• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SEPERTI APA WUJUDNYA? Abdur Rahman As ari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SEPERTI APA WUJUDNYA? Abdur Rahman As ari"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SEPERTI APA WUJUDNYA?

Abdur Rahman As’ari

Abstrak Abstrak Abstrak

Abstrak: Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam mata pelajaran Matematika seringkali mengundang pertanyaan. Buku, Skripsi, Tesis, atau bahkan usulan Disertasi yang menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah terkesan kurang sesuai dengan prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah itu sendiri. Untuk itu, di dalam Artikel ini penulis mencoba menyajikan sejarah pembelajaran berbasis masalah, karakteristiknya, jenis masalah yang layak untuk pembelajaran berbasis masalah, contoh masalah yang mungkin, dan kesimpulan penulis terkait dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam matematika.

Kata Kata Kata

Kata----Kata KunciKata KunciKata Kunci: Masalah, Matematika, Pembelajaran Berbasis MasalahKata Kunci

Di samping Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) dan Discovery Learning (Metode Penemuan), Problem Based Learning atau Pembelajaran

Berbasis Masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang disarankan penggunaannya dalam Kurikulum 2013. Bahkan buku siswa mata pelajaran Matematika kelas 7 dan kelas 10 pun, menurut kata penulis utamanya, dikatakan sebagai penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah. Judul tesis dan skripsi pun juga banyak memuat kata Pembelajaran Berbasis Masalah. Tapi, apakah betul klaim tersebut?

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Pembelajaran Berbasis Masalah awal mulanya diterapkan dalam pendidikan kedokteran/medical education sekitar tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an, Barrows dan kawan-kawan di McMaster University, mengembangkan Pembelajaran Berbasis Masalah ini lebih jauh (Zieber, 2006). Kemudian, pada tahun 1980-an dan 1990-an,

(2)

2 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Pembelajaran Berbasis Masalah ini mulai diterapkan di dunia kedokteran di Amerika dan Eropa (Savery, 2006), dan saat ini sudah menjamur tidak hanya pada

pendidikan kedokteran, tetapi juga merasuk ke semua disiplin. Para dosen dan guru tertarik untuk menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah ini.

Terkait dengan ide awal penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah ini, Barrows (1996) mengemukakan bahwa pengajaran konten secara tradisional yang terpisah-pisah (anatomy, neurology, pharmacology, psychology, etc.) kurang menyediakan konteks dan penerapan klinis bagi seorang dokter. Pekerjaan dokter yang sangat bergantung kepada kombinasi proses penalaran hypothetical-deductive reasoning process dan penguasan pengetahuan dalam berbagai bidang, menuntut lebih dari sekedar penguasaan pengetahuan dan keterampilan secara terpisah-pisah. Karena itu, learning by doing (belajar melalui melakukan), dalam hal ini,

melakukan usaha untuk menyelematkan pasien adalah cara yang paling tepat. Itulah yang melatarbelakangi tumbuh dan berkembangnya Pembelajaran Berbasis

Masalah.

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Mengingat asal muasal pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah di atas, ketika seorang guru/dosen ingin menerapkan model pembelajaran ini,

karakteristik dari Pembelajaran Berbasis Masalah ini perlu dikenali dengan baik. Graaff & Kolmos (2003) mengemukakan bahwa:

(3)

3 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

1. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran dimana masalah dijadikan sebagai titik pangkal dari proses belajar (Problem

Problem

Problem----Driven Learning

Problem

Driven Learning

Driven Learning). Artinya,

Driven Learning

belajar dikembangkan dari mengkaji dan memecahkan masalah. Bukan sebaliknya. Bukan pembelajaran untuk memecahkan masalah.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang bersifat participant

participant

participant----

participant

directed learning processes

directed learning processes

directed learning processes

directed learning processes atau self

self

self----directed learning

self

directed learning

directed learning. Artinya, inisiatif belajar

directed learning

adalah pada siswa (apa yang akan dipelajari, dan bagaimana mempelajarinya ditentukan oleh siswa).

3. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang bersifat eksperiential (Experience learning

Experience learning

Experience learning

Experience learning

). Artinya, belajar dari pengalaman melakukan sesuatu. 4. Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan dalam bentuk aktivitas (Activity

Activity

Activity----based

Activity

based

based

based

learning

learning

learning

learning). Artinya, belajarnya dilakukan sambil melaksanakan kegiatan (tidak

dengan mendengarkan ceramah guru).

5. Pembelajaran Berbasis Masalah biasanya bersifat lintas disiplin ilmu (Inter

Inter

Inter----

Inter

disciplinary learning

disciplinary learning

disciplinary learning

disciplinary learning). Artinya, pembelajarannya menuntut adanya integrasi antar

berbagai disiplin ilmu.

6. Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan dengan prinsip Exemplary practice

Exemplary practice

Exemplary practice. . . .

Exemplary practice

Artinya, pembelajaran harus memberikan manfaat yang nyata dalam dunia praktis.

7. Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan dengan prinsip belajar berkelompok (Group Based Learning

Group Based Learning

Group Based Learning

Group Based Learning).

(4)

4 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Center for Teaching and Learning (2001), dari Stanford University dalam Stanford University Newsletter on Teaching, mengemukakan beberapa karakteristik dari Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1. Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan atas dasar bahwa belajar itu adalah suatu proses aktif, terpadu, dan konstruktif, dan semua ini dipengaruhi oleh faktor sosial dan kontekstual (constructivist paradigm

constructivist paradigm

constructivist paradigm).

constructivist paradigm

2. Pembelajaran juga berpusat pada siswa (student centered

student centered

student centered), dimana guru lebih

student centered

bertindak sebagai fasilitator alih-alih sebagai disseminator.

3. Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah yang bersifat open

open

open----ended

open

ended

ended

ended

(atau illillillill----structured

structured

structured

structured problem

problem

problem) dan masalah ini berperan sebagai stimulus awal

problem

serta sebagai kerangka acuan dalam belajar siswa.

4. Di dalam pembelajaran ini, para siswa diberikan kebebasan untuk mengkaji topik yang paling menarik perhatian mereka, dan diberikan pula kebebasan untuk menentukan cara mengkajinya (self directed learning

self directed learning

self directed learning

self directed learning).

5. Di dalam pembelajaran ini, para siswa dituntut untuk senantiasa menggunakan dan mengembangkan metakognisi

metakognisi

metakognisi

metakognisinya. Mereka harus menyadari apa yang telah

diketahui dari masalah itu, informasi apa lagi yang diperlukan untuk memecahkan masalah itu, dan strategi-strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah. 6. Di dalam pembelajaran ini, guru harus menjadi tutor

tutor

tutor

tutor atau “cognitive coach

cognitive coach

cognitive coach” yang

cognitive coach

memodelkan strategi pencarian, membimbing penggalian informasi, dan membantu siswa mengklarifikasi serta menjawab pertanyaan penelitiannya.

(5)

5 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

7. Di dalam pembelajaran ini, salah satu aspek intinya adalah kerja kelompok (group work

group work

group work

group work).

Dari uraian di atas, tampak ada beberapa prinsip yang perlu mendapatkan perhatian bersama, yaitu:

1. Masalah dijadikan titik pangkal

titik pangkal

titik pangkal

titik pangkal untuk belajar. Konten dan keterampilan yang

akan dipelajari harus dikemas ke dalam masalah.

2. Karakteristik masalah yang dijadikan pijakan untuk belajar harus bersifat

illillillill----structured atau open

structured atau open

structured atau open

structured atau open----ended

ended

ended, dan menuntut kajian lintas disiplin ilmu

ended

lintas disiplin ilmu

lintas disiplin ilmu

lintas disiplin ilmu, serta harus

memiliki terapan praktis

terapan praktis

terapan praktis

terapan praktis yang bermanfaat.

3. Guru tidak bisa mendiktekan apa yang harus dipelajari bagaimana

mempelajarinya, melainkan memberikan otoritas yang setinggi-tingginya kepada siswa untuk melakukannya. Siswa harus aktif, self directed, dan self reflective

aktif, self directed, dan self reflective

aktif, self directed, dan self reflective

aktif, self directed, dan self reflective.

