• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN DAN REALISASI BANDPASS FILTER PADA FREKUENSI GHZ DENGAN METODE TRANSMISSION ZEROS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN DAN REALISASI BANDPASS FILTER PADA FREKUENSI GHZ DENGAN METODE TRANSMISSION ZEROS"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN DAN REALISASI BANDPASS FILTER

PADA FREKUENSI 2.4 - 2.5 GHZ DENGAN METODE

TRANSMISSION ZEROS

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Disusun oleh :

Nama : JUWANTO

NIM : 41409110055

Program Studi : Teknik Elektro

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

(2)

ii Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Juwanto

N.I.M : 41409110055

Jurusan : Teknik Elektro

Fakultas : Teknik

Judul Tugas Akhir : Perancangan dan Realisasi Bandpass Filter Pada Frekuensi 2.4 – 2.5 GHz, dengan Metode

Transmission Zeros.

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Tugas Akhir yang saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari penulisan Tugas Akhir ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

(3)

iii

Perancangan dan Realisasi Bandpass Filter Pada Frekuensi 2.4 – 2.5 GHz dengan Metode Transmission Zeros

Disusun oleh : Nama : Juwanto NIM : 41409110055 Jurusan : Teknik Elektro

Pembimbing I,

[Dr.-Ing. Mudrik Alaydrus]

Pembimbing II,

[Dian Widi Astuti, ST MT]

Mengetahui,

Koordinator Tugas Akhir / Ketua Program Studi

(4)

iii

Perancangan dan Realisasi Bandpass Filter Pada Frekuensi 2.4 – 2.5 GHz dengan Metode Transmission Zeros

Abstrak - Bandpass filter adalah sebuah komponen pasif yang dipergunakan

untuk meloloskan frekuensi antara f1 dan f2. Penggunaan bandpass filter pada komunikasi wireless sangat diperlukan baik di sisi pengirim dan penerima karena

bandpass filter dapat mencegah terjadinya gangguan interferensi antar bandwidth

frekuensi. Pada perancangan ini bertujuan untuk merancang filter pada perangkat WLAN yaitu dengan frekuensi 2,4 - 2,5 GHz. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan transmission zeros , dimana metode ini dapat memberikan selektifitas frekuensi yang lebih baik jika dibandingkan dengan filter konvensional seperti Butterworth dan Chebyshev. Perancangan filter ini mempergunakan mikrostip berbahan PCB FR4 dan Rogers TMM 10. Bentuk resonator yang dibuat pada mikrostrip adalah square open-loop resonator dengan jumlah ordo adalah enam buah. Pada perancangan ini dibantu dengan perhitungan menggunakan

Matlab, kemudian disimulasikan dengan EM Sonnet.

Pada fabrikasi filter digunakan teknik photo etching PCB, dimana permukaan PCB akan dilarutkan/etching sehingga akan terbentuk jalur konduktor sesuai dengan desain filter. Fabrikasi kedua dikerjakan dengan mesin CNC

Milling, dimana pada proses ini memiliki tingkat akurasi lebih kecil sampai 1

mikron dibanding dengan proses photo etching hanya sampai 100 mikron. Pada tahap akhir akan dilakukan pengukuran mempergunakan Vector Network Analyzer untuk mendapatkan grafik respon S21 dan S11 dari filter.

Kata kunci : Bandpass filter, saluran mikrostrip, transmission zeros, square open

(5)

iv

Segala Puji dan syukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT atas segala limpahan berkat dan karunia-NYA yang selalu menyertai kita dalam setiap langkah, sehingga penulis berhasil menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini guna untuk melengkapi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu. Penyusunan laporan Penelitian dan Tugas Akhir ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan, dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan bantuanya selama proses perkuliahan dan penelitian.

2. Bapak Dr-ing Mudrik Alaydrus dan Ibu Dian Widi Astuti ST, MT selaku dosen pembimbing selama pelaksanaan penelitian.

3. Bapak Yudhi Gunardhi, ST, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Elektro.

4. Dosen - dosen kami di Jurusan Teknik Elektro, ilmu dan bimbingan mereka membantu kami untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. 5. Sahabat dan teman - teman seperjuangan Angkatan Elektro XVI yang

telah membantu saya dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. 6. Sdr Agus Mulyono ST, dan Sdr Yoso ST, dan Sdr M.Ardi yang telah

membantu dalam proses fabrikasi alat.

Semoga penelitian dan penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat baik untuk pribadi penulis, Dosen pembimbing, serta rekan rekan Mahasiswa Universitas Mercu Buana, dan masyarakat umum.

Jakarta,23 Juli 2013

Penulis

(6)

v

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengentar ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Batasan Penelitian... 3 1.5 Metodologi Penelitian ... 4 1.6 Sistematika Penulisan ... 6 BAB II TEORI DASAR FILTER 2.1 Fungsi Transfer ... 6

2.2 Bandpass Filter ... 7

2.3 Metode Pendekatan Filter ... 9

2.3.1 Filter Pendekatan Butterworth ... 9

2.3.2 Filter Pendekatan Chebyshev ... 10

2.3.3 Filter Chebyshev dengan Transmission Zeros ... 11

2.4 Saluran Transmisi Mikrostrip ... 15

2.4.1 Perhitungan Impedansi Gelombang ... 16

2.4.2 Perancangan Mikrostrip ... 18

2.5 Square Open-loop Resonator ... 19

(7)

vi

2.7.2 Kopling Magnetik ... 26

2.7.3 Kopling Campuran ... 28

2.8 Rumus Umum untuk Mengekstraksi Koefisien Kopling ... 31

2.9 Rumus untuk Mengekstraksi Faktor Kualitas Eksternal Qe ... 31

2.10 Karakteristik Bandpass Filter Dengan Transmisiion Zeros.. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir perancangan dan realisasi Bandpass Filter ... 36

3.2 Perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ... 38

3.2.1 Perangkat Lunak ... 38

3.2.2 Perangkat Keras ... 38

3.3 Spesifikasi Rancangan Bandpass Filter ... 39

3.4 Pemilihan Bahan Dielektrika ... 39

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER 4.1 Perancangan Square Open-loop Resonator ... 41

4.1.1 Perhitungan Lebar Saluran Input dan Output ... 41

4.1.2 Perhitungan Ukuran Resonator ... 43

4.2 Perhitungan Kopling Resonator ... 47

4.2.1 Kopling Magnetik ... 48

4.2.2 Kopling Elektrik ... 49

4.2.3 Kopling Campuran ... 51

4.2.4 Faktor Kualitas Eksternal dan Letak Port ... 52

4.3 Perhitungan Koefisien Kopling pada struktur Bandpass Filter 54

4.4 Perhitungan Jarak Resonator ... 56

4.5 Simulasi Hasil Rancangan Bandpass Filter ... 62

4.6 Fabrikasi Bandpass Filter ... 63

4.7 Pengukuran dan Analisa Bandpass Filter ... 65

4.7.1 Data hasil Pengukuran ... 65

(8)

vii

1.2 Saran ... 71

(9)

viii

Tabel 3.1 Spesifikasi rancangan Bandpass filter ... 39 Tabel 3.2 Spesifikasi Material PCB FR4 ... 40 Tabel 3.3 Spesifikasi Material PCB Rogers TMM10 ... 40 Tabel 4.1 Perbandingan spesifikasi rancangan, simulasi, dan hasil

pengukuran Bandpass filter dengan material FR4 ... 68 Tabel 4.2 Perbandingan spesifikasi rancangan, simulasi, dan hasil

pengukuran Bandpass filter dengan material FR4 dengan

proses CNC Milling ... 69 Tabel 4.3 Perbandingan spesifikasi rancangan, simulasi, dan hasil

pengukuran Bandpass filter dengan material Rogers

(10)

ix

Gambar 1.1 Metodologi penelitian ... 4 Gambar 2.1 Respon Bandpass Filter ideal ... 8 Gambar 2.2 Toleransi yang diberikan pada sebuah bandpass filter .... 8 Gambar 2.3 Respons lowpass filter dan posisi poles untuk pendekatan

