• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI RADIOGRAFI JANTUNG DAN PARU-PARU KELINCI PADA PEMBERIAN XYLAZIN-KETAMIN SEBAGAI ANESTESI JANGKA PANJANG KEVIN TIMOTIUS TAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI RADIOGRAFI JANTUNG DAN PARU-PARU KELINCI PADA PEMBERIAN XYLAZIN-KETAMIN SEBAGAI ANESTESI JANGKA PANJANG KEVIN TIMOTIUS TAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI RADIOGRAFI JANTUNG DAN PARU-PARU

KELINCI PADA PEMBERIAN XYLAZIN-KETAMIN

SEBAGAI ANESTESI JANGKA PANJANG

KEVIN TIMOTIUS TAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Radiografi Jantung dan Paru-paru Kelinci pada Pemberian Xylazin-Ketamin sebagai Anestesi Jangka Panjang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013 Kevin Timotius Tan NIM B04090107

(4)

ABSTRAK

KEVIN TIMOTIUS TAN. Evaluasi Radiografi Jantung dan Paru-paru Kelinci pada Pemberian Xylazin-Ketamin sebagai Anestesi Jangka Panjang. Dibimbing oleh R HARRY SOEHARTONO dan DENI NOVIANA.

Kombinasi xylazin-ketamin (XK) merupakan anestesi yang sering digunakan pada prosedur operasi, namun harus diperhatikan efek negatif yang ditimbulkan dari anestesi ini terutama apabila digunakan dalam jangka panjang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian XK sebagai anestesi jangka panjang terhadap jantung dan paru-paru kelinci yang diamati dengan menggunakan radiografi.Kelinci diberi anestesi XK (dosis xylazin 0.04 mg/kg/menit dan ketamin 0.4 mg/kg/menit) menggunakan metode drip selama 12 jam. Interpretasi radiografi berupa pengukuran Vertebral Heart Size (VHS) pada right lateral (RL) dan dorsoventral (DV) view, serta rasio lebar jantung dengan rongga toraks menunjukkan pola yang sama yaitu terjadi peningkatan ukuran mulai dari jam ke-4 sampai jam ke-12. Hal ini menandakan jantung telah mengalami pembesaran. Peningkatan nilai VHS pada DV view dan rasio lebar jantung dengan rongga toraks terjadi secara signifikan (P<0.05). Pengukuran densitas paru-paru menunjukkan terjadi peningkatan densitas mulai dari jam ke-0 sampai jam ke-8 dan turun kembali pada jam ke-12. Perubahan densitas tersebut tidak terjadi secara signifikan (P>0.05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian XK sebagai anestesi jangka panjang menyebabkan pembesaran pada jantung dan perubahan densitas dari paru-paru.

(5)

ABSTRACT

KEVIN TIMOTIUS TAN. Radiographic Evaluation of Rabbit’s Heart and Lung during Xylazine-ketamine Administration as a Long-term Anesthesia. Supervised by R HARRY SOEHARTONO and DENI NOVIANA.

Xylazine-ketamine (XK) is an anesthetic combination which often used in the surgical procedure, but the negative effects arising from the anesthesia should be considered, especially if used in a long-term. The purpose of this study was to determine the effect of XK as a long-term anesthesia on the heart and lungs of rabbits observed using radiography. Rabbits were given XK anesthesia (xylazine dose 0.04 mg/kg/min and ketamine 0.4 mg/kg/min) using intravenous drip for 12 hours(h). Radiographic interpretation in term of Vertebral Heart Size (VHS) measurements on right lateral (RL) and dorsoventral (DV) view, as well as width ratio of heart to the thoracic cavity showed the same pattern, namely an increase in size ranging from 4 to 12h. It indicated enlargement of the heart. Increasement of VHS on DV view and width ratio of heart to the thoracic cavity occurred significantly (P<0.05). Lung density measurements indicate there has been an increase in density ranging from 0 to 8h and dropped back at the 12h. The density changes did not occur significantly (P>0.05). As conclusion XK administration as a long-term anesthesia causes enlargement of the heart and density changes of the lungs.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

EVALUASI RADIOGRAFI JANTUNG DAN PARU-PARU

KELINCI PADA PEMBERIAN XYLAZIN-KETAMIN

SEBAGAI ANESTESI JANGKA PANJANG

KEVIN TIMOTIUS TAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Skripsi: Evaluasi Radiografi Jantung dan Paru-paru Kelinci pada Pemberian Xylazin-Ketamin sebagai Anestesi Jangka Panjang

~ama : KevinTimotius Tan

~IM : B04090107

Disetujui oleh

drh R Hany Soehartono, MAppSc, PhD drh Deni Noviana, PhD

Pembimbing I Pembimbing II

(10)

Judul Skripsi : Evaluasi Radiografi Jantung dan Paru-paru Kelinci pada Pemberian Xylazin-Ketamin sebagai Anestesi Jangka Panjang

