• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV INDUSTRI TELUR ASIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BREBES TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV INDUSTRI TELUR ASIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BREBES TAHUN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

INDUSTRI TELUR ASIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BREBES

TAHUN 1970-2005

Uraian dalam bab ini terdiri dari beberapa sub bab judul yaitu: 1) Kehidupan sosial ekonomi penduduk di Kecamatan Brebes. 2) Kondisi industri telur asin di Kecamatan Brebes pada kurun waktu tahun 1970-2005. 3) Upaya pengusaha telur asin dalam mempertahankan dan mengembangkan industri telur asin di Kecamatan Brebes. 4) Kontribusi industri telur asin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes. Setiap sub judul tersebut kemudian dijabarkan kembali dalam beberapa bagian sehingga menjadi pemaparan yang menyeluruh.

Pada bagian pertama, akan dibahas mengenai gambaran umum Kabupaten Brebes dan Kecamatan Brebes dengan memaparkan kondisi geografis dan demografis daerah tersebut. Uraiannya meliputi kondisi geografis (letak geografis, batas wilayah dan luas wilayah) dan administratif, serta kondisi demografis diantaranya mengenai keadaan penduduk, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian masyarakat. Selain itu, akan diuraikan pula mengenai latar belakang usaha telur asin di Kecamatan Brebes.

Pembahasan kedua, menguraikan mengenai perkembangan awal industri telur asin di Kecamatan Brebes sebelum tahun 1970 dan dari tahun 1970-2005 dengan memperhatikan beberapa aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan usaha seperti faktor modal yang mempengaruhi besar kecilnya sebuah usaha dapat

(2)

dijalankan, tenaga kerja, bahan baku/proses produksi, dan pemasaran sebagai tahapan penyaluran telur asin yang telah dihasilkan agar sampai ke tangan konsumen. Pembahasan ketiga adalah menjelaskan mengenai peran pengusaha telur asin dalam mengembangkan industri telur asin di Kecamatan Brebes, memaparkan mengenai inovasi dan kreativitas yang dikembangkan para pengusaha industri, jaringan kerja para pengusaha industri telur asin di Kecamatan Brebes, dan etos kerja para pengusaha industri telur asin di Kecamatan Brebes. Penulis juga dalam pembahasan ini menambah hasil penelitiannya mengenai peran pemerintah daerah dalam pengembangan usaha telur asin.

Pembahasan keempat memaparkan tentang kontribusi industri telur asin terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes, yang dilihat dari tingkat pendapatan pengusaha dan tingkat pendapatan pekerja. Pembahasan terakhir akan menguraikan tentang perubahan sosial–ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes.

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Brebes 4.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi

Pembahasan tentang keadaan geografis Kabupaten Brebes dikembangkan untuk mengetahui kaitan antara kondisi geografis dengan keberadaan industri telur asin serta dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Brebes. Sebagai pengantar, peneliti akan mengemukakan terlebih dahulu mengenai kondisi administratif Kabupaten Brebes 1970-2005. Kabupaten Brebes terletak di bagian

(3)

utara paling barat dari Propinsi Jawa Tengah dengan batas-batas sebagai berikut Sebelah Utara Laut Jawa, Sebelah Timur Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, Sebelah Selatan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, Sebelah Barat Propinsi Jawa Barat. Dan lebih jelasnya lagi dapat dilihat letak wilayah Kabupaten Brebes pada peta di bawah ini:

Gambar 4.1

Peta Wilayah Kabupaten Brebes

(4)

Luas Wilayah Kabupaten Brebes adalah 1.661,17 Km2, tersebar di 17 Kecamatan dengan topografi 5 Kecamatan merupakan daerah pantai, 9 Kecamatan dataran rendah dan 3 Kecamatan dataran tinggi. Luas tanah menurut penggunaan dibagi menjadi tanah sawah dan tanah kering. Luas lahan sawah sebesar 63.343 ha (38,13 %) dan luas tanah kering sebesar 102.774 ha (61,87). Luas lahan sawah di Kabupaten Brebes sebagian berpengairan teknis (77,83 %) baik irigasi teknis, irigasi sederhana maupun irigasi desa/PU, sedangkan sisanya (22,17 %) merupakan sawah tadah hujan. Di Kabupaten Brebes mengalir beberapa sungai yang dimanfaatkan yaitu sungai Gangsa, Pemali, Babakan, Kluwut, Jengkelok, Kabuyutan, Pakijangan dan Cisanggarung yang mengaliri puluhan kilometer saluran irigasi yang mengairi persawahan, sehingga daerah ini menjadi daerah pertanian. Komoditi hortikultural dan tanaman pangan yang menjadi produk unggulan Kabupaten Brebes adalah bawang merah. Selain bertani masyarakat Brebes juga menekuni usaha lain yaitu beternak. Di sektor peternakan, telah berkembang berbagai usaha peternakan baik jenis peternakan besar maupun kecil antara lain ternak itik. Produk olahan yang menjadi produk unggulan dari hasil peternakan itik adalah telur asin.

Dari 17 Kecamatan yang tersebar di wilayah Kabupaten Brebes, terdapat satu Kecamatan yang dijadikan sebagai sentra produksi telur asin, yaitu Kecamatan Brebes. Lokasi penelitian yang terletak di Kecamatan Brebes ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Brebes. Letak geografis Kecamatan Brebes yang subur, dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai lahan pertanian sehingga, sebagian masyarakat Kecamatan Brebes bermata pencaharian sebagai petani.

(5)

Mereka memanfaatkan lahan persawahan yang cukup luas sebagai lahan yang ditanami dengan padi dan Bawang Merah. Keadaan ini juga mendukung kegiatan perekonomian masyarakat selain bertani yakni beternak itik. Sewaktu panen padi masyarakat setempat memanfaatkan dengan menggembalakan itik di sawah di mana itik mendapatkan pakan dari sisa panen sehingga ketersediaan telur itik sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kegiatan pertanian yang ada. Kekeringan yang menyebabkan kegagalan panen, akan mengancam pasokan telur itik ke produsen telur asin di mana akan terjadi penurunan pasokan telur asin.

Secara geografis, Kecamatan Brebes memiliki posisi yang menguntungkan karena berada di bagian pusat perekonomian Kabupaten Brebes atau pusat pemerintahan Kabupaten Brebes yang juga merupakan pusat pertumbuhan dan mobilitas penduduk, serta merupakaan daerah lintasan utama mobilitas penduduk. Kecamatan Brebes pada tahun 1970 -2005 secara administratif terdiri dari 23 desa diantaranya Desa Kaliwling, Kedunguter, Randusangga Kulon, Randusangga Wetan, Tengki, Pagejugan, Sigambir, Limbangan Wetan, Limbangan Kulon, Kaligangsa Wetan, Kaligangsa Kulon, Pasarbatang, Brebes, Gandasuli, Padasugih, Banjaranyar, Padasugih, Pulosari, Wangandalem, Krasak, Kalimati dan Pemaron. Sedangkan dilihat dari batas-batas administratif wilayahnya, Kecamatan Brebes berbatasan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Brebes yaitu:

 Sebelah Utara : Laut Jawa

(6)

 Sebelah Selatan : Kecamatan Wanasari  Sebelah Barat : Kota dan Kabupaten Tegal

Kecamatan Brebes merupakan ibu kota yang sekaligus jantung kotanya Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah sekitar 27,278 km persegi. Sebagai pusat kota Kecamatan Brebes sangat mudah dijangkau karena di daerah ini tersedia sarana dan prasarana transportasi yang lancar dan memadai berupa jalan propinsi mengunakan jalur raya Jakarta-Semarang, Jakarta-Purwokerto dan Bandung-Tegal-Purwokerto serta jalur kereta Jakarta-Semarang. Letak yang startegis ini sangat menguntungkan bagi para pengusaha karena di daerah ini tersedia sarana dan prasarana transportasi yang lancar dan memadai.

Pada tahun 1970, di Kecamatan Brebes ini terdapat beberapa desa sebagai daerah penghasil telur asin diantaranya yaitu Kelurahan Limbagan Wetan dan Kelurahan Brebes. Kedua desa tersebut terkenal menghasilkan telur asin unggulan, walaupun ada desa lain yang memproduksi telur asin. Namun disini penulis lebih memilih dua kelurahan ini karena kedua daerah ini dapat dikatakan sebagai desa pionir pembuatan telur asin, daerah ini juga sudah terkenal sebagai sentra penghasil telur asin dan merupakan desa yang jumlah pengrajin telur asinnya cukup banyak di bandingkan desa-desa lainnya. Kedua kelurahan ini juga terletak di daerah perkotaan dan merupakan jalur transit antar wilayah Jawa Barat-Jawa Tengah, sehingga ramai dikunjungi oleh masyarakat. Melihat letak Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan yang berada di tengah-tengah kota Brebes, maka dapat dikatakan bahwa wilayah Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan ini merupakan

(7)

wilayah yang strategis sehingga mendukung dalam kegiatan ekonomi masyarakat terutama bagi perkembangan sektor industri karena memudahkan akses pasar. Selain itu, kedua kelurahan ini cukup dekat dengan daerah peternakan itik sebagai bahan bakunya seperti Randusangga Wetan, Randusangga Kulon, Kaligangsa Wetan dan Kaligangsa Kulon serta Limbangan Wetan juga merupakan daerah peternakan itik.

