Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)
April 10, 2011§§Alam S. Anggara§Assignment§, Law§, Resume§4 Comments§Sejarah
terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tak bisa dipisahkan dengan sejarah KUHPerdata Belanda. Dan sejarah terbentuknya KUHPerdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis.Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleonyang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code De Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Prancis menguasai Belanda (1806-1813) kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri. Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813). Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER.
Namun, sayangnya KEMPER meninggal dunia pada tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1
Burgerlijk Wetboek
§yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda.2
Wetboek van Koophandel
§disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian
anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad§ No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Kedudukan BW secara yuridis formil tetap sebagai undang-undang, sebab BW tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang. Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula saat
dikodifikasikan.
Beberapa bagian daripadanya sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dan putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi yang
menggantikannya karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat BW dikodifikasikan. BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri dambil dari hukum perdata yang
berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu:
• Buku I tentang Orang
mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga,perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan
mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi:
3 benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu)
4 benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak dan
5 benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang Perikatan
mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda) yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggang waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. *An Assignment
---Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Indonesia (BW)
Asal mula hukum perdata.
Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum dikodifikasikan
pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis, sebelum di
akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya,
sehingga terbagi atas 2 bagian walayah hukum Prancis, yaitu :
1.
Wilayah Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal
yang berlaku hukum kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.
2.
Wilayah selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan
hukum yang diakui disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara
sistematis dalam suatu kitab Undang – Undang Thn 1800 yang disebut
carpus juris civiles oleh kaisar Justinianus pada tanggal 12 – 8 – 1800 dan
oleh pemerintah Napoleon dibentuklah panitia pengkodifikasian Undang –
Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah diundang – undangkan
dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan kodifikasi
Hukum Dagang dan Hukum Perdata.
Pada tahun 1813 pendudukan Perancis di Belanda berakhir dan
belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan kodifikasi yang
diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon dan
hukum Belanda kuno.
Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama: BW=
Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang
Hukum Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang).
Pada awal kemerdekaan negeri Belanda 1814 Sistem
Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas Propinsi
– propinsi yang berdaulat dan mempunyai peraturan sendiri , sehingga
belum ada peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum
tidak terpenuhi.
Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM
Kempur (Guru Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat
Hukuman Belanda Kuno, meliputi: Hukam Romawi, Hukam German,
Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang dikenal dengan
Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang Wetboek
dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838.
Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan oleh Raja dengan nama BW =
Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang
– Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang – Undang Hukum Dagang).
3.
Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia
Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan Hindai
Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri
Belanda yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van
Koophandel (KUHD).Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Sipil
disingkat KUH.PERDATA/KUHS.
KUHPerdata /KUHS BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848
sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku menurut Pasal 11 Aturan
Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan yang ada masih
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun
saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak berlaku penuh sesuai dengan bab –
bab dan pasal – pasal pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah
banyak bab – bab dan pasal dan bidang – bidang hukum tertentu tidak
berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang – Undangan RI. Hal ini
terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat ini tidak sesuai
lagi dengan keadaan masyarakat.
Berdasarkan surat edaran Mahkama Agung RI edaran /sema no.3
tahun 1963 terperinci menyatakan tidak berlaku pasal – pasal tertentu dari
KUHPerdata.
Berlakunya KUHPerdata di Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas
keselarasan, yakni azas persamaan berlakunya hukum yang dasar hukumnya diatur dalam
pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi , “Untuk golongan bangsa Belanda
itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di negeri Belanda.
---Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Indonesia (BW)
Asal mula hukum perdata.
Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum dikodifikasikan
pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis, sebelum di
akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya,
sehingga terbagi atas 2 bagian walayah hukum Prancis, yaitu :
1.
Wilayah Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal
yang berlaku hukum kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.
2.
Wilayah selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan
hukum yang diakui disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara
sistematis dalam suatu kitab Undang – Undang Thn 1800 yang disebut
carpus juris civiles oleh kaisar Justinianus pada tanggal 12 – 8 – 1800 dan
oleh pemerintah Napoleon dibentuklah panitia pengkodifikasian Undang –
Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah diundang – undangkan
dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan kodifikasi
Hukum Dagang dan Hukum Perdata.
Pada tahun 1813 pendudukan Perancis di Belanda berakhir dan
belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan kodifikasi yang
diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon dan
hukum Belanda kuno.
Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama: BW=
Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang
Hukum Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang).
Pada awal kemerdekaan negeri Belanda 1814 Sistem
Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas Propinsi
– propinsi yang berdaulat dan mempunyai peraturan sendiri , sehingga
belum ada peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum
tidak terpenuhi.
Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM
Kempur (Guru Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat
Hukuman Belanda Kuno, meliputi: Hukam Romawi, Hukam German,
Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang dikenal dengan
Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang Wetboek
dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838.
Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang
– Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang – Undang Hukum Dagang).
3.
Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia
Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan Hindai
Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri
Belanda yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van
Koophandel (KUHD).Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Sipil
disingkat KUH.PERDATA/KUHS.
KUHPerdata /KUHS BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848
sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku menurut Pasal 11 Aturan
Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan yang ada masih
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun
saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak berlaku penuh sesuai dengan bab –
bab dan pasal – pasal pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah
banyak bab – bab dan pasal dan bidang – bidang hukum tertentu tidak
berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang – Undangan RI. Hal ini
terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat ini tidak sesuai
lagi dengan keadaan masyarakat.
Berdasarkan surat edaran Mahkama Agung RI edaran /sema no.3
tahun 1963 terperinci menyatakan tidak berlaku pasal – pasal tertentu dari
KUHPerdata.
Berlakunya KUHPerdata di Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas
keselarasan, yakni azas persamaan berlakunya hukum yang dasar hukumnya diatur dalam
pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi , “Untuk golongan bangsa Belanda
itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di negeri Belanda.
---Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)§
10.43 Riduan Makarama No comments§Seluk-Bluk dan Asas-Asas Hukum Perdata
4. Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)
Sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda. Dan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis.
Rangkaian sejarah terbentuknya BW, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda dan Code Civil Perancis ini secara garis besar adalah sebagai berikut di bawah ini.
Semenjak + 50 tahun sebelum Masehi, pada waktu Julius Caesar berkuasa di Eropa Barat, hukum Romawi telah berlaku di Perancis berdampingan dengan hukum Perancis kuno yang berasal dari hukum Germania dengan saling mempengaruhi.
Suatu ketika wilayah negeri Perancis terbelah menjadi dua daerah hukum yang berbeda. Bagian Utara adalah daerah hukum yang tidak tertulis (pays de droit coutumier), sedangkan daerah Selatan
merupakan daerah hukum yang tertulis (pays de droit ecrit). Di Utara berlaku hukum kebiasaan Perancis kuno yang berasal dari hukum Germania sebelum resepsi hukum Romawi. Sedangkan di
daerah Selatan berlaku hukum Romawi yang tertuang dalam Corpus luris Civilis pada pertengahan abad VI Masehi dari Justianus.
Corpus luris Civilis pada zaman itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna, terdiri dari 4 bagian, yaitu: (1) Codex Justiniani, (2) Pandecta, (3) Institutiones, dan (4) Novelles. Codex Justianni berisi kumpulan undang-undang (leges lex) yang telah dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah Kaisar Romawi yang
dianggap sebagai himpunan segala macam undang-undang.
Pandecta memuat kumpulan pendapat para ahli hukum Romawi yang termasyhur misalnya Gaius, Papinianus, Paulus, Ulpianus, Modestinus dan sebagainya. Institutiones memuat tentang pengertian lembaga-lembaga hukum Romawi. Dan Novelles adalah kumpulan undang-undang yang dikeluarkan sesudah codex selesai.
Hanya mengenai perkawinan di seluruh negeri Perancis berlaku Codex luris Canonici (hukum yang ditetapkan oleh Gereja Katolik Roma). Berabad-abad lamanya keadaan ini berlangsung terus dengan tidak ada kesatuan hukum.
Pada bagian kedua abad XVII, di negeri Perancis telah timbul aliran-aliran yang ingin menciptakan kodifikasi hukum yang akan berlaku di negeri itu agar diperoleh kesatuan dalam hukum Perancis. Pada akhir abad XVII dan pada permulaan abad XVIII, oleh raja Perancis dibuat beberapa peraturan perundang-undangan
(seperti Ordonance Sur les donations yang mengatur mengenai soal-soal pemberian, ordonnance sur les testament yang mengatur mengenai soal-soal testamen, ordonnance sur les substitutions
fideicommissaries yang mengatur mengenai soal-soal substitusi).
