• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

Patrisia Puspapriyanti

1

, Sudarmanta

2

, Yana Supriatna

2

1Residen Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 2Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

ROLE OF ANGIOPLASTY AS THE TREATMENT OF RENAL ARTERY STENOSIS (RAS)

ABSTRACT

Renal Artery Stenosis (RAS) is a narrowing of the diameter renal artery diameter by more than or equal to 50%. Renal Artery Stenosis (RAS) is an important cause of secondary hypertension and progressive renal insufficiency. The narrowing of the renal artery lumen may be due to various causes, with the most common causes are atherosclerosis and fibromuscular dysplasia (FMD).

Percutaneous Transluminal Renal Angioplasty (PTRA) is one of the alternative treatments for RAS performed by interventional radiologist. This technique is done by inserting a small balloon in the area of the blocked renal artery. When the balloon is developed, the plaque from the fat or blockage will be pressed towards the arterial wall and dilated blood vessel diameter so that it can increase blood flow to the heart. Uncontrolled hypertension and FMD treated with PTRA have a success rate of 82-100%. The use of stenting improves effectiveness with 94-100% success rate. This method is less effective for atherosclerotic RAS, due to its severity of RAS lesion and its potential to cause arterial dissection.

Compared with revascularization of the renal artery with surgery, PTRA is preferred because it is not invasive, has faster hospitalization and lower complications. Therefore, PTRA is considered a treatment option that is quite effective in treating hypertension, especially in patients with uncontrolled hypertension and fibromuscular dysplasia.

Keywords: Stenosis, Renal Artery, Angioplasty, Atherosclerosis, Fibromuscular Dysplasia

ABSTRAK

Stenosis Arteri Renalis (SAR) adalah suatu kondisi penyempitan dari arteri renalis penyempitan diameter lumen sejumlah lebih atau sama dengan 50%.2 Stenosis Arteri Renalis (SAR) merupakan penyebab penting dari hipertensi sekunder dan insufisiensi renal yang progresif. Penyempitan lumen arteri renalis dapat disebabkan berbagai hal, dengan penyebab utamanya adalah aterosklerosis atau fibromuscular dysplasia (FMD).

Percutaneous Transluminal Renal Angioplasty (PTRA) adalah salah satu alternative penanganan SAR yang dilakukan dokter spesialis radiologi intervensi. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan balon kecil pada daerah arteri renalis yang tersumbat. Ketika balon dikembangkan, plak dari lemak atau sumbatan akan tertekan ke arah dinding arteri dan diameter pembuluh darah melebar (dilatasi) sehingga dapat meningkatkan aliran darah ke jantung.

Hipertensi yang tidak terkontrol dan FMD yang diterapi dengan PTRA memiliki angka kesuksesan 82-100%. Penggunaan stenting meningkatkan efektivitas dengan kesuksesan 94-100%. Metode ini kurang efektif untuk SAR aterosklerotik, dikarenakan kakunya lesi SAR serta potensinya untuk menimbulkan diseksi arteri.

(2)

Dibandingkan revaskularisasi arteri renalis dengan bedah, PTRA lebih dipilih dikarenakan tidak invasif, rawat inap yang lebih cepat dan komplikasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, PTRA dianggap sebagai pilihan terapi yang cukup efektif menangani hipertensi, terutama pada pasien hipertensi tak terkontrol dan fibromuscular dysplasia.

Kata kunci : Stenosis, Arteri Renalis, Angioplasti, Aterosklerosis, Fibromuscular Dysplasia

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti stroke dan penyakit jantung koroner. Menurut WHO dan International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Penyakit renovaskuler, dalam hal ini Stenosis Arteri Renalis (SAR) merupakan penyebab penting dari hipertensi sekunder dan insufisiensi renal yang progresif.1,2

