• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENGAWASAN BIBLIOGRAFIS BERBASIS WEB DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI MONALISA SILVIA MARETTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENGAWASAN BIBLIOGRAFIS BERBASIS WEB DI PERPUSTAKAAN NASIONAL RI MONALISA SILVIA MARETTA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

MONALISA SILVIA MARETTA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Perancangan Sistem Informasi Pengawasan Bibliografis Berbasis Web di Perpustakaan Nasional RI adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, September 2011

Monalisa Silvia Maretta NRP G652080035

(3)

based of Bibliographic Control at National Library of Indonesia. Under

direction of AZIZ KUSTIYO and SULISTYO BASUKI.

The responsibility of a national library is to collect, maintain, preserve the nation’s literature, in order to maintain a national bibliography and operates bibliography information centre. National library of Indonesia is currently using three different application system to process the deposited material of bibliographic data. Those application are not integrated , then it could be redudant data and can not be accesed easily by the users. As a consequence, an accurate data may not be obtained. Anticipating this condition, we need a new system to improve the old one. This research was conducted to design a information system that manage the bibliographic data of deposit material at the SubDirektorat Deposit, National Library of Indonesia. The system to be designed is the System Development Lifecycle (SDLC). The SDLC has six steps, but only the first four steps were used in this design. Those are: feasibility study, system investigation, system analysis, and system design. This research generated four tables which were connected each other and one table of the user. The output of this system is its abilities interfaces in order to fulfill the needs of information.

Keywords : Bibliographic control, legal deposit, information system, design system, database, SDLC.

(4)

Pengawasan Bibliografis Berbasis Web di Perpustakaan Nasional RI. Dibimbing oleh AZIZ KUSTITO dan SULISTYO BASUKI.

Salah satu perangkat penting agar pengawasan bibliografi dapat terselenggara dengan baik adalah dengan dilaksanakannya undang-undang deposit yang bertujuan untuk menjamin akses dari dokumen yang merupakan hasil karya budaya bangsa yang disimpan di Perpustakaan Nasional RI sehingga dapat dilestarikan. Undang-undang deposit adalah ketetapan menurut undang-undang yang mewajibkan penerbit untuk mendepositkan sejumlah eksemplar dari terbitannya ke perpustakaan nasional.

Pelaksana maupun pengelola hasil dari pelaksanaan undang-undang deposit di Indonesia adalah Perpustakaan Nasional RI, sedangkan pelaksana langsung dari undang-undang deposit adalah Subdirektorat Deposit. Subdirektorat Deposit pada saat ini memanfaatkan tiga aplikasi sistem yang berbeda untuk melaksanakan tugasya dalam pemasukan data bibliografi. Latar belakang penyebab banyaknya aplikasi sistem yang digunakan oleh Subdirektorat Deposit dalam pemasukan data bibliografi ini adalah bahwa dengan mengandalkan salah satu sistem dari ketiga sistem yang ada, maka salah satu sistem tersebut tidak dapat memenuhi berbagai kebutuhan informasi pemustaka maupun internal Subdirektorat Deposit sebagai pengelola koleksi deposit. Mengantisipasi hal tersebut maka perlu adanya suatu sistem informasi yang terintegrasi.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem informasi pengawasan bibliografis di Subdirektorat Deposit Perpustakaan Nasional RI yang terintegrasi dan berbasis web dengan menggunakan pendekatan siklus hidup pengembangan sistem (system development lifecycle). Metode SDLC memiliki enam tahapan yaitu: studi kelayakan, investigasi sistem, analisis sistem, desain sistem, implementasi dan pemeliharaan. Dalam penelitian ini tidak semua tahapan dilakukan, hanya sampai tahapan desain sistem sesuai dengan tema penelitian ini yaitu membahas tentang rancangan sistem, sehingga tahapan penelitian ini meliputi studi kelayakan, investigasi sistem, analisis sistem, dan desain sistem.

Penelitian ini menghasilkan rancangan sistem dengan nama Sistem Informasi Pengawasan Bibliografis (SIPBIB). Perancangan basis data pada sistem ini menghasilkan lima tabel, yaitu: satu tabel login yang berdiri sendiri dan lima tabel yang saling terkait, yaitu: tabel jenis koleksi, tabel bibliografi koleksi, tabel wajib serah dan tabel lokasi. Sistem ini dirancang sesuai dengan kebutuhan pengguna dan pengelola koleksi deposit, antara lain:

1) Manipulasi data bibliografi koleksi deposit dan data wajib serah oleh kataloger. Fitur yang disediakan adalah tambah data, hapus data, dan edit data.

2) Pencarian informasi menggunakan media katalog sebagai alat temu kembali informasi.

3) Informasi daftar koleksi yang sudah diserahkan oleh penerbit maupun pengusaha rekaman perpustakaan nasional sebagai koleksi deposit.

4) Informasi data wajib serah dan terbitannya yang telah menjadi koleksi deposit berdasarkan periode waktu tertentu.

(5)

Nasional RI dapat dipertimbangkan dengan menempatkan Subbidang Otomasi menjadi satu divisi yang berdiri sendiri yaitu Pusat Sistem Informasi. Hal ini dilakukan agar kebutuhan sistem informasi pada unit kerja yang terkait dengan pengelolaan koleksi Perpustakaan Nasional RI dapat terpenuhi.

Kata kunci: Pengawasan bibliografis, undang-undang deposit, sistem informasi, desain sistem, basis data, SDLC.

(6)

MONALISA SILVIA MARETTA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Teknologi Informasi untuk Perpustakaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(7)
(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(9)

Nama : Monalisa Silvia Maretta

NRP : G652080035

Program Studi : Teknologi Informasi untuk Perpustakaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom. Ketua

Prof. Sulistyo Basuki, Ph.D Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi MTP

Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah , M.Sc.Agr.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga tugas akhir mengenai ”Perancangan Sistem Informasi Pengawasan Bibliografi Berbasis Web Di Perpustakaan Nasional RI” ini berhasil diselesaikan dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih sebanyak-banyaknya Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom. dan Bapak Prof. Dr. Sulistyo Basuki selaku komisi pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan dukungan, serta Bapak Rindang Karyadin, S.T., M. Kom. selaku penguji luar komisi. Ungkapan terimakasih yang tak terhingga penulis berikan pada suami tercinta, Eko Paulen Purba dan putra tercinta, Fabian Ezekiel Christian Raja Purba, Ibu tercinta dan seluruh keluarga atas segala pengorbanan, doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Kepala Subdirektorat Deposit dan rekan-rekan di Subdirektorat Deposit. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Abdul Wakhid, Fajar Syuman, Hety Setiawati dan Alfa Husna atas bantuannya dalam mneyelesaikan tugas akhir ini. Tidak lupa juga ucapan terimakasih buat rekan-rekan angkatan2/2008 di MTP dan rekan-rekan-rekan-rekan lainnya yang tak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan perpustakaan umumnya dan Perpustakaan Nasional RI khusunya, serta bagi ilmu pengetahuan dan teknologi informasi di masa kini dan masa mendatang.

Bogor, September 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Maret 1979 dari Ayah (Alm) Agus Pakpahan dan Ibu Kartini Munthe. Penulis merupakan putri sulung dari 3 bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMUN 23 Bandung dan pada tahun yang sama penulis kuliah di Universitas Padjadjaran (UNPAD), Bandung pada program S-1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Penulis telah menikah dan dikarunia seorang putra.

Pada Bulan Desember 2002 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Perpustakaan Nasional, Jakarta dan ditempatkan di Subdirektorat Deposit, Direktorat Deposit Bahan Pustaka. Pada bulan Oktober 2008 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan (MTP).

(12)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Permasalahan Penelitian ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengawasan Bibliografi ... 7

2.2 Konsep Undang-Undang Deposit secara Umum ... 9

2.3 Objek Undang-Undang Deposit ... 11

2.4 Undang-undang No. 4 Tahun 1990 tentang Karya Cetak dan Karya Rekam ... 18

2.5 Aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Bibliografis ... 20

2.6 Perpustakaan Nasional sebagai Pelaksana UU No. 4 Tahun 1990 ... 21

2.7 Machine Readable Cataloging ... 23

2.8 Konsep Dasar Sistem Informasi ... 24

2.9 Konsep Basis Data ... 26

2.10 Pengembangan Metode SDLC ... 28

3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Kerangka Pemikiran ... 30

3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 30

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Analisis Studi Kelayakan... 34

4.1.1 Kelayakan Teknologi ... 34 4.1.2 Kelayakan Ekonomi ... 35 4.1.3 Kelayakan Hukum ... 36 4.1.4 Kelayakan Waktu ... 37 4.2 Investigasi Sistem... 37 4.3 Analisis Sistem ... 46

(13)

