• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI STRATEGI DAN PROGRAM MENGURANGI ANGKA KEMISKINAN DAN KETERGANTUNGAN APBD TERHADAP DAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI STRATEGI DAN PROGRAM MENGURANGI ANGKA KEMISKINAN DAN KETERGANTUNGAN APBD TERHADAP DAU"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

STRATEGI DAN PROGRAM MENGURANGI ANGKA

KEMISKINAN DAN KETERGANTUNGAN APBD

TERHADAP DAU

Dalam rangka untuk mewujudkan tujuan pembangunan yaitu mewujdukan kesejahteraan masyarakat, maka Kabupaten Bogor menetapkan visi dan misi yang merupakan arah dan panduan pembangunan Pemda Kabupaten Bogor.

5.3 Visi Pemerintah Kabupaten Bogor

Visi Pemda Kabupaten Bogor adalah ”Tercapainya pelayanan prima demi terwujudnya masyarakat Kabupaten Bogor yang maju, mandiri, sejahtera berlandaskan iman dan taqwa”.

5.4 Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

Untuk menjabarkan visi yang telah ditetapkan, maka Pemda Kabupaten Bogor mempunyai misi yaitu:

a. Melakukan reformasi pelayanan publik menuju tata pemerintahan yang baik (good governance);

b. Meningkatkan profesionalisme aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

c. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan;

d. Menumbuh-kembangkan potensi industri, pertanian, dan pariwisata secara optimal dan lestari;

e. Meningkatkan kualitas, menata sarana, prasarana, dan infrastruktur wilayah. f. Memajukan kehidupan keagamaan dan kondisi sosial kemasyarakatan.

6.3 Perancangan Strategi dan Program dengan Logical Framework Approach (LFA)

LFA digunakan sebagai alat bantu untuk menganalisis situasi yang menjadi alasan atau argumentasi pentingnya suatu program, kaitan logis sebab-akibat secara hirarki hubungan antara tujuan yang akan dicapai dengan proses yang dibutuhkan

(2)

untu mencapai tujuan, identifikasi potensi-potensi resiko yang akan dihadapi dalam pelaksanaan program serta mekanisme bagaimana hasil-hasil kerja (output) dan dampak program (outcome) akan dimonitor dan dievaluasi.

Dalam perumusan strategi dan program ini dikaitkan dengan hasil analisis yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya serta hasil observasi dan wawancara dengan beberapa dinas terkait di Pemda Kabupaten Bogor yaitu antara lain Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendapatan Daerah, Kantor Penanaman Modal Daerah dan Dinas Kesehatan. Dalam hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui beberapa hal yang dihadapi Kabupaten Bogor yaitu antara lain adanya ketergantungan sumber pendanaan APBD terhadap DAU, rendahnya penerimaan PAD, angka pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi, dan masih rendahnya alokasi anggaran pembiayaan untuk program pemberantasan kemiskinan (ABD) sehingga angka kemiskinan belum berkurang secara optimal.

Implementasi perancangan strategi dan program untuk mengatasi ketergantungan sumber pembiayaan APBD terhadap DAU serta mengurangi angka kemiskinan dengan metode Logical Framework Approach secara ringkas dapat disajikan dalam Gambar 8.

APBD Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan

APBD

Rencana Proyek/Rencana Kerja :

1. Pendataan ulang sumber-sumber PAD 2. Pengembangan Penanaman Modal

3. Menciptakan dan memperbaiki sistem pelayanan satu atap 4. Pembentukan lembaga pembiayaan mikro

5. Perbaikan dan peningkatan jalan, sekolah & Puskesmas

Monev Rencana Proyek/Rencana Kerja: 1. Rapat Kerja 2. Rapat Koordinasi 3. Pelaporan

(3)

Gambar 8 Perancangan Strategi dan Program Peningkatan PAD dan Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Bogor

6.4 Perumusan Strategi Mengurangi Angka Kemiskinan dan Ketergantungan Sumber Pembiayaan APBD terhadap DAU

Prioritas pembangunan daerah yang dilakukan Kabupaten Bogor untuk menghadapi rencana globalisasi dunia 2010 adalah Pemerintah Kabupaten Bogor berupaya menyediakan infrastruktur yang secara strategis menunjang kegiatan ekonomi maupun pendidikan dan kesehatan serta mengerahkan segala usaha dan

Program-Program :

1. Intensifikasi pengumpulan sumber-sumber PAD. 2. Peningkatan Investasi Swasta.

3. Perbaikan sistem perijinan usaha.

4. Peningkatan alokasi anggaran pembiayaan untuk masyarakat miskin (ABD)

5. Pembangunan lembaga pembiayaan mikro untuk masyarakat miskin. 6. Perbaikan dan peningkatan fasilitas jalan, sekolah dan sarana kesehatan.