Guru hanya bertindak sebagai cognitive coach saja, bukan sebagai sumber ilmu pengetahuan. Guru hanya membantu siswa mempertajam analisisnya, dan menginspirasi hal yang mungkin bisa digali lebih jauh.

JENIS MASALAH JENIS MASALAH JENIS MASALAH JENIS MASALAH

Jonassen (2011) menyatakan bahwa fokus utama dari Pembelajaran

Berbasis Masalah adalah MASALAH yang harus diselesaikan oleh siswa. Masalah yang harus diselesaikan ini harus menarik, menantang, meskipun masih harus terkait dengan kurikulum.

(6)

6 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Hal khusus yang terkait dengan tingkat keterstrukturan dari masalah, Jonassen & Hung (2008) mengemukakan adanya beberapa hal yang

mempengaruhi. Pertama tingkat intransparency dari masalah. Semakin tinggi tingkat intransparency dari suatu masalah, artinya, semakin tidak tahu kita akan masalah itu, semakin ill structured masalah tersebut. Kedua, banyaknya penafsiran yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Semakin terbukanya penafsiran terhadap suatu masalah, semakin ill structured masalah tersebut. Terkait dengan itu, mereka menyediakan hirarki tingkat kestrukturan masalah sebagai berikut:

Tampak bahwa masalah-masalah yang bersifat algoritmis, bahkan juga soal cerita termasuk masalah yang well-structured (sudah tertata dengan baik). Masalah yang bersifat dilemmatis tampak merupakan masalah yang paling ill-structured.

Ketiga, tingkat lintas disiplinnya masalah. Semakin banyak disiplin ilmu yang harus

dilibatkan untuk memecahkan masalah, semakin ill-structured masalah tersebut. KRITERIA MASALAH UNTUK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

KRITERIA MASALAH UNTUK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH KRITERIA MASALAH UNTUK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH KRITERIA MASALAH UNTUK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

(7)

7 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Jonassen & Hung (2008) mengemukakan bahwa tujuan utama dari PBL adalah untuk meningkatkan penerapan pengetahuan siswa, pemecahan masalah, dan keterampilan mengarahkan diri (self-directed learning). Di dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, materi ajar dan keterampilan dikemas dalam masalah sehingga ada hubungan timbal balik antara masalah dan pengetahuan itu. Belajar menjadi terdorong karena adanya masalah, dan hasilnya digunakan lagi pada masalah tersebut. Pembelajaran Berbasis Masalah juga berpusat pada siswa, menuntut siswa mengarahkan sendiri belajarnya (self-directed learning).

Karena itu, untuk bisa menjalankan Pembelajaran Berbasis Masalah ini, Jonassen & Hung memberikan kriteria tentang masalah yang harus diberikan sebagai berikut:

1. Masalahnya harus bersifat open ended, ill structured, namun tingkat kestrukturannya dalam kategori moderat (cukup).

2. Masalahnya harus kompleks, namun tingkat kompleksitasnya hendaknya tetap: menarik, menantang dan memberikan peluang kepasa siswa untuk mengkaji masalah itu dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan

3. Masalahnya harus otentik, artinya harus dibuat kontekstual dan sesuai dengan dunia kerja mereka di masa depan

MASALAH DALAM BUKU KURIKULUM 2013 MASALAH DALAM BUKU KURIKULUM 2013 MASALAH DALAM BUKU KURIKULUM 2013 MASALAH DALAM BUKU KURIKULUM 2013

(8)

8 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Masalah-masalah di dalam Buku Matematika Kelas 7 dan 10 Kurikulum 2013 yang disediakan oleh pemerintah, menurut penulisnya, dirancang untuk keperluan Pembelajaran Berbasis Masalah. Berikut disajikan beberapa contoh.

Contoh 1.

