• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK IDEAL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN DAN HADIST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK IDEAL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN DAN HADIST"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN 2656-7555 / E-ISSN 2747-089X

Vol. 3 No. 1 Juni 2021

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK IDEAL DALAM PERSPEKTIF

AL-QUR’AN DAN HADIST

Penulis 1 Budiman

S3 PAI BSI UIN Malang

budimanm.fakih@yahoo.com Penulis 2 Syaiful Anam STITMA Yogyakarta anams9763@gmail.com Penulis 3 Firmansyah STITMA Yogyakarta firmansyah@email.com

Abstrak. Peserta didik sebagai manusia yang dilahirkan ke dunia telah mempunyai

berbagai potensi yang harus senantiasa ditumbuhkembangkan oleh guru secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan. Disamping melalui proses pendidikan, berbagai potensi peserta didik juga bisa tumbuh melalui peran dari orang tuanya maupun lingkungan di sekitarnya. Dasar pemikiran tersebut menjadi alasan yang diharapkan dari peserta didik agar mampu mengembangkan karakter pada dirinya. Sedangkan karakter diri pada mereka selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (dari di dalam) dan eksternal (luar dirinya). Dalam pendidikan Islam, faktor-faktor tersebut secara sinergisitas dan terpadu mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan. Pada aktivitas pendididikan tersebut, baik pendidikan umum maupun pendidikan yang berbasis Islam, pada umumnya memiliki sumber-sumber norma sebagai landasan berpijak. Pendidikan Islam memiliki landasan utama sebagai aktivitas normatif, yaitu bersumber pada al-Quran dan Hadits. Karakteristik peserta didik yang ideal dalam perspektif al-Quran dan Hadits dapat dilihat dari sifat mereka, yaitu niat karena Allah, sabar, ikhlas, jujur, tawadhu, qanaah, toleran, thaat, tawakkal, khauf dan raja, dan syukur.

Kata Kunci. Karakteristik; Peserta Didik; Ideal

Abstract. Students as human beings who are born into the world have various

potentials that must always be developed by the educators in an optimal and integrated way through the educational process. Besides through the educational process, various students potential can also grow through the role of their parents and the surrounding environment. Thus rationale is the reason that is expected from students to be able to develop character within themselves. Meanwhile, the character within themselves is always influenced by internal (internal) and external (outside) factors. In Islamic education, these factors synergistically and integratedly affect the success of the educational process. In these educational activities, both general education and Islamic-based education, generally have sources of norms as a foundation. Islamic education has the main foundation as a normative activity, which is sourced from the Qur'an and Hadith. Characteristics of ideal learners in the perspective of the Qur'an and Hadith can be seen from their nature, namely good-deed for Allah, patient, sincere, honest, tawadhu', qana'ah, tolerant, tha'at, tawakkal, khauf and raja, and syukur

(2)

A. PENDAHULUAN

Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mencari ilmu sebagai bekal mengatasi segala permasalahan hidup dan juga membimbing umatnya supaya berakhlak mulia (akhlak karimah) serta berilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan kewajiban di mana saja dan kapan saja berada, karena ilmu merupakan penyelamat di dunia dan bekal di akhirat kelak.

Al-Qur'an dan hadits sebagai pedoman hidup (dusturuna) manusia mengatur kehidupan dari berbagai aspek mulai dari aspek sosial, ekonomi, ibadah, pendidikan dan lain sebagainya. Dalam aspek pendidikan Al-Qur'an dan Hadits menegaskan mulai dari pentingnya menuntut ilmu, tujuan pendidikan, metode pengajaran sampai dengan pentingnya seorang peserta didik dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan merupakan bimbingan yang dilakukan oleh semua orang kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki keperibadian yang Islami. Jika manusia belum memiliki ilmu, dalam Islam dianjurkan untuk bertanya kepada mereka yang memiliki ilmu tersebut. Allah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 43:

َۙ

َنْىُمَلَْۙعَح َلً ْمُخْىُل ْنِا ِسْلِّرلا َلْهَا آْىُلَٔـ ْساَف ْمِهْيَلِا ْٓي ِحْىُّه الًاَجِز ا ِاِلّ َوِلْبَق ًِْم اَىْل َسْزَا ٓاَمَو

Artinya:

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Ayat tersebut memberikan gambaran, bahwa tak ada satu orangpun yang berhak menghentikan atau melarang seseorang dalam mencari ilmu. Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan dan tak ada kata akhir dari suatu proses belajar. Bahkan agama Islam sangat menganjurkannya, sebagaimana Hadits Nabi Muhammad:

نيملسم لم ىلع تضٍسف ملعلا بلط

Artinya:

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha‟if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Berdasarkan alasan dan ajaran agama Islam tersebut, para ahli pendidikan Islam sejak dahulu hingga sekarang secara serius melaksanakan proses pendidikan dalam upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut Aminuddin Rasyad yang dikutip Ahmad Tafsir, bahwa Islam menginginkan manusia individu (guru dan peserta didik) dan masyarakat menjadi orang-orang yang berpendidikan. Berpendidikan berarti berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, pandai bermasyarakat dan bekerjasama untuk mengelola bumi dan alam beserta isinya untuk kesejahteraan umat di dunia dan akhirat serta dekat dengan Khalik-nya.1 Keberhasilan dalam memahami ilmu pengetahuan dapat dipengaruhi oleh kondisi psikologis orang yang mencari ilmu itu sendiri (dalam hal ini adalah peserta didik).

