar kawasan hutan. Kalender juga bermanfaat sebagai media untuk memberikan umpan balik atas kunjungan sekolah di lokasi target).

Gambar 17 Kalender Sekolah 2009.

(27)

7. Kaos (Berkerah dan Oblong)

Kaos dirancang dalam 2 model yaitu kaos berkerah dan oblong. Ilustrasi kaos sama dengan poster dan stiker yaitu hanya menampilkan teks yang singkat (slogan) dan gambar orangutan (maskot). Distribusi kaos yang berkerah sebanyak 150 lembar ditujukan untuk para aparat pemerintah dan tokoh masyarakat yang diyakini bisa membantu mempromosikan kawasan dalam aktivitas mereka. Kaos oblong sebanyak 500 lembar (450 lembar lengan pendek dan 50 lembar lengan panjang) didistribusikan kepada para relawan kampanye, peserta pertemuan atau workshop, maupun sebagai hadiah dalam beberapa kegiatan program (Gambar 18).

8. Standing Banner

Standing Banner dirancang portrait dengan ukuran 58,6 x 159,6 cm dengan tata letak dan pesan kunci sama seperti pada poster. Standing Banner dicetak sebanyak 25 eksemplar dan didistribusikan (Gambar 19) di bandara Gambar 19 Standing banner.

(28)

dan kampung) dan beberapa tempat strategis lainnya di lokasi target seperti di bala i pertemuan kampung/balai adat, gereja dan sekolah).

9.

Cenderamata (souvenir)

Cenderamata yang dicetak diantaranya berupa mug, gelas keramik, termos, handuk dan jam dinding (Gambar 20). Mug orangutan dicetak dan didistribusikan sejumlah 50 eksemplar sebagai hadiah para peserta pertemuan review Rencana Strategis Pengelolaan Kawasan Lindung Sungai Lesan yang digelar Badan Pengelola Kawasan Lindung Sungai Lesan (BP Lesan). Pertemuan dihadiri tokoh dan aparat dari 4 kampung sekitar kawasan, instansi pemerintah kabupaten dan mitra BP Lesan lainnya. Mug orangutan juga dijadikan hadiah dalam beberapa kegiatan kampanye (kemah pelajar, kuis di radio dan lain- lain). Mug berisi slogan dan pesan kunci konservasi sebagaimana yang tertulis pada poster.

Jam dinding, Handuk dan Termos, masing-masing diproduksi sejumlah 30 eksemplar, 20 eksemplar dan 10 eksemplar sebagai hadiah kegiatan lomba perayaan HUT RI 17 Agustus 2008 di Kecamatan Kelay. Jam dinding, handuk dan termos berisi ilustrasi gambar orangutan dan atau slogan kampanye bangga Kawasan Lindung Sungai Lesan untuk Anak Cucu Kita.

10. Plank/Papan Informasi Kawasan

Plank atau papan informasi kawasan dibuat 2 unit dan dipasang di dermaga kampung Muara Lesan (pintu utama masuk ke kawasan) dan dipersimpangan Sungai Kelay dan Lesan. Dalam papan informasi ini disampaikan Gambar 20 Cinderamata (souvenir) .

(29)

informasi nama kawasan dan waktu mencapai lokasi dengan menggunakan katinting (perahu kayu berkapasitas 4-6 orang).

11. Panggung dan Boneka (puppet)

Panggung boneka terdiri dari 1 set sebagaimana pada Gambar 21 yang dilengkapi dengan 9 buah boneka yaitu boneka Petric (turis dari Amerika), Beka (bekantan), wawa (owa-owa), poh (pohon), Ibu Iba, Bapak Aji, Bob (penebang kayu), Ninuk dan Tita (keduanya kakak beradik, murid SD). Panggung boneka ini dipakai dalam rangka kunjungan sekolah dan dalam beberapa event seperti perayaan Hari Anak Nasional dan lain- lain. Karakter dan ciri fisik dari tokoh panggung boneka yang dimainkan saat kunjungan sekolah sebagaimana pada Lampiran 3.

