• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

Berbicara tentang opini audit, tidak terlepas dari akuntansi dan laporan keuangan sebagai objek yang diaudit. Oleh karenanya, sebelum berbicara lebih jauh tentang opini audit, tinjauan pustaka dalam penelitian ini terlebih dahulu menyinggung sedikit tentang akuntansi dan keuangan sektor publik karena memang merupakan bagian yang terintegrasi dalam pembentukan opini audit.

2.1.1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Organisasi sektor publik dituntut untuk dapat membuat laporan keuangan eksternal. Bentuk laporan keuangan sektor publik pada dasarnya dapat diadaptasi dari laporan keuangan pada sektor swasta yang disesuaikan dengan sifat dan karakteristik sektor publik serta mengakomodasi kebutuhan laporan keuangan sektor publik. Namun, laporan keuangan sektor publik tidak dapat begitu saja dipersamakan dengan laporan keuangan sektor swasta baik format maupun elemennya. Hal ini disebabkan organisasi sektor publik memiliki batasan-batasan berupa pertimbangan non moneter, seperti pertimbangan sosial dan politik (Mardiasmo, 2004).

Bastian (2002) mengatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan dalam pemerintah daerah yang mempresentasikan secara terstruktur posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang

(2)

dilakukan oleh suatu entitas pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan laporan keuangan merupakan laporan terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Entitas pelaporan dalam pemerintah adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, yang terdiri dari: (a) Laporan keuangan pemerintah pusat, (b) Laporan keuangan pemerintah daerah, (c) Laporan keuangan satuan organisasi di lingkungan pusat/daerah atau organisasi lainnya.

Menurut Andayani (2007), tujuan umum dari penyampaian laporan keuangan pemerintah sebagaimana diuraikan di atas untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi berkelanjutan. Sedangkan secara khusus, laporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan, sekaligus menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepada pemerintah daerah dengan menyediakan informasi mengenai beberapa hal berikut :

1. Posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah 2. Perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana

pemerintah

3. Sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya 4. Ketaatan realisasi terhadap anggaran

5. Cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya

(3)

6. Potensi pemerintah untuk membiayai kegiatannya

7. Informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah mendanai aktivitasnya.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, terdapat 4 (empat) komponen laporan keuangan yang harus disajikan setiap Pemerintah Daerah dalam pelaporan keuangannya, yakni :

1. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja transfer dan pembiayaan.

2. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Aset adalah sumber ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk menyediakan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Kewajiban adalah utang yang timbul dan peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya

(4)

ekonomi pemerintah. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.

3. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang mencakup dalam laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas.

4. Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk mengungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintahan yakni:

1. Basis Akuntansi

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah berbasis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan

(5)

dalam laporan realisasi anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dalam neraca.

2. Nilai Historis (Historical Cost)

Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di mana yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.

3. Realisasi (Realizition)

Bagi pemerintah, pendapatan yang telah diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar hutang dan belanja dalam periode tertentu.

4. Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form)

Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkap dengan jelas dalam catatan atas laporan keuangan

5. Periodisitas (Periodicity)

Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur

(6)

dan posisi sumber daya akan dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulan dan semesteran juga dianjurkan.

6. Konsistensi (Consistency)

Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh tidak perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode lama. Pengaruh atas perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

7. Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure)

Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan.

8. Penyajian Wajar (Fair Presentation)

Laporan keuangan menyajikan dengan wajar laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Pertimbangan profesional bagi penyusun laporan keuangan diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa atau keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan profesional dalam menyusun laporan

(7)

keuangan. Pertimbangan profesional mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah.

Didalam menilai kewajaran suatu laporan keuangan penyelenggara Negara, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Undang-Undang 15 Tahun 2006 mengamanahkan BPK untuk memeriksa (mengaudit) pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara.

