• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIGA KONSEP PENTING: VARIASI, PENGOLAHAN DAN KAIT-MENGAIT Variasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIGA KONSEP PENTING: VARIASI, PENGOLAHAN DAN KAIT-MENGAIT Variasi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TIGA KONSEP PENTING:

VARIASI, PENGOLAHAN

DAN KAIT-MENGAIT

Pada bab ini, kita akan membahas tiga konsep teknis yang penting dalam musik Indonesia. Ketiga konsep ini sering ditemukan dalam permainan alat gong, sekalipun tidak terbatas pada alat gong ataupun pada ensambel yang melibatkan gong saja. Konsep yang pertama adalah “variasi”. Variasi sudah umum ditemukan, bukan hanya di Indonesia melainkan juga dalam kebanyakan musik di dunia. Konsep kedua adalah “pengolahan lagu”. Pengolahan lagu sudah umum dalam musik Jawa, Sunda, dan Bali—baik musik untuk gong maupun musik untuk alat lain. Konsep yang ketiga adalah “kait-mengait.” Konsep ini banyak ditemukan dari wilayah Sumatera sampai Nusa Tenggara Timur. (Sejauh ini, kami belum menemukan teknik kait-mengait dalam musik di Sulawesi, Maluku, atau Papua, kecuali dalam ensambel rebana. Jika kelak ada siswa atau guru yang bisa menun-jukkan contoh kait-mengait dari daerah-daerah itu, silahkan memberi-tahukan kepada kami!) Sebagaimana variasi dan pengolahan lagu, teknik kait-mengait banyak terdapat dalam berbagai ensambel, bukan hanya dalam ensambel yang melibatkan gong.

6.1. Variasi

“Variasi” dalam musik biasanya berarti perubahan atas sesuatu yang pernah disajikan sebelumnya. Misalnya, kalau suatu lagu dimainkan, kemudian diulangi lagi dengan hiasan atau ornamentasi atau unsur-unsur lain yang tidak terdengar pada versi sebelumnya, maka versi kedua akan kita sebut sebagai variasi dari versi pertama.

(2)

Variasi adalah prinsip yang terjadi dalam banyak jenis musik di seluruh dunia. Kalau satu lagu atau satu pola ritme diulangi, ulang-annya sering mengandung variasi. Dalam beberapa musik di dunia, versi yang pertama kali dimainkan merupakan versi dasar atau baku, sedangkan versi-versi berikut merupakan variasi atas versi dasar itu. Seringkali terjadi, versi dasar lebih polos daripada variasinya.1

Akan tetapi, dalam musik Indonesia, belum tentu versi yang per-tama didengar itu merupakan versi dasar. Bahkan seringkali tidak ada satu versi yang bisa dikatakan dasar atau baku. Versi yang dimainkan pertama kali hanya salah satu dari beberapa versi. Pada kesempatan lain mungkin pemainnya akan mulai dengan versi lain. Lalu disam-bung dengan variasi, tetapi bukanlah variasi atas versi dasar. Variasi yang digunakan adalah versi alternatif dengan menambahkan unsur-unsur lain. Pokoknya, versi yang pertama kali dimainkan bisa dianggap sebagai versi pertama (bukan versi dasar). Versi yang berikutnya adalah versi atau variasi kedua, ketiga, dan seterusnya, dalam pertunjukan itu.

Sebagai contoh, perhatikanlah rekaman dan transkripsi dari lagu “Gamal Muda” dalam repertoar begandang dari masyarakat Jalai di Kalimantan Barat. (Lihat hal. 62-64.)

Dalam contoh itu kita mendengar melodi rangkaian gong (di Jalai disebut kelinang) dan ritme-ritme dari beberapa gong penggiat ritme. Semuanya bervariasi terus. Dalam transkripsi tercantum melodi kelinang dalam versi pertama, kedua, ketiga, dan permulaan dari versi keempat, bersama dengan gong-gong penggiat ritme sekaligus. (Permulaan keempat versi kelinang ditandai dengan hruf a, b, c, dan d.) Coba dengarkan dan baca, lalu perhatikanlah perbedaan antara versi-versinya!

