• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF

MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.

(dok/antara)

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menganggap program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang bertajuk Coral Reef Rehabilitation and Management

Program (COREMAP) tidak efektif. Padahal, dana program itu berasal dari utang yang membebani rakyat.

“Pada periode 2004-2011, total anggaran COREMAP mencapai lebih dari Rp1,3 triliun, di antaranya berupa utang luar negeri dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Dalam pelaksanaannya, program konservasi terumbu karang ini justru berjalan tidak efektif atau gagal dan rawan kebocoran dana,” kata Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Kiara, Jumat (3/5), di Jakarta.

Ketidakefektifan dan kegagalan itu didasarkan pada laporan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai hasil pelaksanaan COREMAP selama ini.

Dalam laporan itu setidaknya ada enam catatan, di antaranya desain dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan terumbu karang yang dilakukan COREMAP belum seluruhnya sesuai dengan desain yang benar-benar dibutuhkan masyarakat pesisir. Desain dan pelaksanaan kegiatan itu termasuk mata pencarian alternatif, dana bergulir, serta pembangunan dan pemanfaatan prasarana sosial.

(2)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum

Kondisi biofisik yang meliputi terumbu karang dan tutupan karang hidup yang dibandingkan dengan kondisi setelah program/End of Program (EoP) tidak mengalami perubahan signifikan. Bahkan, kondisinya cenderung menurun dibandingkan kondisi awal. Pelaksanaan COREMAP pada beberapa kabupaten juga tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kelestarian terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah pelaksanaan COREMAP.

Sementara itu, pengelolaan dana bergulir tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya. Di sisi lain, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan atas penggunaan dan pelaporan dana berguliri tidak dapat dipakai sebagai ukuran atas pencapaian program itu, dan penggunaan serta pelaporan dana bergulir tidak efektif dan tidak optimal.

“Kiara pada Tahun 2009 juga mendapati fakta di Kabupaten Wakatobi bahwa program konservasi terumbu karang itu membatasi akses nelayan tradisional, dan mengabaikan kearifan lokal dalam mengelola serta memanfaatkan sumber daya laut,” kata Abdul Halim.

Menurutnya, sejak perencanaannya masyarakat nelayan tidak dilibatkan dalam menentukan bentuk pengelolaan konservasi wilayah pesisir. Ironisnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) malah ingin melanjutkan proyek COREMAP ke-3 periode 2014-2019 dengan kembali menambah utang konservasi baru sebesar US$ 80 juta dari Bank Dunia dan ADB.

Oleh karena itu, Sabtu (4/5), Kiara melayangkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam surat itu mereka mendesak presiden menghentikan program konservasi berbasis utang yang merugikan keuangan negara, tidak tepat sasaran, didapati banyak manipulasi pelaksanaan program, dan pelanggaran lain yang terdapat pada laporan BPK. Desakan itu dilakukan karena COREMAP tahap III akan dilakukan pada 2013 ini.

Tutupan Karang

Dalam halaman situs coremap.or.id dijelaskan, program COREMAP merupakan singkatan dari Coral Reef Rehabilitation and Management Program, atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang.

(3)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum

Kegiatan ini merupakan program jangka panjang yang diprakarsai pemerintah Indonesia dengan tujuan melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia. Program ini diharapkan akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.

Ada tiga tahapan dalam program COREMAP di Indonesia, selama 15 tahun, mulai dari 1998. Tahap I adalah tahap Inisiasi yang dilakukan pada 1998-2004. Tahap I ini akan dilakukan kegiatan menetapkan landasan kerangka kerja sistem nasional terumbu karang. Tahap II merupakan tahap desentralisasi dan akselerasi pada 2004-2009. Tahap II itu untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas. Tahap III yaitu pelembagaan dilakukan pada 2010-2015.

Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad menyatakan, kelanjutan program COREMAP tidak terlepas dari penilaian tim independen, termasuk Bank Dunia, yang menunjukkan pengelolaan terumbu karang melalui program COREMAP itu dinilai sangat baik.