1 Ahmad Tafsir, Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan

(3)

Kondisi psikologis berupa karakteristik setiap orang tentu berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah, mempertimbangkan perbedaan daya tangkap, daya ingatan, serta kadar kemampuan akal para sahabatnya. Beliau cukup memberikan isyarat kepada orang yang cerdas dan memberikan pandangan sepintas kepada orang yang mempunyai daya hapalan yang baik.

Setiap orang mempunyai daya tangkap terhadap ilmu yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik individu peserta didik itu sendiri. Antara individu yang pemarah akan berbeda dengan mereka yang memiliki karakter pemaaf, antara penyabar berbeda dengan mereka yang mudah frustasi. Karena itu, dalam Al-Qur‟an dan Hadits berupaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan sifat-sifat (karakter) yang baik serta mengendalikan karakter yang tidak baik. Persoalan perbedaan individu menurut Syaiful Bahri Djamarah terdiri dari: 1) perbedaan biologis, 2) perbedaan intelektual, 3) dan perbedaan psikologis. Perbedaan ini tidak dapat dihindari disebabkan pembawaan dan lingkungan hidup yang berbeda. Namun demikian, perbedaan tersebut merupakan potensi manusia yang berkembang.2

Lebih lanjut, Muhaimin menjelaskan, alat-alat potensial manusia harus ditumbuh-kembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayat. Manusia diberi kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat potensial tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan karakter manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan, lingkungan, sejarah dan faktor-faktor temporer.3 Dalam ilmu pendidikan Islam, faktor-faktor tersebut secara sinergi dan terpadu mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, peserta didik atau murid sebagai pokok persoalan dalam pendidikan. Peserta didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu perlu dipahami pula tentang karakter mereka dan bagaimana mengembangkan dan bertindak sesuai dengan karakter tersebut.4

Berdasarkan uraian tersebut, perlu digali lebih mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang sangat luas tentang bagaimana seharusnya karakter peserta didik dibentuk dan dikembangkan agar tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan cita-cita para peserta didik. Dalam hal ini, pembahasan tentang karakteristik peserta didik yang ideal perspektif Al-Qur‟an dan Hadits. sesuai dengan cita-cita para peserta didik. Dalam hal ini, pembahasan tentang karakteristik peserta didik yang ideal perspektif Al-Qur‟an dan Hadits.

.

2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.

51

3 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2001), h. 19

(4)

B. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research), yakni penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya, atau lebih konkritnya, penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian terdahulu.5 Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.6 Atau sebuah study yang melalui investigasi dengan kecermatan dan menyeluruh atas semua bukti yang dapat dipastikan.7

Sumber data penelitian ini adalah buku-buku, jurnal dan publikasi ilmiah yang membahas terkait dengan tema karakteristik peserta didik. untuk melakukan analisis data penelitian, peneliti menggunakan teknik conten analisis dengan pendekatan filsafat. Analisis konten adalah suatu teknik yang sistemik untuk menganalisis makna, pesan, dan cara mengungkapkan pesan.8

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut aliran empirisme, peserta didik merupakan unsur manusiawi yang memiliki latar belakang dan pengalaman berbeda-beda. Perbedaan pengalaman tersebut, dapat melahirkan kepribadian yang berbeda pula. Aliran ini percaya bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh pengalaman empiris. Di sisi lain, aliran nativisme mengatakan anak didik sebagai makhluk ciptaan Allah, lahir ke alam dunia ini sudah memiliki pembawaan masing-masing yang diciptakan-Nya, pembawaan ini pun dapat menentukan keperibadian seseorang. Aliran ini mengatakan bahwa anak ditentukan oleh pembawaan; baik buruk seseorang tergantung pembawaannya.

Pendidikan Islam tidak memandang kedua pendapat aliran pendidikan tersebut secara berlawanan. Pendidikan Islam memandang antara pembawaan dan pengalaman empiris memiliki integrasi yang saling melengkapi dan saling menunjang dalam pembentukan karakteristik seseorang. Al-Qur‟an dan Hadits, sebagai dasar dan pondosi Pendidikan Islam, menjelaskan prinsip-prinsip yang memberikan landasan kokoh dalam pembentukan karakter peserta didik yang ideal. Implementasinya dalam proses pembelajaran, karakteristik peserta didik yang ideal tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu: Ikhlas, Istiqamah, dan Jihad serta Sabar.

Ikhlas merupakan amalan hati yang sangat penting, yaitu sebagai dasar dan syarat diterimanya amal perbuatan. Ikhlas itu sederhana, yaitu menggantungkan segala kegiatan pembelajaran hanya kepada Allah saja. Tanpa ikhlas, peserta didik akan tersesat dan menjadi orang-orang yang merugi. Sebaliknya, dengan ikhlas amal perbuatan peserta didik akan menjadi agung di sisi Allah sekalipun amal itu sepele dalam pandangan orang lain. Ibnul Qayyim berkata: “Amal perbuatan hati adalah dasar, dan perbuatan anggota badan merupakan pengikut dan penyempurna saja, dan

5 IqbaI Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 5

6 Zed, Mustika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), Edisi, 2, h. 1–2) 7 Connaway, L. S., & Powell, R. R., Basic Research Methods for Librarians, (Santa Barbara, Calif: Libraries

Unlimited, 2010), h. 1

8 Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K., Research Methods in Education, (London ; New York: Routledge,

(5)

sesungguhnya niat itu bagaikan ruh sedangkan amal perbuatan bagaikan jasad”. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

