IDENTIFIKASI CEMARAN BAKTERI Escherichia coli TERHADAP IKAN LAYANG (Decapterus sp.)
TUGAS AKHIR
OLEH NURHAYANA
1422030370
JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
RINGKASAN
NURHAYANA 13 22 030 370. Identifikasi Cemaran Bakteri Escherichia coli
Terhadap Ikan layang (Decapterus sp.). Dibimbing oleh Rahmawati Saleh dan Arham Rusli.
Ikan secara alami mengandung komponen gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, dan air yang sangat disukai oleh mikroba perusak sehingga ikan sangat mudah mengalami kerusakan bila tidak dilakukan penanganan dengan baik. Mikroorganisme yang dominan menyebabkan kerusakan ikan adalah bakteri karena kandungan proteinnya cukup tinggi, kadar airnya tinggi dan pH yang mendekati netral sehingga menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri. Pengujian secara mikrobiologi hasil perikanan, selain dapat menduga daya tahan simpan, juga sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian kualitas mikrobiologi hasil perikanan dilakukan agar produk yang dihasilkan memiliki tingkat keamanan yang terjamin hingga ke tangan konsumen. Khusus pada ikan layang (Decapterus sp.) dilakukan uji kualitatif bakteri patogen dengan mengidentifikasi bakteri Escherichia coli. Prinsip pengujian bakteri Escherichia coli mencakup uji penduga, uji penegas, uji morfologi, dan uji biokimia. Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk melakukan pengujian bakteri Escherichia coli pada ikan layang (Decapterus sp.). Penyusunan tugas akhir menggunakan metode praktek langsung dan hasil wawancara dengan pihak yang terkait di Balai Stasin Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Palu Sulawesi Tengah yang dimulai pada bulan Februari hingga April 2017. Hasil uji identifikasi cemaran bakteri Escherichia coli pada sampel ikan layang (Decapterus sp.) diperoleh hasil negatif mengandung bakteri Escherichia coli sehingga disimpulkan bahwa ikan layang yang beredar di pasaran Kota Palu
memenuhi toleransi standar uji cemaran bakteri Escherichia coli, dimana salah
satu dari hasil uji biokimia yang didapatkan tidak sesuai dengan interpretasi hasil berdasarkan SNI yaitu pada uji sitrat terjadi reaksi ( + ) perubahan warna dari hijau menjadi biru.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tiada henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, maha pengasih, dan maha penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya, serta melimpahkan kekuatan berupa semangat dan inspirasi yang terus mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW, sebagai teladan yang baik di muka bumi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Identifikasi Cemaran Bakteri
Escherichia coli Terhadap Ikan Layang (Decapterus sp.)”.
Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat terakhir dalam proses pendidikan dari perguruan tinggi, guna meraih gelar Ahli Madya perikanan pada program studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua ayahanda Baharuddin dan ibu Irupi yang senantiasa memberi dukungan secara materi, semangat, moril, dan doa selama penulis memulai pendidikan hingga selesai.
Dengan selesainya tugas akhir ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Karenanya penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
1. Bapak Dr. Ir. Darmawan, MP. Selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di kampus Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. 2. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si selaku ketua jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan.
3. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada ibu Rahmawati Saleh, S.Si, M.Si selaku pembimbing I dan Dr.Arham Rusli,S.Pi, M.Si selaku pembimbing II, yang telah mengarahkan dalam penulisan tugas akhir ini.
4. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada bapak Khoirul Makmun, S.Pi, M.M, selaku Kepala Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Palu (SKIPM Kelas I Palu) Sulawesi Tengah.
5. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada ibu Berna Berlian, S.St.Pi selaku pembimbing lapangan memberi bimbingan dan arahan dalam melaksanakan pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Palu (SKIPM Kelas I Palu) Sulawesi Tengah.
6. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada bapak/ibu staf pegawai yang telah bayak memberikan bimbingan dan arahan selama melaksanakan pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) di Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Palu (SKIPM Kelas I Palu) Sulawesi Tengah.
7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan XXVII jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang telah memberikan bantuan motivasi selama penyusunan tugas akhir ini.
Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan tugas akhir ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak terutama bagi penulis dan mendapat berkah dari allah SWT, Amin.
