• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR HERNIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR HERNIA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

HERNIA

A. Pengertian

Hernia adalah merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo apeneurotik dinding perut ( R. Sjamsuhidayat, 2004).

Hernia adalah proporsi abdnormal organ jaringan atau bagian organ melalui stuktur yang secara normal berisi bagian ini. Hernia paling sering terjadi pada rongga abdomen sebagai akibat dari kelemahan muskular abdomen konginental atau didapat (Monika Ester, 2004).

Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat ( Barbara C Long, Hal 246).

Hernia Inguinalis adalah visera menonjol ke dalam kanal inguinal pada titik di mana tali spermatik muncul pada pria,dan di sekitar ligamen wanita (Monika E.2002).

(2)

Hernia Inguinalis Indirek disebut hernia Inguinalis Lateralis yaitu hernia yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrik inferior, kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis ( Jong 2004:527).

Hernia Skrotalis adalah hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk dari anulus ke dalam kanalis dan jika panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternum dan sampai ke skrotum

( R. Sjamsuhidayat, 2004).

Hernia Umbilikalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah pusat (Monika Ester, 2000).

Jadi dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan dari isi perut dalam rongga abnormal melalui lubang yang kongenital ataupun didapat.

(3)

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1

(4)

Gambar 2

(5)

a. Usus halus ( Intestinum Minor)

Adalah sebagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada

pylorus dan berakhir pada seikum, panjangnya kurang lebih 6 meter.

Lapisan usus halus terdiri dari: Lapisa mukosa ( sebelah dalam), lapisan otot memanjang (m. Longitudinal) dan lapisan serosa sebelah luar).

Intestinum minor terdiri dari :

1) Duodenum ( usus 12 jari )

Panjang ±25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri. Pada

(6)

papila veteri ini bermuara saluran empedu (duktus koledukus ) dan

saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).

2) Yeyenum dan ileum

Mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.

Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini

terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini.

Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas, melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus.

(7)

Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.

a. Intestinium Mayor ( Usus besar )

Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar,lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :

1). Seikum

Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.

2). Kolon asendens

Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini disebut Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.

(8)

Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum. Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan masih dapat di lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum.

4). Kolon transversum

Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.

5). Kolon desendens

Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.

6). Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum.

(9)

1. Fisologi

a. Usus Halus

Fungsi usus halus adalah mengangkut kimus dari lambung ke usus besar, menyelesaikan pencernaan dengan enzim yang berasal dari dinding dan kelenjar lain,menyerap hasil akhir pencernaan kedalam darah dan limfe, dan mengerahkan hormon tertentu. Agar dapat melaksanakan semua itu, usus halus harus mempeluas permukaan mukosanya, antara lain dengan plica sirkularis kerckring, vitus dan kriptus mikrovili. Bahkan makanan yang ada didalam lumen usus halus mendapat tambahan sekret dari banyak kelenjar . yaitu kelejar intestinal atau kriptus, lieberkuhn, kelenjar submokosa dari duodenum. Kelenjar yang letaknya di luar saluran cerna, tetapi menyalurkan sekretnya ke dalam lumen duodenum, yaitu hati ( hepar) dan pankreas.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum) yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui

(10)

halus. Jika penuh duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkat zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir( yang melumasi isi usus) dan air ( yang membantu melarutkan pencahan-pencahan makanan yang di cerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.

b. Usus Besar

Salah satu fungsi usus besar adalah mengabsorbsi cairan. Fungsi lain adalah mensekresi mucus ( lendir) yang berfungsi sebagai pelumas. Pelumas ini menjadi lebih penting karena cairan di absorbsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak mukosa menjadi lebih besar.

Usus besar terdiri dari:

a. kolon asendens ( kanan)

b. kolon transversum

c. kolon desendens ( kiri)

(11)

Banyak bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi membuat zat-zat penting seperti vitamin k, bakteri ini penting untuk fungsional dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air dan terjadi diare.