َْۙم ُنِلا َمْع

أ َو ْم ُنِبى

َ

ُلُق ىَلِإ ُسُظْىًَ ًِْنَلَو ،ْمُنِلاَىْمَأَو ْمُلِزَىُص ىَلِإ ُسُظْىًَ َلً َهاللا انِإ

Artinya:

Sesungguhnya Alloh tidak memandang kepada jasad-jasad dan rupa-rupa kalian, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim)

Ikhlas adalah perbuatan membersihkan dan memurnikan; sesuatu yang bersih dari campuran yang mencemarinya. 9 Jika suatu perbuatan bersih dari riya‟ dan ditunjukkan bagi Allah, perbuatan itu dianggap khalis. Seorang peserta didik harus ikhlas membersihkan hati sebagai prasyarat untuk menuntut ilmu. Sebagaimana penjelasan Al-Ghazali, bersihnya hati dalam menuntut ilmu seperti bersihnya bumi untuk tanaman. Dengan demikian, seorang peserta didik perlu membersihkan hatinya agar dapat menyerap ilmu pengetahuan secara baik.10 Allah telah berfirman di dalam Al-Qur‟an terkait dengan ikhlas surat Shaad ayat 82-83:

ََۙنْي ِص

َلْخُ ْلْا ُمُهْنِم َكَداَبِع ا ِاِلّ َۙ َنْيِعَمْجَا ْمُهانٍَِىْغُ َلً َوِجاصِعِبَف َىاَق

Artinya:

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan datang menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas diantaraa mereka” (QS. Shaad: 82-83).

Rasulullah Muhammad juga bersabda:

مهصلاخاو مهتلاصو مهتاىعدب اهفيعضب تماِلّ هره الله سصىً امهأ

Artinya:

Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do‟a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal. (HR. An-Nasa‟i)

Untuk melahirkan keikhlasan tersebut, peserta didik perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Berniat karena Allah. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah, sehingga peserta didik dituntut membersihkan dan mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (al-takhalli) dan mengisi dan menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat dan akhlak yang terpuji (al-tahalli) agar ia mencapai derajat mukasyafah dan ma’rifah (al-tajalli). Sebagaimana yang

9 Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 316 10 Ibid., h. 102

(6)

difirmankan oleh Allah di dalam Qur‟an surat al-An‟am ayat 162 dan surat Al-Dzariyat ayat 56:

َۙ ِنو ُدُبْعَيِل

الًِإ َسوِ ْلْٱََۙو اً ِجَْۙلٱ ُذْقَلَخ اَمَو

Artinya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat: 56).

َۙ

َنْيِمَلَۙ عْلا َِّۙبَز َِۙهَۙ لِل َْۙيِحاَمَمَو ََۙياَيْحَمَو َْۙيِه ُسُوَو َْۙيِح َلاَص َۙانِا َْۙلُق

Artinya:

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-An‟am: 162).

Begitu juga dalam Hadits Rasulullah terkait dengan niat:

َۙيىه ام َۙاسما لهل امهإو ،ثايىلاب ىامع ىأا امهإ

Artinya:

Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. (HR Bukhari & Muslim).

b. Berlaku Jujur. Sifat jujur yang dimiliki seorang peserta didik dapat menentukan kepercayaan orang lain, baik kepercayaan dari guru maupun teman sesamanya. Jujur dapat ditandai dengan sikap terbuka atas apa yang sebenarnya ada atau terjadi pada dirinya. Lawan dari sifat jujur ini adalah dusta, suka berbohong baik pada dirinya maupun pada orang lain. Sifat dusta ini seringkali menjadi penyebab hilangnya rasa percaya diri. Sedangkan sifat jujur dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Sifat jujur ini tidak hanya dalam perkataan, melainkan pula mencakup segala perbuatan. Al-Qur‟an dan Hadits menjelaskan kejujuran seseorang merupakan asas yang menjiwai segala hubungan dengan orang lain dan mendapatkan pahala Surga. Sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 119:

َْۙمُهْنَع َُۙهَۙ للا ََۙي ِ ضَزَۙ ۗ ا ادَب

َا َۙٓاَهْيَِۙف ًًََِْۙدِلَۙ خ َُۙسَۙ هْنَ ْاِلّ اَهِتْحَج ًَِْۙم َْۙيِسْجَج َۙ ذَۙ ىَج َْۙمُهَل َۙ ۗ َْۙمُهُقْد ِص ََۙنْيِقِدَۙ صلا َُۙعَفْىًَ َُۙمْىًَ اَرَۙ ه َُۙهَۙ للا ََۙىاَق

َُۙمْي ِظَع

ْلا َُۙشْىَفْلا ََۙوِلَۙ ذَۙ ۗ َُۙهْىَع اْىُضَزَو

Artinya: Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS. Al-Maidah: 119). Sebagaimana Hadits Nabi terkait dengan kejujuran membawa kepada kebajikan:

ََۙٓق ْدصلَۙٓا ََۙٓن ِئَۙ

ف ٓ،َۙ ِ

َٓ

ٓق ْدصلاَِۙٓب َْۙٓمُنْيَلع : ََۙٓمَل َسَو َۙٓهْيَلََۙٓع َُۙٓللَۙٓا ىَلََۙٓص َِۙٓللَۙٓا َُۙٓىْى ُسََۙٓز ََۙٓىاََۙٓق : ََۙٓىاََۙٓق َُۙٓهْىََۙٓع َُۙٓللَۙٓا ََۙٓي ِ ضََۙٓز دْىُع ْسََۙٓم ًََِۙٓۙٓب هَِۙٓللَۙٓا َِۙٓدْبََۙٓع ًََْۙٓع

