• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN MANIIS KABUPATEN PURWAKARTA. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Maniis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN MANIIS KABUPATEN PURWAKARTA. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Maniis"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI

MASYARAKAT KECAMATAN MANIIS KABUPATEN PURWAKARTA

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Maniis

4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif

Sebelum membahas kondisi Kecamatan Maniis, peneliti terlebih dahulu mengemukakan tentang letak geografis dan administratif Kabupaten Purwakarta pada tahun 1984-2002. Kabupaten Purwakarta adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia terletak ±80 km sebelah Timur Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya (BPS Kabupaten Purwakarta, 2002: 3).

Kabupaten Purwakarta berada pada titik temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon. Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekitar 2,81% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat. Sejak tahun 2001 Kabupaten Purwakarta punya 17 Kecamatan dengan 192 desa/kelurahan. Jarak antar Kecamatan bervariasi, jarak terdekat sepanjang 4 km terdapat antara Kecamatan Sukatani dengan Kecamatan Plered, sementara jarak terjauh adalah 60 km yang terdapat antara Kecamatan Bojong dan Kecamatan Sukasari. Ditinjau dari aspek geografis, letak Kabupaten Purwakarta dapat dibagi atas beberapa wilayah, yaitu

(2)

bagian utara, barat, selatan, dan timur. Wilayah bagian utara mencakup Kecamatan Campaka, Bungursari, Cibatu, Purwakarta, Babakan Cikao, Pasawahan, Pondoksalam, Wanayasa, Kiarapedes. Wilayah barat meliputi Kecamatan Jatiluhur dan Sukasari, sedangkan bagian selatan dan timur wilayahnya meliputi Kecamatan Plered, Maniis, Tegalwaru, Sukatani, Darangdan, dan Kecamatan Bojong.

Pada tahun 2002 wilayah Kabupaten Purwakarta dimekarkan dari 11 Kecamatan menjadi 17 Kecamatan, sedangkan banyaknya desa/kelurahan tetap sebanyak 183 desa dan kelurahan, akan tetapi beberapa desa mengalami perubahan wilayah administrasi. Sementara itu Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dan dusun mengalami pemekaran sehingga terdapat 524 dusun dengan 1.152 RW dan 3.244 RT. Berdasarkan profil desa yang dibuat setiap tahun, desa/kelurahan dapat diklasifikasikan menjadi desa swadaya, swakarya, atau swasembada. Menurut dinas pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Purwakarta, dari 192 desa/kelurahan, 36 diklasifikasikan sebagai desa swadaya dan sebanyak 156 desa masuk ke dalam klasifikasi swakarya. Sampai tahun 2002 di Kabupaten Purwakarta belum ada desa maupun kelurahan yang masuk ke dalam klasifikasi swasembada (BPS Kabupaten Purwakarta, 2002: 4).

Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan

(3)

Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah diresmikan pada tanggal 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.

Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta. Jumlah Dinas menjadi 18 Dinas, 3 Badan dan 3 Kantor serta Kecamatan berjumlah 17 buah, Kelurahan 9 buah dan desa 183 buah.

Untuk lebih memperjelas gambaran tentang Kabupaten Purwakarta, berikut ini dapat dilihat peta Kabupaten Purwakarta.

(4)

Peta 4.1

KEC. MANIIS

Peta Kabupaten Purwakarta

Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis. (2008: Tanpa Halaman). Peta Wilayah Kabupaten Purwakarta Tahun

2008. Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

Kecamatan Maniis adalah salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Purwakarta secara geografis terletak di sebelah selatan kota Kabupaten yang berjarak sekitar 30 km dengan luas wilayah mencapai 5.191,629 Ha. Yang terdiri dari luas daratan 3.238 Ha, sawah 624,660 Ha, serta waduk 1.328,602 Ha yang meliputi delapan desa diantaranya Citamiang, Ciramahilir, Gunungkarung, Cijati, Tegaldatar, Pasirjambu, Sinargalih, dan Sukamukti.

(5)

Sejak tahun 1976 wilayah Maniis pengelolaannya diserahkan kepada wilayah otonomi Kabupaten Purwakarta, kala itu Kecamatan Maniis terdiri dari dua desa yaitu Ciramahilir dan Citamiang. Mengingat wilayah Maniis arealnya sangat luas setelah masuk otonomi Kabupaten Purwakarta kemudian dimekarkan menjadi 8 desa yang telah disebutkan di atas, dengan jumlah penduduk pada tahun 1999 sebesar 21.795 jiwa serta kepadatan penduduk 304,23 jiwa/km2, mata pencaharian terbesar masyarakat berada pada sektor pertanian. Wilayah Maniis sebelumnya merupakan sebuah kampung yang dijadikan sebagai pusat keamanan dan pertahanan, juga sebagai tempat paniisan para kanjeng dalem atau pejabat, oleh karena itu daerah ini diberi nama Maniis. Sebelum menjadi sebuah Kecamatan, sebelumnya termasuk ke dalam Kecamatan Plered, maka pada tanggal 19 September 1989 Plered di mekarkan menjadi dua bagian dengan Maniis maka terbentuklah Kecamatan Maniis dengan camat pertama yaitu Bapak Muhammad Rifai (wawancara dengan Bapak Asep, tanggal 14 Juli 2009).

Untuk lebih memperjelas gambaran tentang Kecamatan Maniis, berikut ini dapat dilihat peta Kecamatan Maniis.

(6)

Peta 4.2

K ECA M ATAN M A NIIS K AB UPATE N P URWA KA RTA

KAB. BAND UNG SUKAMUKTI

GUNUNG KARUNG

CIJATI

KA NTOR KEC. MANIIS

CITAMIANG

PASIR JAMBU

TEGAL

D ATAR SINARGALIH CIRAMA HILIR GALUMPIT KAB. CIANJUR KEC. SUKASAR I KEC. TEGALWARU WADUK CIRATA SD N 1 C IRAMA HIL IR DESA CIRAMA HILIR

SMPN 2 MANIIS + SDN 2 CIRAMA HILI R

SDN PAS IR JAMB U DESA PASIR JAMBU

SDN 1 TE GAL DATAR

DESA TEGAL DATAR RA ASSALA M

S DN 3 T EGAL DATAR DESA SINARGALIH

TK. P EMBI NA MANI IS S DN 2 SINARGALIH

SDN 1 CITA MIANG SDN 2 CITA MIANG

DESA CITAMIANG KANTOR UPTD KEC. MANIIS

SDN CIJATI SMPN 1 MANIIS DESA CIJATI DESA GUNUNG KARUNG

S DN 2 GUNUNGA KARUNG SDN 1 GUNUN G KA RUNG S MAN 2 MANIIS S DN 1 SUK AMUKTI S DN 3 SUKAMU KTI S DN 2 SU KAMUKTI SMPN S ATAP SUKAMU KTI MT S. NU RUL F ATA

S DN 1 SINARGA LIH S DN 3 CIT AMIANG + POLSEK MANII S

S DN 2 TE GAL DAT AR

TK/ RA. NU RUSSA ’ADA H TK. KHAE RUNNISS A

TK /RA. A L-HI DAYAH MI. MAMBA’ UL - ULUM

MTS. A L-MU TAALIMIN + MA. AL-MUTAALIMIN TK. TASB IQU L KHA IR

MAS JID AGUNG

TK. SATAP CITAMIANG

DA M PLTA

CIR ATA

GE D UNG PUS A T P ENGE N DAL I PLT A C IRAT A

PASAR PAL UM BON GUNUNG KARUNG CIRAMA HILIR PASIR JAMBU SUKAMUKTI TEGAL DATAR SINAR GALIH CIJATI CITAMIANG WADUK CIRATA N S E W Peta Kecamatan Maniis

Sumber: Diolah Data Kantor Kecamatan Maniis. (2005: Tanpa Halaman). Peta Wilayah Kecamatan Maniis Tahun 2005. Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

Kecamatan Maniis merupakan daerah yang terkena dampak dari bendungan Cirata dengan intensitas curah hujan yang terbilang kecil yaitu 2000-2500 mm/tahun dan wilayahnya diperuntukan untuk pertanian, perikanan jaring terapung Cirata, perkebunan rakyat jati dan karet dengan pola pergerakan barang dan orang berorientasi ke Kecamatan Plered. Sebelum adanya bendungan Cirata, Maniis merupakan daerah yang terisolir, dalam arti pembangunan jalan tidak

(7)

terjangkau pada daerah ini, sementara daerah Maniis sendiri sangat strategis karena merupakan daerah yang menghubungkan antara Cianjur dengan Purwakarta, akan tetapi setelah adanya bendungan Cirata, daerah ini menjadi terbuka yang diserahkan kepada Pemda setempat. Secara administratif Kecamatan Maniis mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kecamatan Tegalwaru b. Sebelah Timur : Kabupaten Bandung c. Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur d. Sebelah Barat : Kecamatan Sukasari

Jumlah penduduk Kecamatan Maniis 100% beragama Islam dan memiliki nilai-nilai keagamaan yang cukup tinggi, kewajiban untuk menjalankan perintah agama sangat ditaati oleh masyarakat, hal ini terlihat dari kewajiban menjalankan sholat lima waktu, berzakat, dan menunaikan ibadah haji. Selain itu adanya pondok pesantren pada setiap desa di Kecamatan Maniis dengan santri yang berjumlah sekitar 60 orang, merupakan bukti bahwa pentingnya pendidikan agama Islam yang diterapkan pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Maniis (wawancara dengan kepala seksi Kecamatan Maniis, tanggal 15 Juli 2009). Di bawah ini merupakan perkembangan jumlah sarana peribadatan di Kecamatan Maniis pada tahun 1980-2002.

