Redsway, T. D. Maramis1), 1)
Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Kampus Unsrat, Kleak Manado e-mail: redsway.rmaramis@yahoo.com
ABSTRAK
Kabupaten Minahasa Utara mempunyai jumlah pohon pisang terbanyak (965.045 pohon) dibandingkan dengan 10 kabupaten dan empat kota di Provinsi Sulawesi Utara. Penyakit darah pisang di Sulut yang disebarkan oleh Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al. telah eksis selama puluhan tahun, namun selama beberapa dekade belakangan belum ada data mengenai kuantifikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung insidensi penyakit darah pada pisang kepok di Kabupaten Minahasa Utara. Sampling kebun pisang ini berdasarkan metode pusposive sampling. Rumpun-rumpun pisang sebagai sample ditetapkan menurut metode transek dengan pola huruf W dan pada setiap interval rumpun ke-3 sampai ke-6. Jumlah sampel adalah 20 % dari total jumlah pohon. Insidensi PDP di Kabupaten Minahasa Utara berkisar dari 4, 29 – 20,88 %. Pohon-pohon pisang yang diserang oleh R. solanacearum umumnya sudah pada fase generatif sebab hampir semua serangga pengunjung bunga pisang berperan sebagai carrier bakteri ini.
Kata kunci: penyakit darah pisang, insidensi penyakit, Ralstonia solanacearum
BANANA BLOOD DISEASE INCIDENCE IN NORTH MINAHASA DISTRICT
ABSTRACT
North Minahasa District have the most number of banana trees (965045 trees) if it is compared with 10 districts and 4 cities in North Sulawesi Province. Banana blood disease that caused by Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al.has existed since about a hundred years ago, but measurement of its incidence during some decades are not conducted. The objective of this research was to calculate banana blood disease incidence on banana ‘kepok’ in North Minahasa District. Sampling of the banana farms was based on purposive sampling method. Banana clump as a sample was defined according to transect method with W letter pattern and on each interval 2 – 6 clumps (depend on number of banana trees). Number of samples were 20 % of total number of trees. Banana blood disease incidence in North Minahasa District were ranged from 4.29 until 20.8 %. Banana trees which were attacked by R. solanacearum, especially trees that have included in generative stage growth. These phenomena were occurred because These bactriae in general were spreaded by insects flower visiter.
Keywords : banana blood disease, disease incidence, Ralstonia solanacearum
PENDAHULUAN
Kabupaten minahasa utara, provinsi Sulawesi Utara, terletak pada 01o 17’ 15’ - 01o 53’ 18,5’ LU dan 124o 43’ 51’ - 125o 10’ 33,7’ BT. Luas daratan 1.059,244 km2 yang terbagi atas 10 kecamatan dengan 118 desa dan 10 kelurahan. Rata-rata suhu harian bervariasi dari 25,4o – 27,8o C. Sebagian besar wilyah kabupaten ini (42,71 %) mempunyai topografi datar sampai landai (Anonim, 2012). Tipe iklim ialah tipe A
(iklim basah), dengan musim kemarau biasanya berlangsung pada bulan Mei – Oktober, dan musim hujan November – April (Anonim, 2013).
Budidaya tanaman pisang di Sulawesi Utara umumnya di lakukan oleh petani-petani smallholders. Kabupaten Minahasa Utara mempunyai jumlah pohon pisang terbanyak (965.045 pohon) dibandingkan dengan 10 kabupaten dan empat kota di Provinsi Sulawesi Utara (Anonim, 2011). Sayangnya
data ini menggeneralisir semua kultivar pisang yang dibudidayakan, padahal dalam konteks pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT) sangat penting dicantumkan kisaran kultivar pisang (kisaran ketahanan terhadap OPT kemungkinan berbeda).
Pemasaran pisang, terutama pisang kepok dan goroho tidak mengalami masalah, malahan sering tidak dapat memenuhi permintaan pasar (pers. comm. 2013 dengan pemasok pisang dari Minahasa). Harga pisang kepok per tandan di salah satu sentra produksi (Desa Palaes, Kecamatan Likupang Barat) berkisar antara Rp 35.000 sampai Rp 40.000.