Beberapa sifat khas otot polos pada usus adalah sebagai berikut:

1). Sensitium fungsional, yang berarti bahwa potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya di hantarkan dari serabut ke serabut.

2). Kontraksi otot intestinalis, otot polos saluran pencernaan menunjukkan kontraksi tonik dan kontraksi ritmik, kontraksi tonik bersifat kontinue. Springter pylorus, ileosekalis dan analis semuanya membantu

pergerakan makanan dalam usus. Kontraksi ritmik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran pencernaan , seperti percampuran makanan atau dorongan peristaltik makanan. Pleksus mieterikus terutama mengatur gerakan gastrointestinalis sedangkan

(12)

pleksus submukosa penting dalam mengatur sekresi dan juga melakukan melakukan banyak fungsi serosis, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus dari reseptor regangan dalam dinding usus.

Jenis pergerakan pada saluran pancernaan :

(1) gerak mencampur yang membuat isi usus terus- menerus tercampur setiap saat dan (2) garakan propulsive/mendorong yang menyebabkan makanan bergerak ke depan sepanjang saluran pencernaan dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi (Tambayong, 2000).

C. Etiologi/ Predisposisi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly konginental atau karena sebab yang di dapat. Hernia dapat di jumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia. Pada hernia anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan

(13)

isi hernia. Selain itu juga diperlukan faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernis inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.

Obilikus internus abdominalis yang menutup anulus inguinalis internus ketika

berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum

hasseibach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini dapat menyebabkan terjadilah hernia.

Faktor secara konginental adalah adanya proseus vaginalis yang terbuka, dan secara yang di dapat adalah peningkatan tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.

Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan ansietas disertai hernia inguinalis.

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus

internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan

kanalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan

(14)

D. Patofisiologi

Secara patofisiologi peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong anulus inguinalis internus terdesak. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena yang didapat faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Lebih banyak pada laki- laki dari pada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada Anulus Internus yang cukup besar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis, kelemahan dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan inguinalis.

Tanda dan gejala klinis dapat ditentukan oleh keadaan isi hernia, pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan dilipat paha yang muncul pada saat bediri, batuk, bersin atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri biasanya dirasakan di epigastium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan pada mesrentium sewaktu, satu segmen usus halus

(15)

masuk kedalam kantung hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarsesari karena ileus atau strangulasi karena nekrosis ( R. Sjamsuhidayat,2004).

Bila isi kantong hernia dapat di pindahkan ke rongga abdomen dengan manipulasi hernia disebut redusibel. Hernia irredusibel dan hernia inkarserta adalah hernia yang tidak dapat dipindahkan atau dikurangi dengan manipulasi. Nyeri akan terasa jika cincin hernia terjepit, jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi transudat berupa cairan serosangoinus, ini adalah kedaruratan bedah karena usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangrene.

Pada hernia redusibel dilakukan tindakan bedah elektif karena ditakutkan terjadi komplikasi ( Sjamsuhidayat, 2004).

E. Manifestasi Klinik

1. Benjolan pada regio iunginale, di atas ligamentum inguinal, yang mengecil bila pasien berbaring.

2. Bila pasien mengejan atau batuk, mengangkat berat, maka benjolan hernia akan bertambah besar.

3. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.

(16)

4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta sakit diatasnya menjadi merah dan panas.

5. Pada laki-laki isi henia dapat mengisi skrotum ( Sjamsuhidayat, 2004; Arif Mansjoer, 2000).

F. Penatalaksanaan

Pada hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. Sebaliknya bila telah terjadi proses stranglasi tindakan bedah harus dilakukan tindakan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus.

Prinsip terapi operasi pada inguinalis:

Untuk memperoleh keberhasilah maka faktor yang menimbulkan terjadinya hernia harus dicari dan diperbaiki( batuk kronis, prostat, tumor, asites, dan lain-lain) dan defek yang ada direkonstruksi dan diaproksinasi tanpa tegangan.