Kodifikasi hukum perdata di Perancis baru berhasil diciptakan sesudah Revolusi Perancis (1789 - 1795), dimana pada tanggal 12 Agustus 1800 oleh Napoleon dibentuk suatu panitia yang diserahi tugas membuat kodifikasi. Yang menjadi sumbernya adalah:
a. Hukum Romawi yang digali dari hasil karya-karya para sarjana bangsa Perancis yang kenamaan (Dumolin, Domat dan Pothier);
b. Hukum Kebiasaan Perancis, lebih-lebih hukum kebiasaan daerah Paris; c. Ordonnance-ordonnance;
d. Hukum Intermediare yakni hukum yang ditetapkan di Perancis sejak permulaan Revolusi Perancis hingga Code Civil terbentuk.
Kodifikasi hukum perdata Perancis baru selesai dibentuk Tahun 1804 dengan nama Code Civil des Francais. Code Civil Perancis ini mulai berlaku sejak tanggal 21 Maret 1804. Setelah diadakan perubahan sedikit di sana-sini, pada tahun 1807 diundangkan dengan nama Code Napoleon, tetapi kemudian
disebut lagi dengan Code Civil Perancis. Sejak tahun 1811 sampai tahun 1838 Code Civil Perancis ini setelah disesuaikan dengan keadaan di negeri Belanda berlaku sebagai kitab undang-undang yang resmi di negeri Belanda, karena pada waktu itu negeri Belanda berada di bawah jajahan Perancis. Di negeri Belanda setelah berakhir pendudukan Perancis tahun 1813, maka berdasarkan Undang-undang Dasar (Grond Wet) negeri Belanda tahun 1814 (Pasal 100) dibentuk suatu panitia yang bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata. Panitia ini diketuai Mr. J.M. Kemper. Tahun 1816 oleh Kemper disampaikan kepada raja suatu rancangan kodifikasi hukum perdata, tetapi rancangan ini tidak diterima oleh para ahli hukum Bangsa Belgia (pada waktu itu negeri Belanda dan negeri Belgia merupakan satu negara) karena rencana tersebut disusun Kemper berdasarkan hukum Belanda kuno. Sedangkan para ahli hukum bangsa Belgia menghendaki agar rancangan ini disusun menurut Code Civil Perancis. Setelah mendapat sedikit perubahan, maka rancangan itu disampaikan kepada Perwakilan Rakyat Belanda (Tweede Kamer) pada tanggal 22 November 1820. Rencana ini terkenal dengan nama "ontwerp
Kemper" (Rencana Kemper). Dalam perdebatan di Perwakilan Rakyat Belanda, rencana Kemper ini mendapat tantangan yang hebat dari anggota-anggota Bangsa Belgia (wakil-wakil Nederland Selatan) yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Tinggi di kota Luik (Belgia) yang bernama Nicolai.
Kemper meninggal dunia tahun 1824, pembuatan kodifikasi dipimpin oleh Nicolai dengan suatu metode kerja yang baru yaitu dengan menyusun daftar pertanyaan tentang hukum yang berlaku yang akan dinilai parlemen. Setelah diketahui kehendak mayoritas, panitia lalu menyusun rencana-rencana dan mengajukannya ke parlemen (Perwakilan Rakyat Belanda) untuk diputuskan. Demikianlah cara kerja yang dilakukan semenjak tahun 1822 sampai 1826. Bagian demi bagian Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda diselesaikan dan setiap bagian dimuat tersendiri dalam Staatsblad, tetapi tanggal mulai berlakunya tentu saja ditangguhkan sampai seluruhnya selesai. Dalam fahun 1829 pekerjaan itu selesai dan diakhiri dengan baik. Undang-undang
yang tadinya terpisah-pisah dihimpun dalam satu kitab undangundang dan diberi nomor urut lalu diterbitkan. Berlakunya ditetapkan tanggal 1 Februari 1831. Pada waktu yang samadinyatakan pula berlaku Wetboek van Koophandel (WvK), Burgerlijke Rechtsvordering (BRv). Sedangkan Wetboek van Strafrecht (WvS) menyusul kemudian.