Salah satu faktor pembatas utama kultivasi pisang ialah serangan penyebab penyakit darah atau layu pisang, Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al. (dahulu dinamakan Pseudomonas solanacearum). Penyakit ini pertama kali ditemukan di Pulau Selayar tahun 1910 (Semangun, 1988). Laporan tahun 2009 menyatakan bahwa penyakit ini telah menyebar di 13 Provinsi (Hermanto, 2009). R. solanacearum sangat membatasi produksi pisang, terutama kultivar pisang sepatu (kepok). Kerusakan yang ditimbulkannya bersifat mutlak, artinya bila tanaman terserang pada fase vegetatif maupun generatif (terinfeksi lewat bunga) maka tanaman tersebut akan mati atau kalaupun berproduksi tidak laku di jual.
Penyakit darah pisang darah pisang di Minahasa Utara yang disebarkan oleh Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al. telah eksis selama puluhan tahun, namun selama beberapa dekade belakangan belum ada data mengenai kuantifikasinya. Tanpa kuantifikasi penyakit, tidak ada studi-studi dalam epidemiologi, tidak ada penaksiran kehilangan hasil dan tidak ada survei penyakit tumbuhan dan aplikasi-aplikasi mereka menjadi mungkin. Berdasarkan pernyataan ini maka komponen-komponen utama dalam program PHT yang terlibat ialah monitoring dan penentuan ambang penyakit.
Monitoring epidemik ialah pengamatan intensitas penyakit pada waktu-waktu tertentu dan/atau lokasi-lokasi. Bagaimana cara jumlah penyakit diduga atau di ukur akan tergantung pada tipe penyakit dan maksud studi intensitas penyakit menunjuk pada kuantitas penyakit yang ada di suatu area. Dalam intensitas penyakit,
pengukuran insidensi penyakit ialah area atau volume jaringan tanaman yang nampak berpenyakit dari total area atau volume jaringan tanaman yang nampak berpenyakit ketika ini di ambil menjadi persentase atau proporsi fields dalam suatu region/wilayah pengamatan (Anonim, 2011; Campbell dan Neher, 1994)
Penelitian ini bertujuan untuk menaksir insidensi penyakit darah pisang kepok belakangan ini di Kabupaten Minahasa Utara. Data ini sangat bermanfaat bagi para petani, pemerintah dan stakeholder dalam merencanakan dan mengelolah organisme pengganggu tanaman pisang.
METODE PENELITIAN
Survei insidensi penyakit layu bakteri pisang, observasi aktivitas dan sampling serangga-serangga yang mengunjungi bunga pisang akan di lakukan di sentra-sentra produksi pisang di Kabupaten Minahasa Utara. Isolasi dan Identifikasi R. solanacearum akan dilakukan di Lab. Mikrobiologi dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Unsrat. Identifikasi serangga sebagian akan dilakukan di Lab. Entomologi dan Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian Unsrat, sebagian lagi di IPB Bogor. Survei ini dilakukan selama satu bulan (pertengahan Mei sampai Juni 2013).
Informasi-informasi lokasi-lokasi sebagai sentra produksi pisang akan di kumpulkan dari pedagang-pedagang pengumpul pisang di Minahasa Utara, penampung penampung pisang di Pasar Bersehati Manado, dan Dinas Pertanian dan Peternakan Minahasa Utara. Selanjutnya melakukan survei di lokasi-lokasi tersebut, menetapkan lokasi sampling untuk survei insidensi penyakit, dan lokasi serta pohon-pohon pisang yang akan diamati serangga-serangga yang mendatangi bunganya.
Survei insidensi penyakit akan dilakukan di sentra-sentra produksi tanaman pisang, yakni Kecamatan Wori, Likupang Barat, dan Dimembe. Setiap kecamatan dipilih tiga desa dan per desa dipilih tiga kebun pisang sebagai lokasi sampling (pemilihan kebun sampling secara purposive sampling).
Jumlah unit contoh (rumpun pisang) yakni 20 % dari jumlah rumpun pisang dalam
satu kebun. Metode sampling yaitu dengan metode interval menurut peta huruf Z (pola zig-zag), rumpun sebagai sampel yakni setiap melewati dua rumpun atau lebih (modifikasi Dively, 2012).
Variabel-variabel pengamatan; informasi geografis, sejarah bercocok tanam, kondisi kebun dan sekitarnya terdapat dalam Daftar Cek Informasi Kebun (Tabel 1).
Pengukuran insidensi penyakit di lakukan berdasarkan rumus :
Keterangan :
IP : Insidensi penyakit layu bakteri : Jumlah tanaman terinfeksi N. : Jumlah tanaman yang di amati
HASIL
Serangan R. solanacearum Berdasarkan Fase Pertumbuhan
R. solanacearum di Kabupaten Minahasa Utara dapat menyerang pisang kepok baik pada fase vegetatif maupun generatif. Serangan patogen pada ke-2 fase pertumbuhan pisang ini bisa terjadi pada kebun-kebun yang dipelihara dengan relatif baik (Gambar 1A) dan di biarkan (Gambar 1B).
Bakteri ini menyerang pisang kepok fase vegetatif yang bertumbuh dari rumpun pisang yang di tebang karena serangan sebelumnya (Gambar 1C) dan juga pada anakan dari rumpun pisang yang sebelumnnya sehat (Gambar 1D). Pada serangan R. solanacearum bisa dalam bentuk berkelompok (Gambar 2A) dan tersebar (Gambar 2B).
Insidensi Penyakit Darah Pisang
Kabupaten Minahasa Utara (Gambar 3) terdiri dari kecamatan Airmadidi, Dimembe, Kalawat, Kauditan, Kema, Likupang Barat, Likupang Selatan, Likupang Timur, Talawaan, Wori, dan Tonsea. Kecamatan-kecamatan sebagai pusat produksi pisang kapok ialah kecamatan Wori, Talawaan dan Likupang Timur.
Survei insidensi penyakit darah pada pisang kepok dilakukan di kecamatan Wori, Talawaan dan Likupang Timur. Kecamatan-kecamatan ini dipilih sebab merupakan sentra produksi pisang kapok. Setiap kecamatan
dipilih tiga desa (area), dan setiap desa dipilih tiga kebun. Area-area sampel di Kecamatan Wori adalah Tiwoho, Wori dan Kulu; di Kecamatan Likupang Timur adalah Palaes, Maliambao dan Serey.
Rata-rata insidensi penyakit darah di Tiwoho, Wori dan Kulu (Kecamatan Wori) masing-masing 6.75; 8.52 dan 11.36; dengan rata-rata insidensi 6.75%. Di Warisa, Patokaan dan Tumbuhon rata-rata insidensi penyakit masing-masing 11.75, 6.78, dan 9.04%. (Kecamatan Talawaan) rata-rata insidensi penyakit di Palaes, Maliambao dan Serey, masing-masing 9.80, 14.22 dan 7.89. Rata-rata insidensi penyakit darah tertinggi terdapat di Kecamatan Likupang Timur (10.64%) diikuti oleh Kecamatan Talawaan (9.19%) dan Wori (8.88%) secara keseluruhan, rata-rata data selengkapnya insidensi penyakit darah di Minahasa Utara yakni 9.57% mengenai insidensi penyakit darah di Kabupaten Minahasa Utara terdapat pada Tabel 2.
Serangga Carrier R. solanacearum
Koleksi serangga-serangga pada bunga pisang dari pohon sakit dan sehat dilakukan dengan net yang dimodifikasi (Gambar 4A dan B). Serangga paling banyak berkunjung ke bunga pisang adalah small black fly A (Gambar 5A dan B) yakni 43.74, diikuti oleh Aphis melifera 2.17, small black fly B 0.74, semut 0.39, cocopet 0.35, dan Blattidae 0.17 individu per pohon.
Semua spesies serangga yang mengunjungi bunga bunga pisang sakit dan sehat berperan sebagai carrier R. solanacearum. Small black fly A membawa R. solanacearum sebanyak 1.900 - 35.000 (Gambar 6A), Semut 2.500 - 13.350, Aphis melifera 1.500 s/d 11.750 (6B), Cocopet 18.500 - 20.150, dan Small black fly B 2.250 – 6.300 CFU/ml.