Perumusan Strategi:

1. Strategi peningkatan PAD 2. Strategi Peningkatan Investasi dan

Perbaikan Iklim Usaha

3. Pemberdayaan masyarakat miskin

4. Peningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur

Masalah :

1. Ketergantungan sumber pembiayaan APBD terhadap DAU

2. Angka Kemiskinan yang tinggi Tujuan :

1. Mengurangi ketergantungan sumbar pembiayaan APBD terhadap DAU. 2. Mengurangi angka kemiskinan.

Identifikasi Lembaga Terkait : a. Dinas Pendapatan Daerah b. Kantor Penanaman Modal Daerah c. Dinas Tenaga Kerja &

Transmigrasi d. Dinas Perindag e. Dinas Pendidikan f. Dinas Kesehatan

(4)

upaya untuk menempatkan penduduk sebagai tujuan sebenarnya dari seluruh kegiatan pembangunannya dan bukan hanya sebagai objek pembangunan. Prioritas pembangunan daerah lainnya adalah peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan pendidikan, kualitas pelayanan kesehatan serta peningkatan aksesibilitas sumberdaya ekonomi bagi masyarakat dijadikan prioritas utama.

Permasalahan-permasalahan strategis pembangunan Kabupaten Bogor sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategik Kabupaten Bogor (Renstra) dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan secara umum pada saat ini adalah: a. Rendahnya Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

b. Tingginya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor, dimana pada tahun 2007 mencapai 1.017.879 jiwa.

c. Tingginya laju pertumbuhan penduduk, pengangguran terbuka dan belum tersedianya data dan informasi penduduk terpadu.

d. Masih lemahnya daya saing ekonomi untuk sektor yang diunggulkan oleh Kabupaten Bogor, seperti industri, pertanian dan pariwisata.

e. Masih kurangnya akses infrastruktur dalam mengarahkan pertumbuhan kawasan perkotaan dan menunjang pengembangan kawasan perdesaan sebagai kawasan pengembangan ekonomi.

f. Belum optimalnya Kinerja Pemerintah Daerah.

g. Terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah daerah.

Dengan berbagai permasalahan tersebut terutama permasalahan keterbatasan keuangan daerah, dimana APBD Kabupaten Bogor masih “sangat bergantung” pada transfer dana dari Pemerintah Pusat, hal ini ditunjukkan dengan persentasi penerimaan DAU Kabupaten Bogor terhadap APBD dari tahun 2001 sampai tahun 2007 mencapai rata-rata diatas 55% (Gambar 4), bahkan rata-rata tertinggi pernah terjadi yaitu pada tahun 2001 yaitu mencapai 68.5% terhadap total APBD. Artinya setengah lebih APBD Kabupaten Bogor (55%) dibiayai oleh DAU, sedangkan 45% pembiayaan APBD Kabupaten Bogor berasal dari sumber-sumber penerimaan asli daerah (PAD). Rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Bogor dapat dilihat dalam Tabel 9.

(5)

(dalam juta rupiah)

Tahun APBD DAU DAK DBH PAD % DAU Terhadap APBD % PAD Terhadap APBD 1983 19,482 2,072 - 15,102 2,308 10.63 11.85 1984 9,403 2,128 - 2,784 4,492 22.63 47.77 1985 11,215 2,128 - 2,784 3,614 18.97 32.23 1986 15,143 2,539 - 2,784 3,613 16.76 23.86 1987 17,218 3,489 - 2,091 5,486 20.26 31.86 1988 17,830 6,829 - 3,361 5,625 38.30 31.55 1989 32,852 12,771 - 3,723 11,074 38.87 33.71 1990 43,056 22,377 - 5,440 14,189 51.98 32.96 1991 52,876 26,845 - 6,701 18,234 50.77 34.49 1992 75,522 34,931 - 9,665 24,414 46.25 32.33 1993 85,142 42,233 - 11,106 29,116 49.60 34.20 1994 108,796 50,004 - 15,793 37,562 45.96 34.53 1995 142,249 57,474 - 19,596 53,502 40.40 37.61 1996 169,785 57,422 - 28,829 57,381 33.82 33.80 1997 179,554 79,592 - 37,177 57,649 44.33 32.11 1998 249,413 54,251 - 22,429 24,409 21.75 9.79 1999 344,657 140,216 - 4,806 35,950 40.68 10.43 2000 326,576 102,929 - 39,096 25,190 31.52 7.71 2001 700,151 479,574 - 80,693 100,681 68.50 14.38 2002 942,845 479,570 - 82,164 103,084 50.86 10.93 2003 1,002,165 549,700 1,000 101,603 136,981 54.85 13.67 2004 1,175,651 556,963 5,000 144,886 156,736 47.37 13.33 2005 1,223,879 627,900 - 121,974 186,112 51.30 15.21 2006 1,456,841 806,990 22,710 145,947 202,199 55.39 13.88 2007 1,692,601 962,196 10,289 151,718 260,031 56.85 15.36 Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan-Depkeu dan BPS Kab. Bogor. Untuk Tahun 1997 s.d. 2000 sebelum adanya DAU transfer dana Pemerintah Pusat dalam bentuk Subsidi Daerah Otonom (SDO)