Keinginan sarjana-sarjana hukum dari Nederland Selatan (Belgia) yang hendak menuruti Code Civil Perancis dalam menciptakan kodifikasi hukum perdata telah terpenuhi. Kesemuanya kodifikasi hukum perdata itu - kecuali beberapa bagian dimana dipertahankan hukum Belanda kuno - merupakan ciplakan dari Code Civil Perancis. Seakan-akan Code Civil Perancis disusun kembali untuk
Nederland. Akan tetapi, sebelum tanggal berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu tiba, timbullah pemberontakan di bagian Selatan Nederland, yang pada akhirnya mengakibatkan pemisahan antara negeri Belanda dan negeri Belgia (1830 - 1939). Kemudian dalam bulan Januari
1831dikeluarkan Koninklijk Besluit yang menunda berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut. Segera sesudah itu dikeluarkan pula Koninklijk Besluit yang menugaskan komisi redaksi untuk mengadakan peninjauan kembali untuk membersihkannya
dari hal-hal yang tidak tepat. Bagian-bagian kodifikasi itu diolah kembali, karena ternyata dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata 1830 tersebut pendapat-pendapat sarjana Belgia terlalu
mengesampingkan pikiran-pikiran dalam bidang hukum dari Nederland Utara, tetapi perubahan-perubahan yang diadakan tidak terlalu banyak. Dengan Koninklijk Besluit tanggal 10 April 1838 (Stb. 138 No. 12) Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda itu dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1838
Berdasarkan asas konkordansi (concordantie beginsel), maka dikehendaki supaya perundang-undangan baru di negeri Belanda itu diberlakukan juga buat orang-orang golongan Eropa di Hindia Belanda (Indonesia). Untuk itu, maka dengan Firman Raja tanggal 15 Agustus 1839 No. 102 dibentuk suatu komisi dengan tugas membuat rencana peraturan-peraturan untuk memberlakukan peraturan itu sekiranya dipandang perlu. Komisi ini terdiri dari Mr. C.J. Scholten van Out Haarlem, Mr. I. Schneiner dan Mr. I.F.H.
van Nos
Setelah 6 tahun bekerja, komisi tersebut dibubarkan (dengan Firman Raja tanggal 15 Desember 1845 No. 68) berhubung dengan permintaan berhentinya Mr. Scholten van Out Haarlem karena selalu terganggu kesehatannya. Kemudian dengan Firman Raja tanggal 15 Desember 1845 No. 67 ditetapkan antara lain bahwa anggota Dewan Pertimbangan Negara Jhr. Mr. H.L. Wickers diutus ke Hindia Belanda untuk memangku jabatan Ketua Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung tentara. Sebelum berangkat dia diwajibkan bersama-sama Mr. Scholten van Out Haarlem untuk menyiapkan rencana peraturan hukum buat Hindia Belanda yang masih belum selesai dikerjakan. ) Rencana peraturan yang telah dihasilkan adalah:
1 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlandsch Indie (Ketentuan umum perundang-undangan di Indonesia);
2 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata):
3 Wetboek van Koopli indel (K.U.H. Dagang);
4 Reglement op de Rechteiiijke Organisatie en het Beleid der justitie (RO - Peraturan susunan pengadilan dan pengurusan justisi);
5 Enige Bepalingen betreffende Misdrijven begaan ter gelegenheid van faillissement en bij Kennelijk Overmogen, mitsgaders bij Surseance van Betaling (Beberapa ketentuan mengenai
kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pailit dan dalam keadaan nyata tidak mampu membayar).
Sebagai hasil kerja Mr. Wichers dan Mr. Scholten van Out Haarlem, maka dikeluarkan Firman Raja tanggal 16 Mei 1846 No. 1, dan beberapa hari kemudian berangkatlan Mr. Wichers ke Hindia Belanda membawa kitab-kitab hukum yang telah selesai dikerjakannya serta telah ditandatangani oleh Raja untuk diberlakukan di Hindia belanda.
Firman Raja Belanda tanggal 16 Mei 1846 No. 1 itu semuany terdiri dari 9 pasal dan isinya diumumkan seluruhnya di Hindia Belanda dengan Stb. 1847 No. 23. Dalam Pasal 1-nya antara lain dinyatakan bahwa peraturan-peraturan hukum yang dibuat untuk Hindia Belanda adalah:
(1) Ketentuan umum perundang-undangan di Indonesia; (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
(3) Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
(4) Peraturan susunan pengadilan dan pengurusan justisi, dan
(5) Beberapa ketentuan mengenai kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pailit dan dalam keadaan nyata tidak mampu membayar.
