• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 1989:101). Ide merupakan esensi dari apa yang kita bicarakan dan kata-kata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. 1989:101). Ide merupakan esensi dari apa yang kita bicarakan dan kata-kata"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan proses berbahasa lisan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, merefleksikan pengalaman, dan berbagi informasi (Ellis, 1989:101). Ide merupakan esensi dari apa yang kita bicarakan dan kata-kata merupakan untuk mengeksresikannya. Berbicara merupakan proses yang kompleks karena melibatkan berpikir, bahasa, dan keterampilan sosial.

Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar utama dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1) merupakan mode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan tipe kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai. Dari 2796 bahasa di dunia, semuanya memiliki bentuk bahasa lisan, tetapi hanya 153 saja yang mengembangkan bahasa tulisnya (Suryanto, 2008;34).

Anak-anak memasuki awal sekolah sudah mampu berbicara untuk mengekspresikan kebutuhannya, bertanya, dan untuk belajar tentang dunia yang akan mereka kembangkan. Namun demikian, mereka belum mampu untuk memahami dan memproduksi kalimat-kalimat kompleks dan belum memahami variasi penggunaan bahasa yang didasarkan pada situasi yang berbeda. Hal ini menjadi tangung jawab guru untuk membangun pondasi kemampuan berbahasa,

(2)

9

terutama kemampuan berbahasa lisan dalam kaitannya dengan situasi komunikasi yang berbeda-beda.

Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda. Tarigan (dalam Suryanto, 2008;38) menyebutkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audioble) yang terlihat (visible).

Dalam kegiatan menyimak, aktivitas kita diawali dengan mendengar dan diakhiri dengan memahami atau menanggapi (dalam Hariyadi 1996 : 19). Kegiatan berbicara tidak demikian, kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan tersebut. Penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian informasi, gagasan, serta pendapat yang selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan sampai ke tujuan secara tepat.

Dalam menyampaikan pesan, seseorang menggunakan bahasa, dalam hal ini ragam bahasa lisan. Seseorang yang menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat mengerti atau memahaminya. Apabila isi pesan itu dapat diketahui oleh penerima pesan, maka akan terjadi komunikasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi tersebut pada akhirnya akan menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.

(3)

10

Pemberi pesan sebenarnya dapat juga disebut pembicara dan penerima pesan disebut juga sebagai pendengar atau penyimak atau disebut juga dengan istilah lain kamunikan dan komunikator. Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara dan peristiwa atau proses penerima pesan yang disampaikan secara lisan itu disebut menyimak. Dengan demikian, berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan, sedangkan menyimak adalah keterampilan menerima pesan yang disampaikan secara lisan.

Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud, 1984/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Tarigan (1983:15), misalnya mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Proses komunikasi itu dapat digambarkan dalam bentuk diagram berikut ini (Rofiuddin, 1997:6).

Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (Davis, 1981:3). Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada komunikan. Bahasa

(4)

11

lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkannya adalah udara. Selanjutnya, simbol yang disalurkan lewat udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh komunikan, ia dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh komunikator. Tahap selanjutnya, komunikan memberikan umpan balik kepada komunikator. Umpan balik adalah reaksi yang timbul setelah komunikan memahami pesan. Reaksi dapat berupa jawaban atau tindakan. Dengan demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara komunikator dengan komunikan.

Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan, dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas emosi, misalnya tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.

Berbicara juga tidak terlepas dari faktor neurologis, yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.

(5)

12

Berbicara merupakan tuntunan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial sehingga dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Stewart dan Kenner Zimmer (Hariadi dan Zamzani,1997:56) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu, baik aktivitas individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam berbagai kehidupan keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dilatihkan secara rekursif sejak jenjang pendidikan sekolah dasar.

2.1.2 Tujuan Berbicara

Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara. Mudini Salamat Purba 2013, http://www.scribd.com/doc/27898415/Penulis-Mudini-Salamat-Purba-Penyunting-Elina-Syarif" (Online) (diakses 22 Januari 2013)

Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan adalah sebagai berikut: - Mendorong atau Menstimulasi,

Tujuan suatu uraian dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar.Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkanemosi para pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang bertanding bertujuan agar para atlet memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi.

(6)

13

- Meyakinkan,

Tujuan suatu uaraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila pembicaraberusaha mempengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alatyang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat uraian untukmeyakinkan pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah adanya persesuainkeyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan

- Menggerakkan,

Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara menghendakiadanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suaturesolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan ituadalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi

- Menginformasikan

Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara inginmemberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti danmemahaminya. Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas,seorang dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisimenyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya

- Menghibur.

Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur , apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraanseperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, ataupertemuan

(7)

14

gembira lainnya. Humor merupakan alat yang paling utama dalamuraian seperti itu. Reaksi atau response yang diharapkan adalah timbulnyarasa gembira, senang, dan bahagia pada hati pendengar.