Dari Tabel 9 tersebut di atas secara keseluruhan terlihat juga rasio kemandirian (otonomi fiskal) dari sisi persentase PAD terhadap APBD. Rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Bogor dari tahun 1983 sampai dengan 2007 mempunyai tren yang menurun, hal ini terlihat dari rata-rata rasio kemandirian Kabupaten Bogor yaitu sebesar 24.38. Rasio ini menunjukkan bahwa derajat ketergantungan Pemda Kabupaten Bogor terhadap sumber pembiayaan dari luar sangat tinggi yaitu lebih dari 75.6%, sedangkan rata-rata kemampuan PAD-nya hanya sebesar 24.38%.

Sumber-sumber penerimaan APBD Kabupaten Bogor yang berasal dari luar Kabupaten Bogor antara lain berasal dari :

(6)

b. Pinjaman dan hibah (penerimaan hibah belum ada); c. Bantuan keuangan dari propinsi;

d. Dana penyesuaian dan otonomi khusus.

Dari analisis rasio DAU dan PAD tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi keuangan daerah Kabupaten Bogor tersebut sangat riskan untuk keberlanjutan (sustainability) pembangunan di Kabupaten Bogor karena jika terjadi sesuatu, misalnya krisis ekonomi dan moneter yang lebih hebat dari tahun 1997/1998, kemudian pemerintah pusat kehilangan daya dukungnya untuk pendanaan dalam APBN, maka bisa terjadi pemerintah pusat akan menghentikan transfer dananya ke pemerintah daerah baik dalam bentuk DAK, DAU ataupun Dana Bagi Hasil. Jika hal tersebut terjadi maka hampir seluruh Pemda di seluruh Indonesia termasuk Kabupaten Bogor yang bergitu bergantung terhadap penerimaan DAU akan kehilangan daya dukung pendanaan untuk pembangunannya, sehingga APBD Kabupaten Bogor diluar penerimaan DAU hanya akan cukup untuk membiayai pengeluaran rutinnya yaitu belanja pegawai

Tingkat kemandirian sumber pendanaan (APBD) Kabupaten Bogor yang relatif rendah dan belum menunjukkan perbaikkan dari tahun ke tahun perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemda Kabupaten Bogor. Pemda Kabupaten Bogor bersama-sama dengan DPRD serta seluruh masyarakat dapat berperan dalam upaya untuk mengurangi tingkat ketergantungan sumber pembiayaan APBD terhadap transfer dana dari Pusat. Strategi yang dapat dilakukan antara lain dengan intensifikasi sumber-sumber penerimaan PAD dan peningkatan investasi swasta dan perbaikan iklim usaha.

6.4.1 Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Secara teoritis kemampuan keuangan daerah dapat ditingkatkan dengan intensifikasi dan atau ekstensifikasi. Upaya ekstensifikasi adalah upaya perluasan jenis pungutan. Upaya ini harus dilakukan dengan hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan ekonomi nasional. Upaya intensifikasi adalah upaya meningkatkan kemandirian penerimaan daerah dengan meningkatkan kinerja pajak dan retribusi daerah yang ada. Upaya ini menuntut kemampuan daerah untuk dapat mengidentifikasi secara sahih potensi penerimaan

(7)

daerah dan kemudian mampu memungutnya dengan berdasar pada asas manfaat dan asas keadilan.

Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada melalui penghitungan potensi dengan penyusunan sistem informasi basis data potensi. Dengan melakukan efektivitas dan efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah, maka akan meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang.

Ada banyak faktor yang menghambat pengelolaan PAD, sehingga potensi penerimaan yang ditemukan atau yang diperoleh sulit untuk direalisasikan menjadi benar-benar penerimaan. Permasalahan dalam proses pengelolaan penerimaan PAD ini untuk setiap jenis penerimaan terdapat perbedaan cara penanganan atau pengelolaannya.

Kendala-kendala dalam merealisasikan potensi PAD antara lain adalah perangkat hukum dan law enforcement yang mendukung pelaksanaan pemungutan pendapatan yang belum baik dan belum sesuai dengan kondisi lapangan, sistem administrasi pengelolaan pemungutan pendapatan yang lemah, kurangnya sarana dan prasarana dalam pengelola pendapatan daerah, rendahnva tingkat kesadaran masyarakat knususnya pembayar pajak dan retribusi daerah, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih terbatas, sehingga seringkali terdapat perbedaan dalam pemahaman dari para pengelola terhadap aturan yang ada.