2.1.2. Opini Audit

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 110 paragraf 01 (SPAP, 2001), tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Dalam melakukan auditor harus mengumpulkan bukti-bukti kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan perusahaaan dengan cara memeriksa catatan akuntansi yang mendukung laporan tersebut. Pernyataan pendapat auditor harus didasarkan atas audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing dan atas temuan-temuannya. Laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa, dan kata yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya

(8)

kepada pemakai laporan auditnya. Auditor menyatakan pendapatnya tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan dalam sebuah laporan.

Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yakni laporan audit bentuk baku. Laporan auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraph menurut (Mulyadi, 2002) yakni:

1. Paragraf pengantar (introduction paragraph)

Paragraf pengantar dicantumkan pada paragraf pertama laporan audit bentuk baku. Auditor mengungkapkan tiga fakta pada paragraf pengantar. Fakta pertama adalah pengungkapan tipe jasa yang diberikan auditor. Fakta kedua tentang objek yang diaudit. Selanjutnya, pengungkapan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan dan tanggung jawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keuangan berdasarkan hasil auditnya.

2. Paragraf lingkup audit (scope paragraph)

Paragraf lingkup audit berisikan pernyataan ringkas auditor mengenai lingkup audit yang dilaksanakan auditor. Selain itu, paragraf lingkup audit juga menjelaskan bahwa pelaksanaan audit telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan publik. Pelaksanaan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

(9)

3. Paragraf pendapat (opinion paragraph)

Paragraf ketiga dalam laporan keuangan bentuk baku yakni paragraf pendapat yang digunakan auditor untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan auditan. Dalam paragraf pendapat, auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum. Terdapat lima jenis opini auditor menurut Mulyadi (2002) yaitu:

a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi:

1) Semua laporan - neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. 2) Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat

dipenuhi oleh auditor.

3) Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.

4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia.

5) Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

(10)

b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas

(unqualified opinion with explanatory language)

Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas atau bahasa penjelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah:

1) Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. Ketidakkonsistenan terjadi apabila ada perubahan prinsip akuntansi atau metode akuntansi yang mempunyai akibat material terhadap daya banding laporan keuangan perusahaan.

2) Keraguan besar tentang kelangsungan hidup suatu entitas.

3) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.

4) Penekanan atas suatu hal.

5) Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

c. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima secara umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:

(11)

1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap ruang lingkup audit.

2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.

d. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan

auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi berterima umum.

e. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)

Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

Merujuk pada Buletin Teknis 01 tentang Pelaporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah yang diatur dalam Keputusan BPK RI Nomor 4/K/I-XIII.2/9/2012 paragram 13 tentang jenis Opini, terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni :

1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sesuai dengan standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diberlakukan dalam

(12)

SPKN, BPK dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas karena keadaan tertentu sehingga mengharuskan pemeriksa menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam LHP sebagai modifikasi dari opini WTP.

2. Wajar dengan pengecualian (WDP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal – hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

3. Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP.

4. Pernyataan menolak memberikan opini atau tidak memberikan pendapat (TMP) menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan keuangan.

2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Opini Audit 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian disebut juga clean opinion, pendapat tanpa cacat, pendapat bersih dan lain-lain. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak baik oleh klien, pemakai informasi keuangan maupun auditor. Menurut Arens dan Loebbecke (1996) kondisi-kondisi untuk laporan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian sebagai berikut:

a. Semua laporan keuangan-neraca, laporan laba-rugi, saldo laba, dan laporan arus kas sudah tercakup didalam laporan keuangan .

(13)

c. Bahan baku yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah melaksanakan penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi. d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum. Itu berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan kaki dan bagian-bagian lain laporan keuangan.

e. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan.

Persyaratan agar auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian, yaitu:

a. Tidak ada pembatasan material yang dilakukan oleh perusahaan (klien) sewaktu akuntan melakukan pemeriksa sesuai dengan norma pemeriksaan akuntan.

1) Tidak ada pembatasan pelaksanaan pemeriksaan yang material yang disebabkan oleh keadaan yang memaksa.

2) Laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Jika ada pos atau transaksi yang tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, namun jumlahnya tidak material masih dapat diberikan pendapat wajar.

b. Prinsip akuntansi yang diterapkan secara konsister dengan tahun sebelumnya.

c. Tidak ada hal yang sifatnya tidak menentu “uncertainly” dalam laporan keuangan.

