PENDUGAAN CURAH HUJAN BULANAN STATISTICAL
DOWNSCALING DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN
SEBARAN GAMMA
ELA KODARSIH
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Curah Hujan Bulanan Statistical Downscaling dengan Jaringan Syaraf Tiruan Sebaran Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2017 Ela Kodarsih NIM G14130072
ABSTRAK
ELA KODARSIH. Pendugaan Curah Hujan Bulanan Statistical Downscaling dengan Jaringan Syaraf Tiruan Sebaran Gamma. Dibimbing oleh AKBAR RIZKI dan ANIK DJURAIDAH.
Hujan merupakan salah satu sumber ketersediaan air bagi tanaman pada sektor pertanian. Pentingnya hujan pada sektor pertanian tersebut membuat pendugaan terhadap curah hujan perlu dilakukan. Pendugaan curah hujan dapat memanfaatkan data Global Precipitation Climatology Project (GPCP) dengan menggunakan teknik Statistical Downscaling (SD). Data yang digunakan ialah data curah hujan bulanan Kabupaten Indramayu dan data presipitasi GPCP. Data curah hujan memiliki nilai yang non-negatif dan cenderung menjulur ke kanan. Umumnya data presipitasi GPCP tidak memenuhi asumsi SD berbasis parametrik. Oleh karena itu, metode jaringan syaraf tiruan (JST) sebaran gamma digunakan pada penelitian ini. Metode tersebut merupakan salah satu metode SD nonparametrik yang dapat menghasilkan dugaan curah hujan bernilai non-negatif. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, pendugaan curah hujan terbaik yang dihasilkan oleh JST sebaran gamma adalah untuk pendugaan curah hujan satu tahun. Jaringan dengan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi sebanyak 15 serta menggunakan fungsi aktivasi eksponensial merupakan jaringan yang paling optimal dalam melakukan pendugaan curah hujan tahun 2013.
Kata kunci : gamma, GPCP, jaringan syaraf tiruan, statistical downscaling
ABSTRACT
ELA KODARSIH. Estimation of Monthly Rainfall Statistical Downscaling using Artificial Neural Network Gamma Distribution. Supervised by AKBAR RIZKI dan ANIK DJURAIDAH.
Rain is one of the source for water availability which is needed for agriculture sector. Rainfall becomes an important factor for agriculture sector, so it is necessary to estimate the rainfall. Global Precipitation Climatology Project (GPCP) data can be used for rainfall estimation, using Statistical Downscaling (SD) technique. The data used in the study were monthly rainfall data in Indramayu Regency and from GPCP monthly precipitation. The rainfall data has non-negative value and indicate that the data are skewned to the right. Generally GPCP precipitation do not meet the SD assumptions of the parametric test. In this study, we used Artificial Neural Network (ANN) with gamma distribution. The ANN method is one of SD nonparametric methods that can be used for estimation a non-negative prediction value. The results showed that the best prediction only one year period. Beside that, the ANN with 15 neurons in the hidden layer and using the exponential activation function was the most optimal network in performing and estimate the rainfall in 2013.
Keywords: gamma, GPCP, artificial neural network, statistical downscaling
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika
PENDUGAAN CURAH HUJAN BULANAN STATISTICAL
DOWNSCALING DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN
SEBARAN GAMMA
ELA KODARSIH
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul Pendugaan Curah Hujan Bulanan Statistical Downscaling dengan Jaringan Syaraf Tiruan Sebaran Gamma ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Statistika di Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, antara lain:
1. Ibu Akbar Rizki dan Ibu Anik Djuraidah selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu dalam membimbing, arahan serta motivasi selama proses penyusunan karya ilmiah ini.
2. Ibu Erfiani selaku Dosen Penguji sidang skripsi yang telah memberikan banyak saran untuk menghasilkan skripsi penulis yang lebih baik.
3. Bapak Amir Toha Tjahyagama, Bapak Rangga Pratama, dan Mas Eko Rawanto yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam mengolah data di PT. Ayaskara Nisita Synergy.
4. Ibunda Erat dan Ayahanda Didi yang telah berjuang dalam mendidik penulis, senantiasa memberikan doa, dukungan dan kasih sayang yang tak ada habisnya.
5. Seluruh Dosen pengajar Departemen Statistika atas ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan.
6. Seluruh Staff Tata Usaha Departemen Statistika IPB yang selalu bersedia direpotkan sehingga segala proses administrasi berjalan dengan lancar. 7. Teman-teman statistika 50 atas dukungan, kritik, saran dan kebersamaannya
selama perkuliahan.
8. Semua sahabat baik yang telah membantu dan menyemangati penulis. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2017 Ela Kodarsih
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Statistical Downscaling 2
Model Respon Berdistribusi Gamma 3
Jaringan Syaraf Tiruan dengan Fungsi Galat Menyebar Gamma 3
METODOLOGI 7
Data 7
Prosedur Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil Eksplorasi Data 9
Analisis Komponen Utama (AKU) 10
Pemodelan SD dengan JST Sebaran Gamma 10
SIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
DAFTAR TABEL
1 Deskripsi data curah hujan bulanan (mm/bulan) tahun 1981-2013 9 2 Nilai akar ciri dan proporsi keragaman kumulatif AKU 11 3 Perbandingan nilai akurasi pemodelan model JST-1T 12 4 Perbandingan nilai akurasi validasi model JST-1 12 5 Nilai kriteria akurasi jaringan pada model JST-1 dan JST-2 13 6 Perbandingan nilai akurasi validasi curah hujan bulanan JST-1 16 7 Perbandingan nilai akurasi validasi curah hujan bulanan JST-2 16
DAFTAR GAMBAR
1 Arsitektur jaringan Multilayer Perceptron (MLP) 4 2 Diagram kotak garis curah hujan bulanan ZOM 79 tahun 1981-2013 10 3 Plot nilai akurasi pemodelan model JST-1 (a) RMSEP Pemodelan
dan (b) Korelasi Pemodelan 11
4 Plot nilai akurasi pendugaan curah hujan bulanan tahun 2013 model
JST-1 (a) RMSEP Validasi dan (b) Korelasi 12
5 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan tahun
2013 pada model JST-1 14
6 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan tahun
2013 pada model JST-2 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabulasi data curah hujan dan presipitasi periode 1981-2013 19 2 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan model
JST-1 20
3 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan model
JST-2 22
4 Perbandingan data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila kebutuhan nutrisinya terpenuhi. Senyawa nitrogen merupakan salah satu nutrisi yang paling penting bagi pertumbuhan tanaman. Nutrisi dari senyawa ini diperoleh dari kandungan air. Pada sektor pertanian, ketersediaan air bagi tanaman ditentukan oleh hujan. Kondisi curah hujan dapat dimanfaatkan untuk menyusun rencana masa tanam. Oleh karena itu, curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat penting bagi sektor pertanian. Pentingnya curah hujan tersebut menyebabkan diperlukannya suatu pendugaan terhadap curah hujan. Menurut Soleh (2015), curah hujan bernilai non-negatif dan memiliki pola sebaran yang cenderung menjulur ke kanan. Oleh karena itu, pendugaan terhadap curah hujan perlu memperhatikan asumsi respon yang menghasilkan dugaan non-negatif.