(8)

Tabel 4.1

Jumlah sarana Peribadatan Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002 Tahun Jumlah Sarana Peribadatan

Masjid Mushola/langgar 1980 17 20 1981 17 33 1982 21 36 1983 22 39 1984 25 41 1985 27 41 1986 29 43 1987 32 43 1988 32 43 1989 32 44 1990 34 45 1991 36 45 1992 38 47 1993 39 48 1994 39 48 1995 41 48 1996 43 49 1997 47 51 1998 48 51 1999 48 52

(9)

2000 54 53

2001 54 54

2002 55 55

Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980-2002: Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

Tabel di atas memperlihatkan perkembangan jumlah sarana peribadatan di wilayah Kecamatan Maniis secara kuantitas sampai dengan tahun 2002 berjumlah 55 unit, juga secara kualitas (sebagian besar lantainya telah berkeramik) mengalami peningkatan. Hal ini menjadi gambaran bahwa nilai-nilai kesadaran beragama khususnya agama Islam di tengah masyarakat semakin tinggi. Juga adanya korelasi dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan yang dimiliki pada masyarakat Kecamatan Maniis.

Dalam kehidupan keagamaan, masyarakat di Kecamatan Maniis masih ada unsur sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan setempat. Unsur ini masih sangat kuat, terlihat dari mayoritas masyarakat Maniis masih menggunakan sesajen yaitu dengan menyediakan kopi pahit, teh, pisang emas, telur, ayam bakar, bunga tujuh rupa serta yang lainnya. Sesajen tersebut digunakan masyarakat apabila akan panen padi, kemudian acara hajatan, bahkan pertandingan bola pun masih selalu menggunakan sesajen dengan tujuan supaya pertandingannya menang. Hal tersebut terjadi dikarenakan penduduk yang tinggal di pedesaan belum banyak menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern, bahkan pada alam pikiran petani di pedesaan, batas antara unsur Islam dan bukan Islam sudah tidak disadari lagi (wawancara dengan Bapak Panji, tanggal 27 Juli 2009).

(10)

4.1.2 Kondisi Demografis dan Mata Pencaharian

Penduduk pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi pembangunan sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Salah satu tanggung jawab utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk serta mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan kesejahteraan. Kesejahteraan penduduk ternyata mengalami gangguan oleh perubahan-perubahan demografis yang sering kali tidak dirasakan. Masalah-masalah itu perlu ditanggulangi, karena pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat harus disertai dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk, melalui program keluarga berencana atau transmigrasi. Tujuan utama suatu proses pembangunan adalah untuk secara bertahap meningkatkan produktivitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh. Usaha-usaha tersebut dapat mengalami gangguan-gangguan, antara lain karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat yang disebutkan tingginya angka kelahiran. Masalah tingginya angka kelahiran akan dapat diatasi dengan melaksanakan program keluarga berencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu-ibu dan anak-anak maupun keluarga serta bangsa secara menyeluruh. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi kapasitas produksi (Soekanto, 2006: 338-339).

Masalah kependudukan merupakan masalah dasar terjadinya masalah-masalah sosial lainnya. Artinya, masalah-masalah kependudukan inilah yang menjadi pendorong terjadinya masalah-masalah yang lain. Pertumbuhan demografi suatu

(11)

kelompok penduduk diikuti oleh pertumbuhan kebutuhan hidupnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan hidup menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan, baik ketimpangan ekonomi, ekologi, dunia pendidikan, maupun ketimpangan sosial lainnya. Pertumbuhan penduduk menjadi pendorong terjadinya pertumbuhan eksponensial pertanian, industrialisasi, konsumsi sumber daya alam dan eksponensial lainnya. Penduduk merupakan faktor pendorong peningkatan usaha manusia yang positif terhadap kesejahteraan, akan tetapi berakibat negatif pula terhadap terjadinya berbagai ketimpangan serta masalah sosial. Berdasarkan ciri-ciri demografi penduduk Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta, masalah yang sedang dialami dewasa ini meliputi tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi, pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat gizi yang rendah, dan tingkat kesehatan yang belum memuaskan (BPS Kabupaten Purwakarta, 1995: 8).

Kondisi demografis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap perkembangan suatu wilayah. Dalam suatu proses pembangunan, pelaku utama yang mengendalikan dan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan adalah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Pentingnya peran serta penduduk maka berbagai upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) oleh karena itu dalam jajaran isu penting yang perlu diterapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang. Hasil sensus penduduk tahun 2002 memberikan gambaran bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun (1990-2002), rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Purwakarta adalah 2,28% pertahun. Berdasarkan hal tersebut maka penduduk Kabupaten Purwakarta tahun

(12)

2002 diproyeksikan menjadi 736.314 jiwa, terdiri dari laki-laki yang berjumlah 369.132 jiwa dan perempuan berjumlah 367.182 jiwa. Secara umum sex ratio tahun 2002 adalah 100,53 yang berarti bahwa di antara 100 orang perempuan terdapat 100 sampai 101 orang laki-laki.

Sebagian besar penduduk Kabupaten Purwakarta (18,25%) tinggal di Kecamatan Purwakarta. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Purwakarta merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan yang mempunyai banyak fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Adapun perkembangan penduduk Kecamatan Maniis sebagai berikut:

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002

Tahun Penduduk Jumlah

Jiwa Laki-laki Perempuan 1980 6.849 6.907 13.756 1981 6.972 7.049 14.021 1982 7.098 7.224 14.322 1983 7.175 7.400 14.575 1984 7.290 7.433 14.723 1985 7.366 7.480 14.846 1986 7.521 7.554 15.075 1987 7.657 7.749 15.406 1988 7.836 7.953 15.789 1989 8.086 8.294 16.380 1990 8.352 8.375 16.727

(13)

1991 8.401 8.452 16.857 1992 8.506 8.607 17.113 1993 8.637 8.712 17.349 1994 8.702 8.748 17.450 1995 8.755 8.802 17.557 1996 8.792 8.842 17.634 1997 8.805 8.895 17.705 1998 8.891 8.952 17.847 1999 8.907 9.007 17.914 2000 9.117 9.152 18.269 2001 9.187 9.202 18.389 2002 9.232 9.302 18.534

Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Purwakarta. (1997-2002). Kabupaten

Purwakarta dalam Angka. Purwakarta: Kantor Statistik Kabupaten

Purwakarta.

Profil Kecamatan Maniis dan Kecamatan Plered

Karena Kecamatan Maniis baru dibentuk pada tahun 1989, maka untuk memudahkan penelitian ini, jumlah penduduk dari tahun 1980-1988 peneliti memperoleh data dari Kecamatan Plered, karena pada waktu itu wilayah Maniis masih termasuk kemantren, maka sesuai dengan peraturan pemerintah dalam negeri (permendagri) Kecamatan Maniis menjadi Kecamatan devinitif. Peneliti mendapatkan data jumlah penduduk untuk tahun 1989-1996 dari kantor Kecamatan Maniis, sedangkan dari tahun 1997-2002 dari kantor statistik Purwakarta.

(14)

Tabel jumlah penduduk Kecamatan Maniis yang tercantum di atas merupakan jumlah secara keseluruhan yang di dalamnya termasuk orang-orang produktif yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja serta penduduk tidak produktif seperti anak-anak dan manula. Berdasarkan data penduduk pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Maniis mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari rentang waktu tahun 1984-2002 terjadi pertambahan penduduk sebesar 3.811 jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 1,71%. Kondisi ini selain masih tingginya tingkat kelahiran di wilayah kecamatan maniis juga sejalan dengan perkembangan unit-unit usaha yang memanfaatkan keberadaan waduk seperti kolam jaring terapung, warung lesehan, jasa transfortasi air, dari tahun ke tahun perkembanganya mengalami peningkatan sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat dari luar Kecamatan Maniis untuk turut berusaha dan menetap tinggal.

Dibangunnya bendungan Cirata mengakibatkan luas lahan pertanian di Kecamatan Maniis semakin berkurang akibat sebagian tanah garapannya terendam oleh aliran waduk Cirata. Keadaan seperti ini jelas mengurangi kesempatan kerja di bidang pertanian, sehingga untuk mencukupi kebutuhannya, masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani harus mencari alternatif lain di luar kegiatan pertanian. Maka untuk mengantisipasi keadaan tersebut, pemerintah dituntut untuk mengeluarkan kebijakan dalam mengembangkan usaha di sektor lain sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Sehingga pemerintah memberi kesempatan secara luas kepada masyarakat untuk membudidayakan teknik kolam jaring terapung, transfortasi air, dan mendirikan

(15)

warung-warung lesehan di sekitar bendungan Cirata. Kegiatan usaha tersebut di atas memang cukup menguntungkan serta dapat menolong perekonomian masyarakat yang tanah pertaniannya terendam oleh waduk Cirata.