12. Kostum Orangutan (Maskot)

Kostum maskot (Gambar 22) dibuat dari kain berbulu, menggunakan bahan keras seperti helm pada bagian kepala dan bagian perut atau badan dilapisi dengan busa agar lebih terlihat bervolume. Kostum yang diberikan nama sapaan Si Mori ini didisain menyerupai orangutan Kalimantan dengan tinggi/panjang kostum sekitar 165 cm dan hanya bisa dikenakan orang dewasa.

(30)

Kostum orangutan dipakai dalam kunjungan sekolah di 8 sekolah dasar target dan 2 sekolah menengah atas di Kecamatan Kelay. Kostum orangutan juga sering dipakai dalam acara khusus di Tanjung Redeb (ibukota Kabupaten Berau).

5.4.2. Program Sekolah

Program sekolah dirancang untuk menjangkau masyarakat melalui perantara guru-guru (guru dipercayai sekitar 80% masyarakat sebagai sumber informasi) dan anak-anak (diasumsikan menjadi penyalur informasi kepada orang tuanya). Program sekolah juga dirancang dengan maksud pentingnya memberikan pendidikan dini mengenai konservasi kepada anak-anak. Beberapa program sekolah diantaranya berupa pertunjukkan panggung boneka dan badut maskot (orangutan), seminar pelajar, lomba menggambar dan lain- lain diuraikan pada Tabel 21 berikut:

Tabel 21 Program sekolah untuk menyampaikan pesan konservasi

No.

Program Sekolah (School Visit ‘orangutan

goes to school)

Masyarakat Sasaran Diskripsi

1. Panggung Boneka dan

Kunjungan Maskot

Anak-anak dan guru. Diselenggarakan di 8 sekolah dasar

di 7 kampung dan kota Tanjung Redeb

2. Seminar Pelajar Sasaran: Remaja dan

guru.

Diselenggarakan 2 di SMPN di Kecamatan Kelay.

Acara seminar: permainan

lingkungan,, menyanyi dengan maskot, pemaparan materi, diskusi dan rencana tindak lanjut.

3. Lomba Gambar

Kehidupan di Dalam Hutan

Anak-anak dan guru. Diselenggarakan di 8 sekolah dasar

kampong

4. Lokakarya Penyusunan

Materi Kampanye (Panggung boneka)

Guru sekolah dasar dan guru sekolah minggu.

Dilaksanakan di 3 SDN (Merapun, Sido Bangen (dalam) dan Sido Bangen (luar)

5. Kemah

Konservasi/Kemah Pelajar

Anak-anak, Remaja, Mahasiswa dan Guru.

Diselenggarakan di dalam kawasan, diisi dengan berbagai permainan

lingkungan, diskusi, kreatifitas

hutan dan seni budaya, serta cerdas cermat.

1. Panggung Boneka

Pagelaran panggung boneka (Puppet) adalah salah satu media pendidikan konservasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan konservasi dengan

(31)

target audiens anak-anak. Boneka sebagai salah satu media pada acara kunjungan sekolah merupakan media ajar yang manarik yang berbeda dengan media konvensional lainnya yang biasa digunakan di sekolah.

Dalam kunjungan panggung boneka mengambil judul cerita ‘Petric, Bule Amerika berlibur ke Kawasan Lindung Sungai Lesan’. Adapun selain Petric si bule Amerika, dalam cerita ini terdapat 8 tokoh lainnya yaitu Ninuk dan Tita sebagai murid sekolah dasar yang juga kakab beradik; tokoh Ibu Iba yang bersuamikan Pak Aji dimana keduanya adalah pasangan yang membantu Petric dalam perjalanannya ke hutan di Lesan; Tokoh Bob sang penebang hutan yang selalu mencari kesempatan agar bisa mengambil kayu dan hasil hutan yang bisa untuk diperjualbelikan untuk mendapatkan uang; dan ada juga tokoh Si Poh yang berarti Pohon yang mengalami kesulitan hidup karena adanya berbagai kerusakan di sekitarnya akibat ulah manusia; juga ada tokoh Wawa dan Si Beka alias bekantan yang juga sudah merasa terganggu dengan kerusakan hutan dan sulit mendapatkan makanannya sehari-hari.