Data Global Precipitation Climatology Project (GPCP) dapat dimanfaatkan untuk melakukan pendugaan curah hujan secara numerik. Sejumlah data GPCP dihasilkan dari kombinasi data observasi dan satelit dalam bentuk grid atau petak wilayah (Soleh 2015). Akan tetapi, informasi yang dihasilkan oleh data presipitasi GPCP masih berskala global. Oleh karena itu, teknik Statistical Downscaling (SD) dapat digunakan untuk mendapatkan informasi berskala lokal. Pendekatan ini didasarkan pada hubungan empiris antara data iklim berskala global dan data iklim berskala lokal. Data berskala global sebagai peubah penjelas adalah data presipitasi GPCP. Data berskala lokal sebagai peubah respon adalah data curah hujan bulanan (Iizumi et al. 2011).
Metode SD terdiri dari model berbasis parametrik dan model berbasis nonparametrik. Metode SD berbasis parametrik merupakan metode yang membahas parameter-parameter dari populasi. Oleh karena itu, metode ini membutuhkan asumsi yang ketat. Metode SD berbasis nonparametrik tidak membahas parameter-parameter dari populasi. Metode ini tidak menuntut terpenuhinya asumsi, sehingga lebih fleksibel (Santoso 2010). Data presipitasi GPCP umumnya memiliki karakteristik dimensi besar dan mengandung multikolinearitas yang tinggi. Hal ini tidak memenuhi salah satu asumsi SD berbasis parametrik. Oleh karena itu, pemodelan SD berbasis nonparametrik dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan salah satu metode SD berbasis model nonparametrik. Menurut Vasant (2014), JST merupakan suatu model matematika yang terinspirasi oleh struktur dan aspek fungsional dari jaringan syaraf biologis manusia. JST sebaran gamma dapat digunakan untuk melakukan pendugaan curah hujan yang menghasilkan nilai dugaan non-negatif. Menurut Djuraidah (2008), fungsi hubung pada model linear terampat (GLIM) untuk model dengan galat menyebar gamma ekuivalensi dengan fungsi aktivasi pada JST sebaran gamma. Fungsi hubung resiprokal pada GLIM ekuivalensi dengan fungsi aktivasi resiprokal pada JST. Fungsi hubung logaritma pada GLIM ekuivalensi dengan fungsi aktivasi eksponensial pada JST.
Penelitian terdahulu tentang pendugaan curah hujan Kabupaten Indramayu menggunakan metode JST dilakukan oleh Buono et al. (2010). Penelitian tersebut
2
menggunakan JST dengan asumsi galat menyebar normal. Akan tetapi, nilai korelasi antara hasil pendugaan curah hujan dan data curah hujan aktual masih tergolong rendah. Oleh karena itu, metode JST sebaran gamma digunakan pada penelitian ini untuk melakukan pendugaan curah hujan Kabupaten Indramayu. Hal ini diharapkan dapat memperbaiki hasil pendugaan curah hujan yang dihasilkan oleh penelitian sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pendugaan curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu menggunakan metode JST sebaran gamma.
TINJAUAN PUSTAKA
Statistical DownscalingDownscaling dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mencari hubungan antara data pada grid berskala global dengan data pada grid berskala lokal. Data pada grid berskala global merupakan data yang mewakili pola sirkulasi atas suatu wilayah yang luas. Data pada grid berskala lokal misalnya suhu atau curah hujan lokal yang diukur pada suatu titik tertentu. Pendekatan utama downscaling yaitu dinamical downscaling dan statistical downscaling. Dinamical downscaling melibatkan model suatu daerah dengan resolusi progresif spasial yang lebih tinggi dan dapat menjelaskan fitur geografis dari GPCP (Benestad et al. 2007)
Pendekatan Statistical Downscaling (SD) menggunakan model statistik untuk mencari hubungan antara grid skala global dengan grid skala lokal. Model statistik yang digunakan pada dasarnya merupakan model regresi. Model ini melibatkan pemodelan suatu fungsi antara peubah penjelas dan peubah respon untuk melakukan pendugaan terhadap peubah respon. Data grid skala global digunakan sebagai peubah penjelas dan data grid skala lokal digunakan sebagai peubah respon pada model. Bentuk umum model SD terdiri dari peubah respon , peubah penjelas serta suatu fungsi f(.) yang menghubungkan keduanya. Statistical downscaling (SD) dapat dimodelkan sebagai berikut (Wigena 2006):
( ) (1) keterangan:
= vektor peubah iklim skala lokal (misal: curah hujan) dengan t banyaknya waktu
= matriks peubah iklim skala global (misal: presipitasi GPCP) dengan t banyaknya waktu dan g banyaknya grid GPCP
f (.) = fungsi yang menghubungan peubah iklim skala lokal dan peubah iklim skala global.
3 Model Respon Berdistribusi Gamma
Sebaran gamma berasal dari keluarga eksponensial yang dapat menghasilkan nilai pendugaan terhadap peubah acak bernilai non-negatif. Parameter bentuk (shape) pada sebaran gamma mempengaruhi bentuk dari sebaran yang dihasilkan. Bentuk sebaran akan menjulur ke kanan apabila nilai parameter bentuk mendekati nilai nol. Bentuk sebaran akan simetris apabila parameter bentuk menuju tak hingga (Soleh 2015). Suatu peubah respon yang merupakan bilangan nyata dan positif serta berasal dari sebaran gamma. Apabila peubah tersebut memiliki indeks konstan , maka fungsi kepekatan peluang gamma dalam keluarga eksponensial pada wilayah (0, dapat ditulis sebagai berikut (McCullagh dan Nelder 1998):
( { ( ) ( ( ( } (2) dimana merupakan parameter bentuk sebaran dan adalah nilai harapan dari peubah respons, E(Y) = .
Jaringan Syaraf Tiruan dengan Fungsi Galat Menyebar Gamma Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah suatu metode komputasi yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan suatu permasalahan yang kompleks dan bersifat non-linear. JST memiliki sistem pemrosesan informasi yang karakteristiknya mirip dan meniru jaringan syaraf manusia. Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan terdiri dari jutaan sel syaraf yang disebut neuron. Neuron memiliki tiga komponen penting, yaitu dendrit, soma dan akson. Dendrit digunakan untuk menerima informasi dari neuron lain melalui celah sinapsis dengan proses kimiawi. Soma atau badan sel berfungsi sebagai tempat pengolahan informasi. Akson untuk mengirimkan informasi ke neuron lain. JST menganalogikan dendrit sebagai lapisan masukan, sinapsis sebagai bobot, badan sel sebagai node atau neuron, dan lapisan keluaran sebagai akson. Seperti halnya jaringan syaraf manusia, JST mampu memecahkan suatu permasalahan dengan melakukan proses pembelajaran dari data masa lalu dan mengenal perubahan pola data. Oleh karena itu, JST dapat mengenali data yang belum pernah dipelajari sebelumnya (Siang 2005).
Sebuah jaringan syaraf terdiri dari beberapa unit pengolahan sederhana dan merupakan tempat pemrosesan informasi yang disebut node atau neuron. Neuron-neuron tersebut tersusun pada lapisan-lapisan yang disebut dengan lapisan neuron. Data pada suatu neuron akan dikirimkan ke neuron lain pada lapisan terdekat melalui suatu penghubung. Masing-masing penghubung tersebut memiliki bobot yang mewakili informasi jaringan untuk memecahkan suatu permasalahan. Nilai keluaran jaringan didapatkan dengan menggunakan fungsi aktivasi (Kriesel 2005). Pada dasarnya, JST dengan galat menyebar normal serta JST dengan galat menyebar gamma memiliki arsitektur jaringan dan proses algoritme pelatihan yang sama. Akan tetapi, perbedaan keduanya terletak pada fungsi aktivasi serta fungsi tujuan yang digunakan.