Penyebab paling sering dari SAR adalah aterosklerosis dan fibromuscular dysplasia. Pada populasi dewasa, penyebab SAR tersering adalah aterosklerosis, sedangkan fibromuscular dysplasia lebih sering ditemukan pada pasien usia muda. Pasien dengan hipertensi dan SAR sering ditangani dengan tindakan revaskularisasi ginjal, yaitu menghilangkan obstruksi arteri renalis ke ginjal, salah satunya dengan tindakan radiologi intervensi Percutaneous Transluminal Renal Angioplasti (PTRA).3,4

Definisi

Hipertensi menurut WHO tahun 1999 adalah kondisi di mana tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih, dan di atas angka tersebut pada pasien yang tidak meminum obat antihipertensi. Stenosis Arteri Renalis (SAR) adalah suatu kondisi penyempitan dari arteri renalis, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Definisi stenosis arteri renalis Menurut American College of Radiology

(ACR) adalah penyempitan diameter lumen arteri renalis sejumlah lebih atau sama dengan 50%, di mana parameternya adalah persentasi diameter dari normal pembuluh darah renal, contohnya % SAR = 100 x (1-(diameter lumen yang menyempit / diameter pembuluh darah normal )).2

Stenosis arteri renalis ostial adalah penyempitan

adalah prosedur invasif minimal untuk memperbaiki aliran darah pada arteri dan vena. Angioplasti dapat digunakan untuk memperbaiki beberapa kondisi, di antaranya penyempitan arteri besar karena aterosklerosis, fibromuscular dysplasia (FMD), penyakit arteri perifer atau PAD (Peripheral Artery Disease), stenosis arteri karotis, coronary artery disease, penyempitan vena atau fistula dialysis atau graft, dan juga untuk hipertensi vaskular ginjal.2,5

Epidemiologi

Prevalensi SAR aterosklerotik meningkat seiring dengan pertambahan umur, terutama pada pasien dengan diabetes mellitus, hyperlipidemia, pengidap penyakit aterosklerosis lain, dan hipertensi. SAR aterosklerotik terdapat pada 1-5% pada 60 juta orang Amerika Serikat penderita hipertensi, dan pada 30% pasien dengan coronary artery disease (CAD), 7% di atas usia 65 tahun dan sampai 50% dari pasien tua dengan

diffuse atherosclerotic disease.4,6

SAR muncul dua kali pada laki-laki daripada wanita serta orang tua, dan meningkat mencapai 53% pada pasien dengan riwayat hipertensi diastolic >100mmHg. SAR merupakan penyebab end-stage renal disease dan insufisiensi renal, serta penyebab sekunder dari hipertensi.4

Etiologi

Penyempitan lumen arteri renalis dapat disebabkan beberapa hal, di antaranya atherosclerosis, fibromuscular

dysplasia (FMD), vasculitis, neurofibromatosis, congenital

bands, kompresi ekstrinsik, dan radiasi. Selain itu, penyebab SAR lain yang lebih jarang adalah vaskulitis arteri yang besar (Takayasu arteritis), antiphospholipid syndrome dan mid aortic

syndrome. Dua penyebab utama SAR adalah aterosklerosis

atau FMD (Gambar 3).7,8

SAR aterosklerotik terjadi pada lebih dari 90% kasus SAR. SAR aterosklerotik biasanya terjadi pada ostium dan atau sepertiga proximal dari arteri renalis dan juga aorta yang berdekatan. Prevalensi dari SAR aterosklerotik meningkat dengan pertambahan usia, terutama pada pasien dengan diabetes, aortoiliac occlusive disease, penyakit jantung koroner atau hipertensi.8,9

Fibromuscular dysplasia (FMD) adalah penyakit vaskular non aterosklerotik dan non inflamasi yang dapat menyebabkan stenosis arteri, oklusi, aneurisma atau diseksi. Penyebab dari FMD dan prevalensinya belum diketahui secara pasti, namun

(3)

arterial bed tapi biasanya mengenai arteri renalis dan arteri

carotis externa pada lebih dari 65% kasus.8,10 Diagnosis

Pencitraan radiologi merupakan modalitas yang dipilih untuk mengidentifikasi SAR, seperti Magnetic resonance

angiography (MRA), helical computed tomographic angiography

(CTA), Doppler ultrasonography, renal scintigraphy, invasive

angiography,merupakan pemeriksaan pencitraan radiologis

yang dapat dilakukan untuk mendeteksi SAR.3,12

Terapi

Terdapat 2 jenis penanganan yang diberikan untuk SAR, yaitu terapi obat dan revaskularisasi.Terapi obat lebih dipilih untuk digunakan pada pasien dengan SAR aterosklerosis dan penyakit ginjal yang berat seperti gagal ginjal kronis, proteinuria > 1 g/dl, diffuse intrarenal vascular disease, dan atrofi ginjal, dibandingkan dengan revaskularisasi renal.11 Penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I)

dan angiotensin receptor blocker (ARB) untuk menghambat

sistem renin-angiotensin dan simpatis, direkomendasikan untuk mengontrol hipertensi dan untuk mengurangi gejala klinis pada pasien yang diketahui memiliki penyakit kardiovaskuler.11

Terdapat dua jenis teknik revaskularisasi arteri renalis, yaitu dengan metode bedah dan radiologi intervensi. Revaskularisasi bedah dilakukan dengan teknik unilateral

aortorenal bypass surgery atau extra-anatomic bypass dari

arteri coeliaca atau cabang mesenterium. Revaskularisasi renal dengan angioplasti sering juga disebut conventional

PTRA (Percutaneus Transluminal Renal Angioplasti) tanpa atau dengan pemasangan stent. Angioplasti dengan balon adalah prosedur dimana balon kecil pada ujungnya yang dimasukkan dekat daerah yang menyempit atau tersumbat pada arteri. Secara teknis angioplasti pada arteri renalis dengan balon disebut Percutaneous Transluminal Renal Angioplasti (PTRA). Ketika balon dikembangkan, plak dari lemak atau sumbatan akan tertekan ke arah dinding arteri dan diameter pembuluh darah melebar (dilatasi) sehingga dapat meningkatkan aliran darah ke jantung.2,12-14

Gambar 1. Gambaran arteriografi pada multifocal fibromuscular dysplasia pada distal arteri carotis interna (A) dan renalis (B) berdasarkan klasifikasi American Heart Association. Terdapat beberapa area dari stenosis dan dilatasi (string of beads). C. Gambaran fotomikrograf menunjukkan gap pada tunika media arteri.10

Gambaran Klinis

Manifestasi klinis dari stenosis arteri renalis bervariasi tergantung dari penyebabnya. Pada SAR aterosklerotik, gejala paling umum adalah hipertensi dengan onset kurang dari 30 tahun atau hipertensi berat setelah 55 tahun, yang terus berakselerasi dan resisten terhadap obat. Selain itu terdapat perburukan fungsi ginjal setelah pemberian ACE inhibitor, atrofi ginjal, edema pulmonum, serta congestive heart failure

yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.3,11

Pada SAR yang disebabkan oleh renal fibromuscular

dysplasia, gejala klinis bergantung dari distribusi pembuluh

darah yang terlibat, tipe FMD dan tingkat keparahan lesi vaskuler. Gejala yang paling umum adalah hipertensi yang berpotensi muncul pada umur yang lebih muda (di bawah 35 tahun) dan resisten terhadap obat. Selain hipertensi, gejala lain yang umum ditemukan adalah bruit pada regio epigastrium (17.5% pasien) atau bruit pada flank (6.1% pasien).10

(4)

Gambar 2. Angiogram ginjal. (Gambar Kiri) Stenosis ostial arteri renalis kanan yang berat. (Gambar Kanan). Setelah prosedur PTRA dan implantasi stent pada stenosis arteri renalis tersebut.11

Indikasi dan kontraindikasi PTRA

Indikasi untuk angioplasti pada fibromuscular disease

menurut ACR dan SIR 2,15 (Treshold – 95%) adalah: (1) Gambaran angiografi SAR yang signifikan secara hemodinamik, (2) Stenosis yang signifikan secara hemodinamik, di mana terdapat 10% mean pressure gradient pada SAR, atau 20 mmHg

mean pressure gradient dengan stimulasi dopamine pada SAR.

Indikasi dilakukan angioplasti dan stenting pada ASVD (Atherosclerotic vascular disease) adalah: (1) Stenosis lebih dari 50% diameter atau penyempitan lebih dari 75% pada

cross sectional area, atau (2) Stenosis yang signifikan secara hemodinamik, dengan 10% mean pressure gradient pada SAR, atau 20 mmHg mean pressure gradient dengan stimulasi dopamine pada SAR.2,15

Persiapan PTRA

Sebelum dilakukan PTRA, perlu dilakukan beberapa persiapan. Persiapan yang paling penting adalah memastikan adanya indikasi untuk dilakukan angioplasti melalui konfirmasi

angulasi arteri renalis, adanya fibromuscular dysplasia dan ukuran ginjal dari pole superior ke pole inferior. Informasi tambahan yang berpengaruh adalah keberadaan aneurisma aorta abdominalis dengan atau tanpa mural thrombus, kalsifikasi aorta dan aterosklerosia arteri iliaca. Informasi tambahan ini berpengaruh terhadap pilihan akses untuk angiografi dan revaskularisasi, yaitu melalui radial, brachial atau femoral.16

Pasien diharuskan puasa minimal 6 jam sebelum prosedur, namun pasien diperbolehkan minum air putih sampai 2 jam sebelum tindakan. Pasien harus dicek tanda vital, laboratorium darah lengkap dan fungsi ginjalnya. Pasien juga harus dicek apakah memiliki alergi terhadap kontras. Untuk pasien yang merokok, tidak diperbolehkan merokok dalam waktu 24 jam sebelum tindakan.17

Sesaat sebelum tindakan, pasien akan dipasang IV

(Intravenous) line untuk memasukkan obat. Rambut di region

pubis akan dicukur kemudian akan disuntikkan anestesi local pada lokasi puncture. Bila diperlukan akan diberikan injeksi antibiotik dan kortikosteroid di bangsal sebelum tindakan dimulai.17

(5)

Alat dan Bahan

Alat yang perlu digunakan untuk tindakan PTRA adalah jarum untuk puncture, introducer sheath, guide catheter, balon angioplasti, dan stent. Guide wire akan memandu kateter melalui pembuluh darah, di mana bentuknya kaku dan mengatur tempat di mana angiogram akan dilaksanakan. Guide wire yang digunakan pada angiografi selektif pasien dewasa biasanya memiliki panjang 100-150 cm dengan diameter 0.014 inchi.18,19

Untuk memasukkan kateter, diperlukan jarum untuk puncture pembuluh darah arteri. Ukuran jarum yang biasa digunakan adalah 18 G, 19 G, 20 G, dan 21 G untuk pasien dewasa. Jarum tersebut akan ditusukkan dengan teknik Seldinger (Gambar 3).

Gambar 3. Teknik Seldinger untuk memasukkan catheter pada angiografi dan PTRA. 23

Balon kateter dapat berupa balon yang halus dan elastis seperti balon untuk oklusi atau balon Fogarty untuk membersihkan thrombosis, dapat juga kaku dan digunakan untuk dilatasi atau angioplasti. Balon untuk dilatasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar bergantung dari ukuran

guide wire-nya, yaitu 0.018 inchi atau 0.035 inchi. Makin

kecil lumen guide wire-nya maka balon akan semakin kecil. FDA (Food and Drug Administration) dari Amerika Serikat menyetujui tiga balon kateter dengan stent ukuran 0.014 inchi (Express SD, Boston Scientific, Natick, MA, USA; Formula, Cook Incorporated, Bloomington, IN, USA; Herculink Elite, Abbott Vascular, Santa Clara, CA, USA) (Gambar 4).16,17,18

Drug eluting stent adalah stent untuk coroner

maupun perifer yang perlahan akan melepaskan obat untuk menghambat proliferasi sel (Gambar 20). Obat ini akan mencegah fibrosis, yang bila bergabung dengan thrombus, dapat menutup arteri yang sudah dipasang stent, yang sering disebut proses restenosis. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa drug eluting stent memiliki efektivitas yang lebih baik daripada bare-metal stent untuk penanganan SAR. 20

(6)

Teknik PTRA Tanpa dan Dengan Stenting

Sebelum dilakukan tindakan PTRA, pasien disiapkan dengan sterilisasi area yang akan dilakukan puncture, kemudian diberikan anestesi local berupa lidokain 1% atau 2% yang diberikan pada akses femoral. Kemudian dimasukkan sheath arteri yang ditempatkan pada arteri femoralis, dan guide catheter dimasukkan pada 0.035 inchi guide wire

dengan panduan fluoroskopi. Setelah ujung dari guide

catheter diposisikan pada ostium dari arteri renalis, dibuat

gambar angiogram.

Setelah guide wire dilepas, ujung proksimal dari guide

catheter dihubungkan dengan manifold, kontras water soluble

sebanyak lebih kurang 4-8 ml diinjeksikan secara manual saat rekaman cineangiographic. Material antithrombotic intravena,

biasanya heparin, diberikan sebelum ahli radiologi intervensi melakukan angioplasti.14

Guide wire berukuran 0.018 inchi dimasukkan melalui

sheath 6 French pada stenosis renal. Masuknya guide wire dan injeksi sedikit kontras dipantau dengan fluoroskopi. (Gambar 23) Sebuah balon berukuran 6x18 mm diposisikan pada lesi melalui guide wire. Balon kemudian dikembangkan dengan memberi tekanan positif sampai lebih kurang 4-8 atmosfer.

Gambar 5. Tahapan PTRA dengan pengembangan balon dan pemasangan stent.

Balon ditahan selama beberapa detik untuk memberikan tekanan sirkumferensial pada segmen arteri renalis dan kemudian dikempeskan dan akhirnya ditarik kembali ke guide catheter.14

Angiogram diambil setelah PTRA dan setelah balon kateter diambil, untuk memastikan diameter lumen arteri renalis yang stenosis telah melebar > 50%. Setelah pelebaran arteri renalis, aliran darah ke aorta akan bertambah, dan perlu dilihat apakah ada diseksi pada dinding vaskuler atau apakah ada filling defect yang menunjukkan kemungkinan thrombus. Aliran darah ke cabang dari arteri renalis harus baik, dengan penyangatan parenkim yang baik.1

Untuk teknik PTRA dengan pemasangan stent, stent

dipasang dengan memberi tekanan negatif pada balon dan kemudian diinflasikan dengan menginjeksikan campuran kontras dan saline melalui device inflasi. Stent diinflasikan untuk beberapa detik pada tekanan 5-10 bars. Balon kemudian dikempeskan dan ditarik sedangkan stent tetap pada lesi. (Gambar 4)

(7)

Evaluasi

Secara teknis, keluaran terapi PTRA yang berhasil adalah: (1) batas minimal sisa diameter stenosis < 30% yang diukur pada titik tersempit dari lumen vaskuler dan gradient tekanan kurang dari threshold untuk intervensi, atau gradient sistolik < 10 mmHg, (2) Lesi bifurcatio awal tidak dimasukkan pada analisa ini.2,13

Secara klinis, hipertensi renovaskuler atau ischemia dianggap sembuh bila tekanan darah kembali di bawah 140/90 mmHg dan pasien tidak lagi meminum obat anti hipertensi. Untuk insufisiensi renal, dikatakan sembuh bila eGFR kembali pada tingkat normal. Sedangkan hasil tindakan dikatakan partial response jika terdapat pengurangan tekanan darah sistolik atau diastolic 10 mmHg, atau tekanan darah tetap stabil bila obat anti hipertensi dikurangi setelah dilakukan tindakan intervensi. Renal insufisiensi dikatakan mengalami partial response bila eGFR mengalami perbaikan atau stabilisasi.2,13

Tidak ada standar yang jelas untuk follow-up rutin setelah pemasangan stent pada arteri renalis. Kebanyakan ahli radiologi intervensi menggunakan RADUS (Renal Artery

Duplex Ultrasonography) untuk evaluasi. Menurut guideline

dari AU (Appropriate Use) untuk ultrasonografi vaskuler perifer menyarankan ultrasonografi dilakukan 1 bulan setelah tindakan.

Komplikasi

Komplikasi pada Percutaneus Renal Revascularization

dibagi menjadi komplikasi mayor dan komplikasi minor. Pasien yang mengalami komplikasi mayor memerlukan penanganan di rumah sakit, peningkatan penanganan, bertambah lamanya waktu rawat inap, sequele yang permanen sampai kematian. Komplikasi minor tidak menyebabkan sequele, komplikasi ini mungkin memerlukan rawat inap untuk observasi, biasanya 1 hari saja.

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah hematoma pada regio iliaca dan trauma pada tempat puncture, dengan laporan sebanyak 3-5%. Selain itu, komplikasi mayor yang paling banyak terjadi adalah perburukan dari fungsi ginjal (4%), oklusi pada arteri renalis (2-3%), infark segmental (1-2%), kebutuhan untuk intervensi bedah seperti nefrektomi (2%) dan kematian (1%). 2,13

Gambar 6. Diseksi aorta bagian distal setelah pemasangan stent dari arteri renalis kiri.21

Diskusi

Walaupun PTRA dianggap sebagai pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi tak terkontrol dan fibromuscular

dysplasia, metode ini kurang begitu efektif untuk pasien

dengan SAR aterosklerotik, dikarenakan kakunya lesi SAR serta potensinya untuk menimbulkan diseksi arteri. Dibandingkan dengan fibromuscular dysplasia, pasien dengan SAR aterosklerotik memiliki angka survival yang lebih rendah dan patensi pembuluh darahnya kurang baik. Pasien dengan SAR saja tanpa kelainan hipertensi dapat mendapatkan keuntungan dari revaskularisasi untuk mencegah hilangnya bagian ginjal yang berfungsi baik.

PTRA konvensional (Percutaneus Transluminal Renal

Angioplasti) dianggap sebagai terapi pilihan untuk pasien

dengan hipertensi yang tidak terkontrol dan FMD. Prosedur ini sukses pada 82-100% pasien, dan stenosis kembali muncul pada 10-11 % pasien. Metode ini kurang efektif untuk SAR aterosklerotik, karena potensi untuk diseksi dan elastic

recoil pada lesi ostial, dengan insidensi restenosis 10-47%.

Penggunaan stenting meningkatkan efektivitas dari teknik endovaskuler dengan kesuksesan 94-100%, residual diameter stenosis < 10%, dan angka terjadinya re-stenosis 11-23% dalam jangka waktu 1 tahun. Dibandingkan dengan teknik revaskularisasi arteri renalis dengan bedah, PTRA lebih dipilih dikarenakan tidak invasif, dengan lama rawat inap yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang lebih rendah.2

Menurut Daloul dan Morrison (2016), terdapat dua kriteria yang harus ditemukan sehingga kita dapat merekomendasikan stenting endovascular pada pasien dengan SAR aterosklerosis. Kriteria pertama adalah adanya presentasi klinis yang disebabkan SAR aterosklerosis, yaitu hpertensi maligna atau hipertensi akselerasi dengan atau tanpa gagal ginjal akut pada pasien dengan tekanan darah yang sebelumnya terkontrol. Keberadaan hipertensi maligna ini kemungkinan besar disebabkan oleh iskemik ginjal akut yang berat, yang mungkin disebabkan oleh diseksi arteri renalis atau rupture plak. Selain itu perburukan akut pada pasien yang sebelumnya tekanan darahnya stabil tanpa

