• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

EVALUASI PROSES KOMPOSTING

DALAM RANGKA PENINGKATAN

PRODUKSI KOMPOS

STUDI KASUS : UPT PENGOLAHAN SAMPAH DAN LIMBAH KOTA PROBOLINGGO

IKA KRISTINA DEWI NRP. 3108 040 701

(2)

1 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang / material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas dari pengelolaan gaya hidup.

Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume

sampah. Pada tahun 1995 Kota Probolinggo menghasilkan sampah 97 m3 per hari

dan pada tahun 2006 dengan jumlah penduduk sekitar 183.661 jiwa, jumlah sampah

meningkat menjadi sekitar 550 m3 per hari1.

Berdasarkan uraian tersebut pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA). Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA. Upaya reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk dimanfaatkan menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan. Upaya tersebut adalah dengan memanfaatkan sampah menjadi kompos, dimana 70% sampah Kota

Probolinggo merupakan sampah organik2, sangat menunjang untuk didaur ulang

menjadi kompos.

Pada waktu yang bersamaan, saat ini lahan-lahan pertanian di pinggiran Kota Probolinggo sangat membutuhkan pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan tanahnya yang kian berkurang karena penggunaan pupuk kimia yang tidak seimbang.

Untuk mengatasi dua permasalahan yang harus ditangani sekaligus tersebut, Pemerintah Kota Probolinggo membentuk entitas yang menangani proses pengolahan sampah organik menjadi kompos, yaitu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengolahan Sampah dan Limbah yang berada dalam naungan Badan Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo. Salah satu tugas UPT Pengolahan Sampah dan Limbah adalah melaksanakan proses komposting, dengan tanggung jawab melaksanakan dua fungsi pokok, yaitu mengolah sampah organik menjadi produk yang bermanfaat (kompos) dan mendesiminasikan pengolahan kompos dan

pemanfaatannya sebagai bentuk pemberdayaan komunitas dan pendidikan3.

1

Data Badan Kebersihan & Lingkungan Hidup Kota Probolinggo, 2007 2

Data Badan Kebersihan & Lingkungan Hidup Kota Probolinggo, 2007

(3)

2 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud penyusunan makalah ini adalah untuk mengevaluasi proses komposting pada UPT Pengolahan Sampah dan Limbah, dengan tujuan sebagai berikut:

- Untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas produksi kompos.

- Untuk penghasilan tambahan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

1.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:

- Pengamatan proses komposting dilaksanakan di UPT Pengolahan Sampah dan

Limbah Badan Kebersihan & Lingkungan Hidup, yang berlokasi di TPA Jalan Anggrek Kota Probolinggo. Pengamatan serta interview singkat dilaksanakan selama satu hari, yaitu pada tanggal 14 November 2008.

- Optimalisasi yang dilaksanakan terbatas pada proses komposting saja, tidak

membahas manajemen penjualan (marketing management).

1.4. METODOLOGI EVALUASI KOMPOSTING

Metodologi dalam evaluasi komposting mengikuti bagan alir sebagai berikut:

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KOMPOS DAN KOMPOSTING

Kompos merupakan hasil penguraian parsial/ tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam

(4)

3 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, baik anaerobik maupun aerobik4.

Komposting merupakan proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik

tersebut sebagai sumber energy5. Membuat kompos adalah mengatur dan

mengontrol prose salami tersbut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.

2.2. BAHAN YANG DAPAT DIKOMPOSKAN

Pada dasarnya semua bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pertanian, sampah-sampah organik kota, pasar, limbah/ kotoran peternakan, limbah pabrik kertas, pabrik gula, pabrik kelapa sawit, dan lain-lain. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain tulang, tanduk, dan rambut.

Berikut ini bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan:

Asal Bahan

Pertanian Jerami, sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetative tanaman, batang pisang, dan sabut kelapa

Limbah/residu ternak, Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak

Cairan biogas tanaman air Azola, ganggang biru, eceng gondok, gulma air

Industri

- Limbah Padat

- Limbah Cair

Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu,

limbah kelapa sawit, limbah pengalengan

makanan, dan pemotongan hewan.

Limbah pengolahan kertas, alcohol, monosodium glutamate (terdapat dalam bumbu masak/vitcin), limbah pengolahan minyak kelapa sawit.

Limbah Rumah Tangga Tinja, urin, sampah rumah tangga, dan sampah kota

Tabel 2.1. Bahan Baku Pembuatan Kompos6

2.3. MANFAAT KOMPOS

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:  Aspek Ekonomi:

 Kompos merupakan salah satu upaya reduksi sampah, sehingga

akan mereduksi biaya operasional pemusnahan sampah.

