• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMILIHAN MODEL PENYEDIAAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI WIJEN DENGAN PENDEKATAN FUZZY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PEMILIHAN MODEL PENYEDIAAN BAHAN BAKU AGROINDUSTRI WIJEN DENGAN PENDEKATAN FUZZY"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

AGROINDUSTRI WIJEN DENGAN PENDEKATAN FUZZY

Strategy To Select The Model For Supplying Agroindustry Raw Material Of Sesame

Using The Fuzzy Approach

Luluk Sulistiyo Budi

1

, M. Syamsul Ma’arif Sailah

2

, Illah Sailah

3

, Sapta Raharja

3

Abstract: One of important strategies in development of agroindustry is the

availability of raw materials. The strategy can not be seen partially but

holistically. The aim of this research was to find the best model for supplying

raw material of sesame agroindustry. The method employed was library

research and the experts’ opinion using fuzzy approach. The data was analized

using Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM). This

method uses range of scales (ordinal value): very high, high, average, low and

very low. The results of the data analysis showed that the supplying of raw

material in cooperation with the farmers is in high scale, while the cooperation

with supplier company, cooperation, and bussiness groups are in average scale

and direct buying from free market is in low scale.

Kata kunci :

sesame, agroindustry, raw material, cooperation, farmer,

fuzzy approach.

Agroindustri selalu membutuhkan bahan baku yang cukup selama proses produksi.

Kontinuitas dan kualitas bahan baku merupakan faktor penting bagi kelangsungan usaha

industri. Pola produksi bahan baku dan tataniaga seringkali sebagai kendala bagi suatu industri,

maka diperlukan suatu strategi sistem penyediaan bahan baku yang dapat memberikan jaminan

bagi pelaku usaha, petani produsen maupun kelayakan usaha industri itu sendiri (Syam 2006).

Strategi sistem penyediaan bahan baku harus memperhatikan komponen dan kebutuhan sistem

secara benar (Eriyatno, 1999) dan kebutuhan industri juga harus dirancang sedemikian rupa,

sehingga ketersediaan bahan baku industri tidak menjadi hambatan yang berarti (Didu 2001,

Kusnandar 2006).

Kenyataan dilapang menunjukkan agroindustri wijen yang menghasilkan produk

akhirnya berupa minyak dengan kadar gizi tinggi dan mengandung antioksidan penting untuk

aneka industri (Morris 2002), saat ini juga sering menghadapi permasalahan tentang

ketersediaan bahan baku. Permasalahan utama yang dimaksud adalah kontinuitas bahan baku.

Brown (1994) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan dalam penyediaan

bahan baku suatu agroindustri yaitu; kontinuitas, produsen bahan baku dan tataniaga.

1. Mahasiswa pascasarjana program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

2. Guru Besar Program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, selaku Ketua komisi pembimbing.

3. Dosen Program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, selaku Anggota komisi pembimbing.

(2)

pemasaran atau tataniaga yang terjadi di masyarakat terhadap produk pertanian atau bahan

baku agroindustri wijen sepenuhnya menjadi peran pedagang perantara/pedagang pengumpul.

Peran ini umumnya sangat menentukan kelangsungan petani produsen karena sebagai

satu-satunya aspek pemasaran yang diandalkan di sebagian besar wilayah pedesaan. Beberapa kasus

khusus peran ini sangat memberikan jaminan karena kedekatannya mereka dapat memberikan

pinjaman sarana produksi, membayar tunai produk pertanian tersebut, transaksi di lokasi dan

bahkan lebih jauh dapat memberikan pinjaman kepada petani untuk keperluan diluar

usahataninya, sehingga jalinan ini sangat kuat dan sulit untuk digantikan dengan lembaga lain.

Namun demikian peran ini sering menimbulkan distorsi terhadap petani produsen terutama

tentang harga, sehingga mengakibatkan turunnya pendapatan petani dan menurunkan minat

petani produsen untuk melakukan usahataninya pada musim berikutnya. Hal inilah berdampak

besar pada penurunan jumlah produksi bahan baku dalam suatu musim tertentu.