Nama : KevinTimotius Tan NIM : B04090107

Disetujui oleh

drh R Harry Soehartono, MAppSc, PhD Pembimbing I

drh Deni Noviana, PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Agustus 2012 ini ialah Evaluasi Radiografi Jantung dan Paru-paru Kelinci pada Pemberian Xylazin-Ketamin sebagai Anestesi Jangka Panjang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh R Harry Soehartono MAppSc PhD dan Bapak drh Deni Noviana PhD selaku pembimbing skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr drh Gunanti MSselaku kepala Bagian Bedah dan Radiologi serta seluruh Staf Bedah dan Radiologi yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Laboratorium Radiologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr drh Retno Damayanti Soejoedono MS MVS selaku dosen pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada drh M Fakhrul Ulum MSi dan drh Devi Paramitha yang telah memberi saran selama penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman penelitian drh Sitaria Fransiska Siallagan, Alfian Raudani Rahman, dan Septiana Eka Sari, serta seluruh teman-teman yang telah membantu selama penelitian ini dilaksanakan.Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papah, mamah, serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013 Kevin Timotius Tan

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 Ketamin 2 Xylazin 2 Kombinasi Xylazin-Ketamin 2 Jantung 3 Paru-paru 3 Radiografi Toraks 3 METODE 5 Bahan 5 Alat 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Prosedur Penelitian 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

(13)

DAFTAR TABEL

1 Hasil perhitungan rasio antara lebar jantung dengan rongga toraks pada kelinci yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang 9 2 Hasil pemeriksaan radiografi jantung dan paru-paru kelinci yang diberi

xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang 10

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pengukuran lebar jantung dibandingkan dengan lebar rongga

toraks pada hewan 4

2 Skema pengukuran jantung kelinci dengan metode Vertebral Heart Size

pada RL view 4

3 Pengukuran jantung kelinci dengan metode VHS pada RL dan DV view 7 4 Pengukuran jantung kelinci dengan metode rasio lebar jantung dengan

lebar rongga toraks pada DV view 7

5 Hasil pengukuran nilai VHS jantung kelinci yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang pada RL dan DV view 8 6 Perubahan densitas paru-paru kelinci mulai jam ke-0, 4, 8, sampai 12

pemberian xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang 10 7 Hasil pengukuran densitas paru-paru kelinci yang diberi xylazin-ketamin

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prosedur anestesi sering digunakan dalam dunia medis, termasuk di kedokteran hewan. Hal ini karena prosedur anestesi memiliki beberapa fungsi yaitu meminimali stres dan rasa sakit, serta menunjang berbagai tindakan medis seperti proses diagnosa dan operasi (Tranquilli et al. 2007). Anestesi dapat digunakan dengan cara dikombinasikan dengan anestesi lain, dengan tujuan meningkatkan potensi dari anestesi tersebut. Kombinasi anestesi yang digunakan pada dunia kedokteran hewan adalah xylazin dan ketamin (Taylor et al. 2010, Vachon 1999). Kombinasi ini memiliki efek analgesik dan relaksasi otot yang baik, rentang keamanan lebar, serta dapat digunakan pada berbagai operasi (Sloan et al. 2011).

Operasi yang dilakukan dalam waktu lama menyebabkan anestesi juga diberikan dalam jangka panjang. Penggunaan anestesi tidak terlepas dari timbulnya efek samping, terutama pada organ vital. Penelitian yang dilakukan menunjukkan jantung dan paru-paru merupakan dua organ vital yang mengalami efek negatif dari penggunaan anestesi (Dharmayudha et al. 2012, Baumgartner et al. 2010). Gangguan yang terjadi, seperti pembesaran jantung dan perubahan densitas paru-paru dapat diamati dari radiografi (Hariyadi 2010). Penelitian yang menggunakan anestesi jangka panjang telah dilakukan oleh Kwak et al. (2004), namun belum ada yang mengamati efek pemberian kombinasi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang terhadap jantung dan paru-paru kelinci yang diamati menggunakan radiografi. Latar belakang inilah yang mendorong penelitian ini dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang terhadap jantung dan paru-paru kelinci yang diamati dengan menggunakan radiografi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan gambaran keamanan penggunaan xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang pada hewan melalui pengamatan pada perubahan densitas besar jantung dan paru-paru dengan menggunakan radiografi.

(15)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ketamin

Ketamin merupakan agen anestesi yang sering digunakan pada hewan. Anestesi ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan anestesi lain, yaitu onset cepat, rentang keamanan lebar, serta menyebabkan depresi minimal sistem pernafasan dan kardiovaskular (Li et al. 2012). Ketamin menyebabkan efek kardiovaskular meliputi peningkatan tekanan darah, denyut jantung, cardiac output, dan penggunaan oksigen oleh otot jantung (Jung dan Jung 2012). Anestesi ini dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan arteri, karena memiliki efek menghambat sistem parasimpatis dan menstimulasi efek simpatomimetik dari jantung. Peningkatan tekanan arteri berhubungan dengan peningkatan cardiac output, tetapi tidak menyebabkan perubahan pada stroke volume (Baumgartner et al. 2010). Ketamin tidak menyebabkan analgesik atau relaksasi otot yang cukup untuk tujuan operasi, karena sifat ketamin lemah sebagai muscle relaxant. Penggunaan ketamin sering dikombinasikan dengan obat lain, seperti xylazin (Sloan et al. 2011).

Xylazin

Xylazin termasuk golongan agonis α2-adrenoseptor yang memiliki sifat analgesik, sedatif, dan muscle relaxant (Kolahian dan Jarolmasjed 2012, Struck et al. 2011, Franceschini et al. 2010). Obat ini bekerja pada sebelum dan sesudah terminal saraf sinaptik. Penggunaan xylazin secara tunggal mempengaruhi sistem kardiovaskular mengakibatkan penurunan signifikan denyut jantung, cardiac output, aliran aorta, peningkatan awal tekanan darah dan resistensi perifer, selanjutnya diikuti penurunan (Baumgartner et al. 2010). Xylazin menginduksi penurunan signifikan sistem pernafasan (Li et al. 2012) dan menyebabkan sedikit peningkatan suhu rektal (Egwu et al. 2011). Obat ini dapat menyebabkan bradycardia, derajat dua atrioventricular block, hipertensi transien, hipotensi, penurunan stroke volume, cardiac output, dan denyut jantung (Tranquilli et al. 2007).