Butterworth. ... 10

Gambar 2.4 Respons lowpass filter dan posisi untuk pendekatan

Chebyshev ... 10

Gambar 2.5 Filter digambarkan dengan model admitansi [Y] ... 12 Gambar 2.6 Filter digambarkan dengan model admitansi [Y] ... 13 Gambar 2.7 Matriks Penggandeng dan skematik dari folded

configuration ... 14

Gambar 2.8 Mikrostip dan bagian-bagian pentingnya ... 16 Gambar 2.9 Pendefinisian permitivitas relatif sebagai alat bantu

analisa ... 17 Gambar 2.10 Square open-loop resonator dapat dibentuk dari sebuah

resonator lurus tunggal ... 20 Gambar 2.11a Rangkaian ekuivalen dari resonator n-terkopel untuk

formula persamaan lintasan tertutup ... 21 Gambar 2.11b Representasi jaringan dari Gambar a. ... 21 Gambar 2.12a Ragam struktur tipe kopling dari resonator terkopling

elektrik ... 24 Gambar 2.12b Ragam struktur tipe kopling dari resonator terkopling

magnetik ... 24 Gambar 2.12c Ragam struktur tipe kopling dari resonator terkopling

campuran ... 24 Gambar 2.13 Rangkaian resonator terkopel disetel dengan kopling

(11)

x

kopling. ... 25

Gambar 2.15a Rangkaian resonator terkopel disetel serentak dengan

kopling magnetik ... 28 Gambar 2.15b Sebuah alternatif dari rangkaian ekuivalen dengan sebuah

pembalik impedansi K Lm untuk mempresentasikan

kopling. ... 28 Gambar 2.16a Representasi jaringan dari rangkaian resonator terkopel

yang diset secara sinkron dengan kopling campuran ... 30 Gambar 2.16b Sebuah rangkaian ekivalen terkait dengan sebuah inverter

impedansi K L'm dan sebuah inverter admintansi

'

m

C

J  untuk merepresentasikan kopling magnetik dan kopling elektrik... 30 Gambar 2.17a Model struktur kopling input/output (I/O) pada resonator

filter dengan model Tapped-line coupling ... 32 Gambar 2.17b Model struktur kopling input/output (I/O) pada resonator

filter dengan model Coupled-line coupling ... 32 Gambar 2.18 Rangkaian pengganti kopling I/O resonator filter ... 32 Gambar 2.19 Respon fasa S11 dari rangkaian 2.17 ... 33 Gambar 2.20 Perbandingan respon frekuensi antara filter Chebyshev

dengan filter transmission zeros ... 35 Gambar 3.1 Diagram Alir perancangan dan realisasi Bandpass filter

square open-loop resonator ... 37

Gambar 4.1 Ilustrasi bentuk resonator ... 45 Gambar 4.2 Simulasi percobaan ukuran resonator untuk material FR4 46 Gambar 4.3 Simulasi percobaan ukuran resonator untuk material

Rogers TMM10 ... 47

Gambar 4.4a Frekuensi resonansi pada kopling magnetik ... 48 Gambar 4.4b Grafik fasa S21 (derajat) dari gambar (a) ... 48

(12)

xi

Gambar 4.5b Grafik koefisien kopling magnetik terhadap jarak dengan

material Rogers TMM10 ... 49

Gambar 4.6a Frekuensi resonansi pada kopling Elektrik ... 50

Gambar 4.6b Grafik fasa S21(derajat) dari gambar (a) ... 50

Gambar 4.7a Koefisien kopling elektrik terhadap jarak dengan material FR4 ... 50

Gambar 4.7b Koefisien kopling elektrik terhadap jarak dengan material Rogers TMM10 ... 50

Gambar 4.8a Frekuensi resonansi pada kopling Campuran ... 51

Gambar 4.8b Grafik fasa S21(derajat) dari gambar (a) ... 51

Gambar 4.9a Koefisien kopling campuran (mix) terhadap jarak dengan material FR4... 52

Gambar 4.9b Koefisien kopling campuran (mix) terhadap jarak dengan Rogers TMM10 ... 52

Gambar 4.10a Struktur pencatuan resonator ... 52

Gambar 4.10b Respon frekuensi gambar (a) ... 53

Gambar 4.11a Grafik kualitas faktor eksternal resonator material FR4 .. 53

Gambar 4.11b Grafik kualitas faktor eksternal resonator material Rogers 53

Gambar 4.12 Desain bandpass filter 6 resonator ... 56

Gambar 4.13 Desain bandpass filter material Rogers TMM10 ... 57

Gambar 4.14 Grafik simulasi percobaan bandpass filter ... 58

Gambar 4.15 Desain bandpass filter usulan kedua ... 58

Gambar 4.16 Grafik simulasi percobaan bandpass filter_2 ... 59

Gambar 4.17 Desain bandpass filter material FR4 ... 61

Gambar 4.18 Desain bandpass filter material Rogers TMM10 ... 61

Gambar 4.19 Grafik simulasi filter dengan material FR4 ... 62

Gambar 4.20 Grafik simulasi filter dengan material Rogers TMM10 ... 62

(13)

xii

CNC Milling ... 64

Gambar 4.22 Hasil pengukuran bandpass filter dengan material FR4 . 65 Gambar 4.23 Hasil pengukuran bandpass filter dengan material FR4

(pembuatan proses CNC Milling) ... 66 Gambar 4.24 Hasil pengukuran bandpass filter dengan material Rogers

(14)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan manusia untuk mendapatkan informasi tanpa mengenal batas waktu dan ruang mendorong perkembangan industri komunikasi berkembang dengan cepat. Sehingga perkembangan komunikasi nirkabel atau yang lebih dikenal dengan wireless lebih banyak dipilih dibandingkan dengan komunikasi kabel yang memerlukan pembangunan jaringan lebih lama dibandingkan wireless. Permintaan yang tinggi tersebut mendorong penyedia jasa agar tidak hanya memberikan jangkauan jaringan yang luas dan besar tetapi juga dapat memberikan kapasitas dan pelayanan yang baik kepada pelanggan.

Penggunaan spektrum frekuensi pada komunikasi wireless merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari dikarenakan spektrum frekuensi digunakan oleh gelombang elektromagnetika sebagai pembawa informasi yang akan dikirim. Selain dari pada itu spektrum frekuensi merupakan salah satu dari sumber alam yang terbatas bagi dunia komunikasi karena spektrum frekuensi tersebut tidak dapat dibuat dan didaur ulang oleh manusia serta penggunaan frekuensi yang tidak teratur tentunya akan menimbulkan interferensi sehingga pengiriman dan penerimaan informasi akan menjadi terganggu. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan spektrum frekuensi harus diatur secara ketat oleh suatu lembaga Negara, seperti Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) untuk Negara Indonesia.

Ada dua kategori penggunaan frekuensi yaitu frekuensi yang memerlukan ijin dari Depkominfo (licensed) dan frekuensi yang tidak memerlukan ijin penggunaan (unlicensed). Penggunaan frekuensi yang tidak memerlukan ijin tersebut diperuntukankan untuk kalangan industri, ilmiah dan medis (Industrial,

Scientific and Medical, ISM) tentu memberikan keuntungan tersendiri walau

harus rela berbagi dengan pengguna lainnya karena penggunanya akan lebih banyak jika dibandingkan dengan frekuensi berijin.

(15)

Spektrum frekuensi yang bisa digunakan oleh wireless local area network adalah frekuensi 2,4 GHz untuk protocol IEEE 802.11b, 802.11g dan 802.11n serta frekuensi 5 GHz untuk protocol IEEE 802.11a. Penggunaan spektrum frekuensi 2,4 GHz tersebut juga ada yang berijin yaitu untuk IEEE 802.11g dan yang tidak berijin yaitu untuk IEEE 802.11b.