Sehubungan dengan hal tersebut tiga faktor tersebut di atas harus selalu

dipertimbangkan dalam penyediaan bahan baku agroindustri dan tentunya hal ini juga berlaku

pada agroindustri wijen. Untuk itu penyediaan bahan baku agroindustri wijen harus dipandang

sebagai suatu sistem yang lebih luas yakni sistem agroindustri dengan mempertimbangkan

faktor-faktor lain yang terkait agar penyediaan bahan baku agroindustri wijen dapat tercapai.

Untuk itu sangat perlu dilakukan penelitian “ Strategi pemilihan model penyediaan bahan baku

agroindustri wijen dengan pendekatan fuzzy” merupakan suatu pendekatan sistem.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan April –Desember 2007 dengan tempat penelitian di Desa

Bendosari, Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Pengambilan data

sekunder dilakukan pada dinas terkait sedangkan data primer diperoleh dari diskusi mendalam

dengan pakar tentang penyediaan bahan baku yang mewakili praktisi, akademis dan pemerintah

daerah. Adapun industri kecil yang dijadikan obyek adalah koperasi Estu Mandiri Desa

Bendosari, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian dikembangkan dari latar belakang dan kajian teoritis

untuk dapat membahas permasalahan yang dihadapi. Didasari dari potensi pengembangan yang

ada saat ini terdapat keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan kelayakan usaha serta

didukung oleh faktor internal dan eksternal maka pengembangan agroindustri wijen dapat

dijalankan melalui banyak strategi, namun pada kajian ini hanya dibahas tentang strategi

pemilihan model penyediaan bahan baku dengan pendekatan fuzzy. Kerangka pemikiran

penelitian selengkapnya disajikan pada gambar 1.

(3)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Tahapan kegiatan penelitian selengkapnya disajikan pada gambar 2.

(4)

dikembangkan oleh Yager (1993) dapat digunakan untuk menentukan kelayakan usaha

agroindustri. Model keputusan kelompok fuzzy merupakan model yang direkayasa untuk

memeperoleh agregat pendapat atau penilaian dari pakar terhadap suatu alternatif atau

keputusan. Penyelesaian sub-model ME-MCDM, sebagaimana dikemukakan oleh Yager

(1993), dilakukan dua tahapan, yaitu (a) membanguan matriks gabungan pendapat untuk setiap

kegiatan dan kreteria tujuan, dan kemudian (b) menetapkan tingkat kepentingan setiap kegiatan

(alternatif) bedasarkan gabungan semua kriteria tujuan. Tahap ini dilakukan proses agregasi

penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan maupun berdasarkan pakar.

Multi Expert-Multi Criteria Dececsion Making

(ME-MCDM), merupakan metode

pengambilan keputusan yang menggunakan

independent preference

, setiap pengambil

keputusan (yang diberi simbul dj ) memberikan evaluasi penilaian terhadap masing-masing

alternatif (si) untuk tiap-tiap kriteria (ak) secara bebas

(independent)

. Salah satu karakteristik

dari metode analisis ini yaitu hasil penilaian (V) merupakan himpunan

linguistic

label dari setiap

kriteria, dimana penilaian ini terdiri atas lima sampai tujuh skala penilaian yakni; SP=Sangat

Sempurna, ST = Sangat Tinggi, T= Tinggi, S = Sedang, R = Rendah, SR = Sangat Rendah, dan

PR = Paling Rendah.

Agregasi penilaian berdasarkan kriteria dilakukan dengan cara mencari skor tiap-tiap

alternatif ke- i oleh setiap pengambil keputusan k-j (Vij) pada semua kriteria (ak), dengan

menggunakan formula sebagai berikut:

Vij = Min [Neg (Wak) Vij (ak)] ; ... (1)

Dimana :

Vij

= Nilai alternatif ke

-i

oleh pakar ke

-j

Wak

= Bobot kriteria ke-

k

,

Neg (Wak)

= WQ-1+i

Vij (ak)

= Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k, dan

k

= indek (1,2, 3, . . . .i)

Penentuan Negasi Tingkat Kepentingan Kriteria digunakan, rumus:

Neg

(Wak)

=

WQ-k+1

... (2)

Dimana: k = indeks, dan q = jumlah skala.

