• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)

April 10, 2011§§Alam S. Anggara§Assignment§, Law§, Resume§4 Comments§Sejarah

terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tak bisa dipisahkan dengan sejarah KUHPerdata Belanda. Dan sejarah terbentuknya KUHPerdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis.

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleonyang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code De Commerce (hukum dagang).

Sewaktu Prancis menguasai Belanda (1806-1813) kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri. Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813). Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER.

Namun, sayangnya KEMPER meninggal dunia pada tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

1

Burgerlijk Wetboek

§yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata-Belanda.

2

Wetboek van Koophandel

§disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

KUHPerdata

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.

Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian

anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad§ No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Kedudukan BW secara yuridis formil tetap sebagai undang-undang, sebab BW tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang. Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula saat

dikodifikasikan.

Beberapa bagian daripadanya sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dan putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi yang

menggantikannya karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat BW dikodifikasikan. BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri dambil dari hukum perdata yang

(2)

berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu:

• Buku I tentang Orang

mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga,perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

• Buku II tentang Kebendaan

mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi:

3 benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu)

4 benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak dan

5 benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

• Buku III tentang Perikatan

mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda) yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.

• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian

mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggang waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. *An Assignment

---Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Indonesia (BW)

Asal mula hukum perdata.

Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum dikodifikasikan

pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis, sebelum di

akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya,

sehingga terbagi atas 2 bagian walayah hukum Prancis, yaitu :

1.

Wilayah Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal

yang berlaku hukum kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.

2.

Wilayah selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan

hukum yang diakui disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara

sistematis dalam suatu kitab Undang – Undang Thn 1800 yang disebut

(3)

carpus juris civiles oleh kaisar Justinianus pada tanggal 12 – 8 – 1800 dan

oleh pemerintah Napoleon dibentuklah panitia pengkodifikasian Undang –

Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah diundang – undangkan

dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan kodifikasi

Hukum Dagang dan Hukum Perdata.

Pada tahun 1813 pendudukan Perancis di Belanda berakhir dan

belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan kodifikasi yang

diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon dan

hukum Belanda kuno.

Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama: BW=

Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang

Hukum Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang).

Pada awal kemerdekaan negeri Belanda 1814 Sistem

Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas Propinsi

– propinsi yang berdaulat dan mempunyai peraturan sendiri , sehingga

belum ada peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum

tidak terpenuhi.

Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM

Kempur (Guru Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat

Hukuman Belanda Kuno, meliputi: Hukam Romawi, Hukam German,

Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang dikenal dengan

Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang Wetboek

dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838.

Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan oleh Raja dengan nama BW =

Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang

– Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang – Undang Hukum Dagang).

3.

Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia

Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan Hindai

Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri

Belanda yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van

Koophandel (KUHD).Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Sipil

disingkat KUH.PERDATA/KUHS.

KUHPerdata /KUHS BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848

sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku menurut Pasal 11 Aturan

Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan yang ada masih

berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun

saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak berlaku penuh sesuai dengan bab –

bab dan pasal – pasal pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah

banyak bab – bab dan pasal dan bidang – bidang hukum tertentu tidak

berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang – Undangan RI. Hal ini

terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat ini tidak sesuai

lagi dengan keadaan masyarakat.

Berdasarkan surat edaran Mahkama Agung RI edaran /sema no.3

tahun 1963 terperinci menyatakan tidak berlaku pasal – pasal tertentu dari

(4)

KUHPerdata.

Berlakunya KUHPerdata di Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas

keselarasan, yakni azas persamaan berlakunya hukum yang dasar hukumnya diatur dalam

pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi , “Untuk golongan bangsa Belanda

itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di negeri Belanda.

---Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Indonesia (BW)

Asal mula hukum perdata.

Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum dikodifikasikan

pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis, sebelum di

akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya,

sehingga terbagi atas 2 bagian walayah hukum Prancis, yaitu :

1.

Wilayah Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal

yang berlaku hukum kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.

2.

Wilayah selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan

hukum yang diakui disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara

sistematis dalam suatu kitab Undang – Undang Thn 1800 yang disebut

carpus juris civiles oleh kaisar Justinianus pada tanggal 12 – 8 – 1800 dan

oleh pemerintah Napoleon dibentuklah panitia pengkodifikasian Undang –

Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah diundang – undangkan

dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan kodifikasi

Hukum Dagang dan Hukum Perdata.

Pada tahun 1813 pendudukan Perancis di Belanda berakhir dan

belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan kodifikasi yang

diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon dan

hukum Belanda kuno.

Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama: BW=

Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang

Hukum Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang).

Pada awal kemerdekaan negeri Belanda 1814 Sistem

Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas Propinsi

– propinsi yang berdaulat dan mempunyai peraturan sendiri , sehingga

belum ada peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum

tidak terpenuhi.

Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM

Kempur (Guru Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat

Hukuman Belanda Kuno, meliputi: Hukam Romawi, Hukam German,

Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang dikenal dengan

Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang Wetboek

dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838.