Dalam musik Indonesia seringkali terdapat satu melodi namun dibawakan oleh beberapa alat, atau suara, kalau nyanyian. (Yang 1 Pada musik klasik Barat, istilah variasi bisa dipakai untuk segala macam perubahan atas

sesuatu yang pernah disajikan sebelumnya.” Namun dalam konteks tertentu ada perbedaan antara variasi dan varian. Kalau dibedakan, variasi berarti perubahan yang substantif, sedangkan varian berarti perubahan yang bersifat lebih insidental, setingkat hiasan atau ornamentasi. Misalnya, versi-versi yang terdapat pada Gamal Muda dari Jalai (lihat contoh pada bab 5) pada alat kelinang, babandih, dan sebagainya, akan dianggap varian. Dalam konteks itu, variasi dikhususkan untuk perubahan yang sangat kontrastif. Misalnya, ada suatu bentuk komposisi dalam musik klasik Barat yang disebut tema dan variasi. Satu tema yang cukup sederhana dimainkan, kemudian diberi beberapa variasi. Andaikata tema itu dimainkan dengan metrum 2/ 4, barangkali dalam satu variasi dimainkan dengan metrum 3/4. Andaikata tema dalam tangga nada mayor, barangkali satu variasi akan memakai tangga nada minor. Andaikata tema dimainkan dengan gaya polos, barangkali satu variasi akan sangat rumit dan bombastis. Akan tetapi, bentuk komposisi tema dan variasi belum dikenal dalam musik Indonesia. Jadi, dalam buku ini, istilah variasi akan digunakan tanpa membedakannya dengan varian.

(3)

dimaksudkan di sini adalah melodi yang dibawakan secara utuh oleh beberapa pemain atau penyanyi sekaligus, bukan “dibangun” oleh beberapa pemain secara kait-mengait.) Setiap pemain atau penyanyi tersebut bisa saja membawakan variasi sendiri-sendiri, sehingga ada beberapa variasi yang berjalan bersamaan.

6.2. Pengolahan Lagu

Pada bab sebelumnya, disebutkan bahwa salah satu peran gong adalah sebagai “pengolahan lagu”. Apakah yang dimaksud dengan “pengolah-an”? Pada bab 5 sudah diberikan satu definisi tentang pengolahan. Pengolahan adalah beberapa macam pengembangan atau elaborasi yang dimainkan atas suatu lagu dasar atau pokok.

Berbeda dengan variasi, dalam pengolahan memang ada konsep dasar dan konsep pengembangan. Yang dasar bisa berupa lagu “yang mengalir atau meliuk ke sana-sini” (meminjam istilah dari bab 5, bagian 5.2.2,) atau berupa suatu kerangka (pokok, balungan) atau penyeder-hanaan dari lagu itu.

Ada beberapa macam pengertian mengenai pengolahan, dan juga beberapa teknik untuk melakukannya.

6.2.1. Pengolahan Mekanis

Kita akan mulai dengan contoh teknik pengolahan sederhana, dengan contoh musik yang diambil dari karawitan Jawa. (Semua notasi ini menggunakan notasi Kepatihan; lihat hal 57.) Dalam karawitan Jawa, ada beberapa pola tabuhan yang menggunakan teknik pengolahan sederhana. Kami akan sebutkan teknik ini sebagai pengolahan mekanis. Ada teknik pengolahan yang dekat sekali dengan patokan (versi dasar) atau pokoknya. Misalnya, kalau dalam patokan setiap nada dimainkan satu kali dalam irama agak lambat, maka satu cara pengo-lahan yang kita anggap “dekat sekali” adalah bila setiap nada yang ada dalam versi dasar itu digandakan atau dimainkan dua kali dalam irama yang lebih cepat:

Pokok 3 5 3 2

Pengolahan 3 3 5 5 3 3 2 2

Contoh lain: setiap nada dalam versi dasar diselingi dengan sebuah nada tertentu. Misalnya, kalau patokannya adalah 3 5 3 2, maka nada-nada itu bisa diselingi nada-nada 1, dan pengolahannya menjadi 1 3 1 5 1 3 1 2.