Ekonomi unggulan di Kecamatan Maniis adalah kolam jaring terapung yang menjadikan keadaan di Kecamatan Maniis berkembang pesat, selain itu daya beli masyarakat meningkat, pola hidup masyarakat berubah, dan pengangguran dapat diatasi sehingga lapangan kerja pun tersedia. Sayangnya, usaha kolam jaring terapung saat ini lebih banyak dikuasai oleh penduduk dari luar, karena mereka lebih memiliki modal yang besar juga memiliki pengetahuan untuk membudidayakan ikan. Penduduk Kecamatan Maniis banyak yang menjadi buruh pada para pemodal saja atau tetap menjadi petani (wawancara dengan Bapak Asep, tanggal 14 Juli 2009).

Sebelum adanya waduk Cirata, sebagian besar masyarakat Kecamatan Maniis bermata pencaharian sebagai petani, yang jumlahnya mencapai 80% dari jumlah seluruh masyarakat yang ada. Sedangkan sisanya bermata pencaharian sebagai kuli, pedagang, guru, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan yang lainnya (wawancara dengan Bapak Irwan). Adanya proyek bendungan Cirata pada tahun 1984 mengharuskan masyarakat untuk menjual tanah garapannya kepada pemerintah sehingga sebagian besar penduduk kehilangan mata pencaharian utamanya yang merupakan tradisi masyarakat secara turun-temurun dan harus mencari alternatif di luar usaha pertaniannya. Usaha yang masyarakat lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beralih menjadi buruh swasta, pedagang, jasa, perikanan, dan peternakan.

(16)

Kondisi masyarakat wilayah Kecamatan Maniis tahun 1980-1984, sehubungan ketersediaan infrastruktur belum tertata dengan baik, yang mengakibatkan keadaan masyarakatnya cenderung berada dalam mobilitas terbuka. Sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai petani tradisional, yaitu dengan menanam padi, mengolah hutan, berladang di tanah milik perhutani dan milik pribadi, serta penyadap karet. Dalam menambah penghasilannya masyarakat Kecamatan Maniis dengan beternak sapi dan domba. Dengan adanya pembangunan proyek bendungan Cirata, terutama pada awal pelaksanaan kegiatan proyek yang didahului dengan proses pembebasan lahan untuk digunakan areal genangan bendungan, sebagian masyarakat menerima nilai ganti rugi di luar perkiraan, yang mengakibatkan perubahan pada kemampuan dari sisi financial, juga akibat perubahan-perubahan infrastruktur serta terbukanya hubungan dengan dunia luar, semakin mendorong terhadap berubahnya sikap dan cara pandang.

Perubahan-perubahan yang terjadi saat itu, memunculkan beragam perilaku dilingkungan masyarakat terutama dalam memanfaatkan kompensasi ganti rugi yang diperoleh. Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat dalam mensikapi perubahan secara cepat tidak diimbangi dengan sikap yang bijak, sehingga tidak jarang ditemukan masyarakat dalam penggunaannya bersifat mendahulukan kebutuhan sekunder semata tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Pembangunan bendungan Cirata memang telah memberikan peluang kepada masyarakat dalam menuju taraf kehidupan yang lebih baik, akan tetapi cara pandang masyarakat itu

(17)

sendiri masih tradisional, serta kurang adanya pembinaan dari instansi terkait secara optimal, maka dalam perkembangannya menyisakan persoalan-persoalan pada masyarakat, diantaranya hilangnya lapangan pekerjaan akibat selesainya kegiatan proyek bendungan Cirata, karena selama kegiatan proyek berlangsung, penduduk Kecamatan Maniis, khususnya laki-laki, banyak yang bekerja pada proyek tersebut. Kemudian timbulnya kecemburuan sosial pada sebagian penduduk asli Kecamatan Maniis, karena banyak orang pendatang yang berhasil, misalnya pada usaha kolam jaring terapung. Sebagian penduduk asli Kecamatan Maniis kehilangan kesempatan lapangan pekerjaan, pada akhirnya banyak penduduk asli yang bekerja sebagai kuli.

Adanya bendungan Cirata telah memberikan kesempatan-kesempatan kepada masyarakat untuk berwirausaha, seperti kolam jaring terapung, warung makan lesehan, jasa penyediaan transportasi air, yang tujuan awalnya untuk peningkatan kehidupan yang lebih baik, akan tetapi tidak diimbangi dengan pengetahuan, teknis pengelolaan, modal yang memadai, serta kurang mendapat pembinaan dari instansi terkait mengakibatkan kendala pada kelangsungan usaha-usaha tersebut, sehingga banyak kepemilikannya berpindah tangan pada masyarakat luar (wawancara dengan Bapak Irwan, pada tanggal 13 Juli 2009).

Adapun mata pencaharian yang menjadi tumpuan hidup penduduk Kecamatan Maniis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(18)

Tabel 4.3

Jenis Pekerjaan yang ditekuni oleh Penduduk Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002

Mata Pencaharian Tahun

1980 1985 1990 1995 2000 2002 Buruh 3143 3567 3880 4200 4787 5.582 Petani 2148 2434 2720 3006 3457 3.909 Pengusaha/wiraswasta * 584 678 787 976 1213 1.513 Karyawan Swasta 631 742 851 962 1215 1.370 TNI/Polri 2 3 3 6 6 9 PNS 32 59 75 102 115 128 Jumlah 6.540 7.489 8.316 9.252 10.793 12.511 Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980, 1985, 1990, 1995,

2000, 2002: Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

Keterangan: * pengusaha kolam jaring terapung, usaha perniagaan, jasa.

Tabel di atas memperlihatkan adanya kenaikan jumlah pada semua bidang mata pencaharian di Kecamatan Maniis, hal ini terjadi adanya hubungan antara selesainya pembangunan bendungan Cirata tahun 1989, yang banyak menarik minat masyarakat luar untuk berusaha dan berdomisili di wilayah Kecamatan Maniis, serta terbentuknya pemerintahan Kecamatan Maniis tahun 1989, yang mengakibatkan pada perubahan pertambahan jenis profesi, misalnya PNS, TNI, dan Polri. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh menduduki jumlah yang paling banyak, yaitu berjumlah 5.582 jiwa sampai tahun 2002, hal ini menjadi indikasi bahwa masyarakat Kecamatan Maniis belum siap menghadapi perubahan yang terjadi akibat tingkat pendidikan yang relatif rendah serta terbentur kepemilikan modal (wawancara dengan Kasi Kecamatan Maniis).

(19)

Keberadaan bendungan Cirata dengan segala pemanfaatannya, mendorong pada pertumbuhan, baik secara ekonomi maupun jumlah kependudukan. Secara struktural, ekonomi di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, dan diimbangi dengan industri manufaktur yang mengolah hasil pertanian. Demikian juga dengan sektor perdagangan, komunikasi, pertambangan, dan jasa sebagai implikasi perkembangan ekonomi nasional yang baik. Secara sistematik setiap sektor ekonomi ini saling melengkapi sehingga dapat memperkuat secara ekonomi makro.

Pendidikan juga merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, dimana pendidikan berperan sebagai salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Sehingga oleh karenanya pembangunan pendidikan di daerah harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, termasuk terhadap penduduk yang tidak beruntung pada sisi ekonomi atau berkategori miskin. Hal yang banyak menentukan dan korelasinya terhadap partisipasi warga masyarakat dalam kegiatan ekonomi adalah pendidikan dan pengalaman seseorang. Kondisi tenaga kerja yang berpendidikan rendah memiliki karakteristik yang tidak stabil, artinya seringkali berubah usaha misalnya dari sektor yang satu kepada sektor yang lainnya, atau dari desa ke kota, mana yang dianggap mereka menguntungkan. Hal ini seringkali menunjukkan mobilitas yang cukup tinggi, karena mereka seringkali berpindah baik secara musiman maupun permanen. Hal yang paling esensial dari rendahnya pendidikan adalah tingkat produktifitas masyarakat yang rendah. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih relatif rendah, karena kesempatan dan

(20)

lapangan kerja yang masih rendah, sedangkan angkatan kerja setiap tahun bertambah cukup banyak, akibatnya daya saing untuk memperoleh pekerjaan cukup kompetitif.