4

JH. Crawford dalam Makalah “Kompos”, Isroi, 2008 5

Data Badan Kebersihan & Lingkungan Hidup Kota Probolinggo, 2007

(5)

4 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

Gambar 3.1. Pemilahan Sampah

 Dengan reduksi sampah, maka akan memperpanjang usia TPA,

sehingga akan mengurangi investasi lahan untuk TPA.

 Kompos sangat dibutuhkan khususnya dalam bidang pertanian,

sehingga merupakan produk yang dapat dijual.  Aspek Lingkungan :

 Proses pengomposan merupakan proses daur ulang alamiah,

sehingga mengembalikan bahan organik kedalam siklus biologisnya.

 Dengan reduksi sampah, maka tumpukan sampah berkurang,

pembakaran sampah serta pembuangan sampah ke sungai juga akan berkurang, lingkungan menjadi bersih, sehat, dan mengurangi pencemaran.

Aspek Sosial :

 Membuka lapangan kerja.

 Menjadi obyek pembelajaran masyarakat dan dunia pendidikan.

3. KONDISI EKSISTING

3.1. TAHAPAN PROSES KOMPOSTING

Kondisi eksisting tahapan proses komposting pada UPT Pengolahan Sampah dan Limbah Kota Probolinggo meliputi tahap pemilahan sampah organik dan anorganik, pencacahan sampah organik, penyusunan tumpukan, pembalikan tumpukan, penyiraman tumpukan, pematangan, pengeringan, penggilingan/pengayakan, dan pengemasan/penyimpanan. Proses disini merupakan proses aerobik, dimana mikroorganisme membutuhkan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik.

3.1.1. PEMILAHAN SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK

Sampah yang dikumpulkan di TPA pada umumnya masih bercampur antara

bahan-bahan organik

dan anorganik, sehingga

pemilahan perlu

dilakukan secara teliti

untuk mendapatkan

bahan organik yang

dapat dikomposkan

(6)

5 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

Gambar 3.3. Tumpukan Sampah Organik yang telah dicacah

Gambar 3.2. Mesin Pencacah Sampah Organik

sisa makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Proses ini membutuhkan waktu yang sangat lama.

3.1.2. PENCACAHAN SAMPAH ORGANIK

Sampah organik yang telah

terkumpul dicacah

dengan ukuran 3 – 4 cm.

pencacahan dilakukan

dengan menggunakan

mesin pencacah sampah

organik, dimana

pencacahan bertujuan

untuk mempercepat

proses pembusukan,

mikroorganisme akan

bekerja secara efektif

dalam proses fermentasi.

3.1.3. PENYUSUNAN TUMPUKAN

Setelah proses

pencacahan bahan

organik, kemudian

dilakukan penumpukan dengan ketentuan tinggi 1.5 m, lebar 1.75 m, dan

panjang 2 m.

Penumpukan dilakukan dengan model persegi

panjang. Dalam

tumpukan inilah terjadi proses fermentasi.

(7)

6 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

Gambar 3.4. Tumpukan yang sudah Lapuk Gambar 3.4. Tumpukan yang

sudah Lapuk

Gambar 3.5. Proses Pengeringan Kompos

Gambar 3.6. Penggilingan dan Pengayakan

3.1.4. PEMBALIKAN DAN PENYIRAMAN TUMPUKAN

Pembalikan tumpukan dilakukan dengan tujuan antara lain untuk membuang panas yang berlebih, memasukkan udara segar kedalam tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran sampah. Sedangkan penyiraman dilakukan untuk mempertahankan kelembaban minimal yang disyaratkan, yakni 50%, dan menjaga

suhu tumpukan antara 400C sampai dengan 500C.

3.1.5. PEMATANGAN

Setelah proses pencacahan sampai dengan penyiraman yang memakan waktu kurang lebih 30 sampai dengan 40 hari, tahap selanjutnya adalah tahap pematangan. Suhu tumpukan akan turun hingga menyamai suhu ruangan. Pematangan kompos ini ditandai dengan lapuknya tumpukan (berwarna coklat tua kehitaman). Waktu pematangan ini berlangsung kurang lebih selama dua minggu.

3.1.6. PENGERINGAN

Tumpukan yang sudah matang kemudian dibongkar dan dikeringkan/ dijemur selama kurang lebih satu minggu, hingga kadar air antara 20% sampai dengan 25%.