Lokasi industri telur asin terletak di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan yang tidak jauh dari pusat kota dan dekat dengan pasar Brebes sebagai pusat perekonomian masyarakat Brebes. Kondisi ini didukung pula oleh tersedianya sarana transportasi yang cukup memadai karena kedua daerah ini mempunyai kedudukan yang menguntungkan di mana berada di lintasan utama jalur pantura yang selalu ramai dilewati kendaraan dari berbagai kota sehingga mempermudah proses penjualan produk dan pengenalan produk pada konsumen. Kondisi ini juga berpengaruh memudahkan para pengusaha dalam mengangkut bahan baku yang dipasok dari luar dan hasil produksi yang harus dipasarkan keluar kota/kabupaten. Kondisi tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sektor perekonomian masyarakat yang berkecimpung dalam industri telur asin di Kecamatan Brebes. Untuk lebih jelasnya mengenai Kecamatan Brebes dapat dilihat pada peta berikut:

(8)

Gambar 4.2 Peta Kecamatan Brebes

Sumber: Kantor Direktorat Geologi dan Lingkungan. diolah dari : Peta Rupabumi Skala 1 : 25.000 lembar 1209-323 Brebes Tahun 1999. Bandung: Kantor Direktorat Geologi dan Lingkungan

(9)

4.1.2 Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat di Kecamatan Brebes 4.1.2.1 Gambaran Umum Penduduk di Kecamatan Brebes

Pada pembahasan ini, penulis akan memaparkan kondisi demografis masyarakat Kecamatan Brebes yang akan penulis uraikan ialah mengenai masalah kependudukan yang berkaitan dengan jumlah penduduk, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Kondisi demografis ini menjadi perlu diuraikan oleh penulis untuk mengetahui masalah-masalah kependudukan. Ketiga aspek yang akan dibahas merupakan elemen penting yang di mana menentukan perkembangan suatu daerah menjadi lebih baik lagi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah penjelasan secara rinci tentang perkembangan penduduk, pendidikan, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor jumlah dan kualitas penduduk atau sumber daya manusia yang dimilikinya. Penduduk merupakan salah satu faktor penggerak yang cukup penting dalam perkembangan roda perekonomian, yang dalam jumlah besar dapat menjadi penggerak pembangunan yang mempengaruhi terhadap berkembangnya daerah tersebut, tetapi juga di sisi lain hal ini akan menjadikan banyaknya jumlah penduduk yang tidak memiliki lapangan pekerjaan. Suatu daerah akan mengalami kemajuan apabila didukung oleh sumber daya manusia yang memadai dan memiliki kualitas yang baik begitu pula sebaliknya. Pendapat ini didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat dengan segala kemampuannya merupakan pelaksana pembangunan di daerahnya. Sumber daya manusia sebagai

(10)

sumber daya pembangunan menekankan masyarakat sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan serta kreativitas. Berhasilnya pembangunan daerah bergantung pada peran aktif masyarakat, sikap mental, tekad, dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi tantangan. Adapun perkembangan penduduk di Kecamatan Brebes tahun 1970-2005 sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kecamatan Brebes Tahun 1981-2005 Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah

1981 57.598 61.361 118.959 1984 69.122 54.089 123.211 1987 73.748 57.989 131.737 1991 71.537 73.477 145.014 1993 71.775 73.559 145.334 1994 71.602 73.468 145.070 1996 71.558 73.532 145.090 1998 71.452 73.457 144.909 1999 71.418 73.464 144.882 2002 77.526 78.630 156.159 2005 78.724 79.130 157.854

Ket: Data tidak tersedia tahun 1970-1980, 1990 ,1992 dan 1997.

Sumber: Diolah dari data BPS Kab. Brebes (Kab. Brebes Dalam Angka Tahun).

Data pada tabel di atas disajikan tidak berurutan berdasarkan tahun kajian dikarenakan keterbatasan sumber, penulis sudah mencari dalam buku Kabupaten Brebes Dalam Angka untuk setiap tahunnya, namun tidak ditemukan data mengenai jumlah penduduk sebelum tahun 1981. Data disajikan mulai dari tahun 1981, hal ini dikarenakan BPS Kabupaten Brebes pada tahun 1970 belum berdiri di Kabupaten Brebes. Pada tabel di atas menunjukkan perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Brebes mengalami peningkatan dari tahun 1981-1993. Namun, dari tahun 1994-1999

(11)

jumlah penduduk Kecamatan Brebes mengalami penurunan. Peningkatan jumlah penduduk terjadi kembali ketika memasuki tahun 2002-2005. Pada tahun 1999 jumlah penduduk Kecamatan Brebes berjumlah 144.882 orang menjadi 156.159 orang pada tahun 2002. Kenaikan jumlah penduduk sebanyak 11277 orang dari tahun 1999-2002 yakni laki-laki sebesar 6108 orang dan perempuan 5166 orang.

Di lihat dari tabel di atas menunjukan jumlah penduduk di Kecamatan Brebes mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk memungkinkan terciptanya pembangunan bagi daerah sekitarnya, karena dengan naiknya jumlah penduduk meningkatkan sarana publik yang dilakukan oleh pemerintah, salah satu sarana terpenting dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) adalah tersedianya sarana pendidikan. Selain itu pertumbuhan penduduk di Kecamatan Brebes diimbangi dengan tingkat kelahiran yang cukup baik. Jumlah penduduk Kecamatan Brebes yang tercantum dalam tabel tersebut merupakan jumlah secara keseluruhan meskipun sebagian besar termasuk ke dalam angka kerja produktif dan sebagian kecil lainnya merupakan penduduk tidak produktif, seperti anak-anak dan lanjut usia (lansia). Penduduk produktif dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja yang dapat menjadi salah satu modal sumber daya manusia dalam proses pembangunan daerah Brebes. Akan tetapi, permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah dengan adanya peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat memberikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat Brebes untuk lebih maju dan sejahtera dilihat dari berbagai aspek khususnya sosial dan ekonomi.

(12)

Dalam bidang keagamaan dari penduduk di Kecamatan Brebes dan Kabupaten Brebes sebagian besar beragama Islam. Dari data yang ada, penganut agama Islam mencapai 99,35%, sedangkan Kristen Katholik 0,15%. Kristen Protestan 0,20%, Hindu 0,2% dan Budha 0,1% dan sisanya merupakan kepercayaan atau kebudayaan (Brebes dalam angka Tahun 1987).

Masyarakat Kecamatan Brebes mayoritasnya beragama Islam. Adapun agama yang dianut oleh para pengrajin telur asin di Kecamatan Brebes sebagian besar beragama Islam yang sesuai dengan ketentuan- ketentuan agama Islam. Hal ini dapat dilihat dengan dibangunnya sekolah-sekolah agama seperti: Madrasah Aliyah, Tsanawiyah dan Ibtidaiyah. Selain sekolah-sekolah agama juga terdapat pondok-pondok pesantren, mesjid, langgar, mushola, juga dengan meningkatnya jumlah jemaah haji di Kecamatan Brebes.

Dengan kondisi banyaknya penganut agama Islam, secara tidak langsung memberi dampak pada industri telur asin khususnya pada hari-hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha, acara selamatan atau hajatan dan hari libur panjang. Berdasarkan pengakuan pedagang pada hari-hari tersebut produksi telur asin meningkat dua kali lipat lebih besar dibandingkan penjualan pada hari-hari biasa, hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pengusaha telur asin dan masyarakat Brebes sendiri yang terkadang menjadi produsen telur asin dadakan.

Dengan demikian, bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program pembangunan suatu daerah adalah kualitas sumber daya manusianya yang berperan penting dalam menciptakan kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu,

(13)

usaha-usaha meningkatkan pendidikan masyarakat dengan pembangunan sekolah-sekolah secara bertahap telah dilakasanakan. Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan, salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat. Karena pembangunan tidak dapat mengandalkan hanya pada sumberdaya manusia dan alam saja, maka usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak diperlukan. Untuk mencapai tujuan ini salah satu cara yang harus ditempuh adalah lewat pembangunan sarana pendidikan. Peningkatan sarana pendidikan tersebut secara otomatis memberi pengaruh terhadap tingkat pendidikan masyarakat termasuk juga di Kecamatan Brebes. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid yang Berada dibawah Pengawasan P&K Dari Tahun 1991-2005 di Kecamatan Brebes

Tahun SD SMP SMA Jumlah SD Jumlah Siswa Jumlah SMP Jumlah Siswa Jumlah SMA Jumlah Siswa 1991 87 22.803 11 5.820 2 1.852 1993 87 23.206 7 3.610 3 1.438 1994 87 23.182 7 3.935 3 2.442 1996 87 23.037 7 4.023 3 2.783 1998 87 23.393 7 5.231 4 2.554 1999 87 21.449 7 4.151 4 2.887 2000 87 21.827 7 4.281 4 2.983 2001 87 26.183 7 4.439 4 2.591 2004 87 29.014 7 4.830 4 3.627 2005 87 33.393 7 5.272 4 4.323

Sumber: Badan Pusat Statistik. (1991-2005). Kabupaten Brebes Dalam Angka: Kantor Statistik Kabupaten Brebes

Dalam bidang pendidikan, sebelum pemerintah menggalakan program belajar sembilan tahun, masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes masih belum mengerti betapa pentingnya pendidikan

(14)

bagi kehidupan. Tetapi dengan adanya program tersebut masyarakat lebih mengerti betapa pentingnya pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, penduduk Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes tahun 1970-1985 sebagian besar hanya tamatan SD/MI yaitu sekitar 45% dari seluruh jumlah penduduk Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes. Tetapi masih banyak penduduk yang tidak pernah sekolah, dimana kelompok ini menempati posisi pertama yaitu 40%. Tetapi dengan adanya program belajar sembilan tahun dan bertambahnya penghasilan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat meningkat. (Hasil wawancara dengan Kepala Desa Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes pada bulan Agustus 2010)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada kurun waktu 1991-2005 jumlah pendidikan di Kecamatan Brebes mengalami peningkatan dan penurunan baik dalam jumlah sekolah dan jumlah siswa. Penulis mengambil contoh pada tingkat Sekolah Dasar (SD) di sini ini dapat dilihat penurunan dalam jumlah siswa SD pada tahun 1999 yang pada tahun sebelumnya berjumlah 23.393 siswa menjadi 21.449 siswa. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan sangat mahal ditambah lagi dengan tingginya harga bahan pokok kehidupan sehari-hari yang menyebabkan penurunan jumlah siswa sebanyak 1.944 siswa.

