SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
OLEH:
SITI NURHASANAH 101070023091
FAKULTAS PSIKOLOGI
01 PT. KRIOAPEROANA CENTRATEHNINOO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-5yarat Mendapatkan Gelar Sarjana
OLEH:
SITI NURHASANAH NIM.1 01 070023091
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
セ
Drs. Sofiandy Zakaria, M.PsLT
Pembimbing II
Liany Luzvinda, M.SL
FAKUlTAS PSIKOlOGI
UIN
SYARIF HIDAYATUllAH JAKARTA
KEADILAN DENGAN SIKAP KERJA KARYAWAN DI PT.
KRIDAPERDANA CENTRATEHNINDO
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.Jakarta, 22 November 2006
Ora. Nett rtati M.Si. NIP: 150 5938
Drs. Abdul Rahma NIP: 150293224
Sidang Munaqasyah
Sekretaris
M.Si.
Anggota:
Penguji II
セOセp、R
Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T
Pembimbing I
セセoセ、_
Drs. Sofiandy Zakaria. M.Psi.T
Pembimbing セ
JIftu 9vfasifi menye6ut :N"ama-9vfu
CBiarSusafi Sunggufi
9vfengingat 1(au CFenufiSeCuroli
Cafiya-9vfu CFenufi Suci
'TinggaC'l(flrdip LiCin (j)i '](pram Sunyi
(eliaili[
Jlnwar)
IV
'Kflrya SetferfiaTUJ Ini
CFenufts CFersem6afif&zn se6agai
'Kfltfo diJIR/iir 'Tafiun
Vntufti6untIa terf&zsili aan
JICmarfium JIyaliantIa tercinta
(C) Siti Nurhasanah
(D) xiii+ 96 Halaman + Lampiran
(E) Hubungan Antara Persepsi Tentang Keadilan Dengan Sikap Kerja Karyawan Di PT. Kridaperdana Centratehnindo
(F) Dalam bekerja setiap individu akan mengalami kondisi yang tidak adi!. Untuk mengurangi ketidakadilan tersebut, individu dapat mengubah rasio hasil masukannya secara kognitif. Artinya karyawan dapat
menurunkan atau menaikkan makna dan nilainya. Baik disadari maupun tidak disadari setiap individu akan mempersepsikan hasil yang
diterimanya dengan cara membandingkan masukan dirinya sendiri terhadap orang lain yang pada keseluruhannya akan mempengaruhi sikap kerja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Antara Persepsi tentang Keadilan Dengan Sikap Kerja Karyawan di PT. Kridaperdana Centratehnindo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan rumus Product Moment Pearsondan instrumen yang dipakai adalah dengan angket atau kuesioner dengan skala model Likert. Penelitian ini dilakukan di kantor pusat PT. Kridaperdana Centratehnindo, Pasar Baru Jakarta Pusat dengan jumlah karyawan sebanyak 138 orang. Dalam Penelitian ini jumlah populasi pada bagian operasional di kantor pusat sebanyak 85 orang. Sampel yang digunakan sebanyak 40 orang dan jumlah try out yang digunakan 45 orang. Tehnik pengambilan sampel dengan Sample Random Samplingdari jenis sampel probabilitas.
Berdasarkan hasil yang didapat dengan menggunakan rumus Product Moment Pearson diketahui rhnung0.366 dan rtabela. '"0,05, 0,312
dengan taraf kepercayaan 0,05 (a. '" 0,366> 0,05), maka dapat
diperoleh hasil bahwa uji rhitung lebih besar dari rlabelyang berarti bahwa
Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang keadilan dengan sikap kerja karyawan. Dengan
demikian hasil tersebut disarankan bahwa kesejahteraan akan hak dan kewajiban perusahaan terhadap karyawan ataupun sebaliknya akan mempengaruhi sikap, apakah akan bersikap positif atau bersikap negatif dalam bekerja.
(C) Siti Nurhasanah
(0) xiii+96 Pages+ Enclosure
(E) The Correlation Between Perception About Justice With The Job Attitude OfThe Labourers in PT. Kridaperdana Centratehnindo.
(F) At the work, every labourer will get unfair condition of their job, they can change the input to reduce this unfair condition cognitively. This means, the labourer can increase or decrease the meaning and the value. Consider or not, they will perceipt their input by comparing their input with others, which affect their job attitude completely.
The purpose of the research is to find out the correlation between perception about justice with the job attitude of the labourer in PT. Kridaperdana Centratehnindo.
In the research, the writer use quantitative approach with seald Product Moment Pearson and the instrument quesioner Likert skala model. The research held in PT. Kridaperdana Centratehnindo, Pasar Baru, Jakarta Pusat. The research use the sample by taking 40 participant from 85 participant of population. And the technique of sample taking is sample Random Sampling from probability sample.
Based on the data with the formula Product Moment Pearson found that rhilung0,366 and rlabel a
=
0,05, 0,312 with the belief 0,05 (a=
0,366 > 0,05), it concludes rhilungbigger than rlabel. It means Ho unaccepted Ha accepted. It means there is a significance relation between perception about justice with the job attitude of the labourer. Finally the writer suggest both the prosperity of right and obligation of company and labourer will affect the attitude positively or negatively to the job.menyelesaikan skripsi inL Tiada ada kata yang lagi yang bisa untuk
menguntai rasa terima kasihku kepada Allah SWT dan kepada manusia yang paling sempurna Rasulullah Saw.