َِۙدَۙ ِٓص َِۙهَۙ

ٓللَۙٓا ََۙٓدْىَِۙٓع ََۙٓبَخْنًَُۙٓ ىَتََۙٓح ََۙٓقْدصلَۙٓا َۙيَسَحَخٍَََۙٓو َُۙٓقُدْصًََۙٓ َُۙٓلُجَسلَۙٓا َُۙٓىاَصًََۙٓ اَمََۙٓو ٓ، َِۙٓتَىَج ْلا َۙٓىَلَِۙٓإ َْۙٓيِدْهََۙٓي ََۙٓرِبْلَۙٓا ََۙٓنِإََۙٓو ٓ،َۙٓربْلَۙٓا ىَلَِۙٓإ َْۙٓيِدْهََۙٓي

َُۙٓب ِر

ْنًََۙٓ َُۙٓلُجَسلَۙٓا َُۙٓىاَصًََۙٓ اَمََۙٓو ٓ، َِۙٓزاَىلا َۙٓىَلَِۙٓإ َْۙٓيِدْهََۙٓي ََۙٓزْىُجَُۙٓفْلَۙٓا ََۙٓنِإََۙٓو َۙٓ،َِۙٓزْىُجُفْلَۙٓا ىَلَِۙٓإ َْۙٓيِدْهََۙٓي ََۙٓبِرََۙنْلَۙٓا ََۙٓنِئََۙٓف ٓ،ََۙٓبِرَنْلاََۙٓو َْۙٓمُلاًَِإََۙٓو ،َۙٓااقًْ

.اابا َرَۙ

ل َِۙهَۙٓللَۙٓا ََۙٓدْىَِۙٓع ََۙٓبَخْنًَُۙٓ ىَتََۙٓح ََۙٓبِرَنْلَۙٓا َۙيَسَحَخٍَََۙٓو

َٓ

(7)

Artinya: Dari „Abdullâh bin Mas‟ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong). (HR. Ahmad)

c. Tawadhu’. Yang dimaksud tawadhu’ yaitu mengakui kebenaran dari orang lain dan rujuk dari kesalahan kepada kebenaran. Menurut al-Nawawi, murid harus bersikap tawadhu’ terhadap ilmu dan guru, karena hanya dengan sikap tawadhu’ itulah ilmu dapat tercapai.11 Ilmu itu musuhnya sifat sombong seperti banjir tidak suka dataran yang tinggi. Allah berfirman di dalam Al-Qur‟an surat Al-Hijr ayat 88 dan Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim:

ََۙنْيِىِم ْؤ ُم

ْلِل ََۙوَحاَىَج ْضِفْخاَو ْمِهْيَلَع ْنَصْحَج َلًَو ْمُهْنِّم ااجا َوْشَا َۙٓ هِب اَىْعاخَم اَم ىَۙ لِا َوْيَيْيَع انادُمَج َلً

Artinya: Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan

hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Hijr: 88)

دحا ىلع دحا ىغبيً لًو دحا ىلع دحا سخفًلً ىتح اىعضاىج نأ ىلا ىحوأ الله ناو

Artinya: Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’.

Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain. (HR. Muslim).

d. Qana‟ah. Qana‟ah adalah menerima cukup dan merupakan kekayaan yang sebenarnya. Allah berfirman dalam al-Qur‟an surat:

َۙٓا َع َك َد َج َو َو

َۙ ٮ

َۙ غَا َف الا

َۙ ن

َۙ ى

Artinya: Dan Dia menjumpaimu dalam keadaan tidak memiliki sesuatu apapun kemudian

Dia memberi kekayaan (kecukupan) kepadamu. (QS. Al-Dhuha: 8).

Rasulullah juga menyampaikan bahwa bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa. Sebagaimana dalam Haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

دق

حلفأ

ًم

ملسا

َۙقشزو

افافل

هعىقو

الله

امب

هاجا

Artinya: Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan

rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah

11 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur ’an, (Jakarta: Rineka Cipta,

(8)

(merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya. (HR.

Muslim).

Dengan demikian, sifat qana‟ah berkaitan erat dengan cara penerimaan dan kondisi psikologis seorang peserta didik terhadap apa yang diperolehnya. Sifat qana‟ah ini, tidak hanya berkaitan dengan cara penerimaan terhadap materi, tetapi juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

1. Istiqamah. Pengertian istiqomah adalah berasal dari Bahasa Arab yang artinya lurus. Istiqamah adalah suatu usaha untuk menjaga perbuatan baiknya, seperti ibadah, secara konsisten dan tidak berubah. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istiqamah adalah sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Rasulullah SAW juga menyinggung tentang istiqamah ini dalam salah satu hadistnya, "Dari Sufyan bin Abdullâh ats-Tsaqafi, ia berkata: Aku berkata, “Wahai Rasûlullâh, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun setelah Anda!” Beliau menjawab: “Katakanlah, „aku beriman‟, lalu istiqomahlah”. (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah).12

َۙ رْي ِصَب

َنْىُلَمْعَح اَمِب َۙ هاهِا َۙ اْىَغْطَج َلًَو َوَعَم َباََۙج ًَْمَو َثْسِمُا َۙٓاَمَل ْمِقَخ ْساَف

Artinya: Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(QS. Huud; 112)