(14)

d. Akuntan harus berada dalam posisi independen dalam arti tidak memihak, tidak mempunyai kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang diperiksa dalam bentuk “infact” maupun “in appearance”

e. Akuntan dalam melakukan pemeriksaan harus berdasarkan norma pemeriksaan akuntan yang berlaku.

2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas yang ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku (unqualified opinion with explanatory language)

Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelas pada laporan audit meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor, menutut Agoes (2000) keadaan tersebut meliputi:

a. Pendapat wajar sebagaian didasarkan atas laporan auditor independen lain. b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena

keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluaran oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.

c. Jika terjadi kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.

d. Diantara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.

(15)

f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh badan pengawas pasar modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direview.

g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajian menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, atau auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut.

h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara meterial tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (qualified opinion)

Menurut Agoes (2000) kondisi tertentu memungkinkan memerlukan pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana:

a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa auditor tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan auditor berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.

(16)

b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan auditor berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar

c. Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat, auditor harus juga mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelasan didalam paragraf pendapat.

Mulyadi dan Puradireja (1998) menyebutkan auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit didasarkan atas empat kondisi sebagai berikut.

a. Lingkup audit dibatasi oleh klien

b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur auditing atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor

c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum

d. Prinsip akuntansi yang berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten

4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba, dan

(17)

arus kas perubahan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika entitas yang diaudit tidak membatasi lingkup auditnya, sehingga auditor dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberikan pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.

5. Pernyataan Tidak memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Mulyadi dan Puradireja (1998) menyebutkan terdapat dua kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat dalam laporan auditannya (no

opinion report), yaitu :

a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya

Pada sektor publik, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2004 menyebutkan opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada Kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP); (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan; (iv) efektivitas sistem pengendalian intern. BPK RI dalam IHPS (2012) menyebutkan salah satu kriteria pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas SPI. Pengendalian intern pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah dirancang dengan berpedoman pada PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. SPI meliputi lima unsur pengendalian, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan. SPI

(18)

dinyatakan efektif apabila mampu memberikan keyakinan memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan entitas, keandalan pelaporan keuangan, keamanan aset Negara dan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan SPI, BPK RI mengidentifikasi tiga kelemahan SPI yang mempengaruhi pemberian opini atas penyajian Laporan Keuangan, yakni :

1. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan sistem pengendalian yang terkait dengan kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan.

2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan Negara/daerah/perusahaan serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa.

3. Kelemahan struktur pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa.

Disamping pengaruh SPI, BPK RI dalam IHPS (2012) menyebutkan faktor kepatuhan juga mempengaruhi pemberian opini atas penyajian suatu laporan keuangan penyelenggara Negara. Salah satu hasil pemeriksaan atas LK berupa laporan kepatuhan. Laporan tersebut mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan :

1. Kerugian Negara/daerah/perusahaan, yaitu berkurangnya kekayaan Negara/daerah/perusahaan berupa uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik

(19)

sengaja maupun lalai. Kerugian dimaksud harus ditindaklanjuti dengan pengenaan/pembebanan kerugian kepada penanggung jawab kerugian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2. Potensi kerugian Negara/daerah/perusahaan, yaitu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan resiko terjadinya kerugian dimasa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya.

3. Kekurangan penerimaan, yaitu adanya penerimaan yang sudah menjadi hak Negara/daerah/perusahaan tetapi tidak atau belum masuk ke kas Negara/daerah/perusahaan, tetapi tidak atau belum masuk ke kas Negara/daerah/perusahaan karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

4. Administrasi, yaitu adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan asset maupun operasional, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian Negara/daerah/perusahaan, tidak mengurangi hak Negara/daerah/perusahaan (kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana. 5. Ketidakhematan, yaitu adanya penggunaan input dengan harga atau

kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.

6. Ketidakefisienan, yaitu permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas input untuk suatu satuan output yang lebih besar dari seharusnya.

