• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam suatu perusahaan manusia merupakan sumber daya yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan semua aktifitas perusahaan. Walaupun ditunjang dengan aspek teknologi yang sempurna, tetapi apabila tanpa aspek manusia sulit kiranya perusahaan mencapai tujuan dengan baik. Pentingnya sumber daya manusia juga terlihat dari aktifitas perusahaan dalam mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya lain seperti uang, bahan baku, metode dan sebagainya baru bisa terlaksana jika ada unsur manusia yang mampu mengelola atau menggunakannya secara maksimal.

Karena peranan manusia sebagai sumber daya dalam organisasi semakin diyakini kepentingannya, maka semakin mendorong perkembangan ilmu tentang bagaimana mendayagunakan sumber daya manusia tersebut agar mencapai kondisi yang optimal. Berbagai pendekatan manajemen dilakukan dalam mengelola sumber daya manusia tersebut, yang berkembang mengikuti perkembangan dari falsafah manajemen yang sedang dikembangkan pada masa itu.

Manajemen sumber daya manusia menurut Bambang Wahyudi (2002:1) :

(2)

“Ilmu dan seni atau proses memperoleh, memajukan atau mengembangkan, dan memelihara sumber daya manusia yang kompeten sedemikian rupa, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisiensi dan ada kepuasan pada diri pribadi-pribadi yang bersangkutan”.

Defenisi lain menurut Edwin B. Flippo dalam buku Bambang Wahyudi, Manajemen Sumber Daya Manusia (2002:9) :

“Personel Management is the planning, organizing, directing, and controlling of the procurement, development, competition, integragration, maintenance, and separation of human resources to the end that individual, organizational, and societal objectives are accomplished.”

Artinya :

“ Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan daripada pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan sumber daya manusia ke suatu titik akhir dimana tujuan-tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat.”

Selanjutnya menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:10)

“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.”

Setelah memperhatikan beberapa defenisi yang telah diberikan para ahli dan penulis buku tentang manajemen sumber daya manusia, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Manajemen Sumber Daya Manusia adalah masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut fungsi-fungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

(3)

2.1.2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia

Sesuai dengan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia yang telah dirumuskan di atas, maka kegiatan-kegiatan pengelolan sumber daya manusia dalam suatu organisasi dapat diklarifikasikan ke dalam beberapa fungsi.

Sebagai ilmu terapan dari ilmu Manajemen, maka Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi pokok yang sama dengan fungsi manajemen dengan penerapan di bidang Sumber Daya Manusia.

Menurut Malayu (2007:21) terdapat 2 (dua) fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu :

a. Fungsi Manajerial terdiri dari : 1) Perencanaan (Planning)

Merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan kebutuhan menetapkan program kepegawaian yang meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan.

2) Pengorganisasian (Organizing)

Kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi

(4)

wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. Dengan organisasi yang baik maka akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.

3) Pengarahan (Actuating)

Kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

4) Pengendalian (Controlling)

Kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan.

b. Fungsi Operasional terdiri dari : 1) Pengadaan (procurement)

Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan diskusi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.

(5)

2) Pengembangan (Development)

Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.

3) Kompensasi (Compesation)

Pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.

4) Pengintegrasian (Integration)

Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan untuk dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Pengintegrasian merupakan hal terpenting dan sulit dalam MSDM, karena memperstukan dua kepentingan bertolak belakang.

5) Pemeliharaan (Maintenance)

Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar dapat tetap mau berkerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi.

6) Pemisahan (Separation)

Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan,

(6)

keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pension, dan sebab-sebab lainnya. Maksud dari semua kegiatan yang diikhtisarkan di atas, yakni menajerial dan operasional adalah untuk membantu dan menyelesaikan sasaran-sasaran dasar. Sehingga arah, misi dan tujuan yang telah ditetapkan perusahaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien oleh para pegawai dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

2.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber daya Manusia mengatur dan mentapkan program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah berikut : a) Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang

efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan deskripsi pekerjaan, spesifikasi jabatan, persyaratan pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan.

b) Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan azas the right man in the right place and the right man in the right job.

c) Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian

d) Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang.

e) Memperkirakan keadaan perekenomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya.

(7)

f) Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis. g) Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh h) Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penilaian prestasi

karyawan

i) Mengatur mutasi karyawan baik vertical maupun horizontal j) Mengatur pension, pemberhentian, dan pesangonnya.

Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia diakui sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia selain mampu, cakap, dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan kesungguhan mereka untuk bekerja efektif dan efesien. Kemampuan dan kecakapan kurang berarti jika tidak diikuti dengan moral kerja dan kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan.

2.2 Konsep Pendidikan dan Pelatihan

2.2.1 Pengertian Pendidikan dan Pelatihan

Soebagio (2002:37) mendefinisikan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut :

Pendidikan dan pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didesain untu membantu meningkatkan karyawan memperoleh pengetahuan dan keterampilan, serta meningkatkan sikap dan perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi tanggung jawabnya sehingga tujuan organisasi atau perusahaan dapat tercapai.

(8)

Pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai non managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dan tujuan terbatas.

Hariandja (2002 : 168) mendefinisikan “latihan sebagai usaha terencana dari organisasi untuk menihgkatkan pengetahuan, keteranpilan dan kemampuan pegawai”.

Secara konseptual pelatihan dapat juga mengubah sikap terhadap pekerjaan. Hal ini disebabkan pemahaman pegawai terhadap pekerjaannya juga berubah, perlu dipahami bahwa sikap seseorang memiliki elemen-elemen : (1) kognitif yaittu keyakinan dan pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek; (2) afeksi yaitu perasaan seseorang terhadap obyek tersebut sebagai akibat dari pengetahuan dan keyakinannya. (3) kecenderungan tindakan terhadap obyek tersebut, sehinggan pengetahuan yang diperoleh akan dapat mengubah sikap seseorang. akan tetapi pelatihan dapat juga dilakukan secara khusus untuk mengubah sikap pegawai dalam upaya meningkatkan kepuasaan dan motivasi kerja bilamana dibutuhkan.

Menurut Oemar (2000:10) :

Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang diberikan oleh tenaga professional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalambidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektifitas dan produktifitas dalam suatu organisasi.

(9)

Pelatihan merupakan suatu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan dalam organisasi. Proses Pelatihan merupakan serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan secara berkesinambungan,bertahap dan terpadu. Tiap proses Pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuannya.

Veithzal Rivai (2004:226) menegaskan bahwa :

Pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2000 yaitu tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. Peraturan tersebut berbunyi “Diklat dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan dengan sebaik-baiknya”. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa “pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang” (Veithzal Rifai: 2004:226).

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah proses memberi bantuan kepada pegawai agar memiliki efektivitas dalam pekerjaannya yang sekarang maupun di kemudian hari, dengan jalan mengembangkan pada dirinya kebiasaan

(10)

berfikir dan bertindak, keterampilan, pengetahuan, sikap serta pengertian yang tepat untuk melaksanaan tugas dan pekerjaannya. 2.2.2 Jenis Pendidikan dan Pelatihan

Menurut sifatnya, pendidikan dan pelatihan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pelatihan keahlian dan pelatihan kejuruan.

1. Pendidikan Umum , yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan di luar sekolah, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum.

2. Pendidikan Kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk memperasiapkan para peserta pendidikan maupun melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya.

3. Pelatihan Keahlian, yaitu bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diisyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk di dalamnya pelatihan ketatalaksanaan

4. Pelatihan Kejuruan, yaitu bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diisyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang pada umumnya bertaraf lebih redah daripada pelatihan keahlian.

Menurut sasarannya, pendidikan dam pelatihan dapat dibedakan menjadi 2 jenis (Siswanto : 2002), yaitu :

(11)

1. Pelatihan Prajabatan

Pelatihan prajabatan merupakan pelatihan yang diberikan kepada tenaga kerja baru dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan dapat terampil melaksanakan tugas dan pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya. Selain itu, dengan adanya pelatihan ini mereka diharapkan dapat menghindari hal-hal yang dipandang kurang efisien dan efektif, nisalnya salah dalam pekerjaan, pemborosan (pengeluaran), yang tak berarti, dan sebagainya.

Pelatihan prajabatan merupakan pendidikan dan pelatihan yang khusus diberikan kepada para tenaga kerja baru setelah mereka mengalami proses seleksi maupun penempatan pegawai.