PEMBAHASAN
Serangan R. solanacearum pada Pisang Kepok Fase Vegetatif
Patogen ini menyerang pisang fase vegetatif baik yang bertumbuh dari suatu rumpun yang ditebang karena seranggannya atau pada suatu lahan yang baru di tanam. Keberadaan R. solanacearum pada suatu lahan bisa terjadi karena mereka bisa hidup
pada tumbuh-tumbuhan reservoir, akar sehat, bahan-bahan perbanyakan tanaman. Di antara tumbuh-tumbuhan reservoir, sejumlah gulma di temukan mengandung sel-sel R. solanacearum laten, dan beberapa di antaranya merupakan inang-inang potensial. Beberapa tumbuhan sebagai carrier yakni Solanum dulcamara, Solanum ningrum dan Urtica dioica. Akar dan batang S. dulcamara menjadi Shelter bagi patogen ini (Alvarez et al. 2008; 2010; Jardinaud, 2009). Hayward (2006) mengemukakan inang atau carrier lain patogen ini ialah Heliconia spp., Dieffenbachia spp. dan tannia.
R. solanacearum dapat bertahan hidup sampai satu tahun dalam tanah pertanian bahkan sesudah perlakuan dengan suatu herbisida untuk membunuh inang. Bakteri juga mampu bertahan hidup sampai dua tahun sesudah tanaman dieliminasi dan bertahan selama empat tahun dalam periode intercropping. Faktor-faktor utama yang membolehkan patogen ini bertahan hidup adalah temperatur tanah dan kandungan air yang tinggi. Perbedaan moderat kelembapan tanah tidak secara drastis mempengaruhi populasi R. solanacearum, sebaliknya terhadap kekeringan parah. Pesistensi kemungkinan dipertinggi di dalam lapisan tanah lebih dalam sebab flukluasi temperatur rendah, kurung rumput yang di makan protozoa atau kompetisi dengan mikrobiota indigenous (Alvarez et al, 2010; Leben, 1981)
Serangan R. solanacearum pada Fase Generatif
Hampir semua kebun contoh terdapat pohon pisang kepok fase generatif bergejala layu bakteri. Menurut Buddenhagen (pers. comm. 2006) bahwa kerugian akibat serangan R. solanacearum terbawa serangga adalah yang paling besar sebab langsung menyerang buah walaupun lahan pembudidayaan pisang tidak terinfeksi bakteri terbawa tanah ini.
R. solanacearum tidak memproduksi sel-sel yang tahan terhadap kekeringan dan kemungkinan mereka bertahan pada ooze yang menempel pada tubuh serangga-serangga (Hayward, 2006). Di Uganda, serangga yang berperan sebagai carrier R. solanacearum yaitu Plebeinadenoiti (Apidae), spesies apidae lain (tidak teridentifikasi), spesies-spesies dari
(hloropidae, drosophilidae, dan apis melifera (apidae) (Tinzaara et al., 2006).
Laporan-laporan penelitian mengenai serangga sebagai vektor R. solanacearum baru dilakukan di Lampung dan Jawa. Leiwakabessy (1991) menyatakan bahwa bakteri ini dilampung terbawa oleh anggota-anggota dan famili Cloropidae, Drosophilidae, Flatypezidae, Culicidae, Muscidae, Antomyiidae dan Sarcopangidae (Diptera); Coleophoridae (Lepidoptera), Blattidae (Blattaria) dan Apidae (Hymenoptera). Maryam et al, (1997) mengemukakan bahwa serangga pengunjung bunga, anggota dari Drosopholilidae mampu membawa patogen ini melalui mulutnya.
Beberapa spesies dari small black fly, semut, A. melifera dan cocopet berperan sebagai carrier R. solanacearum dengan konsentrasi berkisar dari 1.500 - 35.000 CFU/unit. Kenyataan di lapang hanya sebagian kecil pohon pisang siap panen yang diserang patogen ini. Konsentrasi R. solanacearum yang mampu mematahkan ketahanan pisang adalah 1 x 108 CFU/ml (Rodrigues et al. 2011). Dengan demikian akumulasi R. solanacearum sampai konsentrasi tersebut baru dapat menyebabkan tanaman sakit.
Insidensi Penyakit Darah Pisang
Kebun-kebun pisang kepok di Minahasa Utara terdapat penyakit layu bakteri R. solanacearum meskipun insidensinya relatif kecil (8.88% - 10.64%). Kuantifikasi penyakit seperti ini kemungkinan berhubungan dengan sejarah budidaya tanaman suatu kebun dan jumlah inokulum yang terbawa sebagian spesies serangga belum mampu menyebabkan penyakit.
