• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel otot polos myometrium. (Nelson, 2010) Neoplasma jinak ini juga berasal dari jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid. (Prawirohardjo, 2009) Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan di uterus. Meskipun leiomioma memiliki potensi untuk tumbuh menjadi ukuran yang besar, tetapi potensi mioma uteri untuk menjadi ganas sangat kecil. Perubahan menjadi bentuk sarkoma muncul dalam kasus kecil dari 1 per 1000 kasus mioma uteri. (Nelson, 2010)

2.2. Anatomi Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah alpukat atau buah pir yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3

bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).

Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ Tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok;

(2)

kelenjar-kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium sangat dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium.

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 120o -130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri mengarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.

Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1.

Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium, dan endometrium. Uterus mendapat darah dari arteri uterina, cabang dari arteri iliaka interna, dan dari arteri ovarika. (Prawirohardjo, 2009)

(3)

Gambar 2.1 Anatomi Uterus Normal

2.3. Klasifikasi Mioma Uteri

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:

(4)

1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut myomgeburt.

2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat juga tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid. (Prawirohardjo, 2009)

(5)

Gambar 2.2 Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasinya (Sumber: Martin L.Pernoll, 2001)

2.4. Epidemiologi

Berdasarkan Schwartz, insiden mioma uteri di Amerika Serikat, berkisar dari 2,0 – 12,8 per 1000 orang per tahun. Sesungguhnya, jumlah insiden mioma uteri lebih besar dari yang diperkirakan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perempuan yang mengalami mioma uteri yang bersifat asimptomatis, sehingga hasil deteksi penyakit ini menjadi rendah.

Faktor usia mempunyai peranan yang signifikan untuk mendeteksi mioma uteri, dengan peningkatan tingkat insiden saat perempuan mendekati masa peri menopause dan diikuti oleh penyusutan mioma uteri memasuki masa post menopause. Studi pada cadaver juga menunjukkan fakta bahwa banyak mioma uteri yang menyusut pertumbuhannya seiring dengan pertambahan usia. Marshal et al mendemonstrasikan bahwa dari 95 pasien yang diperiksa di Nurse Health Study, insidennya berkisar antara 4,3 per 1000 perempuan per tahun dengan perempuan usia antara 25 dan 29 tahun, 9,0 antara usia 30 dan 34 tahun, 14,7 antara usia 35-39 tahun, dan 22,5 antara usia 40 dan 44 tahun, menunjukkan bahwa ada peningkatan linier insiden seiring bertambahnya usia. Jadi, pada grup perempuan usia 40-44 tahun, ada peningkatan sebesar 5,2 kali insiden mioma uteri dibandingkan dengan grup perempuan usia 20-29 tahun.

Perbedaan ras juga memainkan peranan yang signifikan di dalam epidemiologi mioma uteri. Beberapa penelitian telah menunjukkan perbedaan signifikan antara penderita dengan ras Afrika Amerika dan penderita kulit putih. Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada penderita mioma uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Faerstein et al menyatakan bahwa ketika menilai faktor resiko seperti: usia menarche, penggunaan kontrasepsi oral, ukuran tubuh, merokok, hipertensi, diabetes dan riwayat penyakit radang panggul, penderita kulit hitam memiliki rasio odds 9,4 dibandingkan kulit putih pada kasus kontrol. Pada perempuan yang tidak memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59% perempuan kulit hitam didiagnosa dengan ultrasound terdapat mioma uteri

(6)

dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perepuan kulit hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih. (Victory, 2006; Zimmermann, 2012)

2.5. Etiologi dan Patogenesis

Mioma uteri telah lama dipercayai sebagai tumor jinak yang bergantung pada esterogen. Banyak bukti dewasa ini menganggap bahwa ada juga keterlibatan progesteron sebagai penyebabnya. Di luar semua temuan dan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui penyebab mioma uteri, kontroversi tetap ada dan masih banyak pertanyaan belum dapat dijawab. (D’Aloisio, 2010). Berikut adalah beberapa faktor yang berperan menimbulkan mioma uteri antara lain :

- Esterogen

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mempelajari reseptor esterogen dan mioma uteri. Meskipun menuai kontroversi, tetapi sebagian besar studi membuktikan bahwa ada peningkatan reseptor esterogen pada mioma uteri dibandingkan dengan miometrium normal. Penelitian lain menyatakan bahwa reseptor esterogen alfa dan beta terdapat pada mioma uteri dan mengalami peningkatan (up-regulasi) dibandingkan miometrium normal. Yamamoto et al menunjukkan bahwa adanya penurunan pertukaran estradiol menjadi estron pada kasus mioma uteri dibandingkan miometrium normal. Hal ini terjadi akibat penurunan kerja enzim 17-beta hydroxysteroid dehydrogenase atau dengan peningkatan enzim aromatase. Tujuannya adalah menghasilkan senyawa esterogenik yang berpotensi merangsang sel miometrium dan meningkatkan sel yang bersifat leiomioma. Aktivitas esterogenik juga dapat ditingkatkan melalui modifikasi molekul estradiol. Leihr et al mendemonstrasikan bahwa tingginya konsentrasi metabolit C4 hydroxylated estradiol pada mioma uteri, merupakan

(7)

hasil dari peningkatan aktivitas enzim estradiol 4-hydroxylase. Metabolit yang terbentuk itu mempunyai daya ikat reseptor yang lebih besar dibandingkan estradiol, yang merupakan sumber lokal pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)

- Progesteron

Reseptor progesteron juga ditemukan mengalami peningkatan konsentrasi pada mioma uteri. Meskipun bersifat kontroversi, reseptor progesteron pada mioma uteri ditemukan meningkat konsentrasinya di semua siklus menstruasi. Kedua reseptor progesteron didapati pada mioma uteri yaitu reseptor progesteron A dan B. Jumlah reseptor progesteron A lebih banyak dari B pada mioma uteri dan jaringan miometrium normal. Sifat yang berlawanan dengan esterogen menyebabkan kadar progesteron tidak meningkat pada mioma uteri jika dibandingkan dengan endometrium yang mengelilinginya. Akan tetapi, peningkatan kadar progesteron telah menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis pada mioma uteri, yang berpotensi menumbuhkan mioma uteri baik selama siklus menstruasi dan jika mendapat pemasukan eksogen. Kawaguchi menganalisa efek progesteron dan esterogen pada sel otot mioma yang dikultur. Ternyata didapatkan hasil bahwa sel yang dikultur dengan media progesteron dan esterogen lebih aktif pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan hanya dengan media esterogen saja. Kadar serum progesteron tidak meningkat pada perempuan mioma uteri. Kecuali jika mendapat pemasukan dari luar tubuh, dimana pengaruh progesteron terbatas pada mekanisme autokrin dan parakrin di tingkat molekular mempunyai nilai yang bermakna atau signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. (Victory, 2006)