4
Arsitektur Jaringan Syaraf
Arsitektur jaringan syaraf merupakan penyusunan neuron-neuron dan pola keterhubungan antarlapisan. Arsitektur jaringan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu jaringan lapisan tunggal (single layer network ) dan jaringan lapisan ganda (multiple layer network). Multilayer Perceptron (MLP) merupakan struktur jaringan dengan lapisan ganda. Stuktur jaringan ini terdiri dari sebuah lapisan masukan, satu atau lebih lapisan tersembunyi dan sebuah lapisan keluaran. Informasi data dari luar akan diterima oleh neuron-neuron pada lapisan masukan yang selanjutnya akan dirambatkan ke lapisan keluaran melalui lapisan-lapisan tersembunyi. Banyaknya lapisan tersembunyi dan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi bergantung pada kompleksitas masalah pada proses pelatihan.
Suatu jaringan syaraf tiruan dapat ditulis dalam bentuk JST(a,b,c), dengan a , b, dan c berturut-turut menyatakan banyaknya neuron pada lapisan masukan, lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran. Gambar 1 menyajikan arsitektur jaringan MLP dengan satu lapisan tersembunyi dan x = (x1, x2,....,xp) merupakan lapisan masukan dengan jumlah neuron sebanyak p. Selanjutnya, z = (z1, z2,....,zq) merupakan lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron sebanyak q, y merupakan neuron pada lapisan keluaran, V = {vij}pxq merupakan bobot neuron ke-i pada lapisan masukan serta neuron ke-j pada lapisan tersembunyi dan wj1=(w11,w21,...,wq1) merupakan bobot neuron ke-j pada lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran.
Gambar 1 Arsitektur jaringan Multilayer Perceptron (MLP) Fungsi Aktivasi
Fungsi aktivasi merupakan fungsi yang digunakan untuk menentukan nilai keluaran suatu neuron berdasarkan penjumlahan dari nilai masukan terboboti, yaitu hasil perkalian antara nilai masukan dengan bobotnya. Fungsi aktivasi tersebut digunakan untuk menentukan nilai keluaran neuron pada lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran. Penggunaan fungsi aktivasi dapat berbeda bergantung dengan karakteristik data yang digunakan. Pada data target yang memiliki fungsi galat menyebar gamma, fungsi aktivasi eksponensial dan resiprokal dapat digunakan pada lapisan keluaran. Fungsi aktivasi hyperbolic tangent dapat digunakan pada lapisan tersembunyi.
1. Fungsi Hyperbolic Tangent
Nilai keluaran JST yang dihasilkan fungsi hyperbolic tangent sigmoid berada di dalam selang nilai sampai yang didefinisikan sebagai berikut: ( (3)
5 2. Fungsi Eksponensial
Nilai keluaran JST yang dihasilkan fungsi eksponensial berada di dalam selang nilai 0 sampai . Fungsi tersebut didefinisikan sebagai berikut:
( (4)
3. Fungsi Resiprokal
Nilai keluaran JST yang dihasilkan fungsi resiprokal berada di dalam selang nilai 0 sampai . Fungsi resiprokal didefinisikan sebagai berikut:
( (5) Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan adalah suatu fungsi yang akan dioptimalkan selama pelatihan jaringan agar didapatkan kombinasi linear terbaik dari pendugaan parameter. Jenis fungsi tujuan bergantung pada jenis fungsi galat yang diterapkan. Fungsi tujuan deviance dapat digunakan untuk pemodelan JST dengan berbagai sebaran respon, salah satunya adalah respon dengan galat yang menyebar gamma (Matignon 2005). Menurut (McCullagh dan Nelder 1998), fungsi tujuan dari deviance (D) dengan fungsi galat menyebar gamma untuk yang konstan, yaitu:
( ̂ ∑ * (̂) ( ̂ ̂ + (6) Algoritme Pelatihan Jaringan
Algoritme pelatihan jaringan merupakan prosedur yang digunakan untuk menentukan serta memodifikasi bobot penghubung antarneuron dan bias dari jaringan (Warsito 2007). Pada tahap pelatihan jaringan, bobot-bobot dimodifikasi secara iteratif untuk meminimumkan fungsi tujuan. Algoritme pelatihan jaringan yang digunakan pada penelitian ini adalah algoritme Lavenberg-Marquardt (LM). Algoritme ini dapat digunakan apabila fungsi galatnya adalah deviance atau berasal dari keluarga eksponensial.
Algoritme LM memadukan antara algoritme propagasi balik dan algoritme Gauss-Newton. Algoritme LM mewarisi keunggulan kecepatan konvergensi dari algoritme Gauss-Newton dan stabilitasnya dari algoritme propagasi balik. Selain itu, algoritme ini baik digunakan saat jumlah parameter bobot pada arsitektur jaringan relatif sedikit. Algoritme LM mengaproksimasi matriks Hessian untuk modifikasi bobot dan bias melalui persamaan berikut (Wilamowski et al. 2011):
(7)
keterangan:
= matriks Jakobian yang berisikan turunan pertama dari fungsi galat jaringan terhadap bobot dan bias
= parameter Marquardt = matriks identitas.
Tahapan algoritme pelatihan LM adalah sebagai berikut (Warsito 2007):
a) Tahap 0: Inisialisasi bobot dan bias awal dengan bilangan acak yang kecil, tetapkan maksimum iterasi atau batas toleransi kesalahan, parameter LM (> 0) serta faktor pengali atau pembagi parameter LM ( ).
6
1) Tiap neuron pada lapisan masukan menerima data dan mengirimkannya ke semua neuron pada lapisan tersembunyi.
2) Tiap neuron pada lapisan tersembunyi menjumlahkan data masukan terboboti ( yang merupakan input dari fungsi aktivasi dengan persamaan sebagai berikut:
∑ (8)
dengan adalah bias neuron ke-j pada lapisan tersembunyi dan adalah bobot neuron ke-i pada lapisan masukan serta neuron ke-j pada lapisan tersembunyi.
3) Menghitung nilai output dari lapisan tersembunyi ( dengan menggunakan fungsi aktivasi pada persamaan (3), yaitu:
( ) (9)
4) Selanjutnya pada setiap neuron lapisan tersembunyi dikirim ke semua neuron lapisan keluaran dengan persamaan:
∑ (10) dengan adalah bias neuron lapisan keluaran dan adalah bobot
neuron ke-j pada lapisan tersembunyi.
5) Menghitung nilai output dari lapisan keluaran dengan menggunakan fungsi aktivasi pada persamaan (4) dan (5), yaitu:
̂ ( (11)
c) Tahap II : Propagasi balik dan Perubahan bobot
1) Hitung besarnya semua kesalahan pelatihan jaringan yang dinyatakan dalam vektor e berukuran Nx1, yaitu:
[ ] [ ̂ ̂ ̂ ] (12) dengan merupakan besarnya kesalahan, merupakan nilai keluaran
yang diinginkan (target), ̂ merupakan nilai keluaran jaringan dan k = 1,2,…,N. Misalkan w merupakan vektor yang menyatakan bobot dan bias berukuran ((2+p)q+1))x1, w dapat dinyatakan sebagai:
[ ]
Nilai keluaran jaringan dapat dinyatakan sebagai fungsi f dari nilai masukan dan bobot . Besarnya kesalahan dapat dinyatakan sebagai:
( ( (
sehingga vektor e dapat dituliskan menjadi vektor ( berukuran N x 1: ( [ ( ( ( ] (13) 2) Hitung fungsi deviance sebaran gamma dalam fungsi bobot dan bias E(w)
pada persamaan (6).