2.1.3 Proses Berbicara

Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara vertikal tidak saja horizontal. Maksudnya, mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervariasi, dan sebagainya. Dengan kata lain, perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai dari fonem, kata, frase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran linguistik.

Proses pembentukan kemampuan berbicara ini dipengaruhi oleh pajanan aktivitas berbicara yang tepat. Bentuk aktivitas yang dapat dilakukan di dalam kelas untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisan siswa antara lain: memberikan pendapat atau tanggapan pribadi, bercerita, menggambarkan orang/barang, menggambarkan posisi, menggambarkan proses, memberikan penjelasan, menyampaikan atau mendukung argumentasi (Depdikbud, 1984/85 :9).

2.1.4 Jenis-Jenis Berbicara

Menurut Harris (dalam Safari, 2003;82) bahwa untuk pelaksanaan berbicara dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu wawancara, rekaman/diucapan dan tertulis. Adapun jenis berbicara sebagai berikut ;

(8)

15

Wawancara lebih memfokuskan pada tekan aspek ucapan, pemahaman tatabahasa, kosa kata kefasihan saat bicara serta maksud pembicaraan.

b. Rekaman/diucapan

Rekaman dengan cara mendengarkan ujaran-ujaran yang direkam atau dibacakan, dengan menilai dengan cara memahami bukti pembicaraan melalui rekaman tersebut.

c. Tertulis

Teknik pengujian melalui ucapan yang dibuat dalam bentuk tulisan oleh setiap orang.

2.1.5 Aspek-aspek Penilaian Berbicara

Menurut Safari ( 2003;82) keterampilan berbicara dapat diukur melalui berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan di kelas, misalnya;

a. Berbicara tentang apa yang diketahui, (diketahui, didengar, dibaca, dilihat, diamati, diingini, dipikirkan, ditonton, dialami, dirasakan,;

b. Berpidato, berceramah c. Bercerita

d. Berdiskusi dan seminar e. Berwawancara

f. Memperkenalkan dan membawa acara g. Berbicara melalui telepon.

Secara umum aspek-aspek penilaian dalam berbicara antara lain ; a. Aspek kebahasaan, diantaranya;

(9)

16

Ketepatan penggunaan; nada/irama, pilihan kata, ungkapan, istilah, variasi kata, tata bentukan, dan struktur kata.

b. Aspek pengungkapan, diantaranya; Kelancaran

Gerak-gerik atau mimik

Kefasihan, kejelasan dan kesederhanaan c. Aspek penampilan dan sikap, diantaranya;

Keberanian dan semangat, menghirmati, menghargai, percaya diri, memikat lawan.

Pandangan mata

d. Aspek materi yang dibicarakan, diantaranya; Tingkat penguasaan materi yang dibicarakan Kesesuaian/relevansi topic

2.1.6 Pengertian Model Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dikemukakan oleh Aroson, Blanney, dan Stephen, Sikes dan Snapp ( dalam Supandi dan Zainuri 2005). Teknik ini selain didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri, juga menuntut saling ketergantungan yang pistif (sating membantu) terhadap teman sekelompok. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga hams siap mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompoknya. Dengan demikian siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan hams bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi dan tugas yang diberikan. Selain itu, siswa bekerjasama dalam suasana

(10)

17

gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.(Lie, 2004:69)

Dalam penggunaan teknik jigsaw ini, dibentuk kelompok-kelompok heterogen beranggotakan 4-6 siswa. Materi pengajaran diberikan kepada siswalmahasiswa dalam bentuk tes dan setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan materi tersebut dan mampu mengajarkannya pada anggota kelompok lainnya( Slavin, dkk. 1995).

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa.

Aktif tidaknya siswa dalam pembelajaran turut ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain kemampuan intelektual, kemampuan berbahasa dan metode yang digunakan dosen dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan guru akan menjadi perangsang munculnyya aktivitas belajar siswa. Misalnya, metode ceramah memiliki rangsangan yang rendah tehadap aktivitas belajar siswa, dibanding dengan metode diskusi atau metode eksperimen. Oleh sebab itu, setiap guru hendaknya menggunakan metode yang dapat memberikan rangsangan bagi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga, informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa didalam proses

(11)

18

belajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun untuk maksud ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan fisik dan tidak nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalakan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan adalah kooperatif tipe jigsaw.

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. ipotes.wordpress.com/2008/05.

Keunggulan model pembelajaran tipe jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

(12)

19

Dalam model pembelajaran jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal (Muslimin 2000:20).

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.