Kombinasi Xylazin-Ketamin

Kombinasi xylazin dan ketamin merupakan anestesi injeksi paling sering digunakan untuk prosedur operasi (Sloan et al. 2011). Pada kelinci, kombinasi ini sangat populer digunakan sebagai anestesi umum (Hazra et al. 2011) serta diaplikasikan dengan rute intramuskular dan intravena (Baumgartner et al. 2010). Kombinasi xylazin-ketamin memiliki beberapa keuntungan antara lain ekonomis, mudah diaplikasikan, induksi cepat, pengaruh relaksasi yang baik, serta jarang menimbulkan komplikasi klinis. Kombinasi ini saling melengkapi, karena xylazin memiliki efek analgesik dan relaksasi otot yang sangat baik dan efektif, serta memiliki rentang keamanan yang lebar. Kombinasi xylazin dan ketamin juga memiliki efek negatif terutama pada organ jantung dan paru-paru yang dapat mengakibatkan penurunan denyut jantung, cardiac output, stroke volume, efektifitas ventilasi alveolar, dan transport oksigen (Dharmayudha et al. 2012).

(16)

3 Jantung

Jantung merupakan suatu struktur berbentuk kerucut terbalik yang terletak di dalam rongga toraks. Organ ini berada di bagian tengah dari rongga dada yang memanjang dari tulang dada ke tulang punggung, dan terdapat antara paru-paru. Bagian apex atau ujung bawah dari jantung mengarah caudo-ventral, sedangkan bagian basis atau bagian atas dari jantung mengarah dorso-cranial (Akers dan Denbow 2008). Jantung berfungsi mempompakan darah ke seluruh tubuh dalam melakukan metabolisme. Kinerja jantung dipengaruhi oleh beban diastolik (preload), beban sistolik (afterload), kontraktilitas dan laju jantung (Djer dan Madiyono 2000).

Paru-paru

Paru-paru merupakan organ utama dari sistem respirasi dalam rongga toraks. Paru-paru terdiri dari dua bagian yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri dari empat lobus yaitu right cranial, right medial, right caudal, dan accessory lobes, sedangkan paru-paru kiri terdiri dari tiga lobus yaitu left cranial, left medial, dan left caudal lobes (Akers dan Denbow 2008).

Radiografi Toraks

Radiografi toraks merupakan prosedur yang digunakan dalam mengevaluasi pembuluh darah paru-paru, kasus edema paru-paru atau kasus lain, menilai ruang pleura, mediastinum, dan diafragma. Pengambilan radiografi toraks saat inspirasi maksimal dilakukan untuk membedakan antara udara di paru-paru dengan jaringan lunak di bagian toraks, sedangkan pada saat ekspirasi, opasitas dari paru-paru lebih jelas, jantung relatif lebih besar, diafragma mencapai batas belakang dari jantung dan pembuluh darah paru-paru tidak terlihat dengan jelas. Paparan saat ekspirasi berguna untuk identifikasi saluran udara dalam rongga toraks yang kolaps. Radiografi pada kelinci lebih baik dilakukan dengan posisi dorsoventral daripada ventrodorsal, karena posisi dorsoventral beresiko untuk terjadi torsio sepanjang sumbu sagital lebih kecil, lebih mudah membuat tulang belakang sejajar dengan sternum, dan tidak mengganggu respirasi (Taylor et al. 2010).

Radiografi jantung dengan posisi dorsoventral (DV) atau ventrodorsal (VD) menghasilkan gambar jantung mendekati ukuran jantung yang sebenarnya. Posisi DV atau VD, menyebabkan jantung terlihat relatif kecil dan hampir melingkar (Ware 2007). Menurut O’Sullivan dan O’Grady (2004) posisi DV atau VD, lebar jantung normal harus lebih kecil dari 2/3 lebar rongga toraks. Skema pengukuran lebar jantung dengan lebar rongga toraks dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengukuran jantung dapat menggunakan metode Vertebral Heart Size (VHS). Vertebral Heart Size merupakan pengukuran jantung yang membandingkan penjumlahan long axis dan short axis dengan tulang vertebrae thoracicae. Long axis (LA) adalah pengukuran dari bagian carina sampai apex jantung, sedangkan short axis (SA) merupakan pengukuran luas bagian jantung pada sumbu tegak lurus terhadap sumbu panjang jantung. Pengukuran metode ini dibandingkan mulai dari tepi kranial tulang vertebrae thoracicae ke 4 (Litster dan Buchanan 2000). Metode VHS juga digunakan untuk menentukan dimensi jantung kelinci (Onuma et al. 2010). Skema pengukuran dengan metode VHS pada jantung kelinci dapat dilihat pada Gambar 2.

(17)

4

Gambar 1 Skema pengukuran lebar jantung (B) dibandingkan dengan lebar rongga toraks (A) pada hewan (O’Sullivan dan O’Grady 2004)

R ̶ right; L ̶ left.