(20)

7. Ketidakefektifan, yaitu adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal, sehingga tujuan organisasi tidak tercapai.

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang opini audit pada sektor publik masih relatif sedikit dilakukan, bahkan tidak satupun ditemukan penelitian yang sama persis meneliti tentang faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian opini audit oleh BPK atas LKPD. Beberapa penelitian yang dianggap masih relevan dengan penelitian ini diantaranya, Ayu (2008); Aryanto (2009) Sunarsih (2010); Lasena (2012); Komalasari (2004); Ramadhany (2004); Fanny dan Saputra (2005); Praptitorini dan Januarti (2007); Januarti dan Fitriasari (2008); Januarti (2008) serta Widyantari (2011).

Ayu (2008) meneliti dengan judul analisa faktor – faktor yang mempengaruhi opini auditor terhadap laporan keuangan pemkab/pemko Provinsi Sumatera Barat tahun 2006 – 2007. Dalam penelitiannya, Ayu (2008) menggunakan lima faktor sebagai variabel bebas yang diduga mempengaruhi variabel terikat opini auditor, yakni ruang lingkup auditor yang dibatasi, laporan keuangan yang diperiksa tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, prinsip akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten, adanya ketidakpastian material yang mempengaruhi posisi keuangan, serta kurangnya komitmen pemda dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK. Hasil penelitian Ayu (2008) menemukan bahwa ruang lingkup auditor yang dibatasi, laporan keuangan yang diperiksa tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, prinsip akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten, adanya ketidakpastian

(21)

material yang mempengaruhi posisi keuangan, serta kurangnya komitmen pemda dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK berpengaruh siginifikan terhadap opini auditor atas LK.

Aryanto (2009) meneliti dengan judul pengaruh pemeriksaaan interim, lingkungan audit dan independensi terhadap pertimbangan opini auditor (Studi kasus pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bali). Penelitiannya menggunakan variabel bebas pemeriksaan interim, lingkungan audit dan independensi, dan variabel terikat pertimbangan opini auditor. Hasil penelitian menemukan variabel independen pemeriksaaan interim, lingkup audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap opini yang diberikan auditor.

Sunarsih (2010) dalam penelitiannya yang berjudul faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian opini disclaimer BPK terhadap keuangan di Lingkungan Departemen di Jakarta. Sunarsih (2010) menggunakan empat faktor yang dianggap sebagai variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat opini

disclaimer BPK terhadap keuangan di Lingkungan Departemen di Jakarta, yakni

tingkat materialitas, pelanggaran SAP, kelemahan SPI, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil analisis yang dilakukan Sunarsih (2010) menemukan bahwa tingkat materialitas, pelanggaran SAP, kelemahan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini

disclaimer.

Lasena (2012) meneliti dengan judul : Analisis Faktor Pada Opini

Disclaimer BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara Tahun Anggaran 2011. Lasena (2012) dalam penelitiannya menggunakan tujuh faktor yang dianggap sebagai variabel yang mempengaruhi Opini Disclaimer BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

(22)

Bolaang Mongondow Utara Tahun Anggaran 2011, yakni faktor sistem pengendalian internal (SPI), faktor perencanaan penganggaran, faktor standar akuntansi pemerintah (SAP), faktor pelaksanaan anggaran, faktor tindak lanjut temuan, faktor regulasi, faktor manajemen aset. Lasena (2012) dalam penelitiannya menemukan ketujuh faktor, yakni sistem pengendalian internal (SPI), faktor perencanaan penganggaran, faktor standar akuntansi pemerintah (SAP), faktor pelaksanaan anggaran, faktor tindak lanjut temuan, faktor regulasi, faktor manajemen aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap opini

Disclaimer BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara Tahun Anggaran 2011.

