• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Percepatan Pembangunan di Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Percepatan Pembangunan di Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi merupakan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah sangat tergantung dari masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah tersebut (Kuncoro, 2004) dalam (Safi’i, 2007).

(2)

tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat (Sukirno,2006).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad: 2010). Pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai suatu proses pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, tujuan dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat yang di daerah tersebut sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif untuk melakukan pembangunan daerah dengan mengelola setiap sumber daya yang ada, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

(3)

Rahardjo Adisasmita (2005), menyatakan bahwa pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Pertumbuhan regional dapat terjadi akibat penentuan endogen atau eksogen, yaitu faktor faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor yang terdapat di luar daerah atau kominasi keduanya. Penentuan faktor-faktor endogen meliputi distribusi faktor faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan faktor- faktor eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut (Glasson : 1990). Pertumbuhan ekonomi juga dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam : 2008).

(4)

adapula daerah yang tumbuh lambat. Pada teori pertumbuhan ekonomi regional memasukkan unsur lokasi dan wilayah secara eksplisit (Sjafrizal : 2008).

Pada hakekatnya teori pembangunan ekonomi daerah membahas tentang metode analisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu. Pengembangan dari metode-metode yang menganalisis perekonomian suatu daerah penting untuk mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya yang kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan – tindakan apa yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang ada.

(5)

Dalam usaha pembangunan, pemerintah pada umumnya hanyalah menyediakan prasarana untuk memperlancar kegiatan perekonomian dan selanjutnya menyerahkan kepada pihak swasta untuk mengembangkan sektor ekonomi yang modern. Pemerintah daerah perlu juga untuk secara aktif mengadakan perencanaan atau program pembangunan daerahnya dengan adanya pelaksanaan asas desentralisasi. APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran dimasa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran standar evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.Proses pembangunan daerah pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditujukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun yang lebih luas dari pembangunan memiliki perspektif yang luas, justru mendapat tempat strategis bagi proses pembangunan.

(6)

terbukti belum mencerminkan kebutuhan masyarakat setempat. Pembangunan yang sudah dilakukan kurang menyentuh pada kebutuhan mendasar, dimana dapat dilihat dari fakta dan masalah kemiskinan, pengangguran, pemerataan dan menyusut investasi. Proyek dan program pembangunan kurang menyentuh pada penyelesaian masalah mendasar, dan lebih beriorientasi pada pemenuhan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dalam skala kuantitatif. Dalam hal ini kegagalan pembangunan ekonomi daerah bisa dilihat secara substansif ketika penyelesaian masalah kemiskinan dan pengangguran belum seiring dengan padatnya program pembangunan yang telah dilakukan.

Dalam pembangunan ekonomi daerah peran pemerintah dapat mencakup peran-peran wirausaha (enterpreneur), koordinator, fasilitator dan stimulator (Blakely,1989; Kuncoro,2004) dalam Safi’i (2017:83):

(7)

oleh perusahaan swasta, atau untuk menjamin tersedianya jasa yang tidak mampu disediakan oleh perusahaan swasta.

2. Koordinator. Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai koordinator untuk dapat menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan didaerahnya. Peran koordinator pemerintah dalam pembangunan ekonomi dapat melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dalam mengumpulkan dan mengevaluasi informasi-informasi seperti tingkat ketersediaan pekerjaan, angkatan kerja, pengangguran, dan jumlah perusahaan. Dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah, badan usaha, dan kelompok masyarakat yang lain untuk menyususun tujuan, perencanaan dan strategi ekonomi.

3. Fasilitator. Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku didaerahnya. Dapat meliputi pengefisienan proses pembangunan, perbaikan prosedur perencanaan dan penetapan peraturan. Yang diperlukan adalah tersediannya tujuan yang jelas agar pemerintah daerah dapat terfokus dalam memanfaatkan sumber daya dan tenaga yang dimilikinya. Dengan tujuan yang jelas juga memberikan dasar berpijak untuk penentuan program-program yang lain.

(8)

disewa untuk menjalankan usaha dengan potongan biaya sewa pada beberapa tahun pertama.