VIDEO CD VCD 2, track 37

(4)

Pokok 3 5 3 2 Pengolahan 1 3 1 5 1 3 1 2

Bagaimana dengan pengolahan yang dimainkan peking (juga dise-but saron penerus) berikut ini? Dua nada pokok (dimainkan pada saron) digabungkan menjadi basis dalam pengolahan. Dua nada pertama, nada 2 dan 3, masing-masing digandakan, lalu diselang-selingi. Dua nada berikut, 5 dan 6, juga diperlakukan sama:

[Saron] 2 3 5 6

[Peking] 2 2 3 3 2 2 3 3 5 5 6 6 5 5 6 6

Apa yang terjadi berikut ini? Sekali lagi, basis pengolahannya ada-lah dua nada pertama dan dua nada berikutnya dari pokok. Namun pola pengolahannya berbeda dengan pola yang dipakai peking tadi. Pola di sini adalah salah satu pola yang khas untuk bonang dalam gamelan Jawa. Sementara itu, pola yang dibicarakan sebelumnya adalah salah satu pola yang khas untuk peking.

[Saron] 2 3 2 1

[Bonang] 2 3 2 - 2 3 2 3 2 1 2 – 2 1 2 1

VIDEO CD VIDEO CD

VIDEO CD

Gbr. 6.1: Saron dan peking (paling depan), gamelan Jawa Tengah

Gbr. 6.2: Bonang (paling depan), gamelan Jawa Tengah

VCD 2, track 38 saron dan slenthem

VCD 2, track 39 saron dan saron penerus

VCD 2, track 40 saron dan bonang

(5)

Pengolahan semacam inilah yang disebut sebagai pengolahan meka-nis, karena pemain tidak memiliki pilihan bebas. Artinya, kalau tahu pokok dan teknik atau pola pengolahan yang akan dipakai, kita akan langsung tahu apa yang akan dimainkan.

6.2.2. Pengolahan Pilihan

6.2.2.a. Jawa: cengkok

Selain itu, ada teknik-teknik pengolahan yang lebih bebas. Teknik itu disebut pengolahan pilihan. Hal ini sangat berbeda dari pola pengolahan yang telah disebutkan sebelumnya.

Satu contoh dari pengolahan pilihan adalah melodi atau frasa pen-dek yang disebut cengkok dalam karawitan Jawa. Sebagaimana dengan pengolahan lain, cengkok biasanya dimainkan lebih cepat daripada melodi pokok atau patokannya. (Inilah satu ciri dari pengolahan, yang seolah mengembangkan atau mengelaborasi melodi pokok—yang ber-main lebih lambat.) Dalam contoh di bawah, cengkok berjalan empat kali lebih cepat dari patokannya, berarti ada empat nada atau ketukan gender berbanding satu nada atau ketukan saron.

Sebuah cengkok mengolah satu motif atau satuan dalam lagu pokok atau patokan. Dalam contoh, cengkok gender mengolah motif 2 3 2 1. Salah satu syarat cengkok adalah: pada satu (atau beberapa) titik tertentu dalam perjalanannya, cengkok harus bertemu dengan nada melodi pokoknya. Bertemu di sini berarti cengkok harus menyuarakan nada yang sama (atau nada lain yang dianggap cocok) dengan nada yang terdengar pada melodi pokok pada saat yang sama. Biasanya cengkok dan motif yang diolah bertemu pada nada terakhir. Seringkali juga cengkok dan motif bertemu pada titik-titik tertentu sebelum titik terakhir. Dalam contoh di bawah, cengkok bertemu dengan melodi pokok pada nada 3 dan 1. Dengan kata lain, kita bisa mengatakan bahwa kedua nada dalam melodi pokok itu, terutama yang terakhir (nada 1), merupakan tujuan dari cengkoknya.

Cengkok bisa dianggap sebagai sebuah komposisi pendek. Seorang pemain yang berpengalaman biasanya hafal di luar kepala beberapa cengkok yang cocok untuk setiap motif yang perlu diolah. Dia akan memilih cengkok mana yang akan dimainkan, berdasarkan beberapa pertimbangan.

(6)

VIDEO CD

.

. . . . .