3.1.7. PENGGILINGAN DAN PENGAYAKAN

Proses selanjutnya adalah penggilingan terhadap kompos yang sudah kering. Sebelum kompos digiling, dilakukan pemilahan terhadap kompos tersebut, yakni bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan, sedangkan bahan

(8)

7 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

Gambar 3.7. Pengemasan & Penyimpanan Kompos

yang tidak terkomposkan (kurang teliti pada saat pemilahan) dibuang sebagai residu. Penggilingan dilakukan untuk mendapatkan butiran kompos yang diinginkan (tidak lebih dari 0.5 cm).

3.1.8. PENGEMASAN / PENYIMPANAN

Proses terakhir yang dilaksanakan adalah pengemasan kompos dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran. Kondisi eksisting yang ada, tempat penyimpanan alat, bahan, sera kompos yang sudah jadi masih bercampur (gambar 3.7.), karena belum tersedia gudang untuk tempat penyimpanan kompos.

3.2. SDM PENGELOLA UPT

Jumlah SDM pengelola UPT Pengolahan Sampah dan Limbah Kota Probolinggo adalah sebanyak 6 orang, 1 orang tenaga administrasi dan 5 orang tenaga pengolah komposting. Jumlah ini dirasa masih kurang, mengingat kapasitas sampah di TPA Jalan Anggrek masih sangat besar dan tidak sebanding dengan pengurangan yang dilakukan.

3.3. PERALATAN

Peralatan eksisting pada UPT Pengolahan Sampah dan Limbah Kota Probolinggo

pada lahan seluas 40 x 60 m2 disajikan dalam tabel berikut ini:

No Jenis Jumlah /

Ukuran

Fungsi/Kegunaan

1 Ruang Terbuka 2000 m2 Sebagai lahan / area untuk proses komposting

2 Ruang Tertutup 400 m2 Area Kantor

3 Mesin Pencacah Pencacah Manual

2 buah 5 buah

Mencacah sampah organik hingga ukuran 3 – 4 cm

4 Windrow 4 buah Dibuat dari bambu dan digunakan sebagai

saluran udara

5 Termometer 5 buah Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan.

Dipakai thermometer alcohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika pecah. Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur dan menarik kedalam tumpukan.

(9)

8 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

6 Terpal Plastik 4 buah Untuk alas pada saat pengeringan kompos

7 Saringan / Ayakan 1 buah Digunakan untuk mengayak kompos yang

sudah matang dengan ukuran lubang saringan sesuai ukuran butiran kompos yg diinginkan

8 Timbangan 1 buah Untuk menimbang kompos sebelum dikemas

9 Garpu / Cakar 4 buah Untuk membantu proses pembalikan tumpukan

10 Sepatu Boot 6 pasang Melindungi kaki pekerja

11 Sarung Tangan 7 pasang Melindungi tangan selama proses komposting

12 Masker 6 buah Melindungi pernafasan dari debu dan gas

Tabel 3.1. Peralatan Eksisting

3.4. PRODUKSI KOMPOS

Komposisi produksi kompos disajikan dalam tabel perbandingan syarat produksi berikut ini:

Tabel 3.2. Perbandingan Produksi Kompos dengan Komposisi Sesuai Syarat

4. PENINGKATAN KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI

KOMPOS

4.1. OPTIMALISASI TAHAPAN KOMPOSTING

Optimalisasi tahapan komposting dilaksanakan sebagai berikut:

4.1.1. TAHAP PEMILAHAN SAMPAH

 Pemilahan sampah organik dan anorganik yang dilakukan dari sumbernya

(pemilahan sejak dini) akan dapat mempersingkat waktu komposting.

 Optimalisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan menumbuhkan partisipasi

masyarakat melalui pemberdayaan kelompok masyarakat pemilahan sampah.

 Peningkatan SDM pengelola komposting, baik dari segi kuantitas maupun

(10)

9 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

4.1.2. TAHAP PENCACAHAN SAMPAI DENGAN PEMATANGAN

KOMPOS

 Untuk mempercepat proses fermentasi, strategi yang dapat dilaksanakan

adalah dengan menambah activator pengomposan. Activator pengomposan yang sering digunakan adalah kotoran ternak dan cacing (vermicompost).

 Activator pengomposan lain yang banyak beredar di pasaran, antara lain:

PROMI (Promoting Microorganism), Orga Dec, Super Dec, Acti Comp, Bio Pos, EM4, Superfarm, dan lain-lain.