Di sektor swasta, Komalasari (2004) meneliti dengan judul Analisis Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxy Going Concern terhadap Opini Auditor. Komalasari (2004) dalam penelitiannya menggunakan dua variabel bebas, yakni kualitas auditor dan Proxy going concern, serta satu variabel terikat opini auditor. Hasil penelitian Komalasari (2004) menemukan terjadi penolakan terhadap dua variabel yaitu kualitas audit yang memiliki koefisien negatif berbeda dengan ekspektasi sebelumnya dan likuiditas yang tidak mempengaruhi auditor dalam memberikan opini. Sedangkan profitabilitas yang memiliki koefisien negatif dinyatakan signifikan, karena semakin rendah ROA semakin tinggi profitabilitas perusahaan untuk mendapat opini selain WTP.

Ramadhany (2004) meneliti dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek Jakarta. Ramadhany (2004) dalam penelitiannya menggunakan empat faktor sebagai variabel bebas yang dianggap mempengaruhi opini going concern, yaitu debt default, kondisi

(23)

keuangan, opini tahun sebelumnya dan komisaris independen dalam komite audit yang mempengaruhi variabel terikat opini going concern. Hasil penelitian Ramadhany (2004) menemukan bahwa debt default, kondisi keuangan, dan opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh pada opini going

concern.

Fanny dan Saputra (2005) meneliti dengan judul Opini audit going

concern: kajian berdasarkan model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan

perusahaan, dan reputasi kantor akuntan publik (Studi pada emiten Bursa Efek Jakarta). Fanny dan Saputra (2005) menggunakan tiga variabel bebas, yakni model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi kantor akuntan publik serta satu variabel terikat opini audit going concern. Fanny dan Saputra (2005) dalam penelitiannya menemukan kondisi keuangan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern sedangkan pertumbuhan perusahaan dan reputasi auditor tidak Berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

Praptitorini dan Januarti (2007) meneliti dengan judul “Analisis pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Pemberian Opini

Going Concern”. Dalam penelitiannya, Praptitorini dan Januarti (2007)

menggunakan tiga variabel bebas, yakni kualitas audit, debt default dan opinion

Shopping, serta satu variabel terikat pemberian opini going concern”.

Berdasarkan hasil penelitian Praptitorini dan Januarti (2007), ditemukan bahwa

opinion shopping, dan debt default pemberian opini audit going concern,

sedangkan kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern.

(24)

Januarti dan Fitriasari (2008) meneliti dengan judul Analisis rasio keuangan dan rasio non keuangan yang memengaruhi auditor dalam memberikan opini audit going concern pada auditee (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ 2000-2005). Januarti dan Fitriasari (2008) dalam penelitiannya menggunakan sembilan variabel bebas, yakni rasio leverage, opini audit tahun sebelumnya, rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio nilai pasar, ukuran perusahaan, reputasi KAP dan

auditor client tenure serta satu variabel terikat opini audit going concern. Hasil

penelitian Januarti dan Fitriasari (2008) menemukan bahwa rasio leverage, opini audit tahun sebelumnya, berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit

going concern sedangkan rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio

pertumbuhan, rasio nilai pasar, ukuran perusahaan, reputasi KAP dan auditor

client tenure tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.

Januarti (2009) meneliti dengan judul “Analisis pengaruh faktor perusahaan, kualitas auditor, kepemilikan perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern (Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Dalam penelitiannya, Januarti (2009) menggunakan 10 variabel bebas, yakni financial distress, debt default, ukuran perusahaan, Audit Lag, opini audit tahun sebelumnya, Audit Client Tenure, Kualitas audit, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan institusional serta satu variabel terikat, yakni pemberian opini audit going concern. Berasarkan hasil analisis yang dilakukan, Januarti (2009) menemukan bahwa Variabel yang signifikan adalah default, In

sale (size), lamanya perikatan, opini tahun sebelumnya dan kualitas auditor,

sedangkan variabel financial distress meskipun signifikan tetapi arah tandanya berkebalikan dengan yang dihipotesakan. Variabel yang tidak signifikan adalah

(25)

audit lag, opinion shopping, kepemilikan institusional. Untuk kepemilikan manajerial tandanya pun berkebalikan dengan yang dihipotesakan.