Kemudian dalam Pasal 2 Firman Raja itu ditentukan, bahwa Gubernur Jenderal Hindia Belanda akan mengatur tindakantindakan yang diperlukan untuk mengumumkan peraturan-peraturan tersebut di atas di dalam bentuk yang lazim digunakan di Hindia Belanda, sebelum atau pada tanggal 1 Mei 1847 serta untuk
memberlakukannya sebelum atau pada tanggal 1 Januari 1848.
Dalam sejarah tercatat, perjalanan kapal yang membawa kitab-kitab hukum itu ternyata terlambat tiba di Hindia Belanda, sehingga menimbulkan terhambatnya segala persiapan untuk memberlakukan perundang-undangan yang baru itu. Oleh karena itu, dengan Firman Raja tanggal 10 Februari 1847 No. 60 diberikan kuasa kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengundurkan penetapan saat berlakunya peraturan-peraturan hukum tersebut.
Persiapan memberlakukan peraturan-peraturan hukum tersebut dikerjakan oleh Mr. Wichers yang di Hindia Belanda menjabat sebagai anggota Raad van State Belanda yang diperbantukan pada Gubernur Jenderal. Tugas Gubernur Jenderal adalah memberlakukan peraturan-peraturan hukum tersebut (Pasal 2 Firman Raja tanggal 16 Mei 1846 No. 1). Dalam hubungan ini Mr. Wichers telah membuat beberapa rancangan peraturan antara lain "Reglement op de Uitoefening van de Politie, de Burgerlijke Rechtspleging en de Strafvordering onder de Indonesiers (golongan hukum Indonesia Asli) en de Vreemde Oosterlingen (golongan hukum Timur Asing) op Java en Madoera" (Stb. 1848 No. 16 jo 57), yang sekarang sebagai Reglemen Indonesia Baru (RIB). Akhirnya, dengan suatu peraturan penjalan (pivoeringsverordening) yang bernama "Bepalingen omtrent de Invoering van en de Overgang tot de niewe Wetgeving" (Stb. 1848 No. 10) yang disingkat dengan "Invoering
Bepalingen" (peraturan peralihan) yang juga disusun oleh Mr. Wichers, maka kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) menjadi berlaku di Hindia Belanda tanggal 1 Mei 1848.
Pasal 1 Overgang Bepalingen itu menyatakan, bahwa pada waktu kodifikasi hukum tersebut mulai berlaku, maka hukum Belanda kuno, hukum Romawi dan semua statuta dan plakat dengan sendirinya diganti dengan peraturan-peraturan yang baru itu, tetapi menurut Pasal 2-nya hal tersebut tidak mengenai hukum
pidana. Berdasarkan fakta-fakta sejarah tentang terbentuknya Code Civil Perancis, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda dan Burgerlijk Wetboek yang diUndang-undangkan di atas ini. Jelaslah bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang sekarang masih berlaku di
Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang telah menyerap atau mengambil alih secara tidak langsung asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang berasal dari hukum Romawi, hukum Perancis kuno, hukum Belanda kuno, dan sudah tentu pula hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dimana dan di masa kodifikasi tersebut diciptakan yakni pada waktu ratusan tahun lebih yang silam.
Apakah semua asas dan kaidah yang terkandung di dalamnya masih sesuai dengan keadaan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia zaman sekarang sehingga masih bisa dipertahankan berlakunya sebagai peraturan hukum?
Ataukah di antara pasal-pasalnya ada yang sudah tidak cocok lagi dengan perasaan hukum masyarakat Indonesia pada waktu sekarang sehingga pasal-pasal tersebut harus diganti dengan yang baru, yang bersifat nasional serta dapat memenuhi semua kebutuhan hukum dan rasa keadilan masyarakat Indonesia yang kini sudah berada di dalam alam kemerdekaan dan masa pembangunan? Pertanyaan di atas ini sudah barang tentu sangat menggoda hati kita untuk mempelajari kaidah-kaidah dan asas-asas yang terkandung dalam BW itu, sehingga pertanyaan tersebut dapat kita jawab dengan jawaban yang didasarkan pada hasil kajian atau penelaahan yang memadai.