Gbr. 6.3: Gender (paling depan), gamelan Jawa Tengah

VCD 2, track 41 cengkok gender— saron dan gender Di bawah ini adalah satu contoh cengkok gender

[Saron] 2 3 2 1

[Gender]

Kanan 5 6 5 - 5 6 5 3 6 5 6 3 6 5 6 1 Kiri - - 6 1 2 - 2 - 6 5 3 - 6 1 2 1

Cengkok tersebut hanyalah salah satu pilihan dari puluhan ceng-kok alternatif yang ada untuk motif poceng-kok 2-3-2-1. Banyak alasan yang bisa mempengaruhi si pemain gender saat memilih cengkok mana yang akan dimainkan. Suatu pilihan bisa bergantung pada konteks melodi sebelum dan sesudah 2-3-2-1 itu. Pilihan juga bisa bergantung pada laras (tangga nada) dan pathet (modus atau karakter tangga nada) yang berlaku dalam gendhing (komposisi) yang sedang dimainkan. Pilihan cengkok juga bisa bergantung pada fungsi dan kegunaan gendhing yang sedang dimainkan. Selain itu, pilihan juga bisa bergantung pada konteks lingkungan, waktu, dan tempat; atau bisa pula bergantung pada selera pribadi dan latar belakang pemusiknya.

Dalam gamelan Jawa terdapat beberapa alat yang akan mengolah satu melodi pokok atau patokan secara bersamaan, masing-masing dengan gaya sendiri. Di antara-nya, beberapa alat digunakan un-tuk melakukan pengolahan meka-nis (peking, bonang, dan bonang penerus). Beberapa alat lain lagi digunakan untuk melakukan pe-ngolahan pilihan dengan memba-wakan cengkok (misalnya rebab, gambang, gender, gender penerus, siter atau celempung, pesindhen.) Dalam konteks tertentu, kedua bonang bisa juga melakukan pengolahan pilihan, yang sejenis dengan cengkok. (Lihat keterangan selanjutnya mengenai bonang imbal.)

6.2.2.b. Bali

Pada gamelan gong di Bali ada model pengolahan yang agak berbeda. Ada dua jenis pengolahan pilihan yang perlu disebutkan di sini:

(7)

Gbr. 6.4: Ugal, alat bilahan, Bali

a.

Hiasan

Lagu pokok umumnya dimainkan dengan irama tetap atau ajeg, tanpa variasi ritmis. Namun ada alat lain—biasanya ugal atau trompong— yang menghiasi lagu pokok itu dengan nada-nada tam-bahan atau dengan perutam-bahan ritmis. Umumnya melodi yang dihias itu “bertemu” dengan setiap nada dalam lagu pokok. Hiasan-hiasan ini boleh dipilih oleh pemain dari hiasan-hiasan yang umum atau biasa sesuai dengan seleranya sendiri.

Terkadang pemain mendapat ilham untuk menciptakan hiasan baru sambil tetap bermain. Akan tetapi kebebasannya sangat terbatas. Hiasannya tidak boleh terlalu jauh dari yang biasa agar pemain-pemain lain tidak bingung dan merasa terganggu.

MELODI UGAL (menghiasi lagu pokok)

T : kentong G : gong

ding dong dèng dung dang (notasi Bali)

1 2 3 5 6 (not angka Bali)

mi fa sol si do (prakiraan/tidak persis sama

dengan solmisasi Barat

VCD 2, Track 2 Melodi Ugal, Bali

(8)

b.

Pengolahan tersusun (bahasa Inggris: fixed)

Pengolahan tersusun berupa melodi pengolahan yang sudah ditetapkan sebelum pertunjukan dan tidak boleh diubah seketika oleh pemainnya. Pengolahan tersusun sering menyerupai komposisi—bukan bersifat pi-lihan atau hiasan, dan juga bukan bersifat mekanis (karena tidak bisa diramalkan dari lagu dasarnya). Di Bali, pengolahan semacam ini diberi sebutan tertentu, bergantung pada alat yang memainkannya. Kalau dimainkan pada alat bilahan, pengolahan tersusun ini disebut kotekan. Kalau dimainkan pada reyong (rangkaian gong), disebut antara lain ubit-ubitan. Kedua istilah ini menamakan suatu cara permainan dengan dua suara yang kait-mengait atau saling mengisi (bahasa Inggris: interlocking). Sebagian nada dimainkan oleh satu pemain. Sisanya dimainkan oleh pemain yang satu lagi. (Pada reyong, dengan empat pemain, kedua suara ini dimainkan masing-masing oleh dua pemain. Yang satu bermain pada oktaf bawah, dan yang satu lagi bermain pada oktaf atas.) Agar bisa dimainkan secara kompak, kotekan dan ubit-ubitan harus ditetapkan sebelum pertunjukan dan harus dilatih terus menerus pada masa latihan (berminggu-minggu, bahkan kadang-kadang berbulan-bulan).