Jumlah siswa yang mengalami penurunan dari sekolah dasar ke jenjang pendidikan yang lebih dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu faktor ekonomi. Mereka beranggapan bahwa pendidikan yang tinggi sangat penting bagi masa depan dan dapat menjamin seseorang mendapat pekerjaan yang layak. Masyarakat Brebes

(15)

khususnya para pengusaha telur asin menginginkan anak- anaknya mengenyam pendidikan yang lebih tinggi daripada orang tuanya, karena mereka tidak menginginkan anak mereka terbatas menjadi seorang petani atau pengusaha telur asin, tetapi mereka menginginkan anak- anaknya berhasil dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Meskipun mereka hanya mampu menyekolahkan sampai ke jenjang pendidikan dasar karena terkait dengan masalah ekonomi, mereka tetap berusaha ingin menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi. Hanya sedikit dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dari data di atas dapat digambarkan bahwa minat masyarakat Kecamatan Brebes terhadap pendidikan formal bisa dikatakan cukup. Hal ini seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Brebes akan pentingnya pendidikan. Masyarakat di Kecamatan Brebes sudah mampu mengenyam pendidikan minimal sampai jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolah-sekolah untuk tingkat pendidikan dasar. Tetapi untuk SMP di Kecamatan Brebes terbagi menjadi sekolah negeri dan swasta, sedangkan SMA terbagi menjadi sekolah negeri, swasta, dan kejuruan. Namun selain pendidikan formal, tidak sedikit dari orang tua yang menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan agama dengan seperti madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan pondok pesantern.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, diantaranya adalah tingkat kemampuan ekonomi keluarga yang terbatas. Mereka lebih cenderung memilih untuk mencari pekerjaan terutama di bidang

(16)

industri termasuk industri telur asin karena memang pada dasarnya lebih kepada keterampilan yang dimiliki daripada harus melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, tetapi ada juga yang mampu melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi.

4.1.2.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan bagian dari ekonomi penduduk yang paling penting karena sebagai sumber penghidupan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan bagi kelangsungan hidupnya. Tingkat pendidikan suatu masyarakat akan mempengaruhi sistem mata pencaharian dari masyarakat itu sendiri, dalam arti kata pada masyarakat di mana tingkat pendidikannya tinggi, dengan cara kehidupan modern, mempunyai sistem mata pencaharian yang berbeda dengan masyarakat yang taraf pendidikannya rendah yang cara hidupnya sederhana. Selain itu, lingkungan atau keadaan alampun dapat menentukan pola dan sistematika yang dipakai dalam aktivitas hidupnya. Masyarakat pegunungan mempunyai ciri-ciri sistem mata pencaharian tersendiri yang berbeda dengan sistem mata pencaharian masyarakat di daerah dataran rendah.

Kebutuhan hidup masyarakat di Kecamatan Brebes akan dibahas oleh penulis untuk melihat keterkaitannya dengan kesempatan bagi masyarakatnya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya. Sistem mata pencaharian masyarakat Kecamatan Brebes pada awalnya adalah pertanian. Mata pencaharian bertani merupakan sistem mata pencaharian yang sifatnya turun temurun, yang harus dilanjutkan oleh generasi selanjutnya, maka secara umum mata pencaharian pokok

(17)

masyarakat Kecamatan Brebes adalah bertani. Di samping mata pencaharian pokok sebagai petani, masih ada satu mata pencaharian pokok masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes yaitu sebagai pengusaha telur asin.

Karsidi (2003 : 44) mengatakan bahwa desa dan masyarakat desa memiliki berbagai potensi yang seharusnya dimanfaatkan untuk usaha-usaha pembangunan pedesaan. Potensi-potensi tersebut, baik berupa potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia, kadang-kadang kurang disadari keberadaanya oleh masyarakat sendiri. Perekonomian masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes didukung oleh pertanian, industri telur dan selebihnya di bidang jasa dan perdagangan. Untuk lebih jelasnya, mata pencaharian penduduk Kecamatan Brebes dapat dilihat pada tabel 4. 3

Tabel 4.3

Penduduk Kabupaten Brebes Berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber: Badan Pusat Statistik. (1989, 1996, 2000, 2005) Kabupaten Brebes Dalam Angka. Brebes: Kantor Statistik Kabupaten Brebes

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kabupaten Brebes, adalah sebagai buruh tani yakni sebesar 40,67 % dari jumlah

Jenis pekerjaan Tahun

1989 1996 2000 2005

Petani 10493 23903 16800 18051

Buruh Tani 17305 22802 25634 31931

Pegawai negeri dan ABRI 549 1499 10155 12266

Pedagang 1765 5883 6323 10378

Buruh/Karyawan 6268 7238 10867 10008

Wiraswasta 186 625 268 1350

(18)

penduduk seluruhnya. Hal tersebut dikarenakan dari seluruh luas wilayah di Kabupaten Brebes sebagian besarnya digunakan persawahan yaitu sebanyak 63.343 hektar. Mata pencaharian berikutnya yang merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua setelah buruh tani adalah petani (26,02%), buruh atau karyawan (14,57%), pedagang ( 10,08 %) pegawai negri dan ABRI (5,57%), dan wiraswasta (3,09%). Apabila diurutkan menurut mata pencaharian urutan pertama adalah buruh tani, petani, buruh dan karyawan, pedagang, PNS+TNI+Polri, dan Wiraswasta. Selain itu dari data di atas, dapat diketahui bahwa buruh tani pada tahun 1989 sebanyak 17305 orang dan petani 10493 orang. Pada tahun 2000 buruh tani mengalami kenaikan menjadi 25634 orang sedangkan pada petani mengalami penurunan menjadi 16800 orang dari tahun 1999. Kenaikan jumlah buruh tani disebabkan oleh angka pertumbuhan penduduk di Kecamatan Brebes naik.

Tahun 1996 pedagang mengalami peningkatan menjadi 5883, hal ini karena sebagian dari para pedagang yang mempunyai industri kecil lainnya banyak yang mempunyai usaha rangkap yaitu menjadi buruh, petani dan sebagian menjadi wiraswasta. Pada tahun 1996 buruh/karyawan mengalami penurunan sebesar 7238 dari tahun sebelumnya hal ini karena banyaknya buruh/karyawan yang bekerja di industri kecil seperti industri telur asin yang di mana dapat membantu para pengusaha.

Dengan adanya peningkatan jumlah produksi diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, yang di mana untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada generasi penerusnya. Hal ini disebabkan masyarakat telah

(19)

mengetahui bahwa pendidikan sangat penting bagi kehidupan di masa yang akan datang. Meskipun tidak semua pekerja industri telur asin ini mampu memberikan pendidikan sampai tingkat atas kepada anak-anaknya. Namun para pekerja memiliki keinginan agar anaknya mengenyam pendidikan lebih tinggi dari pendidikan orang tuanya.

Pada kurun waktu 1990-an industri telur asin mengalami perkembangan yang cukup baik sehingga dapat mewujudkan keinginan para pekerja untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada anaknya, sampai pendidikan sekolah menengah tingkat atas. Selain itu, keberadaan industri telur asin memberikan dampak yang sangat positif bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Brebes. Usaha telur asin ini sangat menjanjikan untuk kehidupan yang akan datang buktinya banyak sekali masyarakat yang menggeluti usaha telur asin ini. (Hasil wawancara dengan H. Emmry Yuniaty pada tanggal 20 September 2010). Untuk lebih jelasnya lagi lihat tabel di bawah ini mengenai potensi sentra industri kecil di Kabupaten Brebes.