Sedangkan penentuan bobot faktor nilai pengambilan keputusan menggunakan rumus:

Q(k) = Int [1 + k * (q-1)/r]

... (3)

Dimana:

Q(k) = bobot untuk pakar ke-j,

R = jumlah pakar,

k = indeks, dan

q = jumlah skala penilaian .

Penentuan nilai gabungan menggunakan metode OWA (

Ordered Weight Average

) dengan

menggunakan rumus:

Vi = f (Vj) = Max [Qi ^ bj]

... (4)

Dimana:

Vi = nilai total nilai alternatif ke-i,

Qj = bobot nilai pakar ke-j

bj = urutan skor alternatif terkecil ke skor terbesar ke-i oleh pakar ke-j

(5)

Hasil kajian pustaka dan diskusi mendalam dengan pakar menghasilkan kriteria-kriteria

dan alternatif pemilihan model penyediaan bahan baku agroindustri. Kriteria pemilihan model

penyediaan bahan baku terdapat 7 kriteria meliputi; kuantitas, kualitas, waktu pembayaran,

harga, fasilitas pendukung, kemudahan, dan ketepatan pasokan. Sedangkan alternatif model

penyediaan bahan baku agroindustri wijen terdapat 5 model meliputi; pembelian dari pemasok,

kerjasama dengan koperasi, kerjasama dengan petani, kerjasama dengan kelompok usaha, dan

model pembelian bebas. Hasil diskusi mendalam dengan pakar selengkapnya disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hasil diskusi mendalam dengan pakar tentang penilaian alternatif berdasarkan kriteria

pemilihan model penyediaan bahan baku agroindustri wijen.

Pakar Alternatif Kriteria penilaian Kuantitas Kualitas Waktu Pembayar an Harga Fasilitas Pendukun g Kemudah an Ketepatan pasokan Pakar 1

1 Pembelian Dari Pemasok, T S ST T T ST T

2 Koperasi S T T T T T S

3 Kerjasama Dengan Petani T T T S S T T

4 Kelompok Usaha T T T T T T T

5 Pembelian Bebas S S S S SR R SR

Pakar 2

1 Pembelian Dari Pemasok, T S ST ST T ST ST

2 Koperasi T T ST ST T ST ST

3 Kerjasama Dengan Petani ST ST T ST T ST ST

4 Kelompok Usaha ST ST T ST T T T

5 Pembelian Bebas ST ST ST ST T T T

Pakar 3

1 Pembelian Dari Pemasok, ST ST ST T S ST ST

2 Koperasi S S S S S ST S

3 Kerjasama Dengan Petani ST ST ST S T ST ST

4 Kelompok Usaha T T S S T T ST

5 Pembelian Bebas R R R R R S S

Pakar 4

1 Pembelian Dari Pemasok, T T T ST T ST ST

2 Koperasi S T T T T T S

3 Kerjasama Dengan Petani ST ST ST S S T T

4 Kelompok Usaha S T T ST T ST T

5 Pembelian Bebas S S T T S T T

Pakar 5

1 Pembelian Dari Pemasok, T S S S S ST ST

2 Koperasi ST T T T T ST T

3 Kerjasama Dengan Petani S S S S R T T

4 Kelompok Usaha S S S S R T T

5 Pembelian Bebas T R S S R ST T

Keterangan : ST = Sangat Tinggi, T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah dan SR = Sangat Rendah

.

(6)

(ME-MCDM) diawali dengan melakukan penilaian kepentingan masing-masing kriteria tersebut

dan dicari nilai negasinya berdasarkan persamaan 2. Hasil tingkat kepentingan masing-masing

kriteria dan negasinya selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat kepentingan kriteria dan negasi kriteria pemilihan model

penyediaan bahan baku agroindustri wijen.