Kotekan dan ubit-ubitan merupakan pengolahan (bukan melodi lepas) karena tetap terikat pada lagu pokok. Biasanya bertemu dengan atau menuju setiap nada pokok (atau nada yang dianggap akord de-ngan nada pokok) atau setiap dua nada pokok. Kotekan/ubit-ubitan tetap tidak boleh lepas menuju nada sembarangan.

Kita akan membahas tentang kotekan dan ubit-ubitan lebih lanjut dalam bagian berikut.

6.3. Kait-mengait (interlocking)

Kait-mengait merupakan teknik yang lazim ditemukan pada banyak musik di Indonesia. Pada dasarnya, kait-mengait itu adalah:

• teknik di mana dua orang (atau lebih), memainkan pola ritme yang berbeda;

• menggunakan alat-alat musik sejenis, atau satu alat yang di-mainkan beberapa orang sekaligus;

• untuk menghasilkan suatu kesatuan yang lebih ramai daripada yang mampu dimainkan oleh seorang pemain.

Sekalipun teknik kait-mengait sering dipakai dalam ensambel yang melibatkan gong, namun ensambel lain, seperti ensambel rebana, atau

(9)

ensambel dengan angklung juga kerap menggunakan teknik tersebut. Teknik kait-mengait sangat cocok untuk alat musik yang hanya meng-hasilkan satu nada seperti gong, rebana, angklung, bambu yang dipu-kul, atau bambu ditiup (kalau tanpa lubang jari, sehingga nadanya tunggal). Jadi, bila ada beberapa alat musik bernada tunggal dimainkan bersama-sama, maka sering digunakan teknik

kait-mengait.

Teknik kait-mengait tidak terbatas pada alat yang menghasilkan satu nada saja. Teknik

itu bisa juga dilakukan pada bilahan logam, kayu, atau bambu. Pada musik gambang dari masyarakat Petalangan di Riau, misalnya, dua orang pemain saling berhadapan memainkan satu rangkaian bilahan kayu. Pemain pertama memainkan pola tetap tanpa variasi penting. Pola ini disebut dengan penyelalu (dari kata selalu, artinya tetap). Pemain kedua memainkan pola yang lebih bebas dan variatif, yang disebut peningkah.

Jenis teknik kait-mengait di Indonesia bisa dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu: “ketat” dan “longgar.” Kami sebut ketat, karena sudah disusun atau ditetapkan

sebelum dimainkan, dan tidak bisa menerima variasi atau perubahan. Dengan demikian, setiap pemain yang ikut kait-mengait harus memainkan nada-nada yang sudah ditentukan. Kalau menyimpang atau memainkan nada-nada lain, hal ini akan mengganggu kekompakan, dan membuat konsentrasi pemain buyar. Sebaliknya, teknik kait-mengait longgar tetap bisa bertahan kalau ada variasi atau improvisasi.

6.3.1. Kait-mengait Longgar

Dalam teknik kait-mengait longgar, biasanya tidak semua pemain membawakan variasi. Mungkin hanya satu pemain saja yang bebas melakukan variasi. Yang lainnya bermain tanpa variasi. Permainan alat gambang, dari masyarakat Petalangan, merupakan satu contoh: pemain penyelalu tidak berubah, sedangkan pemain peningkah bebas melakukan variasi.

Contoh lain dari gaya kait-mengait longgar adalah talempong pacik Minangkabau dari Sumatera Barat. Pada umumnya, musik ensambel talempong pacik terdiri dari ostinato sebagai fokus utama (lihat 5.2.1.c). Model yang umum terdiri dari tiga pemain. Masing-masing menggeng-gam satu atau dua gong kecil. Dua dari ketiga pemain membawakan pola tetap tanpa variasi. Sementara itu, pemain ketiga lebih bebas

VIDEO CD VCD 2, Track 3, 5, 6

VCD 2, Track 4 Gambang, masyarakat Petalangan, Riau.