Dalam cerita panggung boneka sebagaimana pada Gambar 23 yang dikemas sebagai rangkaian cerita lima bagian ini, ide cerita dan pemberiaan nama para tokoh atas diskusi dengan para guru lokal dan anak-anak lokal lokasi implementasi program. Melalui cerita boneka ini tujuan yang diharapkan yaitu anak-anak mengenal paling tidak tiga satwa penting dalam kawasan, tiga jenis tumbuh-tumbuhan dan arti penting kawasan bagi kehidupan masyarakat. Di akhir cerita para anak-anak spontan saja ingin mengambil bagian, tidak saja bercerita kepada teman-teman dan orang tua mengenai tokoh dan cerita panggung boneka, tetapi mereka juga terlibat dalam mendistribusikan media cetak dari rumah ke

(32)

rumah di kampung mereka, seperti poster dan stiker serta lembar informasi. Bermodalkan semangat dan bahasa sederhana anak- anak, media komunikasi dapat disampaikan dengan baik kepada masyarakat di setiap rumah atau kantor.

2.

Seminar Pelajar

Seminar pelajar dengan mengambil topik Perlindungan dan Pelestarian Kawasan Lindung Sungai Lesan di SMPN 2 Kelay di kampung Merasa dan SMPN 3 Kelay di Sido Bangen. Maksud dari kunjungan ini adalah dalam rangka memperkenalkan kawasan lindung sungai lesan kepada siswa seperti letak kawasan, peran dan fungsi kawasan bagi ekosistem, potensi hewan dan tumbuhan yang ada di dalam kawasan, apa saja yang bisa dimanfaatkan siswa dalam kawasan; dan cara siswa dapat terlibat dalam upaya-upaya pelestarian kawasan ini demi masa depan mereka sendiri dan anak cucu.

Metode seminar pelajar pada Gambar 24 untuk menyampaikan pesan konservasi hutan dilakukan melalui permainan lingkungan, lagu dan lomba berjoget diiringi lagu konservasi, pertunjukkan kostum orangutan untuk mempertontonkan spesies maskot, diskusi/tanya jawab pelajar dan narasumber, serta pertunjukkan pidato/puisi di depan para peserta seminar lainnya. Tanggapan positif guru terhadap seminar lingkungan ini sangat positif, karena menurut mereka selama ini mereka mengajarkan tentang lingkungan hidup kurang efektif dan kurang menarik perhatian siswa dan materinya pun hanya terintegrasikan dalam beberapa mata pelajaran sekolah.

(33)

3. Lomba Gambar Kehidupan di dalam Hutan

Lomba gambar dilakukan pada saat kunjungan ke setiap sekolah di lokasi target (Gambar 25). Hasil gambar anak-anak ini tidak hanya sederetan hutan, gunung dan sungai; tetapi beberapa dari gambar murid-murid sekolah dasar ini sudah memperlihatkan hubungan suatu jaring- jaring kehidupan antar komponen ekosistem di dalamnya, yaitu kehidupan hutan yang terdiri dari unsur pohon-pohonan, satwa/hewannya (orangutan, burung, babi), terdapat tanah, sungai dengan ikan di dalamnya, serta manusia yang sangat tergantung dengan hutan. Jika dari pertimbangan aspek teknis menggambar (pewarnaan, komposisi, dan lain sebagainya) gambar-gambar anak-anak lokal ini akan jauh dari dari sempurna, akan tetapi nilai intrinsiknya anak-anak ternyata dengan kepekaannya telah memahami adanya kehidupan yang penting di dalam hutan dan sekitarnya.

Lomba gambar dilaksanakan untuk melihat sejauh mana pemahaman anak-anak atas pentingnya hutan bagi kehidupan sekarang dan yang akan datang. Anak-anak yang antusias mengikuti lomba gambar, demikian juga menonton pertunjukkan panggung boneka dan pertunjukkan kostum maskot bersama-sama. Hasil karya anak- anak lokal ini dijadikan materi dasar pembuatan kalender 2009.