Pangkep, 23 Mei 2017
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii
RINGKASAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komoditi Ikan Layang (Decapterus sp) ... 3
2.2 Proses Penurunan Mutu Ikan ... 5
2.3 Bakteri Escherichia coli ... 9
2.4 Media Tumbuh Bakteri Escherichia coli ... 13
2.5 Pengujian Bakteri Escherichia coli ... 15
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
3.2 Metode Penelitian ... 22
3.3 Alat, Bahan, Media, dan Pereaksi ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 33 4.2 Pembahasan ... 34 V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 41 5.2 Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN ... 44 RIWAYAT HIDUP ... 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Ikan Layang (Decapterus sp.) ... 4
Gambar 2. Bakteri Escherichia coli ... 10
Gambar 3. Bakteri gram negatif ... 18
Gambar 4. Bakteri gram positif ... 18
Gambar 5. Homogenat 10-1 ... 24
Gambar 6. Pengenceran media BPB dan media LTB ... 25
Gambar 7. Tabung LTB positif ... 25
Gambar 8. Tabung EC Broth positif ... 27
Gambar 9. Koloni bakteri Escherichia coli typical ... 28
Gambar 10. Indol positif dan negatif ... 30
Gambar 11. Methyl Red positif dan negatif ... 31
Gambar 12. Voges Proskauer positif dan negatif ... 31
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Daging Ikan Layang (Decapterus sp.) ... 5
2. Interpretasi hasil uji biokimia bakteri Escherichia coli ... 21
3. Hasil reaksi terhadap media LTB, EC Broth, dan L-EMBA ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Dokumentasi proses pengujian bakteri Escherichia coli ... 45 2. Indeks APM kombinasi hasil positif dari 3 seri tabung ... .58
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Ikan layang (Decapterus sp.) merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang
cukup banyak ditangkap. Disamping memiliki nilai ekonomis penting juga banyak
disukai oleh masyarakat. Jenis ikan ini biasanya dipasarkan dalam bentuk segar
dan olahan (Prihartini, 2006). Potensi ikan layang di Provinsi Sulawesi Tengah
cukup besar. Pada tahun 2014 tercatat produksi ikan layang di Sulawesi Tengah
sebesar 25.480,9 ton/tahun (Dinas Kelautan Dan Perikanan, 2014).
Oleh karena produksi ikan layang (Decapterus sp.) yang cukup tinggi di
Sulawesi Tengah, maka pengujian mutu terhadap ikan layang tersebut perlu
dilakukan. Pengawasan mutu ini bertujuan untuk mengetahui bahwa ikan layang
yang beredar di pasaran bebas dari cemaran mikroba khususnya bakteri
Escherichia coli.
Menurut Oscar dkk, (2009), beberapa bakteri seperti Salmonella Sp.,
Shigella, Escherichia coli , Enterococci, dan Clostridium sering
mengkontaminasi ikan segar. Umumnya makanan-makanan yang menjadi sumber
infeksi dan keracunan oleh bakteri adalah makanan berasam rendah seperti
daging, telur, ikan dan produk olahannya. Escherichia coli adalah salah satu
bakteri yang mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengkontaminasi
bahan-bahan yang bersentuhan langsung. Dalam suatu proses pengolahan
biasanya bakteri Escherichia coli ini mengkontaminasi alat-alat yang digunakan
penanganan merupakan suatu indikasi bahwa praktek sanitasi penanganan kurang
baik.
Escherichia coli dapat menyebabkan diare pada manusia disebut entero
patogenik Escherichia coli (EEG). Infeksi dari EEG dapat menyebabkan penyakit
seperti kolera dan disentri pada anak-anak dan orang dewasa (Nuraeni dkk, 2000).
Akhir- akhir ini kasus yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli sering
menjadi pembicaraan yang kerap terjadi. Berbagai negara belahan dunia saat ini
sudah mulai memperhatikan akibat yang disebabkan oleh bakteri ini termasuk
bahan pangan yang berasal dari produk perikanan baik segar maupun olahan.
Penyebab terjadinya kasus yang diakibatkan oleh bakteri Escherichia coli adalah
karena kurangnya pengetahuan dan penanganan yang tepat terhadap bahan
pangan. Oscar dkk (2009), menyebutkan hal-hal yang umumnya menjadi
penyebab timbulnya masalah ini adalah terjadinya kontaminasi bahan segar baik
secara langsung maupun tidak langsung atau kontaminasi silang dari bahan
pangan yang telah terkontaminasi.