(5)

Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang

– Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang – Undang Hukum Dagang).

3.

Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia

Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan Hindai

Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri

Belanda yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van

Koophandel (KUHD).Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Sipil

disingkat KUH.PERDATA/KUHS.

KUHPerdata /KUHS BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848

sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku menurut Pasal 11 Aturan

Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan yang ada masih

berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun

saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak berlaku penuh sesuai dengan bab –

bab dan pasal – pasal pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah

banyak bab – bab dan pasal dan bidang – bidang hukum tertentu tidak

berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang – Undangan RI. Hal ini

terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat ini tidak sesuai

lagi dengan keadaan masyarakat.

Berdasarkan surat edaran Mahkama Agung RI edaran /sema no.3

tahun 1963 terperinci menyatakan tidak berlaku pasal – pasal tertentu dari

KUHPerdata.

Berlakunya KUHPerdata di Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas

keselarasan, yakni azas persamaan berlakunya hukum yang dasar hukumnya diatur dalam

pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi , “Untuk golongan bangsa Belanda

itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di negeri Belanda.

---Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)§

10.43 Riduan Makarama No comments§

Seluk-Bluk dan Asas-Asas Hukum Perdata

4. Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)

Sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda. Dan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis.

Rangkaian sejarah terbentuknya BW, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda dan Code Civil Perancis ini secara garis besar adalah sebagai berikut di bawah ini.

Semenjak + 50 tahun sebelum Masehi, pada waktu Julius Caesar berkuasa di Eropa Barat, hukum Romawi telah berlaku di Perancis berdampingan dengan hukum Perancis kuno yang berasal dari hukum Germania dengan saling mempengaruhi.

Suatu ketika wilayah negeri Perancis terbelah menjadi dua daerah hukum yang berbeda. Bagian Utara adalah daerah hukum yang tidak tertulis (pays de droit coutumier), sedangkan daerah Selatan

merupakan daerah hukum yang tertulis (pays de droit ecrit). Di Utara berlaku hukum kebiasaan Perancis kuno yang berasal dari hukum Germania sebelum resepsi hukum Romawi. Sedangkan di

(6)

daerah Selatan berlaku hukum Romawi yang tertuang dalam Corpus luris Civilis pada pertengahan abad VI Masehi dari Justianus.

Corpus luris Civilis pada zaman itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna, terdiri dari 4 bagian, yaitu: (1) Codex Justiniani, (2) Pandecta, (3) Institutiones, dan (4) Novelles. Codex Justianni berisi kumpulan undang-undang (leges lex) yang telah dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah Kaisar Romawi yang

dianggap sebagai himpunan segala macam undang-undang.

Pandecta memuat kumpulan pendapat para ahli hukum Romawi yang termasyhur misalnya Gaius, Papinianus, Paulus, Ulpianus, Modestinus dan sebagainya. Institutiones memuat tentang pengertian lembaga-lembaga hukum Romawi. Dan Novelles adalah kumpulan undang-undang yang dikeluarkan sesudah codex selesai.

Hanya mengenai perkawinan di seluruh negeri Perancis berlaku Codex luris Canonici (hukum yang ditetapkan oleh Gereja Katolik Roma). Berabad-abad lamanya keadaan ini berlangsung terus dengan tidak ada kesatuan hukum.

Pada bagian kedua abad XVII, di negeri Perancis telah timbul aliran-aliran yang ingin menciptakan kodifikasi hukum yang akan berlaku di negeri itu agar diperoleh kesatuan dalam hukum Perancis. Pada akhir abad XVII dan pada permulaan abad XVIII, oleh raja Perancis dibuat beberapa peraturan perundang-undangan

(seperti Ordonance Sur les donations yang mengatur mengenai soal-soal pemberian, ordonnance sur les testament yang mengatur mengenai soal-soal testamen, ordonnance sur les substitutions

fideicommissaries yang mengatur mengenai soal-soal substitusi).

Kodifikasi hukum perdata di Perancis baru berhasil diciptakan sesudah Revolusi Perancis (1789 - 1795), dimana pada tanggal 12 Agustus 1800 oleh Napoleon dibentuk suatu panitia yang diserahi tugas membuat kodifikasi. Yang menjadi sumbernya adalah:

a. Hukum Romawi yang digali dari hasil karya-karya para sarjana bangsa Perancis yang kenamaan (Dumolin, Domat dan Pothier);

b. Hukum Kebiasaan Perancis, lebih-lebih hukum kebiasaan daerah Paris; c. Ordonnance-ordonnance;

d. Hukum Intermediare yakni hukum yang ditetapkan di Perancis sejak permulaan Revolusi Perancis hingga Code Civil terbentuk.