- Faktor hormon pertumbuhan (Growth factors)

Baik esterogen maupun progesteron tampak berhubungan dengan berbagai faktor pertumbuhan lainnya pada mioma uteri untuk memulai dan merangsang pertumbuhannya. Epidermal growth factor (EGF) dan epidermal growth factor receptor (EGF-R) dapat ditemukan pada miometrium normal dan mioma uteri. Maruo et al menunjukkan bahwa esterogen meningkatkan produksi lokal EGF,

(8)

sementara progesteron meningkatkan EGF-R secara sinergis pada sel mioma uteri. Beberapa penulis juga mengungkapkan bahwa pentingnya faktor-faktor pertumbuhan ini dalam perkembangan mioma uteri. Jumlah Transforming growth factor β3 (TGFβ3) mRNA mencapai 5 kali lebih tinggi pada mioma uteri dibandingkan miomterium normal. Faktor ini mempunyai kontribusi dalam peningkatan potensi mitogenik sel mioma uteri dan juga meningkatkan deposisi matriks ekstraseluler. Faktor lain yang berpotensi seperti platelet-derived growth factor, vascular endothelial growth factor, insulin like growth factor-I, basic fibroblast growth factor, dan prolaktin belum dapat dijelaskan mekanismenya terkait pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)

Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. (Prawirohardjo, 2009)

Beberapa faktor yang mengawali terjadinya mioma uteri tidak diketahui dengan pasti, tetapi hormon steroid yang berasal dari ovarium berperan penting dalam pertumbuhan mioma uteri. Mioma uteri sangat jarang terjadi sebelum menarche dan setelah menopause kecuali jika dirangsang pertumbuhannya dengan hormon eksogen (luar tubuh). Mioma uteri juga dapat tumbuh besar secara drastis selama kehamilan. Mioma uteri telah meningkatkan jumlah reseptor esterogen dan progesteron dibandingkan dengan sel otot polos lainnya. Esterogen merangsang proliferasi dari sel-sel otot polos, sementara progesteron meningkatkan produksi protein yang menghambat program kematian sel atau disebut dengan apoptosis. Mioma uteri juga mempunyai kadar hormon pertumbuhan tinggi yang merangsang produksi fibronektin dan kolagen sebagai komponen utama matriks ekstraseluler yang memberikan karakteristik dari lesi ini. (Nelson, 2010)

(9)

2.6. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko seorang perempuan dapat mengalami mioma uteri antara lain: usia, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, indeks massa tubuh, pola menstruasi, kehamilan dan jumlah melahirkan, kebiasaan merokok,

pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon. - Usia penderita

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2009)

- Hormon endogen

Pertumbuhan mioma uteri bergantung pada produksi hormon esterogen. Tumor ini berkembang pesat selama masa aktivitas ovarium yang paling hebat. Sekresi esterogen secara terus-menerus, khususnya di luar masa kehamilan dan menyusui merupakan faktor risiko yang paling utama dalam perkembangan mioma uteri. Setelah menopause, penurunan kadar hormon esterogen terjadi yang akan menyebabkan pertumbuhan mioma uteri berhenti. Seiring dengan pertumbuhan yang berhenti, maka akan tampak pengecilan ukuran mioma uteri. (Breech, 2003)

- Riwayat keluarga

Faktor ini pertama sekali dilaporkan oleh Winkler and Hoffman pada tahun 1983. Mereka menyatakan bahwa ada peningkatan sebesar 4,2 kali lipat pada penderita mioma uteri yang mempunyai riwayat keluarga yang juga mengalami mioma uteri. Schwartz et al melakukan penilaian pada 638 perempuan yang memiliki riwayat keluarga penderita mioma uteri. Semua pasien berumur antara 18 – 59 tahun dan memiliki riwayat operasi dan bukti ultrasound terkait mioma uteri. Hasilnya didapati bahwa pasien yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami mioma uteri risikonya terkena mioma uteri sebesar 2,5 kali dibandingkan yang tidak dan meningkat angkanya menjadi 5,7 kali bila penderita

(10)

mempunyai riwayat keluarga yang telah didiagnosis mioma uteri pada umur 45 tahun. (Victory, 2006)

- Etnik

Etnik memegang peranan penting sebagai predileksi terjadinya mioma uteri. Perempuan Afrika Amerika mempunyai risiko 2 sampai 10 kali lipat mengalami mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih. Hal ini mendukung bahwa faktor predisposisi genetik terhadap mioma uteri adalah perbedaan profil DNA etnik. Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada penderita mioma uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Pada perempuan yang tidak memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59% perempuan kulit hitam didiagnosa dengan ultrasound terdapat mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perempuan kulit hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih. Marshall et al mendemonstrasikan bahwa tingkat standarisasi (per 1000 perempuan per tahun) untuk insiden mioma uteri adalah sangat rendah pada perempuan Asia, berikutnya perempuan kulit putih, lalu perempuan Hispanic dan meningkat pada perempuan kulit hitam (10,4, 12,5, 14,5, 37,9 per 1000 wanita per tahun). (Victory, 2006; Fox, 2013; Goodier, 2013)

- Indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) itu sendiri telah diinvestigasi sebagai faktor risiko independen untuk pertumbuhan mioma uteri. Peningkatan IMT secara umum meningkatkan risiko pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. Faerstein mengungkapkan bahwa ada peningkatan risiko sebesar 2,3 kali pada perempuan yang memiliki IMT lebih besar dari 25,4 kg/m2. Wise menyatakan bahwa IMT mempunyai pengaruh terhadap hubungan kehamilan dan risiko mioma uteri. Perempuan hamil yang IMT-nya kecil dari 27 kg/m2 memiliki