2. Pelatihan dalam Jabatan

Pelatihan dalam Jabatan adalah suatu pelatihan tenaga kerja yang dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kualitas, keahlian, kemampuan, dan keterampilan para tenaga kerja yang bekerja dalam perusahaan. Pelatihan dalam jabatan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Pelatihan dalam Jabatan yang bersifat Umum

Yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk tenaga kerja baik pada tingkat manajer puncak, manajer menengah, dan manajer bawah maupun para pekerja lapangan.

(12)

Biasanya materi yang disampaikan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkup pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja mampu melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Misalnya pendidikan dan pelatihan pimpinan (DIKLATPIM) yang disebut juga diklat struktural.. b. Pelatihan dalam Jabatan yang bersifat Khusus

Yaitu pelatihan dalam jabatan yang diselenggarakan untuk para tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan akibat adanya inovasi baru atas segala sarana dan prasarana yang digunakan perusahaan dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan mampu mempergunakan dan mengoperasikan sarana dan prasarana tersebut. Misalnya dengan pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan

Kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan merupakan tanggung jawab bagian kepegawaian dan penyelia (pimpinan) langsung. Pimpinan mempunyai tanggung jawab atas kebijakan-kebijakan umum dan prosedur yang dibutuhkan untuk menerapkan program pendidikan dan pelatihan pegawai. Adapun tujuan pendidikan dan pelatihan menurut (Henry Simamora dalam Ambar T. Sulistiyani & Rosidah, 2003:174) yaitu :

(13)

2) Memutakhirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan teknologi.

3) Membantu memecahkan persoalan operasional. 4) Mengorientasikan pegawai tehadap organisasi

5) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.

6) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

Menurut Wursanto (1989:60), tujuan pendidikan dan pelatihan, yaitu : 1) Menambah pengetahuan pegawai.

2) Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan pegawai.

3) Mengubah dan membentuk sikap pegawai.

4) Mengembangkan keahlian pegawai sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat.

5) Mengembangkan semangat, kemauan dan kesenangan kerja pegawai.

6) Mempermudah pengawasan terhadap pegawai. 7) Mempertinggi stabilitas pegawai.

Secara lebih rinci Handoko (2004:104) mengemukakan manfaat pelatihan dan pengemabangan, baik untuk organisasi maupun untuk pegawai itu sendiri adalah pelatihan (trainaing) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keteranpilan dan teknik

(14)

pelaksanaan kerja tertantu terinci dan rutin. pelatiha menyiapkan karyawan melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.

Tentang manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992 : 28) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :

(a)pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan -individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi .... ; (b) keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan … (c) pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan .... ; dan (d) manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan.

Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat sebagai berikut :

Mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas; meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih balk terhadap perubahan; meningkatkan komunikasi; kerjasama tim yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis ... (1998 : 215).

Masih terkait dengan tujuan dan manfaat pelatihan Henry Simamora (2002:346) mengatakan tujuan-tujuan utama pelatihan, pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang diantaranya memperbaiki kinerja. Sedangkan manfaat pelatihan diantaranya meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas (2002 : 349).

Menurut Siswanto (2002 : 212), manfaat dan dampak yang diharapkan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah : 1. Peningkatan Keahlian Kerja

(15)

2. Pengurangan Keterlambatan Kerja, Kemangkiran, serta perpinda han Tenaga Kerja

3. Pengurangan Timbulnya Kecelakaan dalam Bekerja, Kerusakan, dan Peningkatan Pemeliharaan terhadap alat-alat kerja

4. Peningkatan Produktivitas Kerja

2.2.4 Pengembangan Program Pendidikan dan Pelatihan

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.

Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther (1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program-, (b) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997 : 360) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu

(1). tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; (2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; (3) menyusun kriteria; (4) pre tes terhadap pemagang (5) memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (b) melaksanakan

(16)

pelatihan; (7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.

Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).

Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.

Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pendidikan dan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan

(17)

tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.

Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan dan tipe-tipe pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik (Sondang P. Siagian, 1994 :190). Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi (pengulangan) akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai relevansi dan makna kongkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan belajarnya.

Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan

(18)

prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.

Keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai den-an tugas peserta pelatihan. dan bermanfaat pada tugas pekerjaan.

Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan. Sondang P. Siagian menegaskan proses transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja (1994:202). Selanjutnya untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan tidaknya yang dinilai tidak hanya segi-segi teknis saja. Akan tetapi juga segi keperilakuan (Sondang P. Siagian; 1994:202). Dan untuk evaluasi diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.