Sudirman menegaskan, penilaian itu juga tidak terlepas dari acuan monitoring yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Secara umum indikator biofisik yang dicapai program COREMAP yang telah mencapai tahap kedua meningkat.

Penilaian ini sesuai data Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Terinci BPK 2012 sejalan dengan data CRITC LIPI yang menyatakan, terjadi peningkatan tutupan karang hidup sebesar 71 persen, sedangkan di Daerah Perlindungan Laut (DPL) terjadi peningkatan 57 persen. Untuk populasi ikan karang, rata-rata meningkat 3 persen di setiap lokasi.

Sumber : Sinar Harapan, 06 Mei 2013

Catatan:

COREMAP pada awalnya direncanakan untuk 15 tahun, yang terdiri dari tiga tahap, yang berturut-turut mempunyai tujuan sebagai berikut:

• Tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2001): untuk menetapkan landasan kerangka kerja sistem nasional terumbu karang;

• Tahap II, Tahap Akselerasi (2001 – 2007): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas;

(4)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum

• Tahap III, Tahap Pelembagaan (2007 – 2013): untuk menetapkan sistem pengelolaan terumbu karang yang andal dan operasional, dengan pelaksanaan terdesentralisasi, dan telah melembaga.

Setelah COREMAP dimulai kemudian terjadi perubahan besar dalam tata pemerintahan di Indonesia, dimana pemerintahan yang sebelumnya mempunyai kewenangan yang sangat sentralistik menjadi desentralisasi. Sebagai akibatnya, implementasi program juga harus disesuaikan, dengan perubahan pentahapan sebagai berikut:

- Tahap I, Tahap Inisiasi (1998 – 2004);

- Tahap II , Tahap Desentralisasi dan Akselerasi (2004 – 2009) - Tahap III, Tahap Pelembagaan (2010 – 2015).

Visi Program

Apa yang diharapkan setelah program ini berakhir:

• Kekayaan terumbu karang dan ekosistem terkait dapat dilestarikan;

• Masyarakat pesisir mencapai keseimbangan antara lingkungan hidup dan kesejahteraan mereka;

• Masyarakat pesisir telah berdaya untuk melindungi sendiri lingkungan mereka; • Masyarakat pesisir tidak lagi terasing dari pembangunan;

• Kesadaran dan perilaku masyarakat semakin baik terhadap terumbu karang;

• Orang luar dapat menghargai apa yang telah dilakukan masyarakat untuk melindungi terumbu karang;

• Terciptanya pendekatan kerjasama dan partisipasi antara masyarakat, LSM, dan Pemerintah, untuk mencapai tujuan bersama;

• Perilaku destruktif (seperti pemboman) telah merupakan masa lalu;

• Nelayan telah dapat memanen ikan tak jauh dari pantai, tak perlu lagi berlayar jauh untuk itu;

• Anak-anak dapat bermain di pantai yang indah. Pendanaan

COREMAP didanai oleh Pemerintah Indonesia dengan mendapat dukungan dari beberapa donor yakni: World Bank, Asia Development Bank, dan AusAID (Australia

Agency for International Development). Yang terakhir ini terlibat hanya dalam

COREMAP Tahap I saja.

Lembaga Pelaksana (Executing Agency) untuk COREMAP Tahap I adalah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Dengan didirikannya departemen baru Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 1999, Lembaga Pelaksana untuk COREMAP Tahap II dialihkan ke departemen yang baru ini. Meskipun demikian, LIPI tetap merupakan bagian dari Program ini, yang kegiatannya lebih difokuskan pada bidang Informasi Ilmiah dan Pelatihan (CRITC) serta pendidikan.Dalam implementasi program, Lembaga Pelaksana bekerjasama erat dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait, baik di Pusat maupun di Daerah. Kerjasama dengan LSM dan masyarakat lokal juga dikembangkan.