1.2. Tujuan Dan Kegunaan.
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisis proses
identifikasi cemaran bakteri Escherichia coli pada ikan layang (Decapterus sp.).
Kegunaan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai sumber informasi tentang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komoditi Ikan Layang (Decapterus sp.)
Klasifikasi ikan layang (Decapterus sp.) menurut klasifikasi Saanin (2004)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percomorphi Familia : Carangidae Genus : Decapterus Spesies : Decapterus sp.
Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu deca artinya sepuluh dan
pteron bermakna sayap. Jadi Decapterus mempunyai sepuluh sayap. Nama ikan
ini berkaitan erat dengan layang yang berarti ikan yang mampu bergerak cepat di
dalam air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai karena bentuknya
Gambar 1. Ikan Layang (Decapterus sp.) Sumber : Chairita (2008).
Ikan layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, berdasarkan ukurannya
dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Ikan ini yang tergolong suku
Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Warna tubuh ikan layang (decapterus
sp.) pada bagian punggungnya biru kehijaun dan putih perak pada bagian
perutnya. Bentuk tubuh memanjang ukurannya dapat mencapai 30 cm, rata-rata
panjang badan ikan layang pada umumnya adalah 20-25 cm dan warna
sirip-siripnya kuning kemerahan. Ikan layang memiliki dua sirip punggung, ciri khas
yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di
belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal
(lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line) (Nontji, 2002).
Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung spesies, jenis
kelamin, umur, musim, dan kondisi lingkungan tempat ikan tersebut ditangkap.
Ikan layang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Pada umumnya,
komposisi kimia daging ikan terdiri dari air 66-84%, protein 15-24%, lemak
0,1-22%, karbohidrat 1-3%, dan bahan organik 0,8-2%. (Suban, 2004). Komposisi
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ikan Layang (Decapterus sp.) dalam 100 gram Parameter Nilai Kadar air (%) 78.58 Kadar abu (%) 1.03 Lemak (%) 1.90 Protein (%) 18.13 TVB (mg N/100%) 9.79 Ph 5.98 Sumber : Chairita (2008).
2.2. Proses Penurunan Mutu Ikan.
Komoditas hasil perikanan umumnya mempunyai sifat mudah mengalami
kerusakan (perishable). Ikan secara alami mengandung komponen gizi seperti
lemak, protein, karbohidrat, dan air yang sangat disukai oleh mikroba perusak
sehingga ikan sangat mudah mengalami kemunduran mutu bila tidak dilakukan
penanganan dengan baik. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran mutu
ikan segar yaitu cara penangkapan, faktor biologis, dan cara penanganan
(Nurarisma dan Fatmasari, 2012).
Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan
seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat
diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati
Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang
mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama
disebabkan adanya aktivitas enzim, mikroorganisme, dan oksidasi dalam tubuh
ikan itu sendiri. Perubahan-perubahan yang timbul seperti bau busuk, daging
menjadi kaku, sorot mata pudar dan adanya lendir pada insang maupun tubuh
bagian luar (Adawyah, 2014).
Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat
kompleks. Satu dengan yang lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara
simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu
dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.
Proses perubahan pada tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim,
mikroorganisme dan kimiawi. Penurunan tingkat kesegaran ikan terlihat dengan
adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik ikan. Setelah ikan mati proses
perubahan tersebut berlangsung dengan cepat yang akhirnya mengarah ke
pembusukan (Riyantono dkk, 2009).
Menurut Riyantono dkk, (2009) bahwa fase penurunan mutu yang terjadi
pada ikan setelah mati meliputi fase prerigor mortis (Hyperaemia), rigor mortis,
aktivitas enzim (Autolisis), dan pembusukan oleh bakteri.
a. Fase Prerigor Mortis (Hyperaemia).