Strategi-strategi yang dapat dilakukan Kabupaten Bogor untuk secara konsisten mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat antara lain :

a. Untuk mengurangi ketergantungan APBD Kabupaten Bogor terhadap penerimaan DAU, maka dapat dilakukan dengan intensifikasi sumber-sumber penerimaan asli daerah (PAD), antara lain dengan pendataan ulang terhadap objek pajak daerah yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan Pajak Parkir, hal ini untuk mengantisipasi objek pajak daerah yang selama ini belum terdaftar dan belum terpungut pajaknya.

(8)

b. Intensifikasi penerimaan dari retribusi daerah yang mempunyai skala besar namun mempunyai dampak dan resistensi kecil ke masyarakat jika intensifikasi retribusi ini dijalankan, misalnya; retribusi pasar grosir, terminal, rumah potong hewan, IMB, Ijin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan, Pengelolaan Hutan.

c. Mereformasi birokrasi dan perijinan usaha sehingga dapat memperbaiki iklim investasi di Kabupaten Bogor yang pada gilirannya dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dan berusaha di Kabupaten Bogor, dengan demikian secara otomatis roda ekonomi di Kabupaten Bogor dapat bergerak, pendapatan masyarakat meningkat, pengangguran berkurang, retribusi, pajak perdagangan, pajak penghasilan yang diterima Pemda Bogor dapat meningkat. d. Efisiensi dan penajaman fungsi birokrasi dan anggaran.

e. Pengurangan dinas-dinas yang tidak perlu atau dengan cara penggabungan dinas yang mempunyai tugas pokok dan fungsi saling beririsan/mirip.

f. Meningkatkan mekanisme kontrol dari masyarakat dan LSM terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan Daerah sebagai wujud nyata pelaksanaan asas transparansi dan akuntabilitas fiskal, sehingga pengelolaan keuangan daerah dapat efektif, efisien, tepat sasaran dan tidak terjadi penyimpangan (korupsi).

g. Pemberdayaan BUMD sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan daerah.

Selain intensifikasi di sektor pajak daerah dan retribusi untuk mengoptimalkan PAD, hal yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan Pemda Kabupaten Bogor adalah dengan pemberdayaan BUMD sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan daerah. Pemberdayaan BUMD ini dapat dilakukan dengan strategi : a. Reformasi Misi BUMD :

a.1. BUMD sebagai salah satu pelaku ekonomi daerah dapat mendayagunakan aset daerah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat; a.2. BUMD adalah penyedia pelayanan umum yang menjaga kualitas,

(9)

a.3. BUMD mampu berperan sebagai pendukung perekonomian daerah dengan memberikan kontribusi kepada APBD, baik dalam bentuk pajak maupun deviden dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah melalui multiplier effect yang tercipta dari kegiatan bisnis yang efisien seperti bertambahnya lapangan kerja dan kepedulian social;

a.4. BUMD mampu berperan sebagai countervailing power terhadap kekuatan ekonomi yang ada melalui pola kemitraan. Diharapkan berbagai perusahaan swasta dalam dan luar negeri berminat melakukan kerjasama dengan BUMD terpilih untuk selanjutnya membentuk Joint

Venture/Joint Operation Company (JV/OC).

b. Restrukturisasi BUMD

Langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja dan kesehatan BUMD, yaitu tindakan yang ditujukan untuk membuat setiap BUMD menghasilkan laba termasuk mengubah mekanisme pengendalian oleh Pemerintah Daerah yang semula kontrol secara langsung melalui berbagai bentuk perizinan, aturan, dan petunjuk menjadi kontrol yang berorientasi kepada hasil. Artinya Pemerintah Daerah selaku pemegang saham hanya menentukan target kuantitatif dan kualitatif yang menjadi performance indicator yang harus dicapai oleh manajemen, misalnya Return On Equity (ROE) tertentu yang didasarkan kepada benchmarking kinerja yang sesuai dengan perusahaan sejenis. Pengkajian secara komprehensif terhadap keberadaan BUMD, karena selama ini BUMD dianggap kurang tepat bila disebut sebagai lembaga korporasi, khususnya, dikaitkan dengan upaya pemberdayaan BUMD agar dapat menjadi salah satu sumber keuangan daerah.

c. Profitisasi BUMD

Profitisasi BUMD dalam rangka menghasilkan keuntungan atau laba serta memberikan kontribusi pada Pemerintah Daerah yaitu dapat dilakukan sebagai berikut :

c.1. Melakukan proses penyehatan perusahaan secara menyeluruh dengan meningkatkan kompetensi manajemen dan kualitas Sumber Daya Manusia;