Selesainya pembangunan bendungan Cirata yang berdampak pada perubahan, baik secara geografis maupun demografis bagi masyarakat Kecamatan Maniis, secara tidak langsung telah memberikan kesempatan pada masyarakat untuk dapat mengenyam dunia pendidikan yang lebih baik dari kesempatan sebelumnya. Kondisi sosial ekonomi yang masih tetap sangat terbatas adalah kendala utama bagi sebagian besar masyarakat untuk dapat meraihnya, walaupun hanya sebatas meraih wajib belajar sembilan tahun saja. Untuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus menempuh perjalanan yang cukup jauh, karena sekolah terdekat berada di luar wilayah Kecamatan Maniis. Keberadaan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kecamatan Maniis sendiri baru dibangun pada tahun 2005. Pada tahun 1984 jumlah Sekolah Dasar di Kecamatan Maniis baru berjumlah 8 buah, sedangkan Sekolah Lanjutan Pertama pada waktu itu belum dibangun. Untuk lebih jelasnya jumlah sekolah menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Maniis dari tahun 1980-2002 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(21)

Tabel 4.4

Perkembangan Jumlah Sekolah di Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002 Tahun Jumlah Tingkat SD Tingkat SLTP 1980 2 - 1981 2 - 1982 2 - 1983 2 - 1984 2 - 1985 2 - 1986 6 - 1987 8 - 1988 8 - 1989 10 1 1990 12 1 1991 12 1 1992 12 1 1993 12 1 1994 14 1 1995 14 1 1996 14 1 1997 14 1 1998 15 2

(22)

1999 15 2

2000 15 2

2001 15 2

2002 15 2

Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980-2002: Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2002, pertambahan sekolah di Kecamatan Maniis relatif tidak begitu besar. Dari tahun 1980 sampai tahun 1985, jumlah Sekolah Dasar hanya 2 buah. Pertambahan yang cukup banyak terjadi pada tahun 1986, yaitu sebanyak 4 buah Sekolah Dasar, hal tersebut seiring dengan rencana persiapan dibentuknya wilayah Kecamatan Maniis, sedangkan jumlah Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sampai tahun 2002 pun hanya berjumlah 2 buah.

Pada tahun 1980an hanya sekitar 8 orang siswa di Kecamatan Maniis yang melanjutkan pada tingkat pertama, bahkan 3 orang yang bisa lulus sampai kelas tiga SLTP, hal ini disebabkan karena pada tahun 1980 di Kecamatan Maniis belum terdapat SLTP. Siswa yang ingin melanjutkan pada tingkat SLTP harus berjalan kaki sejauh 8 km, dikarenakan belum adanya transportasi darat di Kecamatan Maniis, serta sekolah yang terletak di wilayah Cianjur, tepatnya di Kecamatan Mande, ketika bendungan Cirata dibangun, Kecamatan tersebut terendam oleh waduk (wawancara dengan Bapak Dayat, tanggal 27 Juli 2009).

(23)

4.2.1 Berdirinya Bendungan Cirata

Daerah pengaliran sungai Citarum merupakan daerah yang subur, bergunung-gunung, dan dianugerahi curah hujan yang tinggi. Sungai Citarum tidak pernah kering sepanjang tahun dan airnya digunakan penduduk untuk berbagai keperluan seperti untuk rumah tangga, pengairan, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Dalam memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat, pemerintah menentukan kebijaksanaan penghematan penggunaan bahan bakar minyak. Pemanfaatan potensi tenaga air sebagai sumber energi listrik semakin bertambah penting mengingat keterbatasan sumber energi primer disamping usaha konservasi air. Pembangunan proyek PLTA Cirata merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi tenaga air di sungai Citarum tersebut. Bendungan Cirata terletak di Desa Cadas Sari, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Wilayah genangannya berada di tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Purwakarta.

Lokasi bendungan dapat dicapai melalui jalan raya Bandung-Purwakarta, berbelok ke kiri melalui jalan masuk di Cikalong Wetan. Lokasi ini dapat dicapai dengan kendaraan bermotor kurang lebih 60 km dari Bandung ke arah barat laut. Bendungan Cirata terletak di sungai Citarum di antara bendungan Saguling dan bendungan Juanda (Jatiluhur), tepatnya 47 km sebelah hulu PLTA Jatiluhur dan 50 km sebelah hilir PLTA Saguling. Nama Cirata diambil dari desa tempat bendungan Cirata terletak. Gagasan pertama pembangunan PLTA Cirata juga berasal dari beberapa ahli pengairan Belanda mulai tahun 1922, kemudian

(24)

disempurnakan oleh Prof W.J. Van Blommestein pada tahun 1930-an. Bendungan Cirata adalah salah satu dari tiga bendungan besar yang dirancang dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan potensi sungai Citarum. Pada waktu itu disarankan bahwa bendungan Saguling dan bendungan Cirata harus dibangun lebih dahulu dari bendungan Jatiluhur, tetapi kemudian bendungan Jatiluhur dan bendungan Curug dibangun lebih dahulu dari bendungan Saguling dan bendungan Cirata. Bendungan Cirata dibangun paling akhir di antara tiga bendungan besar tersebut (Sinarno, 2007: 53).

Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, yang pada saat pembangunannya ditujukan sebagai pembangkit tenaga listrik. Waduk yang dibangun pada tahun 1988 ini berada pada ketinggian 221 m dari permukaan laut, mempunyai wilayah luas tangkapan air 603.200 Ha, luas 6.200 Ha, kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume 2.165 x 106 m3. Seperti waduk-waduk lain, sejak menjadi genangan yang relatif permanen maka waduk Cirata merupakan badan air besar yang mempunyai karakteristik ekositem perairan umum yang memiliki berbagai potensi dibidang sosial-ekonomi, seperti sumber pengairan sawah, sumber air bersih industri, sumber air minum (MCK), tempat budidaya ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan. Secara umum tersirat bahwa sebagian besar dari berbagai potensi tersebut daya gunanya sangat tergantung pada kualitas badan air waduk, jika kualitas air menurun/memburuk/terpolusi maka potensi-potensi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Berkenaan dengan hal tersebut maka mempertahankan kualitas air waduk pada kisaran kondisi yang mampu mendukung berbagai kegiatan sangat

(25)

diperlukan. Ini berarti bahwa segala bentuk proses perubahan kearah pemburukan/penurunan kualitas badan air waduk Cirata harus dihindarkan. Proses pemburukan/penurunan kualitas air inilah yang biasa dikenal sebagai pencemaran air.

Tabel 4.5

Peristiwa Penting Selama Pembangunan Proyek Bendungan Cirata Tahun 1984-1989

19 Mei 1984 Peledakan perdana oleh Bapak Menteri Pertambangan dan Energi, tanda dimulainya pekerjaan utama.

1 Desember 1984 Pekerjaan pembuatan terowongan pengelak dimulai 27 Agustus 1984 Pekerjaan pembuatan terowongan tekan dimulai

7 Oktober 1985 Pengalihan aliran sungai Citarum melalui terowongan pengelak

16 November 1985 Pekerjaan pengecoran beton pada bangunan gedung sentral dimulai

6 Mei 1986 Peledakan batu abadi oleh Bapak Presiden Republik Indonesia, tanda dimulainya pekerjaan penimbunan bendungan utama.

20 Desember 1986 Penimbunan terakhir bendungan utama selesai

1 September 1987 Penggenangan waduk Cirata dimulai, ditandai dengan penutupan terowongan pengelak oleh Bapak Gubernur Jawa Barat.

29 Februari 1988 Unit 2 sebesar 125 MW mulai beroperasi 25 Mei 1988 Unit 1 sebesar 125 MW mulai beroperasi 10 Agustus 1988 Unit 4 sebesar 125 MW mulai beroperasi 30 September 1988 Unit 3 sebesar 125 MW mulai beroperasi

23 Maret 1989 Peresmian PLTA Cirata oleh Bapak Presiden Republik Indonesia

(26)

Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata. Purwakarta: PLTA Cirata.

Data di atas memperlihatkan bahwa pembangunan bendungan Cirata menghabiskan waktu lima tahun, yaitu dimulai dari tahun 1984, baru selesai tahun 1989. Peledakan pertama penggalian terowongan pengelak dilakukan pada tanggal 19 Mei 1984, dan peresmian penggunaan terowongan pengelak itu, serta sekaligus dimulainya pengurugan anak bendungan setinggi 22 m pada 7 Oktober 1985. Pembangunan bendungan utama dimulai pada awal tahun 1986, dan penggenangan pertama kali oleh Menteri Pertambangan dan Energi Prof. Dr. Subroto. Mulai membangkitkan daya listrik sebesar 250 MW pada tanggal 1 April 1988, dan menghasilkan daya listrik selanjutnya sebanyak 250 MW pada tanggal 1 Oktober 1988 (selesai tahap I, 500 MW).

Pekerjaan prasarana yang dimulai pada bulan April 1983 meliputi pembangunan jalan hantar, base camp, perbaikan dan peningkatan fasilitas jalan, pemasangan jaringan listrik untuk konstruksi dan sebagainya. Disamping itu terdapat pekerjaan-pekerjaan relokasi jalan, jembatan dan fasilitas umum, diantaranya terminal air, bangunan sekolah, balai desa, MCK dan lain-lain. Tentunya selain menghabiskan waktu yang cukup lama, pembangunan bendungan Cirata juga menghabiskan biaya yang sangat besar. Pembangunan bendungan Cirata selain dibiayai langsung oleh Pemerintah Indonesia melalui dana APBN dan non APBN serta dana PLN juga mendapat bantuan pinjaman dari luar negeri.