(8)

ada penjelasan yang cukup, serta penurunan fungsi ginjal yang cepat (penurunan eGFR (Glomerular Filtration Rate) > 30% dalam waktu ≤ 3 bulan pada pasien yang sebelumnya mengalami penyakit ginjal dengan progresi lambat atau stabil, serta adanya flash pulmonary edema (FPE) rekuren (sindroma Pickering) pada pasien SAR aterosklerotik. Kriteria kedua adalah lesi fungsional yang ditunjukkan dengan ultrasonografi Doppler ginjal. Kedua kriteria ini dapat menjadi acuan kapan dilakukan tindakan intervensi pada pasien dengan SAR aterosklerotik.21

KESIMPULAN

Stenosis arteri renalis (SAR) sebagai penyakit renovaskuler merupakan penyebab penting dari hipertensi sekunder dan insufisiensi renal yang progresif dengan etiologi utamanya adalah aterosklerosis dan fibromuscular dysplasia. Secara garis besar, SAR dapat ditangani dengan dua metode, yaitu terapi obat dan revaskularisasi arteri renalis.Terdapat dua jenis teknik revaskularisasi arteri renalis, yaitu dengan metode bedah dan dengan metode radiologi intervensi. Revaskularisasi renal dengan angioplasti sering juga disebut

conventional PTRA (Percutaneus Transluminal Renal Angioplasti)

tanpa atau dengan stenting.

PTRA dianggap lebih baik dibandingkan dengan teknik revaskularisasi arteri renalis dengan bedah untuk penanganan SAR. PTRA dianggap sebagai terapi pilihan untuk pasien dengan hipertensi tak terkontrol dan fibromuscular dysplasia, namun kurang efektif untuk pasien dengan SAR aterosklerotik. Dikarenakan pentingnya tindakan PTRA sebagai salah satu terapi alternative SAR, seorang dokter radiologi sebaiknya memahami teknik PTRA sebagai salah satu tindakan radiologi intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pus Data dan Inf Kementeri Kesehat RI [Internet]. 2014;1–8. Available from: http://www.depkes.go.id/download. php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-jantung.pdf

2. American College of Radiology. Acr – Sir Practice Guideline for the Performance of Angiography , Angioplasti , and

Stenting for the Diagnosis and Treatment of Renal Artery

Stenosis in Adults. 2009;1076(Revised 2008):1–21.

3. Vashist A, Heller EN, Brown EJ, Alhaddad IA. Renal artery stenosis: A cardiovascular perspective. Am Heart J. 2002;143(4):559–64.

[Internet]. 2009;6(3):176–90. Available from: http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19234498

5. Granata A, Fiorini F, Andrulli S, Logias F, Gallieni M, Romano G, et al. Doppler ultrasound and renal artery stenosis: An overview. J Ultrasound. 2009;12(4):133–43.

6. Dubel GJ, Murphy TP. The role of percutaneous revascularization for renal artery stenosis. Vasc Med [Internet]. 2008;13(2):141–56. Available from: http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18593803

7. Dubel GJ, Murphy TP. The role of percutaneous revascularization for renal artery stenosis. Vasc Med [Internet]. 2008;13(2):141–56. Available from: http://www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18593803

8. Baumgartner I, Lerman LO. Renovascular hypertension: Screening and modern management. Eur Heart J. 2011;32(13):1590–8.

9. Cheuck L. Kidney Anatomy. [Internet]. 2013 Oct [cited 2017 May 12]. Available from: http:// http://emedicine. medscape.com/article/1948775-overview

10. Olin JW, Gornik HL, Bacharach JM, Biller J, Fine LJ, Gray BH, et al. Fibromuscular dysplasia: State of the science and critical unanswered questions: A scientific statement from the American Heart Association. Vol. 129, Circulation. 2014. 1048-1078 p.