(10)

VIDEO CD

melakukan variasi, meskipun tidak boleh berbeda terlalu jauh dari pola dasarnya. Lihat notasi berikut:

Talempong Pacik: (anak)—tetap (mat) 5 5 5 5 5 (panyaua)—tetap 2 2 2 2 4 4 4 (paningkah)—variasi 1 1 1 3 3 3 3 3 ====================================== (paningkah)—variasi 2 1 1 3 3 3 3 (paningkah)—variasi 3 1 1 3 3 3 3 (paningkah)—variasi 4 1 3 3 3 3 3 3 (paningkah)—variasi 5 1 3 3 3 3 3

Keterangan untuk not:

1 2 3 4 5

do re mi fa sol (prakiraan/tidak persis sama dengan solmisasi Barat)

VCD 2, Track 7 Talempong Pacik, Minangkabau – Sumatera Barat.

(11)

Banyak contoh kait-mengait longgar lain di Indonesia. Ensambel gong di Sumba, Flores, dan Timor pada umumnya menggunakan pola ini.

6.3.2. Kait-mengait Ketat

a.

Imbal

Untuk kait-mengait ketat, kita mulai dengan sebuah teknik yang dipakai pada musik gamelan Jawa dan Sunda, disebut imbal. Imbal mengambil serangkaian nada lalu membagi rata nada-nada tersebut pada kedua alat yang ikut dalam kait-mengait. Pola pembagiannya sederhana: semua nada yang jatuh bersamaan dengan mat atau ketukan utama dimainkan pada alat A. Semua yang jatuh di antara mat utama di-mainkan pada alat B. (Dalam bahasa Inggris, yang jatuh pada mat disebut on the beat, sedangkan yang jatuh di antara mat disebut off the beat.) Di bawah ini ada dua contoh dari Jawa.

Yang pertama dimainkan pada dua saron demung (salah satu metalofon bilahan). Imbal pada demung merupakan pengolahan mekanis atas melodi pokok (balungan) yang biasa dimainkan pada metalofon-metalofon lain (saron, slenthem). Dalam contoh ini, demung 1 bermain bersamaan dengan jatuhnya mat, demung 2 bermain di antara mat.

Demung Imbal A

Bagaimana dengan nada-nada dalam contoh tadi? Lihat apa yang terjadi! Prinsipnya mirip dengan pola peking yang pernah kita bicara-kan sebelumnya (halaman 80) (walaupun pada peking tidak ada kait-mengait). Barangkali lebih jelas kalau kedua demung digabung dalam notasi:

VIDEO CD VCD 2, track 42

(12)

Demung Imbal B

Kedua demung mengambil dua nada dari balungan sebagai satu unit (kesatuan) dan memainkan unit itu dua kali. Kemudian kedua demung itu mengambil dua nada balungan berikut dan memainkan unit itu dua kali; dan seterusnya.

Contoh kedua, imbal Jawa dimainkan pada dua bonang: bonang barung dan bonang penerus. Lain dengan imbal demung tadi, bonang imbal ini tidak menggabungkan nada balungan sebagai materi pengolahannya. Bonang imbal mengisi kekosongan dalam balungan, yang terjadi kalau balungan dimainkan pada tempo yang sangat lambat (sering terjadi dalam musik Jawa). Selama beberapa ketukan kosong dalam balungan, kedua bonang akan main dengan teknik imbal ketat. Kemudian menjelang nada balungan selanjutnya, setiap pemain bonang melepaskan imbal dan memilih melodi atau motif pendek (disebut sekaran) yang menuju ke nada balungan baru tersebut. Dalam contoh ini, kedua bonang menuju ke nada 2.

(Perlu diperhatikan bahwa dalam sekaran kedua bonang tidak lagi memakai kait-mengait, melainkan berjalan sendiri-sendiri menuju nada balungan, yaitu nada 2.)

Bonang Imbal Imbal Bonang Penerus 2 . 5 . 2 . 5 . 2 . 5 . 2 . 5 . . Bonang Barung 1 . 3 . 1 . 3 . 1 . 3 . 1 . 3 . Pokok (Balungan) Sekar (Pilihan) Bonang Penerus 6 . . 3 6 . 6 . 1 . 2 . . 1 6 1 6 1 2 Bonang Barung 6 . 3 . 6 . 1 . 2 . 3 2 3 5 2 Pokok (Balungan) 2 Demung 1 & 2 3 5 3 5 3 2 3 2 5 3 5 3 2 1 2 1 Pokok (Balungan) 3 5 3 2 5 3 2 1 . . . . . . . . . . . . . . . . VIDEO CD VCD 2, Track 43 Bonang Imbal

(13)

b.