Adapun tugas akhir ini yang berjudul Hubungan Antara Persepsi Tentang Keadilan Oengan Sikap Kerja Karyawan OiPT. Kridaperdana Centratehnindo
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata Satu, Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan serta semangat dari orang tua tercinta dan berbagai pihak. Pada kesempatan inilah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ora. Netty Hartati M.SL, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Ora. Hj. Zahrotun Nihayah M.SL, selaku
Pembantu Dekan Fakultas Psikologi, beserta para staf akademik lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Drs. Sofiandy Zakaria M.PsLT, selaku pembimbing I dan Ibu Liany Luzvinda M.SL, selaku dosen pembimbing II yang selalu
memberikan i1mu dan waktunya disela-sela kesibukan yang padat dalam membimbing penulis.
3. Bapak Drs. Abdul Rahman Shaleh M.Si., selaku dosen pembimbing kuliah seminar, yang telah memberi ide skripsi kepada penulis sehingga penulis selalu termotivasi untuk dapat melakukan penelitian dan
menyelesaikannya segera.
berikan agar penulis segera menyelesaikan skripsi. Adik-adikku yang
tersayang (Eyun, Uci, Ninis) kalianlah yang membuat penulis untuk bisa
menjadi lebih baik, buktikan tanpa "Bapak" kita tetap bisa berprestasi.
5. Teman-teman di Fakultas Psikologi Angkatan 2001, kelas A, B, C,
khususnya D, sobat-sobatku (Aya, Diah, Wiwid, Baiq) terima kasih untuk
persahabatan yang terindah & termanis yang kalian berikan, Finndy &
Firjabdy, kelekatan hati&jiwa kita tak akan berakhir selamanya. Teman-teman satu perjuangan (Yeyen, Nani, Jannah) terima kasih untuk
dukungan dan persinggahannya. Teman-teman KKN 2001 babakan
"Dream Team" kita memang akan menjadikan mimpi menjadi nyata,
teman-teman PKL & rekan-rekan kerja penulis di Indovision.
6. Terimakasih kepada bapak Sohit Chairil yang telah memberikan izin
penulis untuk melakukan penelitian, dan seluruh karyawan PT.
Kridaperdana Centratehnindo yang telah bersedia mengisi angket.
Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, atas
semua bantuannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, karenanya
saran dan kritik akan sangat mermanfaat dan membangun bagi penulis.
Penulis hanya mampu berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan bagi mahasiswa lain umumnya. Amiin, ya Rabbal 'Alamiin.
Jakarta, November 2006
MOTTO
IVABSTRAKSI
VKATA PENGANTAR ..
vii
DAFTAR lSi...
ix
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR.
XIIDAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB1 PENDAHULUAN
1-12
1.1. Latar Belakang Masalah... 11.2. Identifikasi Masalah... 9
1.2.1. Pembatasan Masalah... 9
1.3.2. Perumusan Masalah... 10
1.3. Tujuan Penelitian... 10
1.4. Manfaat Penelitian 11 1.5. Sistematika Penulisan... 12
BAB 2 KAJIAN TEORI
13-57
2.1. Sikap Kerja... 132.1.1. Definisi Sikap... 13
2.1.2. Komponen Sikap. 18 2.1.3. Karakteristik Sikap... 18
2.1.4. Definisi Kerja 20 2.1.5. Sikap Kerja... 22
2.1.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Kerja . 25 2.1.7. Pengukuran Sikap Kerja... 30
2.2. Persepsi Tentang Keadilan... 32
2.2.1. Definisi Persepsi... 32
2.2.2. Pembentukan Persepsi... 34
2.2.3. Definisi Keadilan... 38
2.2.4. Persepsi tentang Keadilan... 39
2.2.5. Persepsi tentang Keadilan dan Sikap Kerja... 49
2.3. Kerangka Berpikir... 53
3.2. Pengambilan Sampel... 61
3.2.1. Populasi dan Sampel... 61
3.2.2. Tehnik Pengambilan Sampel... 63
3.3. Pengumpulan Data... 63
3.3.1. Metode dan Instrumen Penelitian... 63
3.3.2. Tipe Instrumen dan Cara Skoring 66 3.3.3. Tehnik Uji Instrumen Penelitian 68 3.4. Prosedur Penelilian... 71
3.4.1. Uji Validitas Skala... 71
3.4.2. Uji Reliabilitas Skala... 74
3.4.3. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 75
3.5. Teknik Analisa Data... 76
BAB
4 PRESENTASI DANAANALISIS
DATA.
77-90
4.1. Gambaran Umum Responden... 774.2. Presentasi Data... 80
4.2.1. Uji Persyaratan... 80
4.2.2. Penyebaran Skor Responden... 83
4.2.3. Uji Hipotesa.... 85
4.3. HasH Tambahan 86 4.3.1. Perbedaan Sikap Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, pendidikan, status pernikahan, dan lama bekerja... 86
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN
SARAN
.