Gambar 2 Skema pengukuran jantung kelinci dengan metode Vertebral Heart Size (VHS) pada right lateral view (RL); VHS = LA + SA (Onuma et al. 2010)

LA ̶ long axis; SA ̶ short axis; T4 ̶ vertebrae thoracicae ke 4.

Densitas merupakan derajat kehitaman dari suatu gambaran pada suatu film radiografi. Densitas ditentukan oleh banyaknya kristal perak yang terbentuk, dimana perak bromida merupakan komponen utama penyusun film radiografi (Hariyadi 2010). Pada radiografi paru-paru, peningkatan densitas dapat dikategorikan menjadi beberapa pola yaitu bronchial, vascular, alveolar, dan diffuse atau nodular interstitial. Peningkatan densitas pada paru-paru dapat terjadi akibat berbagai macam sebab antara lain mineralisasi bronkus, penebalan dinding bronkus akibat infiltrasi sel atau edema, dilatasi bronkus yang tidak normal (bronchiectasis), overcirculation, massa jaringan lunak, granuloma, infeksi, contusion, dan hemoragik (Ware 2007).

(18)

5

METODE

Penelitian menggunakan kelinci domestik yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang dengan metode drip selama 12 jam dan telah disetujui oleh komisi etik hewan IPB dengan nomor ACUC 02_2012 IPB. Selama pemberian anestesi, pengambilan radiografi dilakukan pada bagian toraks kelinci setiap 4 jam dengan dua lapang pandang yaitu right lateral (RL) dan dorsoventral (DV). Pada hasil radiograf, diamati ukuran jantung dan densitas pada setiap lobus paru-paru.

Bahan

Penelitian ini menggunakan 4 ekor kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) jantan dengan umur rata-rata 1 tahun dan memiliki bobot badan (BB) 1.8-2.5 kg. Obat yang digunakan ketamin 10%, xylazin 1%, enrofloxacine 0.1%, ivermectin 1%, mebendazole 500 mg, cairan infus NaCl 0.9%. Bahan pendukung seperti syringe 1ml, syringe 3ml, selang infus Terumo® TI.U200L07, IV catheter 24G, plester. Bahan radiografi yaitu Fuji Medical X-Ray Film 100 NIF 24x30, Kodak GBX Developer-Analog, dan Kodak GBX Fixer RPLR 1369.

Alat

Peralatan yang digunakan antara lain mesin X-Ray Collimator Model R-120H, Densitometer GD-1A (Gammatec®, Gammatec NDT Supplies PTY Ltd),

dan infusion pump JMS OT-701. Peralatan pendukung untuk radiografi JPI Cassette 24x30 cm, hanger film, satu set alat processing film manual, illuminator, marker film, dan pengering (dryer).

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Prosedur Penelitian

Perlakuan awal terhadap kelinci dilakukan aklimasi selama 3 hari. Kelinci diberikan antibiotik enrofloxacine dosis 5 mg/kg BB secara intramuskular (IM). Ivermectin sebagai antiektoparasit dosis 0.02 mg/kg BB secara subkutan (SC). Anthelmintik mebendazole dosis 50 mg/kg BB secara peroral. Kelinci diinduksi dengan anestesi kombinasi xylazin-ketamin (dosis xylazin 5 mg/kg BB dan ketamin 45 mg/kg BB) secara IM (Plumb 2005). Setelah ±45 menit , campuran cairan infus NaCl 0.9% dengan ketamin dan xylazin (dosis ketamin 0.4 mg/kg/menit dan xylazin 0.04 mg/kg/menit) diberikan melalui vena aurikularis dengan aliran 6

(19)

6

ml/kg/jam selama 12 jam (Taylor et al. 2010). Pada waktu infus dimasukkan mulai disebut jam ke-0, dan pengambilan radiografi yang pertama dilakukan, selanjutnya radiografi diambil setiap 4 jam sekali yaitu jam ke-4, 8, dan 12.

Pengambilan radiografi dengan dua posisi RL dan DV menggunakan 52 kilovoltage peak (kVp) dan 1.2 milliamperes seconds (mAs). Kemudian film yang berada di dalam kaset diproses di kamar gelap. Film yang sudah terpapar diproses dengan larutan developer selama 30 detik, larutan rinser selama 60 detik, larutan fixer selama 60 detik dan terakhir dilakukan proses washer yaitu film dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Film dikeringkan dengan dryer dan setelah kering siap untuk dilakukan interpretasi.

Pengamatan radiograf pada organ jantung difokuskan pada perubahan ukuran yang dapat diamati dengan metode Vertebral Heart Size (VHS) dan rasio antara lebar jantung dengan lebar rongga toraks. Pengamatan organ paru-paru terhadap perubahan densitas dari setiap lobus paru-paru menggunakan alat densitometer. Pengambilan nilai densitas dengan menggunakan densitometer dilakukan pada lima titik pada setiap lobus paru-paru dan pada setiap titik dilakukan tiga kali pengambilan. Kemudian densitas diolah dengan rumus untuk mendapatkan nilai absorbansi.

Nilai Absorbansi =[(H − P)] − Xi

(H − P) × 100% Keterangan: H = Nilai radiolucent

P = Nilai radiopaque

Xi = Rata-rata nilai densitas pada setiap lobus paru-paru yang didapat menggunakan densitometer

Analisis Data

Hasil data penelitian disajikan sebagai rataan ± standar deviasi dalam bentuk deskriptif yang diuji menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis statistik ANOVA®, dan apabila berbeda nyata akan diuji dengan uji lanjut Duncan.