3) Hitung matriks Jacobian untuk vektor dan bias ( berukuran Nx((2+p)q+1)), yaitu:
( * + , untuk k = 1,2,....,N (14) 4) Hitung matriks Hessian untuk vektor bobot dan bias H(w) yang pada
algoritme ini didekati dengan:
( [ ( ( ] (15)
5) Perubahan bobot dan bias berukuran ((2+p)q+1))x1 dapat dihitung: [[ ( ] ( ( ] (16)
7 6) Sehingga bobot baru dapat dihitung dengan:
(17) 7) Hitung fungsi deviance sebaran gamma dalam fungsi bobot dan bias baru
E(wbaru) pada persamaan (6)
8) Lakukan perbandingan antara E(w) dengan E(wbaru)
Jika E(w) <= E(wbaru), maka dan kembali ke langkah 5. Jika E(w)>E(wbaru), maka
( ( (18)
(19) selanjutnya ulangi langkah 2-9.
9) Iterasi akan berhenti jika besarnya deviance sudah lebih kecil dari batas toleransi kesalahan atau banyaknya iterasi sudah melebihi maksimum iterasi yang ditentukan pada langkah 1.
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Permatasari (2017). Data tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu data curah hujan dan data presipitasi GPCP. Data curah hujan tersebut merupakan data curah hujan di Kabupaten Indramayu pada wilayah ZOM 79 yang meliputi 4 pos hujan, antara lain Krangkeng, Sukadana, Karangkendal dan Gresik. Data presipitasi GPCP yang digunakan adalah data presipitasi Global Precipitation Climatology Project (GPCP) versi 2.2 dan data presipitasi GPCP yang telah dilakukan pergeseran waktu atau GPCP-lag. Data presipitasi tersebut berada pada koordinat 18.75o LS−1.25o LS dan 101.25o BT−118.75o BT dengan domain berukuran 8 x 8 grid (64 peubah penjelas) dan lebar grid 2.5o x 2.5o. Masing-masing data merupakan data bulanan dari bulan Januari tahun 1981 sampai dengan bulan Desember tahun 2013 atau sebanyak 396 periode. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SAS Enterprise Miner dan R versi 3.3.2.
Prosedur Analisis Data
Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Eksplorasi data curah hujan bulanan dengan statistika deskriptif dan diagram kotak garis. Statistika deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik curah hujan. Diagram kotak garis digunakan untuk melihat pola curah hujan bulanan wilayah ZOM 79 Kabupaten Indramayu.
2. Pereduksian dimensi pada data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU). Analisis komponen utama dapat digunakan untuk melakukan pereduksian dimensi pada data, serta menangani masalah multikolinearitas antarpeubah. JST
8
merupakan model SD nonparametrik yang tidak mensyaratkan antarpeubah saling bebas atau tidak mengandung multikolinearitas. Akan tetapi, data dengan dimensi yang besar mengakibatkan arsitektur jaringan akan semakin kompleks. Oleh karena itu, pada penelitian ini AKU digunakan untuk melakukan pereduksian dimensi pada data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag yang terdiri dari 64 peubah penjelas. Hasil pereduksian akan diperoleh sebanyak k peubah KU.
3. Membagi data menjadi dua bagian, data untuk pemodelan yaitu data tahun 1981-2012 dan data untuk validasi yaitu data tahun 2013.
4. Melakukan pemodelan SD dengan menggunakan metode JST sebaran gamma. Menurut (Wigena et al. 2015), pemodelan SD dengan pergeseran waktu (time lag) pada presipitasi GPCP akan menghasilkan dugaan curah hujan yang lebih baik. Oleh karena itu, pemodelan SD dicobakan pada data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag sebagai peubah penjelas. Tahapannya antara lain:
a. Menentukan peubah masukan dan peubah target. Peubah KU yang terpilih digunakan sebagai peubah masukan dan data curah hujan pada wilayah ZOM 79 sebagai peubah target.
b. Menentukan arsitektur jaringan yang akan digunakan, yaitu jaringan dengan lapisan ganda Multilayer Perceptron (MLP). Jaringan ini terdiri dari satu lapisan masukan, satu lapisan tersembunyi, dan satu lapisan keluaran. Jumlah neuron pada lapisan masukan sebanyak k buah neuron. Jumlah neuron pada lapisan keluaran sebanyak satu buah neuron. Menurut Heaton (2008), jumlah neuron pada lapisan tersembunyi harus kurang dari dua kali jumlah neuron pada lapisan masukan. Oleh karena itu, banyaknya neuron yang dicobakan pada lapisan tersembunyi berada pada rentang 1 sampai dengan 2k-1 buah neuron. Dengan demikian, terdapat sebanyak 2k-1 jaringan tentatif yang akan dibandingkan.
c. Menentukan fungsi aktivasi yang akan digunakan, yaitu fungsi hyperbolic tangent sigmoid pada lapisan tersembunyi. Lapisan keluaran menggunakan dua fungsi aktivasi yang berbeda, yaitu fungsi eksponensial (JST-1) dan fungsi resiprokal (JST-2).
d. Menentukan algoritme pelatihan jaringan yang akan digunakan, yaitu algoritme Levenberg-Marquard.
e. Melakukan pendugaan curah hujan tahun 2013 dengan menggunakan 2k-1 jaringan tentatif pada masing-masing model JST-1 dan JST-2.
f. Menghitung nilai akurasi pemodelan dan nilai akurasi validasi pada setiap jaringan tentatif dengan menggunakan nilai Root Mean Square Error Prediction (RMSEP) serta korelasi (r).
√∑ ( ̂
(20) ( ̂
√ ( ( ̂ (21) dengan adalah nilai curah hujan aktual ke-i, ̂ nilai dugaan curah hujan ke-i, n adalah banyaknya observasi dan k adalah banyaknya parameter. 5. Membandingkan nilai pendugaan curah hujan dengan menggunakan data
9 lebih baik dalam melakukan pendugaan curah hujan dan akan digunakan pada proses selanjutnya.
6. Melihat kekonsistenan jaringan dalam melakukan pendugaan curah hujan selama satu tahun. Hal ini dilakukan dengan membandingkan rata-rata dan simpangan baku dari nilai RMSEP serta korelasi setiap jaringan pada tahun 2013, 2012, 2011, 2010 dan 2009.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Eksplorasi Data
Deskripsi data curah hujan bulanan pada wilayah ZOM 79 Kabupaten Indramayu pada periode Januari 1981 sampai dengan Desember 2013 disajikan pada Tabel 1. Rata-rata curah hujan bulanan tertinggi sebesar 263.36 mm/bulan terjadi pada bulan Januari. Rata-rata curah hujan yang terjadi pada bulan Agustus merupakan rata-rata curah hujan terendah, yaitu 14.05 mm/bulan. Intensitas curah hujan tertinggi sebesar 498.00 mm/bulan terjadi pada bulan Januari tahun 2006. Curah hujan terendah sebesar 0 mm/bulan terjadi pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober. Selain itu, curah hujan yang memiliki keragaman terbesar terjadi pada bulan Januari dengan besar simpangan baku 112.92 mm/bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa curah hujan pada bulan Januari cukup beragam. Curah hujan yang memiliki keragaman terendah terjadi pada bulan Agustus dengan besar simpangan baku 19.16 mm/bulan. Nilai skewness pada Tabel 1 menunjukan kemenjuluran atau ketidaksimetrisan pola sebaran curah hujan bulanan. Semua nilai skewness yang dihasilkan pada setiap bulan bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk sebaran curah hujan bulanan wilayah ZOM 79 cenderung menjulur ke kanan.