1. Kasus hernia indirek harus diisolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan diligasi. Pada bayi dan anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal

(17)

normal, repair hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan cincin keukuran yang semestinya. Pada kebanyakan pada orang dewasa, dasar inguinal juga harus direkontruksi cincin inguinal juga dikecilkan. Pada wanita cincin inguinal dapat ditutup total untuk mencegah rekurenasi dari tempat yang sama.

2. Hernia rekuren yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya menunjukkan adanya repair yang tidk adekuat. Sedangkan rekuren yang terjadi setelah dua atau lebih cenderung disebabkan oleh timbulnya kelemahan yang progresif pada fasia rekurensi terulang setelah repair berhati-hati yang dilakukan oleh seorang ahli menunjukkan adanya defek dalam sintesis kolagen.

Tindakan pada hernia adalah herniorafi. Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat, dan dilakukan Basini plasty. Atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

Pada bedah darurat, prinsipnya hampir sama dengan bedah elektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus halus dilihat vital atau tidak. Bila vital dikembalikan kerongga perut, bila tidak vital dilakukan reseksi dan anastomosis end to end. Untuk fasilitas dan keahlian terbatas, setelah cincin hernia dipotong dan usus dinyatakan vital langsung di tutup kulit dan dirujuk ke rumah sakit ( Sjamsulhidayat,2004).

(18)

G. Komplikasi

1. Terjadi pelekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasuki kembali, keadaan ini disebut hernia irrepponsibilis. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan irreponsibel adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan irreponsibel dari pada usus halus.

2. Terjadi tekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk, keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular ( proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata.

Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah dan pasien menjadi gelisah ( Arif Mansyoer, 2000).

H. Pengkajian Fokus

Data dasar pengkajian menurut Dongoes ( 2000:320)

(19)

Gejala:

a. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk mengemudi dalam waktu yang lama.

b. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.

c. Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.

Tanda:

a. Atrofi otot pada bagian tubuh terkena

b. Gangguan dalam berjalan

2. Eliminasi

Gejala:

a. Konstipasi

b. Mengalami kesulitan dalam defekasi

c. Adanya inkotenensia atau retensio urin

3. Nutrisi/ cairan

(20)

a. Anoreksia : mual, muntah

b. Penurunan berat badan

4. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau akan semakin memburuk dengan adanya : Batuk, mengangkat, defekasi.

Tanda : Nyeri pada palpasi

5. Keamanan

Gejala : Demam

6. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Gaya hidup monoton hiperaktif

Pemeriksaan penunjang:

a. Sinar –x abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.

b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

(21)

I. Pathways

Tekanan intra abdomen meningkat Dinding abdomen lemah

Organ usus terdorong kedalam defek/lubang Perubahan isi abdomen kedalam kanalis inguinalis

HERNIA

Akumulasi gas &

Cairan dalam lumen Pre operasi Hernioraphy Obstruksi usus

Total/parsial

Distensi

Tekanan intra lumen

Psikologi

Ancaman perubahan status kesehatan

(22)

J. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan hernia dengan keluhan sakit pada benjolan hernia, perilaku hati-hati pada saat berdiri, penurunan toleransi tubahan pola terhadap aktivitas, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap luka ditandai dengan terdapat luka insisi , peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri yang hebat dengan aktivitas ditandai dengan laporan verbal kelemahan, kelemahan, keletihan,

(23)

disepnea karena kerja, takitnea, takikardi sebagai respon terhadap aktivitas, terjadinya atau memburuknya pucat atau sianosis.

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan, kekurangan cairan yang berlebih, muntah pra operasi, pembatasan pemasukan cairan secara oral.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, penyakit, stres psikologi perubahan lingkungan, rutinitas fasilitas.

6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder kurang mobilitas, efek- efek anestesi, manipulasi pembedahan, nyeri, efek-efek obat.

K. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan hernia dengan keluhan sakit pada benjolan hernia, perilaku hati-hati pada saat berdiri, penurunan toleransi terhadap aktifitas, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur.