Menurut Sayyid Qutub kata istaqim dalam surah Hud adalah perintah untuk Istiqamah, yakni “berlaku lurus dan menempuh jalan dengan tidak menyimpang”.13 Sedangkan menurut al Maraghi Istiqamah merupakan suatu kata atau istilah yang mempunyai arti yang luas, mencakup apa saja yang terkaitan dengan ilmu, amal dan akhlak mulia.14 Sebagai peserta didik, tentu selalu bisa istiqamah dalam menuntut ilmu, ibadah dan dalam melakukan perbuatan baik. Namun, menerapkan istiqamah dalam menuntut ilmu, ibadah dan perbuatan baik tidak semudah yang dibayangkan. Namun peserta didik mesti selalu melatih diri untuk istiqamah yang dibimbing oleh gurunya. Untuk itu, peserta didik perlu mengembangkan dan melakukan:

a. Bersikap Toleran. Toleran merupakan salah satu indikator sikap istiqamah. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat toleran seorang pelajar adalah menghindarkan perbedaan yang menyebabkan perpecahan demi meraih lezatnya persaudaraan.15 Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah di dalam Al-Qur‟an surat Al-Mumtahanah ayat 8-9:

هْناي الَ

ُ ّالل ُمُكى

ْكُو اطْاُل اك ْمُم ْكوْجارال ْ اّ ْمُك اجِاياِ ْ يِْ ْمُك ْكُو اج ْرُي ْماَ اك ا ْييَِّْ ااى ْمُك ْكُوالِااُي ْماَ ا ْيايذَِّ ا ان

اهْياَاّ ّ

ْم

ا

ّالل ذِ اّ

ا ْي او اطْاَُِّْ وْباحُي

12 Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaj al Qusyairy An Nisabury, Terjemah Hadits Sahih Muslim I-IV,

Terjemahan, Ma’mur Daud, (Jakarta: Widjaya, 1993), h. 117

13 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Al Quran, diterjemakan oleh As’ad Yasin dkk., (Jakarta: Gema Insani,

2003), h. 149

14 Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, terjemahan, K. Anshori Umar Sitanggal dkk.,

(Semarang: CV. Thoha Putra, 1988), h. 168

(9)

Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap

orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS.

Al-Mumtaḥanah: 8–9)

Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Umamah. Hadits ini dibawakan oleh Imam al-Bukhari secara mu’allaq dalam Kitabul Iman, Bab ad-Diinu Yusrun dengan lafazh:

ثعب

ت

ةيفينحلبب

ةحمسلا

Artinya: Aku diutus dengan membawa agama yang lurus dan toleran (HR. Ahmad). Oleh karena itu, sifat toleran dapat menimbulkan persaudaraan yang terpelihara dan terhindar dari saling permusuhan. Seorang peserta didik yang toleran terhadap orang lain, berarti ia membangun persaudaraan yang menjadi jalan bagi kelancaran belajar bersama. Seorang peserta didik selain memerlukan bimbingan seorang guru, juga memerlukan kawan tempat mereka berbagi rasa dan belajar bersama. Teman ini diyakini besar pengaruhnya terhadap kesuksesan belajar mereka, sehingga muncul pula akhlak karimah yang harus dilakukan antara sesama peserta didik dan cara mencari kawan yang baik. Berkaitan dengan masalah ini, seorang peserta didik harus bersikap toleran. Sikap toleran ini, dapat melahirkan sikap terbuka terhadap orang lain, terutama ketika terjadi perbedaan pendapat.

b. Bersikap Tha’at. Imam Syafi‟i berkata “aku mengadukan masalahku kepada guruku bernama Waki‟, karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu (sulit menghafal). Guruku itu menasehatiku agar menjauhi perbuatan maksiat. Selanjutnya, guruku mengatakan bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”.16 Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-Kahfi ayat 28:

َۙ اَيْه ُّدلا ِةىَۙ ي َح

ْلا َتَىٍِْش ُدٍِْسُج َۙ ْمُهْنَع َوَۙ ىْيَع ُدْعَح َلًَو َۙ هَهْجَو َنْوُدٍِْسًُ ِّي ِ شَعْلاَو ِةوَۙ دَغَْۙلاِب ْمُهابَز َنْىُعْدًَ ًًَِْرالا َعَم َو َسْفَه ْرِبْصاَو

ااطُسُف َۙ هُس ْمَا َناَمَو ُهًَۙ ى َه َعَباجا َو اَهِس

ْلِذ ًَْع َۙ هَبْلَق اَىْلَفْغَا ًَْم ْع ِطُج َلًَو

Artinya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru

Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS.Al Kahfi: 28).

16 Abuddin Nata, op.cit., h. 80

(10)

Rasulullah bersabda dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‟:

هريبل لجً مل ًم اىم سيل

هقح اىلْاعل فسعٌ و اهريغص محسً و ا

Artinya: Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua

dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama. (HR.

Ahmad).

Ungkapan Imam Syafi‟i di atas juga telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur‟an Surat Al-Kahfi ayat 28 dan Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari situ mengisyaratkan bahwa ilmu itu hakikatnya cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan kepada hamba-Nya yang ta‟at.

c. Bersikap Tawakkal. Tawakal berarti pengandalan hati kepada Tuhan Yang Maha Pelindung karena segala sesuatu keluar dari ilmu dan kekuasaan-Nya, sedangkan selain Allah tidak dapat membahayakan dan tidak dapat memberinya manfaat.17 Peserta didik yang bertawakal pasti akan istiqamah. Bertawakal akan mendorong peserta didik untuk istiqamah dalam belajar dan dapat memanfaatkan seluruh waktunya baik siang maupun malam, baik ketika sedang diam atau dalam perjalanan. Tidak akan menyia-nyiakan waktu sedikitpun selain dalam ilmu kecuali dalam kondisi darurat, seperti untuk makan dan tidur atau istirahat sebentar.