Pembangkit Listrik Tenaga Air Cirata tahap I dengan daya terpasang sebesar 500 MW (4x125 MW) sebagai bagian dari pembangunan bendungan Cirata, yang mulai dibangun pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1988. Tahun

(27)

1994 dibangun tahap II, daya terpasang ditambah sebesar 500 MW (4x125 MW) lagi, sehingga daya terpasang seluruhnya menjadi sebesar 1.000 MW, serta dapat membangkitkan energi 1.428 GWh per tahun. Energi listrik yang dibangkitkan disalurkan melalui saluran udara tegangan ekstra tinggi 500 kV Jawa-Bali, sehingga dapat menambah keandalan pada system kelistrikan Jawa-Bali. Dengan produksi energy listrik tersebut berarti PLTA Cirata dapat menghemat BBM sebesar 428.000 ton/tahun, yang berarti menghemat devisa negara. PLTA Cirata merupakan PLTA dengan gedung pembangkit di bawah tanah terlebar bentangnya di dunia, yaitu selebar 35 m. Dimensi lain adalah panjang 253 m, tinggi 49,5 m. Metode penggalian terowongan dan rumah sentral PLTA Cirata menggunakan metode NATM (New Austrian Tunneling Method) yaitu metode penggalian terowongan (menembus batuan) yang cukup canggih. Secara rinci pelaksanaan pembangunan PLTA Cirata selesai tahap demi tahap, unit 1 selesai tanggal 25 Mei 1988, unit 2 selesai tanggal 29 Februari 1988, unit 3 selesai tanggal 30 September 1988, unit 4 selesai tanggal 10 Agustus 1988, unit 5 dan unit 6 selesai tanggal 15 Agustus 1997, unit 7 dan unit 8 selesai tanggal 15 April 1998. Untuk lebih jelasnya, tahapan pembangunan PLTA Cirata dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Tahap Pelaksanaan Pembangunan PLTA Cirata Jenis Pembangkit Mulai Beroperasi Kapasitas

PLTA Unit 1 25 Mei 1988 126 MW

(28)

PLTA Unit 3 30 September 1988 126 MW

PLTA Unit 4 10 Agustus 1988 126 MW

PLTA Unit 5 15 Agustus 1997 126 MW

PLTA Unit 6 15 Agustus 1997 126 MW

PLTA Unit 7 15 April 1998 126 MW

PLTA Unit 8 15 April 1998 126 MW

Jumlah 1008 MW Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata. Purwakarta:

PLTA Cirata.

Terowongan pengelak bendungan Cirata terdiri atas dua buah terowongan beton masing-masing bergaris tengah 10 m. Bagian hilir terowongan pengelak ini kemudian difungsikan sebagai bagian hilir dari bangunan pelimpah. Bendungan Cirata dilengkapi pula dengan bottom outlet yang pada saat pengisian awal waduk Cirata dipakai untuk mengalirkan debit sungai ke dalam waduk Juanda, agar tetap ada debit air masuk ke waduk Juanda. Di samping itu apabila diperlukan dapat dipakai sebagai sarana untuk menurunkan muka air waduk.

Keunikan PLTA Cirata adalah penempatan generator dan turbinnya di bawah tanah di dalam bukit Cantayan, suatu daerah yang berhutan lebat. Ini merupakan teknologi baru (modern) dan dinilai lebih aman dibandingkan dengan penempatan di atas permukaan tanah. Ukuran gedung pembangkit dengan panjang 253 m, lebar 35 m dan tinggi 49,5 m, terdiri atas 4 lantai yang terletak di bawah tanah, merupakan gedung pembangkit bawah tanah dengan lebar terbesar di

(29)

dunia. Turbin yang dipakai adalah 8 turbin tipe Francis dengan sumbu vertical, dengan masing-masing output 129,4 MW pada kecepatan 187,5 rpm. Berat sebuah rotor dari turbin adalah 330 ton, buatan Elin Union dari Austria. Tinggi jatuh efektif (effective head) untuk memutar turbin adalah 112,5 m dengan debit maksimum 135 m3/detik dan putaran 187,5 rpm.

1.2.2 Pengelolaan Bendungan Cirata

Unit pembangkit Cirata merupakan PLTA terbesar di Asia Tenggara, dengan bangunan Power House 4 lantai di bawah tanah yang pengoperasiannya dikendalikan dari ruang kontrol Switchyard berjarak kurang lebih 2 km dari mesin-mesin pembangkit yang terletak di Power House. Bendungan Cirata sejak pertama dioperasikannya pada tahun 1988 dikelola oleh PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat (PLN KJB) sektor Cirata. Pada tanggal 3 Oktober 1995 terjadi restrukturisasi di PLN (Persero) yang mengakibatkan pembentukan 2 anak perusahaan, yaitu PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali I dan II yang disebut PT. PJB I dan PT. PJB II, sehingga sektor Cirata masuk wilayah kerja PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II Unit Pembangkitan Cirata (UP. Cirata). Dengan perkembangan organisasi sejak tanggal 3 Oktober 2000, PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II berubah menjadi PT. Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali, unit pembangkitan Cirata (PT. PJB UP Cirata).

Ramah lingkungan merupakan trend dunia usaha yang berkembang dewasa ini, sehingga setiap industri dituntut untuk mengelola lingkungan dengan baik berstandar internasional, aman serta berdampak positif bagi lingkungan

(30)

sekitarnya. Bendungan Cirata melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan terhadap komponen:

a. Fisika/kimia meliputi iklim dan kualitas udara serta fisiografi dan geologi. b. Kualitas air dengan parameter sesuai kebutuhannya.

c. Sedimentasi berupaya penelitian tingkat erosi tahunan.

d. Sosial ekonomi dan budaya yang meliputi pariwisata, pertanian pasang surut, perikanan dan penghijauan di sekitar waduk.

Pembangunan proyek bendungan Cirata membutuhkan tanah seluas kurang lebih 7.026 Ha, untuk daerah konstruksi dan genangan air, sehingga menimbulkan masalah kependudukan yang cukup besar. Kecuali itu genangan air akan menimbulkan pula perubahan lingkungan fisik dan biofisik lainnya. Sehubungan dengan itu telah dilakukan studi analisis dampak lingkungan sejak awal perencanaan proyek, sehingga dapat diperkirakan dan dipantau perubahan lingkungan yang akan terjadi, serta diusahakan untuk menghilangkan atau mengurangi dampak negatif dan memacu dampak positif pembangunan bendungan Cirata. Dalam penanganan masalah lingkungan tersebut, telah dijalin kerjasama dengan berbagai instansi dan lembaga penelitian antara lain:

1. Pusat penelitian sumber daya alam dan lingkungan UNPAD untuk studi analisis dampak lingkungan.

2. Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat dan Tingkat II Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta dalam penyelesaian masalah pemindahan penduduk dan pembebasan tanah.

(31)

3. Pusat penelitian dan pengembangan pengairan untuk penelitian hidrologi dan sedimentasi.

4. Pusat penelitian sumber daya alam dan lingkungan UNPAD bekerjasama dengan ICLARM (International Center for Living Aquatic Resources

Management) Manila, untuk membantu studi pengembangan akuakultur dan

perikanan dalam rangka pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek PLTA Saguling dan Cirata.

5. Dinas perikanan dan propinsi Jawa Barat dengan unit pelaksanaan teknis untuk penanganan penyaluran penduduk dalam bidang perikanan.

6. Pusat penelitian arkeologi nasional Jakarta dalam penelitian peninggalan sejarah dan penyelamatannya.

7. Kantor wilayah VI Departemen Parpostel Jawa Barat untuk pendidikan dan latihan pariwisata dalam penelitian pengembangan pariwisata.

Pada bendungan Cirata terdapat Dam Control Centre yang berfungsi untuk memantau secara tepat waktu tentang kondisi hidrometeorlogi, tinggi permukaan air waduk, debit air yang masuk waduk, meramalkan banjir yang akan tiba, dan memberikan tanda/signal bila hujan atau debit yang masuk melebihi batas tertentu. Data tersebut bersumber dari 15 stasiun pengukur hujan dan debit yang tersebar di Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Kemudian ditempatkan 12 buah discharge warning station yang digunakan untuk memberikan peringatan kepada masyarakat apabila air akan dikeluarkan dari waduk maupun dari pusat pembangkit. Bangunan bendungan dan tumpuan disekitarnya, rumah pembangkit, dan terowongan-terowongan pelengkapnya serta tebing-tebing di sekitar PLTA,

(32)

dipantau stabilitasnya dengan mempergunakan instrumen-instrumen pengukur perubahan letak, perubahan tegangan-tegangan, rembesan dan yang lainnya. Sedimentasi yang terjadi di dalam waduk diukur secara periodik dan dipantau perkembangannya. Usaha-usaha untuk mencegah peningkatan sedimentasi dilakukan melalui pemantauan lingkungan hidup dan koordinasi dengan instansi-instansi terkait. Adapun struktur organisasi PLTA Cirata dapat dilihat pada bagan berikut:

Bagan 4.1

(33)

Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata. Purwakarta: PLTA Cirata.

Organisasi UP Cirata, sejak 21 Oktober 1999 mengalami perubahan mengikuti perkembangan organisasi di PLN PJB yang fleksibel dan dinamis sehingga mampu menghadapi dan menyesuaikan situasi bisnis yang selalu berubah. Perubahan yang mendasar dari unit pembangkit adalah dipisahkannya fungsi operasi dan fungsi pemeliharaan, sehingga unit pembangkit menjadi organisasi yang lean dan clean dan hanya mengoperasikan pembangkit untuk menghasilkan GWh, seperti yang telah dipaparkan pada tabel 4.1 di atas.