(10)

c.2. Mengarahkan BUMD untuk dapat berbisnis secara terfokus dan terspesialisasi dengan pengelolaan yang bersih, transparan dan professional;

c.3. Bagi BUMD yang misi utama untuk pelayanan publik dan pelayanan sosial, diberikan sasaran kuantitatif dan kualitatif tertentu;

c.4. Memberdayakan Direksi dan Badan Pengawas yang dipilih dan bekerja berdasarkan profesionalisme melalui proses fit and proper test;

c.5. Merumuskan kebijakan yang diarahkan kepada tarif yang wajar, kenaikan harga produk (minimal menyesuaikan dengan inflasi, tarif listrik, BBM, dan lain-lain) untuk menghindarkan biaya produksi yang jauh lebih mahal, sehingga profit dapat diraih.

d. Privatisasi BUMD

Privatisasi utamanya bertujuan agar BUMD terbebaskan dari intervensi langsung birokrasi dan dapat mewujudkan pengelolaan bisnis yang efisien, profesional dan transparan. Diharapkan setelah melalui tahapan restrukturisasi, pihak perusahaan swasta akan berminat mengembangkan usaha dengan cara melakukan aliansi strategis dengan BUMD, dan bila memungkinkan untuk BUMD yang sehat dan memiliki prospek bisnis dapat menawarkan penjualan saham melalui Pasar Modal yang didahului Initial Public Offering (IPO). Penataan dan penyehatan BUMD yang usahanya bersinggungan dengan kepentingan umum dan bergerak dalam penyediaan fasilitas publik ditujukan agar pengelolaan usahanya menjadi lebih efisien, transparan, profesional.

Namun dalam mengoptimalkan PAD tersebut, Pemda harus memperhatikan batasan-batasan seperti yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 7 yang menyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan PAD, Pemerintah Daerah dilarang untuk :

a. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi;

b. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.

(11)

6.4.2 Strategi Peningkatan Investasi dan Perbaikan Iklim Usaha

Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin di daerah pedesaan adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Setengah dari penghasilan masyarakat petani miskin berasal dari usaha pendukung pertanian. Untuk meningkatkan penghasilan tersebut, terutama yang berasal dari usaha kecil dan menengah, perlu dibangun iklim usaha yang lebih kondusif.

Sejak proses desentralisasi dijalankan, pemerintah daerah berlomba-lomba meningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengenakan pajak dan pungutan daerah yang lebih tinggi. Usahawan pada saat ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus berbagai izin yang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belum lagi beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman. Berbagai biaya ini menghambat pertumbuhan usaha di daerah dan menurunkan harga jual yang diperoleh penduduk miskin atas barang yang mereka produksi.

Dalam analisis yang telah diuraikan sebelumnya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan tingkat suku bunga riil hanya mempengaruhi investasi yang masuk ke Kabupaten Bogor sebesar 8,6 persen, sisanya sebesar 91,4 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu antara lain: iklim usaha dan investasi, kondisi keamanan, dan tingkat upah minimum regional (UMR) di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka strategi peningkatan investasi dan perbaikan iklim usaha perlu mendapat perhatian. Perbaikan iklim usaha dan peningkatan investasi pada dasarnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kaitan tersebut dapat dijelaskan bahwa, jika suatu daerah mempunyai iklim investasi/usaha yang baik maka dengan sedikit usaha promosi oleh pemerintah daerahnya maka investor akan masuk ke daerah tersebut, sehingga dampaknya secara otomatis nilai investasi akan meningkat. Strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif tersebut yaitu antara lain dengan penyederhanaan prosedur pemberian persetujuan investasi daerah dengan pelayanan satu atap, melakukan promosi, deregulasi dan debirokratisasi secara terus menerus menyangkut bidang usaha, perizinan dan

(12)

kelembagaan, evaluasi dan peninjauan peraturan daerah yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, serta konsistensi peraturan-peraturan pusat dan daerah.

6.4.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Strategi pengentasan kemiskinan seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja, namun juga harus melibatkan seluruh lapisan msyarakat termasuk masyarakat miskin itu sendiri, jadi masyarakat miskin tidak hanya sebagai objek saja tetapi ikut berperan secara aktif dalam upaya pengentasan kemiskinan tersebut. Dalam penyusunan perencanaan pebangunan daerah harus sudah melibatkan seluruh lapiran masyarakat yaitu melalui wadah Musyawarah Pembangunan Desa/Kelurahan (Musbangdes/kel) di tingkat kecamatan dan diikuti sampai dengan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) di tingkat kabupaten. Sehingga strategi pengentasan kemiskinan dengan pemberdayaan masyarakat miskin dapat dilakukan dengan jalan revitalisasi dan pemberdayaan musbangdes/kel serta musrenbang tersebut.