4.3.2 Analisis Kebutuhan Sistem ... 50

4.3.3 Analisis Kebutuhan Fungsional ... 50

4.4 Perancangan Sistem... 53

4.4.1 Perancangan Diagram Konteks ... 53

4.4.2 Perancangan Basis Data... 53

4.4.2.1 Perancangan Basis Data Konseptual ... 53

4.4.2.2 Perancangan Basis Data Logis... 54

4.4.2.3 Perancangan Basis Data Fisik ... 55

4.4.3 Perancangan Struktur dan Navigasi ... 57

4.4.4 Penetapan Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ... 59

4.4.5 Perancangan Antarmuka ... 60

4.4.5.1 Perancangan Antarmuka Login ... 60

4.4.5.2 Perancangan Antarmuka Menu Utama ... 60

4.4.5.3 Perancangan Masukan ... 61

4.4.5.3.1 Perancangan Antarmuka Data Kataloger ... 62

4.4.5.3.2 Perancangan Antarmuka Data Bibliografi ... 62

4.4.5.3.3 Perancangan Antarmuka Data Wajib Serah ... 63

4.4.5.4 Perancangan Luaran ... 64

4.4.5.4.1 Perancangan Antarmuka Halaman Utama ... 64

4.4.5.4.2 Perancangan Antarmuka Katalog ... 65

4.4.5.4.3 Perancangan Antarmuka Daftar Koleksi ... 66

4.4.5.4.4 Perancangan Antarmuka Daftar Wajib Serah ... 67

4.5 Rencana Implementasi ... 68

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tahapan SDLC ... 29

2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 31

3 Antarmuka Pemasukan Data Portal Deposit ... 39

4 Antarmuka Pemasukan Data Penerbit Aplikasi Portal Deposit... 39

5 Daftar Koleksi Aplikasi Portal Deposit... 40

6 Antarmuka Pemasukan Data Bibliografi Aplikasi INLIS ... 41

7 Antarmuka Luaran Katalog INLIS ... 42

8 Fitur Pemasukan Koleksi Deposit ... 43

9 Struktur Organisasi Perpustakaan Nasional ... 46

10 Diagram Konteks SIPBIB. ... 53

11 Perancangan Basis Data Konseptual ... 54

12 Gambar Basis Data Logis ... 55

13 Struktur Menu Pemustaka ... 57

14 Struktur Menu Katalog ... 58

15 Struktur Menu Admin ... 59

16 Perancangan Antarmuka Login... 60

17 Perancangan Antarmuka Menu Utama ... 61

18 Perancangan Antarmuka Menu Data Kataloger ... 62

19 Perancangan Pemasukan Data Bibliografi ... 63

20 Perancangan Pemasukan Data Wajib Serah ... 64

21 Perancangan Luaran Halaman Utama ... 65

22 Perancangan Luaran Menu Katalog ... 66

23 Perancangan Luaran Daftar Koleksi ... 67

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kerangka Kerja PIECES ... 47

2 Analisa Kebutuhan Fungsional SIPBIB ... 51

3 Deskripsi Login ... 55

4 Deskripsi Jenis Koleksi ... 56

5 Deskripsi Bibliografi Koleksi ... 56

6 Deskripsi Wajib Serah... 56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Struktur Organisasi Perpustakaan Nasional RI ... 74

2 Struktur Organisasi Perpustakaan Nasional Singapura ... 75

3 Diagram Alir Data Level 1 ... 76

4 DiagramAlir Data Level 2 ... 77

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dampak dari maraknya ledakan informasi adalah semakin banyaknya terbitan yang dihasilkan dari segala bidang ilmu. Lonjakan berbagai terbitan ini dikelola menjadi sebuah dokumen. Dokumen merupakan objek yang merekam informasi dengan tidak memandang media maupun bentuknya (Sulistyo-Basuki, 2004:23). Dokumen yang semakin bertambah tersebut memerlukan kegiatan untuk mengidentifikasi dokumen itu sendiri agar dapat diakses dengan mudah. Pengidentifikasian dokumen ini lebih dikenal dengan istilah pengawasan bibliografis.

Pengawasan bibliografis adalah kegiatan dalam upaya pengembangan dan pengendalian sistem pencatatan untuk semua bentuk informasi dalam karya cetak dan karya rekam maupun bentuk lain, yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, dengan tujuan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Sasaran dari pelaksanaan pengawasan bibliografis meliputi identifikasi dari dokumen itu sendiri dengan pelaksanaannya yang terarah untuk mengidentifikasi dokumen yang dibutuhkan oleh pengguna (Hagler,1991:7).

Di Indonesia, pengawasan bibliografis telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda melalui Ordodansi No 19/1913. Penerbit pada saat itu diperintahkan agar mengirimkan dua salinan dari buku-buku hasil terbitannya ke Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang dirubah namanya menjadi Lembaga Kebudajaan Nasional dan diubah lagi menjadi UPT Museum dan pada tahun 1979 berubah lagi menjadi Perpustakaan Museum Nasional. Sejak tahun 1980, pengawasan bibliografis dilaksanakan oleh UPT Perpustakaan Nasional yang merupakan integrasi dari Perpustakaan Negara, Perpustakaan Museum Nasional, Bidang Bibliografi dan Deposit Pusat Pembinaan Perpustakaan, serta Perpustakaan Sedjarah, Politik dan Sosial (SPS).

Salah satu perangkat penting agar pengawasan bibliografis dapat terselenggara dengan baik adalah dengan dilaksanakannya undang-undang deposit. Fungsi utama undang-undang deposit adalah untuk menciptakan konvensi

(18)

internasional dan peraturan perundang-undangan di berbagai negara yang bertujuan untuk menjamin akses dari bahan-bahan yang merupakan hasil karya budaya bangsa dapat disimpan di perpustakaan sehingga dapat dilestarikan. Kewajiban serah simpan di suatu bangsa akan bermanfaat jika dibuatkan data bibliografisnya sebagai media promosi hasil warisan intelektual bangsa bagi generasi penerus.

Tahun 1990 merupakan tahun penting dalam kaitan program pengawasan bibliografis di Indonesia, karena pada tahun itulah keluar undang-undang yang paling mutakhir mengenai serah simpan hasil karya anak bangsa, yakni Undang-undang No. 4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam, kemudian diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1991.

Kandungan dari isi yang tercantum pada Undang-undang No. 4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam dapat diketahui bahwa tujuan dari pelaksanaan undang-undang ini adalah melestarikan hasil budaya bangsa dengan cara mengumpulkan, menghimpun, mencatat, mendayagunakan dan melestarikan hasil budaya bangsa agar dapat diwariskan kepada generasi di masa datang. Pelaksanaan Undang-undang No. 4 Tahun 1990 sangat bermanfaat bagi bangsa dan negara, oleh sebab itu terbitan yang telah dikumpulkan dari penerbit ini sebaiknya dikelola dengan baik oleh lembaga pelaksana undang-undang deposit tersebut agar terbitan ini dapat dilestarikan dan didayagunakan oleh masyarakat hingga masa mendatang.

Pelaksanaan undang-undang deposit di Indonesia dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional RI di Jakarta dan perpustakaan propinsi di daerah sesuai dengan UU otonomi daerah tahun 2000, maka perpustakaan provinsi berubah menjadi badan perpustakaan atau sebutan lain di bawah pemerintahan provinsi. Hal tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam bab 1 pasal 1 ayat 3 Undang-undang No. 4 Tahun 1990 bahwa ”Perpustakaan Nasional adalah perpustakaan yang berkedudukan di ibukota negara yang mempunyai tugas untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah Republik Indonesia”.

Pelaksana langsung dari undang-undang deposit pada saat ini adalah Subdirektorat Deposit yang berada di bawah Direktorat Deposit Bahan Pustaka.

(19)

Subdirektorat Deposit sebagai pelaksana langsung undang-undang deposit memiliki beberapa tugas yang diemban antara lain mengolah data bibliografi koleksi undang-undang deposit secara elektronis, mempublikasikan penerimaan hasil pelaksanaan Undang-undang No. 4 Tahun 1990 melalui situs web Perpustakaan Nasional RI dan menyusun laporan secara berkala penerimaan koleksi deposit dari penerbit maupun pengusaha rekaman yang salah satu tujuannya untuk mengetahui perkembangan penerimaan koleksi deposit.

Subdirektorat Deposit dalam melaksanakan pengelolaan koleksi deposit membutuhkan suatu sistem aplikasi yang dapat menghimpun seluruh data bibliografis koleksi deposit ke pangkalan data dan menghasilkan berbagai luaran yang berguna dalam penyebaran informasi koleksi deposit kepada masyarakat. Luaran yang dibutuhkan Subdirektorat Deposit dalam mengemban tugasnya, antara lain:

(1) Katalog yang dapat diakses melalui situs web Perpustakaan Nasional berupa daftar penerimaan koleksi deposit Perpustakaan Nasional yang dapat ditampilkan pada portal Perpustakaan Nasional.

(2) Laporan berkala penerimaan koleksi deposit.

Laporan ini mengandung informasi mengenai daftar wajib serah dan terbitan yang sudah diserahkan ke Perpustakaan Nasional.

(3) Daftar wajib serah dan terbitannya yang telah menjadi koleksi deposit pada situs web Perpustakaan Nasional.