Pengisian pertama waduk mulai 1 September 1987, dan direncanakan waduk dapat penuh selama 6 bulan sampai April 1988. Sebelum pengisian pertama dilakukan operasi penyisiran, berupa persiapan terminal air, penebangan pepohonan, dan pembongkaran jembatan dan bangunan rumah, pos-pos kesehatan, pemasangan rambu-rambu, serta pengosongan daerah yang akan tergenang, dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar waduk atas terjadinya penggenangan air di dalam waduk. Penyuluhan yang dilakukan pada masyarakat tersebut terutama dibidang kesehatan, antara lain penyakit menular (demam berdarah, malaria), dan penanggulangan bahaya binatang berbisa, terutama ular dan kalajengking, yang akan naik ke daerah yang lebih tinggi dengan naiknya permukaan air waduk (Sinarno, 2007: 63).

Di daerah sekitar waduk Cirata sudah dilakukan penghijauan berupa pohon sengon dan angsana. Dalam pengelolaan waduk juga mengupayakan asset biologis yang disebut asset Citarum berupa inventarisasi dan pengawetan ikan hias Citarum (ikan patin). Upaya penghijauan juga dilakukan di atas lokasi

(34)

gedung pembangkit bawah tanah. Upaya ini sangat tergantung pada kerjasama perhutani dengan masyarakat setempat, karena kerusakan hutan dapat berpengaruh langsung pada waduk dan PLTA. Koordinasi keamanan lingkungan dilakukan juga kerjasama dengan POLRI dan instansi terkait lainnya mengingat Cirata adalah pembangkit vital strategis (objek vital).

4.3 Proses Adaptasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Baru

Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya (Soekanto, 1990: 333). Menurut Saripudin (2005: 131) perubahan sosial itu terkait dengan lokasi, manusia, serta sisi fungsional dari unsur-unsur yang lama dan unsur-unsur baru, serta kondisi lingkungan yang ada, sehingga akan timbul fenomena-fenomena yang menarik dari sebuah perubahan sosial yang terjadi. Pembangunan bendungan Cirata sebenarnya telah memberi kesempatan pada masyarakat Kecamatan Maniis untuk melakukan perubahan dengan tersedianya sarana dan prasarana, akan tetapi selama kurun waktu kajian, sebagain besar masyarakat belum terlihat adanya perubahan, karena sejak keberadaan bendungan Cirata, banyak dari pendatang yang malah mampu mengambil kesempatan, khususnya pada sektor jaring terapung.

Tidak dapat dipungkiri, dengan adanya pembangunan bendungan Cirata yang menghabiskan biaya dan lahan yang sangat besar, terdapat dampak yang ditimbulkan, diantaranya:

(35)

1. Menghasilkan listrik dengan daya terpasang 1.008 MW dan energi per tahun sebesar 1.428 juta kilowattjam, sehingga menambah daya dan keandalan pada sistem kelistrikan.

2. Menghemat bahan bakar minyak.

3. Meningkatkan keandalan penyediaan air waduk Jatiluhur untuk air minum dan irigasi.

4. Memacu perkembangan industri/perekonomian. 5. Mengembangkan usaha perikanan dan pariwisata. 6. Menyediakan lapangan kerja baru.

Dari pemaparan di atas menunjukkan beberapa konstribusi dengan adanya pembangunan bendungan Cirata terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta, antara lain sebagai sumber pengairan sawah, sumber air bersih industri, sumber air minum (MCK), tempat budidaya ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan, sehingga arus ekonomi semakin lancar karena dibangunnya jalan oleh Cirata. Manfaat lainnya dari bendungan Cirata adalah untuk pariwisata, dimana dua pertiga pantai genangan waduk Cirata berada di Kabupaten Cianjur, dan perikanan air tawar dengan jaring terapung (japung), pertanian (irigasi) pengendalian banjir yang akan mereduksi banjir yang masuk ke dalam waduk Jatiluhur, juga diperoleh manfaat untuk pembukaan pemukiman baru, pengembangan listrik pedesaan, meningkatkan taraf hidup rakyat di daerah sekitar waduk, serta untuk konservasi air dan perbaikan lingkungan.

(36)

Untuk membangun waduk atau bendungan yang besar tidak saja memerlukan biaya besar dan memerlukan lahan yang luas untuk genangannya, namun lebih dari itu, pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan sosial budaya dan lingkungan yang terkait dengannya, seperti pembebasan lahan, pemindahan penduduk, keberlanjutan proyek, dan lain sebagainya, yang dapat menyisakan masalah yang menyangkut rasa keadilan di hati rakyat (masyarakat). Oleh karena itu penanggulangan terhadap dampak pembangunan sangat penting, karena para pelopor pembangunan maupun masyarakat yang sedang membangun menginginkan akibat-akibat yang positif dari pembangunan tersebut. Pembangunan masyarakat mungkin merupakan suatu pembaharuan yang memerlukan difusi, yakni penyebaran unsur-unsur pembangunan tersebut sampai warga masyarakat memutuskan untuk menerimanya (adoption), karena pembangunan waduk sekarang tidak saja mengacu kepada aspek teknis, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan, namun juga aspek otonomi daerah. Pembangunan bendungan Cirata juga mengakibatkan terjadinya hal-hal seperti di bawah ini.

1. Tergenangnya lahan

Luas lahan yang diperlukan untuk daerah genangan kurang lebih 6.334 Ha yang meliputi Kabupaten Bandung (38%), Kabupaten Cianjur (41%), dan Kabupaten Purwakarta (21%). Selain itu masih diperlukan kurang lebih 692 Ha tanah yang terletak di luar daerah genangan untuk pembangunan konstruksi. Perincian tata guna lahan daerah tergenang:

(37)

b). Sawah 1.656 Ha c). Ladang dan perkebunan 3.584 Ha

d). Kehutanan 689 Ha

e). Tanah negara (jalan, sungai dll) 186 Ha + Jumlah 6.334 Ha

Data di atas menunjukkan bahwa pembangunan bendungan Cirata dapat menghabiskan lahan sebesar 6.334 Ha untuk dijadikan daerah genangan. Lahan dari sawah menghabiskan 1.656 Ha, sedangkan untuk ladang dan perkebunan sebesar 3.584. Begitupula pada Kecamatan Maniis dapat menghabiskan lahan yang relatif cukup besar, misalnya dari sawah, ladang, dan perkebunan, oleh karena itu masyarakat di Kecamatan Maniis yang pada awalnya memiliki mata pencaharian di sawah, ladang, dan perkebunan harus kehilangan mata pencahariannya yang sudah menjadi tradisi turun-temurun, akibatnya sebagian masyarakat Kecamatan Maniis yang telah kehilangan mata pencaharian terdahulunya harus beralih profesi, diantaranya pada usaha kolam jaring terapung, pengemudi perahu, dan lain sebagainya.

2. Pemindahan penduduk

Jumlah penduduk yang harus dipindahkan dari daerah genangan tercatat 6.335 KK, yang tersebar di tiga Kabupaten yaitu:

a. Kabupaten Bandung 1.652 KK b. Kabupaten Cianjur 3.818 KK c. Kabupaten Purwakarta 865 KK

(38)

Kecamatan Maniis merupakan satu-satunya wilayah yang terkena dampak dari adanya bendungan Cirata yang termasuk pada Kabupaten Purwakarta, oleh karena itu, data yang menunjukkan jumlah penduduk pada Kabupaten Purwakarta yang harus dipindahkan dari daerah genangan tercatat sebesar 865, seluruhnya merupakan penduduk yang berada di wilayah Kecamatan Maniis. Selain hal di atas, terdapat pula 3.766 KK penduduk yang terpengaruh proyek yaitu mereka yang bertempat tinggal di atas daerah genangan yang mempunyai lahan/tanah atau mempunyai pekerjaan di daerah genangan, yang tersebar di tiga daerah tersebut yaitu:

a. Kabupaten Bandung 596 KK b. Kabupaten Cianjur 2.984 KK c. Kabupaten Purwakarta 186 KK *

Keterangan: * Seluruhnya berasal dari wilayah Kecamatan Maniis.

Pada dasarnya sasaran kebijakan pemindahan penduduk ialah mengusahakan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau paling tidak mempertahankan taraf kesejahteraan hidup yang sama dengan saat sebelum masyarakat dipindahkan. Alternatif penyaluran penduduk serta sasaran yang digariskan Pemerintahan Daerah Tingkat I Pripinsi Jawa Barat adalah:

Alternatif Penyaluran Sasaran (KK)

1. Transmigrasi 2.500

2. Transmigrasi PIRBUN/NES di luar Jawa 900

3. Akuakultur 1.500

(39)

5. Pilihan sendiri 4.601 + Jumlah 10.101

Dampak negatif yang diperkirakan mempunyai potensi berkembang, sehingga perlu dipantau/diamati:

1. Kemungkinan-kemungkinan eksplosi gulma air.

2. Kemungkinan timbulnya berbagai penyakit karena adanya genangan air.

3. Kemungkinan meningkatnya erosi, sampah dan limbah kota yang menyebabkan pencemaran serta mempercepat pendangkalan waduk.