(19)

2.2.5 Metode Pendidikan dan Pelatihan

Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, tidak ada satupun metode dan teknik pendidikan dan pelatihan yang paling baik. Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.

Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh banyak hal. Seperti dikemukakan William B. Werther (1989 : 290) sebagai berikut : that is no simple technique is always best; the best method depends on : cost effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and capabilities. Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preference peserta serta kemampuan dan preference pelatih.

Metode pendidikan dan pelatihan merupakan suatu cara sistematis yang dapat memberikan deskripsi secara luas serta dapat mengkondisikan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan aspek, kognitif, afektif dan psikomotorik tenaga kerja terhadap tugas dan pekerjaannya (Siswanto, 2003:214).Metode pendidikan dan pelatihan merupakan pendekatan terhadap cara penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

(20)

Menurut Soekidjo (2003:37), pada garis besarnya dibedakan ada dua macam metode yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan pegawai, yaitu :

a. Metode On The Job Site (di dalam pekerjaan)

Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru pada pegawai yang telah berpengalaman (senior). Hal ini berarti pegawai , itu minta kepada para pegawai yang sudah berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan pekerjaan yang baik kepada para pegawai baru.

Menurut T. Hani Handoko (2000:112), metode “on-the-job site” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Latihan dengan menggunakan metode ini dilakukan di tempat kerja. Pegawai dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya pegawai lain). Metode latihan ini dirasa lebih ekonomis karena pegawai langsung dilibatkan pada pekerjaan, bukan hanya simulasi sehingga tidak memerlukan waktu khusus.

Metode-metode yang biasa digunakan dalam praktik adalah sebagai berikut :

1) Pembekalan (Coaching)

Pimpinan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin mereka. Pembekalan ini dianggap paling cocok karena memiliki

(21)

keuntungan yang berupa interaksi antara pelatih dan peserta latihan.

2) Rotasi Jabatan

Pemindahan pegawai melalui jabatan yang bermacam-macam dan berbeda-beda.

3) Penugasan Sementara

Di mana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.

4) Magang (Apprenticeship training)

Pegawai baru dimagangkan pada seorang yang ahli dalam bidang tertentu. Para magang bekerja dan berlatih di bawah pengawasan langsung ahli tersebut. Biasanya metode ini digunakan untuk jenis pekerjaan yang memerlukan skill tinggi. b. Metode Off The Job Site ( di luar pekerjaan)

Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti para pegawai sebagai peserta pendidikan dan pelatihan ke luar sementara dari kegiatan pekerjaannya.Metode ini mempunyai dua macam teknik, yaitu :

1) Teknik Presentasi Informasi

Teknik Presentasi Informasi adalah menyajikan informasi,yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta. Harapan akhir dari proses pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta diadopsi

(22)

oleh peserta pendidikan dan pelatihan di dalam pekerjaannya nanti. Yang termasuk teknik ini antara lain :

a) Ceramah biasa, di mana pengajar (pelatih) bertatap muka langsung dengan peserta. Peserta pendidikan dan pelatihan pasif mendengarkan.

b) Teknik diskusi, di mana informasi yang akan disajikan disusun di dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta aktif.

c) Diskusi Kelompok adalah suatu proses interaksi secara lisan mengenai tujuan tertentu yang di dalamnya melibatkan beberapa peserta dengan cara tatap muka, melalui tukar-menukar informasi atau pemecahan suatu masalah/persoalan.

d) Teknik pemodelan perilaku adalah salah satu cara mempelajari atau meniru tindakan (perilaku) dengan mengobservasi dan meniru model. Biasanya model-model perilaku yang harus diobservasi dan ditiru diproyeksikan dalam video tape.

e) Teknik magang ialah pengiriman karyawan dari suatu organisasi ke badan-badan atau organisasi yang lain yang dianggap lebih maju baik secara kelompok maupun perorangan. Mereka mempelajari teori-teori dan langsung

(23)

mempraktikkan di bawah pengawasan, hal-hal baru, keterampilan baru yang harus mereka terapkan di dalam organisasi tersebut.