(13)

20

Salah satu tipe yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif adalah tipe jigsaw. Muslimin (2000:21) menjelaskan bahwa dalam penerapan model pembelajaran jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Materi pelajaran diberikan dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab mempelajari bagian-bagian tertentu dari bahan yang diberikan guru. Berikut ilustrasi pembelajaran tipe jigsaw menurut Muslimin (2000:22) dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar; Ilustrasi Pembelajaran Tipe Jigsaw = Kelompok asal

= Kelompok tamu

= Bagian dari kelompok asal

Gambar diatas adalah ilustrasi penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw saat proses pembelajaran berlangsung. Ilustrasi tersebut secara ringkas dapat dijelas sebagai berikut;

(14)

21

a. Langkah pertama; Guru menjelaskan secara umum materi yang akan disajikan dan menghendaki adanya pertanyaan dari siswa berkenaan dengan penjelasan-penjelasn tersebut.

b. Langkah kedua ; Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan 5 orang, kelompok ini diberi nama kelompok asal.

c. Langkah ketiga ; dari kelompok asal dipilih satu orang untuk dibentuk menjadi kelompok ahli.

d. Langkah keempat; kelompok ahli diberikan materi dan membahasnya, sedangkan anggota kelompok asal yang tersisa diberikan materi yang sama untuk dipelajari dan dalam bimbingan dan pengawasan baru.

e. Langkah kelima; Kelompok ahli membubarkan diri dan kembali ke kelompoknya masing-masing dan menjadi tutor di kelompoknya dalam menjelaskan materi.

f. Langkah keenam; Siswa diberikan tugas mandiri berkenaan dengan materi yang telah dipelajari, dengan pengawasan dan bimbingan guru terutama terhadap siswa yang kesulitan belajar.

2.1.7 Teknik Jigsaw

Teknik jigsaw memungkinkan siswa belajar dari sesama teman. Dengan demikian mereka lebih leluasa untuk bertanya, memberikan jawaban terhadap pertanyaan teman, mengemukakan pendapat atau mengkritik pendapat teman. Aktivitas belajar ini menjadi terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali jika berhadapan dengan guru. Sebab berhadapan dengan guru (menurut siswa) tidak lepas dari persoalan penilaian. Pada umumnya siswa tidak mau dinilai salah,

(15)

22

sehingga mereka lebih banyak memilih diam, menerima soal yang dijelaskan oleh guru. Berbagai aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar tentu akan membantu mereka untuk lebih memahami materi yang mereka pelajari..

2.1.8 Langkah-langkah Model Jigsaw

Aronson,Blaney, Stephen, Sikes,dan Snapp ( 1978 ) mengemukakan langkah-langkah Model Jigsaw sebagai berikut.

a) Siswa dibagi dalam kelompok kecil setiap kelompok terdiri dari 3 - 5 orang siswa.

b) Setiap anggota kelompok diberi tugas yang berbeda.

c) Tiap siswa dalam kelompok membaca bagian tugas yang diperolehnya. d) Guru memerintahkan siswa yang mendapat tugas yang sama berkumpul

membentuk kelompok ban) (kelompok ahli) untuk mendiskusikan tugas tersebut.

e) Setiap siswa kelompok-kelompok baru mencatat hasil diskusinya untuk dilaporkan kepada kelompok semula (kelompok lama).

f) Selesai diskusi sebagai tim ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal (semula) untuk menyampaikan hasil diskusi ke anggota kelompok asal dan secara bergilir atau bergantian dari tim ahli ke yang berbeda tugasnya.

g) Setelah seluruh siswa selesai melaporkan, guru menunjuk salah satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya, dan siswa lain diberi kesempatan untuk menanggapinya.

(16)

23

2.1.9 Keunggulan dan Kelemahan Model Jigsaw

Teknik Jigsaw memiliki beberapa keunggulan dalam memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi diri. Menurut (Sanjaya, 2006:6) Beberapa keunggulan itu adalah:

a. Dapat menambah kepercayaan siswa akan kemampuan berpikir kritis. b. Setiap siswa akan memiliki tanggung jawab akan tugasnya.

c. Mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide atau gagasan dalam memecahkan masalah tanpa takut membuat salah.

d. Dapat meningkatkan kemampuan sosial: mengembangkan rasa harga diri dan hubungan interpersonal yang positif

e. Waktu pelajaran lebih efisien dan efektif f. Dapat berlatih berkomunikasi dengan baik.

Dan kelemahan dari Pembelajaran Jigsaw Menurut (Roy Killen, 1966) diantaranya adalah:

a) Prinsip utama pembelajaran ini adalah "Peerteaching" yaitu pembelajaran oleh teman sendiri. Ini akan menjadi kendala karena persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak diperlukan agar jangan sampai terjadi salah konsep (Miss Conception).

b) Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak percaya difi, pendidik harus mampu memainkan perannya dalam memfasilitasi kegiatan belajar.