Neg (Wk) = Wq – k + 1 k: Indeks; q: Jumlah skala

Tingkat Kepentingan Kriteria Negasi TK Kriteria

Kriteria 1 = Sangat Tinggi Kriteria 1 = Sangat Rendah

Kriteria 2 = Tinggi Kriteria 2 = Rendah

Kriteria 3 = Sedang Kriteria 3 = Sedang

Kriteria 4 = Sangat Tinggi Kriteria 4 = Sangat Tinggi

Kriteria 5 = Rendah Kriteria 5 = Tinggi

Kriteria 6 = Rendah Kriteria 6 = Tinggi

Kriteria 7 = Tinggi Kriteria 7 = Rendah

Langkah selanjutnya adalah menentukan bobot nilai Q, berdasarkan persamaan 3 yakni:

Dimana :

Q(k) = bobot untuk pakar ke-j,

R = jumlah pakar,

k = indeks, dan

q = jumlah skala penilaian .

diperoleh bobot nilai SR, R, S, T dan ST.

Langkah selanjutnya adalah penentuan nilai gabungan menggunakan metode OWA (

Ordered

Weight Average

) dengan menggunakan persamaan 4.

Hasil analisis agragasi pakar terhadap penilaian alternatif model penyediaan bahan baku

agroindustri wijen dengan pendekatan fuzzy menggunakan metode

Multi Expert-Multi Criteria

Dececsion Making

(ME-MCDM), menunjukkan model penyediaan bahan baku agroindustri

wijen yang kerjasama dengan petani mempunyai nilai bobot dengan skor/skala Tinggi. Hasil

analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

)]

1

*

(

1

int[

r

q

k

Qk

=

+

(7)

Tabel 3. Kesimpulan analisis MCDM terhadap penyediaan bahan baku Agroindustri wijen

Alternatif Nilai / Skor

1 Pembelian Dari Pemasok, Sedang

2 Pembelian dari Koperasi Sedang

3 Kerjasama Dengan Petani Tinggi

4 Kelompok Usaha Sedang

5 Pembelian Bebas Rendah

Terlihat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa model penyediaan bahan baku agroindustri wijen

dengan skor skala tinggi adalah kerjasama dengan petani, hal ini sejalan dengan pola

kelembagaan yang relevan dalam pengembangan agroindustri wijen adalah pola koperasi

agroindustri (Budi, 2008). Dimana petani merupakan anggota koperasi, juga sebagai pemilik

dan sebagai pengguna serta dalam pelaksanaan teknis agroindustri khususnya penyediaan bahan

baku petani sebagai produsen dan penyuplai satu-satunya maka petanilah sebagai pelaku utama

agroindustri. Bahkan menurut Nasution (2002) petani dalam menjalankan usahataninya

mempunyai peranan yakni sebagai juru tani

(cultivator),

sebagai seorang pengelola

(manager)

dan sebagai anggota masyarakat, maka harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Dipandang dari aspek tujuan pengembangan agroindustri wijen, peningkatan pendapatan petani

merupakan tujuan utama pengembangan. Untuk itu model kerja sama dengan petani merupakan

model penyediaan bahan baku yang paling tepat dalam pengembangan agroindustri wijen.

Model kerjasama dengan petani dalam suatu pola koperasi agroindustri selengkapnya disajikan

pada Gambar 2.

Gambar 2. Model kerjasama dengan petani dalam suatu pola koperasi agroindustri

Keterangan : A - Kualitas - Fasilitas Pendukung - Kuantitas - Kemudahan - Waktu pembayaran - Ketepatan Pasokan - Harga

(8)

langsung dengan semua komponen dalam kelembagaan, untuk itu keberadaan petani adalah

sangat penting. Terkait dengan penyediaan bahan baku agroindustri, petani berhubungan

langsung dengan manager produksi dan akan terbentuk suatu hubungan secara timbal balik,

saling ketergantungan dan saling menguntungkan. Dalam hal ini petani sebagai suplaiyer,

sebagai mitra dan sebagai pemilik serta pengguna.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil analisi dapat ditarik kesimpulan bahwa

1.