2) Teknik Simulasi

Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil se-demikian rupa sehingga, para peserta dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Dengan demikian, maka apabila peserta pendidikan dan pelatihan kembali ke tempat pekerjaan semula akan mampu melakukan pekerjaan yang disimulasikan tersebut. Metode-metode simulasi ini mencangkup :

a. Simulator alat-alat, misalnya simulasi alat-alat suntik bagi pendidikan kedokteran atau perawat;

b. Studi kasus (case study), di mana para peserta pendidikan dan pelatihan diberikan suatu kasus, kemudian dipelajari dan di diskusikan oleh peserta pendidikan dan pelatihan. Kasus atau masalah yang diberikan merupakan situasi yang membutuhkan keputusan dan tindakan yang sesuai. Oleh karena itu, studi kasus harus bisa membuat pikiran para peserta pendidikan dan pelatihan terpusat pada kondisi khusus yang sama dengan kondisi yang mungkin mereka alami;

(24)

c. Permainan peranan (role playing). Dalam cara ini peserta diminta untuk memainkan peran, bagian-bagian dari karakter (watak) dalam kasus. Para peserta diminta untuk membayangkan diri sendiri tentang tindakan (peranan) tertentu yang diciptakan bagi mereka oleh pelatih. Metode permainan peran (role playing) dapat diartikan sebagai suatu metode pendidikan dan pelatihan dimana terlibat proses interaksi hubungan individu baik sebenarnya maupun tiruan yang diperankan secara spontan

d) Teknik di dalam keranjang (in basket). Metode ini dilakukan dengan memberikan bermacam-macam persoalan kepada para peserta. Dengan kata lain, peserta diberi suatu basket atau keranjang yang penuh dengan bermacam-macam persoalan yang diatasi.

Kemudian peserta pendidikan dan pelatihan diminta untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan teori dan pengalaman yang dipunyai mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasinya.

2.2.6 Kendala-kendala dalam Pendidikan dan Pelatihan

Dalam melaksanakan pengembangan pegawai, ada beberapa kendala-kendala yang harus dihadapi organisasi. Menurut Malayu Hasibuan (2005:85-86) kendala-kendala pengembangan yang dapat menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, yaitu :

(25)

a. Peserta

Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau heterogen, seperti pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya dan usianya. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat kelancaran dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karena daya tangkap, persepsi dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan berbeda.

b. Pelatih

Pelatih yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada peserta pendidikan dan pelatihan sulit didapat.

c. Fasilitas Pengembangan

Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk pendidikan dan pelatihan sangat kurang atau kurang baik. Hal ini akan menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pegawai.

d. Kurikulum

Kurikulum yang diajarkan tidak sesuai atau menyimpang serta tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau jabatan peserta.

e. Dana Pengembangan

Dana yang tersedia untuk pengembangan sangat terbatas sehingga sering dilakukan secara paksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.

(26)

2.2.7 Penerapan Hasil Pendidikan dan Pelatihan

Apabila ditinjau dari segi evaluasinya pelatihan akan memiliki keberartian yang lebih mendalam. Evaluasi ini akan memperlihatkan tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program. Beberapa kriteria yang digunakan dalam evalusi pelatihan akan berfokus pada outcome (hasil akhir). Veitzal Rifai (2004) dan Henry Simamora (2004), menunjukkan bahwa kriteria yang efektif dalam mengevaluasi pelatihan yaitu : 1. Reaksi dari peserta, 2. pengetahuan atau proses belajar mengajar, 3. perubahan perilaku akibat pelatihan dan 4. hasil atau perbaikan yang dapat diukur. Kriteria tersebut dalam konteks yang lebih luas dapat dikembangkan untuk mengetahui dampak keberhasilan suatu program pelatihan yang sudah dilaksanakan.

Merujuk pada pendapat Veitzal dan Henry Simamora, dengan memperhatikan kriteria efektivitas evaluasi maka dalam penelitian ini akan diperluas pada Penerapan pelatihan. Selanjutnya kriteria efektivitas evaluasi di atas dijadikan dimensi untuk mengukur tingkat Penerapan hasil pelatihan pada suatu lembaga. Dimensi-dimensi tersebut adalah : dimensi pengetahuan, dimensi sikap, dimensi perilaku dan dimensi hasil.