5.1. Kesimpulan .
5.2. Diskusi. .
5.3. Saran .
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
91-97
[image:10.524.29.429.52.510.2]Tabel 3.3 Skoring Instrumen 67
Tabel 3.4 Hasil Uji Coba Skala Sikap Kerja 71
Tabel 3.5 Kisi-kisi Penelitian Skala Sikap Kerja 72 Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Skala Persepsi Tentang Keadilan 73 Tabel3.7 Kisi-kisi Penelitian Skala Persepsi Tentang Keadilan 74 Tabel4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 77 Tabel4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia 78 Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan 78 Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pernikahan. 79 Tabel4.5 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Lama Bekerja 79
Tabel 4.6 Uji Normalitas 80
Tabel4.7 Uji Homogenitas 83
Tabel 4.8 Deskriptif Statistik Penyebaran Skor Responden 84 Tabel4.9 Korelasi Skala Persepsi Tentang Keadilan dengan Skala
Sikap-Kerja 85
Tabel 4.10 Sikap Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin 87
Tabel 4.11 Sikap Kerja Berdasarkan Usia 88
[image:11.521.44.442.77.502.2]PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Untuk dapat bertahan hidup, manusia haruslah bekerja, dengan bekerja
seseorang akan mendapatkan upah atau imbalan dan dengan upah atau
imbalanpun kebutuhan primer akan dapat terpenuhi.
Karena bekerja merupakan salah satu bagian yang terpenting bagi manusia.
Selain untuk memenuhi kebutuhan, bekerja merupakan sarana untuk
mengaktualisasikan diri. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang.
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk
dapat merealisasikan secara penuh. Dan kebutuhan ini menekankan
kebebasan dalam melaksanakan pekerjaan. (Munandar. 2001).
Strauss dan Sayless (1990), menyatakan bahwa orang bekerja pada
dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu meliputi:
(1) Kebutuhan Fisiologi, misalnya: kebutuhan rasa aman, (2) Kebutuhan
Psikis, misalnya: kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan kerja, (3)
Kebutuhan Sosial, misalnya: kebutuhan untuk membina persahabatan
dengan teman kerja.
Pada umumnya orang beranggapan bahwa tujuan bekerja itu hanyalah untuk
mencari uang sehingga semakin besar gaji yang diberikan semakin tertariklah
orang pada pekerjaan itu. Hal tersebut karena kebutuhan manusia akan
makan. minum, pakaian dan perumahan akan terpenuhi bila seseorang
memiliki uang maka apa saja bisa dimiliki.
Tetapi dari hasil penyelidikan psikologi di perusahaan ternyata bila gaji sudah
mencukupi secara sederhana maka gaji bukanlah faktor utama yang dikejar
di dalam bekerja. Orang lebih berkecendrungan untuk memikirkan tipe
pekerjaan. status sosial pekerjaan dan kesempatan untuk maju walaupun
gajinya rendah.
Di Indonesia pada umumnya orang merasa tidak senang dengan pekerjaan
yang membangkitkan anggapan tentang status sosial yang rendah. Mereka
lebih senang dengan pekerjaan yang bersih, seperti juru ketik di kantor atau
perusahaan, walaupun penghasilannya rendah (Siagian, 2002).
Berdasarkan penyelidikan di negara.negara barat, ternyata gaji hanya
memotivasi orang bekerja adalah rasa aman dan kesempatan untuk naik
pangkat dalam bekerjanya.
Kondisi tempat di mana kita bekerja juga merupakan faktor yang sangat
besar pengaruhnya terhadap semangat bekerja kondisi tempat kerja yang
memungkinkan bahaya,bahaya, seperti debu,debu, roda,roda mesin
berputar, biasanya menyebabkan semangat kerja menjadi rendah. Kondisi
tempat kerja yang baik yang ditandai oleh baiknya peredaran udara yang
cUkup, penerangan lampu yang terang dan jauh dari kebisingan suara yang
mengganggu konsentrasi kerja, selain itu tata ruang yang baik dan warna
yang indah, serta keberhasilan yangエ・セ。ァ。 sangat membuat karyawan betah
bekerja. Lingkungan kerja yang seperti ini akan meningkatkan semangat
dalam bekerja.
Faktor lain yang mempengaruhi sikap positif terhadap pekerjaan adalah
orang,orang yang ada di Iingkungan kerja kita, kalau teman sekerja kita
kompak, ramah tamah dan menyenangkan biasanya kita merasa betah
bekerja dan memperoleh kesenangan dan kebahagian dalam bekerja
sebaliknya jika dalam lingkungan kerja kita merasa tidak nyaman dan tidak
diperlakukan secara seimbang maka secara otomatis akan mempengaruhi
Dapat dikatakan bahwa karyawan dalam mengharapkan atau menilai imbalan
yang di terimanya melibatkan persepsi tentang keadilan. Oleh karena itu, baik
disadari atau tidak disadari, seorang karyawan akan mempersepsikan hasil
yang di terimanya seperti gaji, hubungan dengan teman sekerja, suasana
lingkungan kerja dan tantangan pekerjaan, jika dibandingkan dengan
masukan terhadap dirinya sendiri seperti: tingkat pendidikan, kemampuan
yang dimiliki, pengalaman kerja dan masa kerja, yang pada keseluruhannnya
akan mempengaruhi sikap kerja (Irmawati, 2004).