Tabel 1 Deskripsi data curah hujan bulanan (mm/bulan) tahun 1981-2013 Bulan Nilai maksimum Nilai minimum Rata-rata Simpangan baku Skewness Januari 498.00 78.25 263.36 112.92 0.18 Februari 394.75 59.00 219.13 90.60 0.10 Maret 341.25 81.00 190.13 60.05 0.72 April 313.00 67.00 164.18 58.58 0.62 Mei 301.00 24.00 109.36 58.70 1.24 Juni 246.75 14.00 78.50 58.64 1.21 Juli 124.25 0.00 38.03 39.85 0.98 Agustus 56.50 0.00 14.05 19.16 1.16 September 117.67 0.00 17.47 28.14 2.12 Oktober 190.50 0.00 60.40 57.82 0.75 November 372.25 14.67 145.65 91.32 0.54 Desember 490.25 78.00 225.61 92.16 0.86
10
Pola data curah hujan bulanan ZOM 79 dapat dilihat melalui diagram kotak garis yang ditampilkan pada Gambar 2. Curah hujan yang melebihi kondisi curah hujan normal terjadi pada bulan Maret, April, Mei, Juni, September, November dan Desember. Secara umum ZOM 79 memiliki pola sebaran curah hujan bulanan yang menyerupai huruf U (monsunan). Permatasari (2017) menggunakan grafik Cullen dan Frey untuk menunjukan bahwa data curah hujan bulanan Kabupaten Indramayu dapat dimodelkan dengan pendekatan sebaran gamma. Oleh karena itu, pemodelan SD dengan menggunakan metode JST sebaran gamma dapat dilakukan dan diharapkan dapat meningkatkan nilai akurasi pendugaan curah hujan.
Gambar 2 Diagram kotak garis curah hujan bulanan ZOM 79 tahun 1981-2013
Analisis Komponen Utama (AKU)
Proporsi keragaman kumulatif dari sepuluh KU pada data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag disajikan pada Tabel 2. Pada data presipitasi GPCP, terdapat sebanyak delapan komponen utama (KU) memiliki akar ciri yang lebih dari satu dengan besarnya proporsi keragaman kumulatif sebesar 87.6%. Akan tetapi, GPCP-lag memiliki sepuluh KU dengan akar ciri yang lebih dari satu dan proporsi keragaman kumulatif sebesar 85.2%. Selanjutnya, KU yang terpilih pada proses pereduksian data GPCP maupun GPCP-lag akan digunakan sebagai peubah masukan pada pemodelan SD dengan metode JST sebaran gamma. Dengan demikian, banyaknya neuron pada lapisan tersembunyi yang akan dicobakan pada data presipitasi GPCP yaitu sebanyak 15 buah neuron dan pada data presipitasi GPCP-lag sebanyak 19 buah neuron.
Pemodelan SD dengan JST Sebaran Gamma
Pemodelan SD dengan menggunakan metode JST membutuhkan suatu jaringan yang optimal. Pembentukan jaringan tersebut dilakukan pada model JST-1 dan JST-2 dengan data presipitasi GPCP dan GPCP-lag sebagai peubah penjelas. Banyaknya jaringan yang akan dibandingkan pada data presipitasi GPCP sebanyak 15 jaringan tentatif dan pada data presipitasi GPCP-lag sebanyak 19 jaringan. Pada data presipitasi GPCP, jaringan-jaringan tersebut ditulis dalam bentuk JST(1.b.8) dan b=1.2...15. Jaringan pada data presipitasi GPCP-lag ditulis dalam bentuk JST(1.b.10) dan b=1.2...19.
11 Tabel 2 Nilai akar ciri dan proporsi keragaman kumulatif AKU
Komponen Utama (KU) GPCP GPCP-lag Akar Ciri Proporsi Keragaman Kumulatif Akar Ciri Proporsi Keragaman Kumulatif KU 1 30.904 0.483 31.679 0.495 KU 2 11.504 0.663 5.833 0.586 KU 3 5.065 0.742 4.383 0.655 KU 4 2.701 0.784 2.713 0.697 KU 5 1.755 0.811 2.248 0.732 KU 6 1.572 0.836 2.087 0.765 KU 7 1.387 0.858 1.557 0.789 KU 8 1.207 0.876 1.444 0.812 KU 9 0.942 0.891 1.394 0.833 KU 10 0.723 0.902 1.170 0.852
Perbandingan Presipitasi GPCP dan GPCP-lag
Berdasarkan plot pada Gambar 3(a) dan 3(b), dapat dilihat bahwa data presipitasi GPCP-lag dengan model JST-1 menghasilkan nilai RMSEP pemodelan yang cenderung lebih rendah. Selain itu, nilai korelasi pemodelan yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan data presipitasi GPCP. Rata-rata nilai RMSEP serta korelasi pemodelan dari 15 jaringan tentatif disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa pemodelan dengan menggunakan data presipitasi GPCP-lag menghasilkan nilai rata-rata RMSEP yang lebih rendah, yaitu sebesar 52.796. Selain itu, data presipitasi GPCP-lag memiliki nilai rata-rata korelasi pemodelan yang lebih tinggi yaitu sebesar 0.874 dibandingkan dengan data presipitasi GPCP. Akan tetapi, data presipitasi GPCP menghasilkan nilai simpangan baku dari RMSEP pemodelan maupun korelasi pemodelan yang lebih rendah dibandingkan dengan data presipitasi GPCP-lag.
(a) (b)
Gambar 3 Plot nilai akurasi pemodelan model JST-1 (a) RMSEP Pemodelan dan (b) Korelasi Pemodelan ( : GPCP, : GPCP-lag)
0 10 20 30 40 50 60 70 1 3 5 7 9 11 13 15 RM SE P P em o dela n
Neuron Lapisan Tersembunyi
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 3 5 7 9 11 13 15 K o re la si
12
Tabel 3 Perbandingan nilai akurasi pemodelan model JST-1
RMSEP Pemodelan Korelasi
GPCP GPCP-lag GPCP GPCP-lag Rata-rata 57.214 52.796 0.852 0.874 Simpangan 6.474 8.343 0.037 0.044
Pendugaan curah hujan tahun 2013 dengan model JST-1 pada data presipitasi GPCP menghasilkan nilai RMSEP validasi yang cenderung lebih rendah. Selain itu, nilai korelasi validasi yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan data presipitasi GPCP-lag (Gambar 4(a) dan Gambar 4(b)). Hal ini juga dibuktikan dengan nilai rata-rata RMSEP validasi yang dihasilkan data presipitasi GPCP lebih rendah serta nilai rata-rata korelasi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 82.628 dan 0.745 (Tabel 4). Data presipitasi GPCP menghasilkan simpangan baku dari nilai RMSEP validasi serta korelasi validasi yang lebih rendah dari data presipitasi GPCP-lag. Hal ini menunjukan bahwa data presipitasi GPCP menghasilkan pendugaan curah hujan yang lebih konsisten pada jaringan tentatif yang dicobakan. Perbandingan data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag dengan menggunakan model JST-2 menghasilkan kesimpulan yang sama dengan model JST-1 (Lampiran 4).
