• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bedah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bedah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

APENDISITIS

APENDISITIS

Definisi Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks veriformis. Apendisitis akut Apendisitis adalah peradangan pada apendiks veriformis. Apendisitis akut merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen.

abdomen.

Anatomi Anatomi

Gambar 1 Anatomi apendiks

Gambar 1 Anatomi apendiks

Apendiks adalah organ yang berbentuk tabung, memiliki panjang yang berkisar Apendiks adalah organ yang berbentuk tabung, memiliki panjang yang berkisar 10 cm dan berpangkal di sekum. Lumen sempit pada bagian proksimal dan melebar 10 cm dan berpangkal di sekum. Lumen sempit pada bagian proksimal dan melebar  pada bagian

 pada bagian distal. Sedistal. Secara histcara histologi, kelenjar ologi, kelenjar submukosa dan submukosa dan mukosa dipisahkan mukosa dipisahkan daridari lamina muskularis. Diantaranya terdapat pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian lamina muskularis. Diantaranya terdapat pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian luar dari apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar luar dari apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Apabila letak dari apendiks adalah retrosekal, yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Apabila letak dari apendiks adalah retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.

maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.

Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Sehingga dapat dikatakan nyeri visceral pada apendisitis bermula dari n. torakalis X. Sehingga dapat dikatakan nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

di sekitar umbilikus.

Pendarahan dari apendiks berasal dari a. apendikularis, apabila arteri ini Pendarahan dari apendiks berasal dari a. apendikularis, apabila arteri ini tersumbat, apendiks akan mengalami gangren.

(2)

Apendiks tiap hari menghasilkan lendir 1-2 ml per harinya dan dicurahkan ke Apendiks tiap hari menghasilkan lendir 1-2 ml per harinya dan dicurahkan ke dalam lumen kemudian ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan dalam lumen kemudian ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan dalam patogenesis apendisitis. Imunoglobulin yang terdapat pada sepanjang saluran dalam patogenesis apendisitis. Imunoglobulin yang terdapat pada sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA yang berperan penting sebagai pelindung cerna termasuk apendiks adalah IgA yang berperan penting sebagai pelindung terhadap infeksi.

terhadap infeksi.

Klasifikasi Klasifikasi

Klasifikasi dari apendisitis akut mencakup : Klasifikasi dari apendisitis akut mencakup :

1.

1. Apendisitis akut fokalis/segmentalisApendisitis akut fokalis/segmentalis

Apendisitis yang setelah sembuh akan menimbulkan striktur lokal Apendisitis yang setelah sembuh akan menimbulkan striktur lokal 2.

2. Apendisitis purulenta difusiApendisitis purulenta difusi

Dimana apendisitis yang sudah bertumpuk nanah Dimana apendisitis yang sudah bertumpuk nanah Sedangkan apendisitis kronik mencakup :

Sedangkan apendisitis kronik mencakup : 1.

1. Apendisitis kronis fokalis/parsialApendisitis kronis fokalis/parsial

Apendisitis yang setelah sembuh akan timbul striktur lokal Apendisitis yang setelah sembuh akan timbul striktur lokal 2.

2. Apendisitis kronis obliteritivaApendisitis kronis obliteritiva

Apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua Apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua Etiologi

Etiologi

Yang menyebabkan terjadinya apendisitis akut adalah infeksi bakteri. Faktor Yang menyebabkan terjadinya apendisitis akut adalah infeksi bakteri. Faktor lain yang merupakan faktor pencetus adalah sumbatan lumen apendiks, hiperplasia lain yang merupakan faktor pencetus adalah sumbatan lumen apendiks, hiperplasia  jaringan

 jaringan limfe, limfe, fekalit, fekalit, tumor tumor apendiks, apendiks, dan dan cacing cacing askariasis. askariasis. Bisa Bisa juga juga disebabkandisebabkan oleh erosi mukosa apendiks karena parasit seperti

oleh erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica E. histolytica..

Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrophil yang ditemukan di Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrophil yang ditemukan di seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa mengalami seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa mengalami  bendungan

 bendungan dan dan sering sering terdapat terdapat infiltrat infiltrat neutrofilik neutrofilik perivaskular perivaskular ringan. ringan. ReaksiReaksi  peradangan

 peradangan merubah merubah serosa serosa menjadi menjadi membran membran merah, merah, dan dan granular. granular. Ini Ini merupakanmerupakan tanda dari apendisitis akut dini. Sedangkan kriteria histologi untuk mendiagnosis tanda dari apendisitis akut dini. Sedangkan kriteria histologi untuk mendiagnosis apendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan apendisitis akut adalah infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga terdapat dalam mukosa.

ulserasi juga terdapat dalam mukosa.

Patofisiologi Patofisiologi

Terjadinya obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat Terjadinya obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat (fekalith). Pada stadium awal, terjadi inflamasi mukosa kemudian berlanjut ke (fekalith). Pada stadium awal, terjadi inflamasi mukosa kemudian berlanjut ke

(3)

submukosa dan melibatkan lapisan muscular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulen terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa  permukaan peritoneal yang bersebelahan seperti usus/dinding abdomen, sehingga menyebabkan peritonitis lokal. Mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang menjadi distensi dengan pus. Sehingga arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Apabila  perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi.

Gambaran Klinis

Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini juga disertai mual dan kadang ada muntah. Nafsu makan menurun. Dan dalam beberapa jam nyeri akan  berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Hal ini dapat mempermudah terjadinya konstipasi

Apabila apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda rangsangan  peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat  berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat,  pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

Diagnosis

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah

(4)

terjadi perforasi.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan  penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.

Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:

• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum.  Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.  Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

• Rovsing sign (+).  Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang  berlawanan.

• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh  peradangan yang terjadi pada apendiks.

• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hypogastrium

Untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan Alvarado’s score : Skor Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

(5)

 Nyeri di fossa iliaka kanan 2

 Nyeri lepas 1

Peningkatan temperature (>37,5 C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 10 /L 2

 Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Total 10

1 –  4  probable lakukan observasi

5 - 6  possible  lakukan pemberian antibiotic ≥ 7  apendisitis akut lakukan pembedahan

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya  berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan

dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET.

Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu ( Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran didalam lumen usus  buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dalam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis.

Tatalaksana

Cara yang paling baik untuk mengatasinya dalah dengan appendektomi. Dengan cara pasien dipersiapkan denga puasa 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan  pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan

dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks. Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.

(6)

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan  juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks.

Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih  baik.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa  perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus. Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.

Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa  penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah

terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya  penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.

Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara  benar.

(7)

HERNIA

Definisi

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau  bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal tertutup. Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu celah atau lubang keluar di bawah kulit atau menuju rongga lain, dapat kongenital ataupun aquisita.

Hernia inguinalis terbagi menjadi 2 yaitu hernia inguinalis indirek dan hernia inguinalis direk. Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis. Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hesselbach.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah ketidak normalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun aquisita

Anatomi

Gambar 2 Anatomi usus halus

Usus halus

Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentangdari sphincter  pylorus ke katup ileocecal. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan usus penyerapan

(8)

(ileum) 2-4 m.

1). Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua  belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale

dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. 2). Usus Kosong (jejunum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

3). Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem  pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu

Usus besar

(9)

Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata panjangnya 1,5 m dan lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix berada pada bagian distal dari cecum. Colon terbagi menjadicolon ascending, colon transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternal  pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.

Klasifikasi

Berdasarkan sifatnya : 1) Hernia reponibel

Yaitu isi hernia masih dapat dikembalikan ke kavum abdominalis lagi tanpa operasi.

2) Hernia ireponibel

Yaitu isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. 3) Hernia akreta

Yaitu perlengketan isi kantong pada peritonium kantong hernia. 4) Hernia inkarserata

Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Berdasarkan isinya :

1) Hernia adiposa

Adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan lemak. 2) Hernia litter

Adalah hernia inkarserata atau strangulata yang sebagian dinding ususnya saja yang terjepit di dalam cincin hernia.

3) Slinding hernia

Adalah hernia yang isi hernianya menjadi sebagian dari dinding kantong hernia.

Etiologi

Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan, mengangkat benda berat atau menangis.

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali congenital atau karena sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan

(10)

isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati  pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.

Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%). Bertambahnya umur menjadi faktor risiko, dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.

Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis karena kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis.

Patofisiologi

Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat  benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki- laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.

Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga

(11)

 perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus yaitu  perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat

dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah

Gejala klinis

Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang  pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada

kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar.

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang muncul  pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai  penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus

(12)

eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol dari  perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis  berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis. Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang  jelas di sebelah cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus.

Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.

Tatalaksana

1. Pengobatan konservatif

Terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau  penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anak-anak, reposisi spontan lebih sering (karena cincin hernia yang lebih elastis). Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pemakaian bantalan  penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai seumur hidup. Namun, cara yang sudah  berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya

cara seperti ini tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan, sedangkan strangulasi tetap mengancam.

2. Pengobatan operatif

Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operatif hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan  pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat

(13)

setinggi mungkin lalu dipotong.

Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis. Hernioplastik lebih  penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Hernia  bilateral pada orang dewasa, dianjurkan melakukan operasi dalam satu tahap kecuali  jika ada kontra indikasi. Begitu juga pada anak-anak dan bayi, operasi hernia bilateral

dilakukan dalam satu tahap, terutama pada hernia inguinalis sinistra.

Komplikasi

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong, pada hernia ireponibel ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitonial. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku, lebih sering terjadi jepitan  parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di

dalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritonium, seperti huruf “W”.

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan  jepitan pada cincin hernia makin bertambah, sehingga akhirnya peredaran darah  jaringan terganggu. Isi hernia terjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat  berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan dengan rongga perut.

Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal.

(14)

kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai tanda  peritonitis atau abses local. Hernia strangulata merupakan keadaan gawat darurat.

Oleh karena itu, perlu mendapat pertolongan segera.

STRUMA

Definisi

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena  pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid, kelainan in dapat berupa

(15)

gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan  pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Selain itu juga fungsi kelenjar tiroid dapat pula terganggu.

Anatomi

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua  bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong  berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.

Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan  pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi

(16)

 panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa, merangsang pertumbuhan somatis dan  berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematanganneurologik timbul pada saat lahir dan bayi

Klasifikasi

1. Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasarkan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Eutiroidisme

Adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini  biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi

secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.  b. Hipotiroidisme

Adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat  pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang  beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. Gambar penderitahipotiroidisme dapat terlihat di  bawah ini.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adan ya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang  berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa  berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak

(17)

teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

2. Berdasarkan klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai  berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Penggunaan istilah diffusa dan nodusa menunjukan kepada perubahan  bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain jika tidak diberikan tindakan medis. Nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena  jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),  bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama  berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,

mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan  pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukan. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.b. Struma Non Toksik Struma non toksik dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non

toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka  pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada

(18)

saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas),  biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

Untuk nodul tunggal tiroid yang bukan oleh karena keganasan dilakukan tindakan isthmolobektomi, sedangkan pada multinodular dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi atau near total tiroidektomi, tapi para Ahli Bedah Endokrin menganjurkan total tiroidektomi.

Diagnosis

1. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH  plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal  pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan  pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

2. Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

(19)

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

4. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan  preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpertasi oleh ahli

sitologi.

Tatalaksana 1. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada penderita hipertiroid : a. Kekambuhan setelah terapi yang adekuat

 b. Hipertiroid yang hebat dengan kelenjar tiroid sangat besar c. Hipertiroid yang sulit dikontrol dengan obat anti tiroid d. Bila kadar T4 >70 p mol/L

Total atau near total thyroidectomy dianjurkan dilakukan untuk penderita kanker tiroid dengan ukuran tumor > 1-1,5cm, ada nodul tiroid kontralateral, ada metastasis regional atau metastasis jauh, riwayat kanker tiroid dalam keluarga atau ada riwayat radiasi di derah kepala leher. Karena hampir 20-90% kanker tiroid tipe  papiller dan Hurthle cell cancer ditemukan ada metastasis ke kelenjar regional, maka central compartment neck dissection  perlu dipertimbangkan pada penderita sejenis ini8.

Pada pasien PTC dan FTC yang dilakukan total thyroidectomy harus dilakukan ablasi dengan I 131, tujuannya untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid yang masih ada. Ablasi tiroid berguna untuk mengurangi kemungkinan rekurensi lokoregional,  juga berguna untuk pengawasan jangka panjang pasien dengan pemeriksaan whole- body iodine scans dan pemeriksaan thyroglobulin2. Kadar Tg yang tinggi pasca operasi menunjukkan bahwa masih ada sisa sel kanker dalam tubuh yang mungkin tidak terdeteksi oleh pemeriksaan I131 atau pemeriksaan konvensional lainnya15.

(20)

Penelitian menunjukkan bahwa makin banyak jaringan tiroid yang tersisa pasca operasi, makin jelek untuk prognosis penderita15.

Pada penderita FTC dengan widely invasive harus dilakukan total thyroidectomy tanpa dilakukan diseksi kelenjar karena tipe ini cenderung metastasis secara hematogen, sedang untuk FTC dengan minimally invasive maka lobektomi tiroid saja sudah dianggap cukup2. Terapi standar untuk penderita PTC yang mengalami rekurensi di leher adalah operasi kemudian diberi terapi tambahan dengan RAI (Radioactive Iodine) dan selanjutnya diteruskan dengan terapi supresi TSH1,2.

Untuk penderita kanker tiroid pasca operasi perlu diberikan terapi supresi TSH dengan pemberian Thyroxine, pada awalnya dianjurkan kadar TSH mencapai < 0,1 mU/L, untuk penderita dengan resiko rendah, apabila setelah 1 tahun tidak ada tanda rekurensi maka kadar thyroxine bisa diturunkan dan kadar TSH dipertahankan terus  pada kisaran 0,1 mU/L selama 3-5 tahun setelah remisi dicapai; tapi ATA

menganjurkan di pertahankan 5-10 tahun15. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa pasien yang diberikan terapi thyroxine dengan dosis supresif menunjukkan angka rekurensi yang jauh lebih rendah15. Terapi supresi TSH bukan hanya perlu untuk menggantikan fungsi tiroid tetapi juga berperan untuk mencegah rekurensi kanker dan metastasis. TSH perlu ditekan karena pada permukaan sel tiroid terdapat reseptor TSH yang dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan sel, baik sel normal maupun sel kanker 8.

Peranan operasi untuk ATC masih kontroversi dan sudah diketahui bahwa operasisendiri tidak mampu mengubah perjalanan penyakit ini7. Junor dkk melaporkan bahwa penderita ATC yang dilakukan total atau partial thyroidectomy kemudian diberikan EBRT dapat memperpanjang survival penderita dibandingkan dengan penderita yang hanya dilakukan biopsi saja

2. Radioterapi

Radioterapi dalam hal ini adalah Radioactive Iodine, External Bean Radio therapy (EBRT) atau keduanya mempunyai peranan dalam meningkatkan survival  pada pasien yang tumornya tidak bersih diangkat.

Radioactive iodine therapy  juga berperan menurunkan angka kematian pada  penderita yang mengalami metastasis jauh18. Peranan radioterapi adjuvan untuk pasca operasi kanker tiroid (WTC) masih diperdebatkan dan menurut Lin, Tsang dkk. Radioterapi adjuvant tidak memperbaiki survival penderita usia >45 tahun dan stadium lanjut. Survival penderita stadium 3 yang diberikan radioterapi tambahan

(21)

tidak lebih baik dari penderita stadium 3 yang tidak diberikan radioterapi19. Walaupun radioterapi terbukti bisa mengecilkan tumor pada penderita PTC dan FTC tetapi tidak memperbaiki survival penderita19.

Radioiodine ablation yang bertujuan untuk menghancurkan sisa tiroid biasanya dilakukan 1 sampai 3 bulan pasca operasi, tindakan ini dapat menurunkan resiko rekurensi dan kematian pada kelompok penderita resiko tinggi. Ablasi tiroid ini tidak  bermanfaat untuk kelompok penderita resiko rendah dan tidak dianjurkan untuk  penderita yang tidak dilakukan total atau near total thyroidectomy.

3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini  bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu

untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah  propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

Gambar

Gambar 1 Anatomi apendiksGambar 1 Anatomi apendiks
Gambar 2 Anatomi usus halus
Gambar 3 Anatomi usus besar

Referensi

Dokumen terkait

Dari hal tersebut penulis ingin menganalisis waktu tunggu konsumen dalam mendapatkan pesanan di outlet Bakul Ma’Ecot karena owner mengatakan sering terjadi

Dengan adanya kesepakatan bersama negara-negara anggota ASEAN dalam menerapkan kebijakan ASEAN Single Aviation Market, dilihat bagi Indonesia merupakan suatu potensi ancaman

membukukan nilai kontrak baru senilai Rp4,6 triliun hingga akhir Maret 2021, naik 85,48% dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu se- nilai Rp2,48 triliun.. 

Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus II, selanjutnya diadakan refeleksi atas semua kegiatan yang telah dilakukan berdasarkan pengematan atau temuan dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) kontribusi semangat latihan dasar disiplin korps terhadap disiplin, 2) kontribusi semangat latihan dasar disiplin korps terhadap

Sedangkan apabila dalam cairan intrasel terdapat penambahan hasil metabolisme yang bersifat basa, maka akan bereaksi dengan ion. dihidrogen fosfat sehingga menghasilkan

Kajian ini telah mengenalpasti antara masalah utama yang dihadapi oleh sektor perindustrian di negara ini ialah terlalu bergantung kepada

Sistem Memebelok ( Deflaksi ).. Terdiri dari sepasang pelat pembelok horizontal, dan sepasang pelat pembelok vertical. System ini membelokkan bekas pada electron dan