(17)

24

oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenal tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.

d) Awal pembelajaran ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bias berjalan dengan baik.

e) Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (> 40 siswa) sangat sulit. 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Kajian relevan dalam penelitian ini yang ditulis; oleh Risna Habi 2012 dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa kelas III SDN 33 Kota Selatan Kota Gorontalo tahun 2012”. Dengan rekomendasi penelitian bahwa dengan menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw maka akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas II yang berjumlah 28 orang yang terdiri dari 10 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan. Hasilnya menunjukkan bahwa pada siklus 1 diperoleh data bahwa dari jumlah 28 orang yang dikenai tindakan 12 orang (54%) yang memiliki kemampuan mendeskripsikan benda dan pada siklus II meningkat menjadi 23 orang (89%) atau dikatakan sudah memiliki kemampuan mendeskripsikan benda.

Kajian penelitian yang ditulis oleh Gatot Suherman 2010 dengan judul penelitian “Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Model

(18)

25

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas IV SDN Sriwedari Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011.

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini berupa digunakan adalah informasi dari narasumber yaitu guru kelas IV, hasil kolaborasi atau kerjasama antara peneliti dengan guru kelas. Sumber data yang pengamatan proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan dokumen resmi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalahmenggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis observasi, wawancara, dan tes. Untuk menguji validitas data penulis data yang digunakan adalah diskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai keterampilan berbicara siswa pada suatu siklus dengan siklus sebelumnya dan analisis kritis yaitu mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa selama pembelajaran. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan (4) refleksi

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai rata-rata hasil tes awal nilai rata-rata kelas mencapai 68,21 dengan ketuntasan klasikal 63,15%. Padasebelum tindakan yaitu 63,19 dengan ketuntasan klasikal 36,84%. Pada siklus I,siklus II nilai rata-rata kelas meningkat 77,89 dengan ketuntasan klasikal 78,94%.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas IV SDN SriwedariSurakarta tahun ajaran 2010/2011.

(19)

26

Berbicara dengan Metode Kooperatif Teknik JigsawPada Siswa Kelas III SD Negeri Wonosaren 2 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 menyimpulkan dengan pengunaan metode kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan keterampilan berbicara. Hasil tes keterampilan berbicara pada siklus I mengalami ketuntasan belajar sebanyak 46%, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 76% dan hasil tersebut meningkat lagi pada siklus III, yaitu 87%.

Penelitian Ari Lidyana tersebut di atas, relevan dengan penelitian ini. Persamanan dengan penelitian ini yaitu penggunaan model kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan keterampilan berbicara. Selain memiliki persamaan, kedua penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan Ari Lidyana untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas III tahun ajaran 2009/2010, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan berbicar a pada siswa kelas IV tahun ajaran 2010/2011

Kajian relavan di atas setelah ditelah dan dianalisis bahwa judul diatas memiliki keterkaitan atau relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan saat ini, namun peneliti dalam hal ini lebih memfokuskan penelitian pada kemampuan berbicara melalui model Jigsaw.

2.3 Hipotesis Tindakan

Memperhatikan uraian teori, materi, serta rumusan masalah tersebut diatas, maka hipotesis pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut; “Jika Guru Menggunakan Model Jigsaw, maka kemampuan berbicara siswa di Kelas IV SD Negeri 4 Bone Pantai akan meningkat”

(20)

27

2.4 Indikator Kinerja

Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan peneltian tindakan kelas ini minimal 80 % dari 20 siswa memperoleh kategori mampu dalam berbicara melalui model Jigsaw.

Gambar

Gambar diatas adalah ilustrasi penerapan model pembelajaran kooperatif tipe  jigsaw  saat  proses  pembelajaran  berlangsung

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi sistem informasi geografis ini dapat menampilkan data- data yang berkaitan dengan informasi tempat wisata di wilayah DKI Jakarta, memberikan kemudahan

Pembiayaan konsumtif digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seperti pembiayaan hunian syariah (pembelian

By inviting their audiences to get to the bottom of their narrative enigmas, conspiratorial television shows encourage precisely such a behavior – and user

Dengan tidak bekerja, seorang ibu hamil bisa mendapatkan informasi seputar kehamilan dan persalinan yang akan dihadapi baik melalui media elektronik atau cetak dan

Berdasarkan uraian di atas maka pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan implementasi model pembelajaran Problem Posing dengan metode Brainstorming diharapkan dapat

Building Approvals adalah sebuah indikator yang menghitung pertumbuhan jumlah rumah baru di suatu negara.Contoh : Jika nilai Building Approvals Ausi lebih tinggi dari nil ai

Toisaalta, tulosten perusteella voidaan esittää, että pelaajan ja pelihahmon välinen suhde on myös merkityksellisessä osassa pelaamista sekä pelaajan ja pelihahmon

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan,