Makalah Asuhan Keperawatan
Makalah Asuhan Keperawatan
Gingivit
Gingivit
is
is
STIKES NANI HASANUDDIN
STIKES NANI HASANUDDIN
TA. 2014 TA. 2014 BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.
A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG
Gingivitis adalah proses peradangan yang terbatas pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi
Gingivitis adalah proses peradangan yang terbatas pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi
bagian leher dari gigi dan proses alveolar. Gingivitis telah diklasifikasikan berdasarkan penampilan
bagian leher dari gigi dan proses alveolar. Gingivitis telah diklasifikasikan berdasarkan penampilan
klinis (misalnya, ulseratif, hemorrhagic, necrotizing, bernanah), etiologi (misalnya, drug-induced,
klinis (misalnya, ulseratif, hemorrhagic, necrotizing, bernanah), etiologi (misalnya, drug-induced,
hormonal, nutrisi, infeksi, plaque-induced), dan durasi (akut, kronis). Jenis yang paling umum dari
hormonal, nutrisi, infeksi, plaque-induced), dan durasi (akut, kronis). Jenis yang paling umum dari
gingivitis adalah bentuk kronis yang disebabkan oleh plak.
gingivitis adalah bentuk kronis yang disebabkan oleh plak.
Gingivitis adalah suatu inflamasi pada gingiva yang biasanya disebabkan oleh akumulasi plak.
Gingivitis adalah suatu inflamasi pada gingiva yang biasanya disebabkan oleh akumulasi plak.
Menurut profil kesehatan Indonesiatahun 2001 kelainan periodontal pada tahun 2001 terjadi sebesar
Menurut profil kesehatan Indonesiatahun 2001 kelainan periodontal pada tahun 2001 terjadi sebesar
61%. Penyakit periodontal salah satunya gingivitis yang disebabkan infeksi bakteri, secara langsung
61%. Penyakit periodontal salah satunya gingivitis yang disebabkan infeksi bakteri, secara langsung
melalui aliran darah (
melalui aliran darah (hematogen),hematogen),maupun tidak langsung dari respon imun sistemik infeksi melaluimaupun tidak langsung dari respon imun sistemik infeksi melalui
peningkatan mediator infeksi (PGE2, IL1, IL6 dan TNFα) oleh
peningkatan mediator infeksi (PGE2, IL1, IL6 dan TNFα) oleh pertahanan tubuh. Jaringanpertahanan tubuh. Jaringan
periodonsium adalah jaringan penyokong gigi, terdiri atas gingiva, sementum, ligamentum periodontal
periodonsium adalah jaringan penyokong gigi, terdiri atas gingiva, sementum, ligamentum periodontal
dan tulang alveolar. Jaringan ini dapat mengalami kelainan akibat interaksi faktor pejamu, mikroba
dan tulang alveolar. Jaringan ini dapat mengalami kelainan akibat interaksi faktor pejamu, mikroba
dan lingkungan misalnya gingivitis. Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium
dan lingkungan misalnya gingivitis. Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium
yang terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel.
yang terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel.
B.
B. TUJUANTUJUAN
1.
1. Mengetahui etiologi dan patofisiologi gingivitis et causa kalkulus.Mengetahui etiologi dan patofisiologi gingivitis et causa kalkulus.
2.
2. Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan gingivitis et causa kalkulusMengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan gingivitis et causa kalkulus
BAB II
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
KONSEP DASAR MEDIS
A.
A. PENGERTIANPENGERTIAN
Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva dan
Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva dan
bersifat reversibel. Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada papilla interdental dan menyebar ke
bersifat reversibel. Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada papilla interdental dan menyebar ke
sekitar leher gigi. Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua populasi masyarakat di
sekitar leher gigi. Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua populasi masyarakat di
dunia. Lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah pernah mengalami
dunia. Lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah pernah mengalami
gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur,
gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur,
kebersihan mulut, pekerjaan, pendidikan, letak geografis, polusi lingkungan, dan perawatan gigi.
kebersihan mulut, pekerjaan, pendidikan, letak geografis, polusi lingkungan, dan perawatan gigi.
B.
B. ETIOLOGIETIOLOGI
Gingivitis biasanya disebabkan oleh buruknya kebersihan mulut sehingga terbentuk plak atau karang
Gingivitis biasanya disebabkan oleh buruknya kebersihan mulut sehingga terbentuk plak atau karang
gigi di bagian gigi yang berbatasan dengan tepi gusi. Penyebab utama gingivitis adalah bakteri plak,
gigi di bagian gigi yang berbatasan dengan tepi gusi. Penyebab utama gingivitis adalah bakteri plak,
plak dan karang gigi mengandung banyak bakteri yang akan menyebabkan infeksi pada gusi. Bila
plak dan karang gigi mengandung banyak bakteri yang akan menyebabkan infeksi pada gusi. Bila
kebersihan mulut tidak diperbaiki, gingivitis akan bertambah parah dan berkembang menjadi
kebersihan mulut tidak diperbaiki, gingivitis akan bertambah parah dan berkembang menjadi
periodontitis.
periodontitis.
Gingivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik. Contohnya pada pasien penderita leukemia
Gingivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik. Contohnya pada pasien penderita leukemia
dan penyakit Wegner yang cenderung lebih mudah terkena gingivitis. Pada orang dengan diabetes
dan penyakit Wegner yang cenderung lebih mudah terkena gingivitis. Pada orang dengan diabetes
atau HIV,
kemampuan
kemampuan tubuh untuk mtubuh untuk melawan infeksi bakteri elawan infeksi bakteri pada gusi. pada gusi. Perubahan hormonal pada mPerubahan hormonal pada masaasa
kehamilan, pubertas, dan pada terapi steroid juga menyebabkan gusi lebih rentan terhadap infeksi
kehamilan, pubertas, dan pada terapi steroid juga menyebabkan gusi lebih rentan terhadap infeksi
bakteri. Pemakaian obat-obatan pada pasien dengan tekanan darah tinggi dan paska transplantasi
bakteri. Pemakaian obat-obatan pada pasien dengan tekanan darah tinggi dan paska transplantasi
organ juga dapat menekan sistem imunitas sehingga infeksi pada gusi lebih mudah terjadi.
organ juga dapat menekan sistem imunitas sehingga infeksi pada gusi lebih mudah terjadi.
C.
C. PATOFISIOLOGIPATOFISIOLOGI
Penyebab paling utama dari radang gusi adalah akumulasi plak. Akumulasi plak berkaitan dengan
Penyebab paling utama dari radang gusi adalah akumulasi plak. Akumulasi plak berkaitan dengan
bakteri yang jumlahnya meningkat. Hal ini terjadi karena sisa-sisa makanan yang tertinggal diantara
bakteri yang jumlahnya meningkat. Hal ini terjadi karena sisa-sisa makanan yang tertinggal diantara
sela-sela gigi atau di gusi. Jika dalam waktu 24 jam sisa makanan itu belum tersikat maka akan
sela-sela gigi atau di gusi. Jika dalam waktu 24 jam sisa makanan itu belum tersikat maka akan
terbentuk plak. Hanya dalam beberapa hari plak yang tidak tersikat atau tidak terganggu sudah
terbentuk plak. Hanya dalam beberapa hari plak yang tidak tersikat atau tidak terganggu sudah
menimbulkan radang gusi tahap
menimbulkan radang gusi tahap inisial inisial . Ada tiga tahap radang gusi yaitu tahap. Ada tiga tahap radang gusi yaitu tahap inisialinisial (2-4 hari),(2-4 hari),
tahap
tahaplesi dinilesi dini (4-7 hari) dan tahap(4-7 hari) dan tahap lesi mantaplesi mantap(2-3 minggu). Pada tahap lesi mantap ini sudah terjadi(2-3 minggu). Pada tahap lesi mantap ini sudah terjadi
kerusakan jaringan penyangga gigi.
kerusakan jaringan penyangga gigi.
Selain plak sebagai faktor penyebab utama radang gusi, ada beberapa faktor penunjang yang
Selain plak sebagai faktor penyebab utama radang gusi, ada beberapa faktor penunjang yang
memudahkan akumulasi plak seperti tersangkutnya makanan disela-sela gigi dan menimbulkan rasa
memudahkan akumulasi plak seperti tersangkutnya makanan disela-sela gigi dan menimbulkan rasa
sakit, gigi tiruan yang tidak baik, sikat gigi yang tidak bersih, atau tambalan yang tidak sempurna.
sakit, gigi tiruan yang tidak baik, sikat gigi yang tidak bersih, atau tambalan yang tidak sempurna.
Sedangkan faktor fungsional yang berpengaruh terhadap gigi pada saat berfungsi dan menyebabkan
Sedangkan faktor fungsional yang berpengaruh terhadap gigi pada saat berfungsi dan menyebabkan
radang gusi dapat berupa gigi yang tidak beraturan, gigi hilang tidak diganti, atau kebiasaan buruk
radang gusi dapat berupa gigi yang tidak beraturan, gigi hilang tidak diganti, atau kebiasaan buruk
mengunyah disaat tidur. Selain itu faktor resiko yang menyebabkan radang gusi seperti umur, gender,
mengunyah disaat tidur. Selain itu faktor resiko yang menyebabkan radang gusi seperti umur, gender,
ras, merokok, genetik, hormonal (masa pubertas atau hamil), kondisi penyakit sistemik (diabetes),
ras, merokok, genetik, hormonal (masa pubertas atau hamil), kondisi penyakit sistemik (diabetes),
pendidikan, obat-obatan, stress psikologis juga dapat berpengaruh.
pendidikan, obat-obatan, stress psikologis juga dapat berpengaruh.
D.
D. MANIFESTASI KLINIKMANIFESTASI KLINIK
Radang gusi merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering terjadi dan hampir
Radang gusi merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering terjadi dan hampir
selalu dapat ditemukan pada semua bentuk penyakit gusi. Radang gusi yang menetap dapat
selalu dapat ditemukan pada semua bentuk penyakit gusi. Radang gusi yang menetap dapat
berkembang dan menyebabkan kerusakan jaringan penyangga gigi sehingga gigi menjadi goyang
berkembang dan menyebabkan kerusakan jaringan penyangga gigi sehingga gigi menjadi goyang
atau terlepas. Tanda-tanda dari gingivitis adalah :
atau terlepas. Tanda-tanda dari gingivitis adalah :
1.
1. adanya perdarahan pada ginggivaadanya perdarahan pada ginggiva
2.
2. terjadi perubahan warna pada ginggivaterjadi perubahan warna pada ginggiva
3.
3. perubahan tekstur permukaan ginggivaperubahan tekstur permukaan ginggiva
4.
4. perubahan posisi dari ginggivaperubahan posisi dari ginggiva
5.
5. perubahan kontur dari ginggivaperubahan kontur dari ginggiva
6.
6. adanya rasa nyeriadanya rasa nyeri
faktor lokal penyebab ginggivitis disebabkab oleh akumulasi plak. Bentuk penyakit gusi yang umum
faktor lokal penyebab ginggivitis disebabkab oleh akumulasi plak. Bentuk penyakit gusi yang umum
terjadi adalah ginggivitis kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi atau lepasnya epitel
terjadi adalah ginggivitis kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi atau lepasnya epitel
perlekatan. Ginggivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah
perlekatan. Ginggivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah
kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus menerus. Rasa sakit atau
kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang terus menerus. Rasa sakit atau
nyeri jarang dirasakan, rasa sakit yang merupakan gejala pembeda antara ginggivitis akut dan
nyeri jarang dirasakan, rasa sakit yang merupakan gejala pembeda antara ginggivitis akut dan
ginggivitis kronis.
ginggivitis kronis.
E.
E. KOMPLIKASIKOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi dari gingivitis dapat mencakup:
Kemungkinan komplikasi dari gingivitis dapat mencakup:
1.
1. Abses pada gingival Abses pada gingival
2.
2. Abses di tulang rahang Abses di tulang rahang
3.
3. Infeksi pada tulang rahang maupun gusiInfeksi pada tulang rahang maupun gusi
4.
4. periodontitisperiodontitis – – ini adalah kondisi yang lebih serius yang dapat menyebabkan hilangnya gigi ini adalah kondisi yang lebih serius yang dapat menyebabkan hilangnya gigi
5.
5. Berulang gingivitisBerulang gingivitis
6.
F. PENATALAKSANAAN
Untuk pencegahan radang gusi itu sebenarnya sangat mudah, cukup dengan menjaga kebersihan mulut kita. Karena penyebab utama radang gusi adalah plak, maka terapi keadaan tersebut diarahkan ke pembersihan plak serta mencegah pembentukkannya, disebut sebagai mengontrol plak adalah dengan prosedur mekanik termasuk penyikatan gigi, pemakaian benang gigi, dan tindakan pembersihan plak dan karang gigi. Kebersihan mulut yang buruk, caries serta adanya cavitas pada gigi akan menjadi predisposisi untuk terjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi yang lunak dan perlahan, anjuran kumur-kumur dengan antiseptic yang mengandung klorheksidin 0,2% untuk mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan karang gigi supraginggiva dapat dilakukan bertahap.
BAB III
KONSEP MEDIS KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Printis Kemerdekaan Km 6
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Status : Menikah
Suku Bangsa : Makassar
Tanggal Periksa : 27 Oktober 2014 2. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama : Nyeri
b) Riwayat Penyakit : Menurut pasien sudah cukup lama kotoran berwarna melekat di giginya.
c) Riwayat Perawatan Gigi : Pasien tidak pernah memeriksakan gigi. d) Riwayat Kesehatan :
1) Kelainan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan 2) Kelainan endokrin : Pasien mengaku tidak ada kelainan 3) Kelainan Jantung : Pasien mengaku tidak ada kelainan
4) Gangguan nutrisi : Pasien mengaku Nafsu makan kura Pasien Mengatakan Berat
Badan Menurun.
: Berat badan sebelumnya 65 Kg : Sekarang 60 kg
5) Kelainan kulit/kelamin : Pasien mengaku tidak ada kelainan 6) Gangguan pencernaan : Pasien mengaku Sulit untuk menelan 7) Kelainan Imunologi : Pasien mengaku tidak ada kelainan 8) Gangguan respiratori : Pasien mengaku tidak ada kelainan 9) Gangguan TMJ : Pasien mengaku tidak ada kelainan 10) Tekanan darah : Pasien mengaku tidak ada kelainan 11) Diabetes Melitus : Pasien mengaku tidak ada kelainan
12) Lain-lain :
-13) Obat-obatan yang telah/sedang dijalani : –
14) Keadaan sosial/kebiasaan : menengah, pasien merupakan seorang perokok 15) Sistem Saraf : Klien Mengatakan Nyeri pada Gusi
3. PEMERIKSAAN FISIK 1. Ekstra Oral
- Wajah : tampak meringis,
- Pipi kiri : tidak ada kelainan
- Pipi kanan : tidak ada kelainan
- Bibir atas : tidak ada kelainan
- Bibir bawah : tidak ada kelainan - Sudut mulut : tidak ada kelainan
- Kelenjar submandibularis kiri : tidak teraba- tidak ada kelainan - Kelenjar submandibularis kanan : tidak teraba- tidak ada kelainan - Kelenjar submental : tidak teraba- tidak ada kelainan - Kelenjar leher :tidak teraba- tidak ada kelainan - Kelenjar sublingualis : tidak teraba- tidak ada kelainan - Kelenjar parotis kanan : tidak teraba- tidak ada kelainan - Kelenjar parotis kiri : tidak teraba- tidak ada kelainan 2. Intra Oral
- Mukosa labial atas : tidak ada kelainan - Mukosa labial bawah : tidak ada kelainan
- Mukosa kiri : Tampak merah dan Bengkak
- Mukosa kanan : tidak ada kelainan
- Bukal fold atas : tidak ada kelainan
- Bukal fold bawah : tidak ada kelainan
- Labial fold atas : tidak ada kelainan
- Labial fold bawah : tidak ada kelainan
- Gingival rahang atas : tampak hiperemis, lesi (+) - Gingival rahang bawah : tampak hiperemis, lesi (-)
- Lidah : tampak bercak putih
- Dasar mulut : tidak ada kelainan
- Palatum : tidak ada kelainan
- Tonsil : tidak ada kelainan
- Pharynx : tidak ada kelainan
B. DIAKNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis)
2. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat (cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis)
3. Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalah pahaman praktik hygiene. 4. infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral.
C. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis)
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks. Ds = Klien Mengatakan Nyeri pada gusi
Do = Klien Nampak Meringis
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji keluhan nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas, frekuensi dan
Mengindikasikan kebutuhan untuk
intervensi dan juga tanda-tanda
2. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat (cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis) ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Ds = Klien Mengatakan Nafsu makan Berkurang Do = Berat badan 60 kg
INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji kemampuan untuk mengunyah,
perasaan dan menelan.
Lesi
mulut,
tenggorok
dan
esophagus dapat menyebabkan
disfagia, penurunan kemampuan
pasien
untuk
mengolah
makanan
dan
mengurangi
keinginan untuk makan.
Rencanakan
diet
dengan
orang
terdekat, Sediakan makanan yang
sedikit tapi sering berupa makanan
padat nutrisi, tidak bersifat asam dan
juga minuman dengan pilihan yang
disukai
pasien.
Dorong
konsumsi
makanan berkalori tinggi dan makanan
lunak yang dapat merangsang nafsu
makan
Melibatkan orang terdekat dalam
rencana member perasaan
control lingkungan dan mungkin
meningkatkan pemasukan.
Memenuhi kebutuhan akan
makanan nonistitusional
mungkin juga meningkatkan
pemasukan.
Batasi makanan yang Keras. Hindari
menghidangkan makanan yang panas
dan yang susah untuk ditelan
Tindakan ini akan berguna untuk
meningkatakan
pemasukan
makanan.
3. Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalah pahaman praktik hygiene. Hasil Yang diharapkan : Memahami pentingnya hygiene oral terhadap kesehatan
waktu. Tandai gejala nonverbal
misalnya meringis.
perkembangan komplikasi.
Ds = Klien mengatakan tidak mengerti akan penyebab penyakitnya Do = Klien sering bertanya masalah penyakitnya
INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji Tingkat Pengetahuan
Untuk Mengetahui sejau mana
pengetahuan tentang Hygien
mulut
Beri Penyuluhan Akan Pentingnya
Hygien oral
Agar mengerti akan pentingnya
hygien oral terhadap kesehatan
Ajari tehnik Menggosok Gigi yang benar Agar mengerti bagaimana cara
menggosok gigi yang baik dan
benar
4. Infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral. Hasil yang diharapkan : Bebas dari tanda gejala infeksi Ds = Klien mengatakan bengkak pada gusi
Do = Nampak bengkak dan kemerahan pada gusi
INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Monitor Tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
Untuk mengetahui sejaumana
infeksi yang timbul
Anjurkan Bilas Mulut dengan obat
kumur antiseptik
Mencegah terjadinya infeksi
Kolaborasi pemberian antibiotic
Untuk membunuh bakteri
penyebab infeksi
D. IMPLEMENTASI
a. Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis)
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Mengkaji keluhan nyeri
Hasil : Nyeri Berada pada Skala
Berat yaitu pada angka 7 pada
skala 1-9
S = Klien mengatakan Sakit pada
gusi
O = Klien Nampak Meringis
A = Masalah Belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
Berkolaborasi Pemberian Analgetik
Hasil
= Klien
Meminum
Obat
Analgetik 3x 1
S = Klien Mengatakan Nyeri Mulai
Berkurang
O = Klien Nampak Masi Meringis
A = Masalah Belum Teratasi
b. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat (cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis) ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Mengkaji
kemampuan
untuk
mengunyah, dan menelan.
Hasil = Tidak dapat mengunyah dengan
baik
S = Klien mengatakan sulit
mengunyah
O = Klien tampak susah untuk
mengunyah,Porsi makan tidak
dihabiskan
A = Masalah Belum teratasi
Menyediakan makanan yang sedikit tapi
sering berupa makanan padat nutrisi,
tidak bersifat asam dan juga minuman
dengan pilihan yang disukai pasien.
Dorong konsumsi makanan berkalori
tinggi yang dapat merangsang nafsu
makan
Hasil = Klien Makan Sedikit Tapi sering
S = Klien makan dengan porsi
sedikit tp sering
O = Porsi makan yang
dihabiskan seper empat porsi
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan Intervensi
Membatasi makanan yang Keras.
Hindari menghidangkan makanan yang
panas dan yang susah untuk ditelan
Hasil = Klien Makan Makanan yang
S = Klien Mengatakan Senang
makan makanan Lunak
O = Klien Nampak makan
makanan yang lunak
Lunak
A = Masalah Belum Teratasi
c. Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalah pahaman praktik hygiene. Hasil Yang diharapkan : Memahami pentingnya hygiene oral terhadap kesehatan
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Mengkaji Tingkat Pengetahuan
Hasil = Klien Mengatakan Tidak
mengerti penyebab penyakitnya
S = Klien Mengatakan kurang
mengerti akan penyakit gusinya
O = Klien Sering bertanya
masalah penyakitnya
A = Masalah Belum Teratasi
P = Lanjutkan Intervensi
Memberi Penyuluhan Akan Pentingnya
Hygien oral
Hasil = Klien Mengerti akan penyebab
penyakitnya
S = Klien Mengatakan Mengerti
akan Penyebab Penyakitnya
O = Klien mampu manjelaskan
penyebab penyakitnya
A= Masalah Teratasi
P =
-Mengajari tehnik Menggosok Gigi yang
benar
Hasil = Klien Mengerti cara menggosok
gigi yang baik dan benar
S = Klien Mengatakan mengerti
cara menggosok gigi yang benar
O = Klien Nampak Menggosok
gigi dengan benar
A = Masalah Teratasi
P =
-d. infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral. Hasil yang diharapkan : Bebas dari tanda gejala infeksi
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Memonitor Tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
Hasil = Terdapat tanda-tanda infeksi
S = klien Mengatakan Bengakak
Pada gusi
O = Nampak Bengkak dan
kemerahan pada gusi
A = Masalah Belum teratasi
P = Lanjutkan Intervensi
Menganjurkan Bilas Mulut dengan obat
kumur antiseptic
P = Klien mengatakan akan
menggunakan obat kumur anti
Hasil = Klien mau menggunakan obat
kumur antiseptik
septic
O = Klien Nampak berkumur
dengan obat anti septic
A = masalah teratasi
P =
-Berkolaborasi pemberian antibiotic
Hasil = Pemberian Obat anti Biotik oleh
Dokter
S = Klien Mengatakan
mendapatkan Obat antibiotic
dari Dokter
O = Infeksi masih Nampak pada
gusi
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan Intervensi
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN
Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel. Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada papilla interdental dan menyebar ke sekitar leher gigi. Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua populasi masyarakat di dunia. Lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah pernah mengalami gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur, kebersihan mulut, pekerjaan, pendidikan, letak geografis, polusi lingkungan, dan perawatan gigi. Selain plak sebagai faktor penyebab utama radang gusi, ada beberapa faktor penunjang yang memudahkan akumulasi plak seperti tersangkutnya makanan disela-sela gigi dan menimbulkan rasa sakit, gigi tiruan yang tidak baik, sikat gigi yang tidak bersih, atau tambalan yang tidak sempurna. Sedangkan faktor fungsional yang berpengaruh terhadap gigi pada saat berfungsi dan menyebabkan radang gusi dapat berupa gigi yang tidak beraturan, gigi hilang tidak diganti, atau kebiasaan buruk mengunyah disaat tidur. Selain itu faktor resiko yang menyebabkan radang gusi seperti umur, gender, ras, merokok, genetik, hormonal (masa pubertas atau hamil), kondisi penyakit sistemik (diabetes), pendidikan, obat-obatan, stress psikologis juga dapat berpengaruh.
Untuk pencegahan radang gusi itu sebenarnya sangat mudah, cukup dengan menjaga kebersihan mulut kita.
B. SARAN
3. Pemberian dental health education kepada masyarakat awam mengenai gingivitis 4. Pembahasan yang lebih mendetail lagi tentang kemungkinan komplikasi dari gingivitis
1. Julianti et al. Tutorial gigi dan mulut. 2008. fakultas kedokteran universitas Riau. Pekanbaru
2. Mustaqimah DN. Infeksi dalam bidang periodonsia. JKGUI 2002:14.
3. Stephen J. Gingivitis. [Online]. [2006?] [cited 2007 Oct 4]; Available from:URL: http://www.emedicinehealth.com. Diakses tanggal 21 desember 2010
4. Siti Anggraeni. Plak gigi sumber penyakit gigi dan mulut. 2007. http//www.google.com. Diakses tanggal 21 desember 2010
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STOMATITIS
2.1 Definisi StomatitisStomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi seperti tembakau;defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus atau jamur;atau penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry,2005).
Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi,l angit-langit dan dasar mulut. (Donna L.Wong dkk).
Stomatitis merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum (William dan wilkins, 2008).
Stomatitis ialah istilah umum yang mengacu pada reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring 7 samapai 14 hari setelah pemberian agens kemoterpai tertentu dan setelah terapi radiasi pada kepala dan leher (Otto, 2003).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang -orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama. SAR dapat membuat frustasi pasien dan perawat dalam merawatnya, karena kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul dalam jumlah yang lebih banyak. 2.2 Epidemiologi Stomatitis
Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Angka prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk di seluruh dunia. Penelitian telah menemukan terjadinya SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia
(2000). SAR tampaknya jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar 5% dan ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat sering terjadi di Amerika Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR 17,3%.
SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak.9 Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda. SAR paling sering dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan keenam.
Epidemiologi stomatitis aftosa rekuren terjadi hampir pada 2%-6% pada populasi orang dewasa yang terinfeksi HIV dan lebih sering terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV, khususnya
disebabkan obat-obatan seperti didanosine (ddI) yang dapat menginduksi terjadinya lesi. (Sufiawati: 2009).
2.3 Klasifikasi Stomatitis
Ada beberapa klasifikasi stomatitis, yaitu: a. Mycotic stomatitis
Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya infeksi mulut atau rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis, disebabkan oleh pertumbuhan Candida albicans , yang merupakan penyebab stomatitis yang luar biasa pada anjing dan kucing. Hal ini ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan pada lidah atau membran mukosa. Mycotic stomatitis biasanya dihubungkan dengan penyakit mulut yang lain, penggunaan terapi antibiotik yang lama, atau
pemberian immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering kali pada jaringan terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.
b. Gingivostomatitis
Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian mulut lainnya, yang menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah terang dan terdapat banyak luka terbuka yang berwarna putih atau kuning di dalam mulut.
Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut.
Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensenl mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang terus-menerus, oral hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor sistemik. Oleh karena itu, gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi, sehingga perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemungkinan penyebabnya.
d. Aphthous stomatitis
Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum sering terjadi. Sariawan ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada jaringan lunak mulut, bibir, lidah, pipi bagian dalam, pharing, dan langit-langit mulut halus. Tipe sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya: 1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa meninggal bekas. 2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS)
Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi.
3. Ulserasi herpetiformis (HU)
Istilah ’herpetiformis’ digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi aphtosa.
2.4 Etiologi Stomatitis
2.4.1 Etiologi yang berasal dari keadaan dalam mulut seperti : a. Kebersihan mulut yang kurang
Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien. Apabila higiene gigi pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.
b. Makanan atau minuman yang panas dan pedas
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh terhadap mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga
bserpengaruh terhadap bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya tahan mulut dapat menurun
karena termik. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
c. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa.
d. Infeksi jamur
namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di
pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.
f. Letak susunan gigi atau kawat gigi
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh terhadap kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit dijangkau oleh sikat gigi.
2.4.2 Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut seperti : a. Rokok
Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat m enyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok
menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.
b. Pada penggunaan obat kumur
Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol, lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.
c. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
d. Alergi
bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebut
e. Faktor psikologis (stress)
Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga
respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).
f. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.
g. Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.
h. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan.. i. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa.
2.5 Faktor Resiko Stomatitis
Hingga saat kini, penyebab dari stomatitis atau sariawan belum dapat dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetus terjadinya stomatitis. Beberapa diantaranya adalah:
1. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terj adinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit s aat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan
dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
2. Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2 % defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR yang p ersisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar
serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal. 3. Alergi dan Sensifitas
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas j aringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan
makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi
sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.
4. Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR. 5. Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan
keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi ne utrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.
6. Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi. Sariawan juga identik
dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika kita sering mengonsumsi buah dan sayuran.
7. Stress
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan
lebih rinci pada subbab selanjutnya. 8. Gangguan Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. P rogesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut
9. Gangguan Imunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi
sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa mulut di mana pemicunya tidak diketahui.16 Menurut
Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkan
menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.
10. Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak.
11. Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan
mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan ri wayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.
2.6 Patofisiologi
Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem laktoperoksidase (LP-system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroorganisme. Sistem
laktoperoksidase (LP-system) terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system mempertahankan tubuh dengan cara berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri (Rensburg:1995).
Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini
dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia (perasa, pewarna, pengawet) bahkan yang memakai zat pembasmi hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas. Pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar mukosa mulut menjadi rusak kemudian
menghasilkan ulserasi local.
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak yang masuk dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya
dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama pada mukosa mulut.
Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi ketidak seimbangan
immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini sistem imun (pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya.
Stomatitis dapat terjadi akibat kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat
mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan stomatitis.
2.7 Tanda dan Gejala Stomatitis
Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan dimulai
dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih
ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat.
a. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar b. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
c. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.
Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform.
1. Ulser minor
adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
2. Ulser mayor
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.
Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tanda dan gejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut 1) Nyeri sperti terbakar di mulut
2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan b. Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu. 2.8 Komplikasi
Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat terjadi infeksi luas di daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang. Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur 2. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
4. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih. Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan medis yaitu:
Komplikasi yang dapat timbula akibat penatalaksanaan medis diantaranya sebagai berikut:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis yang tinggi atau berkombinasi dengan ionisasai penyinaran radiasi. 2. Komplikasi akibat radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tetapi juga menghasilkan gangguan
struktural dan fungsional pada jaringan pendukung termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. 3. Komplikasi oral
a. Mukositis
Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus. Tipikal mukositis termanifestasi sebagai suatu eritomatous, lesi seperti terbakar, dan lesi ulseratif.
b. Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu sistem pertahanan barrier terjadi pada infeksi lokal dapat menghasilkan jalan bagi mikroorganisme pada sirkulasi
sistemik. c. Xerrostomia
Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar pada rongga oral dan lidah, bibir prcah-prcah, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, dan peningkatan akan kebutuhan cairan.
Xerostomia dapat disebabkan oleh reaksi inflamasi dan efek degeneratif radiasi ionisasi. 2.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai berikut: a. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
b. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
c. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
d. Hindari stress e. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan talidomid.
f. Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus. Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi yang dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan sosioekonomi bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
b. Pemeriksaan laboratorium :
1) WBC menurun pada stomatitis sekunder
2) Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis 3) Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis 2.11 Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila kita mengetahui
penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari timbulnya sariawan ini diantaranya dengan : 1. Menjaga kebersihan mulut
2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12, vitamin C dan zat besi 3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN STOMATITIS
4.1 Pengkajian
a. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun lebih
cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita stres, atau mempunyai
riwayat sariawan pada keluarga.
b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen mukosaoral
mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
2. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang buruk, intoleransi
dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas
dalam, mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin B12 dan mineral.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun sehingga
lebih mudah terkena stomatitis, atau memang pernah menderita penyakit yang sama atau
penyakit oral lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan terjadinya
stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari SAR
(Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan adalah keturunan. Dan berdasarkan hasil beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR lebih rentan
untuk mengalami SAR juga.
5. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan tempat bermain anak di lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres, gaya hidup (alkohol, perokok ) serta kaji fungsi dan penampilan dari rongga mulut terhadap body image dan sex.
6. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk. 7. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
8. Riwayat pertumbuhan perkembangan
a. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama sembuhnya dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi yang kurang (energi/kalori yang diperlukan tidak mencukupi dalam proses penyembuhan).
b. Penurunan berat badan, biasanya pasien yang menderita stomatitis mengalami penurunan berat badan karena intake nutrisi yang kurang.
c. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon 1. Persepsi kesehatan dan Pola manajemen
orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena sariawan yang tidak kunjung sembuh, namun keluarga psien tidak mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk
3. Pola eliminasi
pasien tidak mengalami gangguan eliminasi miksi dan defekasi. 4. Pola aktivitas dan latihan
dalam melakukan aktivitas, pasien biasanya mengalami gangguan akibat nyeri yang di rasa sehingga pasien akan rewel.
5. Pola istirahat dan tidur
pasien mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan. 6. Pola persepsi dan kognitif
pasien merasa lebih tengan apabila berada ditengah keluarga terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal keluarga.
7. Pola konsep diri
pasien merasa ragu-ragu untuk berkomunikasi karena tidak dapat berbicara dengan jelas akibat adanya ulserasi lokal.
8. Pola peran dan hubungan
hubungan sosial pasien dengan orang disekitarnya tidak kooperatif, pasien lebih banyak menangis dan rewel.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
pasien tidak mengalami kelainan apapun. 10. Pola keyakinan dan nilai
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. d. Pemeriksaan fisik
1) TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri) 2) Bibir
Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi, warna,tekstur, simetrisitas dan adanya ulserasi atau fisura
3) Gusi
Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan perubahanwarna. 4) Lidah
Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi. 5) Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada bagian mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-langit.
4.2 Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral
b. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan mucosa oral, penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri di mukosa mulut
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri di mukosa mulut