Sebenarnya, “rencana meningkatkan penjualan dalam bulan ini

rencana meningkatkan penjualan dalam bulan ini

rencana meningkatkan penjualan dalam bulan ini” yang ada di

rencana meningkatkan penjualan dalam bulan ini

dalam cerita di atas bisa menjadi masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Akan tetapi, ada satu hal penting yang kurang diindahkan, yaitu: Self Directed Learning. Seharusnya si anaklah yang menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dengan disajikan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas, esensi dari self directed learning itu menjadi hilang.

Masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan menggunakan pemaduan beberapa disiplin ilmu. Akan tetapi, dengan diarahkan hanya kepada materi

Himpunan, maka kajian dari berbagai disiplin ilmu juga terabaikan. Contoh 2.

(9)

9 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Untuk contoh ini, apa yang diklaim sebagai masalah tampaknya bukan benar-benar masalah. Kalau suatu masalah itu biasanya menunjukkan adanya gap antara

harapan dengan kenyataan, maka apa yang diklaim sebagai masalah (masalah 1.12) sama sekali tidak menunjukkan adanya gap tersebut. Di dalamnya hanya disampaikan fakta adanya dua orang bersahabat berikut kesenangan masing-masing.

(10)

10 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Contoh 3.

Contoh ini adalah contoh yang lazim dalam pelajaran matematika. Akan tetapi, kalau diperhatikan dengan seksama, masalah ini adalah masalah “word problems” yang kata Jonassen & Hung (2008) di atas termasuk kategori “well structured”. Dengan kata lain, ia kurang layak untuk digolongkan sebagai masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.

PENERAPAN DALAM MATEMATIKA PENERAPAN DALAM MATEMATIKA PENERAPAN DALAM MATEMATIKA PENERAPAN DALAM MATEMATIKA????

Dari uraian tentang karakteristik masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah di atas, penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Matematika bukanlah hal yang mudah. Contoh-contoh masalah yang cocok

diberikan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah tidak hanya menuntut penguasaan matematika saja. Diperlukan penguasaan disiplin ilmu lain untuk mengatasi masalah tersebut.

(11)

11 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Oleh karena itu, Pembelajaran Berbasis Masalah ini sebaiknya jangan menjadi “mimpi” dari guru matematika saja. Beberapa guru mata pelajaran berbeda

sebaiknya bekerja sama, merancang masalah yang konten dan keterampilannya bisa dipahami dan dikuasai siswa melalui pemecahan masalah tersebut.

Konsekuensinya, Pembelajaran Berbasis Masalah tidak harus dilaksanakan setiap saat. Pembelajaran Berbasis Masalah tidak harus dilakukan dalam setiap pertemuan. Pembelajaran Berbasis Masalah sebaiknya dirancang selama satu semester penuh dan dilakukan dengan bekerja sama dengan pengampu mata-mata pelajaran lainnya.

Andaikata dilakukan juga secara mandiri di dalam mata pelajaran Matematika, guru pengampu perlu menyadari pentingnya membantu anak

menemukan “resources” (buku, nara sumber, dll), terutama untuk hal-hal yang di luar cakupan mata pelajaran matematika, dan guru juga harus mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis kreatifnya sehingga mereka mampu memahami masalah dengan baik dan merumuskan masalah matematikanya dengan baik.

CONTOH MASALAH DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Masalah yang perlu disajikan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah, menurut Jonassen & Hung (2008) hendaknya berupa masalah kontekstual yang termasuk dalam kategori: (a) decision making problems (masalah pengambilan keputusan), (b) troubleshooting problems (masalah perbaikan produk yang

(12)

12 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

gagal/rusak), (c) diagnosis solution problems (masalah diagnosis penyelesaian), dan (d) strategic performance problems (masalah kinerja strategis).

(13)

13 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Decision Making Problem

Decision Making Problem

Decision Making Problem

Decision Making Problem

Masalah jenis Decision Making ini adalah masalah yang menuntut orang untuk mengambil keputusan. Dengan memanfaatkan apa yang dimiliki, tantangan, dan peluang ke depan, seseorang mengolah informasi yang dimiliki untuk

mengambil keputusan. Tentunya, keputusan tersebut tidak selalu beriring dengan keuntungan. Suatu keputusan bisa saja keliru dan bisa juga benar. Tapi, yang paling penting, keputusan itu harus mempertimbangkan semua aspek.