Widyantari (2011) meneliti dengan judul Opini audit going concern dan faktor-faktor yang memengaruhi: Studi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Widyantari (2011) dalam penelitiannya menggunakan 10 variabel bebas, yakni leverage, opini audit tahun sebelumnya, profitabilitas, arus kas, ukuran perusahaan, likuiditas, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, audit lag, dan auditor client tenure, serta satu variabel terikat opini audit going concern. Hasil penelitian Widyantari (2011) menemukan bahwa variabel leverage dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concern. Variabel profitabilitas, arus kas, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada opini audit going concern. Variable likuiditas, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, audit lag, dan auditor client tenure tidak berpengaruh pada opini audit

going concern.

Untuk lebih jelasnya review penelitian terdahulu sebagaimana diuraikan di atas dirangkum dalam matrik penelitian berikut ini:

Tabel 2.1 Matrik Penelitian Terdahulu

No Peneliti

Terdahulu Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1. Komalasari (2004)

Analisis Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxy Going

Concern terhadap Opini Auditor. [I] : Kualitas Auditor, Likuiditas, dan Profitabilitas [D] : Opini auditor

Penolakan terhadap 2 variabel yaitu kualitas audit yang memiliki koefiien negative berbeda dengan ekspektasi sebelumnya dan likuiditas yang tidak mempengaruhi auditor dalam memberikan opini. Sedangkan profitabilitas yang memiliki koefisien negatif dinyatakan signifikan, karena semakin rendah ROA semakin tinggi profitabilitas perusahaan untuk mendapat opini selain WTP. Ramadhany (2004) menemukan debt default, kondisi keuangan, dan opini tahun sebelumnya berpengaruh

(26)

signifikan terhadap opini going concern. Komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh pada opini going concern 2. Ramadhany (2004) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan

Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami

Financial Distress di Bursa Efek Jakarta

[I] : Komisaris independen dalam komite audit, debt default, kondisi keuangan, laporan audit sebelumnya, ukuran perusahaan, skala auditor [D] : Opini auditor

debt default, kondisi euangan, dan opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.

Komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh pada opini going concern 3 Fanny dan

Saputra (2005)

Opini Audit Going concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten BEJ

[I] : Kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, reputasi auditor [D] : Pemberian opini audit going concern

Kondisi keuangan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern sedangkan pertumbuhan perusahaan dan reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern 4 Praptitorini dan Januarti (2007) Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Pemberian Opini Going Concern

[I] : Kualitas audit, debt default, dan opinion shopping [D] : Pemberian opini audit going concern

Variabel signifikan: opinion shopping, dan debt default sedangkan kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini

audit going concern. 5 Januarti dan

Fitriasari (2008)

Analisis Rasio Keuangan dan Rasio Nonkeuangan yang Memengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ 2000-2005)

[I]: Rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio pertumbuhan, rasio nilai pasar, ukuran perusahaan, reputasi KAP, opini audit tahun

sebelumnya, auditor client tenure

[D] : Pemberian opini audit going concern

Rasio leverage, opini audit tahun sebelumnya, berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini

audit going concern sedangkan rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan, rasio nilai pasar, ukuran perusahaan, reputasi KAP dan auditor client tenure tidak berpengaruh terhadap pemberian opini going concern 6 Januarti (2008) Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemillikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Going Concern [I]: Financial distress,

debt default, ukuran perusahaan, Audit Lag, opini audit tahun sebelumnya, Audit Client Tenure, Kualitas audit, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan institusional. [D] : Pemberian opini audit going concern

Variable yang signifikan adalah default, In sale (size),

lamanya perikatan, opini tahun sebelumnya dan kualitas auditor, sedangkan variabel financial distress meskipun signifikan tetapi arah tandanya berkebalikan dengan yang dihipotesakan. Variabel yang tidak signifikan adalah audit lag, opinion shopping, kempemilikan institusional. Untuk kepemilikan manajerial tandanya pun berkebalikan dengan yang dihipotesakan. 7 Aryanto

(2009)

Pengaruh pemeriksaaan interm, lingkup audit

[I] : Pemeriksaaan interim, lingkup audit

variable independen pemeriksaaan interim, lingkup

(27)

dan independensi terhadap pertimbangan opini auditor (Studi kasus pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bali)

dan independensi [D] : Opini Audit

audit dan independensi berpengaruh signifikan terhadap opini yang diberikan auditor.