Secara teoritis rujukan terhadap dimensi-dimensi dapat dijelaskan : Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(27)

(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972). Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2003). Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2003). Definisi-definisi di atas menunjukkan adanya perbedaan di antara para ahli psikologi sosial, namun terdapat ciri khas dari sikap (Sarwono, 2005) adalah :

1. Mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya).

2. Mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suaka tidak suka). Sikap mengandung tiga bagian (domain) yaitu kognitif, afektif dan konatif . Myers (dalam Sarwono, 2005) memberikan istilah yang mudah diingat yaitu Affective (perasaan), Behavior (perilaku) dan Cognitif (kesadaran) yang disingkat ABC. Karena ketiga domain itu saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan perilaku dan sikap.

(28)

2.3. Kinerja Pegawai

2.3.1 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah “tingkat keberhasilan di dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang dinginkan dapat dicapai dengan baik”. (Khoerul, 2005:12)

Menurut John Soeprihanto dalam Umar Husin (2008:209), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang atau kelompok selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standart, target/sasaran,atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2002 : 78). Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak kontribusi karyawan kepada organisasi yang antara lain termasuk : 1. Kuantitas Output; 2. Kualitas Output; 3. Jangka Waktu Output; 4. Kehadiran di tempat kerja; 5. Sikap Kooperatif.

Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani, 2003:223). Sedangkan menurut Bernardin dan Russell dalam Sulistiyani (2003:223-224), menyatakan bahwa kinerja merupakan

(29)

catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Suyadi, 1999:2). Istilah kinerja berasal dari Job Perfomance atau Actual Performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang (Anwar P.M, 2005 : 67).

Jadi, berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpukan bahwa pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2.3.2 Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kinerja

Menurut Anwar (2005:67-68), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu:

a. Faktor Kemampuan (ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, setiap pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah

(30)

mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya.

Menurut Siswanto (2003:236), “kemampuan meliputi beberapa hal, yaitu : a.Kualitas kerja (quality of work); b.Kuantitas kerja (quantity of work); c.Pengetahuan tentang pekerjaan (knowledge of job); d.Kerja sama (cooperation); e.Pengambilan Keputusan (judgement)”.

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal.

Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.

Menurut David C. McClelland dalam Anwar P.M. (2005:68) berpendapat bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja yang

(31)

maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal apabila pegawai tersebut memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi tersebut perlu dimiliki oleh pegawai yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja.

Menurut Sagir dalam Siswanto (2003:269), mengemukakan unsur-unsur penggerak motivasi antara lain keinginan, penghargaan, tantangan tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan

Castteter dalam Khaerul (2005;83) mengemukakan sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya kinerja tidak efektif adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Sumber-sumber yang menyebabkan kinerja tidak efektif Sumber dari

individu itusendiri

Sumber dari organisasi

Sumber dari lingkungan eksternal Kelemahan Intelektual Kelemahan Fisiologis Demotivasi Faktor Personalitas Keusangan/ketuaan Preparasi, posisi Orientasi nilai Sistem Organisasi Peranan Organisasi Kelompok Organisasi Perilaku yang berhubungan dengan pengawasan Iklim Organisasi Keluarga Kondisi-kondisi ekonomi Kondisi-kondisi hukum Nilai-nilai sosial Pasaran Kerja Perubahan Teknologi Perkumpulan-perkumpulan

(32)

Dari bagan tersebut terlihat jelas bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi Kinerja dari dalam organisasi diantaranya terciptanya kondisi kerja yang kondusif, hubungan antar personal dan dari luar organisasi diantaranya yaitu perubahan terknologi yang sangat dirasakan pada era sekarang ini.

Dua variabel ini terlihat cukup ironis, satu sisi kemajuan teknologi telah menjanjikan suatu hasil pekerjaan yang efektif dan efesien serta on-line, dengan sistem teknologi yang semakin pesat, sistem-sistem informasipun begitu mudah di peroleh, semakin akurat, dan cepat, tetapi bagaimanapun pesatnya kemajuan teknologi, peranan manusia masih menduduki peringkat terpenting, karena teknologi hanyalah berupa alat bantu berupa hardware, sedangkan manusia itu sendiri adalah yang mengoptimalkannya, hal-hal yang menyangkut perasaan, pertimbangan kebijakan tidak dapat dilakukan oleh teknologi. Keharmonisan diantara personal, suasana yang penuh kekeluargaan, tidak sedikit pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian kedua faktor tersebut begitu besar pengaruhna terhadap kinerja pegawai.

