• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemampuan mengamati, kemampuan menilai, kemampuan menyimpulkan, kemampuan bertanya, dan kemampuan menjawab pertanyaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemampuan mengamati, kemampuan menilai, kemampuan menyimpulkan, kemampuan bertanya, dan kemampuan menjawab pertanyaan."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kemampuan Siswa

Kemampuan siswa dapat dilihat dari unjuk kerja yang ditampilkan oleh siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Misalnya kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengamati, kemampuan menilai, kemampuan menyimpulkan, kemampuan bertanya, dan kemampuan menjawab pertanyaan.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan seseorang. Yaitu faktor dari dalam itu sendiri maupun faktor dari luar. Faktor dari dalam meliputi intelegensi, kondisi jasmani dan rohani seseorang. Sedangkan faktor dari luar yang mempengaruhi kemampuan kemampuan seseoranmg terutama siswa adalah faktor lingkungan. Berbicara mengenai faktor lingkungan tidak lepas dari lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat (Laguna, 2008: 5).

2.2 Hakikat Menulis Karangan 2.2.1 Pengertian Menulis Karangan

Banyak orang yang lebih menyukai membaca daripada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam kehidupan mayarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan (Abdurrahman, 2003: 223-224).

(2)

Mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami (Resmini dan Juanda, 2007: 154)

Karangan merupakan suatu hasil ungkapan ide, gagasan, dan perasaan yang diperoleh melalui kegiatan berpikir kritis dan kreatif. Pelaksanaan kegiatan menulis menuntut proses berpikir. Dalam menulis, siswa akan memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dituliskannya sehingga ide dan gagasan dapat dituliskan secara baik (Resmini, dkk. 2006: 229).

Hadis (dalam Resmini, dkk. 2006: 230) mengemukakan pendapatnya bahwa belajar berpikir dapat dilakukan melalui kegiatan menulis atau mengarang. Menulis karangan mendorong anak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum menuliskan karangannya.

Wira (2013: Online) mengemukakan bahwa menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersamaan. Ketika kita menulis, disitu juga kita berpikir apa yang akan kita tuangkan dalam tulisan tersebut. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat menuangkan segala ide atau gagasan yang ada dalam pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan potensi yang dimilikinya dalam menulis.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa menulis karangan adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide atau gagasan pikirannya

(3)

dalam bentuk tulisan yang dapat dibaca dan dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain.

2.2.2 Tujuan Mengarang

Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran mengarang yaitu agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran mengarang.

Selain itu juga, diharapkan siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan membuat karangan, namun juga diperlukan kecermatan untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan dengan cara membuat karangan yang menarik untuk dibaca. Diantaranya mereka harus dapat menyusun dan menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya, sehingga menjadi karangan yang utuh.

Selain itu, Hugo Hartig (dalam Resmini dan Juanda, 2007: 118) mengemukakan tujuan menulis adalah sebagai berikut:

a) Assignment Purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, buka atas kemauan sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku).

b) Altruistick Purpose (tujuan altruistik)

Penulis bertujuan menyenangkan pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan

(4)

penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.

c) Persuasive Purpose (tujuan persuasif)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakannya.

d) Informational Purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberikan informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.

e) Self-expressive Purpose (tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.

f) Creative Purpose (tujuan kreatif)

Tujuan tulisan ini erat kaitannya dengan tujuan pernyataan diri. Tulisan ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistic dan nila-nilai kesenian.

g) Problem-solving Purpose (tujuan pemecahan masalah)

Tulisan ini bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan dapat diterima oleh para pembaca.

(5)

2.2.3 Fungsi Mengarang

Banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan menulis. Menurut Akhadiah, dkk. (dalam Resmini dan Juanda, 2007: 117) ada delapan kegunaan menulis atau mengarang yaitu sebagai berikut.

1) Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan menulis, penulis dapat mengetahui sampai dimana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali pengetahuan dan pengalamannya.

2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan. Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubungkan, serta membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.

3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta yang berhubungan. 4) Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta

mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian, penulis dapat menjelaskan permasalahannya yang semula masih samar.

5) Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara objektif. 6) Dengan menulis sesuatu diatas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan

permasalahannya, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkrit.

(6)

7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain.

8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan penulis berfikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Dengan demikian, menulis atau mengarang sangat berguna sekali dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sebab dengan menulis gagasan, pikiran, dan perasaan terpaparkan dan terorganisasi serta terencanakan dengan tertib dan teratur. 2.2.4 Tahapan dalam Proses Menulis Karangan

Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa fase yaitu fase prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan) (Suparno dan Yunus, 2008: 15).