Salah satu faktor utama yang mengakibatkan daerah tidak berkembang adalah tidak diberikannya kesempatan yang memadai bagi daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini didorong oleh kuatnya sentralisasi kekuasaan dibidang politik dan ekonomi. Dalam rangka mendorong pembangunan daerah telah mulai dikembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, serta peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat.

Arah kebijakan pembangunan daerah sesuai GBHN 1999-2004 secara garis besar adalah mengembangkan otonomi daerah mengembangkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab; melakukan pengkajian atas kebijakan tentang berlakunya otonomi daerah bagi provinsi, kabupaten/desa; mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumber daya; serta memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata ,dan bertanggung jawab (Propenas 2000-2004). 2.2 Desentralisasi dan Otonomi Daerah

2.2.1 Konsep Desentralisasi

(9)

Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi suatu keniscayaan dengan mempertimbangkan amanat UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia yang telah menegaskan hal tersebut. Kemudian meninjau kembali pencapaian selama ini dan merumuskan agenda desentralisasi dan otonomi ke depan.

(10)

Devas (1997), pengertian terhadap desentralisasi ternyata sangat beragam, dan pendekatan terhadap desentralisasi pun sangat bervariasi dari negara yang satu kenegara yang lain. Secara umum defenisi dan ruang lingkup desentralisasi selama ini banyak diketahui adalah pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999), bahwa desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah,maupun kepada swasta. Turner dan Hulme (1997) berpendapat bahwa desentralisasi didalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga pemerintahan yang lebih dekat kepada masyarakat yang harus dilayani.

Rondinelli dalam safi’i (2007) menyatakan bahwa desentralisasi dalam arti

(11)

Desentralisasi merupakan pemindahan kewenangan perencanaan, pengambilan keputusan dan administrasi dari pemerintah pusat ke organisasi lapangan, unit administrasi lokal, organisasi-organisasi setengah otonom dan dibentuk negara, dan pemerintah daerah (Rondineli dan Cheema, 1983:18). Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan pemerintahan untuk menyelenggarakan kepentingan-kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah tertentu. Selanjutnya satuan-satuan organisasi pemerintahan sebagai daerah otonom, sedangkan wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan daerah yang diterima dari pemerintah pusat sebagai otonomi. Tujuan utama dari desentralisasi adalah mewujudkan terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan didaerah.

2.2.2 Konsep Dasar Otonomi Daerah

(12)

Berlakunya UU No.32/2004 tentang pemerintah daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mulai tahun 2005 karena terjadi perubahan mendasar yang menjadikan pemerintahan daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedepankan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab tidak hanya dibidang ekonomi tetapi juga politik. Dengan demikian, perubahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas publik dan layanan publik tingkat lokal, serta sesuai dengan asas demokrasi. Pelaksanaan UU.No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan salah satu perangkat penting dalam kerangka perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan secara berkelanjutan, khususnya menyangkut hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Berdasarkan UU.No 32 Tahun 2004 otonomi daerah adalah hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dilihat dari Undang-Undang maka tujuan otonomi daerah adalah:

a. Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat didaerah agar semakin baik.

b. Memberi kesempatan daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.

(13)

d. Memberdayakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan masyarakat daerah.

e. Mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan di daerah. f. Memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah

maupun antar daerah untuk menjaga keutuhan NKRI. g. Meningkatkan partispasi masyarakat dalam pembangunan. h. Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.

Daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal divison of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat disatu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia (NKRI).

(14)

Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya, serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan. Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik.

(15)

2.3 Pemekaran Wilayah

Pemekaran wilayah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa) merupakan dinamika kemauan politik masyarakat pada daerah-daerah yang memiliki cakupan luasan wilayah administratif cukup luas. Ditetapkannya UU No.32 Tahun 2004 dan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, pemerintah telah memberikan ruang bagi daerah untuk melakukan pemekaran wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata pada setiap tingkatan Berdasarkan ketentuan tersebut, pemekaran daerah dapat berupa penggabungan dari beberapa daerah atau bagian daerah yang berdekatan atau pemekaran dari satu daerah menjadi lebih dari satu daerah.