(33)

Sementara itu menurut JM. Ivancevich, James H. Donnely dalam Khaerul (2005;5) “faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Pegawai adalah 1). Individu, 2) Organisasi dan 3) Faktor Psikologis”

Gambar 1 : Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.

2.3.3 Evaluasi Kinerja

Untuk mengetahui kinerja pegawai perlu melakukan evaluasi kinerja.Evaluasi Kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan,” Seberapa baikkah kinerja seorang pegawai pada suatu periode tertentu?, “Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, tidak untuk menyalahkan salah satu unsur dalam organsasi . Penilain kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut”.(Robert Bacal: 4).

Sejalan dengan pendapat Miller Richard (1978;250) yang mengemukakan bahwa “kinerja karyawan dapat dipantau dari catatan

Perilaku Individu Prestasi (hasil yang diharapkan) Faktor Individu 1. Kemampua keterampilan mental fisik 2. Latar belakang keluarga, tingkat social dan pen laman 3. Demografi: umur, asal usul, jenis kelamin Faktor Organisasi 1. Sumber daya 2. Kepemimpinan 3. Imbalan 4. Struktur desian pekerjaan Faktor Psikologis 1, Persepsi 2. Sikap 3. KePriba dian 4. Belajar Control

(34)

lembaga, yakni efesiensi dan produktivitas kerjanya”. (Khoerul, 2005;86)

Penilaian kinerja ditujukan bukan untuk kepentingan organisasi yang bersangkutan melainkan untuk semua pihak, seperti yang diungkapkan oleh Ahmad S. Ruky (2001; 20-21) bahwa penilaian prestasi mempunyai tujuan untuk

1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu, maupun sebagai kelompok.

2. Mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.

3. Merangsang minat dalam pengembanagan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan prestasi kerja.

4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna. 5. Menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja

pegawai dengan gajinya atau imbalannya.

6. Memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya.

Penilaian kinerja merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan sebagai (Siswanto : 232) :

(35)

1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan;

2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada tenaga kerja dalam perusahaan;

3. Alat untuk memberikan umpan balik (feedback) yang mendororng kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.

4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan kepercayaan

5. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan, baik promosi,mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Evaluasi kinerja diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja pegawai, mendorong Sumber Daya Manusia (SDM) secara keseluruhan, merangsang minat untuk berkembang yang dapat membantu perusahaan menyusun program pengembangan, sekaligus menjadi alat untuk membandingkan prestasi dengan gaji/ imbalan yang diterimanya dan yang terpenting dengan adanya evaluasi kinerja memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal lain yang ada kaitannya, dalam bentuk komunikasi interpersonal, sebagai umpan balik (feed back) .

(36)

2.3.4 Unsur-unsur Penilaian Kinerja

Ada beberapa pendapat terhadap unsur yang ditetapkan dalam mengukur kinerja pegawai. Salah satunya adalah menurut Putti seperti yang dikutip oleh Umar (2008:210) menyatakan bahwa perkembangan dan kemanjuan ilmu manajemen dan khususnya SDM terjadi akibat evolusi dari berbagai konsep dan teknik yang digunakan manajemen. Salah satu teknik dalam bidang SDM yang mengalami evolusi adalah dalam pendekatan terhadap cara menilai karyawan. Putti menyebutkan bahwa objek penilaian kinerja mengalami evolusi dari pendekatan yang berpusat pada individu (individual approached centered) bergerak ke arah pekerjaan (job centered) dan akhirnya berpusat pada sasaran (objective centered). Dalam kaitan ini dapat pula dikaitkan proses-output. Pendekatan penilaian kinerja berdasarkan input-proses-output lebih lanjut diterangkan oleh Achmad S. Rucky dalam Umar Husin (2008:210) sebagai berikut :

a. Kinerja berorientasi input. Sistem ini merupakan cara tradisional yang menekankan pada pengukuran atau penilaian ciri-ciri kepribadian pegawai. Ciri-ciri kepribadian yang dijadikan objek pengukuran misalnya: kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas, kreativitas, adaptasi, komitmen, sopan-santun dan lain-lain.

b. Kinerja berorientasi proses. Melalui sistem ini, kinerja pegawai diukur dengan cara menilai sikap dan perilaku seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Dengan kata lain

(37)

penilaian tetap difokuskan pada kuantitas dan kualitas hasil yang dicapainya, yang diteliti adalah bagaimana tugas-tugas dilakukan dengan membandingkan perilaku dan sikap yang diperlihatkan dengan standart yang telah ditetapkan untuk setiap tugas yang telah dibebankan kepadanya.

c. Kinerja berorientasi output. Sistem ini biasanya disebut dengan sistem manajemen kinerja yang berbasiskan pencapaian sasaran kerja individu. Sistem ini berbasis pada metode manajemen kinerja berbasiskan pada konsep MBO (Manajement by Objective).