Dari hal tersebut muncullah suatu keinginan untuk dilaksanakan penelitian mengenai bagaimana proses penyeleksian frekuensi agar pengguna mendapatkan sinyal frekuensi yang diinginkan. Salah satu alat yang memainkan peranan penting dalam proses penyeleksian spektrum frekuensi tersebut adalah filter dalam hal ini bandpass filter (BPF). Filter lolos tengah (bandpass filter) mempunyai tugas untuk menyaring/mengambil sinyal yang memiliki frekuensi dari f1 sampai

f2 , dan menolak sinyal yang frekuensinya lebih kecil dari f1 juga menolak sinyal

yang frekuensinya lebih besar dari f2. Dalam perancangan filter lolos tengah ini,

pernyataan mengenai spesifikasi filter tersebut adalah seberapa boleh ter-redam sinyal yang seharusnya diloloskan tanpa redaman pada interval f1 sampai f2 ,

seberapa besar peredaman minimal diharuskan untuk sinyal lebih kecil dari f1 dan

lebih besar dari f2 dan yang terakhir, bagaimana perubahan karakteristik filter ini

untuk daerah transisi pada f1 dan f2.

Dalam merealisasikan tuntutan teknis tersebut ada banyak stategi telah dijalankan, misalnya filter dengan teknologi waveguide merupakan yang paling tepat jika terkait dengan kerugian transmisi (insertion loss). Walaupun pada banyak aplikasi tipe teknologi ini telah ditinggalkan, tetapi pada aplikasi-aplikasi tertentu tetap menjadi pilihan yang pertama, misalnya aplikasi berdaya besar atau aplikasi satelit. Filter dengan teknologi waveguide mempunyai kelemahan yaitu mahal dan sulit untuk membuatnya sehingga untuk produksi secara masal dan murah tidak mungkin dilakukan. Sementara sebagai alternatif dibuat filter dengan teknologi mikrostip, dari elektronika berfrekuensi rendah dikenal sebagai PCB (Printed Circuit Board). Kelebihan teknologi ini mudah dan murah untuk membuatnya, terlebih lagi untuk produksi dalam jumlah yang besar. Kekurangan dari filter dengan teknik mikrostrip adalah kerugian pada transmisi yang lebih besar dibandingkan waveguide dan transisi dari wilayah lolos yang relatif lebih besar.

(16)

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas di penelitian ini adalah:

1. Bagaimana merancang dan merealisasikan bandpass filter dengan metode

square open-loop resonator untuk aplikasi WLAN pada frekuensi 2,4 GHz

sampai dengan 2,5 GHz.

2. Bagaimana menghubungkan teori rangkaian/komponen-komponen diskret seperti induktansi dan kapasitansi dengan struktur diskontinuitas mikrostrip.

3. Bagaimana merealisasikan struktur dasar yang didapat dengan pendekatan rangkaian diskret di atas dengan metoda perhitungan elektromagnetika. 4. Membuat prototipe filter dengan teknologi mikrostrip.

5. Melakukan validasi pengukuran dengan alat Vector Network Analyzer (VNA).

1.3. Tujuan Penelitian

Di dalam penelitian ini akan dilakukan perancangan struktur mikrostrip yang mampu memberikan suatu performansi filter lolos tengah yang telah diberikan oleh spesifikasi dari WLAN 802.11b pada frekuensi 2,4 GHz sampai 2,5 GHz dan validasinya dengan alat ukur.

1.4. Batasan Penelitian

Adapun batasan dari penelitian adalah:

1. Bandpass filter dirancang dan direalisasikan dengan metode square

open-loop resonator dengan transmision zeros untuk aplikasi WLAN 802.11b

pada frekuensi 2,4 GHz sampai 2,5 GHz

2. Tidak membahas teknologi WLAN secara mendalam.

1.5. Metodologi Penelitian

Melakukan perhitungan secara teori dengan rumus-rumus pendekatan dan dengan metoda numerik berbantuan komputer, baik dengan menggunakan software komersial ataupun software yang telah dikembangkan sendiri.

(17)

Perhitungan ini akan dilakukan secara intensif, sehingga diharapkan didapatkannya suatu pengertian hubungan antara perubahan pada struktur dengan perubahan pada return loss dan insertion loss.

Membuat prototipe filter secara mekanis dan melakukan validasinya dengan alat ukur. Mempelajari Teori Filter Pendekatan Aproksimatif Simulasi Komputer CAD, variasi parameter secara intensif Pembuatan prototipe dan pengukuran Selesai 1 2 1. Output berupa Geometri

kasar

2. Output berupa hasil eksak insertion, return loss, dan variasinya

Gambar 1.1 Metodologi penelitian

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini membahas tentang konsep dasar bandpass filter, mikrostrip, kopling resonator, dan yang berkaitan dengan perancangan bandpass filter mikrostrip

square open-loop resonator dengan transmision zeros. Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini berisi tentang metodologi yang digunakan penulis dalam perancangan dan realisasi bandpass filter square open-loop resonator dengan transmision

(18)

Bab IV Perancangan dan Realisasi Filter

Bab ini berisi tentang perancangan, realisasi, dan analisa hasil pengukuran

bandpass filter square open-loop resonator dengan transmision zeros. BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas kesimpulan-kesimpulan dan saran yang dapat ditarik dari keseluruhan penelitian ini dan kemungkinan pengembangan topik selanjutnya yang berkaitan.

(19)

6

Di bagian ini akan dibahas tentang fungsi transfer (transfer function) yang merupakan besaran kualitatif dan kuantitatif yang dipakai dalam menilai performansi dari sebuah filter. Dilanjutkan dengan pengertian bandpass filter dengan karakteristik ideal, kemudian dilanjutkan dengan metoda-metoda pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan bentuk aproksimatif dari perancangam sebuah filter yang dikehendaki. Hal ini dilakukan karena fungsi filter ideal sangat sulit atau tidak mungkin untuk didapatkan. Misalnya sebuah filter lowpass tidak mungkin mampu meloloskan suatu sinyal yang berfrekuensi lebih rendah dari suatu frekuensi batasan tertentu (cut-off frequency, fc) tanpa kerugian apapun dan menolak sinyal yang berfrekuensi lebih besar dari frekuensi batas fc secara sempurna. Dan terakhir akan dijelaskan mengenai resonator dengan bentuk square open-loop beserta teori dasar kopling dan bentuk beserta perhitungan nilai koefisien kopling antar resonator yang dapat terjadi, serta akan dibahas pula teori dan perhitungan yang akan digunakan dalam perancangan filter secara keseluruhan.

2.1 Fungsi Transfer

Dalam pembahasan RF, sebagai fungsi transfer dipakai S21. Pada banyak kondisi sering digunakan kuadrat dari nilai mutlak fungsi transfer ini [3].

 

 

    2 2 2 21 1 1 n F j S  (2.1)

adalah konstanta ripple, Fn

 

 fungsi filter dan  adalah varibel frekuensi. Fungsi transfer bisa juga diberikan dalam bentuk

 

 

 

p D p N p S21  (2.2)

N(p) dan D(p) adalah polinomial dengan variabel berupa frekuensi kompleks

 

j

(20)

Jika fungsi transfer diberikan, bisa dihitung respon kerugian transmisi (insertion

loss response) dari filter itu

 

 

2 21 1 log 10    j S LA dB (2.3)

Untuk kasus tak mengandung kerugian, berlaku untuk perhitungan return loss (LR)

 

 

2

21 1 log 10     S j LR dB (2.4)

dan respon keterlambatan energi (group delay response)

 

 

     d d d 21   detik (2.5)

yang mana

21 adalah argumen dari S21.