---Terbentuknya Hukum Perdata (BW)
§
Sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) tak bisa dipisahkan dengan sejarah KUHPerdata Belanda. Dan sejarah
terbentuknya
KUHPerdata Belanda tidak bisa dipisahkan dengan sejarah terbentuknya Code Civil Perancis. Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata
Perancis yaitu Code Napoleonyang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code De Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Prancis menguasai Belanda (1806-1813) kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri. Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia pada tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1 Bergelik Wetboekyang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.
2
Wetbook van Koophandle
disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian
anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui staatblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPerdata. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Kedudukan BW secara yuridis formil tetap sebagai undang-undang, sebab BW tidak pernah dicabut dari kedudukannya sebagai undang-undang. Namun pada waktu sekarang BW bukan lagi sebagai Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti keadaan semula saat
dikodifikasikan. Beberapa bagian daripadanya sudah tidak berlaku lagi, baik karena ada suatu peraturan perundang-undangan yang baru dan putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi yang menggantikannya karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat yang sudah sangat jauh berubah dibandingkan dengan keadaan masyarakat pada saat BW
dikodifikasikan
BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri dambil dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu:
• Buku I tentang Orang
• Buku II tentang Kebendaan
• Buku III tentang Perikatan
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian
---Makalah BW (Burgerlijk Wetboek)
BAB II
PEMBAHASAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang juga dikenal dengan
sebutan Bugerlijk Wetboek (BW) yang digunakan di Indonesia saat ini merupakan
kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Kodifikasi tersebut sangat
dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Hukum Perdata Perancis
(Code Napoleon) sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang
pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia
yang dipimpin oleh Mr. J.M. Kemper dimana sebagian besar bersumber dari Code
Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830,
tetapi diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838 dan pada tahun yang sama
diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).
Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua
panitia kodifikasi bersama Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer yakni, masing-masing
sebagai anggota panita. Panitia tersebut ternyata juga belum berhasil mengerjakan BW.
Pada akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem
lagi, akan tetapi beberapa anggotanya diganti antara lain: Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van
Nes. Dimana pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata
Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Ini berarti KUH Perdata Belanda
banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam
kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui
Statsblad No. 23, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1848. Sekiranya perlu dicatat bahwa
dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan
kawan-kawannya melakukan konsultasi bersama J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en
Nomein. Karena itu, ia juga turut berjasa dalam kodifikasi tersebut.
kondisi hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk, yaitu
masih beraneka ragam. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1.
Faktor etnis
2.
Faktor histeria yuridis, dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk
Indonesia dalam 3 (tiga) jenis golongan sebagai berikut:
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India dan bangsa arab)
Golongan warga Negara bukan asli, yakni yang berasal dari tionghoa atau eropa
berlaku sebagian dari BW, yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum
kekayaan harta benda, tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan termasuk
hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia
terdapat dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokonya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Hukum perdata dan hukum dagang (begitu pula hukum pidana serta hukum acara
perdata dan hukum acara pidana harus ditetapkan dalam kitab undang-undang atau
dikodifikasi);
2.
Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa eropa harus dianut
perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi);
3.
Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika
ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya;
4.
Orang Indonesia asli dan timur asing, selama mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa sebelum hukum untuk bangsa
Indonesia ditulis dalam undang-undang, bagi mereka hukum yang berlaku adalah
hukum adat.
B.
Sistematika Hukum Perdata Dalam KUHPerdata (BW)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) di Indonesia terdiri dari empat buku, antara
lain:
1.
Buku Kesatu, berjudul perihal orang (van persoonen), mengatur hukum perorangan
dan hukum kekeluargaan.
2.
Buku Kedua, berjudul perihal benda (van zaken), mengatur hukum benda dan hukum
waris.
harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi
orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4.
Buku Keempat, berjudul perihal pembuktian dan kadaluarsa (van bewijs en
verjaring), mengatur perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu
terhadap hubungan-hubungan hukum.
Sistematika Hukum Perdata
Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata dapat dibagi ke dalam 4 bagian,
yaitu :
1) Hukum perorangan (personenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia
sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.
2) Hukum keluarga (familierecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul
karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan
orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3) Hukum harta kekayaan (vermogensrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam
lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4) Hukum Waris (arfrecht).