Tabel 4.4

Potensi Sentra Industri Kecil di Kecamatan Brebes Tahun 1999

Sumber: Badan Pusat Statistik. (1999). Kabupaten Brebes Dalam Angka. Brebes: Kantor Statistik Kabupaten Brebes

No Cabang Industri Kecil

Sentra Unit Usaha Tenaga Kerja

1. Pangan 21 746 2.225

2. Sandang & Kulit 2 253 569

3. Kimia dan Bahan Bangunan

22 416 2.197

4. Kerajinan Umum 13 842 2.533

(20)

Tabel di atas menunjukkan bahwa industri pangan di Kecamatan Brebes merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Hal tersebut seolah membuktikan bahwa keberadaan industri telur asin di Brebes mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih luas untuk masyarakatnya. Selain industri pangan di Kabupaten Brebes terdapat sentra-sentra industri kecil yang bervariasi di antaranya industri pangan, industri Sandang & Kulit, industri Kimia dan Bahan Bangunan, industri Kerajinan Umum dan industri Logam. Berdasarkan tabel tersebut pula, dapat dipaparkan bahwa unit usaha yang merupakan industri pangan di Kabupaten Brebes menunjukan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan cabang industri kecil lainnya. Berkaitan dengan penelitian ini, telur asin itu termasuk ke dalam industri pangan seperti dalam tabel 4.4 hal ini dikarenakan industri telur asin ini memang umumnya dikelola secara kecil-kecilan oleh masyarakat di Kecamatan Brebes. Dari data di atas, sebanyak 746 unit usaha pangan termasuk di dalamnya industri telur asin. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperoleh gambaran bahwa banyaknya jumlah unit usaha dalam bidang pangan, menunjukkan semakin banyaknya masyarakat Brebes yang terjun dalam bidang industri kecil khususnya industri telur asin.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa kebutuhan hidup masyarakat di Kecamatan Brebes sebelum tahun 1970 dari sektor perekonomian sangat bertumpu dan bergantung pada sektor pertanian dengan tingkat pendidikan yang mayoritas adalah lulusan SD-SMP dan hanya sedikit yang lulusan SMA. Baru setelah mengenal sektor perekonomian baru yaitu industri telur asin, mayoritas masyarakatnya terjun

(21)

dalam usaha tersebut. Diharapkan industri ini mampu meningkatkan kesejahteraan dan menjadikan mata pencaharian mereka walau kehidupan yang terjadi senantiasa mengalami turun naik.

4.2. Pertumbuhan Industri Telur Asin di Kecamatan Brebes Tahun 1970-2005 4.2.1 Perkembangan Awal Industri Telur Asin

Membuat telur asin merupakan pekerjaan dan sudah sejak lama dikenal masyarakat Kecamatan Brebes. Usaha membuat telur asin merupakan pekerjaan warisan leluhur. Sebelum masyarakat menekuni usaha pembuatan telur asin sebagian besar masyarakat berprofesi sebagi petani. Pada awalnya, membuat telur asin merupakan pekerjaan sambilan setelah pulang dari sawah atau bilamana di sawah tidak ada pekerjaan, tetapi karena dirasa hasil yang didapat dari pekerjaan ini lumayan besar, maka kegiatan membuat telur asin lebih banyak diminati masyarakat dan berkembang pesat hingga sekarang.

Di Kecamatan Brebes sendiri banyak terdapat peternakan itik. Pada zaman dahulu, penduduk memelihara itik secara tradisional (ekstensif) dengan pengembalaan di lahan sawah dan sungai di tengah kesibukan bertani. Pada musim tanam padi dilakukan secara terkurung (Intensif) dan pada musim panen diumbar pada lahan sawah. Mereka memanfaatkan telur itik untuk membuat telur asin. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Brebes sangat berpotensi dalam bidang usaha pembuatan telur asin yang berkembang sekitar tahun 1970an dan mulai berkembang pesat sekitar tahun 1990an.

(22)

Belum ada sumber yang menyatakan tahun yang pasti sejak kapan industri ini mulai berkembang. Dari beberapa sumber yang penulis dapatkan, maka dapat diuraikan bahwa memang sulit untuk menentukan tahun yang tepat kapan dimulainya industri telur asin ini. Namun menurut salah seorang pengusaha telur asin Emmry Yuniaty, awal keberadaan industri telur asin di Kecamatan Brebes diperkirakan pada tahun 1959, dirintis pertama kali oleh seorang WNI keturunan Cina bernama In Tjiauw Seng di Kelurahan Brebes (Wawancara dengan Emmry Yuniaty Pada bulan Agustus 2010).

Industri keluarga tersebut bermula dari kreativitas seorang keturunan cina yang berinisiatif melihat ada bahan baku telur itik yang melimpah di daerahnya dan berkeinginan mengolahnya bukan hanya sekedar dijadikan telur goreng atau telur kukus saja. Ketika telur itik tersebut diasinkan ternyata bisa menghasilkan rasa yang berbeda dengan jika hanya direbus saja, telur asin pun terus diproduksi dan dibisniskan.

Kreativitas ini dilihat oleh pihak keluarga tersebut sebagai celah bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan, kemudian industri telur asin pun dirintis. Mulanya yang mengerjakan proses produksi adalah anggota keluarganya sendiri, tetapi seiring dengan berjalannya waktu mulai dibantu oleh beberapa orang tetangga. Para tetangga tersebut menawarkan diri untuk bekerja, walapun dengan upah yang tidak sebanding dengan beban kerjanya yaitu sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Para pekerja pada saat itu hanya sekitar 3-5 orang saja, sehingga industri telur asin ini belum memproduksi dalam jumlah yang besar.

(23)

Pada awal perkembangannya, keluarga besar In Tjiauw Seng belum menghadapi kendala dalam mengumpulkan bahan baku karena belum adanya saingan, sehingga telur-telur itik bahan baku telur asin ini dengan mudah diperoleh dan harganya pun relatif sangat murah. Dalam hal pemasaran awalnya telur asin ini dijajakan dengan sangat sederhana, yaitu dengan cara dijajakan dari rumah ke rumah. Para pedagangnya berkeliling mengantarkan telur. Pada awalnya telur asin ini di produksi berdasarkan pesanan. Belum ada keberanian membuka toko khusus yang menjual telur asinnya, apalagi meluaskan usaha perdaganganya. Hal tersebut disebabkan keadaan ekonomi yang belum stabil.

In Tjiaw Seng bersama dengan istrinya menekuni usaha pembuatan telur asin ini. Ide mendirikan usaha ini didasarkan pada tingginya minat masyarakat terhadap telur asin, melimpahnya produksi telur itik di wilayah Brebes dan sudah terbiasanya masyarakat Brebes membuat telur asin untuk hajatan-hajatan sebagai makanan pelengkap dalam hidangan hajatannya (berkat). Dalam usahanya In Tjiaw Seng dibantu anak dan tetangganya. Dengan cara ini keahlian membuat telur asin menurun pada anak dan tetangganya. In Tjiauw Seng meninggal pada tahun 1971, kemudian usahanya di teruskan oleh Hartono Sunaryo, anak pertama dari In Tjiauw Seng. Tidak lama kemudian sekitar tahun 1970 berdiri industri telur asin lainya seperti telur asin cap Tjoa dan Setuju Jaya. Telur asin Tjoa merupakan salah satu unit usaha telur asin yang masih bertahan sampai saat ini. Telur asin cap Tjoa didirikan oleh Tjoa Kiat Hien dan Niati. Setelah Tjoa Kiat Hien meninggal usahanya diteruskan anak

(24)

keempatnya yaitu Tjoa Kiem Tien (Wawancara dengan Hartono, Emmry Yuniarty, dan Komarudin pada bulan Agustus 2010 ).

Industri telur asin Cap Setuju Jaya merupakan usaha perseorangan yang didirikan oleh Emmry Yuniarty di Kelurahan Brebes pada tahun 1970. Penamaan Setuju Jaya hanya bersifat spontanitas. Artinya, pengambilan nama agar mempermudah memperkenalkan produk kepada masyarakat Brebes. Pada awalnya Emmry Yuniarty mempunyai pekerjaan sehari-hari membantu usaha orang tuanya berjualan onderdil motor dan telur asin secara kecil-kecilan. Selama membantu orang tuanya, Emmry Yuniarty memperoleh banyak ilmu mengenai tata cara berdagang dari kedua orang tuanya. Hal tersebut membuat Emmry Yuniarty mempunyai keinginan untuk mendapatkan pekerjaan agar tidak selalu bergantung kepada orang tuanya. Melihat keberhasilan dan kesuksesan yang diraih oleh Industri telur asin milik In Tjiaw Seng dan orang tuanya membuat Emmry Yuniarty mempunyai keinginan mendirikan industri telur asin sendiri guna mengikuti kesuksesan yang diraih oleh industri telur asin milik In Tjiaw Seng (Wawancara dengan Emmry Yuniarty tanggal 11 Agustus 2010).

Akhir tahun 1970, usaha telur asin ini mulai dilakukan oleh penduduk pribumi Brebes yaitu Muhadi di Desa Limbangan Wetan. Ia belajar membuat telur asin ketika bekerja di Setuju Jaya, pada akhir tahun 1970 Muhadi keluar dari Setuju Jaya dan berusaha mendirikan industri telur asin sendiri dengan dibantu tiga orang pekerja. Sejak itulah kemudian bermunculan unit-unit usaha telur asin lainnya di desa sekitarnya. (Wawancara dengan Emmry Yuniarty tanggal 11 Agustus 2010).

(25)

Pada tahun 1980-an jumlah pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes masih bisa dikatakan jarang, karena pada saat itu sulit mendapatkan bahan bakunya serta konsumen pun belum seramai sekarang. Seiring perkembangan waktu telur asin semakin digemari oleh konsumen masyarakat Brebes maupun masyarakat luar kota Brebes, maka banyak masyarakat termotivasi untuk memulai usaha telur asin ini seperti Hajah Taripah Mukmin .