4. Lokakarya Panyusunan Materi Pendidikan Konservasi

Lokakarya guru yang diselenggarakan pararel di 4 sekolah sekitar Kawasan Lindung Sungai Lesan. Lokakarya bertujuan untuk menyusun materi panggung boneka, membangun kepemilikan guru atas program pendidikan konservasi ini dan kepemilikan para guru atas kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan. Para guru menjadi ujung tombak terbangunnya kepemilikan komunitas Gambar 25 Lomba gambar kehidupan di dalam hutan.

(34)

yang dilaksanakan pada bulan Januari 2008 diketahui tokoh guru dipercaya 80% oleh masyarakat peladang di 7 desa sekitar Kawasan Lindung Sungai Lesan.

Lokakarya penyusunan materi panggung boneka (Gambar 26) menghasilkan tujuan rencana pementasan panggung boneka dan satu cerita panggung boneka mengenai harmonisasi hidupan liar dalam hutan, konflik orang utan dan manusia di kampung serta pesan moral bahwa orangutan dan satwa liar lainnya yang termarjinalkan adalah korban ulah manusia yang kurang bijak mengelola sumberdaya hutan sehingga hutan sebagai habitat satwa liar semakin berkurang dan terdegradasi. Menurut para guru, bukan hanya orang dewasa yang perlu mengenal hutan tetapi anak-anak pun perlu diperkenalkan hutan sejak dini mengenai hutan lindung, peran dan fungsi tumbuhan dan hewan yang ada di dalam hutan, fungsi dan manfaat hutan /ekosistem bagi kehidupan manusia, dan bagaimana cara-cara yang sederhana bagi anak-anak dapat terlibat dalam upaya pelestarian Hutan Lindung Sungai Lesan.

5. Kemah Konservasi/Kemah Pelajar

Program kemah pelajar dilaksanakan di stasiun penelitian Lejak- Kawasan Lindung Sungai Lesan, terselenggara atas kerjasama Badan Pengelola Kawasan Lindung Sungai Lesan (BP Lesan) dan The Nature Conservancy (TNC). Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan fungsi dan manfaat hutan di Lesan kepada para siswa dan guru. Kawasan adalah laboratorium alam dimana para siswa dan guru dapat belajar dan mengenal hutan dan lingkungan. Kemah pelajar yang berlangsung 3 hari tersebut diisi dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan unsur edukasi dan hiburan. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya berbagai

(35)

permainan lingkungan, pagelaran seni dan budaya lokal, tracking dan identifikasi hewan dan tumbuhan dalam hutan, perlombaan kreatifitas hasil hutan serta cerdas-cermat antar sekolah (Gambar 27).

5.4.3. Program Media Massa (Cetak, Audio Visual dan Visual)

Komunikasi media massa merupakan komunikasi yang menggunakan media massa sebagai salurannya (Wiryanto, 2004). Untuk menjangkau media massa (orang banyak) yang jumlahnya banyak dan tersebar di berbagai lokasi, maka penggunaan media massa merupakan cara yang efektif dan cepat. Jika memerlukan frekuensi yang tinggi dan jangkauan luas maka media yang efektif adalah radio (Riswandi, 2009). Dalam program pendidikan konservasi Kawasan Lindung Sungai Lesan media massa yang digunakan yaitu berupa media cetak (koran harian) dan media visual elektronik (televisi) sebagaimana Tabel 22.

Tabel 22 Program media massa untuk penyampaian pesan konservasi

No. Program Media Masyarakat Sasaran dan

Hasil Diskripsi

1. Dialog interaktif (live) Masyarakat umum (pendengar

radio), 30 Episode.

Live talkshow khusus dengan

menghadirkan audiens pelajar/guru dilaksanakan ke studio

Disiarkan langsung (live) setiap 2 minggu sekali pada hari Rabu jam 14.00 – 16.00 wita. Talkshow diisi dengan pemataran materi, kuis dan diselingi lagu dan PSA.

2. Iklan layanan

masyarakat atau

Public Service Announcement (PSA)

Masyarakat umum (pendengar radio).