(11)

penurunan risiko sebesar 40% dibandingkan dengan perempuan tidak hamil, sedangkan penurunan risiko hanya sebesar 20% terdapat pada perempuan hamil dengan IMT lebih besar dari 27 kg/m2. (Victory, 2006)

- Pola Menstruasi

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma uteri adalah sebagai respon dari rangsangan esterogen, dengan kata lain pemberian analog gonadotropin-releasing hormone (GnRH) akan menurunkan pertumbuhan mioma uteri karena menimbulkan suasana yang hipoesterogen. Jadi, paparan esterogen yang lama akan meningkatkan insiden leiomioma. Teori ini didukung oleh data yang menyatakan bahwa adanya peningkatan risiko terhadap insiden mioma uteri pada pasien yang mengalami menarche awal. Marshall dan Faerstein mendemonstrasikan peningkatan insiden mioma uteri yang signifikan pada perempuan dengan terjadinya menarche dibawah usia 11 tahun.

Pola menstruasi juga mempunyai efek pada risiko mioma uteri. Perempuan kulit putih yang megalami menstruasi berat dan durasi siklus lebih panjang dari 6 hari memiliki peningkatan risiko mioma uteri yang signifikan sebesar 1,4 menurut rasio odds. (Victory, 2006)

- Kehamilan dan jumlah melahirkan (Gravidity and Parity)

Perempuan dengan riwayat hamil dan melahirkan mempunyai penurunan risiko terjadinya mioma uteri. Risiko menurun saat melahirkan seorang anak sebesar 20% sampai 50%. Sebagian besar penelitian telah menyatakan bahwa peningkatan paritas berdampak terhadap penurunan insiden mioma uteri sebesar 70% sampai 80% bagi perempuan yang telah melahirkan lebih dari empat kali. Chen et al menemukan penurunan risiko sampai 70% pada perempuan kulit putih dengan dua orang anak atau lebih, bagaimanapun pada perempuan Afrika Amerika, tidak ada hubungan antara paritas dan insiden mioma uteri. Meskipun di satu pihak, paritas menjadi faktor protektif dari insiden mioma uteri, ada beberapa tanggapan yang menyatakan bahwa faktor lain seperti ras atau etnik memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor lain dalam insiden mioma uteri. (Victory, 2006)

(12)

- Kebiasaan merokok

Merokok secara konsisten menunjukkan penurunan risiko mioma uteri. Sebagian besar pembelajaran menunjukkan bahwa ada penurunan risiko mioma uteri sebesar 20% sampai 50% ketika dikontrol dengan faktor yang bersamaan yaitu IMT (indeks massa tubuh). Beberapa penelitian yang dilakukan Wise menunjukkan bahwa tidak ada perubahan risiko pada perempuan Afrika Amerika yang merokok. Meskipun secara teori, merokok dapat menurunkan kadar esterogen dalam tubuh yang berdampak pada pertumbuhan mioma uteri, nyatanya hubungan ini tidak dapat dibuktikan. Sebagai tambahan, hubungan antara perununan insiden mioma uteri dan merokok mungkin dikarenakan adanya korelasi yang kuat antara merokok dan penurunan IMT. (Victory, 2006)

- Pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon

Penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa ada respon hormonal mioma uteri terhadap esterogen dan progestin. Berdasarkan penelitian ini, hal tersebut sangat beralasan yang menyatakan bahwa paparan esterogen dan progestin secara eksogen akan mempengaruhi risiko mioma uteri. Penelitian yang menilai hubungan antara pemakaian kombinasi oral kontrasepsi dan mioma uteri telah menghasilkan kontroversi, beberapa mengatakan terdapat hubungan dan sebagian menyatakan tidak ada hubungan. Di Afrika Amerika, bukti muncul yang menyatakan bahwa pemakai oral kontrasepsi telah meningkatkan risiko pertumbuhan mioma uteri, terutama ketika oral kontrasepsi mulai dipakai sejak remaja.

Reed et al mempelajari efek dari penggunaan terapi pengganti hormon saat mendapati diagnosis pertama mioma uteri. Penggunaan terapi pengganti hormon lebih dari 5 tahun berdampak pada peningkatan risiko sebesar 4 kali lipat dalam insiden diagnosis pertama mioma uteri pada perempuan peri dan post menopause dengan indeks massa tubuh kurang dari 24 kg/m2. (Victory, 2006)

2.7. Patologi Anatomi

Secara makroskopik, mioma uteri merupakan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan

(13)

lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaannya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran yang berbeda-beda.

Secara mikroskopik, hal yang sama juga terlihat seperti adanya gambaran susunan lingkaran-lingkaran konsentrik pada gambaran makroskopik.

Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah, degenerasi lemak.

Atrofi adalah suatu penyusutan mioma uteri yang terjadi sesudah kehamilan atau sesudah melewati masa menopause.

Degenerasi hialin adalah perubahan yang sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

Degenerasi kistik meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfongioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.

Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration) terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

Degenerasi merah (Carneous Degeneration) biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.

(14)

Degenerasi lemak jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin. (Prawirohardjo, 2009)

2.8. Komplikasi Mioma Uteri

Berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri, yaitu degenerasi ganas dan torsi.

Degenerasi ganas adalah perubahan mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

Torsi (Putaran Tangkai) adalah sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma di dalam rongga peritoneum.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. (Prawirohardjo, 2009)

(15)

Gambar 2.3 Komplikasi Mioma Uteri (Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)

2.9.Hubungan Mioma Uteri dengan Hiperplasia Endometrium dan Adenomiosis

Ada kelainan lain yang terdapat di uterus akibat peninggian hormon esterogen yaitu hiperplasia endometrium dan kelainan yang sering dijumpai terjadi bersamaan dengan mioma uteri yaitu adenomiosis.