Pada tahun 1981 Hajah Taripah Mukmin mulai merintis usaha pembuatan telur asin. Semula hanya untuk memenuhi pesanan orang yang menyelenggarakan hajat. Karena disukai, kabar pun tersebar dari mulut-kemulut dan hal tersebut menyebabkan banyaknya pelanggan. Hajah Taripah Mukmin resmi menekuni usaha telur asin yang dibantu oleh anaknya yaitu Komarudin. Sepeninggal Hajah Taripah Mukmin maka usaha telur asin tersebut dilanjutkan oleh anaknya yaitu Komarudin. (Wawancara dengan Komarudin pada tanggal 12 Agustus 2010)

Pada awalnya, pekerjaan membuat telur asin dikembangkan oleh masyarakat Brebes sebagai suatu usaha sambilan, yaitu ketika masyarakat menunggu waktu panen padi dan mengisi waktu sehabis menanam. Pada masyarakat pedesaan, masa setelah menanam padi biasanya merupakan masa paceklik yaitu masa di mana setelah menanam padi sulit dan sedikit sekali pekerjaan. Situasi tersebut menyebabkan masyarakat tidak memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sambil menunggu masa panen tiba untuk bekerja kembali di sawah masyarakat petani Brebes memanfaatkan waktu senggangnya untuk membuat telur asin.

(26)

Dengan berkembangnya usaha telur asin sebagai industri rumahan, dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Di samping itu, menyiapkan masyarakat untuk mengarah pada perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat. Pada awalnya berorientasi pada pola pikir dan perilaku agraris, menuju kepada pola pikir masyarakat industri yang ditandai dengan sikap disiplin dengan waktu, sikap bekerja secara efisien, efektif, dan pola pikir yang berorintasi kepada masa depan dan bukan kepada hari ini.

Sentra industri telur asin terdapat di dua daerah yaitu Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes. Pada mulanya di Kelurahan Brebes merupakan sentra terbanyak usaha telur asin, kemudian diikuti Kelurahan Limbangan Wetan dan desa-desa lainya. Di Kelurahan Brebes jumlah pengrajin tidak mengalami pertambahan. Hal ini disebabkan di sepanjang jalan kota Kabupaten Brebes dimana banyak toko yang menjual telur asin namun tidak diimbangi dengan tersedianya area parkir yang cukup luas. Hal tersebut membuat para calon pembeli enggan berhenti, dan lebih memilih toko dengan area parkir luas. Dengan demikian ketersediaan area parkir merupakan hal penting dalam memperlancar usaha ini.

4.2.2 Kondisi Industri Telur Asin di Kecamatan Brebes Pada Tahun 1970-2005 Sub bab ini merupakan jawaban analisis atas pertanyaan penelitian yang kedua yaitu mengenai kondisi industri telur asin pada tahun 1970-2005. Perkembangan industri telur asin di Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes pada kurun waktu 1970-2005 mengalami dinamika di tinjau dari segi produksi maupun

(27)

persaingan dengan industri yang mempunyai modal lebih besar. Untuk mengetahui secara jelas mengenai kondisi industri telur asin di Kecamatan Brebes akan dijabarkan dalam sub bagian berikut yang akan dibagi berdasarkan faktor-faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja serta faktor lain di luar produksi yang juga berperan penting yaitu proses produksi serta pemasaran.

Usaha telur asin Brebes mulai berkembang sekitar tahun 1959-an dengan pelopor utama yaitu In Tjiaw Seng. Diawali dari sini, ilmu membuat telur asin dikembangkan di Desa Brebes (Kelurahan Brebes). Usaha pembuatan telur asin dapat digolongkan sebagai industri rumah tangga (Home Industri) yang umumnya dekat dengan kegiatan pertanian desa merupakan pekerjaan sambilan. Pada awalnya, usaha pembuatan telur asin merupakan pekerjaan sambilan penduduk Kelurahan Brebes dan Kelurahan Limbangan Wetan untuk mengisi waktu senggang setelah mereka bekerja di sawah ataupun mengisi waktu sebelum musim panen tiba. Usaha telur asin hanya dilakukan oleh beberapa rumah saja, tetapi karena ternyata hasil yang didapatkan lumayan, maka banyak orang yang belajar membuat telur asin kepada orang yang dianggap sudah ahli. Keahlian membuat telur asin di Brebes sesungguhnya sudah berlangsung secara turun temurun, artinya diajarkan oleh pendahulunya kepada penerusnya di lingkungan keluarga dan berlangsung sebagai pekerjaan sambilan dari pekerjaan petani.

Berdasarkan hasil penelitian kepada para pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes, mereka menyebutkan bahwa pada tahun 1970-an merupakan perkembangan industri telur asin yang sedang mengalami kemajuan. Para konsumen khususnya

(28)

masyarakat yang berada disekitar Brebes mulai menyukai produk telur asin karena telur asin yang dihasilkan memiliki rasa yang enak, walaupun pengolahan yang dilakukan secara sederhana dan mutunya tetap terjaga. Pihak pengusaha pun tidak melewatkan kesempatan tersebut dengan meningkatkan jumlah produksi dan rasa. Untuk mengembangkan industri telur asin yang diproduksi di Brebes, pihak pengusaha melakukan kegiatan promosi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk telur asin dari Brebes. Promosi dilakukan melalui kertas merek, membuat iklan di radio dan melalui mulut ke mulut (mouth to mouth) sehingga telur asin dari Brebes menjadi dikenal oleh masyarakat luas dan berhasil mamasuki pasaran. (Berdasarkan hasil wawancara dengan Emmry dan Hartono pada tanggal 19 Agustus 2010).

Sekitar tahun 1980-an, kegiatan membuat telur asin belum pesat seperti sekarang ini. Para pengusahanya membuat telur asin dengan jumlah yang sedikit. Mereka memasarkannya hanya dalam ruang lingkup sekitar daerahnya saja. Para pengusaha juga masih membuat telur asin dengan bahan alami dan tidak adanya varina rasa seperti yang dipakai oleh para pendahulunya, yaitu dari tanah ladon dan hanya telur asin rebus. Posisi usaha telur asin pada waktu itu belum bisa dijadikan sebagai penopang kebutuhan hidup keluarga. Hal ini disebabkan masih sedikitnya jumlah pesanan atau daya jualnya yang masih rendah. Setelah jumlah pesanan meningkat dan menghasilkan pendapatan yang lebih baik dari pekerjaan pertanian, maka barulah masyarakat Kelurahan Brebes dan Kelurahan Limbangan Wetan mempertimbangkan dan beralih untuk membuat telur asin sebagai pekerjaan utama.

(29)

Proses penyebaran keahlian membuat telur asin berlangsung secara tradisional, yaitu belajar dari para pendahulunya yang dianggap ahli. Akibat meluasnya tingkat permintaan barang produksi telur asin mereka, maka keinginan orang untuk menekuni pekerjaan ini semakin meningkat, dan proses belajarpun sangat penting dan sangat diperlukan oleh masyarakat Brebes yang lain.

Dalam mendirikan industri telur asin, masyarakat tidak perlu menggunakan surat izin usaha dari Dinas Perindustrian Kabupaten Brebes. Para pengusaha bebas berusaha dan bersaing dalam pasar. Walaupun demikian, dari Dinas Perindustrian Kabupaten Brebes tetap memberikan penyuluhan kepada para pengusaha. Adapun materi penyuluhan tersebut berkaitan dengan pengolahan limbah agar tidak mencemari lingkungan, serta tentang pengadaan dana bantuan dari pemerintah daerah. Tetapi pengadaan dana dari pemerintah daerah sampai saat ini belum terealisasikan. Hal ini yang menyebabkan para pengrajin tidak lagi mempercayai pemerintah daerah, sehingga malas untuk mengikuti penyuluhan-penyuluhan. (Wawancara dengan Titin Sumiarti dan Lazuardi pada bulan Agustus 2010)

Kegiatan industri kecil telur asin ini mulai meningkat pesat sejak pertengahan 1980-1998. Tjondronegoro (1998 : 103) mengatakan bahwa agaknya tahun 1984 dalam sejarah pembangunan kita akan tercatat sebagai “titik balik” (Turning Point) dari masa pembangunan pertanian dengan tekanan pada produksi dan rehabilitasi prasarana pertanian, ke arah perwujudan kerangka landasan untuk tahap industrialisasi. Selain itu, titik berat Pembangunan Nasional Jangka Panjang (PJP) adalah pembangunan bidang ekonomi, dengan sasaran utama mencapai

(30)

keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri, yaitu industri yang kuat yang ditunjang oleh pertanian yang tangguh (GBHN, 1993 dalam Ravik Karsidi, 2003 : 25).

Pada masa tersebut peningkatan yang pesat industri telur asin Brebes selain didukung oleh pemerintah, juga karena jumlah pesanan yang meningkat serta kenyataan yang kemudian disadari oleh masyarakat Brebes bahwa bekerja sebagai pengusaha telur asin dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Dahulu, pemasaran telur asin masih terbatas pada pasar-pasar lokal bahkan sebagian hanya sebatas dipergunakan untuk keperluan sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara Kepala Desa Limbangan Wetan, sebelum tahun 1990-an mata pencaharian penduduk Limbangan Wetan mayoritas adalah sebagai petani dan pengrajin sanggul, sedangkan di Kelurahan Brebes mayoritas adalah sebagai pembuat tempe dan petani. Perkembangan setelah tahun 1990-an mengalami perubahan, yaitu mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai pengrajin telur asin.