Kodifikasi hukum perdata Perancis baru selesai dibentuk Tahun 1804 dengan nama Code Civil des Francais. Code Civil Perancis ini mulai berlaku sejak tanggal 21 Maret 1804. Setelah diadakan perubahan sedikit di sana-sini, pada tahun 1807 diundangkan dengan nama Code Napoleon, tetapi kemudian

disebut lagi dengan Code Civil Perancis. Sejak tahun 1811 sampai tahun 1838 Code Civil Perancis ini setelah disesuaikan dengan keadaan di negeri Belanda berlaku sebagai kitab undang-undang yang resmi di negeri Belanda, karena pada waktu itu negeri Belanda berada di bawah jajahan Perancis. Di negeri Belanda setelah berakhir pendudukan Perancis tahun 1813, maka berdasarkan Undang-undang Dasar (Grond Wet) negeri Belanda tahun 1814 (Pasal 100) dibentuk suatu panitia yang bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata. Panitia ini diketuai Mr. J.M. Kemper. Tahun 1816 oleh Kemper disampaikan kepada raja suatu rancangan kodifikasi hukum perdata, tetapi rancangan ini tidak diterima oleh para ahli hukum Bangsa Belgia (pada waktu itu negeri Belanda dan negeri Belgia merupakan satu negara) karena rencana tersebut disusun Kemper berdasarkan hukum Belanda kuno. Sedangkan para ahli hukum bangsa Belgia menghendaki agar rancangan ini disusun menurut Code Civil Perancis. Setelah mendapat sedikit perubahan, maka rancangan itu disampaikan kepada Perwakilan Rakyat Belanda (Tweede Kamer) pada tanggal 22 November 1820. Rencana ini terkenal dengan nama "ontwerp

Kemper" (Rencana Kemper). Dalam perdebatan di Perwakilan Rakyat Belanda, rencana Kemper ini mendapat tantangan yang hebat dari anggota-anggota Bangsa Belgia (wakil-wakil Nederland Selatan) yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Tinggi di kota Luik (Belgia) yang bernama Nicolai.

(7)

Kemper meninggal dunia tahun 1824, pembuatan kodifikasi dipimpin oleh Nicolai dengan suatu metode kerja yang baru yaitu dengan menyusun daftar pertanyaan tentang hukum yang berlaku yang akan dinilai parlemen. Setelah diketahui kehendak mayoritas, panitia lalu menyusun rencana-rencana dan mengajukannya ke parlemen (Perwakilan Rakyat Belanda) untuk diputuskan. Demikianlah cara kerja yang dilakukan semenjak tahun 1822 sampai 1826. Bagian demi bagian Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda diselesaikan dan setiap bagian dimuat tersendiri dalam Staatsblad, tetapi tanggal mulai berlakunya tentu saja ditangguhkan sampai seluruhnya selesai. Dalam fahun 1829 pekerjaan itu selesai dan diakhiri dengan baik. Undang-undang

yang tadinya terpisah-pisah dihimpun dalam satu kitab undangundang dan diberi nomor urut lalu diterbitkan. Berlakunya ditetapkan tanggal 1 Februari 1831. Pada waktu yang samadinyatakan pula berlaku Wetboek van Koophandel (WvK), Burgerlijke Rechtsvordering (BRv). Sedangkan Wetboek van Strafrecht (WvS) menyusul kemudian.

Keinginan sarjana-sarjana hukum dari Nederland Selatan (Belgia) yang hendak menuruti Code Civil Perancis dalam menciptakan kodifikasi hukum perdata telah terpenuhi. Kesemuanya kodifikasi hukum perdata itu - kecuali beberapa bagian dimana dipertahankan hukum Belanda kuno - merupakan ciplakan dari Code Civil Perancis. Seakan-akan Code Civil Perancis disusun kembali untuk

Nederland. Akan tetapi, sebelum tanggal berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu tiba, timbullah pemberontakan di bagian Selatan Nederland, yang pada akhirnya mengakibatkan pemisahan antara negeri Belanda dan negeri Belgia (1830 - 1939). Kemudian dalam bulan Januari

1831dikeluarkan Koninklijk Besluit yang menunda berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut. Segera sesudah itu dikeluarkan pula Koninklijk Besluit yang menugaskan komisi redaksi untuk mengadakan peninjauan kembali untuk membersihkannya

dari hal-hal yang tidak tepat. Bagian-bagian kodifikasi itu diolah kembali, karena ternyata dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata 1830 tersebut pendapat-pendapat sarjana Belgia terlalu

mengesampingkan pikiran-pikiran dalam bidang hukum dari Nederland Utara, tetapi perubahan-perubahan yang diadakan tidak terlalu banyak. Dengan Koninklijk Besluit tanggal 10 April 1838 (Stb. 138 No. 12) Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda itu dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1838

Berdasarkan asas konkordansi (concordantie beginsel), maka dikehendaki supaya perundang-undangan baru di negeri Belanda itu diberlakukan juga buat orang-orang golongan Eropa di Hindia Belanda (Indonesia). Untuk itu, maka dengan Firman Raja tanggal 15 Agustus 1839 No. 102 dibentuk suatu komisi dengan tugas membuat rencana peraturan-peraturan untuk memberlakukan peraturan itu sekiranya dipandang perlu. Komisi ini terdiri dari Mr. C.J. Scholten van Out Haarlem, Mr. I. Schneiner dan Mr. I.F.H.