1) Tahap Prapenulisan

Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis. Pada tahap ini terdapat langkah-langkah kegiatan yaitu memilih topik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan serta mengorganisasikan ide atau gagasan dalam bentuk kerangka karangan.

Menurut Proett (dalam Suparno dan Yunus, 2008: 16) tahap ini merupakan fase mencari, menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh dan diperlukan penulis. Tujuannya adalah untuk mengembangkan isi

(7)

serta mencari kemungkinan-kemungkinan lain dalam menulis sehingga apa yang ingin ditulis dapat disajikan dengan baik.

Agar kita tidak mendapat kesulitan didalam menulis, seharusnya ide atau informasi yang akan kita tuangkan disusun atau diorganisasikan terlebih dahulu. Kita pilah dan tata gagasan-gagasan atau informasi yang saling berkaitan atas bagian-bagian yang tersusun secara sistematis. Hasil pengorganisasian ide-ide itu disebut kerangka karangan atau ragangan. Kerangka karangan adalah panduan seseorang dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan. Sebagai panduan, kerangka karangan dapat membantu penulis untuk mengumpulkan dan memilih bahan tulisan yang sesuai.

Disamping itu, kerangka karangan akan mempermudah pengembangan karangan sehingga dapat terarah, teratur, dan runtut. Hal yang perlu kita ingat, penyusunan kerangka karangan tidaklah selalu dapat sekali jadi. Bisa berkali-kali, ditulis, dikaji ulang, dan diperbaiki lagi. Perbaikan itu tidak hanya sebelum mulai menulis. Bahkan bisa saja sewaktu penulisan sedang berlangsung. Kalau sedang menulis kita menemukan ide yang lebih baik, kita dapat mencantumkannya dalam kerangka yang sudah dibuat, mengganti atau menambahkannya.

Intinya, fase ini merupakan persiapan yang dilakukan penulis agar ia dapat menulis dengan baik. Setelah setiap komponen pada fase ini selesai, maka sebaiknya kita memeriksa dan menilainya kembali barangkali masih ada hal yang belum dilakukan atau perlu diperbaiki.

(8)

2) Tahap Menulis

Pada tahap ini membahas semua butir topik yang ada di dalam kerangka karangan yang telah disusun. Pengembangan topik tersebut dikembangkan dalam suatu gagasan. Dalam mengembangkan gagasan menjadi karangan yang utuh diperlukan kata-kata yang tepat untuk mendukung gagasan. Kata-kata yang telah dipilih harus dirangkai menjadi kalimat-kalimat yang efektif, selanjutnya kalimat tersebut disusun menjadi sebuah karangan yang utuh.

Seperti telah kita ketahui, struktur karangan terdiri atas bagian awal karangan, isi karangan, dan akhir karangan. Awal karangan, berfungsi untuk memperkenalkan sekaligus menggiring pembaca terhadap pokok tulisan kita. Bagian ini sangat menentukan pembaca untuk melanjutkan kegiatan bacanya. Isi karangan, menyajikan bahasan topik atau ide utama karangan, berikut hal-hal yang memperjelas atau mendukung ide tersebut seperti contoh, ilustrasi, informasi, bukti, atau alasan. Akhir karangan, berfungsi mengembalikan pembaca pada ide-ide inti karangan melalui perangkuman atau penekanan ide-ide penting. Bagian ini berisi simpulan, dan dapat ditambah rekomendasi atau saran bila diperlukan.

Kalau pengembangan karangan itu telah dilakukan, itu artinya kita telah menyelesaikan buram (draft) pertama karangan. Tahap berikutnya adalah memeriksa, menilai, dan memperbaiki buram itu sehingga benar-benar menjadi karangan yang baik.

(9)

3) Tahap Pasca menulis

Fase ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram yang kita hasilkan. Kegiatannya ini terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Kegiatan ini bisa terjadi beberapa kali. Perbaikan dilakukan dalam hal ejaan, pemilihan kalimat, penulisan alinea, dan penulisan lainnya. Penulis tingkat sekolah dasar melakukan revisi tulisan perlu dilakukan untuk meneliti secara menyeluruh mengenai penulisan, ejaan, tanda baca, pilihan kata, keruntutan kalimat, dan keruntutan paragraf.

2.2.5 Unsur Mengarang

Dalam mengarang (Resmini dan Juanda, 2007: 154) mengemukakan ada empat unsur mengarang yaitu sebagai berikut.