ااز ْدَق ٍء ْي َ ش ِّل

ُهِل ُهَۙ للا َلَعَج ْدَق َۙ هِسْمَا َُۙغِلاَب َهَۙ للا انِاَۙ ۗ َۙ هُب ْسَح َىُهَف ِهَۙ للا ىَلَع ْلامَىَخاً ًَْمَو َۙ ُب ِسَدْحًَ َلً ُثْيَح ًِْم ُهْقُشْسٍَاو

Artinya: Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan

mencukupkan (keperluan) nya. (QS. Al-Thalaq: 3).

َْۙٓى

ل

َ

َۙ

َٓ

أ

َْۙٓم ُنَه

َۙ

َٓج

ََۙٓنىُلَمَىَخ

ََۙٓع

َۙٓا ى َل

َۙ

ٓا

لل

ََۙٓح ه

ََۙٓق

َۙ

َٓج

َِۙٓهِل

ُّمَى

َۙ

َٓ

ل

ََۙشَس

َْۙٓم ُنَق

َۙ

َٓ

ل

ًََۙٓ ا َم

َُۙٓق ُشْس

َۙٓا

ََۙٓرْي

طل

َ

َۙ

َٓ

ح

َِۙٓخ و ُدْغ

َۙ

آ

اصا َم

َُۙٓحوُسَج َو

َِۙٓب

َۙ

آ

اها

ط

َ

Artinya: Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan

memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang. (HR. Ahmad, Tirmizdi, Ibnu Majah).

Oleh karena itu, Al-Qur‟an dan Hadits menempatkan peserta didik pada ditempat yang terhormat, tempat yang dapat dihargai tanpa bersikap sombong dan egois, dan tidak pula menggunakan kemampuan mereka kecuali untuk tujuan-tujuan yang tepat. Mereka juga dapat meneladani banyak tokoh yang mencurahkan dedikasi, seraya tetap berani melakukan kritik secara terbuka terhadap kebobrokan moral yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan.

d. Khauf dan Raja’. Harapan (raja’) dan takut (khauf) termasuk kedudukan para penempuh jalan Allah dan keadaan para pencari ridha Allah. Mengembangkan

(11)

sikap ini, peserta didik akan istiqamah dalam kehidupannya. Sifat yang ditunggu apabila menimbulkan kesedihan di hati dinamakan rasa takut. Jika menimbulkan kegembiraan maka dinamakan harapan.18

َۙ

لوُا

َۙ ى

َۙ لِا َن ْىُغَخْبًَ َن ْىُع ْدًَ ًًَْ ِر

الا َو

َۙ هَخ َم ْحَز َن ْى ُجْسٍَ َو ُبَسْق

َا ْمُهُّيَا َتَلْي ِسَىْلا ُمِهِّبَز ى

َۙ هَباَرَع َنْىُفاَخٍََو

َناَم َوِّبَز َبا

َرَع انِا

ا از ْو ُر ْح َم

Artinya: Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan

mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al-Isra‟: 57)

ْكِس

ْشٌُ َلًاو ااح ِلاَص الاَمَع ْلَمْعَيْلَف َۙ هِّبَز َءَۙ اَقِل اْىُجْسًَ َناَم ًَْمَف َۙ د ِحااو هَۙ لِا ْمُنُهَۙ لِا َۙٓاَماهَا ايَلِا ىَۙٓ حْىًُ ْمُنُلْثِّم س َشَب َۙ اَهَا َۙٓاَماهِا ْلُق

ا اد َحَا َۙٓ هِّبَز ِة

َداَبِعِب

Artinya: Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka

hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan dengan apapun dalam beribadah kepada Rabbnya. (QS. Al-Kahfi: 110).

Peserta didik diharapkan dan sudah semestinya memiliki sifat khauf dan raja‟ (harapan dan rasa takut) supaya dalam menuntut ilmu mendapatkan prestasi sebagaimana tujuan pendidikan Islam. Berkaitan dengan pembahasan beberapa karakteristik peserta didik yang ideal tersebut di atas, bahwa para pelajar/peserta didik mendapat penghormatan dan penghargaan karena mereka mencari sesuatu yang amat tinggi nilainya dalam dunia pendidikan, yaitu ilmu. Dengan ilmu, seseorang dapat menjadi mulia, sebagaimana Nabi Adam a.s dihormati oleh Malaikat karena ia memiliki ilmu yang mulia. Untuk itu supaya tetap mulia dengan ilmu, hendaknya berdo‟a disetiap berangkat menuju majelis pengajaran, sebagaimana do‟a yang diajarkan oleh Rasulullah: ya Allah aku berlindung

kepada-Mu dari tersesat atu menyesatkan, dari terpeleset atau membuat orang lain terpeleset, dari kezaliman atau mendzalimi orang lain, dari kebodohan atau membodohi orang lain.19 2. Jihad. Jihad bukan hanya dengan berperang mengangkat senjata membela agama.