van Nos

Setelah 6 tahun bekerja, komisi tersebut dibubarkan (dengan Firman Raja tanggal 15 Desember 1845 No. 68) berhubung dengan permintaan berhentinya Mr. Scholten van Out Haarlem karena selalu terganggu kesehatannya. Kemudian dengan Firman Raja tanggal 15 Desember 1845 No. 67 ditetapkan antara lain bahwa anggota Dewan Pertimbangan Negara Jhr. Mr. H.L. Wickers diutus ke Hindia Belanda untuk memangku jabatan Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung tentara. Sebelum berangkat dia diwajibkan bersama-sama Mr. Scholten van Out Haarlem untuk menyiapkan rencana peraturan hukum buat Hindia Belanda yang masih belum selesai dikerjakan. ) Rencana peraturan yang telah dihasilkan adalah:

1 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlandsch Indie (Ketentuan umum perundang-undangan di Indonesia);

2 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata):

3 Wetboek van Koopli indel (K.U.H. Dagang);

4 Reglement op de Rechteiiijke Organisatie en het Beleid der justitie (RO - Peraturan susunan pengadilan dan pengurusan justisi);

5 Enige Bepalingen betreffende Misdrijven begaan ter gelegenheid van faillissement en bij Kennelijk Overmogen, mitsgaders bij Surseance van Betaling (Beberapa ketentuan mengenai

(8)

kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pailit dan dalam keadaan nyata tidak mampu membayar).

Sebagai hasil kerja Mr. Wichers dan Mr. Scholten van Out Haarlem, maka dikeluarkan Firman Raja tanggal 16 Mei 1846 No. 1, dan beberapa hari kemudian berangkatlan Mr. Wichers ke Hindia Belanda membawa kitab-kitab hukum yang telah selesai dikerjakannya serta telah ditandatangani oleh Raja untuk diberlakukan di Hindia belanda.

Firman Raja Belanda tanggal 16 Mei 1846 No. 1 itu semuany terdiri dari 9 pasal dan isinya diumumkan seluruhnya di Hindia Belanda dengan Stb. 1847 No. 23. Dalam Pasal 1-nya antara lain dinyatakan bahwa peraturan-peraturan hukum yang dibuat untuk Hindia Belanda adalah:

(1) Ketentuan umum perundang-undangan di Indonesia; (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

(3) Kitab Undang-undang Hukum Dagang;

(4) Peraturan susunan pengadilan dan pengurusan justisi, dan

(5) Beberapa ketentuan mengenai kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pailit dan dalam keadaan nyata tidak mampu membayar.

Kemudian dalam Pasal 2 Firman Raja itu ditentukan, bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda akan mengatur tindakantindakan yang diperlukan untuk mengumumkan peraturan-peraturan tersebut di atas di dalam bentuk yang lazim digunakan di Hindia Belanda, sebelum atau pada tanggal 1 Mei 1847 serta untuk

memberlakukannya sebelum atau pada tanggal 1 Januari 1848.

Dalam sejarah tercatat, perjalanan kapal yang membawa kitab-kitab hukum itu ternyata terlambat tiba di Hindia Belanda, sehingga menimbulkan terhambatnya segala persiapan untuk memberlakukan perundang-undangan yang baru itu. Oleh karena itu, dengan Firman Raja tanggal 10 Februari 1847 No. 60 diberikan kuasa kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengundurkan penetapan saat berlakunya peraturan-peraturan hukum tersebut.

Persiapan memberlakukan peraturan-peraturan hukum tersebut dikerjakan oleh Mr. Wichers yang di Hindia Belanda menjabat sebagai anggota Raad van State Belanda yang diperbantukan pada Gubernur Jenderal. Tugas Gubernur Jenderal adalah memberlakukan peraturan-peraturan hukum tersebut (Pasal 2 Firman Raja tanggal 16 Mei 1846 No. 1). Dalam hubungan ini Mr. Wichers telah membuat beberapa rancangan peraturan antara lain "Reglement op de Uitoefening van de Politie, de Burgerlijke Rechtspleging en de Strafvordering onder de Indonesiers (golongan hukum Indonesia Asli) en de Vreemde Oosterlingen (golongan hukum Timur Asing) op Java en Madoera" (Stb. 1848 No. 16 jo 57), yang sekarang sebagai Reglemen Indonesia Baru (RIB). Akhirnya, dengan suatu peraturan penjalan (pivoeringsverordening) yang bernama "Bepalingen omtrent de Invoering van en de Overgang tot de niewe Wetgeving" (Stb. 1848 No. 10) yang disingkat dengan "Invoering

Bepalingen" (peraturan peralihan) yang juga disusun oleh Mr. Wichers, maka kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) menjadi berlaku di Hindia Belanda tanggal 1 Mei 1848.