Pada dasarnya pihak pengelola dan pihak karyawan merupakan suatu mitra
kerja yang saling menguntungkan, karyawan bekerja dengan menghasilkan
benda dan mendapatkan upah atau gaji seperti: imbalan berupa uang atau
fasilitas tertentu, dalam menghasilkan benda atau jasa tersebut. Dalam hal
tersebut Karyawan melibatkan banyak faktor antara lain: pendidikan,
keterampilan, pengalaman, usia, kecerdasan, jenis kelamin, senioritas, dan
daya upaya yang dikerahkan dalam melaksanakan pekerjaannya (Irmawati,
2004).
Dengan menggunakan teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai
penelitian dan salah satu hasilnya adalah bahwa orang yang menerima gaji
yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami
Seseorang melihat upah atau gaji itu dengan "kaca mata" perbandingan.
Perbandingan pertama dikaitkan dengan harapan seseorang berdasarkan
tingkat pendidikan, pengalaman, masa kerja, jumlah tanggungan, status
sosial dan kebutuhan ekonomi. Semakin tinggi faktor-faktor diatas maka
semakin tinggi pula harapannya. (Siangian, 1995).
Sedangkan menurut Good Watson bahwasanya dengan memberikan gaji
yang cukup tinggi belum tentu menjamin adanya kepuasan kerja bagi
karyawan. Seperti yang diungkapkan oleh Wiener dalam Mowday (1983),
bahwa karyawan yang dibayar rata-rata terutama bila tugas dilakukan
melibatkan ego mereka, contohnya tugas yang dilakukan mempergunakan
konsep diri dan pemikiran. Berdasarkan penemuan ini mereka berpendapat
bahwa penampilan pekerjaan karyawan di dalam kondisi dibayar lebih
perasaan ketidakadilan muncul karena adanya penurunan harga diri pada
karyawan itu sendiri jika ada gagal dalam pekerjaanya.
Adams dalam Wexley dan Yuki (1977), mengatakan bahwa puas tidak
puasnya seseorang terhadap pekerjaannya akan tergantung apakah
karyawan merasakan atau tidak merasakan keadilan pada situasi pekerjaan.
Perasaan ini diperoleh setelah karyawan membandingkan dirinya dengan
karyawan merasa adil maka karyawan tersebut merasakan kepuasan
demikian juga sebaliknya.
Greenberg (1988), mengatakan bahwa persepsi tentang keadilan dan
perbandingan hasil tidak hanya tergantung pada tingkat hubungan antara
hasil-hasil saja, tetapi tergantung pada penjelasan yang diberikan mengenai
hasil yang diterima. Langkah-Iangkah dan keputusan hasil yang diberikan
akan diterima karyawan apabila; (1) karyawan tersebut yakin kalau pimpinan
mempunyai kepekaan terhadap pandangan karyawan, (2) keputusan yang
diambil tanpa bias, (3) keputusan yang diterapkan berlaku secara konsisten,
(4) keputusan itu dipertimbangkan dengan matang berdasarkan
informasi-informasi yang adekuat, (5) pembuat keputusan mengkomunikasikan
pikiran-pikirannya itu dengan bijaksana, dan (6) karyawan yang mengalami
keputusan tersebut dilatih dengan penuh pengertian dan sikap sopan santun,
sebagaimana telah ditemukan bahwa perlakuan atau latihan secara
interpersonal adalah penting untuk mengharapkan reaksi yang wajar dari
situasi atau menghadap kondisi yang tidak adi!.
Dari pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa ketidakadilan itu
dapat dirasakan oleh karyawan setelah karyawan membandingkan hasil
masukan dirinya dengan hasil masukan yang lain. Kemudian ketidakadilan
ketidakadilan dapat memotivasi karyawan dalam upaya untuk mengurangi
atau mencapai keadilan.
Oleh karena itu baik disadari maupun tidak disadari, seorang karyawan akan
mempersepsikan hasil yang diterimanya seperti gaji, hubungan dengan
teman sekerja, suasana lingkungan kerja dan tantangan pekerjaan, jika
dibandingkan dengan masukan terhadap dirinya sendiri seperti: tingkat
pendidikan, kemampuan yang dimiliki, pengalaman kerja dan masa kerja
yang pada keseluruhannya akan mempengaruhi sikap kerja (Irmawati, 2004).
Seperti yang dikemukakan oleh Crow dan Crow (1973), bahwa sikap tidak
akan lepas dari lepas dari kehidupan manusia karena sikap merupakan
tingkah laku yang mengarahkan manusia untuk menilai baik buruk suatu
objek melalui apa yang ditunjukan oleh sikap positif terhadap sesuatu. Oleh
karena itu pengetahuan terhadap suatu hal akan menyebabkan mempunyai
sikap positif. Dan sikap ini akan mempengaruhi niat seseorang untuk
menerima sesuatu yang berkaitan dengan hal itu (Ancok, 1986).