Pada tahun 1993 terjadi perombakan di pabrik kepemilikan H. Komarudin yang beralamat di Kelurahan Brebes Kecamatan Brebes. Pabrik yang tadinya bersatu dengan rumah tempat tinggal menjadi terpisah bahkan pengerjaan telur asin dilakukan hingga ke pekarangan rumah. Selain itu juga memiliki tempat produksi telur asin di Jalan Dipenogoro. Pada periode ini terjadi pertambahan pekerja sebanyak tiga orang untuk dipekerjakan di bagian pembaluran dan pencucian telur (Wawancara dengan Komarudin pada tanggal 12 Agustus 2010).

(31)

Pada tahun 1993, masyarakat Brebes mendirikan koperasi yang beranggotakan para pengusaha telur asin termasuk di sini para pemilik industri telur asin dan pekerja. Koperasi ini diberi nama “Industri telur asin rakyat (KOPINRAK)”. Koperasi ini didirikan atas permintaan para pengusaha telur asin dengan tujuan agar di antara para pemilik industri telur asin tidak terjadi persaingan yang tidak sehat, selain itu sebagai tempat peminjaman modal dan tempat penjualan hasil industri. Yang menjabat sebagai ketua koperasi pada waktu itu adalah Bapak H. Komarudin. Tetapi pada tahun 1994, KOPINRAK tidak berfungsi sesuai dengan tujuan awal dan akhirnya pada tahun itu pula KOPINRAK bubar dengan sendirinya. Hal ini dikarenakan para pengusaha telur asin lebih suka menjual hasil produksi langsung ke konsumen tanpa melalui koperasi terlebih dahulu. Selain itu, banyak para pengusaha yang tidak percaya dengan kinerja pengurus koperasi, dan ternyata pada koperasi tidak dapat meminjami modal sesuai dengan yang diharapkan. KOPINRAK hanya bertahan selama satu tahun. Sayangnya, data-data tentang koperasi ini sudah tidak ada. (Wawancara dengan Komarudin pada tanggal 12 Agustus 2010)

Pada tahun 1990-1995 produksi dan pemasaran telur asin meningkat sesuai dengan keinginan masyarakat dan hasilnya juga stabil. Daerah pemasaran telur asin Brebes sekarang sudah merambah ke seluruh pulau Jawa bahkan sudah sampai ke Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Produksi telur asin Brebes banyak diminati oleh pasar karena harga yang relatif lebih murah dengan kualitas yang bersaing dengan industri telur asin di daerah lain.

(32)

Terjadinya krisis moneter yang menimpa perekonomian Indonesia yang terjadi pada tahun 1997/1998, berdampak pula dengan kelangsungan industri telur asin di Kecamatan Brebes. Banyak pengrajin kecil-kecilan yang tidak mampu beroperasi lagi dan akhirnya gulung tikar. Yang masih dapat bertahan adalah yang mempunyai industri telur asin dengan skala yang besar (Wawancara dengan Emmry Yuaniarty, Titin Sumiari, dan Mulyani pada bulan Agustus 2010). Indikasi berkembang pesatnya industri telur asin Brebes berdasarkan jumlah pengusaha dan tanaga kerja tahun 1970-2005 dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Indikasi Berkembang Pesatnya Industri Telur Asin Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan. Berdasarkan Jumlah industri Tahun 1970-2005

Tahun Jumlah

pengrajin

Jumlah Produksi (Tahun) Tenaga Kerja

1970-an 20 - 60

1980-an 54 10.108.500 butir 200

1990-an 65 11.524.000 butir 260

2000-an 45 12.075.000 butir 178

Sumber: data diolah berdasarkan hasil penelitian di Dinas Perindustrian

Kabupaten Brebes (2000) dan Wawancara dengan Hartono dan Emmry Yuniarti pada bulan Agustus-Sepetember 2010)

Menjelang tahun 2000-an, jumlah pengusaha telur asin mengalami penurunan. Sebagai dampak krisis moneter yang menyebabkan banyak pengusaha gulung tikar karena kehabisan modal. Walaupun demikian industri telur asin masih mendominasi perekonomian Kabupaten Brebes. Pada tahun 2004, Kabupaten Brebes menjadi pemenang dalam lomba pembangunan permukiman berkelanjutan dengan kategori

(33)

kepedulian dalam pengelolaan sentra lingkungan industri kecil dalam bentuk program kegiatan pembangunan lingkungan permukiman. Sentra industri kecil yang dijadikan sebagai objek adalah daerah sentra industri kecil telur asin Brebes. Hal ini menunjukkan bahwa industri telur asin Brebes telah membawa nama baik Kabupaten Brebes di tingkat provinsi (Wawancara dengan Lazuardi pada tanggal 10 Agustus 2010). Mulai tahun 2005, produksi telur asin Brebes mengalami penurunan jumlah produksi yang cukup drastis. Hal ini disebabkan para peternak itik sebagai sumber bahan baku utama tidak melakukan aktivitas beternak karena banyak itiknya yang terkena infeksi sehingga produksi telur itik menurun.

Melihat perkembangan industri telur asin selama periode kajian, maka perlu dibahas mengenai bagaimana perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, yaitu seperti masalah permodalan, tenaga kerja, proses produksi dan saluran distribusi. Namun agar pembahasan yang dilakukan menjadi lebih sistematis, teratur dan jelas, maka penulis akan membahasnya dalam sub bab masing-masing. Pembahasannya meliputi hal-hal sebagai berikut; permodalan, tenaga kerja, proses produksi dan saluran distribusi.

4.2.2.1 Jumlah Modal yang diperlukan dalam mengembangakan industri telur asin tahun 1970-2005

Dalam suatu usaha apapun, modal merupakan salah satu faktor penting dalam suatu proses produksi di samping sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA). Adanya modal yang cukup sangat penting bagi suatu proses produksi

(34)

untuk beroperasi dengan seekonomis mungkin dan proses produksi tidak mengalami kesulitan atau menghadapi ancaman yang mungkin timbul karena adanya krisis atau kekacauan keuangan. Akan tetapi adanya modal yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif, dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi pengusaha karena adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan disia-siakan (Wijaya, 2001: 39).

Para Pengusaha telur asin memerlukan modal untuk menjalankan usahanya. Adapun jenis modal yang sangat berkaitan dengan industri telur asin di Kecamatan Brebes adalah dana dan alat-alat produksi. Modal dana sangat diperlukan dalam menjalankan usaha industri telur asin, karena dengan dana yang cukup maka kebutuhan produksi seperti membeli bahan baku telur asin yaitu bata merah atau tanah ladon, garam, abu hitam, jerami padi dan minyak tanah dan lain-lain. Selain itu juga peran alat-alat produksi sangat berguna sekali bagi kemajuan proses produksi. 1. Ember plastik, Ember yang dipakai memiliki beberapa ukuran yang berbeda.

Ember plastik besar atau paso memiliki ukuran 10-15 liter dan digunakan untuk mencampur adonan pembalut telur. Ember kecil berukuran 2,5-5 liter berfungsi untuk mengukur bahan-bahan pembalut yang dibutuhkan dan biasanya dipakai sebagai ukuran perbandingan masing-masing bahan pembalut. Kegunaan ember plastik lainnya adalah untuk mencuci telur itik mentah sebelum dibalut dan setelah penyimpanan.

2. Dandang atau panci, alat ini digunakan untuk memasak telur asin mentah yang sudah dicuci. Dandang yang sering dipakai ada dua jenis yaitu dandang berukuran

(35)

besar dan kecil. Dandang berukuran besar memiliki volume kurang lebih 45 liter untuk memasak telur sebanyak 600-750 butir dan dandang kecil berukuran kurang lebih 10 liter untuk memasak telur sebanyak 100-150 butir.

3. Peti kayu, Peti kayu dipakai untuk menyimpan telur yang sudah dibalut. Peti ini terbuat dari lempengan kayu pinus kasar yang sudah dipotong-potong dan dirangkai oleh pengusaha telur asin menjadi peti berukuran sekitar 30cm x 50 cm. Satu peti menampung 300 butir dan daya tampung ini menjadi salah satu satuan produksi dan penjualan.

4. Kompor minyak tanah atau kayu bakar, berfungsi untuk memasak dandang berisi telur asin mentah sampai matang. Ada dua jenis kompor yang digunakan kompor minyak tanah dan kompor gas. Pada awalnya kompor minyak tanah paling banyak dipakai karena bahan bakarnya lebih murah, namun dibutuhkan waktu lebih lama dari pada jika menggunakan kompor gas.

5. Keranjang bambu, yaitu alat yang digunakan untuk menaruh telur asin yang sudah matang

6. Serok adalah alat untuk membantu dalam mengangkat telur asin yang sudah matang.

Dengan memiliki alat-alat tersebut pengusaha telur asin mampu memproduksi telur asin dan dapat memenuhi pesanan dari konsumen yang terus mengalami peningkatan. Secara keseluruhan para pengusaha telur asin memiliki alat-alat tersebut, karena alat-alat produksi yang dijelaskan di atas sangat membantu dalam proses pembuatan telur asin

(36)

Sistem kepemilikan modal dalam industri telur asin yaitu sistem modal perorangan. Dalam arti, modal tersebut merupakan modal milik sendiri. Secara sepintas, industri telur asin sangat sederhana dan membutuhkan modal yang sedikit. Modal tersebut yaitu untuk membeli bahan baku, membayar tenaga kerja, pemasaran, dan lain-lain. Untuk memproduksi telur asin ini, Bapak Hartono salah seorang pengusaha di Kelurahan Brebes membeli bahan baku telur itik pada tahun 1980an seharga rata-rata Rp. 45000/peti yang sangat tergantung dengan kondisinya.