1) Gagasan (idea), yaitu topik berikut tema yang diungkapkan secara tertulis.

2) Tuturan (discourse), ialah bentuk pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami pembaca.

3) Tatanan (organization)

Ialah tata tertib pengaturan dan penyusunan gagasan dengan mengindahkan berbagai asas, aturan, dan teknik sampai merencanakan rangka dan langkah. 4) Wahana (medium)

Ialah sarana penghantar gagasan berupa bahasa tulis yang terutama menyangkut kosakata, gramatika, dan retorika (seni memakai bahasa secara efektif).

(10)

2.2.6 Jenis-Jenis Karangan

Maryuni (2006: 6) mengemukakan berdasarkan tujuannya, karangan dibagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut.

1) Narasi

Karangan narasi adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis. Karangan narasi disebut juga karangan kisahan karena isinya menceritakan suatu peristiwa atau kisah seseorang. Cerita atau kisah tersebut dapat berupa kisah fiktif atau imajinatif dan dapat pula berupa kisah factual atau nyata.

Di dalam kesusastraan yang termasuk jenis karangan narasi, sebagai berikut. a) Dongeng

Cerita fiktif berbentuk prosa. Pelaku utama yang diceritakan hanya merupakan fantasi saja dan tidak terjadi sesungguhnya.

b) Balada

Cerita berbentuk puisi tentang kehidupan pelaku utamanya dan bersifat liris atau curahan perasaan.

c) Roman

Cerita berbentuk prosa tentang kehidupan pelaku utamanya dan diceritakan secara lengkap dan detail sampai sekecil-kecilnya.

(11)

d) Hikayat

Cerita berbentuk prosa tentang kehidupan pelaku utamanya. Biasanya pelaku utamanya berdarah dewa atau raja. Cerita ini bersifat istana sentris dan ceritanya hanya khayal atau fiktif.

e) Novel

Cerita berbentuk prosa tentang sepotong kehidupan pelaku utamanya dengan menonjolkan perubahan nasib yang membaik.

f) Cerita Pendek/Cerpen

Cerita berbentuk prosa tentang kehidupan pelaku utamanya yang diutarakan secara singkat. Masalah yang disampaikan dalam cerpen hanya tunggal atau tidak kompleks.

2) Deskripsi

Karangan deskripsi adalah karangan yang melukiskan, menggambarkan, memberikan suatu peristiwa atau objek hasil pengindraan dengan sehidup-hidupnya dan bila perlu disertakan data-data kuat agar pembaca dapat merasakan seolah-olah terlibat di dalamnya secara langsung. Data-data yang disertakan dapat berupa peta, gambar, angka, grafik, dan sebagainya. Penggambaran yang dimaksud adalah menggambarkan atau melukiskan segala sesuatu hasil pengindraan dengan menggunakan kalimat-kalimat. Melalui kalimat-kalimat yang disampaikan, pengarang berusaha menggambarkan secara hidup sehingga pembaca dapat merasakan kesan seperti yang dirasakan oleh pengarangnya. Jenis deskripsi dapat berupa dialog antarpelaku ataupun berupa uraian biasa.

(12)

3) Eksposisi

Karangan eksposisi adalah karangan yang menjelaskan, menerangkan, dan memberitahukan suatu peristiwa atau objek dengan tujuan agar orang lain mengetahuinya. Dari paparan karangan ini diharapkan orang lain yang tidak mengetahui menjadi tahu dan orang lain yang tidak jelas menjadi jelas setelah membaca atau menyimak karangan tersebut. Fakta-fakta dalam karangan ini hanya dipakai sebagai informasi. Karangan jenis ini disebut pula karangan bahasan, karena di dalam karangan ini dibahas suatu peristiwa atau suatu objek. Segala sesuatu yang ada pada peristiwa atau objek itu dipaparkan tanpa dipengaruhi oleh kesenangan dan ketidaksenangan terhadapnya.

4) Argumentasi

Karangan argumentasi/persuasi adalah karangan yang mengutarakan gagasan, pendapat, ide, dengan menyertakan bukti-bukti, alasan-alasan untuk meyakinkan orang lain terhadap gagasan ide pendapat yang diungkapkan itu. Karangan argumentasi bertujuan memahamkan terhadap adanya suatu pendapat dan membuat orang lain menerima pendapat, ide, ogagasan yang diungkapkan oleh seseorang.