Subdirektorat Deposit saat ini memanfaatkan tiga aplikasi sistem yang berbeda dalam pelaksanaan tugasnya. Proses kerja yang dilakukan pada ketiga sistem ini sama satu dengan lainnya, yaitu memasukkan data bibliografi koleksi deposit pada ketiga aplikasi sistem yang berbeda. Latar belakang penyebab banyaknya sistem yang digunakan oleh Sub Direktorat Deposit dalam pemasukan data bibliografi koleksinya adalah bahwa jika mengandalkan salah satu sistem dari tiga sistem yang ada, maka salah satu sistem tersebut tidak dapat memenuhi berbagai kebutuhan informasi pemustaka maupun internal Subdirektorat Deposit sebagai pengelola koleksi deposit.

Sistem pertama yang digunakan oleh Unit Kerja Penerimaan Subdirektorat Deposit adalah aplikasi Delsys (Deposit library system). Data yang dimasukkan

(20)

pada aplikasi ini adalah data bibliografis koleksi deposit dan data wajib serah. Hasil yang didapat dari pemasukan data pada sistem ini adalah daftar laporan berkala koleksi deposit yang telah diterima oleh Sub Direktorat Deposit.

Sistem kedua yang digunakan dalam pengelolaan koleksi deposit adalah aplikasi Inlis (Integrated Library System). Data yang dimasukkan pada sistem ini sama dengan sistem Delsys, yaitu data bibliografis koleksi Perpustakaan Nasional RI, hanya luaran dari pemasukan data yang telah dilakukan pada sistem ini saja berbeda dengan sistem Delsys, yaitu informasi berbentuk katalog yang terbacakan mesin dan dapat diakses melalui situs web Perpustakaan Nasional RI. Sistem ini juga belum menyediakan fitur yang dapat menampilkan daftar karya cetak karya rekam hasil pelaksanaan Undang-undang No. 4 Tahun 1990 pada situs web Perpustakaan Nasional, oleh sebab itu Subdirektorat Deposit menggunakan aplikasi yang berbeda untuk menampilkan informasi daftar karya cetak dan karya rekam di situs web Perpustakaan Nasional.

Sistem ketiga yang dimanfaatkan Subdirektorat Deposit adalah sistem pemasukan data bibliografis koleksi deposit ke portal deposit. Sistem ini merupakan jawaban dari kedua sistem sebelumnya yang tidak menyediakan fitur untuk menampilkan daftar karya cetak dan karya rekam koleksi deposit secara khusus pada situs web Perpustakaan Nasional RI yang bertujuan untuk mempublikasikan daftar penerimaan koleksi hasil pelaksanaan Undang-undang No. 4 Tahun 1990 kepada masyarakat.

Dari ketiga sistem yang digunakan oleh staf Subdirektorat Deposit ini teramati bahwa data yang dimasukkan pada aplikasi sistem yang sedang berjalan di Subdirektorat Deposit ini melakukan proses kerja yang sama, yaitu pemasukan data bibliografi koleksi deposit. Luaran (output) yang dihasilkan saja yang berbeda. Proses pemasukan data yang sama pada tiga sistem yang berbeda-beda ini menyebabkan pengulangan pemasukan data atau duplikasi data hingga 3 (tiga) kali, sehingga pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengawasan bibliografis di Perpustakaan Nasional tidak efisien.

Pemanfaatan dari tiga sistem yang berbeda untuk melakukan proses yang sama yaitu pemasukan data bibliografis ini menandakan bahwa sistem informasi yang digunakan di Subdirektorat Deposit belum terintegrasi yang menyebabkan

(21)

terjadinya duplikasi data dan berdampak tidak efisiennya dalam pelaksanaan tugas pengelolaan koleksi deposit, oleh sebab itu dukungan teknologi informasi yang tepat sangat diperlukan untuk menampung seluruh kebutuhan unit kerja yang ada di Subdirektorat Deposit. Teknologi informasi dapat diartikan sebagai teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi, serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Perancangan deposit yang terintegrasi dan berbasis web ini akan menjadi jawaban dari masalah yang dihadapi dalam pengelolaan koleksi deposit agar daftar koleksi deposit dapat diakses secara cepat dan akurat oleh Perpustakaan Nasional maupun pemustaka.

1.2. Permasalahan Penelitian

Ada beberapa masalah yang akan dibahas pada penelitian ini, antara lain: (1) Adanya pengulangan data pada saat proses pemasukan data pada tiga sistem

aplikasi yang berbeda.

(2) Belum terintegrasinya sistem aplikasi pada Subdirektorat Deposit. (3) Adanya redudansi data dalam pemasukan data bibliografis.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan merancang sistem informasi pengawasan bibliografis di Subdirektorat Deposit yang terintegrasi dan berbasis web.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Terintegrasinya sistem informasi antar unit kerja.

(2) Terbentuk data yang akurat.

(3) Penyebarluasan informasi koleksi deposit kepada masyarakat dan penerbit. (4) Sebagai kontribusi pada Perpustakaan Nasional RI untuk membuat

kebijakan dalam rangka menindaklanjuti rancangan yang akan dibuat ini untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan UU no. 4 tahun 1990.

(5) Memperkaya khasanah pengetahuan di bidang ilmu perpustakaan dan informasi berkenaan dengan rancangan data hasil pelaksanaan UU No. 4 Tahun 1990.

(22)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah merancang sistem informasi untuk pengelolaan koleksi deposit hasil pelaksanaan Undang-undang no. 4 tahun 1990 di Subdirektorat Deposit, Perpustakaan Nasional RI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode siklus hidup pengembangan sistem (system development life cycle) atau sering disingkat dengan SDLC. Tahapan dalam penelitian ini meliputi: analisis studi kelayakan, investigasi sistem, análisis sistem, dan rancangan sistem.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengawasan Bibliografis

Sejalan dengan maraknya ledakan informasi yang dapat dilihat dari semakin banyaknya literatur dan terbitan yang dihasilkan, maka pengawasan terhadap sumber informasi dan pengetahuan yang dituangkan dalam sebuah terbitan merupakan hal yang perlu untuk dilakukan. Dalam hal demikian Perpustakaan Nasional RI memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan bibliografis sebagaimana dinyatakan Scott bahwa peran penting perpustakaan nasional adalah mengumpulkan seluruh terbitan dan melakukan pengawasan bibliografis agar terbitan tersebut mudah diakses dan dapat dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa dalam berbagai bentuk informasi, termasuk dalam bentuk

Salah satu definisi tentang pengawasan bibliografis diberikan oleh Davinson bahwa pengawasan bibliografis merupakan upaya pengembangan dan pemeliharaan suatu sistem pencatatan bagi semua bentuk informasi rekam, bahan tercetak, bahan audio-visual maupun bentuk lainya ini berguna untuk memudahkan ditemu kembali koleksi perpustakaan untuk kepentingan masyarakat yang dapat menambah khasanah pengetahuan dan informasi. (Davinson, 1981).

elektronik (Scott, 2003).

Kegiatan dari pengawasan bibliografis ini sendiri merupakan upaya untuk mengidentifikasikan suatu dokumen sehingga dokumen tersebut dapat dengan mudah ditemukan dan dimanfaatkan secara maksimal oleh pengguna. (Anderson, 1974). Dari definisi yang telah diutarakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan bibliografis merupakan kumpulan karya bibliografi dan kreasi yang diterapkan guna mengatasi masalah pencarian informasi.

Sebagai alat pengawasan bibliografis terdapat tiga unsur yang perlu dipenuhi, antara lain:

(1) Kelengkapan

Kelengkapan informasi yang tercantum dalam bibliografi mengenai terbitan apa saja yang telah diterbitkan dan dalam bidang apa saja. Dengan

(24)

kelengkapan informasi ini, maka akan memudahkan pola pendekatan atau akses ke sumber informasi

(2) Akses ke suatu bagian

Bibliografi yang ideal memungkinkan akses atau pendekatan kepada bagian yang spesifik atau bagian yang lebih kecil dari bentuk-bentuk terbitan tersebut.

(3) Bentuk yang beragam

Sarana bibliografi yang komprehensif atau menyeluruh akan memasukkan semua bentuk atau format pada sistem komputer. (Katz, 1987 : 22)

Upaya untuk menemukan suatu dokumen memerlukan suatu sarana yang baku yang dapat dimengerti dan mudah digunakan oleh berbagai pihak sehingga pencarian informasi akan lebih mudah dilakukan. Kegiatan dari pengawasan bibliografis melibatkan beberapa sumber informasi antara lain; kompilasi deskripsi bibliografi, pembuatan katalog subjek (meliputi klasifikasi, menempatkan subjek, indeks dan abstrak). (Knutsen, 2002)

Setiap dokumen idealnya hanya satu kali saja dibuatkan cantuman komprehensif, yaitu oleh badan yang berwewenang di negara tempat dokumen tersebut diterbitkan atau diciptakan. Data bibliografis yang dapat diakses melalui media internet, maka perlu diperhatikan adalah tengara yang ada pada cantuman bibliografi koleksi sebaiknya ditampilkan agar sistem dapat membaca dari setiap ruas bibliografis (Thomas, 1994).

Cantuman itu harus dibuat secepatnya, segera setelah dokumen itu terbit sesuai dengan standar internasional yang disiapkan untuk disebarluaskan agar koleksi dapat digunakan oleh masyarakat secara umum, maupun pemustaka secara khusus yang dapat ditelusur dari pengarang, subyek, dan judul. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Wellisch bahwa tujuan pengawasan bibliografis adalah untuk memudahkan pemustaka untuk menemukan kembali dokumen yang telah dibuatkan daftar bibliografisnya dan dapat ditelusur berdasarkan unsur bibliografis yang telah dibuat sebelumnya, misalnya penelusuran berdasakan pengarang, judul maupun kombinasi dari kedua unsur data tersebut. (Wellisch, 1980).