Perubahan prerigor mortis merupakan fase ikan setelah mati. Aliran
oksigen di dalam jaringan peredaran darah terhenti karena aktivitas jantung dan
kontrol otak terhenti. Perubahan ini ditandai dengan terlepasnya lendir dari
sekeliling tubuh ikan. Lama waktu berlangsungnya proses ini adalah kurang dari 1
jam. Pada fase ini sifat dari ikan masih menyerupai ikan hidup atau masih bersifat
segar. Ciri dari ikan segar yakni bola mata yang menonjol, warna bola mata cerah
dan bening, insang berwarna merah cemerlang, tekstur daging elastis, sedikit
lendir pada tubuh ikan, serta baunya spesifik jenis.
b. Rigor Mortis.
Perubahan rigor martis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan
kimia yang kompleks di dalam otot ikan setelah kematiannya. Setelah ikan mati,
sirkulasi darah terhenti dan supalay oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan
glikogen menjadi asam laktat, pH tubuh ikan menurun, dan diikuti pula dengan
penurunan jumlah Adenosin Tri Phosfat (ATP) serta ketidak mampuan jaringan
otot mempertahankan kekenyalan.
Fese rigor mortis ditandai dengan ciri; tekstur ikan masih utuh hingga
mulai lunak, bau spesifik jenis ikan hingga bau amoniak, mata yang masih
cembung hingga mulai cekung, keadaan otot yang kaku dan keras.
Perubahan tersebut disebabkan karena pH ikan menurun hingga 6,2-6,5.
Setelah fese ini berakhir pH akan naik perlahan hingga basa. Hal ini terjadi karena
adanya penguraian senyawa dalam tubuh ikan akibat menurunnya kekuatan
penyangga. Selain itu kelenturan pada tekstur ikan dikarenakan terputusnya
jaringan pengikat daging dan dinding selnya banyak yang rusak. Perubahan warna
insang menjadi kecoklatan disebabkan oleh terhentinya peredaran darah dan
c. Aktivitas Enzim (autolisis)
Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh
enzim-enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan itu sendiri. Setelah ikan mati enzim-enzim
masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif. Namun, sistem
kerjanya menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi.
Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh lainya, seperti daging, usus, otot
daging dan insang.
Ciri yang terjadi perubahan secara autolisis ini adalah dengan
dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Proses penguraian protein dan lemak
oleh enzim protease dan lipase yang terdapat di dalam tubuh ikan menyebabkan
perubahan rasa, tekstur, dan penampilan ikan.
d. Pembusukan Oleh Bakteri.
Fase pembusukan berikutnya adalah perubahan yang diakibatkan oleh
aktivitas mikroorganisme, terutama bakteri. Selama ikan masih dalam keadaan
segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu, akan tetapi jika ikan mati, suhu
tubuh ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera
menyerang. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi target serangan
bakteri adalah permukaan tubuh, isi perut dan insang. Sejumlah bakteri semula
bersarang pada target tersebut dan secara bertahap memasuki daging ikan,
sehingga penguaraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah selesainya
tahap rigormortis, yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya
terisi cairan. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga
ikan mengalami berbagai perubahan yaitu lendir menjadi pekat, bergetah, amis,
mata terbenam dan pudar, serta bau membusuk.
Meskipun bakteri mampu menguraikan protein, tetapi substrat yang
terbaik baginya adalah hasil hidrolisis yang terbentuk selama autolisis dan
senyawa-senyawa nitrogen non protein yang terdapat dalam daging. Daging ikan
laut lebih banyak mengandung senyawa non protein dari pada ikan air tawar,
dengan demikian ikan air laut cepat diuraikan oleh bakteri.
2.3. Bakteri Escherichia coli.
Taksonomi bakteri Escherichia coli menurut Andrijianto Hauferson (2009)
adalah sebagai berikut:
Domain : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif
berbentuk batang pendek (kokobasil). Bakteri ini umumnya terdapat dalam organ
pencernaan manusia dan hewan yang dapat bertahan hidup hingga suhu 600 C
selama 15 menit atau pada suhu 550 C selama 60 menit. Sel Escherichia coli
mempunyai ukuran panjang 2-6 dan lebar 1,1-1,5, tersusun tunggal, berpasangan
dan berflagella. Escherichia coli ini tumbuh pada suhu antara 10-450 C, dengan
minimum 4 dan pH maksimum 9. Bakteri Escherichia coli memproduksi lebih
banyak asam di dalam medium glukosa yang dapat dilihat dari indikator merah
metal, memproduksi indol, tetapi tidak memproduksi asetoin dan tidak dapat
menggunkan sitrat sebagai sumber karbon (faridz, 2007).
Gambar 2. Bentuk bakteri Escherichia coli
Sumber`: Stevens (2009)
Bakteri Escherichia coli adalah organisme yang paling umum digunakan
sebagai indikator pencemaran. Escherichia coli merupakan flora normal yang
paling banyak terdapat pada saluran pernapasan manusia dan hewan. Escherichia
coli dalam jumlah banyak, akan mencemari lingkungan (Faridz, 2007).
Bakteri Escherichia coli berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri
jahat, dia juga membantu dalam proses pencernaan termasuk pembusukan
sisa-sisa makanan dalam usus besar. Fungsi utama yang lain bakteri Escherichia coli
adalah membantu memproduksi vitamin K melalui proses pembusukan sisa
pendarahan seperti pada luka/mimisan vitamin K bisa membantu
menghentikannya.
Bakteri Escherichia coli dalam jumlah yang berlebihan juga dapat
mengakibatkan diare, dan bila bakteri ini menjalar ke sistem organ tubuh yang
lain dapat menginfeksi. Seperti pada saluran kencing, jika bakteri Escherichia coli
sampai masuk kedalam saluran kencing dapat mengakibatkan infeksi saluran
kemih/kencing (Jawets, 2005).
Gejala infeksi Escherichia coli adalah diare yang disebabkan oleh entero
patogenik Escherichia coli dan biasa gejalanya dimulai tiga hari hingga empat
hari setelah tubuh terinfeksi oleh bakteri tersebut, tetapi akan dimulai terasa sakit
pada satu hari hingga lebih dari satu minggu kemudian. Gejala-gejala yang
muncul akibat infeksi Escherichia coli yaitu perut kram, diare dengan tingkat
keparahan ringan hingga parah, dan bahkan berdarah, kehilangan selera makan,
demam, kelelahan, mual dan muntah. Gejala-gejala ini biasanya bertahan hingga
satu minggu jika tidak terjadi komplikasi, tetapi beberapa infeksi Escherichia coli
cenderung bisa sangat berbahaya terhadap anak. Hal ini disebabkan
anak-anak lebih susah untuk bertahan ketika kehilangan banyak cairan dan darah akibat
muntah dan diare. Salah satu komplikasi yang paling serius dan bisa
membahayakan nyawa dari infeksi Escherichia coli adalah sindrom hemolitik
uremik, yaitu sebuah kondisi ketika sel darah merah menjadi rusak dan bisa
berakibat pada gagal ginjal (Brooks dan Geo, 2005).
Menurut Andrijianto Hauferson (2009), infeksi yang disebabkan oleh
air yang telah terkontaminasi, misalnya memakan sedikit daging yang kurang
matang atau karena menelan sedikit air dari kolam renang umum yang
terkontaminasi. Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah
infeksi bakteri Escherichia coli yaitu;
1. Mencuci tangan hingga bersih sebelum memasak, menyajikan atau
mengkonsumsi makanan.
2. Mencuci tangan setelah menyentuh binatang atau bekerja di lingkungan yang
banyak binatang.
3. Hindari kontaminasi silang dengan mengupayakan memakai peralatan masak
dan peralatan makan yang bersih.
4. Jauhkan daging mentah dari makanan dan bendah bersih lainnya.
5. Hindari mengkonsumsi susu mentah.
6. Jangan menyiapkan atau pun memasak makanan jika sedang diare.
7. Sering mencuci tangan terutama setelah berada di lingkungan publik dan
setelah keluar dari toilet.
8. Untuk mematikan bakteri Escherichia coli tidak cukup hanya dengan
merebus air dalam temperature 1000 C, tetapi juga harus didiamkan selama
5-10 menit karena bakteri ini memiliki pelindung saat suhu panas. Bakteri
penyebab diare ini memiliki kristal yang bisa melindungi diri jika terkena
panas. Tetapi lapisan tersebut akan pecah dengan sendirinya setelah 5-10
2.4. Media tumbuh bakteri Escherichia coli.
Media pertumbuhan mikroorganisme merupakan suatu bahan yang terdiri
dari campuran zat-zat makanan/nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme meliputi karbon,
nitrogen, unsur non logam seperti sulfur, dan fosfor, serta unsur logam seperti Ca,
Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air dan energi (Cappucino, 2014). Media
pertumbuhan harus memennuhi persyaratan nutrisi yang dibutuhkan
mikroorgnisme (Atlas, 2004).