(20)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan kombinasi anestesi xylazin-ketamin merupakan anestesi yang baik karena efeknya saling melengkapi. Kombinasi ini juga memiliki efek negatif yang perlu diperhatikan, terutama pada sistem kardiovaskular dan respirasi (Dharmayudha et al. 2012, Baumgartner et al. 2010). Gangguan dapat diamati pada organ jantung dan paru-paru dengan metode radiografi. Pengamatan jantung difokuskan terhadap perubahan ukuran jantung menggunakan dua metode yaitu VHS pada RL dan DV view, serta rasio antara lebar jantung dengan lebar rongga toraks. Metode pengukuran VHS pada RL dan DV view dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan metode rasio antara lebar jantung dengan lebar rongga toraks dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Pengukuran jantung kelinci dengan metode VHS pada RL (a) dan DV view (b).

RL-LA ̶ right lateral-long axis; RL-SA ̶ right lateral- short axis; T4 ̶ vertebrae

thoracicae ke 4; DV-LA ̶ dorsoventral-long axis; DV-SA ̶ dorsoventral-short axis.

Gambar 4 Pengukuran jantung kelinci dengan metode rasio lebar jantung (B) dengan lebar rongga toraks (A) pada DV view.

Hasil pengukuran VHS pada RL dan DV view menunjukkan nilai VHS pada kedua view memiliki pola yang serupa, yaitu peningkatan nilai VHS mulai dari jam

(21)

8

ke-0 sampai 12. Nilai VHS pada jam ke-0 yang merupakan awal pemberian anestesi xylazin-ketamin secara intravena, masih berada dalam kisaran normal. Menurut Onuma et al. (2010) nilai VHS normal kelinci antara 8.08-8.52 v. Nilai VHS pada jam ke-4 mulai mengalami peningkatan dan berada diatas kisaran normal. Pengukuran nilai VHS semakin meningkat selama pemberian anestesi ketamin, dan pada jam ke-12 yang merupakan akhir pemberian anestesi xylazin-ketamin, nilai VHS berada diatas kisaran normal. Peningkatan nilai VHS yang terjadi pada RL view tidak signifikan (P>0.05), sedangkan pada DV view nilai VHS mengalami peningkatan yang signifikan (P<0.05) (lihat pada Tabel 2). Menurut Onuma et al. (2010) peningkatan nilai VHS menunjukkan telah terjadi peningkatan ukuran jantung. Hasil pengukuran nilai VHS menunjukkan bahwa jantung dari kelinci yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang semakin membesar mulai dari jam ke-4 sampai jam ke-12 pengamatan (Gambar 5).

Gambar 5 Hasil pengukuran nilai VHS jantung kelinci yang diberi xylazin- ketamin sebagai anestesi jangka panjang pada RL dan DV view. Hasil pengukuran dengan metode rasio antara lebar jantung dengan lebar rongga toraks dapat dilihat pada Tabel 1. Prinsip dari metode ini membandingkan lebar jantung (B) dengan lebar rongga toraks (A), dan berdasarkan perbandingan tersebut lebar jantung normal harus kurang dari 2/3 lebar rongga toraks (O’Sullivan dan O’Grady 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai A adalah 39.50±1.91 mm (37.59-41.41 mm). Pada jam ke-0, nilai B adalah 26.75±0.50 mm. Hal ini menunjukkan pada jam ke-0 lebar jantung kelinci masih dalam ukuran normal, walaupun di batas atas normal. Nilai B mulai meningkat pada jam ke-4, yaitu 27.75±0.50 mm. Peningkatan ini menunjukkan nilai B lebih besar dari 2/3 nilai A. Semakin besar nilai B menunjukkan pada jam ke-4 jantung kelinci mulai melebar. Nilai B semakin meningkat selama pemberian anestesi xylazin-ketamin. Pada jam ke-12 nilai B yang didapat adalah 28.50±0.58 mm. Nilai ini juga menunjukkan perbandingan nilai B lebih besar dari 2/3 nilai A. Oleh karena itu, pengukuran lebar jantung dengan metode rasio antara B dengan A, menunjukkan lebar jantung kelinci mengalami peningkatan mulai jam ke-4 sampai jam ke-12.

8 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 8.6 8.7 8.8 8.9 9 0 4 8 12 Nilai VH S (v) Jam ke-Right Lateral Dorso Ventral

(22)

9 Peningkatan lebar jantung terjadi secara signifikan (P<0.05) (lihat pada Tabel 2). Peningkatan ini menunjukkan bahwa jantung dari kelinci mengalami pembesaran. Tabel 1 Hasil perhitungan rasio antara lebar jantung dengan rongga toraks pada

kelinci yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang

Nilai Lebar Rongga Toraks (mm) Lebar Jantung (mm) Jam ke- 0 4 8 12 0 4 8 12 Rata-rata 39.50 39.50 39.50 39.50 26.75a 27.75b 28.25b 28.50b

SD 1.91 1.91 1.91 1.91 0.50 0.50 0.50 0.58 Maksimum 41.41 41.41 41.41 41.41 27.25 28.25 28.75 29.08

Minimum 37.59 37.59 37.59 37.59 26.25 27.25 27.75 27.92 Rasio B dan A B˂2/3A B˃2/3A B˃2/3A B˃2/3A A ̶ lebar rongga toraks; B ̶ lebar jantung; a,bhuruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata

(P<0.05)

Pembesaran jantung dapat terjadi karena peningkatan volume akibat insuffisiensi katup, atau peningkatan beban sistolik akibat obstruksi aliran ventrikel atau peningkatan tekanan arteri (Ware 2007). Pembesaran ukuran jantung yang terjadi kemungkinan karena efek pemberian xylazin-ketamin pada kelinci yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri. Ketamin menyebabkan peningkatan konsentrasi epinefrin dan norepinefrin dalam plasma (Tranquilli et al. 2007). Peningkatan konsentrasi epinefrin dan norepinefrin mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Cunningham dan Klein 2007). Efek xylazin terhadap α1 dan α2

-adrenoreseptor, mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri, sehingga peningkatan tekanan darah terjadi pada arteri (Baumgartner et al. 2010, Tranquilli et al. 2007). Secara umum, penyempitan pembuluh darah arteri sangat berpengaruh terhadap kejadian pembesaran jantung. Penyempitan pembuluh darah arteri menyebabkan darah yang dipompa keluar dari jantung menuju arteri sebagian tertahan di jantung, dan volume darah yang tertahan di lumen jantung akan meningkat. Pada saat diastol, darah dari vena akan masuk ke dalam lumen jantung dan bercampur dengan darah yang tertahan, sehingga volume darah pada lumen jantung akan meningkat dan mengakibatkan pembesaran lumen jantung.

Gangguan yang terjadi oleh pemberian xylazin-ketamin tidak hanya terjadi pada jantung, tetapi juga pada sistem respirasi. Efek xylazin-ketamin terhadap sistem respirasi mengakibatkan penurunan signifikan pada frekuensi respirasi (Li et al. 2012), penurunan efektifitas ventilasi alveolar, dan transport oksigen (Dharmayudha et al. 2012). Efek tersebut dapat diamati dari radiografi terutama perubahan densitas paru-paru. Perubahan densitas paru-paru terjadi mulai jam ke-0 sampai 12 (lihat pada Gambar 6)

(23)

10

Gambar 6 Perubahan densitas paru-paru kelinci mulai jam ke-0 (a), jam ke-4 (b), jam ke-8 (c), jam ke-12 (d) pemberian xylazin-ketamin sebagai

anestesi jangka panjang.

Pengukuran densitas paru-paru pada kelinci yang diberikan xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang menunjukkan perubahan densitas paru-paru baik pada RL maupun DV view (Gambar 7). Nilai densitas setiap lobus paru-paru pada RL view mengalami peningkatan mulai dari jam ke-0 sampai 8, dan mengalami penurunan kembali pada jam ke-12. Nilai densitas setiap lobus paru-paru pada DV view mengalami peningkatan sampai jam ke-4, tetapi menurun pada jam ke-8 dan mengalami peningkatan kembali pada jam ke-12. Perubahan densitas paru-paru pada RL dan DV view tidak signifikan (P>0.05), hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pemeriksaan radiografi jantung dan paru-paru kelinci yang diberi

xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang

Parameter Radiografi Jam ke-

0 4 8 12

VHS RL view 8.12±0.28 8.42±0.33 8.53±0.29 8.62±0.40 VHS DV view 8.32±0.23a 8.48±0.34a,b 8.75±0.34a,b 8.92±0.38b

Lebar jantung (B) 26.75±0.50a 27.75±0.50b 28.25±0.50b 28.50±0.58b

Densitas paru-paru RL view

- Lobus cranial 37.72±18.11 40.36±9.55 43.94±11.80 42.66±13.33 - Lobus medial 44.70±22.75 47.02±14.88 54.10±12.07 45.80±16.51 - Lobus accesorius 17.19±9.12 21.16±6.43 26.73±12.54 24.56±12.36 - Lobus caudal 33.89±15.99 38.74±10.79 44.43±14.55 40.59±8.05 Densitan paru-paru DV view

- Lobus cranial kanan 51.99±18.91 61.02±7.65 58.79±12.22 65.74±4.25 - Lobus cranial kiri 58.26±19.85 64.90±9.41 62.78±9.27 66.91±2.84 - Lobus medial kanan 42.28±18.08 55.11±7.26 51.17±15.78 61.00±5.86 - Lobus medial kiri 46.01±15.47 57.00±9.08 51.14±13.25 60.05±5.60 - Lobus caudal kanan 39.64±17.48 50.50±9.28 47.14±14.75 56.36±6.82 - Lobus caudal kiri 35.00±14.50 46.90±9.71 41.21±14.51 48.88±7.61 VHS ̶ vertebrae heart size; RL ̶ right lateral; DV ̶ dorsoventral; a,b huruf berbeda menunjukkan

(24)

11

Gambar 7 Hasil pengukuran densitas paru-paru kelinci yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang pada RL view (kiri) dan DV view (kanan).