Para pengusaha telur asin biasanya meminjam modal kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang diorganisir oleh kelurahan, sehingga jika orang akan meminjam uang tidak perlu pergi ke BRI langsung yang berada di kecamatan. Meminjam modal di bank tentunya dengan memenuhi beberapa persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan tersebut yaitu peminjam harus menyerahkan surat jaminan yang besarnya tergantung dari jumlah modal yang akan dipinjam. Surat jaminan ini digunakan sebagai jaminan atas hutang-hutangnya di bank tersebut. Surat jaminan ini dapat berupa surat tanah, surat rumah, dan lain-lain. Dalam meminjam modal di bank ini, Ibu Titin Sumiarti menggunakan sistem bulanan dengan jumlah pinjaman mencapai Rp. 25.000.000. Setiap bulanIbu Titin Sumiarti harus mencicil membayar hutang-hutangnya di bank dan tentunya dengan bunga pinjamannya. Selain Ibu Titin Sumiarti pengrajin yang juga meminjam modal ke bank adalah ibu Mulyani. Beliau meminjam modal di bank sejumlah Rp. 10.000.000 saja, karena industri beliau lebih kecil dari pada Ibu Titin Sumiarti. (Wawancara dengan ibu Titin Sumiarti dan Mulyani pada bulan September 2010)

(37)

Selain melalui bank dan koperasi, para pengusaha juga dapat meminjam modal kepada orang-orang kaya. Mereka adalah para pengusaha telur asin yang sukses (bos gedean). Yang meminjam kepada orang-orang ini biasanya adalah para pengusah yang kecil-kecilan. Waktu pengembalian sudah ditentukan oleh kedua belah pihak.

Di Kecamatan Brebes para pengusah telur asin pada umumnya mulai usaha dengan menggunakan modal sendiri dan belum ada perhatian dari pemerintah daerah dalam bentuk bantuan modal usaha. Pelatihan usaha dan penyuluhan pernah dilakukan namun tidak rutin dan berkelanjutan. Keterampilan usaha diperoleh masing-masing pengusaha secara otodidak dari kebiasaan keluarga secara turun temurun.

Untuk memudahkan menganalisis permodalan industri telur asin di Kecamatan Brebes, maka penulis akan mengklasifikasikan ke dalam beberapa tipe berdasarkan modal yaitu industri kecil I yang memiliki modal kecil, industri kecil II yang memiliki modal sedang dan industri kecil III dengan modal lebih besar. Berikut ini akan dijelaskan mengenai perkembangan modal yang dalam menjalankan usaha industri telur asin di Kecamatan Brebes.

(38)

Tabel 4.6

Klasifikasi Industri Telur Asin berdasarkan Jumlah Modal Di Kecamatan Brebes Tahun 1980-2005.

Klasifikasi Usaha

Nama Pemilik Tahun Modal

(Bulan) Industri Kecil I (Kecil) 1. Mulyani 2. Tarkwadi 3. Marwiyah 1980 - 1990 Rp 1.000.000- 2.000.000 2005 Rp.2.000.000-4.000.000 Industri Kecil II (Sedang) 1. Rosid 2. Titin Sumiarti 3. Wariah 1980 Rp 1.000.000-2.000.000 1990 Rp 2.000.000-3.000.000 2005 Rp 7.000.000-8.000.000 Industri Kecil III

(Besar) 1. Hartono S 2. Emmry Y 3. Komarudin 1980 Rp 2.000.000- 3.000.000 1990 Rp 3.000.000 - 5.000.000 2005 Rp 8.000.000-10.000.000 Sumber : diolah dari hasil wawancara dengan para pengusaha telur asin pada bulan Agustus-September 2010

Modal pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes bervariasi, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan para pengusaha dalam memproduksi telur asin. Setelah merasa memiliki modal yang cukup ditambah dengan keterampilan yang dimiliki akhirnya mereka membangun industri telur asin dengan jumlah tenaga kerja sekitar 4-10 orang tergantung dari besar kecilnya usaha.

Selain itu, jika dilihat dari biaya bahan baku, upah pekerja, usaha kelompok industri kecil III lebih besar mengeluarkan biaya daripada kelompok industri kecil I. Hal ini dikarenakan modal yang dikeluarkan pun sangat besar sehingga dapat memproduksi telur asin dengan jumlah yang lebih besar. Untuk lebih memperjelas, penulis menyajikan biaya produksi pada industri telur asin di Kecamatan Brebes berdasarkan klasifikasi Industri Kecil I,II, dan III, seperti dalam tabel di bawah ini

(39)

Tabel 4.7

Perhitungan Biaya Produksi Industri Telur asin di Kecamatan Brebes pada Tahun 1990 Nama pengusaha telur asin Klasifikasi pengusaha telur asin Biaya Total Biaya (Rp) Upah pekerja (Rp) Bahan Baku (Rp) Ibu Mulyani Industri

Kecil I

200.000,- 1.500.000,- 1.700.000,- Titin Sumiarti Industri

Kecil II

300.000,- 2.200.000,- 2.500.000,- Komarudin Industri

Kecil III

400.000,- 3.000.000,- 3.400.000,- Sumber : Hasil wawancara dengan Bapak Ibu Mulyani, Titin Sumiarti, dan

Bapak Komarudin pada bulan Agustus 2010

Dari data di atas memperlihatkan modal yang diperlukan oleh pengusaha untuk membeli bahan baku dan membayar upah pekerja. Modal yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku dikeluarkan dalam setiap produksi. Faktor utama yang membedakannya dari biaya bahan baku. Hal tersebut dapat dilihat dan dirasakan dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Dalam sistem pengupahannya pun dibedakan tergantung jumlah skala produksi yang dihasilkan dari ketiga kelompok industri ini yang sudah dijelaskan pada tabel 4.6.

Keberadaan modal selain dapat dipergunakan untuk memperluas usaha, keberadaannya tersebut berpengaruh pula terhadap kelancaran proses produksi. Berawal dari pemikiran bahwa setiap usaha pastinya mengharapkan keuntungan yang cukup besar, maka sebelum memulai suatu usaha apapun termasuk industri telur asin sebaiknya dibuat analisis usaha. Dengan melakukan analisis usaha maka akan

(40)

diperoleh gambaran mengenai untung dan ruginya (Wawancara dengan bapak Komarudin tanggal 19 Agustus 2010).

Untuk hal keuntungan yang diterima tentunya masing-masing pengusaha berbeda-beda. Misalnya, Bapak H. Komarudin dengan modal dan tenaga kerja yang banyak memperoleh keuntungan lebih banyak daripada Ibu Tititn. Biasanya waktu normal yang diselesaikan oleh kelompok industri kecil I hanya satu kali produksi dalam satu minggu jadi untuk satu bulan memproduksi empat kali. Untuk kelompok industri kecil II mencapai dua kali dalam satu minggu, sedangkan untuk industri kecil III mencapai tiga kali dalam satu minggu. Hal ini dapat dimengerti mengingat perkembangan suatu usaha banyak tergantung pada besar kecilnya modal. Untuk melaksanakan kegiatan produksi, industri telur asin perlu memenuhi kebutuhan faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan sebagainya. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut peneliti sajikan analisis usaha pembuatan telur asin dilihat dari jumlah hasil produksi antara kelompok Indsutri kecil I, II, dan III.

 Asumsi Biaya Pembuatan per satu peti

1. Pembelian Telur itik per peti Rp 150.000 2. Pembelian garam dapur 100 gr Rp 500 3. Pembelian Bubuk Bata Metah 1kg Rp 400 4. Pembelian abu Hitam per Karung Rp 1000 5. Pembelian keranjang bambu Rp 2.500

6. Pembelian kertas Rp 2.500

7. Kantong Plastik Rp 5.000

8. Kayu Bakar Rp 3.000

9. Ongkos tenaga kerja Rp 10.000

10.Penyusutan alat-alat Rp 3.000

11. Lain-lain Rp 500__

(41)

Jumlah telur asin yang dihasilkan per peti adalah 300 buah telur asin. Harga satu buah telur asin Rp 1000. Hasil penjualan telur asin per satu peti Rp 300.000 (Rp 1000 x 300 buah telur asin)

Tabel 4.8

Perhitungan Keuntungan yang diperoleh pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes pada tahun 1990

Nama Pengusaha Klasifikasi Usaha Pendapatan Total Pendapatan (Rp) Keuntungan/Lab a bersih (Rp)/Bulan Waktu Produksi Jumlah produksi Harga hasil Produksi (Peti) Ibu Mulyani Industri Kecil I 1 bulan 4 Peti Rp 300.000 1.200.000 486.400 Titin Sumiarti Industri Kecil II 1 bulan 8 Peti 2.400.000 974.800 Komarudi n Industri Kecil III 1 bulan 12 Peti 3.600.000 1.459.200

Sumber : Hasil wawancara dengan Ibu Mulyani, Titin Sumiarti dan Komarudin pada bulan September 2010

Dari uraian di atas maka dapat diperoleh gambaran mengenai analisis usaha telur asin. Selain itu, Bapak Komarudin juga menjelaskan bahwa tidak menutup kemungkinan jumlah modal itu sendiri dari telur itik ke telur asin dapat mengalami perubahan. Hal tersebut bisa terjadi baik disebabkan oleh peningkatan produksi karena semakin banyaknya permintaan pasar maupun yang disebabkan oleh naiknya harga bahan baku dan ongkos transportasi untuk mengangkut bahan baku. Sehubungan dengan hal tersebut, tidaklah mengherankan jikalau harga produkpun sewaktu-waktu dapat mengalami kenaikan. Pada hari-hari besar para pengusaha memperoleh keuntungan yang lebih banyak, karena permintaan pasar telur asin

(42)

Brebes melonjak secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk memproduksi telur asin lebih banyak untuk menambah keuntungan.