2.4.1. Media BPB (Butterfield’s Phosphate Buffered).
Media ini berfungsi merangsang bakteri gram negatif termasuk bakteri
coliform dan Escherichia coli sehingga dapat tumbuh. Selain itu jga berfungsi
sebagai penyangga atau penyeimbang sehingga bakteri yang akan diuji dapat
tumbuh dengan baik karena pH yang cocok untuk pertumbuhan yakni pH 7
(Franson. 2009).
2.4.2. Media LTB (Lauryl Triptose Broth).
Media yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri
coliform (bakteri Gram negatif) berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang
disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli. Terbentuknya
asam dilihat dari kekeruhan pada media laktosa dan gas yang dihasilkan dapat
dilihat dalam tabung durham berupa gelembung udara. Tabung dinyatakan positif
2.4.3. Media EC Broth
Media EC Broth merupakan media yang digunakan untuk melaksanakan
tes konfirmasi termasuk konfirmasi coliform. Media EC Broth memberikan
informasi mengenai sumber kelompok coliform (fecal atau non-fecal) bila
digunakan sebagai uji konfirmasi. EC Broth tidak boleh digunakan untuk isolasi
langsung coliform sejak pengkayaan sebelumnya dalam dugaan media untuk
pemulihan optimal dari coliform fecal diperlukan Kasein Eenzimatik Hidrolisat
memberikan nutrisi pertumbuhan yang penting. Laktosa adalah gula yang dapat
difermentasi. Campuran garam empedu menghambat bakteri gram positif
terutama bacilili dan fecal streptococci. Fosfat mengendalikan pH selama
fermentasi laktosa. Produksi gas dalam tabung fermentasi dalam waktu 24 jam
atau kurang merupakan bukti duga adanya keberadaan bakteri coliform.
2.4.4. Media EMBA (Eosin Methylene Blue Agar).
Media Eosin Methylene Blue Agar mempunyai keistimewaan mengandung
laktosa yang berfungsi unuk memilah mikroorganisme yang mampu
memfermentasikan laktosa seperti bakteri Escherichia coli, S. Aureus, dan
Salmonella. Mikroorganisme yang memfermentasikan laktosa menghasilkan
koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain
yang dapat tumbuh, koloninya tidak berwarna. Adanya Eosin dan Methylen Blue
yang dapat mempertajam perbedaan warna tersebut. Namun demikian, karena
media ini digunakan pada tahap awal karena kuman lain juga tumbuh terutama
Salmonella sp. yang dapat menimbulkan keraguan. Bagaimanapun media ini
Levinen- Eosin Methylene Agar Blue (L-EMBA) merupakan media padat
yang dapat digunakan untuk menentukan jenis bakteri koli dengan memberikan
hasil positif dalam tabung. EMBA yang menggunakan Eosin dan Methylen Blue
sebagai indikator yang dapat memberikan perbedaan yang nyata antara koloni
yang meragikan laktosa dan yang tidak. Medium tersebut mengandung sukrosa
karena kemapuan bakteri koli yang lebih cepat meragikan sukrosa dari pada
laktosa. Untuk mengetahui jumlah bakteri coli umumnya digunakan tabel Hopkins
yang lebih dikenal dengan MPN (Most Probable Number).
2.4.5. Media PCA (Plate Count Agar).
Media PCA (Plate Count Agar) sebagai media pertumbuhan yang baik
untuk Escherichia coli sehingga bakteri yang dimaksud dapat diamati dengan
baik. PCA (Plate Count Agar) mengandung banyak nutrisi yang dapat
mendukung pertumbuhan berbagai macam bakteri. PCA (Plate Count Agar)
merupakan media tumbuh umum, tidak mengandung penghambat untuk
pertumbuhan bakteri sehingga semua bakteri dapat tumbuh pada media tersebut.