Contoh dalam Pembelajaran:

Asari punya uang US$2,000. Asari punya rencana untuk membuka usaha Laundry.

Sebaiknya kapan Asari berbelanja perabot untuk membuka usaha Laundry tersebut?

Contoh lain:

Durahman ingin membuat tempat beras yang mudah dipindah-pindah tetapi

sekaligus bisa digunakan sebagai alas untuk tempat barang lain yang sudah ada di

rumahnya. Rumah Durahman sebenarnya sudah cukup sempit. Menurut Anda, jika

harus memiliki bentuk balok, bola, atau tabung, serta pilihan bahan dari kayu, atau

plastik, maka tempat beras berbentuk apa, dari apa, dan ukuran berapa yang perlu

dibuat oleh Durahman?

(14)

14 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Troubleshoo

Troubleshoo

Troubleshoo

Troubleshooting Problem

ting Problem

ting Problem

ting Problem

Masalah jenis troubleshooting adalah masalah yang pada dasarnya digunakan untuk mengatasi kegagalan suatu produk.

Contoh dalam Pembelajaran

Perusahaan Laundry Asari telah berjalan dengan lancar. Banyak pelanggan yang

datang setiap hari ke perusahaan Asari. Dengan kondisi itu, setiap bulan

Perusahaan Laundry Asari mampu menggaji dua orang karyawan, masing-masing

Rp1.500.000. Sudah 10 hari terakhir ini, tak satupun pelanggan yang datang ke

perusahaan laundry ini. Coba perbaiki perusahaan Laundry Asari tersebut sehingga

perusahaan tersebut berjalan lancar kembali dan memberikan keuntungan yang

besar.

Diagnosis Solution Problem

Diagnosis Solution Problem

Diagnosis Solution Problem

Diagnosis Solution Problem

Masalah Diagnosis Solution yang menuntut seseorang untuk melakukan diagnosis dan menemukan solusi dari penyebab masalah tersebut.

Contoh dalam Pembelajaran:

Koperasi Q memiliki model matematika tentang sistem pengadaan, dan penjualan

barang yang dimilikinya. Dengan mengikuti model matematika tersebut, selama ini

pengurus koperasi memperoleh keuntungan yang lumayan. Suatu bulan, meskipun

tetap mengikuti model matematika tersebut, koperasi Q ternyata mengalami

(15)

15 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

Strategic Performance Problem

Strategic Performance Problem

Strategic Performance Problem

Strategic Performance Problem

Masalah Strategic Performance umumnya merupakan masalah manajemen. Ia mencakup antara lain strategi pengembangan, penentuan target atau penentuan anggaran, ramalan, pengukuran kinerja, reviu kinerja, dan kompensasi insentif. Contoh dalam Pembelajaran

Seorang pengusaha memiliki dua perusahaan A dan B. Perusahaan A berjalan

dengan baik, dan menghasilkan keuntungan yang besar, tapi perusahaan B kurang

lancar. Bagaimana cara memperbaiki kinerja Perusahaan B sehingga ia tidak

menjadi beban bagi pengusaha tersebut?

KALAM AKHIR

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa selama ini praktik Pembelajaran Berbasis Masalah yang diklaim telah dilaksanakan dalam pembelajaran matematika masih perlu ditingkatkan kualitasnya. Beberapa aspek yang selama ini masih kurang mendapatkan perhatian antara lain: (1) masalah yang disajikan kurang bersifat open-ended ill structured, (2) apa yang hendak dipelajari dan bagaimana

mempelajarinya masih diatur oleh guru. Guru harus berani menyajikan masalah yang lintas disipliner, dan “tega” menyerahkan kendali belajar kepada para siswa.