Fungsi-fungsi polynomial di persamaan (2.2) secara umum memiliki akar (variabel yang menghasilkan fungsi tersebut menjadi nol), yang memberikan pengaruh yang besar pada filter-filter yang dirancang. Jika pembilang N(p) bernilai nol pada suatu nilai p tertentu, fungsi transfer juga menjadi nol, maka nilai p ini disebut juga zeros dari S21. Jika penyebut D(p) bernilai nol, maka S21 memiliki nilai tak terhingga, sehingga p ini disebut juga poles dari S21. Akar dari

D(p) adalah frekuensi alami dari filter (supaya stabil harus di sebelah kiri dari

sistem koordinat kompleks), sedangkan akar dari N(p) zeros dari filter (boleh terletak di mana-mana). Ada beberapa jenis filter berdasarkan pola dari posisi

zeros dan polesnya, yang terpenting adalah Butterworth (maximal flat response)

dan Chebyshev.

2.2 Bandpass Filter

Seperti yang kita ketahui bersama filter merupakan salah satu komponen pasif yang populer dan sangat bermanfaat dalam sebuah perangkat telekomunikasi khususnya perangkat yang menggunakan sebuah gelombang radio didalam perambatannya atau biasa disebut sistem komunikasi radio. Filter dapat berfungsi untuk melewatkan suatu frekuensi tertentu yang diingikan serta untuk menekan frekuensi yang tidak diingikan. Salah satu jenis filter yang sering digunakan dalam perangkat telekomunikasi adalah bandpass filter. Filter jenis bandpass

(21)

memiliki sifat meloloskan frekuensi antara f1 sampai f2, dan menekan sampai

serendah-rendahnya frekuensi dibawah f1 (<f1) dan frekuensi diatas f2 (>f2).

1

0 Gain

Frekuensi

f1 f2

Gambar 2.1 Respon bandpass Filter ideal

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa sebuah rangkaian bandpass filter secara ideal memiliki respon meloloskan frekuensi antara f1-f2 dengan penguatan

sebesar 1 kali (0 dB) dan menekan frekuensi dibawah f1 dan diatas f2 sampai

dengan mendekati nol (- dB). Didalam realitanya filter yang dibuat tidak akan bisa memiliki respon sesuai dengan filter ideal, maka diberikanlah toleransi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

1 0 Gain Frekuensi f1 f2 Ideal Filter Toleransi Realisasi

Gambar 2.2 Toleransi yang diberikan pada sebuah bandpass filter

Toleransi yang diberikan pada sebuah bandpass filter ditunjukkan dengan garis putus-putus pada Gambar 2.2. Sehingga dengan toleransi tersebut, sebuah

1

(22)

bandpass filter akan dapat memiliki respon frekuensi dengan pendekatan filter

ideal yang berbeda antara filter satu dengan yang lainnya. Maka muncullah beberapa teori yang berkaitan dengan pendekatan bandpass filter yang memiliki respon frekuensi yang berbeda-beda.

2.3 Metode Pendekatan Filter 2.3.1 Filter Pendekatan Butterworth

Filter dengan pendekatan Butterworth mempunyai karakteristik memberikan bentuk filter yang sedatar mungkin di wilayah lolos dan membesar/mengecil dengan tajam di wilayah tolak. Gambar 2.3 menunjukkan kurva peredamannya. Di wilayah lolos, f < fc, peredaman filter ideal 0 dB, didekati selama mungkin dari f = 0 sampai mendekati fc. Untuk f > fc, filter ideal meredam sinyal secara sempurna atau LA  , sedangkan pendekatan Butterworth diharapkan membesar menuju nilai tersebut secara cepat.

Seberapa baik kualitas dari pendekatan Butterworth ini, tergantung dari seberapa banyak komponen LC (induktor dan kapasitor) yang dipergunakan. Jumlah dari L dan C dinyatakan sebagai n indeks/ordo dari filter. Makin besar nilai n yang digunakan, makin didekati karakter ideal dari filter yang dirancang. Pada Gambar 2.3 terlihat tiga buah filter dengan n yang berbeda. Berapa nilai n yang dipakai pada suatu rancangan tergantung dari tuntutan yang diberikan kepada filter ini. Pada prakteknya akan diberikan suatu nilai minimal peredaman di frekuensi tertentu. Berdasarkan tuntutan ini akan muncul nilai n minimal yang harus digunakan. Jika digunakan n yang lebih kecil (rangkaian menjadi lebih sederhana dan murah), tuntutan tersebut tak terpenuhi, sedangkan jika nilai n yang lebih besar digunakan (rangkaian menjadi lebih kompleks dan besar/mahal), tuntutan terpenuhi lebih baik, tetapi mungkin tidak diperlukan [3].

Untuk menentukan berapa ordo yang dipakai, digunakan spesifikasi peredaman minimal LA,S, frekuensi S, nilai n dapat dicari dengan persamaan.

S LAs n    log 2 1 10 log 0,1 , (2.6)

(23)

1  j -j 5  n   j 2 1/2 ) 1 ( j  2 / 1 2 ) 1 ( j -     c  Ar L 5  n LA (dB) n membesar f or Ω fc or Ωc ideal

Gambar 2.3 Respons lowpass filter dan posisi poles untuk pendekatan Butterworth.

2.3.2 Filter Pendekatan Chebyshev

Pendekatan Chebyshev memanfaatkan celah pada spesifikasi, bahwa di wilayah lolos (passband), peredaman tidak harus bernilai nol, tetapi boleh mengambil nilai tertentu, misalnya 0,01 dB, 0,1 dB atau nilai lainnya. Sehingga karakteristik dari pendekatan Chebyshev menunjukkan ripple di wilayah lolos dan membesar secara monoton di wilayah tolak [3].

Kuadrat dari mutlak fungsi transfer filter Chebyshev memiliki bentuk

 

 

    2 2 2 21 1 1 n T j S  (2.7)

 

            1 untuk 1 untuk cosh cosh cos cos 1 1 n n Tn (2.8)

(24)

Untuk mendapatkan ordo yang tepat dengan spesifikasi yang diberikan, yaitu

ripple di wilayah lolos sebesar LA,r dan peredaman minimal di wilayah tolak LA,s

pada frekuensi S, dapat dihitung nilai n yaitu

S L L r A s A n      1 1 , 0 1 , 0 1 cosh 1 10 1 10 cosh , , (2.9)

2.3.3 Filter Chebyshev dengan Transmission Zeros

Beberapa pendekatan filter seperti Butterworth dan Chebyshev masih memiliki tingkat kejaman filter yang landai, hal ini dapat diperbaiki dengan menaikkan ordo filter. Dengan menaikkan ordo filter akan berpengaruh pada biaya pembuatan filter itu sendiri. Karena pada prakteknya, filter elektronik yang diimplementasikan, memiliki kemampuan yang terbatas, yaitu memiliki return

loss yang hingga (secara teoretis harusnya −1 dB) di interval lolos (passband) dan

di inteval tolak (stopband) juga memiliki kerugian transmisi (insertion loss) yang hingga pula, maka muncullah metode untuk memberikan ketajaman filter yang lebih baik dengan menggunakan transmission zeros pada frekuensi tertentu, sehingga dengannya faktor transmisi (S21) filter dipaksa untuk mendekati nol pada frekuensi tersebut [2].