Dari analisis sebelumya diketahui bahwa rata-rata ABD sebesar 9,6 persen belum secara optimal dapat mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bogor, sehingga salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan alokasi ABD tersebut. Strategi yang lainnya yaitu dengan memanfaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro. Strategi penyediaan pembiayaan mikro ini diharapkan dapat diandalkan untuk melayani masyarakat miskin secara luas, sehingga dapat meningkatkan akses penduduk miskin terhadap kredit pembiayaan.

6.4.4 Strategi Peningkatan Fasilitas Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur

Penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur (jalan, jembatan dan listrik) yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat pada dasarnya adalah merupakan salah satu kewajiban dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Untuk fasilitas pendidikan, strategi yang dapat dilakukan adalah strategi peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan tenaga pendidik dalam jumlah dan kualitas, pemberian kesempatan kepada anak yang berprestasi dari

(13)

keluarga miskin untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (beasiswa).

Strategi penyediaan fasilitas kesehatan yang merupakan hak dasar masyarakat miskin yaitu dengan peningkatan partisipasi masyarakat miskin dalam pengembangan pelayanan kesehatan, peningkatan pengetahuan tentang pencegahan penyakit menular, lingkungan sehat, kelangsungan dan perkembangan anak. Strategi yang lainnya adalah peningkatan gizi keluarga, perilaku hidup sehat, meningkatkan investasi kesehatan guna menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat miskin, peningkatan alokasi anggaran untuk membiayai pelayanan kesehatan, peningkatan ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Sedangkan untuk strategi peningkatan infrastruktur antara lain dengan menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik masuk desa serta strategi peningkatan maupun perbaikan jalan dan jembatan. Strategi peningkatan jalan dan jembatan ini dapat memperlancar distribusi barang serta dapat mengurangi biaya sehingga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat miskin maupun pengusaha. Disamping itu dapat dilakukan juga strategi pekerjaan umum yang bersifat padat karya, hal ini disamping dapat menjadi cara yang efektif untuk menyediakan fasilitas jalan di pedesaan, strategi ini dapat juga memberikan penghasilan bagi masyarakat miskin di pedesaan.

6.5 Perencanaan Program Peningkatan PAD

Untuk menutup defisit pembiayaan dalam APBD, banyak Pemda yang melakukan upaya keras untuk meningkatkan PAD. Hal ini terkadang menimbulkan masalah baru yang cukup rumit jika Pemda hanya mengejar target penerimaan tetapi tidak memperhatikan aturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.

Dalam UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 7 menyatakan bahwa pada prinsipnya memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk menggali potensi daerahnya untuk digunakan dalam membiayai APBD, namun dalam upaya meningkatkan PAD tersebut, Pemda dilarang untuk :

(14)

a. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi;

b. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.

Sejalan dengan aturan dalam UU tersebut maka program-program yang diusulkan dalam penelitian ini untuk peningkatan PAD adalah :

a. Program intensifikasi pengumpulan sumber-sumber PAD.

Program ini dapat dilakukan dengan cara pendataan ulang sumber-sumber penerimaan daerah (pajak daerah, retribusi) kemudian disusun database-nya. Secara berkala dilakukan pemeriksaan terhadap objek pajak daerah tersebut baik pemeriksaan asetnya secara langsung maupun dengan pemeriksaan laporan keuangannya.

b. Program peningkatan Investasi Swasta.

Pemberian kewenangan daerah baru kepada daerah banyak diterjemahkan menjadi keleluasaan menetapkan beberapa peraturan daerah (perda) yang lebih banyak distortif bagi pengembangan ekonomi lokal. Fokus dari langkah dan kebijakan daerah masih seputar peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), yang justru dapat berdampak inflatoir serta dapat menciptakan ketidakpastian baru yang sangat kopntraproduktif bagi aktivitas investasi dan ekonomi lain di daerah. Masih jarang ditemukan daerah yang menerapkan kebijakan yang berorientasi jangka panjang dengan terlebih dahulu mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya, yaitu dengan membuat suatu kebijakan strategis untuk menarik masuk arus investasi.

Program dalam rangka menarik dan meningkatkan investasi yang dapat dilakukan di Kabupaten Bogor antar lain :

1. Mendorong penanaman modal pada bidang usaha yang mendayagunakan sumber daya domestik yang berorientasi ekspor;

2. Peningkatan efisiensi pelayanan administrasi dan perijinan;

3. Pemberdayaan dan pendayagunaan teknik serta media promosi potensi daerah yang lebih efektif dan efisien;

(15)

4. Peninjauan Perda-perda yang bermasalah dengan peningkatan investasi daerah.

c. Program perbaikan sistem perijinan usaha, yaitu antara lain:

1. penyederhanaan prosedur pemberian persetujuan investasi daerah dengan pelayanan satu atap;

2. melakukan promosi, deregulasi dan debirokratisasi secara terus menerus menyangkut bidang usaha, perizinan dan kelembagaan;