Pendekatan fuzzy dapat dipergunakan untuk menganalisis dalam pengambilan keputusan

melalui hasil agregasi pendapat beberapa pakar atau kelompok pakar.

2.

Model penyediaan bahan baku agroindustri wijen yang paling tepat adalah kerjasama

dengan petani dengan skor tinggi dibanding lainnya, mengingat bahwa petani sebagai

pelaku utama penyediaan bahan baku agroindustri wijen.

Saran

Perlu dilakukan implementasi model penyediaan bahan baku agroindustri wijen

dibeberapa daerah sentra pengembangan tanaman wijen.

Daftar Rujukan

Budi, 2008. Strategi Pemilihan Model Kelembagaan Dan Kelayakan Finansial Agroindustri

Wijen (Makalah seminar Program Doktor Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,

Sebagian bagian bahasan Disertasi )

Brown. 1994.

Agroindustrial Invesment and Operation.

Washington: EDI Development

Studies. World Bank Pub.

Didu M S. 2001. Rancang Bangun Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit

(AGROSAWIT) . . J. Tek. Ind. Pert. Vol 11 (1), 20-26

Eriyatno 1999, Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas manajemen. Jilid satu. Bogor:

IPB Press.

Kusnandar. 2006. Rancang Bangun Model Pengembangan Industri Kecil jamu [disertasi].

Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Morris JB. 2002. Food, Industrial, Nutraceutical, and Pharmaceutical uses of sesame genetik

resources, p 153-156. In J. janick and A. Whipkey (eds). Trends in new crops and

new uses. ASHS Press, Alexandria, VA

Nasution M. 2002.

Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk Agroindustri

.

Bogor: IPB Press. .

Syam H. 2006. Rancang Bangun Model Sistem Pengembangan Agroindustri Berbasis kakao

Melalui Pola Jejaring Usaha [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Yager RR. 1993.

Non-numeric Multi-criteria Multi Person Decision Making

. Group Decision

and Negotiation 2 :81-93.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran  penelitian
Tabel 1. Hasil diskusi mendalam dengan pakar tentang penilaian alternatif berdasarkan kriteria  pemilihan model penyediaan bahan baku agroindustri wijen
Tabel 2.   Tingkat kepentingan kriteria dan negasi kriteria pemilihan model  penyediaan bahan baku agroindustri wijen
Gambar 2.  Model kerjasama dengan petani dalam suatu pola koperasi agroindustri Keterangan :  A      -      Kualitas                            -     Fasilitas Pendukung

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana dijelaskan oleh Fithri, dkk (2017:68) penggunaan media audio visual yang diterapkan oleh guru sebagai upaya meningkatkan perkembangan nilai- nilai keagamaan dan moral

Pengendalian Gulma Dengan Saflufenacil Secara Tunggal dan Campuran pada Pertanaman Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Belum Menghasilkan di Lahan Gambut.. Weed Control

Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas tentang analisis dari model penyebaran penyakit menular dengan bakteri dan hospes, yang ditemukan oleh J.B Shukla dkk [7]

Dari contoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan senam jantung sehat seri 1 lebih efektif dan Baik dalam menurunkan kadar kolesterol responden, dan dari

Kedua : Sejarah telah secara terang menjelaskan kepada kita bahwa turunnya Al-Quran itu butuh waktu hingga 23 tahun lamanya. Masa sepanjang itu salah satunya disebabkan

dan geotagging pada android dibuat sistem aplikasi pemetaan lokasi kuliner berbasis location based service dan geotagging pada android yang dapat memudahkan masyarakat

Dalam identifikasi dan perumusan pengelolaan angin pada bentuk dasar, setelah proses petama dilakukan, maka data yang berupa parameter diaplikasikan menggunakan

dua tujuan utama. pertama yaitu untuk merancang ukuran-ukuran sepeda motor .... sistem ”manusia- mesin” adalah merupakan suatu proses yang dinamis dari... File location