Faktor refleksi dan transmisi dari sebuah filter Chebyshev bisa diberikan dalam bentuk rasio dua buah polinom dengan pangkat N (N adalah ordo dari filter) berikut ini ) ( ) ( ) ( 11 s E s F s S r   , ) ( ) ( ) ( 12 s E s P s S   (2.10)

Polinom F dan E memiliki ordo N, sedangkan P memiliki ordo NF , yaitu jumlah

transmission zeros pada posisi frekuensi yang hingga (finite frequencies), pada

sebuah filter berlaku NF < N. Dengan transmission zeros ini bisa dirancang suatu faktor atenuasi yang besar di setiap posisi frekuensi yang diinginkan. Faktor ε,

bisa dihitung dengan RL s j

s F s P   (1/ 10 /10 1) ( ( )/ ( ))  , dengan RL adalah

return loss yang diberikan pada awal proses perancangan. Menggunakan

(25)

) ( 1 1 ) ( 2 2 21 2 s C s S N    (2.11)

dengan CN fungsi filter dengan ordo N, yang untuk karakteristik Chebyshev berlaku        

  N n n N x s P s F s C 1 1 ) ( cosh cosh ) ( ) ( ) ( (2.12) dengan n n n s s s s j x / 1 / 1    

Di persamaan (2.12) sudah terdapat kemungkinan adanya transmission zeros dengan posisi, yaitu jωn = Sn. Persamaan (2.12) berubah menjadi aproksimasi

Chebyshev konvensional jika semua transmission zeros diletakkan di frekuensi tak

hingga (Sn = ±j).

Cameron [4] menjelaskan suatu prosedur untuk menghitung polinom-polinom di atas secara rekursif. Dari perhitungan [2], dengan menggunakan model admitansi [Y] seperti Gambar 2.5, didapat Polinom yang menggambarkan matriks admitansi [Y], bisa dipecah menjadi bagian dengan nilai eigen dari penyebut polinom itu (λk) dan sisa pembagian (residue rijk)

               N k k k k k k r r r r j s jK jK Y 1 21 22 12 11 0 0 1 0 0 ] [  (2.13)

[Y]

1 RN

Gambar 2.5 Filter digambarkan dengan model admitansi [Y].

Dengan mengamati struktur filter tergandeng secara lebih terperinci, diberikan filter ordo N yang terdiri dari N resonator seperti Gambar 2.6. Setiap resonator tersusun dari sambungan paralel Ck dan jBk. Pada sisi kiri setiap resonator (sisi terkoneksi ke sumber S) dipasangkan inverter admitansi dengan nilai MSk dan sisi

(26)

kanannya (yang terhubung ke beban) inverter admitansi MLk. Matriks ABCD dari struktur di Gambar 2.6 (b) bisa diturunkan menjadi

               Lk Sk Lk Sk k k Sk Lk k M M M M iB sC M M ABCD 0 (2.14)

atau sebagai matriks admitansi menjadi

 

       Lk Lk Sk Lk Sk Sk k k k M M M M M M jB sC Y 2 2 1 (2.15) Dengan merujuk pada Gambar 2.6(a), yang merupakan rangkaian paralel dari N

M

SK

M

LK 1 2 K N jBk Ck S L Sumber Beban

M

SL (a) (b)

Gambar 2.6 Filter digambarkan dengan model admitansi [Y]

resonator, maka dengan menggunakan persamaan (2.15) didapatkan matriks

admitansi dari rangkaian lengkap menjadi

 

                N k Sk Lk Lk Lk Sk Sk k k SL SL M M M M M M jB sC jM jM Y 1 2 2 1 0 0 (2.16)

Perbandingan persamaan (2.16) dan (2.13) memberikan hasil yang harus berlaku

Ck = 1 dan Bk ( ≡ Mkk ) = -λk

M2

(27)

Maka menjadi

MLk = r22k , dan MSk = r21k / r22k

Dengan pendekatan ini dihasilkan matriks penggandeng dengan bentuk array transversal, yang pada prakteknya sulit untuk direalisasikan. Rhodes [5] memperkenalkan konfigurasi terlipat (folded configuration), yang sebagai contoh ditunjukkan di Gambar 2.7. Matriks dalam bentuk kanonik ini bisa didapatkan dengan menjadikan elemen yang tak diinginkan ada menjadi nol melalui proses

anihilasi matriks. Penggandengan sendiri (self couplings) s di diagonal utama

merepresentasikan frekuensi resonansi dari masing-masing resonator. Jika filter mengandung penggandengan silang, resonator-resonator bisa memiliki frekuensi yang berbeda dari frekuensi tengah ω0. Jika filter tidak memiliki penggandengan silang, elemen s di diagonal utama ini bernilai 0, yang artinya semua resonator di-tala (tuned) pada frekuensi tengah ω0. m adalah penggandengan utama dari mulai gerbang masukan ke resonator pertama, kemudian dari resonator pertama ke kedua, dan selanjutnya sampai pada dari resonator ke N ke gerbang keluaran. Selain dari itu ada lagi penggandengan silang, yang terbagi pada penggandengan silang simetris (xs), yang di gambar skematik bisa diamati konfigurasinya, juga penggandengan silang asimetris (xa) [2].

S 1 2 3 4 5 6 L S 1 2 3 4 5 6 L 0 s 0 m m m m m m m s s s s s xs xs xs xa xa xa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 S L 1 2 3 5 4 6 Resonator Sumber/Load Port Kopling utama (m)

Kopling silang simetris (xs) Kopling silang asimetris (xa) Kopling sendiri (self-coupling)(s)

Simetri pada matrix

Gambar 2.7 Matriks Penggandeng dan skematik dari folded

(28)

2.4 Saluran Transmisi Mikrostrip

Saluran transmisi mikrostip sebagai bagian dari saluran transmisi planar, merupakan saluran transmisi yang secara teknik paling penting untuk aplikasi frekuensi radio (RF, Radio Frequency) dan gelombang mikro, juga untuk rangkaian digital dengan kecepatan tinggi (high speed digital circuits). Bentuk

planar dari rangkaian ini bisa dihasilkan dengan beberapa cara: misalnya dengan photolithografi dan etching atau dengan teknologi film tipis dan tebal (thin-film and thick-film technology). Seperti halnya pada saluran transmisi yang lain,

saluran transmisi planar bisa juga dimanfaatkan untuk membuat komponen tertentu seperti filter, kopler, transformator ataupun percabangan. Jenis-jenis saluran transmisi planar lainnya adalah triplate (stripline) yang merupakan saluran transmisi coplanar.

Pada awal perkembangannya triplate sering kali dipergunakan, tetapi dewasa ini mikrostrip dan coplanar line yang sering dipakai. Dilihat dari strukturnya saluran transmisi planar adalah struktur elektromagnetika yang sangat kompleks karena pada bidang penampangnya terdapat tiga buah material yaitu dielektrika, metal dan udara. Sehingga dalam analisanya dengan persamaan Maxwell, ketiga material ini akan membuat kondisi batas (boundary conditions) yang sangat kompleks, sehingga solusi dari persamaan Maxwell juga merupakan medan listrik dan magnet yang sangat kompleks pula.

Hanya pada triplate kita masih bisa mendapatkan solusi TEM (Transversal

Elektromagnetic), karena di sana hanya ada dua material: metal dan dielektrika.

Pada saluran transmisi planar lainnya, yang kita dapatkan adalah gelombang hybrida (bukan TE dan bukan TM). Gelombang hybrida adalah gelombang yang memiliki komponen H dan komponen E ke arah perambatannya. Gelombang ini disebut juga gelombang HE (perhatikan gelombang H adalah gelombang yang hanya memiliki komponen H ke arah perambatan dan gelombang E hanya memiliki E ke arah perambatannya). Jika demikian halnya, maka seperti halnya

waveguide, kita tidak bisa mendefinisikan impedansi gelombang, tegangan dan

arus.

Jika saluran transmisi planar jenis mikrostrip, Gambar 2.8, dipergunakan pada frekuensi yang cukup rendah maka jenis gelombang yang merambat menjadi

(29)

gelombang quasi TEM (seolah-olah TEM), gelombang ini merupakan mode dasar pada saluran transmisi ini [1].

h W t Plat Ground Bahan Dielektrik Plat Konduktor

ɛ

r

Gambar 2.8 Mikrostip dan bagian-bagian pentingnya.