(25)

Cantuman komprehensif ini harus memiliki semua unsur data yang diperlukan di perpustakaan dan pusat informasi untuk pengawasan bibliografis. Unsur data ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(1) Data yang berkaitan dengan kepengarangan.

(2) Data yang mendeskripsikan dokumen, termasuk bentuk fisiknya, seperti jumlah halaman, ukuran.

(3) Nomor atau kode identifikasi dokumen yang unik, seperti sistem penomoran internasional.

(4) Data yang berkenaan dengan subjek.

Upaya dalam mengembangkan pengawasan bibliografis, perpustakaan nasional sebagai lembaga pengelola informasi harus mempertimbangkan komponen nasional agar menjadi komponen internasional yang disebut sebagai

Universal bibliographic control (UBC). Keberhasilan pengawasan bibliografis

tergantung dari unsur dasarnya, yaitu cantuman bibliografi komprehensif untuk tiap dokumen atau rekaman informasi dengan mengunakan standar yang dapat diterima secara internasional agar dapat diakses secara internasional dengan tujuan akhir menjadi universal bibliographic control. (Wellisch, 1980)

Universal bibliographic control merupakan program yang diadaptasi oleh Unesco dan IFLA yang berguna dalam pengembangan sistem yang mendunia untuk pengawasan dan pertukaran bibliografi, seperti yang diungkapkan Wellisch bahwa tujuan UBC adalah pembuatan standar bibliografi yang tepat dan dapat diterima secara internasional oleh semua negara (Wellisch, 1980).

2.2. Konsep Undang-Undang Deposit secara Umum

Undang-undang deposit muncul pertama kali pada pertengahan abad 17 tepatnya pada tahun 1537 di Prancis pada masa pemerintahan Raja Francois I, pada saat itu raja memerintahkan penerbit dan pencetak untuk menyerahkan secara gratis setiap cetakan barunya ke Royal Library berdasarkan dekrit yang disebut Ordonance Montpellier. Kerajaan tidak mengijinkan penjualan segala jenis buku kecuali satu salinan terbitan sudah diserahkan pada kerajaan tersebut. Tujuan raja pada saat itu ingin mengumpulkan karya bangsanya dan dapat

(26)

dirasakan hingga masa mendatang. Ketentuan hukum raja Francois ini diterapkan di banyak negara.

Upaya untuk memahami apa itu undang-undang deposit, maka kita harus mengetahui definisi undang deposit itu sendiri. Definisi dari undang-undang deposit adalah:

“Legal deposit is statutory obligation which requires that any

organization, commercial or public, and any individual producing any type of documentation in multiple copies, be obliged to deposit one or more copies with a recognized institution”. (Lariviere, 2000).

Hal ini berarti bahwa bahwa undang-undang deposit adalah ketetapan menurut undang-undang yang mewajibkan penerbit untuk mendepositkan sejumlah eksemplar dari terbitannya ke perpustakaan-perpustakaan negara dimana mereka menerbitkan terbitannya, maka dapat kita ketahui bahwa undang-undang deposit pada suatu negara dimaksudkan untuk mewajibkan setiap penerbit di suatu negara menyerahkan secara cuma-cuma kepada satu atau beberapa perpustakaan yang ditunjuk oleh undang-undang tersebut untuk dikelola sebagai koleksi deposit terbitan nasional suatu bangsa.

Keberadaan Undang-Undang Deposit sangat penting untuk kelangsungan seluruh terbitan karya bangsa itu sendiri, seperti yang dikemukakan Muir bahwa fungsi dari legal deposit adalah mewujudkan pelestarian hasil budaya bangsa agar dapat diakses dan dimanfaatkan hingga masa mendatang (Muir, 2001). Dari pernyataan yang telah diutarakan tersebut, maka tidak diragukan lagi begitu besar manfaat undang-undang deposit bagi suatu negara.

Manfaat dari undang-undang deposit bagi kelangsungan dari hasil karya bangsa bahwa dengan menyimpan beberapa salinan koleksi nasional secara fisik di perpustakaan nasional bertujuan untuk memberikan perlindungan dari kehilangan atau kerusakan terbitan

Diberlakukannya undang-undang deposit menguatkan Perpustakaan Nasional untuk melakukan pengumpulan dan pelestarian bahan pustaka yang diterbitkan di dalam negeri, sehingga tersedia deskripsi bibliografi dalam bentuk fisik dari terbitan tersebut, juga sangat relevan dalam menjalankan fungsinya untuk mengumpulkan warisan bangsa yang berkesinambungan (Lor, 2001).

, sehingga kelangsungan dari warisan budaya bangsa yang berharga ini dapat terjaga hingga masa mendatang.

(27)

Beberapa definisi dan tujuan undang-undang deposit yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara rinci dapat diketahui bahwa fungsi dari undang-undang deposit adalah sebagai berikut:

(1) Menghimpun, menyimpan dan melestarikan hasil karya intelektual suatu bangsa.

(2) Mendokumentasikan hasil karya manusia dalam bentuk bibliografi dan bentuk fisik dari terbitan tersebut.

(3) Menghimpun statistik perkembangan penerbitan di suatu negara. (Lor, 2001).

2.3. Objek Undang-Undang Deposit

Secara umum semua jenis hasil cetakan maupun rekaman termasuk dalam obyek undang-undang deposit. Undang-undang deposit menurut obyeknya terdiri dari:

(1) Karya Cetak 1.1 Buku

Buku merupakan obyek paling awal dari Undang-Undang Deposit. Definisi buku sendiri merupakan dokumen hasil catatan maupun rekaman yang diterbitkan dan digandakan oleh suatu penerbit. Yang patut diperhatikan pada koleksi ini adalah mengenai edisi revisi di mana buku tersebut telah mengalami koreksi atau dilengkapi. Buku dalam kondisi revisi ini dianggap sebagai karya baru, sehingga penerbit harus menyerahkan kembali buku edisi revisi kepada Perpustakaan Nasional. 1.2 Serial atau Terbitan Berkala

Serial merupakan koleksi yang sangat berharga. Pada koleksi ini banyak menilai informasi yang tidak tidak terhingga nilainya. Materi serial meliputi semua jenis terbitan yang dikeluarkan pada waktu yang berkesinambungan, baik dalam waktu beraturan maupun yang tidak beraturan penerbitannya. Penerbitan serial ini dapat berupa jurnal, surat kabar, majalah, indeks dll. Jenis dan jumlah serial sangat banyak , sehingga setiap negara sebaiknya mempertimbangkan materi apa saja yang wajib disimpan sebagai hasil dari pelaksanaan Undang-Undang Deposit.

(28)

1.3. Pamflet

Sebaiknya pamflet harus dimasukkan dalam bagian undang-undang deposit. Pada beberapa negara yang membuat peraturan minimal halaman yang dapat diserahkan oleh penerbit.

1.4. Lembaran Musik

Lembaran musik atau musik tercetak merupakan bagian penting sebagai warisan budaya bangsa, sehingga koleksi ini perlu dilestarikan.

1.5. Ikonografi

Materi ini dapat berupa poster, selebaran, foto, ukiran, dan lain-lain. Yang perlu diperhatikan dari koleksi ini adalah cara dan tempat mendokumentasikannya.

1.6. Terbitan Pemerintah

Terbitan ini dapat menjadi bagian dari pelaksanaan undang-undang deposit tergantung pada sistem pemerintahan, jika negaranya memiliki sistem pemerintahan federal, maka negara bagiannya tidak dapat dipaksakan menyerahkan terbitannya. Ditemukan juga pada beberapa negara yang tidak mewajibkan penerbit untuk menyerahkan koleksinya untuk dilestarikan, padahal seperti diketahui bahwa terbitan pemerintah ini sangat banyak dan beragam. Sesuai dengan peraturan di Indonesia, penerbit wajib menyerahkan dua eksemplar terbitannya ke Perpustakaan Nasional.

1.7. Peta

Tidak semua negara mengumpulkan koleksi ini untuk dimasukkan sebagai bagian dalam pelaksanaan undang-undang deposit. Ada beberapa negara yang hanya mengumpulkan peta yang sudah dikemas dalam bentuk buku, seperti atlas. Jumlah koleksi yang diserahkan ke Perpustakaan Nasional pada beberapa negara berjumlan satu eksemplar.

(2) Jenis Karya Tidak Tercetak (Non print material)

Koleksi ini merupakan perkembangan dari karya cetak yang membawa warna baru bagi koleksi perpustakaan. Koleksi ini terdiri dari :

(29)

2.1. Mikrofilm

Koleksi bentuk mikro ini dapat berasal dari karya asli yang langsung dibuat dalam bentuk microfilm atau merupakan cetak ulang karya yang telah diterbitkan. Kedua bentuk ini tanpa pengecualian masuk dalam undang-undang deposit.

2.2. Materi Audiovisual

Bentuk ini dapat berupa rekaman suara dan gabungan antara rekaman suara dan visual. Penanganan koleksi ini berbeda dengan karya tercetak, diperlukan peralatan tertentu untuk mengakses informasi ini. Dokumentasi ini meliputi cakram, tape, slide, film, videotape, videodisc dan multimedia lainnya. Materi audiovisual ini merupakan benda yang m itu dipudah rusak dan pecah, oleh sebab itu diperlukan perawatan khusus untuk menanganinya. Banyak negara yang sudah membuat dokumentasi ini dalam bentuk digital sebagai salinan jika koleksi aslinya rusak. Tetapi yang saat ini menjadi masalah adalah mengenai Undang-Undang Hak Cipta.

2.3. Materi Lainnya

Dokumentasi ini dapat berupa koin, perangko, uang kertas dan lain-lain. Secara umum yang merupakan kewajiban untuk disimpan pada koleksi ini adalah segala sesuatu yang terkait dengan sejarah.

(3) Terbitan Elektronik

Terdapat dua kategori pada publikasi elektronik, yakni:

3.1. Publikasi elektronik yang tidak tersambung pada jaringan. Publikasi ini merupakan publikasi yang berwujud nyata dan berbentuk fisik, seperti disket dan CD ROM

3.2. Jenis kedua adalah publikasi yang terhubung pada sebuah jaringan. Publikasi ini merupakan publikasi yang tidak berwujud fisik, seperti buku elektronik (Lariviere : 2000)

Terbitan elektronik juga merupakan karya yang wajib diserahkan kepada perpustakaan nasional untuk dilestarikan. Perlu dipertimbangkan pada koleksi ini adalah sebaiknya dibuat pembatasan akses pemanfaatan informasi dari koleksi ini, agar tidak terjadi penyalahgunaan akses oleh pengguna. Upaya dalam pembuatan

(30)

kebijakan pelaksanaan undang-undang deposit, terdapat tujuh unsur penting yang harus tercakup di dalam undang-undang deposit yang berlaku untuk semua jenis terbitan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Asal-usul terbitan

Pada dasarnya undang-undang deposit terbatas hanya untuk terbitan nasional dalam berbagai bentuk yang diterbitkan negara tersebut. Penentuan asal-usul penerbitan, agen penerbitan dan tanggal penerbitan sangat penting untuk diperhatikan karena sesuai dengan undang-undang deposit, ketentuan ini hanya berlaku terbatas di dalam suatu negara, tidak dapat menjangkau batas negara lain.

(2) Komprehensif

Semua bahan pustaka harus tercakup sebagai obyek dalam undang-undang deposit. Tujuan peraturan ini ialah menghindari kehilangan koleksi yang pada mulanya dianggap tidak penting tetapi kemudian hari ternyata mempunyai nilai historis. Ini berarti seluruh bahan pustaka yang diterbitkan untuk pertama kalinya di suatu negara dalam bentuk apapun juga terkena kewajiban untuk diserahkan kepada perpustakaan nasional sebagai pelaksana dari undang-undang deposit.

(3) Depositor

Undang-undang deposit mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk memaksa penerbit maupun pengusaha rekaman untuk menyerahkan terbitannya kepada lembaga nasional yang ditunjuk sebagai pelaksana peraturan tersebut. Di negara-negara yang undang-undang depositnya berhubungan langsung dengan hak cipta tetap dikenakan peraturan tersebut. (4) Depositori

Lembaga yang ditunjuk sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan deposit dan sebagai pelaksana undang-undang deposit di berbagai negara berbeda-beda. Perpustakaan nasional bukanlah satu-satunya lembaga yang mempunyai tanggung jawab untuk memelihara koleksi deposit, justru di beberapa negara perpustakaan lain yang ditunjuk sebagai pelaksana undang-undang deposit. Contohnya di Inggris, British Library menunjuk lima perpustakaan lainnya untuk ikut bertanggung jawab sebagai perpustakaan deposit, yakni: The

(31)

Bodleian Library, Oxford, Cambridge University Library, The National Library of Scotland, The National Library of Wales, The Library of Trinity College, Dublin.

(5) Jumlah eksemplar

Berdasarkan ketentuan yang ada, jumlah koleksi yang diserahkan ke depositor sekurang-kurangnya satu eksemplar, sebab tujuan dari undang-undang ini adalah untuk kepentingan bangsa agar koleksi ini dapat dilestarikan dan didayagunakan. Tetapi pada kenyataannya, tiap negara mempunyai kebijakan yang berbeda-beda tentang berapa jumlah bahan deposit yang harus diserahkan. Salah satu contoh adalah Republik Rakyat Cina mewajibkan lima eksemplar disimpan pada perpustakaan nasional dan dua yang lain dikirim ke perpustakan hak cipta. Jadi memang jumlah eksemplar yang harus diserahkan penerbit kepada pelaksana undang-undang deposit sangat tergantung pada kebijakan, prosedur pelaksanaan dan faktor ekonomi dari negara masing-masing.

(6) Kompensasi ganti-rugi

Tidak ada ketentuan yang mewajibkan lembaga yang ditunjuk sebagai perpustakaan deposit untuk memberikan imbalan kepada penerbit maupun pengusaha rekaman. Hal ini dikarenakan bahwa tujuan dari undang-undang ini adalah menjamin kelangsungan hasil karya bangsa untuk generasi di masa mendatang. Depositor berhak menerima koleksi deposit secara gratis tanpa imbalan apa pun. Walaupun demikian ada beberapa negara yang memberikan kompensasi sebagai imbalan ganti rugi ongkos produksi penerbitan, seperti di negara Jepang.

(7) Waktu penyerahan

Waktu penyerahan koleksi deposit lebih baik dilakukan sesegera mungkin agar dapat dipublikasikan dan didaftarkan pada bibliografi nasional. Kebijakan waktu penyerahan ini tidak diatur secara internasional, sehingga setiap negara membuat kebijakannya masing-masing. Di Finlandia batas waktu penyerahan koleksi deposit paling lambat dua bulan setelah diterbitkan, sedangkan di Indonesia sediri batas waktu penyerahan adalah 3 bulan setelah diterbitkan.

(32)

Konsep awal dari tujuan undang-undang deposit ialah produsen karya cetak dan rekam wajib menyerahkan satu atau lebih salinan karyanya untuk dilestarikan sebagai karya intelektual bangsa yang dapat dimanfaatkan dan diakses oleh masyarakat, maka menurut Muir dinyatakan bahwa empat persyaratan penting dalam pelaksanaan undang-undang deposit, yaitu: ketuntasan, pelestarian, publisitas, bibliografi nasional dan kemudahan akses oleh masyarakat. Ketuntasan menyiratkan bahwa semua bahan, terlepas dari kualitas atau format apapun harus disimpan untuk pelestarian

Perpustakaan Nasional sebagai pelaksana undang-undang deposit sebaiknya dapat menyajikan berbagai informasi yang mungkin tidak tersedia di tempat lain agar dapat diakses oleh masyarakat dari setiap tempat terutama untuk tujuan penelitian. Perpustakaan nasional mempunyai dua peranan untuk dalam penyebaran akses informasi:

. (Muir, 2001)

1. Perpustakaan dapat menyediakan akses informasi, ide dan konsep pengetahuan, pikiran dan budaya.

2. Perpustakaan memiliki tanggung jawab untuk menjamin dan menfasilitasi akses kegiatan pendidikan dan intelektualitas. Perpustakaan nasional harus mencerminkan suatu keanekaragaman dari berbagai kalangan sosial. (Kavcic-Colic, 2003).

Akhir-akhir ini mulai menjadi pembicaraan berbagai negara apakah bahan pustaka deposit ini sebaiknya dikemas dalam bentuk digital atau tidak, yang menjadi pertimbangan dalam melakukan digitalisasi koleksi ini adalah adanya peluang pembajakan karya seseorang yang telah diterbitkan tersebut. Seperti yang dinyatakan Brian Lang (2010) bahwa perpustakaan nasional seharusnya membangun kepercayaan penerbit bahwa hasil terbitannya yang diserahkan ke perpustakaan nasional tidak akan mengurangi pendapatan mereka karena pembajakan dari isi dokumen. Penerbit saat ini khawatir terhadap dampak dari pemanfaatan teknologi informasi. Perpustakaan nasional harus menunjukkan kepada penerbit manfaat yang akan didapatkan oleh penerbit jika menyerahkan terbitannya sebagai koleksi deposit yaitu pelestarian koleksi hingga masa mendatang. (Lang, 2000)

(33)

Tugas penting perpustakaan nasional bukan hanya menitikberatkan pada pengumpulan dan pemeliharaan bahan deposit saja, tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam perlindungan informasi yang sudah diserahkan oleh penerbit kepada perpustakaan nasional. Perpustakaan nasional memang mempunyai wewenang untuk menyediakan akses informasi koleksi deposit kepada masyarakat, tetapi tetap harus melakukan pembatasan akses koleksi deposit. Dengan pembatasan ini artinya perpustakaan nasional telah memberikan umpan balik kepada penerbit dalam hal perlindungan data

Perpustakaan nasional sebagai lembaga pelaksana undang-undang sebaiknya memperhatikan beberapa hal dalam pengelolaan koleksi deposit. Menurut Payne, terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan koleksi deposit, antara lain:

.

(1) Penyimpanan koleksi deposit

Kegiatan yang dilakukan adalah memasukkan data koleksi deposit pada basis data dan menempatkan koleksi deposit dalam ruang penyimpanan.

(2) Konservasi

Penting untuk melakukan pembersihan dan perbaikan koleksi deposit ada kerusakan dilakukan.

(3) Pelestarian koleksi dari lingkungan

Melakukan pelestarian jangka panjang, terutama koleksi deposit dengan bahan baku kertas. Salah satu caranya adalah dengan menjaga suhu rendah dan tingkat kelembaban koleksi.

(4)

Pendayagunaan koleksi deposit Menyediakan fasilitas

(5) Pelayanan melalui media internet

kepada pemustaka untuk melihat dan menggunakan informasi pada koleksi deposit

(6)

Memberikan informasi koleksi deposit melalui jaringan internet, biasanya dalam bentuk katalog yang dapat diakses melalui media internet.

Ruang baca

Menyediakan ruang baca di tempat bagi pemustaka yang ingin mendapatkan informasi pada koleksi deposit (Payne, 2005)

(34)

2.4. Undang-undang No. 4 Tahun 1990 tentang Karya Cetak dan Karya Rekam

Undang-undang No.4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam disahkan pada tanggal 9 Agustus 1990. Undang-undang ini dibentuk dalam rangka melestarikan hasil budaya bangsa yang disalurkan melalui karya cetak dan karya rekam. Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 1991 diterbitkan pada tanggal 28 Desember dan PP No. 23 tahun 1999 untuk menunjang undang-undang ini.

Perjalanan panjang pelaksanaan deposit bahan pustaka mengalami beberapa periode yang seiring sejarah terbentuknya Perpustakaan Nasional RI, yakni: (1) Periode Hindia Belanda

Zaman kolonial Belanda melalui ordonansi, penerbit yang berada di wilayah Indonesia dihimbau untuk mengirimkan beberapa kopi dari buku hasil terbitannya ke Bibliotheek Bataviaaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Library of The Batavia Society for Arts and Sciences).

(2) Periode tahun 1952

Pada tahun 1952 berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Nasional dan akhirnya menjadi Perpustakaan Museum Pusat dengan menggunakan Staatblad No. 7981 Tahun 1913. Pada tahun yang sama berdiri Perpustakaan Negara dan Biro Perpustakaan Departemen Pendidikan dan kebudayaan yang kemudian berubah nama menjadi Pusat pembinaan Perpustakaan (Pusbinpustak)

(3) Periode 1980

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No 0164/0/1980 tanggal 17 Mei 1980 dibentuklah Perpustakaan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan perpustakaan nasional berkedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perpustakaan di lingkungan Departemen P&K.

(4) Periode 1990 – sekarang

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1980 bahwa posisi Perpustakaan Nasional RI sebagai satu-satunya perpustakaan di Indonesia yang mempunyai tugas untuk menghimpun, mengumpulkan, menyimpan dan

(35)

melestarikan seluruh terbitan sebagai warisan budaya bangsa tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya undang-undang deposit di Indonesia yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam dan untuk pelaksanaanya dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1991 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam.

Kewajiban serah-simpan karya cetak dan karya rekam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 berlaku bagi terhadap setiap penerbit dan pengusaha rekaman di wilayah Republik Indonesia yang hasil karyanya diterbitkan atau direkam didalam maupun di luar negeri. Materi yang tercakup dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1990 adalah jenis karya cetak dan karya rekam.

Hal tersebut tercantum pada bab I, pasal 1, ayat I dan 2, disebutkan bahwa jenis bahan pustaka yang dikumpulkan dari para wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam terdiri dari:

(a) Karya cetak

Terdir dari buku fiksi, buku non fiksi, buku rujukan, karya artistik, karya ilmiah yang dipublikasikan, majalah, surat kabar, peta, brosur, karya cetak lain yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI. Karya cetak yang termasuk wajib diserahkan adalah edisi cetakan kedua dan seterusnya yang mengalami perubahan isi dan atau bentuk.

(b) karya rekan

Film, kaset audio, video disk, piringan hitam, disket dan bentuk lain sesuai dengan perkembangan teknologi (1993:5).

Pasal 4 ayat (c) UU No. 4 tahun 1990 menyatakan salah satu tujuan perpustakaan adalah menyediakan wadah bagi pelestarian hasil budaya bangsa, baik berupa karya cetak maupun karya rekam melalui program wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam. Melanggar ketentuan ini merupakan tindakan pidana yang dapat dihukum penjara atau denda. Kewajiban serah simpan karya cetak dan karya rekam yang diatur dalam undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan koleksi deposit nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

(36)

Tujuan diterbitkannya Undang-Undang nomor 4 tahun 1990 adalah seperti terlihat dalam pasal 5 adalah mewujudkan koleksi nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan bangsa. Sesuai dengan yang dijabarkan pada Undang-undang No. 4 Tahun 1990, maka tujuan dari pelaksanaan undang-undang serah simpan karya cetak dan karya rekam di Indonesia dapat berupa:

(1) Pengumpulan dan pelestarian koleksi nasional. (2) Kelengkapan koleksi nasional.

(3) Penyediaan sarana belajar, penelitian dan informasi berbagai disiplin ilmu pengetahuan bangsa.

(4) Penyediaan sarana penyusunan bibliografi nasional dan berbagai bibliografi subyek ilmu pengetahuan.

(5) Penyediaan sarana penyusunan statisik hasil produksi karya cetak dan karya rekam bangsa.

2.5 Aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Bibliografis

Pengembangan sebuah sistem informasi di perpustakaan nasional sangat bermanfaat untuk mempercepat dan memperluas operasi perpustakaan. Pengembangan aplikasi sistem informasi ini setidaknya memiliki kualitas sebagai berikut:

(1) Kemampuan beradaptasi dengan berbagai konfigurasi komputer dan kebutuhan perpustakaan.

(2) Kemampuan dalam mengakses dan memperbarui data secara cepat. (3) Kemampuan untuk menangani semua jenis data bibliografi.

(4) pengendalian mutu cermat untuk ketepatan dan kelengkapan data.

(5) Kemampuan untuk beradaptasi dengan format MARC sebagai komunikasi standar dengan sistem informasi perpustakaan lain.

(6) Memiliki kapasitas untuk melakukan kerjasama antar perpustakaan melalui jaringan internet. (Reed, 1993)

Sistem informasi yang digunakan perpustakaan di berbagai negara sebaiknya ada standar yang sama. Tujuannya adalah agar dapat melakukan pertukaran data bibliografi secara internasional. Salah satu sistem aplikasi yang

(37)

telah diterapkan adalah istem informasi di perpustakaan Amerika Serikat. Sistem informasi yang digunakan di Perpustakaan Amerika Serikat adalah basis data WorldCat OCLC. WorldCat adalah jaringan global dengan konten perpustakaan dan layanan yang menggunakan web yang dapat terhubung dengan instansi lain dengan akses yang lebih terbuka dan lebih produktif.

2.6 Perpustakaan Nasional sebagai Pelaksana Undang-undang Nomor 4 Tahun 1990

Perpustakaan nasional merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tanggung jawab yang sangat mulia dalam hal pengumpulan dan pelestarian seluruh koleksi karya bangsa. Tanggung jawab utama dari perpustakaan nasional adalah mengumpulkan koleksi yang komprehensif dari publikasi yang diterbitkan pada negara tersebut, mengidentifikasi dokumen serta pengaturan dalam pendayagunaa, dan menjaga kelestaran warisan budaya hingga generasi penerus”.

Tugas dan wewenang Perpustakaan Nasional RI sebagai pelaksana undang-undang deposit semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang-undang nomor 4 tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam, kemudian menyusul dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1991 tentang pelaksanaan Undang-undang no. 4 Tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam.

(Lang, 2000).

Wewenang yang diberikan kepada Perpustakaan Nasional ini dirinci pada pasal 1 ayat 5 UU No. 4 tahun 1990. Undang-undang ini menyatakan bahwa perpustakaan nasional adalah perpustakaan yang berkedudukan di ibukota negara yang mempunyai tugas untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah Republik Indonesia. Dengan lahirnya undang-undang tersebut, maka semakin tegas bahwa Perpustakaan Nasional RI merupakan komponen yang ditunjuk dalam pelaksanaan Undang-undang nomor 4 tahun 1990 yang mempunyai kewajiban dan wewenang untuk mengelola, melestarikan bahkan menyebarkan informasi yang dikandung dari hasil pelaksanaan undang-undang tersebut.

(38)

Mengacu pada pasal tersebut, perpustakaan nasional sudah sepantasnya mempersiapkan diri untuk menciptakan keberhasilan dari undang-undang deposit.

Upaya perpustakaan nasional melakukan tugasnya sebagai pelaksana undang-undang deposit di Indonesia, maka akan dijabarkan pada kedudukan, tugas dan fungsi perpustakaan pasional. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan pada pasal 21 ayat 1 dinyatakan bahwa perpustakaan nasional merupakan lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan dan berkedudukan di ibukota negara.