Peningkatan densitas paru-paru dapat disebabkan oleh efek anestesi xylazin-ketamin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah pada kapiler paru-paru dapat mengakibatkan terbentuknya celah antara membran kapiler. Terbentuknya celah tersebut mengakibatkan terjadinya kebocoran protein plasma dari pembuluh darah ke dalam interstitial paru-paru (Ware 2007, Daffara et al. 2004). Akumulasi cairan ektravaskular pada paru-paru mengakibatkan terjadi gangguan pada parenkim paru-paru (Palestini et al. 2003). Gangguan ini mengakibatkan kerja parenkim paru-paru menurun, sehingga kadar oksigen menjadi rendah (Botto et al. 2006). Akumulasi protein plasma pada bagian interstitial, pada radiograf terlihat dengan peningkatan opasitas pada paru-paru. Peningkatan opasitas menunjukkan terjadi peningkatan densitas paru-paru (Ware 2007). Penurunan densitas dari setiap lobus paru-paru terjadi pada jam ke-8 (DV view) dan jam ke-12 (RL view). Penurunan ini dikarenakan kelinci sudah mengalami resistensi terhadap efek anestesi xylazin-ketamin pada dosis yang sama sejak jam ke-0. Penggunaan anestesi dalam jangka panjang menyebabkan terjadinya penurunan efektifitas dari agen anestesi (Felzemburgh et al. 2012). Efek xylazin-ketamin yang mulai melemah karena resistensi mengakibatkan tekanan darah arteri kembali normal.

Kadar oksigen rendah akibat gangguan pada parenkim, merangsang tubuh kelinci untuk melakukan homeostasis. Homeostasis dilakukan dengan merangsang sel endotel yang dilengkapi oleh berbagai reseptor seperti cell adhesion molecules (CD31), sehingga sel ini menjadi sangat peka terhadap tekanan akibat akumulasi cairan ekstravaskular (Botto et al. 2006). Sel endotel tersebut bekerja dengan cara menyerap kembali protein plasma yang terdapat pada daerah tersebut (Daffara et al. 2004). Penyerapan protein plasma menyebabkan daerah interstitial menjadi normal kembali, sehingga terjadi penurunan pada densitas paru-paru.

10 20 30 40 50 60 70 0 4 8 12 De nsit as (% ) Jam

ke-Lobus cranial Lobus medial Lobus accesorius Lobus caudal

10 20 30 40 50 60 70 0 4 8 12 De nsit as (% ) Jam

ke-Lobus cranial kanan Lobus cranial kiri Lobus medial kanan Lobus medial kiri Lobus caudal kanan Lobus caudal kiri

(25)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang pada kelinci mengakibatkan pembesaran pada jantung dan peningkatan densitas dari paru-paru. Pembesaran jantung terjadi mulai jam ke-4 sampai 12, sedangkan peningkatan densitas paru-paru terjadi mulai jam ke-0 sampai 8 pemberian anestesi xylazin-ketamin.

Saran

Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan tambahan metode lain, seperti elektrokardiografi dan ekhokardiografi untuk melihat lebih mendalam efek anestesi pada jantung dan paru-paru.

(26)

13

DAFTAR PUSTAKA

Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. USA: Blackwell Publishing Proffesional. p 345-380.

Baumgartner C, Bollerhey M, Ebner J, Laacke-Singer L, Schuster T, Erhardt W. 2010. Effects of ketamine-xylazine intravenous bolus injection on cardiovascular function in rabbits. Can J Vet Res. 74: 200-208.

Botto L, Berreta E, Daffara R, Miserocchi G, Palestini P. 2006. Biochemical and morphological changes in endothelial cells in response to hypoxic interstitial edema. Respir Res. 7(1): 7.

Cunningham JG, Klein BG. 2007. Text Book of Veterinary Physiology. Philadelphia (US): Saunders Elsevier. p 180-277.

Daffara R, Botto L, Berreta E, Conforti E, Faini A, Palestini P, Miserocchi G. 2004. Endothelial cells as early sensors of pulmonary interstitial edema. J Appl Physiol. 97:1575-1583.

Dharmayudha AAGO, Gorda IW, Wardhita AAGJ. 2012. Perbandingan anestesi xylazin-ketamin hidroklorida dengan anestesi tiletamin-zolazepam terhadap frekuensi denyut jantung dan pulsus anjing lokal. Buletin Veteriner Udayana. 4(1): 9-15.

Djer MM, Madiyono B. 2000. Tatalaksana penyakit jantung bawaan. Sari Pediatri. 2(3): 155-162.

Egwu GO, Mshelia GD, Sanni S, Onyeyili PA, Adjenyu GT. 2011. The effect of vitamin c at varying timeson physiological parameters in rabbit after xylazine anaesthesia. Vet Ital. 47(1): 97-104.

Felzemburgh VA, Cettolin QC, Machado KM, Campos JHO. 2012. Comparison between the anesthetic induction times in the first and second surgery in rabbits. Acta Cir Bras. 27(7): 482-486.

Franceschini MA, Radhakrishnan H, Thakur K, Wu W, Ruvinskaya S, Carp S, Boas DA. 2010. The effect of different anesthetics on neurovascular coupling. Neuroimage. 51(4):1367-1377.

Hariyadi MA. 2010. Segmentasi citra x-ray toraks menggunakan level set. Matics. 4(2): 46-53.

Hazra S, Palui H, Biswas B, Konar A. 2011. Anesthesia for Intraocular Surgery in Rabbits. Scand J Lab Anim Sci. 38(2): 81-87.

Jung I, Jung SH. 2012. Vasorelaxant mechanism of ketamine in rabbit renal artery. Korean J Anesthesiol. 63(6): 533-539.

Kolahian S, Jarolmasjed SH. 2012. Antiemetic efficacy of promethazine on xylazine-induced emesis in cats. Can Vet J. 53: 193-195.

Kwak SH, Choi JI, Park JT. 2004. Effects of propofol on endotoxin-induced acute lung injury in rabbit. J Korean Med Sci. 19: 55-61.