2.5. Pengujian Bakteri Escherichia coli.
Uji kualitatif Coliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu uji penduga
(presumptive test), uji penguat atau penegasan (confirmed test), dan uji pelengkap
(completed test) yang terdiri atas uji morfologi (pewarnaan gram) dan uji
identifikasi biokimia (uji IMVIC). Uji penduga juga merupakan uji kuantitatif
koliform dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN)
1. Uji penduga (Presumptive Test).
Merupakan test pedahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri
coliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan karena fermentasi
laktosa oleh bakteri golongan koli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan
pada media laktosa, dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung durham
berupa gelembung udara. Tabung dikatakan positif jika terbentuk gas sebanyak
10% atau lebih, dari volume di dalam tabung durham. Banyaknya kandungan
bakteri Escherichia coli dapat diketahui dengan menghitung tabung yang
menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas serta dibandingkan dengan
tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam
contoh yang berbentuk cair. Bila inkubasi 1 × 24 jam hasilnya negatif, maka
dilanjutkan dengan inkubasi 2 × 24 jam pada suhu 350 C. Jika dalam rentang
waktu tersebut tidak terbentuk gas dalam tabung durham, dihitung sebagai hasil
negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri. MPN
penduga dapat dihitung dengan mencocokkan tabel MPN (Widiyanti, 2004).
2. Uji penguat/penegas (Confirmed Test).
Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang
positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 × 24 jam, suspensi
ditanamkan pada media selektif yaitu Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), secara
aseptik dengan menggunakan jarum inokulum yang digoreskan secara zig-zag.
Menurut SNI 2332. 2015. Koloni bakteri Escherichia coli yang tumbuh
terduga pada media selektif memberikan ciri yang khas (typical) yaitu warna
3. Uji pelengkap (Completed Test).
Pengujian selanjutnya dilakukan dengan uji kelengkapan untuk
menentukan bakteri Escherichia coli . Koloni yang terduga pada uji sebelumnya,
diinokulasikann kedalam medium kaldu laktosa atau media tumbuh umum
termasuk salah satunya media Plate Count Agar (PCA) miring. Diinkubasi pada
suhu 370 C selama 1 × 24 jam. Bila hasilnya positif terbentuk asam dan gas pada
kaldu laktosa, maka sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli . Dari
media agar miring dibuat pewarnaan gram dimana bakteri Escherichia coli
menunjukkan gram negatif berbentuk batang pendek.
Pada umumnya bentuk sel bakteri digolongkan atas 3 jenis yaitu, spiral
(batang), coccus (bulat), dan vobrio (melengkung) sedangkan Gram pada bakteri
dibedakan atas bakteri gram positif yang menujukkan warna biru keunguan dan
bakteri gram negatif menunjukkan warna merah. Perbedaan warna tersebut
disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding selnya.
Bakteri gram negatif akan memberikan warna merah ketika diberi
perwarnaan gram. Hal ini disebabkan karena bakteri kehilangan warna ungu pada
saat pembilasan dengan alkohol, namun mampu menyerap warna merah yaitu
pewarnaan sapranin, hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri gram negatif
mengandung lipid dalam persentase lebih tinggi, dinding sel bakteri gram negative
Gambar 3. Bakteri gram negatif Sumber : Anonim, 2003
Bakteri gram positif memberikan warna ungu ketika diberikan pewarnaan
gram. Hal ini disebabkan karena bakteri ini mempunyai kandungan lipid yang
lebih rendah dibanding dengan bakteri gram negatif, sehingga dinding sel bakteri
akan lebih mudah terdehiderasi akibat perlakuan alkohol. Dinding sel terdehidrasi
menyebabkan ukuran pori-pori sel menjadi kecil dan daya permeabilitas
berkurang sehingga zat warna ungu kristal yang merupakan zat warna utama tidak
dapat keluar dari sel dan sel akan tetap berwarna ungu.
Gambar 4. Bakteri gram positif Sumber : Anonim, 2003.
4. Uji identifikasi.
Uji biokimia (uji IMVIC) dapat membantu dalam menentukan klasifikasi
dari bakteri yang diidentifikasi termasuk bakteri golongan Enterobactericeae.
IMVIC terdiri dari indole, Methyl Red, Voges-Proskauer, dan Citrate.