Tugas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perpustakaan nasional memiliki tanggung jawab sebagai berikut:

(1) Mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

(2) Mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa. (3) Melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka

mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

(4) Mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri.

Pelaksana langsung dari undang-undang deposit pada saat ini adalah Subdirektorat Deposit yang berada di bawah Direktorat Deposit Bahan Pustaka. Uraian tugas Direktorat ini mempunyai tugas sebagai berikut:

(1) Menyiapkan perumusan kebijakan teknis di Bidang Deposit.

(2) Penerimaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pendayagunaan serah simpan karya cetak dan karya rekam.

(3) Penerimaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pendayagunaan bahan pustaka terbitan badan internasional dan regional.

(4) Pemantauan evaluasi dan tindak lajut kegiatan serah simpan karya cetak dan karya rekam.

Berkaitan dengan tugas dan fungsinya, maka Subdirektorat Deposit memiliki beban kerja sebagai berikut:

(39)

(1) Menghimpun dan menerima, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan karya cetak dan rekam dari penerbit dan pengusaha rekaman baik swasta maupun pemerintah yang dihasilkan di wilayah Republik Indonesia.

(2) Melaksanakan pemantauan, pengawasan, peringatan, teguran terhadap penerbit dan pengusaha rekaman baik swasta maupun pemerintah yang dihasilkan di wilayah Republik Indonesia.

(3) Pengelolaan penerimaan karya cetak dan karya rekam sebagai berikut a) pengecekan jumlah dan kualitas karya cetak dan karya rekam penerbit yang berada di wilayah Republik Indonesia, b) penerimaan surat pengantar dari penerbit dan pengusaha rekaman, c)pemberian tanda bukti penerimaan, d)registrasi, e)inventarisasi, f)katalogisasi, g)klasifikasi dan h) identifikasi dalam rangka lokasi penyimpanan.

(4) Melaksanakan pengelolaan penyimpanan berbagai jenis koleksi karya cetak dan karya rekam.

(5) Evaluasi terhadap pelaksanaan serah-simpankarya cetak dan karya rekam.

2.7 MARC (Machine Readable Cataloging)

Machine Readable Cataloging (MARC) merupakan format data yang

memungkinkan pertukaran data katalog atau data lainnya yang terkait antara sistem perpustakaan yang memakai komputer (Pendit, 2008). Format data ini dianggap paling baik untuk saat ini, karena MARC dirancang untuk untuk menampung data bibliografis berbagai jenis informasi, yakni karya cetak atau naskah tekstual, berkas komputer, peta, musik, sumber daya yang berkelanjutan, materi visual, dan bahan elektronik

INDOMARC merupakan implementasi dari International Standard Organization (ISO) 2719 untuk Indonesia. Format INDOMARC ini terdiri dari 700 elemen bibliografi yang sangat lengkap. Data yang ada akan disimpan pada ruas data dan setiap ruas diawali dengan tag atau tengara. Standar yang digunakan . MARC merupakan merupakan standar penulisan katalog elektronik, Standar metadata katalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress. Konsep ini akhirnya diadopsi oleh berbagai negara termasuk Indonesia yang menggunakan INDOMARC.

(40)

dalam membuat cantuman tengara (tags) adalah tiga digit yang mengidentifikasikan tiap ruas data bibliografi dalam suatu cantuman. Dibawah ini ini akan diuraikan angka tenggara pada elemen bibliografi INDOMARC (xx adalah nilai angka di antara 00-99), yang terdiri dari:

0xx = Info kendali dan identifikasi, termasuk nomor standar, nomor klasifikasi dan nomor panggil

1xx = Entri utama

2xx = Judul dan paragraph judul 3xx = Deskripsi fisik

4xx = Pernyataan seri 5xx = Catatan

6xx = Entri tambahan subyek

7xx = Entri tambahan selain dari subyek atau seri 8xx = Entri tambahan seri

9xx = Disediakan untuk pengguna setempat

2.8 Konsep Dasar Sistem Informasi

Manusia hidup di dunia penuh dengan sistem, di sekeliling manusia apa yang dilihat sebenarnya adalah kumpulan dari sistem-sistem, misalnya adalah sistem penerimaan mahasiswa baru, sistem perkuliahan, sistem perguruan tinggi, sistem perekonomian, sistem bisnis, sistem peredaran bumi, sistem transportasi dan lain sebagainya. Pemahaman suatu sistem terlebih dahulu akan sangat membantu didalam pemahaman sistem informasi.

Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi meskipun istilah sistem yang digunakan bervariasi, semua sistem pada bidang-bidang tersebut mempunyai persyaratan yang terpenting adalah sistem harus mempunyai tujuan yang akan dicapai. Sistem adalah suatu cara untuk mengumpulkan, mengatur, mengendalikan, dan menyebarkan informasi ke seluruh organisasi (Connoly, 2002).

Jogiyanto sendiri memberikan definisi sistem dari beberapa pendekatan, yakni pendekatan sistem pertama yang lebih menekankan pada prosedur oleh didefinisikan bahwa suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari

(41)

prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu. Pendekatan sistem kedua adalah pendekatan sistem yang lebih menerapkan pada elemen atau komponennya yang didefinisikan bahwa sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen. Pendapat dari ahli yang telah diutarakan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem adalah himpunan dari elemen (komponen) yang berhubungan atau saling ketergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu (Jogiyanto, 2005).

Informasi ibarat darah yang mengalir dalam tubuh suatu organisasi, sehingga informasi ini sangat penting bagi organisasi. Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya. (Jogiyanto, 2005). Siklus informasi berisi data yang masih mentah dan belum dapat bercerita banyak, sehingga perlu diolah lebih lanjut agar dapat lebih berarti dan berguna dalam bentuk informasi, oleh karena itu perlu diolah dengan melalui suatu model proses tertentu. Data yang diolah menjadi informasi akan dapat melahirkan suatu keputusan untuk melakukan tindakan dan seterusnya membentuk siklus.

Kedua definisi sistem dan informasi yang diutarakan tersebut, maka kita dapat menjabarkan definisi dari sistem informasi. Sistem informasi merupakan suatu sistem dalam suatu organisasi untuk mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan (Jogiyanto, 2005).

Roberts dalam Jogiyanto memberikan definisi bahwa sistem informasi merupakan suatu dari orang-orang fasilitas, teknologi, media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin tertentu, memberi sinyal kepada manajemen dan lainnya terhadap kejadian-kejadian internal dan eksternal yang penting dan menyediakan suatu dasar untuk pengambilan keputusan yang cerdik (Jogiyanto, 2005).

Berbagai definisi dari sistem informasi yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat terlihat bahwa konsep dari sistem informasi dalam suatu organisasi

(42)

dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang menyediakan informasi bagi semua tingkatan dalam organisasi tersebut kapan saja diperlukan. Sistem ini menyimpan, mengambil, mengubah, mengolah dan mengkomunikasikan informasi yang diterima dengan melibatkan manusia, fasilitas, teknologi, media prosedur-prosedur dan pengendalian.

2.9 Konsep Basis Data

Basis data merupakan salah satu komponen utama dalam setiap informasi. Tidak ada sistem informasi yang bisa dibuat atau dijalankan tanpa adanya basis data merupakan sekumpulan data maupun keterangan tentang data, yang secara logis saling berhubungan untuk digunakan bersama, dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi dari suatu organisasi (Connoly, 2002).

Beberapa definisi mengenai basisdata disampaikan oleh banyak ahli, salah satunya adalah pendapat menurut Fathansyah, bahwa basis data adalah:

(1) Himpunan kelompok data (arsip) yang saling berhubungan yang diorganisasi sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali dengan cepat dan mudah.

(2) Kumpulan data yang saling berhubungan yang disimpan secara bersama sedemikian rupa dan tanpa pengulangan (redudansi) yang tidak perlu, untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

(3) Kumpulan tabel dan arsip yang saling berhubungan yang disimpan dalam media penyimpanan elektronis (Fathansyah, 1999).

Pengelolaan dan pemanfaatan basis data juga memiliki tujuan lain. Beberapa manfaat dari basis data adalah sebagai berikut:

(1) Kecepatan dan kemudahan

Pemanfaatan basis data memungkinkan kita untuk dapat menyimpan atau melakukan perubahan terhadap data atau menampilkan kembali data tersebut dengan lebih cepat dan mudah.

(2) Efisiensi ruang penyimpanan

Dengan basis data, efisiensi penggunaan penyimpanan dapat dilakukan, karena kita dapat melakukan penekanan jumlah data dengan mendekomposisikan struktur data, baik dengan menerapkan sejumlah

(43)

pengkodean atau dengan membuat relasi-relasi dalam bentuk berkas antar kelompok data yang saling berhubungan.

(3) Keakuratan

Dengan menggunakan pengkodean dan pembentukan relasi antar data sangat bermanfaat untuk menekan ketidakakuratan pemasukan data.

(4) Ketersediaan

Dengan basis data, kita dapat memilah data yang kita inginkan. Data yang tidak digunakan lagi dapat dilepaskan dari basis data yang aktif.