Terkait dengan hal tersebut, Pembelajaran Berbasis Masalah sebaiknya dirancang dan dilaksanakan secara terintegrasi oleh beberapa guru dari mata pelajaran berbeda. Pembelajaran Berbasis Masalah juga hendaknya dilakukan dalam kurun waktu yang agak lama, sepanjang satu bulan atau bahkan sepanjang

(16)

16 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3

(17)

17 | D i s a j i k a n d a l a m S e m i n a r N a s i o n a l H i m p u n a n M a h a s i s w a J u r u s a n M a t e m a t i k a “ V e k t o r ” F M I P A U M , O k t o b e r 2 0 1 3 KEPUSTAKAAN KEPUSTAKAAN KEPUSTAKAAN KEPUSTAKAAN

Barrows, H. S. (1996). Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview. In L. Wilkerson & W. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based learning to higher education: Theory and practice. New Directions For Teaching and Learning Series, No. 68 (pp. 3-11). San Francisco: Jossey-Bass

Center for Teaching and Learning, 2001. Problem Based Learning. Speaking of

Speaking of

Speaking of

Speaking of

Teaching:

Teaching:

Teaching:

Teaching: Volume 11, No. 1

Graaff, E.D. & Kolmos, A. 2003. Characteristics of Problem-Based Learning.

International Journal of Engineering Education

International Journal of Engineering Education

International Journal of Engineering Education

International Journal of Engineering Education. Volume 19, No. 5, pp. 657 -

662

Jonassen, D. 2011. Supporting Problem Solving in PBL. Interdisciplinary Journal of

Interdisciplinary Journal of

Interdisciplinary Journal of

Interdisciplinary Journal of

Problem

Problem

Problem

Problem----Based Learning

Based Learning

Based Learning

Based Learning. Volume 5, No. 2. pp. 94 - 112

Jonassen, D. & Hung, W. 2008. All Problems are Not Equal: Implications for

Problem-Based Learning. Interdisciplinary Journal of Problem

Interdisciplinary Journal of Problem

Interdisciplinary Journal of Problem

Interdisciplinary Journal of Problem----Based Learning

Based Learning

Based Learning

Based Learning.

Volume 2, No. 2 pp. 6 - 28

Savery, J.R. 2006. Overview of Problem-based Learning: Definitions and

Distinctions.

The Interdisciplinary Journal of Problem

The Interdisciplinary Journal of Problem

The Interdisciplinary Journal of Problem

The Interdisciplinary Journal of Problem----based Learning

based Learning

based Learning

based Learning

. Volume 1, no. 1

Zieber, Em. M. Pijl. 2006. History, Philosophy and Criticisms of Problem Based Learning in Adult Education. University of Calgary. Diunduh dari http:// fds.oup.com/www.oup.com/pdf/13/9780199583447.pdf tanggal 10 Oktober 2013 pukul 09.15 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, peneliti ingin memahami secara mendalam terkait dengan objek penelitian, agar peneliti dapat menghasilkan data yang lengkap dalam kajian sebuah

Kemudian pada awal tahun 1960-an, enting-enting ini mulai dibungkus dengan menggunakan kertas khusus dan diberi cap Klenteng (karena Khoe Tjong Hok merupakan juru kunci di

Peneliti tertarik pada aspek kajian ini karena dari hasil evaluasi tes tertulis mengenai soal-soal yang berhubungan dengan struktur gramatikal atau jabatan kalimat

Sejumlah contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (45 ± 3) °C, minimal 2 jam sampai mencapai berat tetap, dihaluskan dengan menggunakan mortar, lalu diayak lolos

Dengan memberi beberapa shape hints maka kita bisa mengontrol animasi perubahan bentuk sesuai dengan yang kita inginkan karena dalam animasi perubahan bentuk yang kompleks

Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan, maka konsep mutu ini sangat elitis, karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan bermutu tinggi

temperatur, dengan demikian semakin tinggi reduksi pengerjaan dingin, maka kecepatan rekristalisasi meningkat dan butir yang dihasilkan akan lebih halus, kemudian dengan waktu

Tipe habitatnya adalah hutan sekunder (Loudon et al. Hutan ini dikelilingi oleh lahan atau ladang penduduk yang menyebabkan populasi monyet ekor panjang ini terisolasi