2.4. Pengaruh Pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja

Sumber Daya Manusia yang terampil dan memiliki kinerja tinggi sangat diperlukan dalam era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga mampu bersaing dalam tataran internasional. Organisasi pada masa sekarang menyadari bahwa produktivitas sumber daya manusia yang berkualitas adalah aset utama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu pengelolaan manajemen Sumber Daya Manusia harus dioptimalkan. Perlu disadari bersama bahwa untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia setiap organisasi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu perlu melibatkan pihak lain dalam proses pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut. Melalui cara inilah pelatihan dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2001:70) yaitu :” dengan pengembangan sumber daya manusia, maka diharapkan produktivitas kerja akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill dan managerial skill sumber

(38)

daya manusia yang semakin baik”. Nasution (1982:71) menegaskan “pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang. Dimana tujuan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas”.

Soeroto (2008:106) mengemukakan bahwa pengaruh pendidikan dan pelatihan dalam meningkatkan kinerja pegawai dapat dilihat berdasarkan faktor – faktor efektifitas kerja yang dapat ditingkatkan melalui 3 jalur yaitu: pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pendidikan dan Pelatihan dapat meningkatkan kinerja seorang pegawai baik dalam penanganan pekerjaan yang ada saat ini maupun pekerjaan yang ada pada masa yang akan datang sesuai bidang tugas yang diemban dalam organisasi. Disamping itu, harus dibekali dengan pengalaman, yang memiliki peranan besar dalam menyelesaikan masalah maupun kendala yang dialami pegawai dalam menjalankan roda organisasi agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan maksimal.

Pengaruh pendidikan dan latihan (diklat) adalah meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional. Disamping itu, pendidikan dan pelatihan tersebut berpengaruh dalam meningkatkan kinerja pegawai dalam memberikan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi terkait.

(39)

Pentingnya pendidikan dan pelatihan tidak hanya berlaku bagi pegawai saja, tetapi juga mampu memberikan keuntungan bagi organisasi. Karena dengan meningkatnya kemampuan dan keterampilan para pegawai maka meningkat pula produktivitas dan kinerja pegawai. Peningkatan produktivitas dan kinerja pegawai dari organisasi yang bersangkutan maka dapat memacu organisasi tersebut untuk lebih memperoleh keuntungan.

Gambar

Gambar 1 : Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai . 2.3.3 Evaluasi Kinerja

Referensi

Dokumen terkait

atau guludan memotong lereng + rorak setiap jarak 4.5 m pada pertanaman sayuran searah lereng dapat sebagai alternatif untuk mengendalikan erosi hingga lebih

manajemen laboratorium serta peningkatan sarana dan prasarana yang terkait dengan pengujian Obat dan Makanan.. Penguatan Institusi melalui peningkatan sarana dan prasarana

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) PUS di Kelurahan Gunung Terang dengan

Sebab keempat adalah tanaman bertambah tinggi akibat sudah lebih dari 20 tahun ditanam sehingga menggeser level keragaman vertikalnya, kecuali strata IV pada tahun 2007 yang

“ Kami beberapa kali, pernah menjalin hubungan baik dengan teman-teman dari Etnis Sumba, dalam kegiatan Pentas Seni Budaya Indonesia (PSBI) dan komunikasi yang terjalin

Revisi SPO mengatasi / membatasi hambatan pada waktu pasien mencari pelayanan - Merevisi SPO - Sosialisasi - Monev - Penamhahan rambu – rambu untuk pasien Adanya SPO

Pada dasarnya baik mahasiswa UT, yang belajar dalam sistem pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh (PTTJJ) maupun siswa SMA, yang merupakan calon potensial mahasiswa PTJJ sudah

Dengan melakukan evaluasi berkala dan konsisten maka divisi IT dapat mengetahui jika terjadi penyimpangan terhadap layanan yang mereka berikan kepada pengguna dan dapat