3. evaluasi dan peninjauan peraturan daerah yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, serta konsistensi peraturan-peraturan pusat dan daerah

6.6 Perencanaan Program Pengentasan Kemiskinan

Sebelum merencanakan penyusunan program pengentasan kemiskian perlu dilakukan analisis penyebab dasar terjadinya kemiskinan itu sendiri. Hal ini penting agar dapat menghasilkan rencana program pengentasan kemiskinan yang dapat benar-benar menyentuh akar permasalahan kemiskinan itu sendiri. Beberapa penyebab terjadinya kemiskinan antara lain (Bappenas 2004):

a. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan;

b. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; c. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; d. Terbatasnya kesempatan kerja dan pengembangan usaha; e. Kegagalan kepemilikan sumber daya terutama lahan dan modal; f. Terbatasnya ketersediaan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; g. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan sektor;

h. Adanya perbedaan kualitas sumber daya manusia dan sektor perekonomian; i. Rendahnya produktivitas dan pembentukan modal di masyarakat;

j. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya dan lingkungannya;

k. Belum terciptanya good governace;

l. Pemanfaatan sumber daya yang berlebihan dan tanpa peduli lingkungan.

Pemberantasan kemiskinan juga perlu memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi efektivitas strategi yang akan dilakukan, aspek-aspek yang perlu diperhatikan tersebut antara lain:

(16)

a. Aspek kemauan politik yang diperlukan untuk memerangi kemiskinan, hal ini bisa dalam bentuk penetapan agenda pembangunan daerah dengan menempatkan penanggulangan kemiskian pada skala prioritas pertama.

b. Dukungan iklim yang diperlukan untuk memerangi kemiskinan.

Semua pihak merasa terpanggil untuk berpartisipasi, hal ini bisa dalam bentuk kesadaran kolektif untuk menempatkan kemiskinan sebagai musuh bersama yang harus diperangi dan kemudian diikuti dengan langkah-langkah kampanye sosial melalui berbagai saluran informasi untuk lebih meningkatkan kepedulian, kepekaan dan partisipasi masyarakat.

c. Aspek kebijakan dan program yang diperlukan untuk memerangi kemiskinan. d. Aspek data yang diperlukan untuk memerangi kemiskinan.

Informasi yang akurat dan mutakhir tentang peta kemiskinan di daerah, mencakup siapa, jumlah, dimana dan apa yang mereka lakukan merupakan hal terpenting untuk digunakan sebagai bahan menyusun kebijakan dan program yang benar dan tepat sasaran sesuai dengan bobot permasalahan di daerah yang bersangkutan.

e. Aspek pemantauan dan evaluasi.

Hal ini penting dilakukan secara berkala untuk menentukan efisiensi dan efektivitasnya serta untuk mengetahui perkembangan, kemajuan dan penyimpangan program untuk dapat dilakukan perbaikan kebijakan dan progra yang masih kurang tepat.

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka program-program yang dapat dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk memberantas kemiskinan di daerah ini antara lain :

a. Meningkatkan alokasi Anggaran Bantuan Desa (ABD) untuk pemberantasan kemiskinan.

b. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menyusun peraturan dan kebijakan daerah yang mendukung penanggulangan kemiskinan, misalnya yang berkaitan dengan usaha kecil, pedagang kaki lima, pengahapusan pungutan hasil-hasil pertanian atau kegiatan perekonomian rakyat.

(17)

c. Menciptakan kesempatan kerja dengan mendorong berkembangnya home

industry, pengembangan usaha mikro kecil, industrialisasi pedesaan yang

dapat diakses oleh kelompok miskin.

d. Menciptakan stabilitas politik dan kemananan serta mencegah kerusakan sumber daya dan lingkungan agar dapat berkesinambungan dalam pembangunan (sustainable development).

e. Menyusun program dan strategi penanggulangan kemiskinan dengan melibatkan dan merupakan hasil proses dialog dengan berbagai kalangan dan konsultasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan terutama masyarakat miskin.

f. Memberikan prioritas tinggi pada kebijakan dan pembangunan sarana sosial dan sarana fisik yang penting bagi masyarakat miskin, seperti jalan desa, sanitasi, sekolah, air minum, air bersih, pemukiman, rumah sakit dan poliklinik di tingkat nasional maupun daerah.

g. Program peningkatan mutu, sarana dan prasarana pendidikan, program beasiswa bagi anak-anak keluarga miskin.

h. Program pemberdayaan masyarakat, peningkatan pendidikan informal dan keterampilan bagi masyarakat miskin.

i. Program pembentukan modal melalui peningkatan akses masyarakat miskin terhadap lembaga-lembaga keuangan agar mereka dapat ikut serta dalam program kredit mikro dan tabungan, diikuti dengan peningkatan kemampuan mengelola dana.

j. Program peningkatan pelayanan di wilayah perkotaan untuk menghindari terbentuknya kampung-kampung kumuh dengan cara membangun sarana dan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang mudah diakses dan dengan biaya terjangkau.

k. Program pembentukan dan pemberdayaan kembali berbagai pusat informasi pasar/perdagangan.

l. Program keterlibatan kelompok miskin dalam proses pendidikan demokrasi, misalnya pelibatan dalam pengambilan keputusan melalui dengar pendapat, menggunakan hak Tanya dan menyampaikan keluhan.