Misalnya, kasus seorang karyawan sudah memiliki pengetahuan tentang
rasio hasil masukan yang tidakfair. Dalam pekerjaan ia mengalami kondisi
yang tidak adil, maka dalam upaya untuk mengurangi ketidakadilan tersebut
ia bisa mengubah rasio hasil.masukan secara kognitif. Artinya karyawan
Jadi sikap dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif mempunyai
kecenderungan untuk mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek
tertentu. Adapun sikap negatif mempunyai kecenderungan untuk mengetahui,
menghindari, dan tidak menyukai. Objek pelWujudan sikap positif maupun
sikap negatif yang dipengaruhi oleh objek tertentu dapat dipengaruhi oleh
sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Karena domain itu saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat
mengetahui kognisi dari perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap
tertentu, maka kita akan tahu pula kecendrungan perilaku. Dengan demikian
dapat diramalkan perilaku dari sikap yang nampaknya besar sekali dalam
penerapan psikologi.
Namun dalam kenyataanya tidak selamanya suatu sikap tertentu berakhir
dengan perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut, oleh karena itu penulis
tertarik untuk meneliti variabel-veriabel tersebut. Dan akhirnya permasalahan
yang ingin diteliti adalah sejauhmanakah Hubungan Antara Persepsi tentang
Keadilan dengan Sikap Kerja Karyawan. Mengingat pentingnya persepsi
tentang keadilan atau perlakuan dan pembayaran yang adil di Iingkungan
perusahaan terkait dengan sikap kerja karyawan, maka penulis merasa
1.2.
Identifikasi Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini dan agar pene/itian ini
tidak meluas, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah. Adapun
batasan masalah yang akan diteliti pada skripsi ini adalah:
1. Persepsi keadilan yang dimaksud adalah kondisi seimbang yang
dirasakan dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan
peningkatan kualitas antara masukan dan hasil yang diterimanya dan
perhatian utamanya adalah sistem imbal jasa yang terdiri dari imbal jasa
finansial(gaji, honor, bonus tunjangan jabatan, tunjangan lapangan,
tunjangan hari raya) dan imbal jasa non finansial (pendidikan dan latihan,
promosi, mutasi, penempatan, penilain prestasi kerja, pengenaan sanksi
terhadap peraturan.
2. Sikap Kerja adalah perasaan positif atau negatif yang dimiliki karyawan
tehadap tempat kerja ataupun teman bekerja adapun aspek-aspek yang
mendukung adalah: perasaan keterlibatan, mempunyai sikap tehadap
pekerjaan, kebutuhan untuk tergantung, adanya sifat kepatuhan terhadap
orang lain, penampilan akan pekerjaan.
3. Dalam penelitian ini, subyek yang akan dijadikan responden adalah
perempuan dan berusia minimal 20 tahun sampai dengan 45 tahun
sedangkan lama bekerja minimal 1 tahun.
1.2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan maka masalah penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah hubungan antara variabel persepsi tentang keadilan dengan
variabel sikap kerja?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini
adalah dimaksudkan untuk mengetahui:
1. Hubungan antara Persepsi tentang Keadilan dengan Sikap Kerja
karyawan
2. Besarnya hubungan antara persepsi tentang keadilan dengan sikap
kerja karyawan
3. Arah hubungan antara persepsi tentang keadilan dengan sikap kerja
1.3. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya psikologi industri dan
organisasi.
2. Manfaat secara praktis
Melalui penelitian ini diharapkan sebagai pengembangan terhadap kajian
tentang persepsi keadilan dan sikap kerja pada bidang psikologi industri
dan organisasi.
Penelitian ini juga, dapat dipergunakan sebagai acuan tambahan dalam
menelaah perilaku manusia di tempat kerja, terutama perilaku yang
berhubungan dengan persepsi keadilan. Sumbangan yang diberikan oleh
penelitian ini adalah karena paradigma yang digunakan dalam
menganalisis sikap kerja, di mana sikap kerja bukanlah suatu yang terjadi
1.5. Sistematika Penulisan
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kaidah penulisanAmerican
Psychology Association (APA Style)
BAB 1 : Berisi Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah,
Identifikasi penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan yang dipakai.
BAB 2 : Berisi tentang Kajian teori yang mencakup definisi sikap, komponen
sikap, karakteristik sikap, definisi kerja, faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap kerja, pengukuran sikap kerja, definisi
persepsi, pembentukan persepsi, definisi keadilan, kerangka
berfikir dan selanjutnya dibuat hipotesis penelitian.
BAB 3 : Bab ini membahas metodologi penelitian tentang pendekatan
penelitian, populasi, sampel penelitian, variabel penelitian,
instrumen penelitian, teknik analisa data dan prosedur penelitian.
BAB 4 : Bab ini membahas gambaran umum responden, deskripsi data dan
hasil penelitian.
BAB 5 : Bab ini berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan, diskusi dan
KAJIAN TEORI
2.1. Sikap Kerja
2.1.1. Definisi Sikap
Sikap merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas karena dengan
diketahuinya sikap seseorang ataupun sekelompok orang, maka akan dapat
diramalkan tingkah laku yang akan terjadi.
Definisi tradisional tentang sikap berisikan gambaran yang sedikit berbeda
mengenai sikap atau menekankan aspek yang sedikit berbeda.
G. W. Allport (1985), mengemukakan behwa:
"Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamika atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya".
Definisi di atas sangat dipengaruhi oleh tradisi tentang belajar, juga
ditekankan bagaimana pengalaman masa lalu yang membentuk sikap.