Pasal 1 Overgang Bepalingen itu menyatakan, bahwa pada waktu kodifikasi hukum tersebut mulai berlaku, maka hukum Belanda kuno, hukum Romawi dan semua statuta dan plakat dengan sendirinya diganti dengan peraturan-peraturan yang baru itu, tetapi menurut Pasal 2-nya hal tersebut tidak mengenai hukum

pidana. Berdasarkan fakta-fakta sejarah tentang terbentuknya Code Civil Perancis, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda dan Burgerlijk Wetboek yang diUndang-undangkan di atas ini. Jelaslah bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang sekarang masih berlaku di

Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang telah menyerap atau mengambil alih secara tidak langsung asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang berasal dari hukum Romawi, hukum Perancis kuno, hukum Belanda kuno, dan sudah tentu pula hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dimana dan di masa kodifikasi tersebut diciptakan yakni pada waktu ratusan tahun lebih yang silam.

Apakah semua asas dan kaidah yang terkandung di dalamnya masih sesuai dengan keadaan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia zaman sekarang sehingga masih bisa dipertahankan berlakunya sebagai peraturan hukum?

(9)

Ataukah di antara pasal-pasalnya ada yang sudah tidak cocok lagi dengan perasaan hukum masyarakat Indonesia pada waktu sekarang sehingga pasal-pasal tersebut harus diganti dengan yang baru, yang bersifat nasional serta dapat memenuhi semua kebutuhan hukum dan rasa keadilan masyarakat Indonesia yang kini sudah berada di dalam alam kemerdekaan dan masa pembangunan? Pertanyaan di atas ini sudah barang tentu sangat menggoda hati kita untuk mempelajari kaidah-kaidah dan asas-asas yang terkandung dalam BW itu, sehingga pertanyaan tersebut dapat kita jawab dengan jawaban yang didasarkan pada hasil kajian atau penelaahan yang memadai.

---Terbentuknya Hukum Perdata (BW)

§

Sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tak bisa dipisahkan dengan sejarah KUHPerdata Belanda. Dan sejarah

terbentuknya

KUHPerdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis. Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata

Perancis yaitu Code Napoleonyang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code De Commerce (hukum dagang).

Sewaktu Prancis menguasai Belanda (1806-1813) kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri. Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia pada tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

1 Bergelik Wetboekyang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.

2

Wetbook van Koophandle

disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

(10)

KUHPerdata

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian

anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui staatblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Kedudukan BW secara yuridis formil tetap sebagai undang-undang, sebab BW tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang. Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula saat

dikodifikasikan. Beberapa bagian daripadanya sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dan putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi yang menggantikannya karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat BW

dikodifikasikan

BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri dambil dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu:

• Buku I tentang Orang

• Buku II tentang Kebendaan

• Buku III tentang Perikatan

• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian

---Makalah BW (Burgerlijk Wetboek)

BAB II

PEMBAHASAN

(11)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang juga dikenal dengan

sebutan Bugerlijk Wetboek (BW) yang digunakan di Indonesia saat ini merupakan

kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Kodifikasi tersebut sangat

dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Hukum Perdata Perancis

(Code Napoleon) sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang

pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia

yang dipimpin oleh Mr. J.M. Kemper dimana sebagian besar bersumber dari Code

Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830,

tetapi diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838 dan pada tahun yang sama

diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).

Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua

panitia kodifikasi bersama Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer yakni, masing-masing

sebagai anggota panita. Panitia tersebut ternyata juga belum berhasil mengerjakan BW.

Pada akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem

lagi, akan tetapi beberapa anggotanya diganti antara lain: Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van

Nes. Dimana pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata

Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Ini berarti KUH Perdata Belanda

banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam

kodifikasi KUH Perdata Indonesia.

Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui

Statsblad No. 23, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1848. Sekiranya perlu dicatat bahwa

dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan

kawan-kawannya melakukan konsultasi bersama J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en

Nomein. Karena itu, ia juga turut berjasa dalam kodifikasi tersebut.

kondisi hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk, yaitu

masih beraneka ragam. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain :

1.

Faktor etnis

2.

Faktor histeria yuridis, dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk

Indonesia dalam 3 (tiga) jenis golongan sebagai berikut:

a. Golongan eropa

(12)

b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)

c. Golongan timur asing (bangsa cina, India dan bangsa arab)

Golongan warga Negara bukan asli, yakni yang berasal dari tionghoa atau eropa

berlaku sebagian dari BW, yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum

kekayaan harta benda, tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan termasuk

hukum warisan.

Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia

terdapat dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR

(Regeringsreglement) yang pokok-pokonya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.

Hukum perdata dan hukum dagang (begitu pula hukum pidana serta hukum acara

perdata dan hukum acara pidana harus ditetapkan dalam kitab undang-undang atau

dikodifikasi);

2.

Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa eropa harus dianut

perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi);

3.

Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika

ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya;

4.

Orang Indonesia asli dan timur asing, selama mereka belum ditundukkan dibawah

suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa sebelum hukum untuk bangsa

Indonesia ditulis dalam undang-undang, bagi mereka hukum yang berlaku adalah

hukum adat.

B.

Sistematika Hukum Perdata Dalam KUHPerdata (BW)

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) di Indonesia terdiri dari empat buku, antara

lain:

1.