11. Lao D, Parasher PS, Cho KC, Yeghiazarians Y. Atherosclerotic renal artery stenosis--diagnosis and treatment. Mayo Clin Proc [Internet]. 2011;86(7):649–57. Available from: http://www.mayoclinicproceedings.org/article/ S0025619611600700/fulltext

12. Safian R. Renal artery stenosis. Nejm. 2001;344(6):431–42. 13. Granata A, Fiorini F, Andrulli S, Logias F, Gallieni M, Romano

G, et al. Doppler ultrasound and renal artery stenosis: An overview. J Ultrasound. 2009;12(4):133–43.

14. Singh VN. Renal Artery Angioplasti . [Internet]. 2016 Jun [cited 2017 May 17]. Available from: http://emedicine. medscape.com/article/1817671-overview

15. Martin LG, Rundback JH, Wallace MJ, Cardella JF, Angle JF, Kundu S, et al. Quality Improvement Guidelines for Angiography, Angioplasti, and Stent Placement for the Diagnosis and Treatment of Renal Artery Stenosis in Adults. J Vasc Interv Radiol [Internet]. 2010;21(4):421–30. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/ j.jvir.2009.12.391

16. Parikh SA, Shishehbor MH, Gray BH, White CJ, Jaff MR. SCAI expert consensus statement for renal artery

stenting appropriate use. Catheter Cardiovasc Interv.

2014;84(7):1163–71.

17. University of Washington Medical Center. [Internet]. 2006 March [cited 2017 May 18]. Available from: http://www. uwmedicine.org/services/radiology/documents/Articles/ Renal-Angiogram.pdf

(9)

Angiographic catheters: a comprehensive review for the interventionalist in-training. [Internet]. 2006 March [cited 2017 May 18]. Available from: http://www.ciraweb.org/ uploads/files/pdf/angio-catheters.pdf

20. Parikh SA, Shishehbor MH, Gray BH, White CJ, Jaff MR. SCAI expert consensus statement for renal artery

stenting appropriate use. Catheter Cardiovasc Interv.

2014;84(7):1163–71.

21. Daloul R, Morrison AR. Approach to atherosclerotic renovascular disease: 2016. Clin Kidney J. 2016;9(5):713– 21.

Gambar

Gambar 1. Gambaran arteriografi pada multifocal fibromuscular  dysplasia pada distal arteri carotis interna (A) dan renalis (B)  berdasarkan klasifikasi American Heart Association
Gambar 2. Angiogram ginjal. (Gambar Kiri) Stenosis ostial arteri renalis kanan yang berat
Gambar 3. Teknik Seldinger untuk memasukkan catheter pada angiografi dan PTRA.  23
Gambar 5. Tahapan PTRA dengan pengembangan balon dan pemasangan stent.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Diagram blok perancangan perangkat keras antara mikrokontroler ATmega8 pada alat pengontrol suhu pengomposan dengan menggunakan sensor suhu LM35 dapat dilihat pada

1. Strategi Komunikasi Kepemimpinan Dinas Perhubungan Gayo Lues Sebelum melakukan penelitian, peneliti melaksanakan observasi terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi

Memiliki pengetahuan sistem informasi manajemen rumah sakit, rekam medik, manajemen rumah sakit, manajemen sumber daya aparatur/kepegawaian, manajemen pemerintahan, manajemen

Untuk magnetisasi daTitipe-P maka pactasalah satu lapisan tipis teIjadi pembalikan maIDenmagnetik sehingga akan timbul dinding tetapi kemudian lenyap apabila maIDenmagnetik

Dengan basis eksperimen fraud yang telah disebutkan, maka pada pengerjaan Tugas Akhir ini penulis mencoba melakukan implementasi penggunaan metode Model Markov

Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip kualitas asuhan

Penelitian yang dilakukan adalah eksperimen laboratoris dengan menggunakan Control Group Post Test Design yaitu rancangan yang digunakan untuk mengukur efek paparan asap

didukung oleh karena aktif di NU sehingga dekat dengan tokoh-tokoh PKB. Petani yang memilih brdasarkan religi disebabkan karena masih memegang teguh petuah dari kyai