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan
seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur
peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
Berdasarkan sistematika tersebut, substansi KUH perdata terdapat dalam 2 bagian:
Buku I, II dan III berisi ketentuan hukum perdata materiil, sedangkan Buku IV, berisi
ketentuan hukum perdata formil.
Ditinjau dari segi perkembangannya, hukum perdata Indonesia sekarang menunjukan
tendensi perubahan. Sebagaimana sistematika hukum perdata Belanda yang diundangkan
pada tanggal 3 Desember 1987 Stb. 590 dan mulai berlaku 1 April 1988 meliputi 5 buku,
yaitu :
1. Buku I tentang hukum orang dan keluarga (personen-familie-recht)
2. Buku II tentang hukum badan hukum (rechtspersoon)
3. Buku III tentang hukum hak kebendaan (van zaken)
4. Buku IV tentang hukum perikatan (van verbentennissen)
5. Buku V tentang daluarsa (van verjaring)
Sedangkan ditinjau dari segi pembidangan isinya, hukum perdata Indonesia dalam
perkembangannya terbagi menjadi bagian-bagian antara lain: Bidang Hukum Keluarga
(perkawinan, perceraian, harta bersama, kekuasaan orang tua, kedudukan, pengampuan
dan perwalian), Bidang Hukum Waris, Hukum Benda, Bidang Hukum Jaminan, Bidang
Hukum Badan Hukum, Bidang Hukum Perikatan Umum, bidang Hukum Perjanjian
Khusus.
C.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia
Perdata Barat (BW) tidak lagi dianggap sebagai undang-undang yang mutlak berlaku.
Ada beberapa pertimbangan yang melandasi ketentuan tersebut antara lain:
1) Ada tendensi bahwa BW mengaju pada alam liberalisme, sehingga perlu
ditinggalkan dan menuju alam sosialisme Indonesia.
2) Maklumat Mahkamah Agung tentang tidak berlakunya sementara ketentuan karena
tidak sesuai lagi dengan perubahan zaman dan bersifat diskriminatif.
3) Menjadikan jati diri bangsa Indonesia yang pluralitis, sehingga berbeda jauh dengan
kondisi alam barat. Misalnya, dengan keberlakuan hukum islam dan hukum adat.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda
§
,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia
§
tidak lain adalah
terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang
berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia
Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari
hukum perdata yang berlaku di Perancis
§
dengan beberapa penyesuaian
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD
1945, KUHPerdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
disebut juga Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia.
Penundukan Hukum Barat
Perihal kemungkinan untuk mendudukan diri pada hukum Eropah setelah diatur
lebih lanjut di dalam staatsblad 1917 No. 12.
Peraturan ini mengenal empat macam penundukan, yaitu:
a. Penundukan pada seluruh hukum perdata Eropah;
b. Penundukan pada sebagian hukum perdata Eropah, yang dimaksudkan pada hukum
kekayaan harta benda saja (vermogensrecht), seperti yang telah dinyatakan berlaku bagi
golongan timur asing yang bukan Tionghoa;
c. Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu;
d. Penundukan secara “diam-diam”, menurut pasal 29 yang berbunyi: “jika seorang
bangsa Indonesia asli melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak dikenal didalam
hukumnya sendiri, dia dianggap secara diam-diam menundukkan dirinya pada hukum
Eropah”.
Menurut riwayatnya, pasal 29 tersebut ini dirujukan kepada seorang bangsa
Indonesia yang menandatangani surat aksep atau wesel.
Riwayat perundang-undangan dalam lapangan hukum perdata untuk golongan timur
asing, sebagai berikut:
Mula-mula dengan peraturan yang termuat didalam staatsblad1855 No. 79 hukum
perdata Eropah (BW dan wvk) dengan perkecualian hukum kekeluargaan dan hukum
warisan, dinyatakan berlaku untuk semua orang timur asing.
Kemudian, dalam tahun 1917, mulailah diadakan pembedaan antara golongan tionghoa
dan bukan Tionghoa, karena untuk golongan tionghoa dianggapnya hukum Eropah yang
sudah diperlakukan terhadap mereka itu dapat diperluas lagi
Oleh karena undang-undang dasar kita tidak mengenal adanya golongan-golongan
warga Negara, adanya hukum yang berlainan untuk berbagai golongan itu dianggap
janggal. Kita sedang berusaha untuk membentuk suatu kodifikasi hukum Nasional.