(a) (b)
Gambar 4 Plot nilai akurasi pendugaan curah hujan bulanan tahun 2013 model
JST-1 (a) RMSEP Validasi dan (b) Korelasi ( : GPCP, : GPCP- lag)
Tabel 4 Perbandingan nilai akurasi validasi model JST-1
RMSEP Validasi Korelasi
GPCP GPCP-lag GPCP GPCP-lag Rata-rata 82.628 170.162 0.745 0.698 Simpangan 27.536 94.647 0.124 0.205
Pada penelitian ini, pemodelan SD dengan metode JST sebaran gamma pada data presipitasi GPCP-lag menghasilkan dugaan curah hujan yang tidak lebih baik dibandingkan dengan presipitasi GPCP. Hal ini disebabkan karena JST dengan lapisan tersembunyi mengakibatkan peubah respon tidak dipengaruhi langsung oleh peubah penjelas. Oleh karena itu, besarnya korelasi antara peubah respon dengan peubah penjelas tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil
0 100 200 300 400 1 3 5 7 9 11 13 15 RM SE P Va lid a si
Neuron Lapisan Tersembunyi
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 3 5 7 9 11 13 15 K o re la si
13 pemodelan maupun pendugaan yang diperoleh. Hal ini menyebabkan pemodelan SD menggunakan metode JST dengan lapisan tersembunyi tidak memerlukan pergeseran waktu pada peubah penjelas.
Pembentukan Jaringan pada model JST-1 dan JST-2
Pemodelan SD dengan JST sebaran gamma dilakukan pada model JST-1 dan model JST-2 dengan menggunakan 15 jaringan tentatif yang akan dibandingkan. Berdasarkan Tabel 5, jaringan JST(8,1,1) menghasilkan nilai RMSEP pemodelan yang tertinggi pada model JST-2 dan RMSEP pemodelan kedua tertinggi pada model JST-1, yaitu 64.67 dan 69.09. Pada model JST-1 dan JST-2, jaringan JST(8,14,1) menghasilkan nilai RMSEP pemodelan terendah, yaitu 43.41 dan 36.57. Pada kedua model terlihat bahwa jaringan dengan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi yang lebih banyak cenderung menghasilkan nilai RMSEP pemodelan yang lebih rendah. Semakin banyak jumlah neuron pada lapisan tersembunyi menyebabkan semakin kompleksnya jaringan, sehingga model yang terbentuk akan semakin akurat.
Nilai akurasi validasi yang dihasilkan oleh model JST-1 tidak menentu dan tidak bergantung pada banyaknya neuron lapisan tersembunyi (Tabel 5). Akan tetapi, pada model JST-2 terlihat bahwa jaringan JST(8,9,1), JST(8,12,1), dan JST(8,15,1) menghasilkan nilai RMSEP validasi yang sangat tinggi. Hal ini menunjukan bahwa pada model JST-2, jaringan dengan jumlah neuron yang lebih banyak cenderung menghasilkan dugaan yang kurang baik atau terjadi overfitting. Pada model JST-1, jaringan JST(8,15,1) menghasilkan pendugaan curah hujan tahun 2013 yang lebih akurat dibandingkan 14 jaringan tentatif lainnya. Jaringan tersebut menghasilkan nilai RMSEP validasi terendah serta nilai korelasi validasi tertinggi, yaitu 39.88 dan 0.941. Pada model JST-2, jaringan JST(8,6,1) menghasilkan nilai RMSEP validasi terendah dan jaringan JST(8,3,1) menghasilkan nilai korelasi validasi tertinggi , yaitu 78.16 dan 0.728.
Tabel 5 Nilai kriteria akurasi jaringan pada model JST-1 dan JST-2 Jaringan RMSEP Pemodelan RMSEP Validasi Korelasi
JST-1 JST-2 JST-1 JST-2 JST-1 JST-2 JST(8,1,1) 64.67 69.09 81.38 83.33 0.70 0.66 JST(8,2,1) 63.65 62.02 82.59 81.45 0.70 0.71 JST(8,3,1) 61.40 59.63 67.67 78.27 0.78 0.73 JST(8,4,1) 57.82 59.70 56.59 299.37 0.86 0.09 JST(8,5,1) 66.10 54.25 90.36 78.53 0.78 0.68 JST(8,6,1) 59.41 55.86 85.94 78.17 0.63 0.69 JST(8,7,1) 60.82 50.78 85.18 157.33 0.65 0.41 JST(8,8,1) 57.42 46.48 64.05 85.66 0.81 0.67 JST(8,9,1) 56.51 47.56 97.77 1.90E+07 0.77 0.61 JST(8,10,1) 56.82 44.06 106.13 221.12 0.89 0.23 JST(8,11,1) 57.20 45.07 153.31 86.52 0.54 0.62 JST(8,12,1) 57.70 43.85 94.62 1.90E+07 0.60 0.61 JST(8,13,1) 48.09 46.21 89.90 103.33 0.63 0.47 JST(8,14,1) 43.41 36.58 44.04 293.56 0.91 0.51 JST(8,15,1) 47.19 43.49 39.89 1.90E+07 0.94 -0.18
14
Tiga kandidat jaringan yang cukup baik dalam melakukan pendugaan curah hujan tahun 2013 pada model JST-1, yaitu jaringan JST(8,4,1), JST(8,14,1), dan JST(8,15,1). Tiga kandidat jaringan pada model JST-2, yaitu jaringan JST(8,3,1), JST(8,5,1) dan JST(8,6,1). Jaringan JST(8,1,1) pada model JST-1 menghasilkan nilai RMSEP validasi yang lebih rendah, serta nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan model JST-2. Akan tetapi, jaringan JST(8,2,1) pada model JST-2 memiliki nilai RMSEP validasi yang lebih rendah, serta nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan model JST-1. Perbandingan pendugaan yang dihasilkan oleh model JST-1 dan model JST-2 pada jaringan yang berbeda menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula. Hal ini menunjukan bahwa banyaknya neuron pada lapisan tersembunyi lebih berpengaruh terhadap pendugaan yang dihasilkan dibandingkan dengan fungsi aktivasi yang digunakan.
Plot perbandingan data aktual dan data dugaan curah hujan bulanan tahun 2013 untuk tiga kandidat jaringan pada model JST-1 dan model JST-2 ditampilkan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Pada model JST-1, ketiga kandidat jaringan memiliki pola dugaan curah hujan yang cukup mirip dengan data aktualnya. Akan tetapi, jaringan yang mampu menghasilkan dugaan curah hujan ekstrem yang terjadi pada bulan Januari dan Desember 2013 dengan selisih yang cukup rendah adalah jaringan JST(8,15,1). Menurut BMKG(2013), curah hujan dikategorikan sebagai curah hujan ekstrem apabila intensitas curah hujan lebih dari 200 mm/bulan. Pada model JST-2, jaringan JST(8,3,1) memiliki pola dugaan curah hujan yang cukup mirip dengan data aktualnya dibandingkan dengan dua kandidat jaringan lainnya. Akan tetapi, ketiga kandidat jaringan pada model JST-2 tidak mampu menghasilkan dugaan curah hujan ekstrem.
(a) (b)
(c)
Gambar 5 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan tahun 2013 pada model JST-1 untuk jaringan (a) JST(8,4,1), (b) JST(8,14,1) (c) JST(8,15,1) ( : Y aktual, : Y dugaan) 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n ) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 Cura h huja n (m m /bu la n ) Bulan Y aktual Y prediksi
15
(a) (b)
(c)
Gambar 6 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan tahun 2013 pada model JST-2 untuk jaringan (a) JST(8,3,1), (b) JST(8,5,1) dan (c) JST(8,6,1) ( : Y aktual, : Y dugaan)
Kekonsistenan Jaringan JST-1 dan JST-2
Konsistensi dari pendugaan curah hujan yang dihasilkan pada waktu yang berbeda diperlukan agar menghasilkan model SD yang lebih baik. Oleh karena itu, ketiga kandidat jaringan pada model JST-1 dan JST-2 dibandingkan kekonsistenannya dalam melakukan pendugaan curah hujan selama satu tahun, yaitu pada tahun 2013, 2012, 2011, 2010, dan 2009. Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7, terlihat bahwa jaringan yang menghasilkan nilai simpangan baku dari RMSEP validasi dan korelasi yang lebih rendah. Selain itu, nilai rata-rata RMSEP validasi yang lebih rendah serta rata-rata korelasi yang lebih tinggi pada model JST-1 yaitu jaringan JST(8,4,1) dan pada JST-2 yaitu jaringan JST(8,3,1). Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah neuron pada lapisan tersembunyi, maka pendugaan curah hujan yang dihasilkan semakin tidak konsisten.