Disiarkan minimal 2 kali dalam seminggu dan khususnya saat dialog interaktif (hari Rabu) akan diputar berulang-ulang.

Disiarkan langsung (live) di RSPD Berau bersama program dialog interaktif dan sesuai kebutuhan

(36)

Tabel 22 Program media massa untuk penyampaian pesan konservasi (lanjutan)

No. Program Media Masyarakat Sasaran dan

Hasil Diskripsi

3. Liputan Program

Teropong Indosiar

Masyarakat umum di Kecamatan Kelay dan Tanjung Redeb, ibukota Kabupaten Berau.

Diproduksi dalam 1episode.

Liputan dilakukan di Kampung Lesan Dayak, Muara Lesan dan Merasa

4. Liputan Program Si

Bolang (Bocah Petualang) Trans 7

Masyarakat umum di Kecamatan Kelay dan Berau. Dua Episode.

Televisi Trans 7 dalam program anak-anak Si Bolang (Bocah Petualang) berkunjung dan melakukan liputan di Lesan Dayak dan Kawasan Lindung Sungai Lesan

5. Liputan Berau

Televisi

Masyarakat umum Tanjung Redeb dan Pemerintah Kabupaten.

Satu Episode.

Liputan dilakukan bersamaan dengan kunjungan Bupati Berau ke kawasan dan peresmian guest house Badan Pengelola

6. Liputan Kaltim Post

dan Radar Tarakan

Masyarakat umum dan Pengambil kebijakan (Bupati dan DPRD).

Empat berita dan 2 berita lainnya sama dengan berita Radar Tarakan (koran satu grup dengan Kaltim Post)

Liputan mengenai potensi kawasan dan cerita kunjungan Bupati Berau

7. Liputan Tribun

Kaltim/Pro Media

Masyarakat umum dan Pengambil kebijakan (Bupati dan DPRD).

Empat artikel bersambung “Selamatkan Kawasan Sungai Lesan”

Liputan dilakukan di wilayah Long Beliu dan kampung sekitar Kawasan Lindung Sungai Lesan.

1. Dialog Interaktif (Live)

Radio efektif menjangkau audiens karena sifat radio yang bisa didengarkan sembari melaksanakan aktivitas lain. Manfaat lain sangat mungkin penyampaian pesan-pesan dapat dilakukan berulang-ulang (Wiryanto, 2004; Soemanagara, 2008). Asumsi dasarnya jika pesan selalu disampaikan maka akan berdampak pada terjadinya kesadaran dan perubahan perilaku dan dukungan publik terhadap kawasan Lindung Sungai Lesan. Dialog interaktif di radio membahas suatu topik tertentu dan menghadirkan nara sumber dan kunjungan pendengar ke studio. Program ini dilakukan langsung (live) setiap 2 minggu sekali pada hari Rabu jam 14.00 – 16.00 wita di RSPD (Radio Siaran Pemerintah daerah) Berau. Waktu ini dipilih asumsinya akan lebih menarik banyak pendengar.

(37)

Program dialog interaktif (Gambar 28) memungkinkan terjadinya dialog interaktif antara nara sumber dan audiens (pendengar). Untuk menarik partisipasi audiens program ini dilakukan dengan mendiskusikan topik yang menarik mengenai Kawasan Lindung Sungai Lesan yang belum diketahui oleh audiens. Di beberapa episode juga diundang sekelompok siswa, guru dan nara sumber berkompeten ke studio radio. Agar lebih diminati di akhir sesi acara selalu ada umpan balik dari pendengar dengan menyediakan ruang tanya jawab dan kuis dimana setiap yang menjawab mendapatkan hadiah. Pada saat pelaksanaan atau di beberapa hari sebelum on air, dialog interaktif juga diberitakan/diumumkan di radio serta ada pemutaran lagu kawasan Lindung Sungai Lesan untuk Anak Cucu berulang-ulang agar pesan lebih melekat.