8 Ayu (2009) Aalisa faktor – faktor yang mempengaruhi opini auditor terhadap laporan keuangan pemkab/pemko

Provinsi Sumatera Barat tahun 2006 – 2007.

[I] : ruang lingkup auditor yang dibatasi, laporan keuangan yang diperiksa tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umu, prinsip akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten, adanya ketidakpastian material yang mempengaruhi posisi keuangan, serta kurangnya komitmen pemnda dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK [D] : opini auditor atas LK.

ruang lingkup auditor yang dibatasi, laporan keuangan yang diperiksa tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umu, prinsip akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten, adanya ketidakpastian material yang mempengaruhi posisi keuangan, serta kurangnya komitmen pemnda dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK berbengaruh siginifikan terhadap opini auditor atas LK.

9 Sunarsih (2010)

Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian opini disclaimer BPK terhadap laporan Keuangan di Lingkungan Departemen di Jakarta [I] : Tingkat mterialitas, pelanggaran SAP, kelemahan SPI, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. [D]: Opini disclaimer Tingkat materialitas, pelanggaran SAP, kelemahan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini disclaimer.

10 Widyantari

(2011)

Opini audit going concern dan faktorfaktor

yang memengaruhi: studi pada perusahaan manufaktur

di bursa efek Indonesia

[I] : Leverage, opini audit tahun sebelumnya, profitabilitas, arus kas, ukuran perusahaan, pertumbuhan erusahaan kualitas audit, audit lag, dan auditor client tenure [D] : Opini audit going concern.

Variabel leverage dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concern. Variabel profitabilitas, arus kas, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada opini audit going concern. Variable likuiditas, pertumbuhan perusahaan kualitas audit, audit lag, dan auditor client tenure tidak berpengaruh pada opini audit going concern.

11 Lasena (2012)

Analisis Faktor Pada Opini Disclaimer BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun Anggaran 2011

[I] : Faktor sistem pengendalian internal (SPI), faktor perencanaan penganggaran, faktor standar akuntansi pemerintah (SAP), faktor pelaksanaan anggaran, faktor tindak lanjut temuan,

Faktor sistem pengendalian internal (SPI), faktor perencanaan penganggaran, faktor standar akuntansi pemerintah (SAP), faktor pelaksanaan anggaran, faktor tindak lanjut temuan, faktor regulasi, faktor manajemen asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap opini

(28)

faktor regulasi, faktor manajemen asset [D] : Opini Disclaimer BPK

Disclaimer BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun Anggaran 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Teori .ang dikemukakan oleh )esse Delia tentang konstrukti(isme da+at ,erguna dalam kehidu+an seharihari dalam menginter+retasikan suatu hal* Ketika saat

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil atau deliverables dari penyusunan perencanaan strategik SI/TI dengan menggunakan metodologi

89,33% responden setuju aplikasi ini membantu dalam melakukan perjalanan ibadah haji, 85,33% responden setuju aplikasi ini mudah digunakan, 84% responden setuju

BERBASIS MASAYARAKAT MELALUI FESTIVAL PERTUNJUKKAN

Simulasi ini dapat digunakan untuk menentukan lamanya lampu lalu lintas hidup agar penumpukkan kendaraan tidak terlalu padat pada setiap ruas jalan dalam suatu persimpangan..

signifikan antara sebelum pemekaran di Kabupaten Tapanuli Utara dan sesudah terjadinya pemekaran di Kabupaten Humbang Hasundutan, pada indikator terdapat

drainage iniltration strips between the parking lot and walkway, combined with tree wells, can reduce stormwater volume and contaminants. Proposed tree wells along walkways and Brown

Projects, proje ile aynõ solution içinde yer alan bile ş en kütüphanelerini eklemek için kullanõlõr.. Eklenecek assembly nesnesini seçin ve Select dü ğ