(5) Kelengkapan

Untuk mengakomodasikan kebutuhan kelengkapan data yang semakin berkembang, maka kita dapat menambah cantuman data, maupun dalam penambahan objek baru atau juga dengan penambahan ruas baru pada sebuah table.

(6) Keamanan

Ada sejumlah sistem pengelola basis data yang tidak menerapkan aspek keamanan, tetapi untuk sistem yang besar aspek keamanan sangat penting untuk diterapkan. Dengan begitu, kita dapat menentukan siapa saja yang boleh menggunakan basis data beserta objek didalamnya dan menentukan jenis operasi apa saja yang boleh dilakukan.

(7) Kebersamaan Pemakaian

Penggunaan basis data sering kali tidak terbatas pada satu pemakai dan satu lokasi saja. Basis data yang dikelola oleh sistem atau aplikasi dapat mendukung lingkungan pemakai yang beragam dalam memenuhi kebutuhan ini, tetapi dengan menghindari munculnya persoalan baru seperti inkonsistensi data, karena data yang sama dapat diubah oleh banyak pemakai dalam waktu bersamaan (Hartono, 2005:27).

Basisdata perpustakaan besar sebaiknya memenuhi tiga kriteria penting berikut ini:

1. Kekompakan (Compactness).

Tidak perlu menyimpan informasi lebih dari sekali, karena telah ada one-to-one

(44)

2. Kelengkapan (Completeness)

Akses kelengkapan penyimpanan data harus dirancang dengan baik. 3

. Aksesibilitas

Data dapat dengan mudah diakses dalam berbagai bentuk (Alena, 1992).

2.10 Metode Siklus Hidup Pengembangan Sistem (SDLC)

Metode pengembangan sistem informasi yang banyak digunakan pada organisasi besar adalah metode pengembangan sistem SDLC (system development

life cycle). System development life cycle merupakan pendekatan yang digunakan

untuk penyusunan suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama atau memperbaiki sistem yang sudah ada melalui tahapan-tahapan. Avison dan Fitsgerald membagi tahapan metodologi SDLC dengan struktur yang lebih rinci (2006) (Gambar 1).

Tahapan yang terdapat pada pendekatan SDLC ini terdiri dari : 1) Studi Kelayakan

Studi kelayakan merupakan usulan sistem yang harus memenuhi empat elemen kelayakan yang harus dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Empat elemen tersebut, yaitu:

a. Kelayakan teknologi yang tersedia dan keahlian yang memadai untuk membangun sistem yang diusulkan.

b. Kelayakan ekonomi dilakukan untuk mengukur manfaat yang didapat harus lebih besar dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan.

c. Kelayakan hukum bertujuan untuk memastikan bahwa sistem yang baru ini tidak melanggar hukum yang berlaku saat ini.

d. Kelayakan waktu merupakan waktu yang ditetapkan harus diperhitungkan dengan baik agar pengembangan sistem dapat selesai dengan tepat waktu. 2) Investigasi Sitem

Investigasi sistem merupakan penggalian kebutuhan informasi fungsi aplikasi sistem yang berjalan saat ini dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi dari pemggunaan aplikasi sistem berjalan. Tahap ini bertujuan untuk mendeskripsikan permasalahan sistem yang ada pada sistem lama dan agar dalam pengembangan sistem selanjutnya dapat dieliminir kesalahan yang mungkin akan terjadi pada saat mengimplementasikan sistem.

(45)

3) Analisis Sistem

Tahap ini merupakan kegiatan menganalisis informasi kebutuhan sistem agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan. Proses analisis terhadap sistem meliputi a. Identifikasi kebutuhan informasi

Kerangka kerja yang digunaka untuk menganalisi kebutuhan informasi ini menggunakan kerangka kerja PIECES (Whitten, 2007).

b. Identifikasi kebutuhan sistem

Menganalisis latar belakang pembuatan spesifikasi kebutuhan sistem masukan, proses, dan luaran sistem baru.

4) Perancangan Sistem

Merancang suatu sistem yang mengacu kepada pemakai dan hasil analisa sistem.

5) Implementasi Sistem

Pembangunan sistem baik dari segi perangkat lunak maupun perangkat keras dan infastruktur lain yang dibutuhkan agar sistem dapat berjalan dengan sempurna.

6) Evaluasi dan Pemeliharaan

Tahap ini merupakan tahap akhir setelah sistem baru terpasang untuk menjamin sistem yang baru berjalan ini dapat diimplementasikansecara efisien dan untuk menemukan kesalahan-kesalahan sistem setelah beroperasi.

Gambar 1 Tahapan SDLC menurut Avison & Fitsgerald (2006) Studi Kelayakan

Analisis Sistem Implementasi

Evaluasi dan

Pemeliharaan Invetistigasi Sistem

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Kerangka Pemikiran

Metodologi pada saat ini yang paling baik untuk sistem informasi web ini berdasarkan berbagai literatur adalah tahapan SDLC (system development life

cycle). Pendekatan SDLC ini merupakan proses logis yang digunakan oleh

perancangan sistem yang dapat menggambarkan sebuah sistem informasi dengan tepat dan merupakan metode pengembangan sistem paling tua yang sangat cocok untuk pengembangan sistem pada organisasi besar.

Setiap tahapan dari SDLC memainkan peranan penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sistem ini terdiri dari 6 tahap, yang terdiri dari: studi kelayakan (feasibility study), investigasi sistem (system investigation), analisis sistem (system analys), desain sistem (system design), implementasi (implementation) dan yang terakhir adalah evaluasi dan pemeliharaan (review and

maintanance). Penelitian ini dititikberatkan pada perancangan sistem informasi,

oleh sebab itu tahapan yang dilakukan yaitu dari tahap studi kelayakan hingga perancangan sistem, sehingga tahapan penelitian ini meliputi; studi kelayakan, investigasi sistem, analisis sistem dan diakhiri dengan desain sistem.

3.2.Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian (Gambar 2) ini dimulai dengan melakukan studi pustaka sebagai acuan untuk melakukan penelitian ini. Sesuai dengan pendekatan SDLC maka perancangan sistem ini diawali dengan melakukan analisis studi kelayakan yang terdiri dari kelayakan teknologi, ekonomi, hukum, dan waktu. Tahapan kedua adalah investigasi sistem dengan melakukan observasi pada ketiga aplikasi sistem berjalan. Pada tahapan ketiga akan dilakukan analisis sistem yang terdiri dari analisis kebutuhan informasi, analisis kebutuhan sistem dan analisis kebutuhan fungsional.

Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah melakukan perancangan sistem informasi berbasis web yang meliputi melakukan pembuatan diagram

(47)

konteks, diagram alir data (data flow diagram), diagram hubungan antar entitas

(entity relationship diagram), penetapan perangkat lunak dan perangkat keras,

perancangan basis data, perancangan navigasi, perancangan antarmuka yang meliputi perancangan login, perancangan halaman utama, perancangan pemasukan data dan perancangan luaran. Langkah terakhir dalam tahapan penelitian ini yaitu penyusunan laporan tugas akhir.

Gambar 2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian. Mulai Studi Pustaka Studi Kelayakan a. Kelayakan Teknologi b. Kelayakan Ekonomi c. Kelayakan Hukum d. Kelayakan Waktu Investigasi Sistem Analisa Sistem a. Kebutuhan Informasi b. Kebutuhan Sistem Perancangan Sistem a. Perancangan Proses b. Perancangan Basisdata c. Perancangan Navigasi d. Perancangan Antarmuka Laporan Akhir Selesai

Gambar

Gambar 1  Tahapan SDLC menurut Avison & Fitsgerald (2006) Studi Kelayakan
Gambar 2  Tahapan Pelaksanaan Penelitian.
Gambar 3 Antarmuka Pemasukan Data Koleksi Portal Deposit  (b)  Pemasukan data wajib serah
Gambar 5 Daftar Koleksi Aplikasi Portal Deposit  (2)  Aplikasi Inlis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 3 : Izin Jasa Konstruksi (IUJK) adalah izin yang diperlukan bagi perusahaan Jasa Konstruksi untuk dapat melaksanakan kegiatan dibidang Usaha Jasa Konstruksi yang

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pem- buatan cookies dengan bahan dasar tepung asia ubi jalar dan mengkaji proporsi penggunaan kuning telur dan lemak

Sehingga untuk plant yang tidak memiliki waktu tunda dan waktu mati, penalaan PID dapat dilakukan dengan menggunakan metode trial and error, walaupun metode

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari semua perlakuan yang diuji, perlakuan konsentrasi minyak sereh dapur memiliki kemampuan efikasi paling rendah adalah

Terdapat sebilangan calon yang tidak dapat menjawab soalan dengan tepat dan sepenuhnya seperti dapat membantu memperjuangkan taraf wanita dalam sukan dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jumlah, jenis, dan kelimpahan rajungan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu lipat di TPI Tanjung Sari,Rembang,

Ternyata rangsangan riil telah membawa dampak positif bagi masyarakat desa, terutama dalam hal memobilisasi potensi desa, seperti dana, tenaga, dan pikiran yang dimiliki

Pada jam-jam sibuk khususnya ruas jalan Srijaya Negara secara visual terjadi kemacetan lalulintas terutama pada areal memasuki kampus Unsri sebagai akibat masuk