4.2.2.2 Peran Tenaga Kerja Pada Industri Telur Asin

Selain modal yang telah dijelaskan di atas, faktor produksi yang lain adalah sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja yang mengerjakan bahan-bahan, sebuah produk tidak akan dapat dihasilkan. Semakin banyak tenaga kerja yang terserap, maka angka pengangguran pun semakin dapat ditekan.

Sebagaimana yang dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa industri telur asin di Kecamatan Brebes termasuk ke dalam industri kecil jika dilihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap suatu unit usaha. Tenaga kerja di industri ini merupakan tenaga kerja terampil. Keterampilan ini diperoleh tenaga kerja dengan cara melihat langsung para pembuat, sehingga dengan mudahnya keterampilan ini dipelajari

Pembagian tugas pekerjaan pada tenaga kerja sebagai salah satu fungsi manajemen produksi baru sebagian diterapkan. Seorang tenaga kerja dapat melakukan semua jenis pekerjaan dalam proses produksi dari awal hingga produksi siap dijual. Pemimpin usaha hanya mengawasi dan turun tangan jika pekerjaan yang dilakukan oleh pekerjanya dianggap kurang atau tidak sesuai dengan keinginannya

Keterampilan yang dimiliki tenaga kerja telur asin di Kecamatan Brebes diperoleh pimpinan usaha tempat mereka bekerja. Sebelum bekerja mereka diberikan pengarahan tentang proses pembuatan dan dilatih oleh pimpinan usaha. Tingkat

(43)

pendidikan tenaga kerja sebagaian besar tamatan SD dan SLTP yaitu 23% dan 22%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja industri telur asin Brebes masih rendah. (Wawancara dengan Jaenal pada bulan Agustus 2010)

Dari hasil observasi, tidak ada pembagian tugas berdasarkan umur, pendidikan ataupun skill. Kebanyakan tenaga kerja adalah lulusan Sekolah Dasar yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya dan lebih memilih bekerja di desanya dari pada bekerja di kota. Hal ini yang menyebabkan arus urbanisasi di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan cukup rendah. Anak-anak yang masih sekolah, setelah pulang sekolah mereka membantu orang tuanya membuat telur asin. Sebelum tahun 1990-an, penggunaan tenaga kerja anak-anak masih banyak digunakan, mereka adalah anak-anak usia 15 tahun yang tidak sekolah. Dengan adanya program wajib belajar sembilan tahun, anak-anak tidak dibutuhkan lagi karena mereka harus sekolah.

Ada ketentuan tentang status buruh, yaitu buruh bulanan, buruh harian, dan buruh borongan. Hampir semua buruh ini berstatus sebagai pegawai tetap, dengan waktu kerja yaitu jam 07.00 WIB-10.00 WIB, 11.30 WIB -12.00 WIB, dan 13.00 WIB -16.00 WIB. Sedangkan untuk waktu istirahat yaitu jam 10.00 WIB -10.30 WIB dan 12.00 WIB -13.00 WIB. Waktu istirahat tersebut digunakan untuk pulang ke rumah masing-masing dan jika sudah waktunya kerja mereka akan kembali lagi (Wawancara dengan Jaenal, Yayah dan Roidah pada bulan Sepetember). Adapun sistem pemberian upah tenaga kerja dapat dilakukan denga empat yaitu:

(44)

1. Upah bulanan yang diberikan setiap minggu pertama tiap bulan. Besarnya bervariasi antara Rp. 100.000- Rp. 150.000. Upah tersebut diberikan bila tenaga kerja melakukan semua pekerjaan dalam proses produksi.

2. Upah diberikan sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Misalnya proses pembalutan saja, upah diberikan antara Rp 50.000- Rp 75.000. Sistem pemberian upah ini dilakukan oleh 15 % pengusaha dan dilakukan apabila adanya peningkatan permintaan, misalnya pada hari-hari libur nasional maupun libur sekolah.

3. Upah harian besarnya Rp 5.000- Rp 15.000 per hari.

4. Upab borongan dilakukan untuk unit usaha yang tidak menetapkan hari dan jam kerja. Penambahan tenaga kerja dilakukan karena meningkatnya pesanan. Untuk pekerjaan mencuci telur, upah diberikan Rp.7-Rp.10 per butir dan untuk pekerjaan membalut telur Rp. 1000 -1250 per peti (300 butir). Kesejahteraan tenaga kerja sangat diperhatikan oleh para majikannya. Bentuk kepedulian sang majikan kepada buruh dapat dilihat ketika ada salah satu buruh yang sakit, majikan akan membantu dalam pengobatannya. Selain dalam hal pengobatan, ketika menjelang hari raya Idul Fitri, majikan membagi-bagikan satu stel pakaian dan sembilan bahan pokok (sembako) untuk semua tenaga kerjanya.

4.2.2.3 Produksi Telur Asin Antara Tahun 1970-2005

Salah satu pengasinan telur yang dikenal luas adalah cara pengasinan Brebes. Sesuai namanya, pengasinan ini banyak dilakukan oleh masyarakat Brebes. Maka tidak mengherankan bila Brebes dikenal sebagai kota telur asin (Agus et

(45)

al.2002). Dari daerah ini banyak dihasilkan produk telur asin yang berkualitas yaitu dengan ciri khas kuning telur masir dan berminyak serta harganya relatif murah.

Secara umum penggunaan teknologi atau peralatan dalam industri telur asin Brebes dalam pengolahan telur asin masih sederhana tanpa menggunakan mesin masih menggunaakn tangan manusia (Handmade). Banyak output produksi sangat tergantung pada banyaknya jumlah tenaga kerja. Oleh karena itulah industri ini termasuk ke dalam industri yang padat karya. Peralatan yang digunakan diantaranya adalah ember plastik, dandang atau pani, peti kayu, kompor minyak tanah atau kayu bakar dan kerajang bambu, sedangkan kemasan telur asinya menggunakan besek dan kardus. Besek adalah kotak anyaman bambu yang terdiri atas wadah dan tutupnya.

Proses produksi telur asin memerlukan telur itik sebagai bahan baku dan beberapa bahan lain sebagai bahan pembantu. Bahan-bahan pembantu tersebut adalah bata merah yang telah dihaluskan, garam, air, abu gosok, sekam, jerami padi, kayu bakar dan minyak tanah. Pengusaha telur asin lebih menyukai telur itik gembala karena warna kuning telurnya oranye atau kuning kemerah-merahan lebih disukai oleh konsumen dari pada warna kuning telur itik yang diternakan secara intensif. Namun ketersediaan telur itik pangon (telur yang diperoleh dari itik yang diternakan secara ekstensif) yang tidak menentu menyebabkan pengusaha telur asin terpaksa menggunakan telur itik peternakan. Harga telur itik berukuran besar berkisar antara Rp.450-Rp.520, sedangkan untuk telur itik berukuran kecil Rp.420-Rp.500. Pengusaha telur itik umumnya membeli telur itik dari bakul atau pedagang besar (84%), peternak langsung (10%). Telur itik mentah yang dibeli berasal dari

Gambar

Gambar 4.2  Peta Kecamatan Brebes
Tabel  di  atas  menunjukkan  bahwa  industri  pangan  di  Kecamatan  Brebes  merupakan  industri  yang  paling  banyak  menyerap  tenaga  kerja

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti pertama yaitu menentukan informan. Dari informan ini dapat diperoleh informasi tentang keberadaan Perkebunan teh Kaligua terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi Masyarakat Transmigran Desa Mukti Makmur Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam dari awal masuk, terhitung dari tahun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Kondisi wilayah Desa Kasimpar Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara, (2) Awal kemunculan petani kentang dan

Memahami keberadaan penduduk suatu wilayah adalah hal yang sangat penting, sebab akan dapat mengetahui dinamika dan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat suatu

Selain itu orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan desa/kelurahan) desa Cigedug berdekatan dengan kecamatan Cigedug. Sedangkan jarak dari ibukota kabupaten/ kota adalah 30 km,

Pembangunan bendungan Cirata sebenarnya telah memberi kesempatan pada masyarakat Kecamatan Maniis untuk melakukan perubahan dengan tersedianya sarana dan prasarana,

Krakatau Steel dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dana yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan ini berasal dari keuangan perusahaan dan laba bersih yang

Selain kualitas air, terdapat juga starategi-strategi yang digunakan untuk pengembangan budidaya tambak di Brebes.33 Relevansi dengan skripsi ini adalah memiliki kesamaan dalam