Kait-mengait di Bali

Di Bali, teknik-teknik kait-mengait, antara lain kotekan dan ubit-ubitan, merupakan suatu unsur yang sangat menonjol dalam musiknya. Kotekan dan ubit-ubitan sering dimainkan cepat sekali sehingga sangat mengesankan. Sebagaimana kami sebutkan di atas, kotekan/ubit-ubitan adalah pengolahan yang tersusun di atas dasar lagu pokok.

Pada imbal Jawa, nada-nada dibagi secara mekanis antara on-beat dan off-beat. Di Bali, prinsip mengaitnya berbeda. Melodi kait-mengait yang utuh atau lengkap dibagi menjadi dua “paruh melodi”, dua-duanya dengan on-beat dan off-beat. Kedua paruh melodi ini disebut polos dan sangsih. Kalau para pemain sedang menghafal sebuah melodi kait-mengait baru, biasanya mereka mulai dengan polos. Kalau polos sudah bisa berjalan, baru akan dilengkapi dengan sangsih.

Di bawah ini ada sebuah contoh kotekan yang dimainkan pada metalofon berbilahan (dalam hal ini, pemade, tetapi bisa juga dimainkan pada kantil). 5 3 . 5 5 3 . 5 3 . 3 . 3 2 . 3 3 2 . 3 3 2 . 3 2 . 2 . 2 1 . 2 1 . 2 1 1 . 2 1 . 2 . 2 . 2 1 6 6 . 1 6 6 . 1 6 . 1 . 1 . 1 6 5 2 1 2 6 1 6 1 5 2 1 . 2 2 1 . 2 3 . 3 . 3 2 . 3 3 2 . 3 3 2 . 3 5 . 5 . 5 3 . 5 5 . 6 5 5 . 6 5 . 2 . 2 . 2 1 6 6 . 1 6 6 . 1 6 . 3 . 3 . 3 2 1 6 5 2 6 1 3 2 1 . . . . . . . . • • • • Sangsih(5) Polos (1) Jublag (1) Sangsih Polos Jublag

ding dong dèng dung dang (notasi Bali)

1 2 3 5 6 (not angka Bali)

mi fa sol si do (prakiraan/tidak persis sama dengan solmisasi Barat)

(14)

Gbr. 6.5: Pemade, alat bilahan (metalofon), Bali

Kadang-kadang ada juga permainan yang bersifat kotekan/ubit-ubitan yang tidak merupakan pengolahan atas lagu pokok, tetapi ber-diri senber-diri sebagai satu bagian khusus di tengah komposisi besar (gen-ding). Permainan ini tidak dimainkan secara lepas di luar gendingnya; tetapi tidak juga berdasarkan pokok gendingnya. Dimainkan “solo”, berarti tanpa lagu pokok atau alat melodi lain (dan sering tanpa gen-dang atau kajar juga). Permainan semacam ini bisa dimainkan dengan alat bilahan (pemade dan kantilan) atau, lebih sering dengan reyong.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada pengujian jangka pendek (satu bulan) variabel independen sentimen investor berpengaruh positif dan signifikan (<0,05)

Perubahan yang terdapat pada terjadi pada tata laksana registrasi obat tahun 2011 dari tahun 2003 antara lain adalah penjelasan mengenai pendaftar registrasi yang

Hur fort milan går får man se på sättningar och känna sig fram med kolspettet. Finns ingen fördel med att kola för fort. Röken visar på hur milan går. Den ska gå lämpligt fort

Oleh sebab itu peneliti melakukan pengamatan dan memperhatikan dengan cermat mengenai objek penelitian ini, untuk mendapatkan data di lapangan mengenai Upaya

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa remaja kecenderungan mengakses situs porno pada pada usia 15-17 tahun, remaja mengunjungi situs porno mengenai gambar-gambar

Drs.ENDAH KUSYAMAN Jln.Prabu Geusan Ulun No.36 Kel.Regol

Tidak perlu khawatir jika ingin menjadi mitra bisnis, sebab tahu jeletot taisi yang gurih dan pedas ini sudah memiliki izin dari dinas perindag seperti SIUP, TDP dan dari

Hasil dari penelitian ini adalah: (i) tipe-tipe pertanyaan yang digunakan oleh guru-guru bahasa inggris di SMA Negeri 1 Kayen Pati tahun pelajaran 2014/2015