Mioma uteri secara umum merupakan tumor yang berasal dari sel-sel otot polos di miometrium. Sel-sel ini berkembang pesat akibat pengaruh hormon esterogen yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan progesteron. Hal yang sama juga bisa terjadi pada endometrium. Seperti yang telah kita ketahui, endometrium juga pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon esterogen. Paparan esterogen yang berlama-lama tanpa diimbangi oleh progesteron akan merangsang proliferasi endometrium yang berlebihan (hiperplasia) dari biasanya, dimana dapat merupakan suatu preneoplastik yang disebut dengan hiperplasia endometrium. Dalam waktu yang lama, proliferasi tersebut dapat berlangsung secara otonomi tanpa pengaruh dari esterogen lagi. Hal inilah yang akan menjadikan pertumbuhan

(16)

hiperplasia endometrium ke arah keganasan yaitu karsinoma endometrium. (Kumar et al, 2007)

Gejala dari hiperplasia endometrium yang terutama yaitu perdarahan abnormal dari uterus. Beberapa penulis menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan, adanya peningkatan area permukaan endometrium, dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang berdekatan dengan tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. (Breech, 2003)

Oleh karena etiologi mioma uteri dan hiperplasia endometrium adalah sama, maka terdapat hubungan antara mioma uteri dengan adanya kejadian hiperplasia endometrium di uterus.

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dan merupakan indikasi utama untuk dilakukan histerektomi di Amerika Serikat. Adenomiosis adalah sebuah lesi di miometrium yang ditandai dengan adanya endometrium ektopik baik dengan atau tanpa hiperplasia dari miometrium di sekitarnya. Selanjutnya, baik adenomiosis dan mioma uteri biasanya terjadi bersama-sama, terdapatnya adenomiosis dari spesimen histerektomi pada perempuan yang mengalami mioma uteri berkisar antara 15% sampai 57%. Faktor risiko adenomiosis meliputi usia, multiparitas, lesi pembedahan di batas endometrium-miometrium, peningkatan kadar FSH dan prolaktin, kebiasaan merokok dan riwayat depresi. (Taran, 2010; Johnson, 2003)

Mioma uteri dilaporkan dapat menyebabkan berbagai gejala termasuk menoragia, dismenorrhea, tekanan pada panggul dan abdomen, serta gangguan pada sistem kemih. Mirip dengan mioma uteri, adenomiosis juga sering dilaporkan mempunyai gejala perdarahan uterus abnormal, nyeri panggul kronik dan dismenorrhea. Akan tetapi, karena kedua kondisi ini sering terdapat bersamaan di daialm uterus, gejala yang menyertai masing-masing kondisi dapat

(17)

membingungkan kita. Sebagai tambahan, adenomiosis umumnya didiagnosa hanya dengan histerektomi. (Taran, 2010)

2.10. Diagnosa Mioma Uteri 2.10.1. Gejala Klinis

- Perdarahan Abnormal

Perdarahan abnormal merupakan gejala yang muncul pada sepertiga pasien yang memilki mioma uteri simptomatis dan biasanya membutuhkan pengobatan. Gejala dapat berupa menstruasi yang berat (menoragia), tetapi dapat juga ringan dan menstruasinya lama (metroragia) atau keduanya disebut menometroragia. Perdarahan abnormal dapat dikaitkan dengan adanya tumor yang terletak di intramural, submukosa, dan subserosa tetapi biasanya tumor submukosa lebih sering mengalami perdarahan yang hebat dibandingkan subserosa dan intramural. Perdarahan akibat mioma submukosa dapat terjadi secara bebas saat menstruasi atau pun diantara periode menstruasi akibat gumpalan darah pasif, nekrosis, dan ulserasi di permukaan kontralateral uterus. Jika mioma submukosa memiliki tangkai atau pedunculated, biasanya ada pengeluaran cairan yang tetap, encer, dan berwarna seperti darah pada menoragia. Tumor intramural yang mulai mencapai permukaan kavum uteri juga dapat menyebabkan menoragia. Mioma intramural yang dekat dengan permukaan serosa dan tumor submukosa bertangkai juga dapat dikaitkan dengan terjadinya perdarahan abnormal. Ketika perdarahan disebabkan tumor tersebut terjadi, maka kita harus perlu mencari lesi lain yang dapat terjadi bersamaan dengan tumor itu. Adanya mioma uteri pada perempuan yang mengalami perdarahan abnormal bukan merupakan bukti bahwa mioma uteri yang menyebabkan perdarahan itu. Fakta ini penting, khususnya ketika penderita mioma uteri mengalami perdarahan intermenstruasi. Ketika pasien mioma uteri mengalami perdarahan intermenstruasi, maka menjadi sebuah aturan bagi kita untuk melihat dan menilai mulut rahim secara hati-hati dengan prosedur pemeriksaan khusus dan mengambil sampel serta menilai kavum uteri sebelum melakukan tatalaksana mioma uteri.

(18)

Jika kanker endometrium atau mulut rahim terdeteksi, maka pengobatan mioma uteri perlu diubah. (Breech, 2003)

Ada beberapa mekanisme tentang bagaimana mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, meskipun beberapa mekanisme belum dipahami sepenuhnya pada pasien-pasien tertentu. Menurut Sehgal dan Haskin, area permukaan endometrium sebuah kavum uterus normal adalah 15 cm2. Area permukaan endometrium pada mioma uteri mungkin melewati 200 cm2. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan atas adanya peningkatan area permukaan endometrium dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium mungkin menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang langsung memiliki tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. Penipisan dan ulserasi di permukaan endometrium terdapat pada tumor submukosa yang luas dan besar, tumor yang lebih kecil, hanya menunjukkan penipisan tanpa ulserasi. (Breech, 2003)

Makarainen dan Yilikorkala telah menampilkan bukti yang mendukung lebih lanjut tentang konsep bahwa prostanoid memainkan peranan penting pada menoragia. Mereka menemukan bahwa produksi 6-keto-prostaglandin F1 alpha (6-keto-PGF), metabolit prostasiklin (PGI2), dan tromboksan B2 (TXB2),

metabolit tromboksan A2 (TXA2) biasanya ditemukan pada menoragia

endometrium. Bagaimanapun, keseimbangan antara TXA2 dan PGI2 bergeser

secara relatif ke defisiensi TXA2 dan secara negatif berhubungan dengan

hilangnya darah pada menoragia. Meskipun ibuprofen menurunkan jumlah darah yang hilang pada pasien menoragia primer, obat itu gagal untuk menurunkan kehilangan darah akibat mioma uteri. Penulis menganggap bahwa faktor uterus di luar daripada prostanoid lebih berpengaruh dalam menyebabkan menoragia yang berhubungan dengan mioma uteri. (Breech, 2003)