Pendapat yang diungkapkan dalam argumentasi kadang-kadang dapat merubah perilaku seseorang. Dengan alasan yang kuat argumentasi dapat menuntun pendapat seseorang dan perilaku seseorang pada pendapat dan sikap yang diiungkapkan dalam argumentasi. Oleh karena besarnya pengaruh argumentasi terhadap pembaca, maka alasan yang disertakan dalam argumentasi harus betul-betul

(13)

kuat. Dengan demikian, fakta di dalam argumentasi dijadikan sebagai alat untuk meyakinkan orang lain.

Contoh karangan yang termasuk argumentasi/persuasi adalah studi dan esei. a) Studi, yaitu karangan yang berbentuk prosa tentang suatu masalah yang

pemaparannya berdasarkan buku kepustakaan (literatur), judul dan nama pengarang buku yang digunakan untuk memaparkan masalah dicantumkan di belakang (dibuat daftar pustaka).

b) Esei/essay, yaitu karangan yang berbentuk prosa tentang masalah yang sangat menarik untuk dibahas, misalnya tentang berolahraga, pakaian, kebudayaan, penduduk, pangan, politik, dan sebagainya.

2.2.7 Langkah-Langkah Menulis Karangan

Maryuni (2006: 32) Agar kamu dapat mengarang dengan baik, perhatikan langkah-langkah mengarang berikut ini.

a) Menentukan Topik atau Tema

Langkah paling awal dalam kegiatan mengarang adalah menentukan topik atau tema. Topik atau tema karangan adalah hal pokok yang menjadi inti atau pokok pembicaraan dalam karangan. Topik atau tema itu akan menjiwai seluruh karangan dan merupakan pedoman dalam menyusun karangan.

b) Menentukan tujuan Mengarang

Langkah berikutnya setelah menentukan tema karangan adalah menentukan tujuan mengarang. Tujuan mengarang biasanya berkaitan dengan jenis karangan yang akan ditulis.

(14)

Tujuan mengarang sebagai berikut.

1) Menceritakan atau mengisahkan suatu peristiwa kepada pembaca.

2) Menjelaskan atau memaparkan suatu hal/peristiwa kepada pembaca sehingga mengetahui.

3) Melukiskan suatu peristiwa sehingga pembaca dapat merasakan kesan seperti apa yang kamu rasakan.

4) Meyakinkan pembaca atau mempengaruhi pembaca sehingga pembaca paham dan meyakininya.

c) Menyusun Kerangka Karangan

Sebuah kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja untuk mengarang. Kerangka karangan ini akan memudahkan dalam membuat karanan karena kerangka karangan berisi ide yang berhubungan dengan tema karangan.

d) Mengumpulkan Bahan Karangan

Langkah berikutnya adalah mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan bahan data untuk memperkaya tulisan. Bahan-bahan yang dikumpulkan hendaknya bahan-bahan yang relevan atau sesuai dengan kerangka karangan yang sudah disusun.

e) Mengembangkan Kerangka Karangan Menjadi Karangan yag Utuh

Langkah terakhir membuat karagan adalah mengembangkan kerangka karangan yang sudah disusun menjadi karangan yang utuh. Pada langkah ini, kita mulai merangkai kalimat demi kalimat menjadi sebuah karangan.

(15)

1) Kalimat hendaknya menghadirkan unsur-unsur kalimat secara lengkap sehingga kerancuan kalimat dapat dihindari dan ketidakjelasan kalimat dapat dihilangkan.

2) Perlu diperhatikan pula koherensi antarkalimat dan koherensi antarparagraf. 3) Keefektifan kalimat meliputi kesepadanan, kesejajaran bentuk, penekanan

dalam kalimat

4) Kembangkan paragraf sesuai dengan tujuannya, yaitu paragraf pembuka, paragraf pengubung, atau paragraf penutup.

5) Hal lain yang paling pentuing adalah penggunaan ejaan dan pemilihan kata yang tepat.

2.4 Hakikat Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) 2.4.1 Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Muslich (2007: 41) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Sanjaya (2006: 255) mengemukakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga

(16)

hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertananm erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

2.4.2 Asas-Asas CTL

Masnur Muslich (2007: 44) mengemukakan bahwa CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang memiliki tujuh asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendekatan CTL. Seringkali asas ini disebut juga komponen-komponen CTL.

(17)

1) Konstruktivisme

Komponen ini merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan antara pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

2) Bertanya (questioning)

Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya.

3) Menemukan (inquiri)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.

4) Masyarakat Belajar (learning community)

Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hal ini bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan

(18)

sharing antarteman, antarkelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community ini.