Dengan alasan yang sama, sikap terutama digambarkan sebagai kesiapan
untuk selalu menanggapi dengan cara tertentu dan menekankan implikasi
Sebaliknya, Krech dan Crutchfield (dalam Sarlito Wirawan, 1985), yang
sangat mendukung perspektif kognitif, mendefinisikan sikap sebagai:
"Organisasi yang bersifat menetap dari proses rnotivasional, emosional, perceptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu".
Sikap didefinisikan sebagai:
" A person's location on a bipolar evaluative or affective dimension with
respect to some object, action. Or event. An attitude represents a person's
general feeling of favorableness toward some stimulus object" (Fishbein &
Ajzen, 1975).
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa sikap merupakan posisi
seseorang dalam dimensi evaluasi atau afeksi yang bipolar. Posisi ini
berkaitan dengan obyek, tingkah laku atau kejadian. Suatu sikap merupakan
representasi dari perasaan secara umum, mengenai kesukaan atau
ketidaksukaan terhadap suatu obyek.
Pendapat lain Sarwono (1974), memberi pengertian tentang sikap sebagai
suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak. Sikap dapat bersifat
positif dan negatif. Sikap positif mempunyai kecenderungan untuk mendekati,
menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Adapun sikap negatif
mempunyai kecenderungan untuk mengetahui, menghindari, dan tidak
menyukai. Objek perwujudan sikap positif maupun sikap negatif yang
dipengaruhi oleh objek tertentu dan dapat yang dipengaruhi oleh sistem nilai
Crow dan Crow (1973), mengatakan bahwa sikap tidak akan Iepas dari
kehidupan manusia karena sikap merupakan tingkah laku yang mengarahkan
manusia untuk menilai baik buruk suatu objek melalui apa yang ditunjukkan
oleh sikap positif terhadap sesuatu. Oleh karena itu pengetahuan terhadap
suatu hal akan menyebabkan mempunyai sikap positif. Dan sikap ini akan
mempengaruhi niat seseorang untuk menerima sesuatu yang berkaitan
dengan hal itu (Ancok, 1986).
Misalnya, kasus seorang karyawan sudah memiliki pengetahuan tentang
rasio hasil masukan yang tidak fair. Dalam pekerjaan ia mengalami kondisi
yang tidak adil, maka dalam upaya untuk mengurangi ketidakadilan tersebut
ia bisa mengubah rasio hasil masukan secara kognitif. Artinya karyawan
dapat menurunkan atau menaikkan makna atau nilainya.
Perhatikanlah bahwa secara keseluruhan mereka mengabaikan beberapa
petunjuk tentang asal mula sikap dan lebih menekankan pengalaman
subjektif di masa sekarang. Perhatikan juga bahwa mereka menekankan
organisasi, mereka memandang seseorang sebagai organisme, yang dapat
berfikir dan terstruktur secara aktif. Dan akhirnya, perhatikan bahwa tidak ada
tekanan tentang perilaku yang nampak. Pandangan kognitif menekankan
Namun, banyak para pakar yang tidak selalu sepakat tentang definisi dari
sikap itu sendiri. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi mengenai
sikap, yaitu (dalam Sarlito Wirawan, 2002):
Attitude is a favorable or unfavorable evaluative reaction toward something or someone, exhibited in one's belief, feeling or intended behavior (Myres,
1996).
An Attitude is a disposition favorable on unfavorably to an bject, person, institution or event (Ajzen. 1988).
Attitude is a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor (Eagly & Chaiken, 1982).
Menurut Newcomb dalam Mar'at (1981), sikap merupakan suatu kesatuan
kognisi yang mempunyai va/ens! dan akhirnya berintegrasi ke dalam pola
yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar2.1. Hubungan antara nilai, sikap, motif dan dorongan
Motivasi
Sasaranltujuan yang bernilai terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisir
Kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku bermotivasi
Kesiapan ditujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi
[image:28.524.23.427.166.619.2]Dari definisi-definisi tersebut tampak bahwa meskipun ada perbedaan,
semuanya sependapat bahwa eiri dari sikap adalah (1) mempunyai objek
tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya), dan (2)
mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka) (Ben, 1970;
Edwards, 1957; Fishbein & Ajzen, 1975; Osgood, Suci & Tannenbaum, 1957;
Oskamp, 1977; dalam Sarlito Wirawan, 2002).
Perbedaan terletak pada proses terjadinya dan penerapan dari konsep
tentang sikap ini. Mengenai proses terjadinya, sebagian besar pakar
berpendapat bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan).
Oleh karena itu, sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi, dan
diubah. Sikap berbeda dari sifat(trait) yang lebih merupakan bawaan yang
sulit diubah. Akan tetapi, sebagian besar pakar lainnya mengatakan bahwa
dapat saja sikap timbul karena bawaan, terbukti dari kenyataan bahwa sikap
dapat timbul kerena ada pengalaman sebelumnya, misalnya orang yang
sejak bayi tidak suka sayur (Eagly & Chaiken, 1992); dalam Sarlito Wirawan,
2002).