(24)

Kriteria hasil : Tidak merasa sakit, postur tubuh rileks, tidak mengeluh, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.

Intervensi :

a. Kaji dan catat karakteristik nyeri, gunakan skala nyeri dengan pasien, rentangkan ketidaknyamanan dari 0-10, selidiki dan laporkan nyeri dengan tepat.

Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karaikteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses atau peritonitis. Memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.

b. Demonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi seperti napas dalam.

c. Rasional : Dengan memfokuskan kepada perhatian tertentu, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan rasa memiliki dan kontrol atau menurunkan rasa kurang nyaman.

(25)

Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan ketegangan abdomen yang bertambah dengan terlentang.

e. Dorong ambulasi dini.

Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ.

f. Beri analgetik sesuai indikasi.

Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi lain ( Doengoes, 2000:511).

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap luka, peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Doengoes, 2000: 502).

Tujuan : Tidak terjadi infeksi, mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko dan aturan pengobatan individual.

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, klien akan menunjukkan

penyembuhan dengan bukti tepi luka utuh, menyatu atau jaringan granulasi.

(26)

a. Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi luka. Peningkatan pembengkakan dan kemerahan, pemisahan luka, peningkatan atau drainase, purulen, peningkatan suhu tubuh

Rasional : Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dan aliran limfe dimanifestasikan dengan edema, kemerahan dan peningkatan drainase penurunan epitelisasi ditandai dengan pemisahan luka, patogen yang bersikulasi merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh.

b. Pantau penyembuhan luka

Rasional : Luka bedah dengan tepi disatukan oleh jahitan biasanya sembuh dengan proses primer jaringan granulasi tak tampak dan jaringan pembentukan parut minimal.

c. Lakukan langkah untuk mencegah infeksi: cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti balutan, gunakan sarung tangan sampai luka

tetutup

Rasional : Tindakan ini membantu mencegah masuknya mikro organisme kedalam luka

(27)

d. Ganti balutan atau perban sesuai aturan dengan menggunakan teknik aseptik.

Rasional : Perban atau balutan yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri, dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi resiko kontaminasi bakteri.

e. Beritahu dokter jika luka tampak merah dan bernanah, pemisahan ujung luka, luka sangat lembek, jumlah leuklosit diatas normal, ambil contoh luka untuk tes kultur dan sensitifitas.

Rasional : Keadaan tersebut mengidentifikasi infeksi luka kultur mambantu mengidentifikasi milkroorganisme yang menyebabkan infeksi sehingga ditentukan terapi antibiotik yang tepat. Laboratorium tentang sensitifitas akan mengidentifikasi antibiotik yang efektif melawan organisme tersebut.

f. Berikan antipiretik jika terdapat demam

Rasional : Antipiterik memperbaiki mekanisme termostatik dalam otak untuk mengatasi demam.

(28)

g. Beri perawatan perineal dua kali sehari sesuai prosedur ketika kateter foley mulai dipasang, setelah kateter di lepas laporkan masalah berkemih (terbakar, sakit, keluar sedikit dorongan, sering dengan jumlah yang sedikit).

Rasional : Membersihakan bagian genital membantu mengurangi jumlah bakteri yang lewat. Kerusakan saluran kencing dan infeksi adalah masalah utama yang berhubungan dengan kateter menetap dalam kandung kemih.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri yang hebat dengan aktivitas ditandai dengan laporan verbal kelemahan, kelemahan, keletihan disepnea karena kerja, takitnea, takhikardi sebagai respon terhadap aktifitas, terjadinya atau memburuknya pucat atau sianosis.

Tujuan : Kelemahan fisik dapat teratasi

Kriteria hasil : Melaporkan atau menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tidak

adanya disepnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam batas normal.

(29)

a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat laporandipsnea,peningkatan kelemahan atau kelemahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktifitas.

Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dengan memudahkan pilihan intervensi.

b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stress dan pengalihan yang tepat.

Rasional : menuntunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

c. Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktifitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.

(30)

Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.

e. Bantuan aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan.

Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. ( Doenges, 2000).