(18)

m. Program pemberian makanan tambahan bagi anak-anak miskin di sekolah untuk memperbaiki gizi anak.

n. Program pemberdayaan perempuan melalui kegiatan produktif agar mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga.

6.7 Rencana Proyek/Kegiatan dan Estimasi Anggaran

Beberapa strategi dan program yang telah diuraikan di atas agar dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan, maka perlu disusun suatu rencana kegiatan/proyek. Daftar rencana proyek/kegiatan ini memuat penjabaran yang lebih aplikatif dari strategi dan program yang telah disusun terlebih dahulu.

Dalam Tabel 12 diuraikan strategi, program, kegiatan dan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah ketergantungan sumber pembiayaan APBD terhadap DAU dan masalah tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Bogor.

6.8 Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Proyek/Kegiatan

Untuk mencegah adanya penyimpangan serta mengantisipasi adanya kemungkinan kesalahan strategi, program maupun proyek/kegiatan perlu dilakuakan suatu monitoring dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek/kegiatan tersebut.

Bentuk-bentuk monitoring dan evaluasi yang dapat dilakukan antara lain :

a. Inspeksi ke lapangan atas implementasi proyek/kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah selesai dilaksanakan.

b. Mengadakan suatu rapat kerja antara berbagai instansi terkait.

c. Secara reguler mengadakan rapat koordinasi antara Pemda dengan pelaksana proyek/kegiatan.

Melibatkan pemeriksa independen untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan pelaksanaan proyek/kegiatan.

(19)

Tabel 10 Rancangan Proyek/Kegiatan Peningkatan PAD dan Pengentasan Kemiskinan

Masalah Strategi Program Proyek/Kegiatan Ketergantungan sumber pembiayaan APBD terhadap DAU Strategi peningkatan PAD Intensifikasi pengumpulan sumber-sumber PAD

Pendataan ulang sumber-sumber PAD Disp Disp dan Peningkatan investasi swasta Pengembangan penanaman modal KPM BUM Pen Perbaikan sistem perijinan usaha Pembentukan sistem pelayanan perijinan satu atap KPM Disp dan Angka kemiskinan yang tinggi Strategi pemberdayaan masyarakat miskin Peningkatan alokasi anggaran pembiayaan untuk masyarakat miskin (ABD) Penciptaan kesempatan kerja dengan mendorong berkembangnya home industry Din & T KPM BUM dan Pembangunan lembaga pembiayaan mikro untuk masyarakat miskin Pengembangan usaha mikro kecil, industrialisasi pedesaan yang didukung oleh lembaga pembiayaan yang dapat diakses

kelompok miskin Din & T KPM BUM dan Perbaikan dan peningkatan fasilitas jalan, sekolah dan sarana kesehatan

Perbaikan dan peningkatan fasilitas jalan, sekolah dan sarana kesehatan

Din Kes Pen dan

Gambar

Gambar 8  Perancangan Strategi dan Program Peningkatan PAD dan Pengentasan  Kemiskinan di Kabupaten Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Desain yang sudah ada dari Apartemen One East akan diganti dengan struktur desain baru menggunakan precast dual sistem dimana seluruh bagian apartemen menggunakan beton

(1) Kepala sekolah diharapkan mampu memotivasi dan memfasilitasi guru matematika agar dapat menggunakan media pembelajaran interaktif dalam pembelajaran yang aktif,

Sesuai dengan hasil pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio tidak berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Perubahan Harga

RTK GNSS -vastaanottimeen nähden edulliseen, korkeintaan noin 2500 euron myyntihintaan anturin pitäisi ratkaista mahdollisimman moni edellä esitetyistä, yksi- ja

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses terbentuknya social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial dan peran pemuda Karang Taruna Dipo Ratna Muda dalam

kan bahwa sikap dan perilaku politik masyarakat Desa Kutasari dalam pemilihan Kepala Desa umumnya lebih berorientasi pada perasaan suka atau tidak suka ketimbang faktor

Sedangkan pada konsentrasi bahan perendam Na-Sitrat 1% dan Na-Sitrat 3% dengan cara pemasakan menggunakan ULFH FRRNHU memiliki waktu rehidrasi rata-rata selama 4,5 menit

penciptaan desain atau karya seni dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan bidang keahliannya, menyusun