Adanya para pengusaha, antara lain jaring terapung atau warung lesehan di Kecamatan Maniis menjadikan salah seorang pengusaha ini sebagai “orang kaya baru” di wilayahnya. Dampaknya pengusaha tersebut menjadi salah satu tokoh terpandang dalam masyarakatnya. Hal ini bisa dipahami oleh sebagian kelompok masyarakat, bahwa kekayaan merupakan suatu hal yang dihargai dan dianggap dapat menempatkan status sosial seseorang menjadi lebih tinggi. Hal inilah yang dialami oleh para pengusaha di Kecamatan Maniis, dengan kedudukan sebagai orang yang terpandang ini memegang peran sosial yang cukup penting dalam masyarakatnya, ia selalu ditempatkan menjadi salah seorang donatur pada acara-acara tertentu seperti acara-acara HUT RI, karena masyarakat di Kecamatan Maniis selalu menjadikan acara tersebut menjadi acara yang penting.

Dari aspek kehidupan sosial keagamaan telah mengalami pergeseran-pergeseran, diantaranya jika dulu di masjid tidak boleh ada pengeras suara, kini hampir setiap mesjid memilikinya, atau olah raga sepak bola tidak boleh dilakukan sekarang sepak bola adalah olah raga sepak bola menjadi olah raga

(40)

yang paling diminati. Dengan semakin mudahnya akses ke lingkungan luar juga dengan gencarnya teknologi komunikasi dan media elektronik serta pengaruh budaya luar baik yang dibawa masyarakat Maniis sendiri ataupun masyarakat luar yang mengunjungi Kecamatan Maniis tak heran saat ini kehidupan masyarakat Maniis relatif lebih dinamis.

Masalah yang ditimbulkan dari suatu kegiatan pembangunan dengan skala besar tentu berakibat pada suatu perubahan, baik terhadap lingkungan hidup maupun pada kehidupan sosial masyarakat secara umum. Kehadiran bendungan Cirata di wilayah Kecamatan Maniis menjadikan masyarakat Kecamatan Maniis dihadapkan pada perubahan-perubahan yang mau tidak mau harus dihadapi, baik perubahan lingkungan alam sebagai sumber mata pencaharian untuk kelangsungan hidup, maupun perubahan kehidupan sosial akibat oleh perubahan lingkungan alam itu sendiri dan akibat pengaruh interaksi dengan kehidupan dunia luar.

Perubahan akibat berubahnya lingkungan alam terutama bagi masyarakat yang lahannya terkena pembebasan untuk areal genangan, dilihat dari sisi mata pencaharianya sebagai berikut:

1. Kelompok masyarakat yang tetap tidak berubah mata pencaharianya sebagai petani, artinya uang hasil ganti rugi yang didapat digunakan kembali secara utuh untuk membeli tanah garapan pertanian.

2. Kelompok masyarakat yang berubah mata pencaharianya dari petani ke sektor usaha jaring terapung, usaha perdagangan atau usaha lainya.

(41)

3. Kelompok masyarakat yang tetap sebagai petani tetapi juga mempunyai usaha lainnya. Hal ini dimungkinkan karena uang hasil ganti rugi yang didapat tidak seluruhnya digunakan kembali untuk lahan pertanian tetapi sebagian digunakan untuk modal usaha lainnya.

4. Kelompok masyarakat yang berubah secara total dari petani menjadi kaum pekerja. Ada beberapa penyebab dari pilihan kelompok ini, diantaranya ingin mengubah nasib, terobsesi oleh pekerja proyek saat berlangsungnya kegiatan pembangunan, merasa menjadi kaum pekerja lebih terhormat daripada menjadi petani, masyarakat yang mengalami kegagalan dalam menjalani perubahan. 5. Kelompok masyarakat yang mengikuti program anjuran Pemerintah yaitu

dengan transmigrasi.

Proses kegiatan pelaksanaan pembangunan bendungan Cirata yang melibatkan ribuan pekerja yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta tenaga asing dari beberapa negara dan sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam aktivitasnya sehari-hari bagi masyarakat, awalnya menjadi tontonan yang menarik serta mengundang decak kagum. Kondisi ini lambat laun telah menarik sebagian besar masyarakat, terutama kaum laki-laki untuk turut berpartisipasi dalam proses pembangunan sebagai pekerja kasar/kenek di berbagai bidang pekerjaan, kemudian mendirikan warung nasi, warung makanan, menyewakan rumah untuk para pekerja proyek.

Proses interaksi kaum pekerja yang berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang etnis dan budaya berbeda dengan masyarakat wilayah Kecamatan Maniis yang saat itu masih memegang teguh adat istiadat tradisi menjadi bagian

(42)

dinamika kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Perkawinan kaum pekerja proyek pendatang dengan perempuan penduduk asli relatif banyak terjadi. Peristiwa-peristiwa tersebut telah melahirkan perubahan-perubahan cara pandang, pemahaman serta sikap dan cara berpikir bagi mayarakat wilayah Kecamatan Maniis secara umumnya, khususnya pada kalangan usia muda.

Seperti yang dituturkan Bapak Dayat saat wawancara dengan peneliti pada tanggal 28 Juli 2009 yang berkaitan perubahan-perubahan diantaranya:

1. Jenis hiburan yang biasa dipertontonkan bagi masyarakat adalah jenis hiburan Qosidah dan kesenian tradisional sekarang lebih banyak jenis hiburan orkes dangdut dan layar tancap.

2. Dunia pendidikan di Sekolah formal bagi anak-anak yang dulu dianggap tidak penting, sekarang orang tua merasa bahwa sekolah formal sama pentingnya dengan mengaji.

3. Bagi anak-anak perempuan usia 16 tahun sudah dianggap terlalu tua untuk menikah, sekarang perkawinan usia muda sudah sangat jarang ditemui.

4. Bangunan-bangunan rumah dan masjid yang dulu dibangun hanya didasarkan pada fungsi semata dan bergaya tradisional sekarang telah banyak berdiri rumah yang selain didasari fungsinya juga dari sisi bentuknya.

Pada umumnya masyarakat wilayah Kecamatan Maniis dari aspek kehidupan sosialnya sudah dapat disejajarkan dengan masyarakat Kecamatan lain yang telah maju lebih dulu. Hanya dari sisi sosial ekonomi pada awal-awal selesainya proses pembangunan bendungan Cirata bagi sebagian besar masyarakat wilayah Kecamatan Maniis terutama masyarakat yang sudah terkondisikan

(43)

dengan mendapat penghasilan dari keberadaan proyek seperti pekerja proyek, usaha warung nasi, makanan, menyewakan rumah kontrakan, secara tiba-tiba harus kehilangan mata pencaharianya, situasi ini dapat dikatakan masa yang sangat sulit bagi sebagian masyarakat di Kecamatan Maniis. Tentu peran pemerintah daerah dan PLN (PT. PJB) melalui program Community Developmen bisa sedikit mengurangi persoalan yang dihadapi.

Adanya genangan di Kecamatan Maniis, mengakibatkan sebagian masyarakat Kecamatan Maniis beralih mata pencaharian dari sektor pertanian ke perikanan (40%), namun ada juga sebagian masyarakat yang kembali melanjutkan mata pencahariannya sebagai petani (sebanyak 60%) dengan menanam tanaman padi, sayuran, dan buah-buahan di sawah dan ladang. Hal ini dikarenakan bahwa untuk menjadi petani ikan membutuhkan biaya yang besar (walaupun hasilnya sangat menggiurkan), akan tetapi karena mereka terbentur modal dan terbatasnya keterampilan, maka banyak masyarakat Kecamatan Maniis yang tidak mampu untuk berpindah mata pencaharian menjadi petani ikan dan tetap melanjutkan pada mata pencahariannya terdahulu yaitu sebagai petani dan buruh tani yang bekerja di ladang atau sawah, selain itu ada juga sebagian masyarakat terutama yang masih relatif berusia muda yang bekerja di kota kota besar Indonesia bahkan ke luar negri dengan bekal keterampilan yang didapat pada saat mereka ikut bekerja pada proyek (wawancara dengan Bapak Agus, tanggal 8 Juli 2009).

Komposisi usaha masyarakat Indonesia bervariasi, ada yang secara alamiah turun temurun dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya, ada juga yang didasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka bekerja pada bidangnya

(44)

masing-masing. Namun demikian kedua sisi itu banyak yang berubah-ubah sektor usaha yang signifikan dari sektor yang satu ke sektor lainnya, hal ini sejalan dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh warga masyarakat Indonesia yang bersangkutan di daerah maupun di pusat-pusat kota besar. Demikian juga arus informasi dan investasi yang masuk ke Indonesia amat memberikan warna terhadap gerak usaha ekonomi masyarakat Indonesia. Sektor usaha paling dominan adalah pertanian yang didalamnya ada kehutanan, peladangan, peternakan, perikanan, pesawahan, dan perkebunan, hal ini didorong oleh potensi alam yang subur, udara yang sejuk, dan iklim yang baik antara kemarau dan penghujan di daerah tropis khatulistiwa (Danial, 2007: 35).