Li P, Han H, Zhai X, He W, Sun L, Hou J. 2012. Simultaneous HPLC-UV determination of ketamine, xylazine, and midazolam in canine plasma. J Chromatogr Sci. 50: 108-113.

Litster AL, Buchanan JW. 2000. Vertebral scale system to Measures heart size in radiographs of cats. J Am Vet Med Assoc. 216(2): 210-214.

Onuma M, Ono S, Ishida T, Shibuya H, Sato T. 2010. Radiographic measurement of cardiac size in 27 rabbits. J Vet Med Sci. 72(4): 529–531.

(27)

14

O’Sullivan ML, O’Grady MR. 2004. Clinical evaluation of heart disease. VetGo. [Internet]. [diunduh 2013 Jun 24]. Tersedia pada: http://vetgo.com/cardio/ concepts/concsect.php?sectionkey=2&section=Clinical%20Evaluation%20of% 20Heart%20Disease.

Palestini P, Calvi C, Conforti E, Daffara R, Botto L, Miserocchi G. 2003. Compositional changes in lipid microdomains of air-blood barrier plasma membranes in pulmonary interstitial edema. J Appl Physiol. 95:1446-1452. Plumb DC. 2005. Plumb’s Veterinary Drug Handbook. 5th ed. USA: Blackwell

Publishing. p 441-804.

Sloan RC, Rosenbaum M, O’Roukr D, Oppelt K, Frasier CR, Waston CA, Allan AG, Brown DA. 2011. High doses of ketamine–xylazine anesthesia reduce cardiac ischemia–reperfusion injury in guinea pigs. J Am Assoc Lab Anim Sci. 50(3): 349-354.

Struck MB, Andrutis KA, Ramirez HE, Battles AH. 2011. Effect of a short-term fast on ketamine–xylazine anesthesia in rats. J Am Assoc Lab Anim Sci. 50(3): 344-348.

Taylor DK, Lee V, Mook D, Huerkamp MJ. 2010. Rabbits. Di dalam: Ballard B, Cheek R. editor. Exotic Animal Medicine for the Veterinary Technician. 2nd ed. USA: Blackwell Publishing. p 255-277.

Tranquilli WJ, Thurmon JC, Grimm KA. 2007. Lumb & Jones’ Veterinary Anesthesia and Analgesia. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. p 5-214.

Vachon P. 1999. Self-mutilation in rabbits following intramuscular ketamine-xylazine-acepromazine injections. Can Vet J. 40: 581-582.

Ware WA. 2007. Cardiovascular Disease in Small Animal Medicine. London (UK): Manson Publishing. p 34-44.

(28)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Cirebon pada tanggal 29 Agustus 1992. Penulis merupakan putera kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Tan Moy Tjong dan Marijanti Agiri. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 6 Cirebon dan lulus pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas penulis tempuh di SMU Negeri 3 Cirebon dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima masuk Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada tahun 2009.

Selama mengikuti pendidikan di FKH IPB, penulis aktif di Himpro Hewan Kesayangan Satwa Akuatik dan Eksotik (HKSA). Penulis pernah menjadi ketua pelaksana kegiatan Pet Care Day pada tahun 2011 yang diadakan oleh Himpro HKSA FKH IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Embriologi dan Genetika Perkembangan pada tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa di FKH IPB penulis juga berkesempatan menerima beasiswa PPA dari tahun 2009-2013.

Gambar

Gambar 3 Pengukuran jantung kelinci dengan metode VHS pada RL (a) dan DV   view (b).
Tabel  1  Hasil  perhitungan  rasio  antara  lebar  jantung  dengan  rongga  toraks  pada     kelinci yang diberi xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang
Tabel  2  Hasil  pemeriksaan  radiografi  jantung  dan  paru-paru  kelinci  yang  diberi  xylazin-ketamin sebagai anestesi jangka panjang
Gambar 7 Hasil pengukuran densitas paru-paru kelinci yang diberi xylazin-ketamin  sebagai  anestesi  jangka  panjang  pada  RL  view  (kiri)  dan  DV  view  (kanan)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, yang menjadi peubah bebas adalah iringan musik dalam penyelesaian soal matematika (X), sedangkan yang menjadi peubah ter- ikatnya

Gambar A menunjukkan bronkus normal, dengan silia yang masih utuh, tampak seperti bulu sikat pada puncak sel epitel torak (panah biru). Sedangkan gambar B, pada puncak sel-sel

Melalui metode penelitian tersebut maka penulis akan mendapatkan analisa mengenai bentuk perikatan dan tanggung jawab Penyedia Jasa Layanan Taksi Uber, pemilik rental mobil, dan

Berdasarkan latar belakang dan tema mengenai sistem pengambilan keputusan maka dilakukan penelitian skripsi dengan judul “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Prioritas Untuk

5.1.3 penentuan hasil produksi pada batik tulis sistem Activity Based Costing l ebih murah atau efektif daripada konvensional, Sedangkan untuk batik cap sistem

Pasti anda berasa pelik mengapa makanan yang lebih sinonim sebagai cara terbaik untuk kurus tetapi sebenarnya menjadi punca gemuk. Berdasarkan kajian yang telah

Sebarang perjanjian (sama ada lisan atau bertulis dan sama ada dinyatakan atau dibayangkan) di mana seseorang itu bersetuju untuk mengambil seseorang yang lain bekerja