Metabolisme yang terjadi pada medium uji akan menjadi indikator positif
negatifnya suatu reaksi yang akan diinterpretasikan sesuai dengan sifat biokimia
bakteri. Pengujian tersebut menjadi standar baku dalam menentukan sifat
biokimiawi bakteri Escherichia coli.
Uji indol bertujuan untuk mendeteksi kemampuan mikroba dalam
mendegradasi asam amino triptofan. Adanya triptofanase mengakibatkan
triptopan dirombak oleh bakteri menjadi indol, asam piruvat, dan ammonia uji
indol menggunakan media tryptone broth dan penambahan larutan kovac’s indol
dimana larutan ini mengandung amil alkohol sehingga adanya indol akan
menyebabkan amil alkohol berubah warna menjadi merah. Bonyadian (2010)
menyatatakan bahwa reagen bereaksi dengan indol, menghasilkan senyawa yang
tidak larut dalam air dan berwarna merah pada permukaan medium.
Tidak semua bakteri mampu mengdegradasi triptofan menjadi indol,
dengan demikian hal ini dapat digunakan sebagai salah satu karakteristik biokimia
dan bakteri yang akan diidentifikasi. Salah satu bakteri yang mampu
mendegradasi triptofan menjadi indol adalah bakteri Escherichia coli.
Uji Methyl Red bertujuan untuk menentukan adanya fermentasi asam
campuran. Reaksi positif atau adanya perubahan warna menjadi merah pada
menghasilkan asam campuran sebagai produk akhir adan asam yang terbentuk ini
tidak dapat dipecah lagi menjadi produk lainnya. Sedangkan reaksi yang bersifat
negatif berarti asam yang dibentuk dari hasil oksidasi glukosa oleh bakteri
terpecah lagi membentuk etanol atau acetil metil carbinol, sehingga pH medium
akan medekati basa mengakibatkan warna tidak akan menjadi merah walaupun
ditambahkan reagen Methyl Red.
Uji Voges Proskauer (VP) bertujuan untuk mendeteksi adanya acetil metil
carbinol yang diproduksi oleh bakteri tertentu dalam perbenihan VP. Adanya
bakteri tertentu yang dapat memproduksi acetil metil carbinol dapat diketahui
dengan penambahan reagen Voges Proskauer (Bonyadian, 2010).
Uji sitrate bertujuan untuk mengetahui penggunaan sitrate sebagai sumber
karbon. Medium Simmon Sitrate Agar merupakan media sintetik dengan NA
sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan
bromthymol Blue sebagai indikator pH. Bila morkoorganisme mampu
menggunakan sitrate, maka asam akan perlahan menghilang dari medium biakan,
sehingga menyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna medium dari hijau
menjadi biru. Hal demikian menunjukkan bahwa mikroorganisme mampu
menggunakan sitrate sebagai satu-satunya sumber karbon. Sridhar (2006),
menyatakan bahwa Bromothymol blue digunakan sebagai indikator asam sitrate
dimetabolisme, menghasilkan karbondioksida yang menggabungkan natrium
dengan air untuk membentuk natrium karbonat yang merupakan produk alkaline
Bakteri Escherichia coli dinyatakan positif apabila uji indol dan Methyl Red
(MR) menunjukkan hasil positif (+), sedangkan uji Voges proskauer (VP) dan uji
sitrate menunjukkan reaksi negatif (-). Jika salah satu interpretasi hasil tidak
sesuai maka biakan yang diuji dinyatakan tidak mengandung bakteri Escherichia
coli.
Tabel 2. Interpretasi hasil uji biokimia bakteri Escherichia coli .
Kriteria Biotipe 1 Biotipe 2
Gas pada tabung LTB + +
Produksi indole + -
Uji MR + +
Uji VP - -
Uji Citrate - -
Uji morfologi Gram negatif, bentuk batang pendek dan tidak
berspora
Gram negatif, bentuk batang pendek dan tidak
berspora
Sumber : SNI 2332.1 : 2015
Keterangan:
LTB : (+) Keruh dan terbentuk gas dalam tabung durham.
Indol : (+) Terbentuk cincin merah pada permukaan medium.
(-) Terbentuk cincin kuning pada permukaan medium.
MR : (+) Terjadi perubahan warna medium dari kuning menjadi merah.
VP : (-) Tidak adanya perubahan warna pada medium.