Sedangkan secara substansi, pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah pada masyarakat dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban untuk mewujudkan keserasian pembangunan antara pusat dan daerah. Pemekaran daerah dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal untuk sesuai potensi dan cita- cita daerah. Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan Daerah Otonom Baru memiliki dasar hukum yang cukup kuat. Secara yuridis landasan yang memuat persoalan pembentukan daerah terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 yang intinya, bahwa membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil.

(16)

daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Dari sisi pemerintah pusat, proses pembahasan pemekaran wilayah yang datang dari berbagai daerah melalui dua tahapan besar yaitu proses teknokratis (kajian kelayakan teknis dan administratif), serta proses politik karena selain harus memenuhi persyaratan teknokratis yang telah diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah, proposal pemekaran harus didukung secara politis oleh DPR.

Perkembangan pemekaran wilayah dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir ini cukup banyak mendapat respon masyarakat. Sampai tahun 2005, pemerintah telah mengesahkan pemekaran wilayah sebanyak 148 daerah otonom baru, terdiri dari 7 propinsi, 114 kabupaten dan 27 kota ( tahun 1999-2004). Sampai tahun 2007 telah terbentuk 173 daerah otonom, terdiri dari 7 propinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota. Dalam versi lain pemekaran wilayah selama tahun 1999-2007, telah terbentuk 7 propinsi, 144 kabupaten, dan 27 kota. Pada tahun 1999-2007, DPR telah memutuskan 12 wilayah dari usulan 39 wilayah yang diterima sebagai daerah pemekaran yang disahkan oleh Departemen Dalam Negeri.

(17)

menghadapi berbagai masalah antara lain, penyerahan pembiayaan personel, peralatan dan dokumen (P3D), batas wilayah, dukungan dana, mutasi PNS, serta pengisian jabatan dan tata ruang. Sebanyak 83 persen dari 148 daerah hasil pemekaran kondisi keuangan daerahnya tidak memenuhi syarat pengelolaan anggaran. Walaupun teorinya untuk memudahkan pelayanan rakyat, tapi praktiknya dana publik malah habis terserap untuk dana politik. Merujuk temuan BPK terhadap daerah otonom baru, kinerja keuangan daerah pemekaran baru cukup memprihatinkan, dan mengahadapi masalah keterbatasan SDM. Kondisi tersebut dikuatkan pula dari hasil studi Direktorat Otonomi Daerah (BAPPENAS) 2004, yang mengatakan pelayanan kepada masyarakat dibeberapa daerah otonom baru belum meningkat karna menghadapi berbagai persoalan, antara lain: persoalan kelembagaan, infrastruktur, dan sumber daya manusia.

(18)

Secara kualitas yang menonjol adalah penempatan pegawai sesuai dengan latar belakang pendidikan, misalnya ditemui adanya Kepala Dinas Perhubungan berlatar belakang Sarjana Sastra. Melihat kondisi faktual seperti diatas, pembentukan daerah otonom baru disinyalir bermuatan politis dan cenderung merugikan masyarakat. Terjadinya berbagai konflik dimasa transisi pasca pemekaran telah menjauhkan atau paling tidak tujuan otonomi daerah umumnya dan pemekaran daerah pada khususnya yaitu mendekatkan dan mempercepat proses pelayanan publik di masyarakat dan mensejahterakan rakyat. Dengan kenyaataan seperti ini, substansi dari otonomi daerah itu sendiri tidak akan tepat pada sasarannya. Otonomi daerah dengan pemekaran wilayah yang digembor-gemborkan akan mewujudkan kemajuan suatu daerah malah sebaliknya akan menjadi bumerang. Tujuan pemebentukan daerah otonom baru hanya menjadi sebuah hipotesis yang tidak terbukti atau bahkan gagal. Disisi lain proses pemekaran tetap saja berlangsung sebagai dinamika perkembangan di era reformasi.

2.4 Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Percepatan Pembangunan

(19)

pembangunan nasional. Pemekaran wilayah memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional.

Untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama bagi seluruh elemen bangsa indonesia perlu adanya percepatan pembangunan daerah sesuai dengan prinsip otonomi agar tercipta pemerataan pembangunan serta dalam rangka peningkatkan potensi daerah secara optimal. Sebagaimana diamanatkan dalam program pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang bahwa pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat. Pembangunan merupakan pencerminan kehendak rakyat untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. Diperlukan pemahaman masyarakat tentang pembangunan melalui strategi pencapaiannya agar tercapai secara optimal.