5) Pemodelan (modelling)

Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh misalnya, tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.

6) Refleksi (reflection)

Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru.

(19)

7) Penilaian Nyata (authentic assessment)

Penialaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan baik intelektual amupun mental siswa. Penilaian yang nyata dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar. 2.4.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

Indien (2011: Online) mengemukakan bahwa sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen kontekstual tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.

2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

(20)

3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan memunculkan pertanyaa-pertanyaan.

4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.

5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.

6) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Indien (2011: Online) mengemukakan beberapa keunggulan dari pembelajaran kontekstual adalah:

1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri.

(21)

Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”

3) Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

4) Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.

5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.

6) Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut. 1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual

berlangsung.

2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif

3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian,

(22)

peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan

Abdullah (2009) dengan judul penelitian “Meningkatkan keterampilan siswa menulis karangan narasi melalui pendekatan kontekstual di kelas V SDN Soginti Kec. Paguat Kab. Pohuwato” dengan hasil penelitian pada siklus I dari aspek kesesuaian tema dengan isi karangan meningkat dari 20% menjadi 45% dan dari aspek ketepatan isi dengan pendekatan kontekstual meningkat dari 15% menjadi 40%, sedangkan dari aspek kerapian tulisan meningkat dari 25% menjadi 50%, aspek penggunaan ejaan yang sesuai meningkat dari 25% menjadi 50%. Pada siklus II, aspek kesesuaian tema dengan isi karangan meningkat dari 45% menjadi 85%, aspek ketepatan isi dengan pendekatan kontekstual meningkat dari 40% menjadi 85%, aspek kerapian tulisan meningkat dari 50% menjadi 85%.

Selain itu penelitian juga dilaksanakan oleh Lahami (2012) dengan judul “Penerapan model kontekstual terhadap peningkatan kemampuan menulis puisi di

(23)

kelas V SDN 3 Upomela Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo” dengan hasil penelitian pada siklus I, 33% yang memperoleh criteria tepat, 46,66% memperoleh criteria kurang tepat, dan 20% memperoleh criteria tidak tepat. Dan pada siklus II meningkat menjadi 80% siswa yang memperoleh criteria tepat, 6,66% siswa yang memperoleh criteria kurang tepat, dan 13,33% memperoleh criteria tidak tepat.

Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi, kemampuan menulis puisi, menggunakan pendekatan kontekstual.

Adapun perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang terdiri dari beberapa hal, diantaranya materi pembelajaran yang diajarkan. Pada penelitian ini yang menjadi subyek penelitian yaitu kelas IV SDN 1 Suwawa Kabupaten Bone Bolango, dengan judul kemampuan menulis karangan melalui pendekatan kontekstual. Peneliti melakukan penelitian ini dengan memfokuskan pada aspek-aspek penilaian dalam menulis karangan seperti, pilihan kata, struktur kalimat, dan ejaan (huruf kapital dan tanda baca).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan yang telah dilakukan peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh yang demikian, bertitik tolak daripada permasalahan yang dikemukakan, satu kajian makna dalam PS dan PM berunsurkan haiwan wajar dilakukan dengan menggunakan TSSOR untuk

Di bagian tubuh luar, jaringan epitel membentuk lapisan pelindung terhadap luka-luka mekanis, bahan-bahan kimia, bakteri, dan terhadap kekeringan. Lapisan epitel dalam

Berhak menolak atau mengembalikan laporan penggunaan dana Bantuan Kegiatan Kemahasiswaan PTAI Tahun Anggaran 2007 kepada PIHAK KEDUA apabila ternyata pelaksanaan

Nombor Pendaftaran ……….………...…… dengan ini mengisytiharkan bahawa saya atau mana-mana individu yang mewakili syarikat ini tidak akan menawar atau memberi

Oleh karenanya, hasil di atas merupakan nilai akhir PTN yang telah melalui dua tahapan penilaian keterbukaan informasi publik karena mengembalikan kuesioner penilaian mandiri

Namun, MR menuliskan rencana penyelesaian kurang lengkap, MR hanya menuliskan rencana untuk mencari volume tidak menuliskan rencana untuk mencari jumlah harga batu

Dala perencanaa da Permend erlu lagi me embangan gan e-rapor ng Standar yang mem nilaian yang e-Rapor SM iri dari 4 (e an wewena jalan denga am menginp n penilaian dikbud no

Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi pariwisata adalah suatu aktivitas manusia dalam menyampaikan informasi tentang perjalanan ke suatu daerah maupun