 Penambahan activator pengomposan akan dapat mempersingkat waktu

pengomposan hingga 2 minggu.

 Pada tahap penumpukan seharusnya dipasang widrow (terowongan udara),

sehingga dapat memperbaiki pH7 agar masuk dalam komposisi yang

disyaratkan.

4.1.3. TAHAP PENGERINGAN, PENGGILINGAN, DAN PENGAYAKAN

 Pada tahap pengeringan, penggilingan, dan pengayakan hendaknya

disediakan tempat yang khusus, tidak bercampur antara satu dengan lainnya. Pengeringan memerlukan tempat yang cukup sinar matahari.

4.1.4. TAHAP PENGEMASAN / PENYIMPANAN

 Perlu pembangunan gudang tempat penimbunan kompos hasil produksi,

sehingga tidak bercampur dengan alat dan bahan pembuatan kompos.

 Perlu penambahan sarana transportasi untuk distribusi kompos.

4.2. HASIL EVALUASI DAN OPTIMALISASI KOMPOSTING

Hasil evaluasi dan optimalisasi tahapan komposting disajikan dalam tabel berikut ini:

(11)

10 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

Tabel 4.1. Hasil Evaluasi dan Optimalisasi Komposting

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

5.1.1. Peningkatan produksi kompos dapat dilakukan dengan cara pemilahan sejak dini sampah organik dan anorganik, penambahan activator pengomposan, serta peningkatan jumlah SDM pengelola UPT Pengolahan Sampah dan Limbah Kota Probolinggo. Jika cara tersebut dilaksanakan, maka produksi kompos akan dapat meningkat hingga 100%.

5.1.2. Peningkatan kualitas kompos dilakukan dengan memantau perkembangan selama proses fermentasi, terutama pemasangan widrow, agar kualitas kompos dapat memenuhi syarat produksi.

5.2. SARAN

5.2.1. Upaya peningkatan produksi kompos sangat perlu segera dilaksanakan mengingat besarnya manfaat kompos sebagai salah satu upaya reduksi sampah Kota Probolinggo serta dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.

(12)

11 TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN – ITS

DAFTAR PUSTAKA

Isroi, M., 2008, Makalah “Kompos”, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Indonesia Bogor

Isroi, M., 2007, Makalah “Model Pengolahan Sampah Organik”, Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor

Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo, 2007, “Profil UPT Pengelolaan Sampah dan Limbah Kota Probolinggo”

Jurnal Perencanaan Kota Indonesia, Juni 2008, “Pengelolaan Sampah Guna Menuju Indonesia Bebas Sampah (Zero Waste)”

Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-7030-2004 “Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik”

Sukaptini, Endang Sri, Ir. MT., 2008, Hand Out Mata Kuliah Perancangan Sistem Persampahan I

Gambar

Tabel 2.1. Bahan Baku Pembuatan Kompos 6
Gambar 3.2. Mesin Pencacah Sampah  Organik
Tabel 3.2. Perbandingan Produksi Kompos dengan Komposisi Sesuai Syarat
Tabel 4.1. Hasil Evaluasi dan Optimalisasi Komposting

Referensi

Dokumen terkait

• Mengingat Komisaris dan Direksi Bank bertanggung jawab dalam mengembangkan strategi bisnis Bank serta menetapkan pengawasan manajemen yang efektif atas risiko, maka

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya bilingual dalam satu prasasti menunjukkan bahwa pada saat itu yaitu pada awal abad ke-10 di

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada tim penguji, yang telah berkenan memberikan waktu dan tenaga

Kawasan pantai yang ………..itu sesuai dijadikan kawasan perkelahan.. Orang ramai ……….dengan bunyi letupan di

UPTD Pembinaan Persekolahan Kecamatan Pontianak Utara dan Timur merupakan salah satu unit kerja Dinas Pendidikan Kota Pontianak, dan secara sistematis mengemban amanah

Obat analgesik yang digunakan pada pasien cedera kepala, baik terapi awal maupun terapi lanjutan, merupakan analgesik non-opioid dengan penggunaan... secara tunggal

Setelah pengodean dan pengelompokan data-data karakteristik, data lama hari rawat dan data terjadinya dekubitus selesai, kemudian dilakukan entry data ke dalam program

Subjek Penelitian adalah 1 (orang) kepala sekolah dan 1 orang wakil humas kepala sekolah dan ketua program keahlian. Hasil penelitian menunjukan bahwa, 1) program kewirausahaan