Sejarah

• Ide awal yang mencetuskan gagasan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang bermula dari keprihatinan para peneliti kelautan Indonesia akan nasib terumbu karang yang kondisinya makin memburuk

(5)

Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum

• Pada tahun 1980-an Indonesia ikut terlibat dalam Program ASEAN-Australia,

Living Coastal Resources, untuk memantau dan mengevaluasi sumberdaya laut di

Asia Tenggara.

• Survei pendahuluan yang dilakukan oleh para peneliti Indonesia tahun 1984 mencuatkan fakta yang sangat mengkhawatirkan, yang menunjukkan kondisi terumbu karang di Indonesia yang dalam keadaan baik tinggal sekitar 5 %, lumayan 29 %, buruk 25 %, dan sangat buruk 40 %.

• Temuan ini mengejutkan banyak orang termasuk para pengambil keputusan di negeri ini, yang kemudian menimbulkan kesadaran akan perlunya diambil tindakan-tindakan untuk melindungi dan melestarikan ekositem yang sangat berharga ini. • Dengan dorongan kuat dari Badan Perancang Pembangunan Nasional

(BAPPENAS), penelitian-penelitian terumbu karang mulai ditingkatkan dengan melibatkan 10 universitas dari berbagai propinsi di Indonesia, yang kemudian hari membentuk simpul-simpul yang menuju ke pembangunan jejaring informasi terumbu karang yang merupakan cikal bakal bagi dikembangkannya CRITC (Coral

Reef Information and Training Centre).

• Telah disadari bahwa untuk melindungi dan mengelola terumbu karang diperlukan biaya tidak sedikit, dan karenanya perlu ada upaya untuk mencari sumber-sumber pendanaan.

Panitia Persiapan ditetapkan tahun 1994, dan konsep awal COREMAP (Coral Reef

Rehabilitation and Management Program) kemudian dirumuskan. Ternyata konsep

ini mendapat tanggapan yang sangat positif dari berbagai lembaga internasional, bahkan kesediaan untuk ikut berpartsipasi.

• Tanggal 1 September 1998, COREMAP kemudian secara resmi diluncurkan.

i

Dana bergulir adalah dana yang dialokasikan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Badan Layanan Umum untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha lainnya yang berada di bawah pembinaan Kementerian Negara/Lembaga. (Permenkeu Nomor 218/PMK.5/2009)

Referensi

Dokumen terkait

Pada operasi lain, dokter cenderung tidak melakukan marking pra bedah dikarenakan lesi dapat dilihat kasat mata, contohnya tindakan ortopedi seperti ORIF tidak

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Kualitas Kehidupan Kerja ( Quality of Work Life ) dan

261 SANGGAR TARI DHARMA CADU JAYA PUTU ADI KRISTYANI DESA TUKADMUNGGA PURA,T.UMUM 0362 41348 AKTIF. 262 SANGGAR TARI SANTHI BUDAYA I GUSTI

bahwa tegangan yang dihasilkan oleh modul monitor radiasi telah mendekati nilai maksimal tegangan input ADC dan pada saat tegangan 1000 tersebut, posisi robot berhenti

1 في" ةدام نع ةيبرعلا ةغللا ملعت جئاتن ةيقرت في سرهفلا ةقاطب ةقباطم ملعتلا ةيجيتاترسا قيبطت جناديرس ليد نياثلا ةيمسوحكا ةطسستمتا ةسسدرمتبا نياثلا

 Trigger SQL adalah pernyataan SQL atau satu set pernyataan SQL yang disimpan dalam database dan harus diaktifkan atau dijalankan ketika suatu event terjadi pada suatu

Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) Tahun 2014 mempunyai kedudukan yang strategis dalam penyelenggaraan pemerintah Aceh, hal ini disebabkan karena RKPA; 1) merupakan

Data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung selama penelitian meliputi konstruksi jaring (Lampiran 1), jenis spesies ikan hasil tangkapan utama dan