Pada model JST-1, jaringan JST(8,14,1) dan JST(8,15,1) menghasilkan dugaan curah hujan bulanan yang cukup akurat hanya pada tahun 2013. Akan tetapi, kedua jaringan tersebut tidak cukup baik dalam melakukan pendugaan curah hujan tahun 2012, 2011, 2010, maupun 2009. Jaringan JST(8,4,1) mampu melakukan pendugaan curah hujan tahun 2013, 2012, 2011, dan 2009 dengan cukup baik. Akan tetapi, jaringan tersebut menghasilkan nilai RMSEP validasi yang cukup besar serta nilai korelasi validasi yang sangat rendah pada tahun 2010. Selain itu, nilai simpangan baku yang dihasilkan jaringan tersebut masih cukup besar yaitu sebesar 20.958.
0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n ) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 Cura h huja n (m m /bu la n ) Bulan Y aktual Y prediksi
16
Pada model JST-2, jaringan JST(8,3,1) menghasilkan nilai dugaan curah hujan yang cukup baik pada setiap tahun. Akan tetapi, simpangan baku yang dihasilkan masih cukup besar yaitu 15.257. Oleh karena itu, terlihat bahwa jaringan syaraf tiruan bersifat lokal. Suatu jaringan yang dapat melakukan pendugaan dengan baik pada tahun atau data set tertentu, tidak menjamin menghasilkan pendugaan yang baik juga pada data set yang lain. Selain itu, pendugaan curah hujan yang dihasilkan dengan metode JST kurang konsisten dan kurang baik dalam melakukan pendugaan curah hujan untuk jangka panjang.
Tabel 6 Perbandingan nilai akurasi validasi curah hujan bulanan JST-1
JST(8,4,1) JST(8,14,1) JST(8,15,1) RMSEP validasi Korelasi RMSEP validasi Korelasi RMSEP validasi Korelasi 2013 56.59 0.86 44.04 0.91 39.89 0.94 2012 43.27 0.89 490.80 0.53 102.20 0.57 2011 50.33 0.86 172.49 0.44 58.56 0.83 2010 96.84 0.19 202.36 0.42 889.53 0.29 2009 55.93 0.81 114.38 0.58 156.10 0.84 Rata-rata 60.59 0.72 204.81 0.57 249.26 0.69 Simpangan 20.96 0.30 170.93 0.20 360.71 0.26
Tabel 7 Perbandingan nilai akurasi validasi curah hujan bulanan JST-2
JST(8,3,1) JST(8,5,1) JST(8,6,1) RMSEP validasi Korelasi RMSEP validasi Korelasi RMSEP validasi Korelasi 2013 78.267 0.728 78.528 0.680 78.169 0.692 2012 36.242 0.955 49.716 0.835 44.481 0.929 2011 59.590 0.797 47.360 0.849 63.005 0.737 2010 52.874 0.727 1.90E+07 0.161 113.613 0.590 2009 51.209 0.836 66.944 0.755 78.852 0.868 Rata-rata 55.636 0.809 3874568 0.656 75.624 0.763 Simpangan 15.257 0.094 8663663 0.285 25.442 0.136
SIMPULAN
JST sebaran gamma dengan data presipitasi GPCP sebagai peubah penjelas menghasilkan dugaan curah hujan yang lebih baik dibandingkan dengan data presipitasi GPCP-lag. Jumlah neuron pada lapisan tersembunyi lebih berpengaruh terhadap hasil pendugaan dibandingkan dengan jenis fungsi aktivasi yang digunakan. Teknik pemodelan SD dengan JST sebaran gamma
17 menghasilkan dugaan curah hujan yang kurang konsisten. Hasil menunjukan bahwa metode ini cukup baik dalam melakukan pendugaan curah hujan untuk jangka waktu satu tahun. Pada penelitian ini, jaringan yang paling optimal dalam melakukan pendugaan curah hujan tahun 2013 merupakan jaringan JST(8,15,1) pada model JST-1. Jaringan tersebut menghasilkan nilai RMSEP sebesar 39.89 dan nilai korelasi sebesar 0.94.
DAFTAR PUSTAKA
Benestad RE, Chen D, Bauer IH. 2007. Empirical-Statistical Downscaling. Norway (SE) : Norwegian Meteorological Institute.
[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas 1 Dramaga Bogor. 2013. Buletin analisis hujan bulan februari 2013 dan prakiraan hujan bulan April, Mei, dan Juni 2013. [diunduh 2017 Mei 13]. Tersedia pada: http://www.depok.go.id/berkas-unggah/2013/05/Prak-Jabar-Juni-2013-B.pdf.
Buono, A. et al. 2010. A Neural Network Architecture for Statistical Downscaling Technique : A Case Study in Indramayu District. Dipublikasi dalam
International Conference, The Quality Information for Competitive Agricultural Based Production System and Commerce (AFITA). http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41728 [23 Mei 2011].
Djuraidah A. 2008. Penggunaan jaringan syaraf tiruan untuk pendugaan model linear terampat dengan koefisien keragaman konstan. Forum Statistika dan Komputasi. 13(1):7-10.
Heaton J. 2008. Introduction to Neural Networks for Java, 2nd Edition. Chesterfields (UK): Heaton Research, Inc.
Iizumi T, Nishimori M, Dairaku K, Adachi SA, Yokozawal M. 2011. Evaluation and intercomparison of downscaled daily precipitation indices over Japan in present‐day climate: Strengths and weaknesses of dynamical and bias correction‐type statisticaldownscaling methods. Journal of Geophysical Research. 116. doi : 10.1029/2010JD014513.
Kriesel D. 2005. Brief introduction to neural networks. Scalable and Generalized Neural Information Processing Engine [Internet]. [diunduh 2017 Feb 16]. Tersedia pada : http://www.dkriesel.com/en/science/neural_networks. Matignon R. 2005. Neural Network Modeling Using Sas Enterprise Miner.
Bloomington (IN): Authorhouse.
McCullagh P, Nelder JA. 1989. Generalized Linier Models. Ed ke-2. London (UK): Chapman & Hall/CRC.
Permatasari SM. 2017. Statistical downscaling dengan sebaran gamma dan regulasi elastic-net untuk pendugaan curah hujan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Santoso S. 2010. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta(ID) : Gramedia.
Siang JJ. 2005.Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta (ID) : Andi Offset.
18
Soleh AM. 2015. Pemodelan linier sebaran gamma dan pareto terampat dengan regularisasi L1 pada statistical downscaling untuk pendugaan curah hujan bulanan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Vasant PM. 2014. Handbook of Research on Novel Soft Computing Intelligent Algoriths : Theory and Practical Aplications (2 Volumes). United States (US) : IGI Global.
Warsito B, Sumiyati S. 2007. Prediksi curah hujan kota semarang dengan feedforward neural network menggunakan algoritma quasi newton BFGS dan Levenberg-marquardt. Jurnal presipitasi. 3(2): 1907-187X. Wilamowski BM, Irwin JD. 2011. The Industrial Electronics Handbook, Second
Edition-Intelligent Systems. Boca Raton (US) : CRC Press.