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan, kekurangan cairan yang berlebih, muntah pra operasi, pembatasan pemasukan cairan secara oral. ( Doengoes, 2000: 91).

Tujuan : Mengembalikan keseimbangan cairan.

Kriteria hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh tidak adanya perdarahan, berat badan dan tanda

vital stabil, turgor kulit baik, membran mukosa lembab.

Intervensi:

a. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan

Rasional : Indikator dehidrasi organ dan pedoman untuk penggantian cairan.

(31)

Rasional : Tanda-tanda vital awal hemoragi yang menyebabkan syok hipovolemik.

c. Kaji tanda-tanda kekurangan volume cairan

Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer

d. Berikan cairan parentral sesuai indikasi.

Rasional : Mengganti cairan yang keluar.

e. Cek pemeriksaan Hb dan Ht

Rasional : Indikator hidrasi sirkulasi

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, penyakit, stress psikologi, perubahan lingkungan, rutinitas fasilitas ( Carpenito, 2001: 381).

Tujuan : Istirahat dan tidur kembali optimal

Kriteria hasil: Melaporkan keesimbangan optimal dan istirahat dan aktivitas.

Intervensi:

a. Kaji pola tidur biasanya dan yang terjadi

(32)

b. Dorong beberapa aktivtas fisik ringan selama siang hari dan berhenti beraktifitas beberapa saat sebelum tidur.

Rasional : aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energy dan siap untul tidur malam hari. Namun kelanjutan aktivitas yang dekat dengan waktu tidur dapat bertindak sebagai stimulan, yang memperlambat tidur

c. Berikan posisi yang nyaman, bantu mengubah posisi

Rasional : Pengubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat

d. Tingkatkan kenyamanan waktu tidur.

Rasional : Meningkatkan efek relaksasi

6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder kurang mobilitas, efek – efek anestesi, manipulasi pembedahan, nyeri, efek-efek obat ( Doengoes,2000:505)

Tujuan : Klien kembali eliminasi dengan normal

Kriteria hasil : menetapkan, mempertahankan eliminasi yang normal

Intervensi :

(33)

Rasional: Tentukan luasnya masalah dan indikasi kebutuhan tipe intervensi yang sesuai

b. Mulai program latihan, istirahat dan diit individu dan latihan ulang usus

Rasional: Kehilangan tonus muskuler akan mengurangi peristaltik dan dapat merusak kontrol spihingter rectal.

c. Berikan diit dengan kadar serat tinggi

Rasional: Meningkatkan konsentrasi feses, meningkatkan pengeluaran feses

d. Kurangi/ batasi makanan seperti produk susu

Rasional: Ini diketahui sebagai penyebab konstipasi

e. Dorong peningkatan masukan cairan

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Akhir ini pada dasarnya bertujuan untuk memperkenelkan dan memberikan pemahaman yang nyata pada mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Bidang Studi Hubungan

TANGGAL PELAYANAN NAMA PENDAFTAR NAMA PRODUK 1 KAMIS, 22 JANUARI 2015 PT.. YEKATRIA FARMA Yekaspasmogin TD 16 KAMIS, 22 JANUARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) kontribusi semangat latihan dasar disiplin korps terhadap disiplin, 2) kontribusi semangat latihan dasar disiplin korps terhadap

Untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa dalam mengkaji mode, pada akhir topik diberikan tugas untuk menciptakan disain busana baru berdasarkan topik yang dipelajari..

Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi pompa, atau tekanan untuk

Sedangkan apabila dalam cairan intrasel terdapat penambahan hasil metabolisme yang bersifat basa, maka akan bereaksi dengan ion. dihidrogen fosfat sehingga menghasilkan

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang Nomor 24/Kpts/KPU.Kab.011.329053/KWK/IX/2013 tanggal 9 September 2013 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan

Ketika seorang pengguna masuk log ke dalam sebuah komputer berbasis Windows NT/2000/XP/Server 2003, pengaturan registry yang dimiliki oleh pengguna yang