Buku Kesatu, berjudul perihal orang (van persoonen), mengatur hukum perorangan

dan hukum kekeluargaan.

2.

Buku Kedua, berjudul perihal benda (van zaken), mengatur hukum benda dan hukum

waris.

(13)

harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi

orang-orang atau pihak-pihak tertentu.

4.

Buku Keempat, berjudul perihal pembuktian dan kadaluarsa (van bewijs en

verjaring), mengatur perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu

terhadap hubungan-hubungan hukum.

Sistematika Hukum Perdata

Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata dapat dibagi ke dalam 4 bagian,

yaitu :

1) Hukum perorangan (personenrecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia

sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk

melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.

2) Hukum keluarga (familierecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul

karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan

orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.

3) Hukum harta kekayaan (vermogensrecht)

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam

lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.

4) Hukum Waris (arfrecht).

Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan

seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur

(14)

peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

Berdasarkan sistematika tersebut, substansi KUH perdata terdapat dalam 2 bagian:

Buku I, II dan III berisi ketentuan hukum perdata materiil, sedangkan Buku IV, berisi

ketentuan hukum perdata formil.

Ditinjau dari segi perkembangannya, hukum perdata Indonesia sekarang menunjukan

tendensi perubahan. Sebagaimana sistematika hukum perdata Belanda yang diundangkan

pada tanggal 3 Desember 1987 Stb. 590 dan mulai berlaku 1 April 1988 meliputi 5 buku,

yaitu :

1. Buku I tentang hukum orang dan keluarga (personen-familie-recht)

2. Buku II tentang hukum badan hukum (rechtspersoon)

3. Buku III tentang hukum hak kebendaan (van zaken)

4. Buku IV tentang hukum perikatan (van verbentennissen)

5. Buku V tentang daluarsa (van verjaring)

Sedangkan ditinjau dari segi pembidangan isinya, hukum perdata Indonesia dalam

perkembangannya terbagi menjadi bagian-bagian antara lain: Bidang Hukum Keluarga

(perkawinan, perceraian, harta bersama, kekuasaan orang tua, kedudukan, pengampuan

dan perwalian), Bidang Hukum Waris, Hukum Benda, Bidang Hukum Jaminan, Bidang

Hukum Badan Hukum, Bidang Hukum Perikatan Umum, bidang Hukum Perjanjian

Khusus.

C.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia

(15)

Perdata Barat (BW) tidak lagi dianggap sebagai undang-undang yang mutlak berlaku.

Ada beberapa pertimbangan yang melandasi ketentuan tersebut antara lain:

1) Ada tendensi bahwa BW mengaju pada alam liberalisme, sehingga perlu

ditinggalkan dan menuju alam sosialisme Indonesia.

2) Maklumat Mahkamah Agung tentang tidak berlakunya sementara ketentuan karena

tidak sesuai lagi dengan perubahan zaman dan bersifat diskriminatif.

3) Menjadikan jati diri bangsa Indonesia yang pluralitis, sehingga berbeda jauh dengan

kondisi alam barat. Misalnya, dengan keberlakuan hukum islam dan hukum adat.

Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda

§

,

khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia

§

tidak lain adalah

terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang

berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)

berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia

Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari

hukum perdata yang berlaku di Perancis

§

dengan beberapa penyesuaian

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD

1945, KUHPerdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan

undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda

disebut juga Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum

perdata Indonesia.

Penundukan Hukum Barat

Perihal kemungkinan untuk mendudukan diri pada hukum Eropah setelah diatur

lebih lanjut di dalam staatsblad 1917 No. 12.

(16)

Peraturan ini mengenal empat macam penundukan, yaitu:

a. Penundukan pada seluruh hukum perdata Eropah;

b. Penundukan pada sebagian hukum perdata Eropah, yang dimaksudkan pada hukum

kekayaan harta benda saja (vermogensrecht), seperti yang telah dinyatakan berlaku bagi

golongan timur asing yang bukan Tionghoa;

c. Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu;

d. Penundukan secara “diam-diam”, menurut pasal 29 yang berbunyi: “jika seorang

bangsa Indonesia asli melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak dikenal didalam

hukumnya sendiri, dia dianggap secara diam-diam menundukkan dirinya pada hukum

Eropah”.

Menurut riwayatnya, pasal 29 tersebut ini dirujukan kepada seorang bangsa

Indonesia yang menandatangani surat aksep atau wesel.

Riwayat perundang-undangan dalam lapangan hukum perdata untuk golongan timur

asing, sebagai berikut:

Mula-mula dengan peraturan yang termuat didalam staatsblad1855 No. 79 hukum

perdata Eropah (BW dan wvk) dengan perkecualian hukum kekeluargaan dan hukum

warisan, dinyatakan berlaku untuk semua orang timur asing.