(19)

Dalam kebanyakan kasus, ketika perdarahan terjadi pada post menopause dan mioma uteri ditemukan pada pemeriksaan bimanual, perdarahan terjadi karena beberapa faktor lain, seperti kelainan pada endometrium dan mulut rahim, atrofi vaginitis, atau esterogen eksogen, dan murni kejadian mioma uteri. Bagaimanapun juga, post menopause mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mioma uteri yang tidak berdarah sewaktu masa menstruasi pasien telah ditemukan berpindah ke bagian submukosa beberapa tahun berikutnya. Ini terjadi karena setelah menopause, miometrium mengalami atrofi dan dinding uterus akan menipis. Mioma juga mengecil tetapi tidak sebanyak miometrium di sekitarnya. Jadi, sebuah mioma uteri yang sebelumnya terletak di intramural pada masa sebelum menopause dapat berubah tempat di submukosa setelah menopause kemudian mengalami ulserasi dan berdarah. Pertumbuhan mioma uteri di masa post menopause mungkin mengindikasikan perubahan ke arah keganasan, terutama jika dihubungkan dengan perdarahan post menopause. Beberapa peneliti telah mengobservasi pertumbuhan mioma uteri post menopause dan tidak menemukan perubahan menjadi ganas. Meskipun demikian, jika terdapat pembesaran mioma setelah menopause, kita seharusnya secara serius menganggap adanya kemungkinan perubahan menjadi bentuk sarkoma dan segera mereseksi mioma uteri. (Breech, 2003)

- Tekanan di panggul

Mioma uteri yang disertai dengan adanya tekanan di panggul merupakan indikasi pengobatan. Kandung kemih merupakan organ yang sering mengalami penekanan. Hal tersebut akan meningkatkan urgensi dan frekuensi berkemih dan kadang-kadang terdapat urine incontinence. Meskipun gejala ini sering pada mioma uteri yang besar, seseorang sering menemukan mioma uteri memenuhi rongga panggul saat kandung kemih dalam keadaan kosong. Mioma uteri tidak selalu menyebabkan retensi urin akut dan urine incontinence sehingga tidak selalu diperlukan pembedahan. Gejala ini dapat timbul sebagai hasil pertumbuhan interior mioma uteri yang cepat dan menekan uretra dan leher kandung kemih

(20)

terhadap tulang kemaluan. Sering ditemukan, tumor yang memiliki ukuran sebesar kandungan usia 3 bulan mengalami inkarserata pada cul-de-sac, menyebabkan mulut rahim terdorong ke depan menjepit uretra dan menyumbat aliran urin melalui uretra. Sebuah tumor submukosa bertangkai yang besar dapat memenuhi dan melebarkan vagina dan menekan uretra ke arah simfisis, menyebabkan retensi urin. (Breech, 2003)

- Nyeri panggul

Nyeri perut dan panggul, perasaan penuh pada panggul, dan dispareunia ditemukan pada sepertiga pasien dengan simptomatis mioma uteri yang merupakan indikasi pengobatan. Ada beberapa penyebab nyeri pada mioma uteri, yaitu perputaran tangkai mioma submukosa dan bila terjadi degenerasi merah. Dismenorrhea biasanya dijumpai saat dekade empat atau lima mungkin merupakan gejala yang khas dari pertumbuhan mioma uteri. Nyeri akibat mioma uteri biasanya dihubungkan dengan lamanya menstruasi pasien. Adenomiosis yang bersifat difus juga dapat menimbulkan gejala ini, dan untuk membedakan kondisi ini dengan perbesaran simetris mioma uteri di intramural, membutuhkan magnetic resonance imaging. (Breech, 2003)

Pasien yang mengalami nyeri akibat mioma, bisa mempunyai penyakit panggul penyerta seperti kelainan ovarium, penyakit radang panggul, kehamilan ektopik terganggu, endometriosis, atau kelainan patologis dari saluran kemih dan saluran cerna, termasuk apendisitis. Kita harus berhati-hati untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan patologis lain yang mungkin dapat mengaburkan mioma uteri. (Breech, 2003)

- Abortus spontan dan masalah kehamilan lainnya

Mioma uteri dapat dihubungkan dengan peningkatan kejadian abortus spontan. Pada sejumlah pasien yang dilakukan miomektomi, Buttram dan Reiter melaporkan bahwa 41% pasien mengalami abortus spontan. Angka ini menurun sebesar 19% setelah dimiomektomi. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana abortus spontan dapat terjadi pada mioma uteri. Hal ini meliputi gangguan aliran darah ke uterus, perubahan pasokan darah ke

(21)

endometrium, iritabilitas uterus, pertumbuhan yang cepat atau degenerasi mioma uteri selama kehamilan, uterus yang susah membesar untuk mendukung pertumbuhan janin dan plasenta, dan gangguan perkembangan plasenta akibat jeleknya kondisi endometrium oleh mioma uteri. Implantasi pada endometrium yang tipis dan kondisi vaskularisasi yang jelek melebihi submukosa adalah fatal, karena hal ini akan menghambat pertumbuhan embrio dan plasenta di uterus. Mioma uteri bisa juga dikaitkan dengan kelahiran prematur, kematian janin dalam kandungan (stillbirth), kehamilan interstisial, seperti kasus yang dilaporkan oleh Starks, meskipun kita kurang mengetahui seberapa besar angka itu. Muram dan kawan-kawan telah mengikuti perempuan yang mengalami mioma uteri selama kehamilan dengan ultrasonografi. Ketika mioma uteri tumbuh di dekat tempat plasenta, peningkatan insiden terhadap masalah kehamilan terlihat. (Breech, 2003; Larson, 2010)

Sebagian besar pasien dengan mioma uteri memiliki kesulitan dalam mengandung dan memelihara kehamilan mereka hingga dapat melahirkan tanpa komplikasi. Masalah yang sering dialami yaitu kesulitan dalam memperkirakan usia kehamilan berdasarkan ukuran uterus karena adanya mioma uteri di sana. (Breech, 2003)