Wigena AH. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Persuit untuk Peramalan Curah Hujan. Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wigena AH, Djuraidah A, Sahriman S. 2015. Statistical downscaling dengan pergeseran waktu berdasarkan korelasi silang. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 16(1):19-24.
19 Lampiran 1 Tabulasi data curah hujan dan presipitasi periode 1981-2013
Data presipitasi GPCP No Waktu Y X1 X2 X3 ... X62 X63 X64 1 Jan-81 447.25 7.88 7.30 5.73 ... 2.52 3.64 3.75 2 Feb-81 313.00 10.16 7.63 6.50 ... 3.17 5.74 8.51 3 Mar-81 176.67 8.05 6.74 6.07 ... 0.81 0.69 0.35 4 Apr-81 95.00 14.16 13.39 8.55 ... 0.49 0.03 0.00 5 Mei-81 105.33 10.14 10.16 8.89 ... 1.79 2.25 1.61 6 Jun-81 42.67 3.64 4.16 6.58 ... 1.84 1.41 0.80 7 Jul-81 28.33 4.84 4.29 5.83 ... 0.95 0.87 0.83 8 Agust-81 5.67 0.96 1.15 2.23 ... 0.57 0.48 0.29 9 Sep-81 27.00 8.38 8.54 6.84 ... 0.00 0.05 0.02 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 390 Jun-13 139.50 3.15 3.20 3.56 ... 3.36 3.53 3.04 391 Jul-13 118.00 4.10 6.82 7.98 ... 0.38 0.18 0.07 392 Agust-13 0.00 5.01 3.40 2.79 ... 0.12 0.15 0.14 393 Sep-13 8.00 8.02 8.30 5.13 ... 0.07 0.06 0.04 394 Okt-13 21.67 10.80 9.47 3.76 ... 0.15 0.25 0.23 395 Nop-13 92.00 10.06 9.16 7.55 ... 0.11 0.08 0.11 396 Des-13 345.50 11.51 11.16 10.70 ... 0.18 2.26 4.68 Korelasi 0.39 0.44 0.42 ... 0.31 0.4 0.43 Data presipitasi GPCP-lag
No Waktu Y X1 X2 X3 ... X62 X63 X64 Time -Lag -1 -1 -1 ... 2 1 1 1 Jan-81 447.25 7.88 7.30 5.73 ... 2.52 3.64 3.75 2 Feb-81 313.00 10.16 7.63 6.50 ... 3.17 5.74 8.51 3 Mar-81 176.67 8.05 6.74 6.07 ... 0.81 0.69 0.35 4 Apr-81 95.00 14.16 13.39 8.55 ... 0.49 0.03 0.00 5 Mei-81 105.33 10.14 10.16 8.89 ... 1.79 2.25 1.61 6 Jun-81 42.67 3.64 4.16 6.58 ... 1.84 1.41 0.80 7 Jul-81 28.33 4.84 4.29 5.83 ... 0.95 0.87 0.83 8 Agust-81 5.67 0.96 1.15 2.23 ... 0.57 0.48 0.29 9 Sep-81 27.00 8.38 8.54 6.84 ... 0.00 0.05 0.02 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 389 Mei-13 110.00 6.09 7.30 6.09 ... 1.99 2.68 3.09 390 Jun-13 139.50 3.15 3.20 3.56 ... 3.36 3.53 3.04 391 Jul-13 118.00 4.10 6.82 7.98 ... 0.38 0.18 0.07 392 Agust-13 0.00 5.01 3.40 2.79 ... 0.12 0.15 0.14 393 Sep-13 8.00 8.02 8.30 5.13 ... 0.07 0.06 0.04 394 Okt-13 21.67 10.80 9.47 3.76 ... 0.15 0.25 0.23 395 Nop-13 92.00 10.06 9.16 7.55 ... 0.11 0.08 0.11 396 Des-13 345.50 11.51 11.16 10.70 ... 0.18 2.26 4.68 Korelasi 0.54 0.54 0.56 ... 0.44 0.44 0.47
20
Lampiran 2 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan model JST-1( : Y aktual, : Y dugaan) Tahun 2012 JST(8,4,1) JST(8,14,1) JST(8,15,1) Tahun 2011 JST(8,4,1) JST(8,14,1) JST(8,15,1) 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 500 1000 1500 2000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan
21 Lampiran 2 Lanjutan Tahun 2010 JST(8,4,1) JST(8,14,1) JST(8,15,1) Tahun 2009 JST(8,4,1) JST(8,14,1) JST(8,15,1) 0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 200 400 600 800 1000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 1000 2000 3000 4000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan
22
Lampiran 3 Plot antara nilai aktual dan nilai dugaan curah hujan bulanan model JST-2( : Y aktual, : Y dugaan) Tahun 2012 JST(8,3,1) JST(8,5,1) JST(8,6,1) Tahun 2011 JST(8,3,1) JST(8,5,1) JST(8,6,1) 0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan
23 Lampiran 3 Lanjutan Tahun 2010 JST(8,3,1) JST(8,5,1) JST(8,6,1) Tahun 2009 JST(8,3,1) JST(8,5,1) JST(8,6,1) 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 20000000 40000000 60000000 80000000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /b u la n ) Bulan 0 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan 0 20000000 40000000 60000000 80000000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan
24
Lampiran 4 Perbandingan data presipitasi GPCP dan data presipitasi GPCP-lag dengan model JST-2
Perbandingan nilai akurasi pemodelan pada model JST-2
RMSEP Pemodelan Korelasi Pemodelan GPCP GPCP-lag GPCP GPCP-lag Rata-rata 50.975 47.649 0.876 0.914 Simpangan 8.813 14.783 0.048 0.063
Perbandingan nilai akurasi validasi pada model JST-2
RMSEP Validasi Korelasi Validasi
GPCP GPCP-lag GPCP GPCP-lag
Rata-rata 3874627.259 19277184.264 0.501 0.569 Simpangan 8020956.411 17198561.871 0.264 0.199
Plot nilai akurasi pemodelan model JST-2( : GPCP. : GPCP-lag)
Plot nilai akurasi validasi model JST-2 ( : GPCP. : GPCP-lag)
0 20 40 60 80 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 RM SE P P em o dela n
Neuron Lapisan Tersembunyi
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 K o re la si
Neuron Lapisan Tersembunyi
0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 RM SE P Va lid a si
Neuron Lapisan Tersembunyi
-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 K o re la si
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 06 Februari 1996 dari pasangan Didi dan Erat. Penulis merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Penulis lulus dari SDN Sukajaya Sumedang tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 272 Jakarta dan lulus tahun 2010. Pada tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMAN 53 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SBMPTN. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dengan mayor Statistika. Matematika Keuangan dan Aktuaria merupakan program minor yang dipilih penulis untuk melengkapi program mayornya.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam Himpunan Profesi Mahasiwa Statistika Gamma Sigma Beta (GSB) tahun 2014-2015 sebagai staff Departemen Kesekretariatan dan tahun 2015-2016 sebagai sekretaris Departemen Analisis Data. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya Divisi Tim Khusus dalam kepanitiaan ISCO 2015 dan Divisi Tim LO dalam kepanitiaan Kompetisi Statistika Junior 2015. Pengalaman bekerja penulis selama perkuliahan ialah praktik lapang di AllMakes 2016. Prestasi yang pernah diraih penulis selama perkuliahan yaitu Juara 1 Kompetisi Statistika Nasional (KSN) pada acara Statistika Ria 11 yang diadakan tahun 2016.