2. Iklan Layanan Masyarakat (PSA)

Pesan yang disampaikan melalui iklan atau PSA (Public Service Announcement) yaitu kehidupan masyarakat di sekitar kawasan dan di Tanjung Redeb sangat bergantung kepada Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kawasan Lindung Sungai Lesan juga merupakan habitat orangutan Kalimantan, Pembukaan kawasan hutan yang tidak memperhatikan nilai ekologi membuat kehidupan masyarakat menjadi susah dan Pemanfaatan yang berkelanjutan merupakan solusi yang tepat akan tetapi keterlibatan semua pihak menjadi keharusan.

3. Liputan Program Teropong Indosiar

Liputan Televisi Indosiar merupakan liputan program petualangan dan budaya lokal masyarakat yang bersahabat dengan alam. Liputan Indosiar sebagaimana pada Gambar 29 dilaksanakan di Kampung Lesan Dayak, Muara Gambar 28 Situasi dialog interaktif di RSPD Berau.

(38)

Lesan dan Merasa Mei 2008. Proses peliputan didampingi aparat kampung dan tokoh Adat Dayak Gaai, sebagian warga Lesan Dayak dan staff The Nature Conservancy. Kehidupan keseharian masyarakat Dayak Gaai yang diliput oleh Indosiar diantaranya adalah kegiatan menganyam tikar tradisional, kegiatan menangkap ikan secara tradisional dengan cara menjala dan memasang pukat, kegiatan piknik bersama warga kampung di kersik Sungai Kelay, kegiatan gotong-royong membangun rumah dan membersihkan balai kampung, pagelaran tarian daerah dan lain- lain.

Pemilihan media nasional (Indosiar) diasumsikan media ini akan dapat menjangkau para pemangku kepentingan terutama di level kabupaten, level propinsi dan nasional. Dengan demikian dukungan terhadap program konservasi Kawasan Lindung Sungai Lesan dapat lebih kuat. Liputan Indosiar disiarkan dalam satu episode/tayangan.

4. Liputan Program Si Bolang (Bocah Petualang) Trans 7

Liputan Televisi Trans 7 melalui program Si Bolang (Bocah Petualang) dilakukan di Lesan Dayak (kampung terdekat dengan kawasan) dan di dalam Kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan pada bulan Agutus 2008. Pemain Si Bolang adalah anak-anak lokal yang dipilih melalui audisi. Adapun prosesnya disaksikan seluruh warga kampung. Setelah melalui audisi yang ketat maka terpilih sebagai pemain Si Bolang yaitu Ellianus, Bertus, Ilbi, Veronika, Roni dan Sumanto (murid-murid SDN 003 Lesan Dayak).

Liputan yang dilakukan selama 5 (lima) hari di mengambil beberapa adegan aktivitas anak-anak lokal bersama teman-teman dan atau dengan keluarga Gambar 29 Liputan Indosiar di Lesan Dayak dan Merasa.

Gambar

Gambar  9 Desain poster yang diuji cobakan.
Gambar  10  Desain kaos yang diuji cobakan.
Gambar  11  Desain stiker/pin yang diuji cobakan.
Gambar  12 Ibu Guru sedang menciptakan lagu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pengumuman laba (laba kotor, laba operasi, dan laba bersih) berpengaruh terhadap perubahan harga saham dan laba yang lebih

Berdasarkan uraian diatas menunjukkan secara jelas bahwa penguasaan teknik pengisisan buku raport sangat penting dalam menyusun laporan hasil belajar siswa dan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasangan kohabitasi yang mempunyai latar belakang keluarga bercerai (broken home) serta yatim memaknai kohabitasi sebagai

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (dalam Sprinthal & Sprinthal, 2009: 554) prestasi akademik dapat diprediksi dengan mengukur SRL yang dimiliki

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Kualitas Semen Segar Sapi Bali (Bos javanicus) pada Kelompok Umur yang Berbeda ”.. Penulis menyadari dalam penyusunan

Kebijakan dalam hal program acara yang diberikan oleh Kompas TV di Jakarta terkait Kompas Jatim tersebut merupakan kebijakan dari induk jaringan untuk tetap menayangkan

Penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dll, secara holistik dengan cara

Uji hipotesis secara simultan dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikan secara simultan atau keseluruhan pengaruh dari variabel independen terhadap