2.4.1 Perhitungan Impedansi Gelombang

Tipe gelombang yang merambat di dalam mikrostrip adalah gelombang hybrid. Gelombang yang memiliki medan listrik dan magnet pada komponen axial (longitudinal), disebut juga gelombang HE atau EH. Sebagai pembanding, di dalam waveguide, gelombang E dan gelombang H bisa merambat, tetapi gelombang TEM tidak bisa merambat. Di dalam kabel koaksial, gelombang TEM sebagai mode dasar bisa merambat. Gelombang TEM tidak bisa merambat di mikrostip. Hal inilah yang mempersulit pembahasan mikrostrip secara eksak.

Tetapi pada prakteknya, sering kali gelombang yang merambat di anggap sebagai gelombang TEM (quasi TEM), yang mana anggapan ini hanya berlaku pada frekuensi rendah. Pada frekuensi ini komponen axial dari medan listrik dan magnet jauh lebih kecil dibanding dengan komponen transversalnya. Dengan model quasi TEM, maka pengamatan bisa direduksi menjadi kasus elektrostatika, seperti halnya pada kabel koaksial. Tetapi, struktur mikrostrip yang tidak homogen akan diaproksimasikan dengan struktur homogen yang memiliki permitivitas efektif r,eff [1].

r

(30)

W

h W h

Ɛr-eff

Ɛr

Gambar 2.9 Pendefinisian permitivitas relatif sebagai alat bantu analisa.

Untuk kasus strip metal yang sangat tipis (t  0), permitivitas efektif dan dengan demikian impedansi gelombang bisa dihitung dengan dua rumus berikut ini, untuk

1  W h u ,

                      2 5 , 0 , 0,041 12 1 2 1 2 1 u u r r eff r    (2.17)         u u Z eff r 25 , 0 8 ln 2 , 0    (2.18) yang mana  120 ohm.

Sedangkan untuk uW h1; 5 , 0 , , , 12 1 2 1 2 1             u eff r eff r eff r    (2.19)

1 , 0 1,393 0,677 ln 1,444       u u Z eff r   (2.20) Hammerstad dan Jensen memberikan rumus yang lebih tepat [3],

b a r r eff r u              1 10 2 1 2 1 ,    (2.21) yang mana                                         3 4 2 4 1 , 18 1 ln 7 , 18 1 432 , 0 52 ln 49 1 1 u u u u a dan r

reff

(31)

053 , 0 3 9 , 0 564 , 0          r r b  

Rumus perhitungan permitivitas efektif ini memiliki akurasi lebih bagus dari 0,2% untuk parameter

r 128 dan 0,01u100. Sedangkan impedansi gelombangnya adalah                  2 , 0 2 1 ln 2 u u F Z eff r    (2.22) dengan

7528 , 0 666 . 30 6 2 6          u e F

Rumus perhitungan impedansi gelombang memiliki akurasi lebih baik dari 0,01% untuk u1 dan 0,03% untuk u1000

Dengan didapatkannya permitivitas relatif efektif, panjang gelombang saluran transmisi bisa dihitung menjadi

eff r g , 0    

di mana

0  panjang gelombang yang merambat di udara bebas (m), atau

eff r g f(GHz) , 300    dalam satuan mm (2.23) 2.4.2 Perancangan Mikrostrip

Proses perancangan mikrostrip adalah menentukan nilai uW h jika nilai Z0

dan r diberikan. Hammerstad memberikan cara perhitungan sebagai berikut [3]: Untuk uW h2 2 8 2   A A e e h W (2.24) dengan                 r r r r Z A     0,11 23 , 0 1 1 2 1 60 5 , 0 0 (2.25) dan untuk uW h2

(32)

                     r r r B B B h W     61 , 0 39 , 0 1 ln 2 1 1 2 ln 1 2 (2.26) dengan r Z B   0 2 60  (2.27)

Prosedur di atas memiliki akurasi sekitar 1%. Jika diinginkan tingkat akurasi yang lebih, maka digunakan metoda iteratif dengan rumus penentuan impedansi pada bagian sebelumnya atau secara grafis.

2.5 Square Open-loop Resonator

Salah satu hal yang penting didalam pembuatan filter dengan media mikrostrip adalah penentuan bentuk dari resonator yang akan digunakan. Secara umum resonator adalah sebuah media penghubung antara port sumber dengan port beban. Prinsip kerja resonator adalah menggunakan prinsip resonansi, sehingga bisa dikatakan resonator akan bekerja (beresonansi) pada suatu frekuensi tertentu, kemudian dengan adanya resonansi tersebut sebuah gelombang RF akan tersalurkan. Secara umum rangkaian resonator dapat dibuat dengan menggunakan komponen L (induktor) dan C (capasitor) dan besarnya frekuensi resonansi antara rangakaian L dan C adalah sebesar 1/

L.C . Dalam perancangan dengan media mikrostrip komponen L dan C dapat direalisasikan menggunakan bentuk square

open-loop resonator dengan cara menekuk sebuah resonator lurus tunggal

menjadi persegi, seperti di tunjukan pada Gambar 2.10. Dengan bentuk tekukan sudut 90 akan membentuk sebuah gap diantara kedua ujung resonator. Sehingga  pada kedua ujung resonator tersebut akan terbentuk sebuah kapasitor yang mampu menyimpan energi kapasitansi. Secara teori agar resonator dapat beresonansi sesuai dengan frekuensi yang diinginkan maka panjang dari sebuah resonator harus dibuat dengan panjang 1/2 panjang gelombang. Oleh karena itu didalam perancangan sebuah resonator diperlukan sebuah perhitungan khusus yang berkaitan dengan teknik mikrostrip, dan kemudian supaya hasilnya maksimal, perancangan dari resonator perlu disimulasikan dengan EM, sehingga hasil yang didapatkan lebih mendekati dengan harapan [3].

(33)

2 /

1 1/2

(a) (b)

Gambar 2.10 Square open-loop resonator dapat dibentuk dari sebuah resonator lurus tunggal.

2.6 Matriks Penghubung Resonator

Rangkaian penghubung resonator sangat penting pada saat akan mendesain sebuah rangkaian filter yang memilki lebar frekuensi yang sempit. Secara umum teknik penghubung resonator digunakan untuk mendesain berbagai macam filter dengan berbagai bentuk dan macam resonator yang dipergunakan, mulai dari filter pada waveguide, filter dielektrik resonator, filter ceramic combline, filter mikrostrip, filter superkonduktor dan filter mikro buatan mesin. Untuk mempermudah perhitungan rangkaian penghubung resonator dapat dilakukan dengan mencari terlebih dahulu matriks penggandeng kopel resonator. Pada persamaan (2.28) adalah rangkaian pengganti n-kopel resonator dimana L, C, dan

R masing-masing menunjukkan induktansi, kapasitansi, dan resistansi; i mewakili

arus lintasan tertutup, dan es adalah besarnya tegangan masuk. Dengan menggunakan teori hukum Kirchhoff yang menyatakan bahwa penjumlahan tegangan pada suatu lintasan tertutup rangkaian listrik akan bernilai nol, seperti terlihat pada Gambar 2.11(a), dengan memiliki perhitungan sebagai berikut [3] :

0 1 .... 0 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 21 1 2 12 1 1 1 1                                   n n n n n n n n S n n i C j L j R i L j i L j i L j i C j L j i L j e i L j i L j i C j L j R                (2.28)

(34)

di mana Lij = Lji merupakan induktansi timbal balik antara resonator i dan j sehingga semua arus lintasan tertutup arus seharusnya memiliki arah yang sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11(a).

~ R1 es C1 C2 L1 L2 i1 i2 Cn-1 Cn Ln-1 Ln Rn in-1 in R1 es V1 I1 a1 b1 Rn V2 I2 a2 b2 Dua Port Penghubung Resonator Sejumlah n (a) (b) ~

Gambar 2.11 (a) Rangkaian ekuivalen dari resonator n-terkopel untuk formula persamaan lintasan tertutup. (b) Representasi jaringan dari Gambar (a).