Demikian pula penelitian-penelitian menunjukan adanya persamaan sikap
pada orang-orang kembar identik (Waller dkk., 1990) dan adanya hUbungan
2.1.2. Komponen Sikap
Sikap mengandung 3 komponen (Ajzen, 1988) yaitu:
1. Komponen kognitif; terdiri dari seluruh kognisi yang memiliki
seseorang mengenai objek sikap tertentu-fakta, pengetahuan, dan
keyakinan tentang objek,
2. Komponen Afektif; terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang
terhadap objek, terutama penilaian,
3. Komponen Konatif; terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi
atau kecendrungan untuk bertindak terhadap objek.
2.1.3. Karakteristik Sikap
Karakteristik dari sikap senantiasa mengikutsertakan segi evaluasi yang
berasal dari komponen afeksi. Sedangkan kejadiannya tidak diikut sertakan
segi evaluasi emosional. Oleh sebab itu sikap adalah relatif konstan dan agak
sukar berubah. Jika ada perubahan dalam sikap berarti adanya suatu
tekanan yang kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
Mar'at (1981),sikap dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek
tertentu, menggugah motif untuk bertingkah laku;
b. Sikap digambarkan pula dalam berbagai kualitas dan intensitas yang
berbeda dan berg3rak secara kontinyu dari positif melalui areal netral ke
arah negatif;
c. Sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar daripada sebagai hasil
perkembangan atau sesuatu yang diturunkan;
d. Sikap memiliki sasaran tertentu. Sasaran dalam hal ini tdak perlu konkrit
akan tetapi dapat bersifat abstrak atau dapat bersifat langsung dan tidak
langsung;
e. Tingkat keterpaduan sikap adalah berbeda-beda. Sikap yang sangat
berpautan akan membentuk kelompok (kluster) yang merupakan
subsistem sikap;
f. Sikap bersifat relatif menetap dan tidak berubah.
Dilihat dari karakteristik tersebut jelaslah bahwa konsep sikap diramalkan
2.1.4 Definisi Kerja
Seseorang bekerja karena adanya sesuatu yang hendak dicapainya dan
orang berharap, bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya
pada suatu keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Untuk mencapai tujuan kebutuhah tersebut, orang terdorong melakukan
aktivitas yang disebut kerja. Akan tetapi tidak semua aktivitas dapat
dikatakankerja, karena menurut Franz Von Magnis dalam Anarogan (2001),
pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan. Jadi pekerjaan itu
memerlukan pemikiran yang khusus dan tidak dapat dijalankan kegiatan
tersebut oleh binatang, yang dilaksanakan tidak hanya karena pelaksanaan
kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan
sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau
sebagai benda karya, tenaga jasmani dan rohani atau berupa kegiatan fisik
atau bersifat psikis.
Menurut Barthos (2001), kerja diartikan sebagai suatu usaha melakukan
kegiatan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan,
Selanjutnya menurut Hegel dalam Anoraga (2001), bahwa inti dari pekerjaan
adalah kesadaran man usia. Pekerjaan memungkinkan orang dapat
menyatakan diri secara objektif kedunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat
memandang dan memahami keberadaan dirinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa kerja adalah sebuah
aktivitas dasar dan menjadi bagian esensial dari kebutuhannya dan
memberikan status untuk manusia itu sendiri.
Aktivitas kerja merupakan hal yang tidak asing bagi kehidupan manusia.
setiap hari manusia hidup dan berjuang dalam dunia kerja. Sedemikian erat
manusia dengan kerja. Sehingga aktivitas kerja tampak hanya mempunyai
satu pengertian yang utuh dalam kehidupan manusia.
Menurut Ghiselli dan Brown (1958), aktivitas kerja memiliki dua bentuk yang
berbeda, yaitu: (1) aktivitas kerja fisik, dan (2) aktivitas kerja mental. Secara
fisik aktivitas kerja merupakan penyaluran energi potensial ke energi kinetik.
Penekanan aktivitas kerja ini lebih bersifat fisiko Tenaga tersebut diperoleh
dari kontraksi otot-otot. Kontraksi otot tersebut terjadi karena hasil oksidasi
zat gula dan zat tepung. Sedangkan aktivitas kerja mental tidak menekankan
Berdasarkan atas kedua aktivitas tersebut Fleishman dan Hogan (1979),
menyatakan bahwa baik fisik maupun mental kedua jenis aktivitas tersebut
berperan dan saling berpengaruh pada aktivitas kerja manusia secara
keseluruhan.
Seperti halnya permainan bagi anak, aktivitas kerja tampak sebagai aktivitas
dasar yang memberikan kesenangan, manfaat, dan arti tersendiri bagi
kehidupan manusia dalam aktivitas tersebut akan terdapat berbagai transaksi
dari berbagai pihak yang akan menimbulkan berbagai manfaat (Blum, 1968:
Schermerhorn, 1982).
Selanjutnya Blum dan Schermerhorn (1982), mengatakan bahwa aktivitas
kerja melibatkan tiga manfaat dalam kehidupan manusia yaitu: (1) manfaat
sosial (2) manfaat ekonomi (3) manfaat psikologis.
2.1.5 Sikap Kerja
Cacioppo dalam Brigham (1991), mengatakan sikap sebagai suatu respon
yang timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki reaksi individual.