Menuntut ilmu agama bisa pula disebut jihad. Bahkan sebagian ulama berkata bahwa jihad dengan ilmu ini lebih utama daripada dengan senjata. Karena setiap jihad mesti pula didahului dengan ilmu. Muhammad bin Sholih Al „Utsaimin berkata, “Menuntut ilmu adalah bagian dari jihad di jalan Allah karena agama ini bisa terjaga dengan dua hal yaitu dengan ilmu dan berperang (berjihad) dengan senjata. Sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya menuntut ilmu lebih utama daripada jihad di jalan Allah dengan pedang.” Karena menjaga syari‟at adalah dengan ilmu. Jihad dengan senjata pun harus berbekal ilmu. Tidaklah bisa seseorang berjihad, mengangkat senjata, mengatur strategi, membagi ghanimah (harta rampasan perang), menawan tahanan melainkan harus dengan ilmu. Ilmu itulah dasar segalanya”.20 Di halaman yang sama, Syaikh Ibnu „Utsaimin berkata bahwa

18 Ibid.,h. 261

19 Adian Husaini, op.cit., h. 202

(12)

ilmu yang dipuji di sini adalah ilmu agama yang mempelajari Al Qur‟an dan As Sunnah. Syaikh „Abdul „Aziz bin „Abdillah bin Baz pernah ditanya, “Apakah afdhal saat ini untuk berjihad di jalan Allah ataukah menuntut ilmu (agama) sehingga dapat bermanfaat pada orang banyak dan dapat menghilangkan kebodohan mereka? Apa hukum jihad bagi orang yang tidak diizinkan oleh kedua orang tuanya, namun ia masih tetap pergi berjihad?” Jawab beliau, “Perlu diketahui bahwa menunut ilmu adalah bagian dari jihad. Menuntut ilmu dan mempelajari Islam dihukumi wajib. Jika ada perintah untuk berjihad di jalan Allah dan jihad tersebut merupakan semulia-mulianya amalan, namun tetap menuntut ilmu harus ada. Bahkan menuntut ilmu lebih didahulukan daripada jihad. Karena menuntut ilmu itu wajib. Sedangkan jihad bisa jadi dianjurkan, bisa pula fardhu kifayah. Artinya jika sebagian sudah melaksanakannya, maka yang lain gugur kewajibannya. Akan tetapi menuntut ilmu adalah suatu keharusan. Jika Allah mudahkan bagi dia untuk berjihad, maka tidaklah masalah. Boleh ia ikut serta asal dengan izin kedua orang tuanya. Adapun jihad yang wajib saat kaum muslimin diserang oleh musuh, maka wajib setiap muslim di negeri tersebut untuk berjihad. Mereka hendaknya menghalangi serangan musuh tersebut. Termasuk pula kaum wanita hendaklah menghalanginya sesuai kemampuan mereka. Adapun jihad untuk menyerang musuh di negeri mereka, jihad seperti ini dihukumi fardhu kifayah bagi setiap pria.”21 Adapun dalil yang mendukung bahwa menuntut ilmu termasuk jihad adalah firman Allah Ta‟ala,

. اًريِبَك اًدبَهِج ِهِب ْمُهْدِهبَجَو َنيِرِفبَكْلا ِعِطُت َلََف .اًريِذَن ٍةَيْرَق ِّلُك يِف بَنْثَعَبَل بَنْئِش ْىَلَو

Artinya: Dan andaikata Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri

seorang yang memberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS. Al Furqan: 51-52).

Dalam hadits juga menyebutkan bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari jihad. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َۙالَعَخًَ ٍرْي

َخ ِل الًِإ ِهِجْأًَ ْمَل اَرَه يِد ِج ْسَم َءاَج ًَْم

َىُهَف َوِل

َذ ِرْيَغِل َءاَج ًَْمَو ِهاللا ِليِب َس ىِف ِدِهاَجُْلْا ِتَلِزْنَمِب َىُهَف ُهُمِّلَعٌُ ْوَأ ُهُم

َِۙهِرْي

َغ

ِعا

َخَم ىَلِإ ُسُظْىًَ ِلُجاسلا ِتَلِزْنَمِب

Artinya: Siapa yang mendatangi masjidku (masjid Nabawi), lantas ia mendatanginya hanya

untuk niatan baik yaitu untuk belajar atau mengajarkan ilmu di sana, maka kedudukannya seperti mujahid di jalan Allah. Jika tujuannya tidak seperti itu, maka ia hanyalah seperti orang yang mentilik-tilik barang lainnya.” (HR. Ibnu

Majah no. 227 dan Ahmad 2: 418, shahih kata Syaikh Al Albani).

3. Bersabar. Sabar adalah salah satu indikator keikhlasan. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa kesabaran terdiri dari pengetahuan, keadaan, dan amal. Pengetahuan di dalamnya seperti pohon, keadaan seperti ranting-ranting, dan amal seperti buah. Atas dasar pengertian ini, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa maslahat keagamaan terdapat dalam kesabaran, sehingga dalam diri manusia harus timbul kekuatan dan

21 Abdul Aziz bin Baz, Majmu` Fatawa wa Maqalat Mutanawwi`ah, (Riyadh: Darul Qasim, 2004), cet. 1, h.

(13)

dorongan untuk melakukan kesabaran.22 Menurut Al-Syaibani, sulit bersabar atas apa yang tidak diketahui maknanya merupakan hal yang sangat dikhawatirkan seorang guru, karena dapat menyebabkan kegagalan ditengah perjalanan menuntut ilmu atau pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian, sikap sabar merupakan sifat yang harus dimiliki seorang peserta didik.23 Sebagaimana difirmankan oleh Allah adalam Al-Qur‟an surat Al-Ashr ayat 1-3:

َۙ ِسْصَع

لا َو

ْ

َْۙي ِف

ل َنا َسْو ِ

َ

ْاِلّ انِا

َۙ ٍس ْس

ُخ

َۙ ا ًًَْ ِر

الا ا ِاِلّ

َۙ صلا اىُل ِمَعَو اْىُى َم

َۙ ح ِل

ِّق َح

لاِب اْىَصاَى

ْ

َجَو ِذ

َۙ ە

َِۙرْب اصلاِب اْىَصاَى

َجَو

Artinya: Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang

yang ……….. dan saling menasihati untuk kesabaran.