Kemudian, dalam tahun 1917, mulailah diadakan pembedaan antara golongan tionghoa

dan bukan Tionghoa, karena untuk golongan tionghoa dianggapnya hukum Eropah yang

sudah diperlakukan terhadap mereka itu dapat diperluas lagi

Oleh karena undang-undang dasar kita tidak mengenal adanya golongan-golongan

warga Negara, adanya hukum yang berlainan untuk berbagai golongan itu dianggap

janggal. Kita sedang berusaha untuk membentuk suatu kodifikasi hukum Nasional.

Sementara belum tercapai, BW dan wvk masih berlaku, tetapi dengan ketentuan bahwa

hakim (pengadilan) dapat menganggap suatu pasal tidak berlaku lagi jika dianggapnya

bertentangan dengan keadaan zaman kemerdekaan sekarang ini. Dikatakan bahwa BW

dan wvk itu tidak lagi merupakan suatu “

Wetboek”

tetapi suatu

“Rechtboek”

(17)

Bagi kalangan hukum di Indonesia sudah tidak asing lagi, bahwa Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek-BW) yang sekarang berlaku di Indonesia

adalah peninggalan pemerintah kolonial Belanda dan dikenal pula dengan hukum perdata

barat. Sebagai sebuah UU yang berasal dari pemerintah Kolonial Belanda, maka tentu isi

dan jiwanya tidak sepenuhnya cocok dengan masyarakat Indonesia. Namun karena

menghindari terjadinya kekosongan hukum, maka setelah Indonensia merdeka

KUHPrdata (BW) tetap berlaku sebagai hukum positif

§

di Indonesia yang

keberlakuannya didasarkan pada aturan peralihan UUD 1945.

Beberapa ketentuan dalam KHUPerdata-BW sudah dicabut, namun sebagian

besar masih berlaku sebagai hukum positif bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dan

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia itu pada dasarnya bersumber kepada

Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 dan tentu sudah semestinya dilakukan pembaharuan

karena harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat Indonesia.

Di Belanda sendiri sebagai negara asalnya BW (Burgerlijk Wetboek) yang berlaku

pada tahun 1838 , seratus tahun kemudian (sekitar tahun 1928) muncul gagasan untuk

memperbaiki BW. Eduard M Maijers, Profesor hukum perdata dari Universitas Leiden

menerbitkan daftar yang berisikan seratus (100) kekacauan dalam KUHPerdata. Dan

kemudian Meijers mengusulkan untuk menyusun KUHPerdata yang baru dengan

beberapa argumentasi sebagai latar belakang dari gagasan pembaharua KHUPerdata yang

digagasnya.

Upaya perbaikan terhadap KUHPerdata-BW di Belanda itu berlansung beberapa

lama dan pada tahun 1986, naskah perbaikan atau pembaharuan KUHPedata Belanda

menjadi defenitif untuk bagian utama buku 3, 5 dan 6 . Meskipun sudah defenitif,

KUHPerdata Belanda itu tidak lansung diberlakukan karena parlemen memandang perlu

ada kesiapan untuk menghadapi perubahan baru tersebut. KUHPerdata Belanda yang

baru itu baru diberlakukan pada 1 Januari 1992. Sebelumnya beberapa ketentuan

mengenai hukum orang (Buku I) sudah diberlakukan pada tahun 1970 dan buku tentan

(18)

orang dan keluarga diberlakukan tahun 1976. Sementara itu Buku 2 yang baru mengenai

Badan Hukum 2006. Namun demikian pemerintah Belanda masih berlum berbangga

memiliki KUHPerdata yang yang lengkap. Beberapa bagian terakhir, terutama terkait

dengan kontrak-kontrak spesifik masih menunggu rancangan akhir.

BAB III

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda

§

,

khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia

§

tidak lain adalah

terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD

1945, KUHPer. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan

undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini.

Sebagaian materi BW sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan

Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh

Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5

Tahun 1960.

DAFTAR PUSTAKA

(19)

Aksara Prataman.

Prof. R. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum perdata edisi

revisi, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996,

Dr. Elfrida R Gultom, SH. MH., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Literata, 2010

Prof. Subekti, S.H., Pokok-pokok hukum perdata, Jakarta : PT. Intermasa cetakan 31,

2003.

www.scribd.com/doc/13257831/MAKALAH-Sejarah-Terbentuknya-KUHPerdata,

diakses : 14-06-2013

www.scribd.com/doc/40726065/Sejarah-Pemberlakuan-BW-Di-Indonesia, diakses :

14-06-2013

---iinnapisa§

Sabtu, 19 Februari 2011

sejarah hukum perdata Indonesia

Sejarah Hukum perdata Indonesia

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia

didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain

(20)

adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:

• Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

• Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

• Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia 1. HUKUM PERDATA BELANDA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi). Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP

KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :

(21)

1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.

2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] – Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.

Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

---Sejarah Hukum Perdata Di Indonesia§

22.59 Heri Wibowo 1 comment§

1. HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA

§

1.1. Sejarah Singkat

Hukum Perdata yang

Berlaku di Indonesia

Sejarah membuktikan

bahwa Hukum Perdata

yang saat ini berlaku di

Indonesia, tidak lepas dari

Sejarah Hukum Perdata Eropa.

Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku

Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum

kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu

itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena

keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain

mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah

itu berbeda-beda.

Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu

kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan

kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman

hukum. _

Pada tahun 18o4 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum

Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama "Code Civil des

Francais" yang juga dapat disebut "Code Napoleon", karena Code Civil

des Francais ini adalah merupakan sebagian dari Code Napoleon

Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan

karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan

Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama,

Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.

(22)

Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan

hukum. Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad

pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri

dengan nama "Code de Commerce".

Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda

(18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan : "Wetboek

Napoleon Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya mirip

dengan "Code Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk dljadikan

sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).

Setelah berakhimya penjajahan dan dinyatakan Nederland

disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais

atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).

Oleh Karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun

kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda

mulai memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya.

Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya

BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini

adalah produk Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian

besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.

Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk

Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie

(azas Politik Hukum).

Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk

BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek

van koophandle).

1.2. Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang

mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.

Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua

Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari

Hukum Pidana

Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan

dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga

digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum

digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum

Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).

Dan pengertian dan Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah

hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar

perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari

masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya

terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara

timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu

masyarakat tertentu.

(23)

Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara

Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala

peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek

di lingkungan pengadilan perdata.

Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukumi Perdata ini

digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia

Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat

kita katakan masih beisifat majemuk yaitu masih beraneka warna

Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :

1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa

Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai

suku bangsa.

2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S.

yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :

a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan.

b. Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli) dan yang

dipersamakan

c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).

Dan pasal 131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang

diberlakukan bagi masing- masing golongan yang tersebut dalam pasal

163 I.S. di atas.

Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan

yaitu :

a. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku'Hukum

Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum

Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas

konkondansi.

b. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan

berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala

berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat

tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.

c. _ Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku

hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi

Putera dan Timur Asing (Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk

menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara

keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum

tertentu saja.

— Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan sama

dengan yang lain. Dapat kita Iihat :

a. Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli

Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di

kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis,

tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di

(24)

dalam kehidupan kita dalam masyarakat.

b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa

dan Eropa

Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van

Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa

ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari

buku I tentang :

— Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan

pemikahan Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena pada

mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan

mengenai pengangkatan anak (adopsi).

Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan

berasal dari Tionghoa atau Eropah (antara lain Arab, India dan lainnya)

berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian—bagian yang mengenai

Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermororgensrecht), jadi tidak

mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en

Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.

Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah

kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih

dahulu terhadap hukum di Indonesia.

Pedoman politik bagi pemerintah HIindia Belanda terhadap hukum

di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang

sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regerings reglement)

yang pokok-pokoknya sebagai berikut:

1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana besena

Hukiun Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan

dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).

2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang- undangan

yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi ).

3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu

Tionghoa, Arab dan lainnya) jika temyata bahwa kebutuhan

kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah

peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.

4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka

belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan

bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang

berlaku untuk bangsa Eropa Penundukan ini boleh dilakukan baik

secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan

tertentu saja.

5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam

Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum

yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

Berdasarkan pedoman tersebut di atas, di jaman Hindia Belanda itu

telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah

dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal

1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :

(25)

— Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)

— Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian

(staatsblad 1907 no 306)

— Dan beberapa pasal dan WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari

Hukum Laut(Staatsblad 1933 no 49)

Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat

untuk bangsa Indonesia seperti :

- Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no

74).

— Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939

no 570 berhubungan dengan no. 717).

Dan ada pula peraturan - peraturan yang berlaku bagi semua golongan

warga negara, yaitu:

- Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)

- Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)

- Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)

- Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).

1.3. Sistematika Hukum Perdata

Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat

yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:

Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri

seseorang dan hukum kekeluargaan.

Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalanmya diatur hukum

kebendaan dan hukum waris.

Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan

kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.

Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur

tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul

dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4

bagian yaitu :

I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi).

Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur

tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan

untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya

tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.

II. Hukum Kekeluargaan

Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari

hubungan kekeluargaan yaitu :

— Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan

antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak,

perwalian dan curatele.

III. Hukum Kekayaan

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS sebagai alternative tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil

Penelitian ini berjudul “Hubungan Komunikasi Antara Warga Asing dan Warga Setempat (Studi Deskriptif Mengenai Hubungan Komunikasi Antar Pribadi Antara Warga Amerika dan Warga

Parameter yang diamati adalah pertumbuhan dan hasil nilam (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat basah, kadar minyak dan nilai PA ( Patchouli alcohol ) dan

Terdapat beberapa kegiatan yang dapat mengasah keterampilan motorik kasar anak, diantaranya yaitu dengan menerapkan pembelajaran yang menarik sesuai dengan kurikulum

Hasil pengamatan yang telah dilakukan adalah semua aspek sudah dilaksanakan, hal ini menunjukkan bahwa guru mampu melaksanakan kegiatan penutup dalam proses

[r]

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel

Pangkat Pendidikan Terakhir DATA HAKIM DAN PEGAWAI.. PENGADILAN TINGGI/TIPIKOR BANDA ACEH PER 3 0 SEPTEMBER