Oleh karena faktor induktansi mengakibatkan tegangan bernilai negatif maka akan dapat direpresentasikan dalam sebuah perhitungan berbentuk matriks yaitu :                                                         0 0 1 1 1 2 1 2 1 2 2 2 12 1 12 1 1 1          es i i i C j L j R L j L j L j C j L j L j L j L j C j L j R n n n n n n n             (2.29) atau

     

Zie

dimana [Z] adalah nn matriks impedansi.

Untuk mempermudah perhitungan, semua resonator filter harus diseting pada frekuensi resonansi yang sama, yaitu dengan frekuensi tengah filter 0 1 LC ,

di mana L = L1 = L2 = ··· = Ln dan C = C1 = C2 = ··· = Cn. Sehingga persamaan matriks impedansi dari persamaan (2.29) dapat diganti dengan

(35)

 

Z 0LFBW

 

Z (2.30)

dimana FBW 

0 adalah lebar pita fraksional dari filter dan

 

Z adalah

matriks impedansi ternormalisasi, yang mana filter disetting serentak yang diberikan oleh

 

                                     p FBW L R FBW L L j FBW L L j FBW L L j p FBW L L j FBW L L j FBW L L j p FBW L R Z n n n n n 0 2 0 1 0 2 0 21 0 1 0 0 12 0 1 1 1 1 1 1 1                      (2.31) dengan             0 0 1 FBW j p

yang merupakan variabel kompleks dari frekuensi lowpass. Perlu diperhatikan bahwa ei i Q L R 1 0   untuk i = 1,n (2.32) 1 e

Q dan Qen masing-masing adalah faktor kualitas eksternal dari input dan output resonator. Pendefinisian koefisien kopling sebagai

L L

Mijij (2.33)

dan dengan asumsi

0 1 untuk pendekatan sebuah pita sempit, kita dapat menyederhanakan persamaan. (2.31) menjadi

 

                         p q jm jm jm p jm jm jm p q Z en n n n n e 1 1 2 1 2 12 1 12 1        (2.34)

dimana qe1 dan qen adalah skala faktor kualitas eksternal FBW

Q

qeieiuntuk i = 1,n (2.35)

(36)

FBW M

mijij (2.36)

2.7 Kopling Antar Resonator

Pada umumnya, koefisien kopling dari resonator terkopel gelombang mikro/RF, dapat dibedakan pada struktrur dan memiliki frekuensi terresonansi sendiri yang berbeda, yang boleh didefinisikan pada basis perbandingan dari energi terkopel dengan energi yang tersimpan, sebagaimana dituliskan dengan persamaan berikut.

            d H d H d H H d E d E d E E k













      2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 (2.37)

dimana E dan

H

adalah vektor medan listrik dan magnet,  adalah permitivitas, μ adalah besarnya permeabilitas dan k adalah besarnya koefisien dari kopling.

Dari persamaan (2.37) terdapat dua buah persamaan yaitu pada sisi sebelah kiri adalah menunjukkan perhitungan sebuah kopling elektrik dan untuk sisi sebelah kanan adalah menunjukkan perhitungan sebuah kopling magnetik. Dari persamaan tersebut diperoleh bahwa interaksi dari beberapa resonator digabungkan secara matematis dan dijelaskan dengan operasi titik dari medan vektor ruang. Hal ini memungkinkan kopling dari dua buah resonator dapat memiliki salah satu tanda positif atau negatif. Sebuah tanda positif akan berarti bahwa kopling meningkatkan energi yang tersimpan pada resonator tidak terkopel, sedangkan tanda negatif akan menunjukkan pengurangan. Oleh karena itu, kopling elektrik dan magnetik dapat memiliki efek yang sama jika mereka memiliki tanda yang sama, atau memiliki efek sebaliknya jika memiliki tanda yang berlawanan. Jika kita mengevaluasi langsung nilai koefisien kopling dari persamaan (2.37) dibutuhkan perhitungan yang sangat rumit, karena diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang teori integral ruang. Oleh karena itu solusi yang lebih mudah untuk menghitung sebuah koefisien kopling adalah dengan menggunakan bantuan simulasi EM atau dengan percobaan untuk menemukan beberapa frekuensi karakteristik yang berkaitan dengan hubungan antara koefisien kopling dengan frekuensi [3].

(37)

Didalam pemasangan dua buah resonator akan terbentuk beberapa macam model rancangan pasangan resonator. Dari beberapa model rancangan tersebut secara umum akan diperoleh tiga jenis kopling resonator, yaitu kopling elektrik, kopling magnetik, dan kopling campuran. Beberapa rancangan pemasangan resonator dapat dilihat pada Gambar 2.13 dibawah [3].

s s (a) (b) s s (c) (d)

Gambar 2.12 Ragam struktur tipe kopling dari resonator terkopling dengan (a) kopling elektrik, (b) kopling magnetik, (c) dan (d) kopling campuran.

2.7.1 Kopling Elektrik

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12(a), sebuah kopling elektrik dibentuk dengan cara menempatkan dua buah resonator saling berdekatan pada sisi yang memiliki gap (terbuka). Hal ini dikarenakan sebuah resonator square open-loop, pada ujung resonator dengan sisi terbuka, terbentuk sebuah kapasitor yang berfungsi sebagai penyimpan muatan listrik. Dengan menyusun dua buah resonator saling berdekatan disisi resonator yang terbuka, akan memberikan kemudahan terjadinya transfer daya (kopling) secara elektrik pada kedua resonator. Pada saat resonator beresonansi, sisi gap resonator satu akan terbentuk sebuah kapasitor yang terhubung dengan sisi gap resonator kedua, sehingga kopling arus (elektrik) akan terjadi, karena arus akan mengalir dari resonator satu keresonator kedua [3]. Gambar 2.13 adalah gambaran rangkaian L dan C, sebagai pengganti rangkaian resonator.

(38)

Cm J  L C 1 T'1 V1 L C 2 T'2 V2 I1 Cm I2

Gambar 2.13 Rangkaian resonator terkopel disetel dengan kopling elektrik.

Dari Gambar 2.13, L dan C adalah induktansi diri dan kapasitansi diri, sehingga

LC adalah sudut frekuensi resonansi dari resonator tak terkopel dan Cm

mewakili kapasitansi bersama. Untuk analisa rangkaian ini diberikan rangkaian pengganti dengan sebuah rangkaian admitansi J

Cm untuk mempresentasikan kopling seperti pada Gambar 2.14 [3].

L C T1 T'1 L C T2 T'2 I1 I2 T T' -Cm 2Cm -Cm 2Cm Y11 Y22 -Y12

Gambar 2.14 Sebuah alternatif dari rangkaian ekuivalen dengan sebuah pembalik admitansi J

Cm untuk mempresentasikan kopling.

Adapun persamaan yang dipeoleh dari rangkaian ini adalah.

1 2 2 2 1 1 CV j CV j I CV j CV j I         (2.38)

(39)

Jika bidang simetri TT' pada Gambar 2.14 diganti dengan sebuah electric wall (atau sebuah rangkaian hubung singkat) maka resultan rangkaian resonansi tunggal akan memiliki sebuah frekuensi resonansi

m

e C C L f    2 1 (2.39)

Jika sebuah magnetic wall (atau sebuah rangkaian terbuka) menggantikan bidang simetri pada Gambar 2.14, resultan rangkaian resonansi tunggal memiliki sebuah frekuensi resonansi,

m

m C C L f    2 1 (2.40)

Dari persamaan 2.39 dan 2.40 dapat dipergunakan untuk mendapatkan koefisien kopling elektrik,kE[3] C C f f f f k m e m e m E    2 2 2 2 (2.41) 2.7.2 Kopling Magnetik

Untuk kopling resonator dengan jenis kopling magnetik ditunjukkan pada Gambar 2.12(b). Dimana kopling jenis magnetik dibentuk dengan cara mendekatkan dua buah resonator pada bagian sisi tengah resonator. Hal ini dikarenakan pada saat resonator beresonansi, pada bagian tengah resonator akan menghasilkan medan magnet yang paling kuat. Sehingga dengan mendekatkan pada sisi resonator yang memiliki medan magnet yang tinggi tersebut ke sisi resonator yang lain, akan dapat menghasilkan kopling antar kedua resonator dengan penghantar (kopling) berbentuk medan magnet [3]. Gambar 2.15(a) memperlihatkan sebuah model rangkaian pengganti untuk struktur resonator terkopel secara magnetik, di mana L dan C adalah induktansi diri dan kapasitansi diri, dan Lm mewakilkan induktansi bersama. Dengan mengacu pada titik T1T1' dan T2T2' maka persamaan dari rangkaian tersebut diperoleh.