Sebagaimana pula Hadits Rasulullah terkait dengan sabar, dengan sabdanya:

ربصلا ًم عسوأو اريخ ءاطع دحا يطعأ امو الله هربصخً ًمو

Artinya: “Siapa yang sungguh-sungguh berusaha untuk bersabar maka Allah akan

memudahkan kesabaran baginya. Dan tidaklah seseorang dianugerahkan (oleh Allah) pemberian yang lebih baik dan lebih luas (keutamaannya) dari pada (sifat) sabar.”

(HR. Al-Bukhâri dan Muslim)

D. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, bahwa karakteristik peserta didik yang ideal perspektif Al-Qur‟an dan Hadits tergambar dalam proses pencarian ilmu, yaitu yang dilakukan seorang peserta didik. Ada beberapa karakter yang dapat dipandang sebagai unsur manusiawi dan dapat diteladani oleh para peserta didik yang tertuang di dalam Al-Qur‟an dan Hadits, yaitu:

1. Ikhlas yang berisikan niat karena Allah, ikhlas, jujur, tawadhu’, dan qana’ah. 2. Istiqamah yang berisikan toleran, tha‟at, tawakkal, khauf dan raja.

3. Jihad 4. Bersabar

Dengan demikian, implikasi pendidikannya bahwa seorang peserta didik harus menghiasi diri dengan kesucian jiwa dan akhlak mulia dalam menuntut ilmu, sehingga dapat menerima pancaran cahaya ilmu dari Allah. Jika tidak demikian, ilmu yang didapatkan oleh seorang peserta didik menjadi kurang bermanfaat dan tidak menghantarkan pemilik ilmu tersebut pada derajat takwa.

22 Al-Ghazali, op.cit., h. 256

(14)

REFERENSI

Abdullah, Abdurrahman Saleh, (1991). Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur ’an, Jakarta: Rineka Cipta,

Al Maraghi, Ahmad Musthafa, (1988)Tafsir Al Maraghi, terjemahan, K. Anshori Umar Sitanggal dkk., Semarang: CV. Thoha Putra,

Al-Ghazali, (1995). Ringkasan Ihya Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani,

An Nisabury, Imam Abi Husain Muslim Bin Hajjaj al Qusyairy, (1993).Hadits Sahih Muslim I-IV, Terjemahan, Mamur Daud, Jakarta: Widjaya,

Bin Baz, Abdul Aziz, (2004) Majmu` Fatawa wa Maqalat Mutanawwi`ah, Riyadh: Darul Qasim, , cet. 1

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K., (2007). Research Methods in Education, London  ; New York: Routledge

Connaway, L. S., & Powell, R. R., (2010). Basic Research Methods for Librarians, (Santa Barbara, Calif: Libraries Unlimited,

Djamarah, Syaiful Bahri (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta,

IqbaI Hasan (2008), Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Jakarta: Bumi Aksara,

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001)

Nawawi, (1999).Riyadhus Shalihin, terjemahan jilid 1. Jakarta: Pustaka Amani,

Quthb, ,Sayyid (2003). Tafsir fi Zhilalil Al Quran, diterjemakan oleh Asad Yasin dkk., (Jakarta: Gema Insani

Tafsir, Ahmad, (1996). Epistemologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Gunung Djati Bandung,

Zed, Mustika, (2008) Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, , Edisi, 2

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah asupan zat gizi yang meliputi natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg) dan kalsium (Ca). Data primer dalam penelitian

Sehingga memungkinkan suatu router akan meneruskan suatu paket dengan hanya melihat label yang melekat pada paket tersebut, sehingga tidak perlu lagi melihat alamat

Diinformasikan kepada segenap warga jemaat khususnya orangtua yang mempunyai Putra/Putri Sekolah Minggu Anak di lingkungan GKJ Purworejo bahwa BOTOL PERSEMBAHAN AKSI PUASA

Kecuali apabila ditentukan lain oleh Pengekspor Data, Data Pribadi yang ditransfer berhubungan dengan kategori subjek data berikut: pegawai, kontraktor, mitra bisnis atau

Apakah terdapat Drug Therapy Problems (DTPs) penggunaan obat pada pasien pediatri dengan diagnosa asma yang meliputi obat yang tidak dibutuhkan (unneccessary

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyebab lebih rendahnya riap pohon di hutan rawa dibandingkan di darat adalah bukan karena masalah air, tetapi adalah

Di dalam suatu ekosistem, setiap komponen biotik memiliki cara hidup berbeda dengan komponen biotik yang lainnya sehingga interaksi yang terjadi dapat menghasilkan berbagai

Kegiatan tadarus Al-Qur‟an termasuk kegiatan ibadah dimana peserta didik dibiasakan untuk membaca Al-Qur‟an dalam kesehariannya. Hal ini dilakukan karena dengan