Sebagian masyarakat Kecamatan Maniis merasa keberatan dengan dibangunnya bendungan Cirata, karena mereka tidak dapat meneruskan mata pencahariannya sebagai petani karet yang sudah menjadi tradisi mereka secara turun-temurun, oleh karena itu adanya bendungan Cirata mau tidak mau mereka harus dihadapkan pada masalah kultur air yang menjadikan masyarakat menjadi kuli kasar, diantaranya sebagai kuli panggul pakan, sopir perahu, dan penjaga kolam dengan upah yang tidak menentu setiap harinya. Pada perkembangan selanjutnya dengan adanya beberapa kontribusi yang diberikan pada masyarakat Kecamatan Maniis maka masyarakat menjadi berpandangan positif dan mendukung terhadap pembangunan bendungan Cirata.

Adapun peran masyarakat Kecamatan Maniis dalam menghadapi lingkungan yang berubah yaitu mereka berusaha untuk memanfaatkan kesempatan yang ada agar kehidupannya tetap sejahtera yaitu dengan mendirikan usaha

(45)

warung ikan bakar lesehan, kolam jaring terapung, dan sebagainya, karena pembangunan bendungan Cirata menyebabkan terendamnya lahan penduduk yang tinggal di daerah genangan, terutama lahan pertanian sehingga memberikan dampak signifikan bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan kehidupannya dari sektor pertanian, dengan hilangnya lahan pertanian tersebut, maka banyak warga yang kehilangan mata pencahariannya. Masyarakat Kecamatan Maniis mau tidak mau harus berpindah pada mata pencaharian yang baru, yang menekuni usaha dalam bidang perikanan, jasa, perdagangan dan yang lainnya.

Pembangunan Waduk Cirata menyebabkan terendamnya lahan penduduk yang tinggal di daerah genangan, terutama lahan pertanian sehingga memberikan dampak signifikan bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan kehidupannya dari sektor pertanian. Program Pemerintah yang dilaksanakan terkait dengan pemindahan penduduk yang lahannya terkena genangan seperti telah disebutkan pada bagian terdahulu, namum peneliti menemukan ada beberapa kasus diantaranya ada kelompok masyarakat yang mampu mengikuti perubahan dan gagal mengikuti perubahan. Untuk masyarakat di Kecamatan Maniis yang mampu mengikuti perubahan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan untuk mengganti lahan pengganti seluas lahan yang lama sehingga tetap tidak kehilangan sumber penghasilanya.

(46)

b. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan untuk membeli lahan yang lebih luas dari lahan yang lama sehingga sumber penghasilannya bertambah.

c. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan untuk mengganti lahan pengganti seluas lahan yang lama tetapi sisa uang hasil ganti ruginya dipergunakan modal usaha lain sehingga sumber penghasilanya bertambah.

d. Masyarakat yang secara tidak langsung tanahnya tidak kena pembebasan untuk lahan proyek tetapi mampu memanfatkan keadaan dengan melakukan usaha berdagang untuk pekerja proyek, ikut bekerja sebagai karyawan proyek sehingga akhirnya mereka mampu menjadi orang yang berkeahlian untuk kasus ini sekarang mereka banyak yang bekerja di kegiatan proyek di beberapa kota di Indonesia bahkan ada yang di luar negri. Keahlian yang dimiliki diantaranya operator alat-alat berat, bidang konstruksi, teknisi listrik, teknisi mesin, tukang las, supir dll (wawancara dengan Bapak Rochmat, tanggal 25 Juli 2009).

Masyarakat di Kecamatan Maniis sebagian besar memiliki sifat konsumtif, karena mereka selalu membeli barang-barang yang sifatnya kurang dibutuhkan, terutama ketika mereka mendapat uang pembebasan tanah yang rata-rata digunakan untuk membeli barang-barang yang bersifat sekunder, misalnya motor atau mobil (wawncara dengan Bapak Dayat, tanggal 28 Juli 2009). Berikut ini merupakan masyarakat yang gagal mengikuti perubahan/masyarakat yang menolak perubahan setelah adanya bendungan Cirata, diantaranya:

(47)

a. Masyarakat yang beralih propesi dengan coba-coba dan mengalami kegagalan, dimana uang hasil dari ganti ruginya dipergunakan untuk kebutuhan konsumtif.

b. Masyarakat yang mengikuti program transmigrasi tetapi tidak berhasil karena tidak mempunyai etos kerja yang baik, tidak ulet dalam bekerja, tidak sabar, tidak mampu beradaptasi dengan kondisi baru, dan terpaksa kembali ke daerah asal dengan bekerja sebagai pekerja serabutan.

c. Masyarakat dengan cara pandang yang kolot (selalu berpikiran negatif terhadap segala bentuk perubahan) sehingga masyarakat ini tidak mampu memanfaatkan keadaan serta situasi. Biasanya kelompok masyarakat ini masih kukuh terhadap tatanan tradisi lama, kelompok ini jumlahnya tidak banyak dan sampai saat ini diperkirakan sudah tidak ada.

Adapun gambaran kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Maniis hasil dari wawancara dengan Ibu Nunung pada tanggal 16 Agustus 2009 sebagai berikut:

a. Cara pandang masyarakat terhadap kebutuhan dunia pendidikan berubah. b. Derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik ini dimungkinkan adanya

sarana kesehatan dan berubahnya cara pandang.

c. Akses transfortasi yang mudah mengakibatkan mobilisasi masyarakat menjadi berjalan sehingga interaksi dengan dunia luar dapat terjalin.

d. Dengan masuknya jaringan listrik mendapatkan kemudahan untuk mengenal dunia luar melalui media TV, roda perekonomian lebih meningkat.

(48)

e. Mengundang investor (penanam modal) dari luar daerah yang berusaha dalam bidang kolam terapung sehingga memperluas lapangan kerja bagi masyarakat Maniis sendiri.

f. Sebagai ajang pembelajaran bagi masyarakat terhadap dunia ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada saat kegiatan proyek pembangunan berlangsung.

Ketika masyarakat memasuki bidang ekonomi baru yang berbeda dengan sebelumnya, maka kini terjadi proses adaptasi yang memaksa mereka untuk mampu mengikutinya. Adanya perubahan yang besar pada mata pencaharian, mendorong masyarakat untuk tetap berwirausaha, karena berubahnya atau bergesernya mata pencaharian masyarakat Kecamatan Maniis dari sektor pertanian ke sektor lain, misalnya perikanan, jasa, dan perdagangan terutama terjadi pada masyarakat yang memiliki kemampuan modal usaha, motivasi yang tinggi, keuletan, serta keberanian bertindak atau dengan kata lain memiliki jiwa kewirausahaan serta mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Pada lingkungan baru, masyarakat tidak bisa lagi mempertahankan sikap ataupun prinsip yang masih tetap mempertahankan pola-pola hidup yang bersifat statis. Mereka harus mampu bersaing dan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam kehidupan masyarakat, supaya mereka mampu menjalani hidup walaupun lahan garapan mereka telah hilang akibat dibangunnya bendungan Cirata.

4.3.1 Perkembangan Jaring Terapung

Waduk sering juga disebut danau buatan yang besar, menurut Komisi Dam Dunia Bendungan/Waduk besar adalah bila tinggi bendungan lebih dari 15 m,

Gambar

Tabel di atas memperlihatkan perkembangan jumlah sarana peribadatan di  wilayah Kecamatan Maniis secara kuantitas sampai dengan tahun 2002 berjumlah  55  unit,  juga  secara  kualitas  (sebagian  besar  lantainya  telah  berkeramik)  mengalami  peningkatan
Tabel  jumlah  penduduk  Kecamatan  Maniis  yang  tercantum  di  atas  merupakan  jumlah  secara  keseluruhan  yang  di  dalamnya  termasuk  orang-orang  produktif yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja serta penduduk tidak  produktif seperti ana
Tabel  4.4  di  atas  menunjukkan  bahwa  dari  tahun  1980  sampai  dengan  tahun 2002, pertambahan sekolah di Kecamatan Maniis relatif tidak begitu besar
Tabel  di  atas  memperlihatkan  jumlah  persentase  terbesar  pengunjung  setiap tahun yaitu pada jenis pariwisata lain-lain sebanyak 68%, yang didalamnya  termasuk  orang  yang  hanya  sekedar  jalan-jalan  dan  duduk  di  atas  jembatan  bendungan  Cira
+2

Referensi

Dokumen terkait

: Pengaruh Pengembangan Industri Kerupuk Opak Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat..., 2001... Marlya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada PNPM-MPd di Kecamatan Kebayakan cukup tinggi terutama pada kegiatan pembangunan sarana dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tersedianya lapangan kerja dan kesempatan usaha serta mengetahui korelasi penambangan galian C dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tersedianya lapangan kerja dan kesempatan usaha serta mengetahui korelasi penambangan galian C dengan

Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui relasi antara pengelola Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan masyarakat nelayan di Desa Bunton Kecamatan

Perubahan sosial yang terjadi di Kecamatan Pelayangan merupakan salah satu dampak yang dirasakan dari adanya pembangunan infrastruktur jembatan berupa Jembatan Gentala

Selain dari sarana pendidikan sebagai penunjang mutu dan kwalitas sumber daya masyarakat Desa Sripendowo Kecamatan Sribhawono, terdapat juga sarana- prasarana olah raga

Keadaan ekonomi yang membaik membuat Masyarakat Kecamatan Siberut Selatan semangat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.6 Dengan menanam nilam banyak Masyarakat