Dalam hal pembangunan sebenarnya bukan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, namun perlu adanya partisipasi masyarakat. Otonomi yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan kata lain penyelenggaraan pemerintah sebagai urusan rumah tangga yang berdiri sendiri, yang meliputi tahapan perencanaan pembangunan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap hasilnya. Tujuan dari otonomi daerah adalah untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah otonom.

(20)

atau sesuai dengan konsep pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development). Dalam rangka mempercepat pembangunan di suatu daerah harus

didukung dengan berbagai faktor, diantaranya pembangunan infrastruktur. Todaro, 2000 : 218) bahwa pembangunan infrastruktur memiliki peranan penting dalam mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat (Herman, 2014).

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu dalam menunjang kelancaran pengembangan dan perkem-bangan suatu daerah, karena tanpa adanya infrastruktur yang memadai cenderung dalam proses pembangunan akan terhambat, bahkan hasilnyapun kurang optimal. Dalam hal pembangunan infrastruktur di daerah terkait dengan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan umum. Pentingnya pembangunan infrastruktur bagi suatu daerah ditandai oleh nilai manfaat dan kegunaan terhadap infrastruktur tersebut.

2.5 Kemiskinan

(21)

2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.

Kemiskinan merupakan masalah kompleks tentang kesejahteraan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender dan lokasi lingkungan. Ukuran kemiskinan menurut Nurse 1953 (dalam Lincolin Arsyad, 1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian (Djannata, 2012).

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya.

2. Kemiskinan Relatif

Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.

(22)

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kebutuhan dasar yang diperkirakan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain yang lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development (UNRISD) menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas tiga kelompok yaitu: 1. Kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan dan

kesehatan.

2. Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, aktu luang (leisure), dan rekreasi ketenangan hidup.

(23)

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

Penyebab kemiskinan (Sharp 1996 dalam Mudrajad Kuncoro, 1997) bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Lingkaran kemiskinan adalah suatu lingkaran yang saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga menimbulkan suatu keadaan di mana suatu negara akan tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, baik investasi manusia maupun investasi kapital. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.

(24)

Sumber: Mudrajat Kuncoro, 1997

Gambar 2.1

Lingkaran Kemiskinan Baldwin and Meier

Menurut Nurkse ada dua lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari segi penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat menabung rendah. Kemampuan untuk menabung rendah, menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan modal (investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan demikian tingkat produktivitasnya juga rendah dan seterunya. Dari segi permintaan (demand), di negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat rendah, karena luas pasar untuk berbagai jenis barang adanya terbatas, hal ini disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah.

Ketidaksempurnaan pasar, Keterbelakangan, Ketertinggalan SDM

Kekurangan Modal

Tabungan Rendah

Investasi Rendah Produktivitas Rendah

(25)

sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal yang terbatas dimasa lalu. Pembentukan modal yang terbatas disebabkan kekurangan perangsang untuk menanamkan modal dan seterusnya.

DEMAND

SUPPLY Produktivitas

rendah

Pembentukan modal rendah

Pendapatan rendah

Permintaan barang rendah Investasi rendah

Produktivitas rendah

Pembentukan modal rendah

Pendapatan rendah

(26)

Sumber : Suryana, 2000

Gambar 2.2

Lingkaran Kemiskinan yang Tidak Berujung Pangkal dari Nurkse

2.6 Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan HDR (Human Development Report). IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. IPM merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi, yakni derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan standar kehidupan (ekonomi). Pendidikan dan Kesehatan merupakan tujuan pembangunan nasional yang mendasar di suatu wilayah.

(27)

yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut: 1) peluang hidup (longevity), 2) pengetahuan (knowledge), 3) hidup layak (living standard). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir, pengetahuan di ukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas, dan hidup layak diukur dengan pengeluaran perkapita yang didasarkan pada paritas daya beli (Purchasing Power Parity).

Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Terdapat suatu korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003). Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. 2.7Penelitian Terdahulu

(28)

Kabupaten Serdang Bedagai). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai terhadap percepatan pembangunan Yang terdiri dari PDRB dan PDRB perkapita, serta untuk mengetahui manfaat pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat dari pendapatan perkapita, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis pertumbuhan, uji beda rata-rata, dan analisis compare means uji t-statistik (Paired Sample Test). Hasil dari penelitian adalah bahwa pemekaran wilayah Kabupaten Serdang Bedagai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

(29)

perkembangan komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia yaitu Pendidikan, Kesehatan dan Pengeluaran perkapita yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, IPM Kabupaten Serdang Bedagai juga mengalami peningkatan. Sehingga komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia tersebut, telah menunjukkan dampak yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penelitian ketiga dilakukan Vio Marito Siahaan (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Pembangunan Infrastruktur Kabupaten Humbang Hasundutan”. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis dampak pemekaran daerah terhadap pembangunan infrastruktur Kabupaten Humbang Hasundutan. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan analisis uji beda yaitu uji Simple Paired Test (data berdistribusi normal) dan uji Wilcoxon Signed Rank Test (data berdistribusi tidak normal) periode 1993-2014. Hasil uji analisis tersebut menunjukkan bahwa pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan berdampak positif terhadap pembangunan infrastruktur kesehatan yaitu puskesmas, Infrastruktur Pendidikan yaitu SD,SMP,SMA, dan SMK , Infrastruktur Air Bersih dan infrastruktur listrik yang disalurkan oleh PLN. Infrastruktur pustu dan Panjang jalan berdampak negatif pada pembangunan infrastruktur pustu dan Panjang Jalan berdampak negatif pada pembangunan infrastruktur daerah pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan.

(30)

menganalisis dampak pemekaran daerah terhadap kinerja ekonomi dan kinerja pelayanan publik di Kota Serang serta membandingkan kota Serang pada periode sesudah pemekaran (2009-2011) dengan kabupaten Serang yang merupakan kabupaten induknya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode indeksasi. Metode indeksasi digunakan untuk membandingkan kinerja daerah otonom baru denga daerah induk pada periode sesudah pemekaran. Hasil analisis dengan menggunakan metode indeksasi menunjukkan bahwa kinerja ekonomi dan kinerja pelayanan publik di Kota Serang ternyata mampu mengimbangi bahkan sedikit lebih baik dibandingkan kinerja ekonomi dan kinerja pelayanan publik Kabupaten Serang merupakan daerah induknya. Rata- rata nilai indeks kinerja ekonomi Kota Serang pada tahun 2009-2011 sebesar 25,40 sedangkan rata-rata nilai indeks kinerja ekonomi Kabupaten Serang pada tahun yang sama sebesar 25,36. Sementara untuk indeks kinerja pelayanan publik, Kota Serang memimpin dengan rata-rata nilai indeks sebesar 34,24 melebihi rata-rata nilai indeks kabupaten induknya sebesar 34,21.

2.8 Kerangka Konseptual

(31)
(32)

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

2.9 Hipotesis Penelitian

Tingkat Percepatan Pembangunan

Uji Beda/Paired Sample Test

Sesudah Pemekaran Di Kabupaten Humbang

Hasundutan

Tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Tingkat Kemiskinan

(33)

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris.Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

[r]

pada saat akan mementaskan tari Prajuritan tidak melakukan ritual puasa. seperti yang dilakukan para penari

Berbeda dari kata-kata yang merujuk, atau yang mengkristal menjadi simbol-simbol representasional, kata-kata yang mengulas dalam bahasa agama tidak digunakan dalam hubungan

Tata busana sudah mengalami perkembangan, dahulu penari prajuritan dalam berbusana sangat sederhana sekali bahkan ada ngligo (tidak pakai baju) mereka hanya

[r]

masyarakat setempat, anggota paguyuban seni tari prajuritan. Sedangkan sumber lainnya dapat diperoleh dengan cara. memanfaatkan sumber pustaka. Sumber pustaka dalam

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

A commercial Polyvinyl alcohol (PVA) and Polyamide (nylon-6) membrane were used for pure and mixed gas permeation experiment and the interaction effects of