1 2 2 2 1 1 I L j LI j V I L j LI j V m m         (2.42)

(40)

Persamaan (2.42) juga memperlihatkan induktansi diri L adalah induktansi yang terlihat pada satu loop resonansi dari Gambar 2.15(a), ketika loop terdekat di hubung terbuka. Suku kedua dari persamaan (2.42) adalah tegangan induksi yang dihasilkan dari meningkatkan arus pada loop 2 dan 1. Sehingga yang perlu dicatat disini adalah arus kedua loop pada Gambar 2.15(a) mengalir dengan arah yang berlawanan, sehingga tegangan turun menjadi induktansi bersama yang memiliki tanda positif. Dari persamaan (2.42) kita mendapatkan parameter Z [3],

m L j Z Z L j Z Z       21 12 22 11 (2.43) Gambar 2.15(b) memperlihatkan sebuah bentuk alternatif dari rangkaian ekuivalen yang memiliki parameter jaringan yang sama seperti Gambar 2.15(a). Hal ini memperlihatkan bahwa kopling magnetik antara dua loop resonansi di wakili oleh sebuah inverter impedansi K Lm. Jika bidang simetri TT' pada Gambar 2.15(b) diganti dengan sebuah electric wall (atau sebuah rangkaian hubung singkat) maka resultan rangkaian resonansi tunggal akan memiliki sebuah frekuensi resonansi [3]

L L

C f m e    2 1 (2.44)

Hal ini memperlihatkan bahwa naiknya frekuensi resonansi menyebabkan efek kopling berkurangnya fluk yang tersimpan pada rangkaian resonator tunggal ketika electric wall dimasukkan pada bidang simetri. Jika sebuah magnetic wall (atau sebuah rangkaian terbuka) menggantikan bidang simetri pada Gambar 2.15(b), resultan rangkaian resonansi tunggal memiliki sebuah frekuensi resonansi [3],

L L

C f m m    2 1 (2.45)

Pada kasus ini, hal ini menunjukan bahwa efek kopling meningkatan fluk yang tersimpan sehingga frekuensi resonansi bergeser ke bawah.

Mudahnya, persamaan (2.44) dan (2.45) dapat dipergunakan untuk mendapatkan koefisien kopling magnetik kM[3],

L L f f f f k m m e m e M     22 22 (2.46)

(41)

L C 1 V1 2 V2 I1 Lm I2 L C (a) 2Lm C T1 T'1 I1 -Lm L T T' 2Lm C T2 T'2 I2 -Lm L (2Z 12 ) (2Z 12 ) Z11 Z22 Lm K  (b)

Gambar 2.15 (a) Rangkaian resonator terkopel disetel serentak dengan kopling magnetik. (b) Sebuah alternatif dari rangkaian ekuivalen dengan sebuah pembalik impedansi K

Lm untuk mempresentasikan kopling.

2.7.3 Kopling Campuran

Untuk struktur resonator terkopel campuran, ditunjukkan pada Gambar 2.12(c) dan 2.12(d), dimana kopling jenis ini terbentuk karena kopling elektrik dan kopling magnetik berada pada kedudukan yang sama atau sejajar. Untuk representasi rangkaian pengganti diberikan pada Gambar 2.16(a). Perhatikan bahwa parameter Y merupakan parameter dari jaringan dua kutub yang terletak pada sisi kiri dari rancangan referensi T1T1' dan sisi sebelah kanan dari

(42)

rancangan referensi T2T2', sedangkan parameter Z merupakan parameter dari jaringan kedua kutub yang lain yang terletak pada sebelah kanan rancangan referensi T1T1' dan sebelah kiri dari rancangan referensi T2T2'. Parameter Y dan Z didefinisikan sebagai [3],

' 21 12 22 11 m C j Y Y C j Y Y       (2.47) ' 21 12 22 11 m L j Z Z L j Z Z       (2.48) dimana C,L,Cm' dan ' m

L merupakan kapasitansi diri, induktansi diri, kapasitansi bersama dan induktansi bersama dari rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.16(b). Satu cara dapat menentukan sebuah interver K L'm dan inverter

'

m

C

J  yang mana masing-masing mempresentasikan kopling magnetik dan kopling elektrik.

Dengan penyisipan sebuah electric wall dan sebuah magnetic wall, pada rancangan simetri dari rangkaian ekuivalen pada Gambar 2.16(b) maka akan didapat [3],

'



'

2 1 m m e C C L L f     (2.49)

'



'

2 1 m m m C C L L f     (2.50)

Sebagaimana dapat dilihat pada kasus ini, kedua kopling magnetik dan elektrik memiliki efek yang sama pada pergantian frekuensi resonansi. Dari persamaan (2.49) dan (2.50), koefisien campuran kx dapat di tuliskan sebagai berikut,

' ' ' ' 2 2 2 2 m m m m m e m e X C L LC LC CL f f f f k       (2.51)

Dengan mengasumsikan bahwa LmCm LC

' '

, maka persamaan (2.51) akan menjadi [3], ' ' ' ' E M m m X k k C C L L k     (2.52)

(43)

m C K  ' 2Z12 T1 1 Y11+Y12 Z11-Z12 T 2Z12 T2 2 Y12+Y22 Z22-Z12 12 12 (a) 2L'm -L'm T' 2L'm -L'm T T1 T'1 T2 T'2 C'm -2C'm C'm -2C'm C C m L K  ' (b)

Gambar 2.16 (a) Representasi jaringan dari rangkaian resonator terkopel yang diset secara sinkron dengan kopling campuran, (b) Sebuah rangkaian ekivalen terkait dengan sebuah inverter impedansi

'

m

L

K  dan sebuah inverter admitansi J Cm' untuk

Gambar

Gambar  2.3  Respons  lowpass  filter  dan  posisi  poles  untuk  pendekatan Butterworth
Gambar 2.5 Filter digambarkan dengan model admitansi [Y].
Gambar 2.6 Filter digambarkan dengan model admitansi [Y]
Gambar 2.8 Mikrostip dan bagian-bagian pentingnya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi decision support system dengan menggunakan metode decision tree untuk membuat sebuah keputusan dari data-data hasil penjurusan yang telah ada dari pakar

Dalam penelitian ini penulis melakukan beberapa referensi dari beberapa sumber yang membahas mengenai algoritma metode pengurutan diantaranya adalah Sonita [5] yang

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian tindakan sebagai upaya dalam meningkatkan apresiasi sastra anak dengan

Peirce, telah membantu penulis untuk menemukan makna sebenarnya dari simbol pinus/matsu ( 松 / マツ ), yang ternyata memiliki kaitan erat dengan latar belakang

Data hasil penelitian berupa nilai tes pra siklus dan nilai tes siklus I, dan II yang mengukur kemampuan menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya yaitu menggolongkan

1) Kunjungi Agen46 terdekat (warung/took/kios dengan tulisan Agen46). 2) Informasikan kepada Agen46, bahwa ingin melakukan pembayaran “Virtual”. 3) Serahkan nomor Virtual Account

Semakin tinggi total assets turnover (TATO), maka semakin efisien perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjulan dan laba perusahaan juga dapat meningkat

Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam, sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur, jika terjadi kurang tidur maka orang yang tidur akan menghabiskan porsi malam yang