- Infertilitas

Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan infertilitas pada pasien mioma uteri, antara lain : siklus anovulatoar, gangguan perpindahan sperma akibat distorsi, lokasi mioma uteri di atas saluran endoserviks, serta gangguan pada prostaglandin yang memicu kontraksi uterus. Perubahan endometrium (atrofi, ulserasi, hiperplasia, dan polip), perubahan vaskular (kongesti vena, gangguan aliran darah), dan pembesaran mioma uteri bisa ditemukan. Karena mioma uteri biasanya muncul pada usia reproduksi lanjut, kesulitan yang relatif besar terhadap konsepsi dapat dialami oleh pasangan yang lebih tua. (Breech, 2003)

Perempuan yang subur dengan mioma uteri yang berukuran kecil, bukan merupakan indikasi miomektomi. Perempuan infertilitas dengan mioma uteri ditemukan mempunyai beberapa sebab lain yang menjadi penyebab

(22)

infertilitasnya. Penyakit inflamasi tuba yang menyebabkan perlengketan panggul sering terjadi pada pasien mioma uteri. Kedua pasangan suami istri seharusnya sudah menjalani pemeriksaan fertilitas lengkap dan menyingkirkan mioma uteri untuk sementara. Hal utama yang membuat mioma uteri dapat disingkirkan sebagai penyebab infertilitas yaitu ukuran dan lokasi mereka. Biasanya, tumor subserosa yang kecil tidak dianggap sebagai penyebab infertilitas. Bahkan ketika perempuan itu gagal untuk hamil, pengangkatan tumor subserosa yang kecil bukan jaminan untuk dapat hamil. Ketika mioma uteri berada di intramural atau submukosa dengan ukuran yang besar, mereka mungkin dapat menjadi penyebab infertilitas, dan miomektomi dapat membantu terjadinya kehamilan. (Breech, 2003)

- Gejala tambahan lainnya

Beberapa masalah kesehatan lainnya yang bisa dihubungkan dengan mioma uteri, membutuhkan pengobatan. Ascites dan inversi uterus dapat dicurigai adanya mioma uteri. Perdarahan intraperitoneal yang tiba-tiba dapat terjadi akibat dari rupturnya vena yang berdilatasi di bawah permukaan serosa tumor subserosa. Meskipun mioma uteri sering dihubungkan dengan anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik, pasien juga bisa mengalami polisitemia. Celah arteriovena yang berada pada tumor telah ditemukan dan mungkin menjadi penyebab polisitemia. Jika tumor menyumbat ureter dan menyebabkan tekanan balik pada parenkim ginjal, maka hal ini dapat merangsang eritropoiesis. Weiss dan asistennya serta para peneliti lainnya telah menemukan adanya aktivitas eritopoietin pada mioma uteri. Polisitemia pada kasus ini dapat disembuhkan dengan tindakan histerektomi. (Breech, 2003)

2.10.2. Pemeriksaan Fisik

Mioma uteri dengan ukuran yang sangat besar dapat langsung dipalpasi di abdomen. Tumor-tumor yang lebih kecil dari ukuran usia kehamilan 12-14 minggu biasanya terletak di panggul. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum pemeriksaan untuk menghindari kesalahan karena adanya retensi urin. Meskipun mioma uteri submukosa tidak dapat diraba atau dipalpasi, pada pemeriksaan

(23)

bimanual panggul, dapat dirasakan pembesaran uterus yang kuat dan tidak beraturan dengan penonjolan yang halus jika tumor terletak di intramural atau subserosa. Tumor-tumor ini biasanya tidak memiliki nyeri tekan. Konsistensinya bervariasi mulai dari sekeras batu, terutama pada mioma yang mengalami kalsifikasi pada post menopause, sampai selembut kista, seperti pada kasus tumor yang mengalami degenerasi kistik. Secara umum, massa mioma berada di garis tengah uterus, tetapi terkadang sejumlah besar bagian tumor berada di lateral panggul dan sulit dibedakan dengan massa adneksa. Jika massa berpindah ke mulut rahim, itu dapat dianggap mioma uteri. Pemeriksaan adneksa sering diabaikan karena adanya mioma uteri. Ultrasonografi dapat membantu kita dalam membedakan massa adneksa atau massa mioma uteri yang terletak di lateral uterus. (Nelson, 2010)

2.10.3. Pemeriksaan Penunjang - Histerosalfingografi

Histerosalfingografi (HSG) merupakan alat yang biasa digunakan untuk melihat penyempitan pada tuba. Alat ini juga sering digunakan untuk mengevaluasi kesuburan pada pasien yang memiliki peningkatan risiko mengalami mioma uteri. Mioma uteri dapat dideteksi oleh histerosalfingografi jika ia terletak di dalam kavum uteri. Alat ini juga memiliki tingkat false positif yang tinggi, misalnya suatu mioma didiagnosa mioma submukosa padahal mioma itu adalah intramural yang tumbuh sampai ke endometrium. Hal ini terjadi karena alat hanya mampu membedakan perubahan pada kavum uteri dibandingkan dengan letak mioma yang sesungguhnya. Pada satu penelitian, hampir 25% diagnosa histerosalfingografi tidak benar ketika dilanjutkan dengan sonohisterogram. Ada sebuah tingkat false positif yang tinggi dalam mendeteksi polip dan mioma dengan HSG yang tidak ditemukan jika diperiksa dengan histeroskopi. Pemeriksaan ini sederhana dalam pengoperasiannya, tetapi pemeriksaan ini bersifat invasif dan menimbulkan ketidaknyamanan. Meskipun HSG dapat dipakai untuk melihat penyempitan tuba akibat mioma uteri, HSG bukan pemeriksaan optimal untuk evaluasi uterus yang memiliki mioma karena

(24)

alat ini tidak dapat memberikan informasi mengenai mioma yang letaknya di luar kavum uteri. (Victory, 2006)

- Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan pencitraan yang biasanya digunakan dalam mendeteksi mioma uteri adalah ultrasonografi. Baik secara transabdominal dan transvaginal sering dilakukan. Gambaran transabdominal memberikan lapangan pandang yang lebih luas dan pemeriksaan ini juga kurang invasif , tetapi alat ini tidak dapat memberikan gambaran mioma yang ukurannya kurang dari 1 cm. Pemeriksaan secara transvaginal memberikan gambaran yang memiliki resolusi tinggi, informasi lokasi mioma yang tepat dan deteksi untuk mioma bahkan dengan ukuran 4 – 5 mm. Bagaimanapun juga, pemeriksaan ini bisa mengalami penurunan sensitivitas dalam mendeteksi mioma subserosa yang bertangkai atau yang terletak sebelah atas abdomen karena mioma tersebut di luar lapangan pandang dari pemeriksaan ini. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap mioma uteri dapat bervariasi berdasarkan lokasi, ukuran, rasio jaringan ikat terhadap jaringan otot polos, dan derajat kalsifikasi. Mioma uteri yang mengalami perubahan degenerasi bisa mempunyai gambaran kistik, hipoekoik, atau daerah yang dipenuhi cairan bersama dengan daerah yang mengalami nekrosis. Secara umum mioma ditandai dengan adanya massa yang besar, berbatas tegas, ekogenik, dan melingkar di dalam uterus. (Victory, 2006)

- Magnetic Resonance Imaging

Magnetic resonance imaging merupakan teknik pencitraan yang paling tepat dalam menegakkan diagnosis mioma uteri karena akurasinya dalam mendeteksi dan melokalisasi mioma uteri. Dia juga bisa memberikan keuntungan kepada pasien yang menjalani terapi kesuburan, seperti miomektomi atau embolisasi ateri uterus atau ketika USG transvaginal tidak dapat memberikan gambaran yang jelas untuk diagnosa. Mioma uteri secara umum tampak sebagai massa homogen, gelap (intensitas rendah), dan berbatas tegas. Polip endometrium sering dapat dibedakan dari mioma uteri berdasarkan asalnya yaitu miometrium yang terlihat di pemeriksaan ini. Mioma uteri yang ukurannya 0,5 cm juga bisa

(25)

dideteksi dengan pemeriksaan ini. Ketika mioma tumbuh lebih dari 3 cm, mioma sering memiliki tampilan tidak homogen lagi karena berbagai tingkatan degenerasi, perdarahan dan perubahan nekrosis pada tumor. Beberapa teknik tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketajaman gambaran, meliputi pemberian glukagon untuk membatasi aktivitas usus besar, dan pemberian zat kontras melalui oral. Sebagai tambahan, magnetic resonance angiogram dapat membantu dalam mendeteksi suplai darah kolateral ovarium pada mioma uteri. Hal ini adalah informasi khusus yang berguna bagi pasien yang akan menjalankan embolisasi arteri uterus. (Victory, 2006)

- Histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi untuk mioma uteri merupakan pemeriksaan gold standard. Pemeriksaan ini khususnya sangat berguna pada perempuan dengan mioma uteri submukosa dan polip yang tidak dapat ditemukan saat pembedahan. Histeroskopi memberitahukan lokasi akurat mioma submukosa dan batas yang jelas dari mioma bertangkai dan polip. Pemeriksaan ini juga dapat melihat distorsi endometrium akibat mioma intramural. Manfaat pemeriksaan ini secara umum meliputi visualisasi langsung, tindakan terapi yang terus-menerus, dan komplikasi yang minimal. Kerugian dari pemeriksaan ini meliputi ketidakmampuan dalam mendeteksi pertumbuhan intramiometrial, dan kebutuhan akan obat analgesik atau anastetik. (Victory, 2006)

2.11. Penatalaksanaan Mioma Uteri 2.11.1. Farmakologi

- Kontrasepsi oral dan injeksi

Kontrasepsi oral sudah lama digunakan untuk mengontrol perdarahan uterus abnormal dengan menurunkan pertumbuhan endometrium. Akan tetapi, obat ini tidak dapat mengurangi nyeri yang ditimbulkan mioma uteri. Meskipun tidak ada bukti langsung yang menyatakan hubungan pertumbuhan mioma dengan progestin, medroxyprogesterone acetat bisa merangsang pertumbuhan mioma uteri. Faktanya, data dari penggunaan kontrasepsi oral menyatakan adanya peningkatan insiden mioma uteri jika digunakan sejak usia 16 tahun. Karena

(26)

tingkat keamanan kontrasepsi oral cukup tinggi dan manfaatnya dalam kontrasepsi, obat ini sering dipakai pada perempuan usia di atas 16 tahun. (Victory, 2006)

- Sistem levonorgestrel intrauteri

Tidak seperti penggunaan kontrasepsi oral, menoragia akibat mioma dan volume mioma bisa diturunkan pada pasien yang mengggunakan sistem kontrasepsi levonogestrel intrauteri. Sebuah penelitian dilakukan pada sejumlah kecil populasi perempuan yang menyatakan bahwa adanya penurunan volume mioma uteri dalam 6 sampai 18 bulan setelah penggunaan alat tersebut. Meskipun alat ini dapat mengendalikan menoragia akibat mioma uteri melalui supresi endometrium oleh progestin, hal itu juga dipercaya dapat menurunkan volume mioma dengan meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor binding protein-1, sehingga menurunkan potensi pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006; Mann, 2010)

- Obat anti-inflamasi non steroid

Obat anti-inflamasi non steroid dapat menurunkan perdarahan uterus abnormal, tetapi tidak dapat menghentikan menorrhagia akibat mioma uteri. Dalam dua penelitian, tidak ada manfaat yang ditunjukkan pada pasien yang menjalani pengobatan baik dengan naproxen atau ibuprofen jika terdapat mioma. Sebagai tambahan, tidak terdapat penurunan volume dan pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)

- Agonis gonadotropin-releasing hormon (GnRH)

Agonis GnRH merupakan bentuk terapi obat-obatan yang biasa digunakan untuk menurunkan gejala-gejala akibat mioma uteri. Obat ini diduga memberikan pengaruh dengan menciptakan keadaan hipoesterogen yang menghambat pertumbuhan mioma uteri. Penggunaan obat ini juga dapat menurunkan gejala perdarahan dan gejala lainnya. Rute pemberian obat juga mempengaruhi efikasi obat secara signifikan. Friedman et al menyatakan bahwa pemberian secara intranasal dari asetat leuprolide berdampak tidak ada penurunan volume uterus