Sementara belum tercapai, BW dan wvk masih berlaku, tetapi dengan ketentuan bahwa
hakim (pengadilan) dapat menganggap suatu pasal tidak berlaku lagi jika dianggapnya
bertentangan dengan keadaan zaman kemerdekaan sekarang ini. Dikatakan bahwa BW
dan wvk itu tidak lagi merupakan suatu “
Wetboek”
tetapi suatu
“Rechtboek”
Bagi kalangan hukum di Indonesia sudah tidak asing lagi, bahwa Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek-BW) yang sekarang berlaku di Indonesia
adalah peninggalan pemerintah kolonial Belanda dan dikenal pula dengan hukum perdata
barat. Sebagai sebuah UU yang berasal dari pemerintah Kolonial Belanda, maka tentu isi
dan jiwanya tidak sepenuhnya cocok dengan masyarakat Indonesia. Namun karena
menghindari terjadinya kekosongan hukum, maka setelah Indonensia merdeka
KUHPrdata (BW) tetap berlaku sebagai hukum positif
§
di Indonesia yang
keberlakuannya didasarkan pada aturan peralihan UUD 1945.
Beberapa ketentuan dalam KHUPerdata-BW sudah dicabut, namun sebagian
besar masih berlaku sebagai hukum positif bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dan
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia itu pada dasarnya bersumber kepada
Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 dan tentu sudah semestinya dilakukan pembaharuan
karena harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat Indonesia.
Di Belanda sendiri sebagai negara asalnya BW (Burgerlijk Wetboek) yang berlaku
pada tahun 1838 , seratus tahun kemudian (sekitar tahun 1928) muncul gagasan untuk
memperbaiki BW. Eduard M Maijers, Profesor hukum perdata dari Universitas Leiden
menerbitkan daftar yang berisikan seratus (100) kekacauan dalam KUHPerdata. Dan
kemudian Meijers mengusulkan untuk menyusun KUHPerdata yang baru dengan
beberapa argumentasi sebagai latar belakang dari gagasan pembaharua KHUPerdata yang
digagasnya.
Upaya perbaikan terhadap KUHPerdata-BW di Belanda itu berlansung beberapa
lama dan pada tahun 1986, naskah perbaikan atau pembaharuan KUHPedata Belanda
menjadi defenitif untuk bagian utama buku 3, 5 dan 6 . Meskipun sudah defenitif,
KUHPerdata Belanda itu tidak lansung diberlakukan karena parlemen memandang perlu
ada kesiapan untuk menghadapi perubahan baru tersebut. KUHPerdata Belanda yang
baru itu baru diberlakukan pada 1 Januari 1992. Sebelumnya beberapa ketentuan
mengenai hukum orang (Buku I) sudah diberlakukan pada tahun 1970 dan buku tentan
orang dan keluarga diberlakukan tahun 1976. Sementara itu Buku 2 yang baru mengenai
Badan Hukum 2006. Namun demikian pemerintah Belanda masih berlum berbangga
memiliki KUHPerdata yang yang lengkap. Beberapa bagian terakhir, terutama terkait
dengan kontrak-kontrak spesifik masih menunggu rancangan akhir.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda
§
,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia
§
tidak lain adalah
terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD
1945, KUHPer. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini.
Sebagaian materi BW sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh
Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5
Tahun 1960.
DAFTAR PUSTAKA
Aksara Prataman.
Prof. R. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum perdata edisi
revisi, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996,
Dr. Elfrida R Gultom, SH. MH., Hukum Acara Perdata, Jakarta : Literata, 2010
Prof. Subekti, S.H., Pokok-pokok hukum perdata, Jakarta : PT. Intermasa cetakan 31,
2003.
www.scribd.com/doc/13257831/MAKALAH-Sejarah-Terbentuknya-KUHPerdata,
diakses : 14-06-2013
www.scribd.com/doc/40726065/Sejarah-Pemberlakuan-BW-Di-Indonesia, diakses :
14-06-2013
---iinnapisa§
Sabtu, 19 Februari 2011
sejarah hukum perdata Indonesia
Sejarah Hukum perdata IndonesiaHukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain
adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia 1. HUKUM PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi). Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP
KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] – Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.