Pola tanam petani pisang di Minahasa Utara umumnya dengan melakukan rotasi varietas pisang. Bila pada kurun waktu tertentu insidensi penyakit darah pada varietas pisang kepok sudah tinggi maka varietas pisang ini diganti dengan varietas tahan yang bernilai ekonomi tinggi seperti pisang gapi atau pisang mas. Kondisi seperti ini dapat menurunkan konsentrasi R. solanacearum di tanah sebab menurut Quimo dan Chan (1979) bahwa keberadaannya pada varietas tahan dalam posisi bertahan hidup namun berpotensi sebagai patogen pada inang pisang rentan.
KESIMPULAN
Berdasarkan survei insidensi penyakit darah pisang kepok dan serangga carrier R. solanacearum yang dilakukan di Minahasa Utara dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. R. solanacearum dapat menyerang
tanaman pisang kepok baik pada fase vegetatif maupun generatif
2. Insidensi penyakit darah pada pisang kepok ialah 8.88% - 10.64%
3. Serangga pengunjung bunga pisang berperan sebagai carrier R. solanacearum.
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez B, Lopez MM. Biosca, EG. 2008. Survival strategies and Pathogenicity of Ralstonia solanacearum Phylotype II Subjected to Prolonged Staruation in Environmental Water Microcosms. Microbiology, 154 : 3590 – 3598. Alvarez B, Biosca, EG. Lopez MM. 2010.
On the Life of Ralstonia solanacearum, a Destructive Bacterial Plant Pahogen. www.formatex.info/microbiology2/267 - 279.pdf (diakses 10 Agustus 2013). Anonim. 2011. Plant Disease Management.
bpp.oregonstate.
edu/files/bpp/Bot552Lecture3.pdf (diakses 27 Agustus 2013).
Anonim. 2012. Kabupaten Minahasa Utara. tataruangsulut.net/index.php/2012-12-04kkabupaten-minahasa-utara (diakses 1 Juli 2013).
Anonim. 2013. Kabupaten Minahasa Utara. www.minahasautara.com (diakses 1 Juli 2013).
Campbell CL, Neher DA. 1994. Estimating Disease Severity and Incidence, pp. 117-147. Cit. L.C. Campbell and D.M. Benson (Ed.). Epidemiology and Management of Root Diseases.
Dively G. 2012. Integrated Pest Management Overview. University of Maryland.
http://www.udel.edu/IPM/cca/ipmover view. html (diakses 17 Mei 2012).
Hayward AC. 2006. Fruit Rots of Banana
Caused by Ralstonia
solanacearum Race 2: Questions
of Nomenclature, Transmission and Control. InfoMuza, 15(1 - 2). Hermanto C. 2009. Banana Pests and
Diseases: Characteristic, Distribution and Possible Losses on Banana in Indonesia.
Jardinaud MF. 2009. Ralstonia solanacearum Infections Process in Medicago truncatula.
www.plantphysiol.org/countet/early/pp .109.141523.full.pdf. (Diakses 20 Juni 2013)
Leiwakabessy C. 1999. Potensi Beberapa Jenis Serangga dalam Penyebaran Penyakit Layu Bakteri Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum Yabuuchi et al. pada Pisang di Lampung. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Maryam A, Rasta T, Handayani W, Sihombing D. 1997. Akuisisi dan Persistensi bakteri layu pada Tanaman Pisang oleh Serangga. Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia, Bogor 8 Januari 1997: 154-161.
Quimo AJ and Chan HH. 1979. Survival of Pseudomonas solanacearum E.F. Smith in the izosphere of Some Weed and Economic Plant Species. Phillipp. Phytopatology Vol. 15(2) 108-121p. Rodrigues LMR. Destefano SAL, Diniz
MCT, Comparoni R, Neto JR. 2011. Pathogenicity of Brazilian Strains of Ralstonia solanacearum in Steritzia reginae Seedlings.
www.scielo.br/scielo.php?pidartext (diakses 10 Juli 2013)
Semangun H. 1988. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Tinzaara W, Gold CS, Sekiwoko F, Tushemereir W, Bandyopadhyay R, Abera A, Eden – Green SJ. 2006. Role of Insects in Transmission of Banana Bacterial Wilt. African Crop Science Journal, 14(2): 105 - 110.