(27)

jika dibandingkan dengan pemberian secara subkutan yang menurunkan volume uterus sebesar 53%. (Victory, 2006; Kovacs, 2010)

- Antiprogesteron

Antiprogesteron dapat digunakan dalam mengobati mioma uteri. Mekanisme kerjanya yaitu mengubah aliran darah ke uterus. Dua penelitian menunjukkan bahwa bahkan dalam dosis rendah, mampu menurunkan volume mioma uteri sebanyak 25% sampai 50%. Meskipun demikian, mengenai keamanan serta efikasi dalam penggunaan jangka lama perlu analisis lebih lanjut. (Victory, 2006; Kovacs, 2010)

2.11.2. Non-Farmakologi - Emboloterapi

Emboloterapi merupakan teknik pengobatan mioma uteri dengan cara melakukan embolisasi atau penyumbatan pembuluh darah yang mendarahi mioma uteri secara selektif. Menurut teori, tindakan ini dapat menurunkan volume bahkan menjadikan mioma uteri nekrosis ireversibel. Sebelum menjalani pengobatan ini, pasien diharapkan melakukan tes diagnosis atas jumlah, ukuran, dan lokasi mioma uteri yang diindikasikan. (Victory, 2006; Kovacs, 2011)

- Miomektomi vaginal

Miomektomi vaginal biasanya dilakukan pada mioma uteri multipel dan memiliki gejala yang berat. Ada beberapa kriteria preoperative yang harus dipenuhi, yaitu ukuran uterus kurang dari atau sama dengan ukuran usia kandungan 16 minggu, mobilitas uterus yang bagus, akses vagina yang adekuat, adanya mioma uteri intramural atau subserosa, dan tidak ada patologi adneksa. (Breech, 2003)

- Reseksi histeroskopi

Reseksi histeroskopi pada mioma submukosa dapat mengurangi menoragia pada lebih dari 90% pasien. Akan tetapi, pada kasus mioma submukosa yang bertumbuh ke dalam miometrium, tidak dapat dilakukan reseksi lengkap.

(28)

Meskipun demikian, tindakan reseksi histeroskopi mampu mengembalikan kontur uterus kembali normal akibat pengangkatan sebagian besar abnormalitas di dalam kavum uteri. Keberhasilan dan keselamatan prosedur ini juga sangat bergantung pada kemahiran dan pengalaman ahli bedahnya. (Breech, 2003)

- Miomektomi Abdominal

Miomektomi abdominal merupakan salah satu teknik miomektomi yang dilakukan melalui akses abdomen. Teknik ini memiliki banyak komplikasi, antara lain: perdarahan, infeksi, dan obstruksi saluran cerna akibat perlengketan. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan teknik pembedahan, maka angka miomektomi meningkat di Amerika Serikat. Pada beberapa kasus, seperti mioma uteri yang bersifat difus atau menyebar dan lokasi mioma di dekat mulut rahim merupakan kontraindikasi miomektomi abdominal. (Breech, 2003)

- Histerektomi

Histerektomi merupakan tindakan operatif yang memberikan kesembuhan total terhadap pasien mioma uteri. Hal ini dibuktikan dengan tingkat kepuasan pasien paska histerektomi mencapai 90%. Ada beberapa jenis histerektomi yang sering dilakukan, yaitu histerektomi vaginal, abdominal, dan laparoskopi. Dari ketiga teknik ini, histerekromi laparoskopi memberikan keuntungan khususnya dalam masa pemulihan. Dibandingkan dengan emboloterapi, histerektomi memiliki komplikasi yang lebih sedikit. (Breech, 2003)

- Ekstrak teh hijau

Berdasarkan penelitian Dong Zhang dan kawan-kawan, ia menyatakan bahwa mereka telah menemukan ekstrak teh hijau yang dapat membunuh sel-sel mioma uteri dalam media tabung reaksi. Ekstrak teh hijau tersebut menurunkan ukuran dan berat mioma uteri pada tikus percobaan. Peneliti menginjeksikan 20 ekor tikus dengan sel mioma. Sepuluh ekor tikus disuntikkan epigallocatechin gallate (EGCC) yang dicampurkan dalam minuman mereka, dan sepuluh ekor tikus lagi hanya diberikan air biasa. EGCC adalah sebuah polifenol dalam teh

(29)

hijau dan sebuah senyawa yang terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Tikus tersebut diikuti perkembangannya selama 8 minggu. Dalam empat minggu dan delapan minggu setelah pengobatan, pertumbuhan mioma uteri menjadi lebih kecil dan beratnya lebih ringan. Peneliti mencatat bahwa satu ekor tikus dalam grup EGCC tidak mempunyai tumor terlihat lagi pada akhir minggu ke-delapan. (Hendrick, 2010)

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Uterus Normal
Gambar 2.3 Komplikasi Mioma Uteri  (Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan standar ketepatan identifikasi pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Sinar Husni Medan, dengan hasil

Rumah Sakit Umum Imelda Medan sudah mempunyai kebijakan penyusutan rekam medis inaktif, namun belum lengkap seperti yang ada pada Surat Edaran Dirjen Yanmed yaitu

Pada hakekatnya siswa adalah peserta didik yang mempunyai ciri-ciri khusus yang sangat berlainan dengan orang dewasa baik kemampuan dalam berfikir, bentuk fisik,

(Anggareni, 2006) menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan,

Metode yang digunakan untuk mengatasi persoalan ini adalah (1) membangun lembaga pengelola Desa Mandiri Energi, (2) melakukan rekayasa social yang berupapenyuluhan, pelatihan,

31 BPP-S3/S3DN/1294/Diktis/2016 ZAINAL ARIFN STAI AL-QODIRI JEMBER - IV UNIVERSITAS NEGERI MALANG 32 BPP-S3/S3DN/13/Diktis/2016 MASTUR INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO

Bab ketiga adalah berisi tentang pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kranji kecamatan Paciran kabupaten, yang meliputi praktik bilas

Hasil penelitian yang disajikan pada gambar 4 dapat disimpulkan bahwa kondisi atau profil status gizi anak usia sekolah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2019 berada pada