Sikap adalah kecendrungan tingkah laku yang didasari oleh proses evaluatif
dalam diri individu, terhadap suatu objek tertentu (Ajzen
&
Fishbein, 1980).Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa
bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses
evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus
dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak
menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap
objek sikap.
Wexley dan Yuki (1992), menyatakan bahwa sikap kerja merupakan bagian
perasaan terhadap pekerjaan. Adanya perasaan puas terhadap aspek-aspek
dalam bekerja akan sangat berpengaruhi terhadap baik buruknya sikap kerja
karyawan. Miner (1992), menjelaskan bahwa sikap kerja adalah perasaan
positif atau negatif yang memiliki karyawan terhadap tempat kerja atau temen
bekerja. Hal ini berarti sikap kerja merupakan perasaan suka atau tidak suka
terhadap pekerjaannya.
Menurut Azwar (1997), pembentukan sikap kerja dipengaruhi oleh beberapa
a. Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang individu alami akan ikut terbentuk dan
mempengaruhi penghayatan individu terhadap stimulus sosial. Untuk
dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional;
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan
ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafil:asi dan keinginan
untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut;
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena
kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu
yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya
kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang dapat memudarkan
d. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, karenanya meletakkan
dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu;
e. Media massa
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugestiyang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut;
f. Pengaruh faktor emosional
Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
oleh emosi yang berfungsi semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego;
2.1.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja cukup banyak, dalam tulisan ini
Gibson dkk. (1989), mengatakan bahwa suatu kondisi yang adil atau tidak
adil dapat menimbulkan masalah moral kerja, pergantian karyawan, dan
absensi.
Situasi kerja yang perlu mendapat perhatian adalah faktor keselamatan kerja,
ventilasi, kebersihan ruangan, ruangan yang cukup luas. Hal ini turut
membantu memelihara kondisi fisik karyawan, sehingga mereka tidak mudah
lelah, bosan, dan jenuh. Selanjutnya dikatakan bahwa ketidaksenangan
berada di tempat kerja mempengaruhi sikap kerja (Siagian, 1988).
Kedua faktor tersebut ditekankan untuk menciptakan suasana yang dapat
mendukung kenyamanan kerja karyawan dalam Iingkungan pekerjaan.
Karena apabila situasi dan kondisi kerja kurang mendukung atau tidak
menyenangkan dapat berdampak negatif pada karyawan.
Disamping itu imbalan atau gaji adalah suatu pengaruh yang paling kuat
pada sikap kerja. Karyawan yang pada umumnya bekerja bertujuan untuk
mendapatkan imbalan itu demi mempertahankan hidupnya.
Towle (1965), berpendapat bahwa sikap kerja ialah suatu keadaan
seseorang sehubungan dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan serta
keinginannya. Salah satu faktor seseorang bekerja ialah untuk mendapatkan
menyumbangkan atau memberikan tenaga serta pikirannya kepada
organisasi. Hasil atau imbalan yang diperoleh setelah ia bekerja, dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dengan hasil
jerih payahnya itu sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
Apabila dapat ditabung sudah tentu ia akan merasa puas.
Sikap kerja terhadap perusahaan atau pekerjaan banyak dipengaruhi dan
ditentukan oleh harapan-harapan karyawan. Sikap kerja yang tinggi
menyebabkan individu ikut mengambil bagian dalam keputusan-keputusan
yang mempengaruhi dirinya dan mereka cenderung merasa puas dengan
pekerjaannya serta menerima sebagaimana hal yang membangkitkan
semangat kerja.
Mitchel (1982), mengatakan bahwa ketidakpuasan karyawan dalam bekerja
dapat menyebabkan karyawan suka membolos dari pekerjaannya atau yang
lebih ekstrimmengajukan permohonan minta berhenti. Keadaan ini dapat
berpengaruh negatif untuk kesehatan fisik maupun psikis sehingga
produktivitas kerja menjadi rendah.
Nainggolan (1984), mengatakan bahwa ketaatan suatu bentuk kesetiaan
dalam segala peraturan kedinasan dan tidak melanggar peraturan yang
berlaku. Ketaatan identik dengan kedisiplinan sebagai suatu sikap tingkah
tidak. Misalnya perusahaan menetapkan suatu peraturan bahwa setiap
karyawan tidak boleh terlambat masuk kerja. Apabila sebagian besar
karyawan tersebut taat berarti salah satu kedisiplinan sudah dapat
ditegakkan (Leavit, 1986).
Absen merupakan keadaan waktu seseorang tidak datang ke tempat kerja.
Penyebab absen adalah karena keeelakaan kerja, rendah prestasi, kurang
perhatian, ada halangan transportasi, menyelesaikan urusan pribadi dan
kedatangan tamu (Flippo, 1986). Menurut Hadi (1974) absen dapat
disebabkan karena sakit dan merasa bosan terhadap pekerjaan.
Siagian (1988), mengatakan bahwa ketabahan kerja merupakan salah satu
peneerminan dari sikap kerja, ketabahan kerja adalah kesungguhan
karyawaan mengatasi masalah dalam usaha menyelesaikan tugas setiap
waktu dan keadaan tanpa mudah menyerah serta dilandasi kepereayaan
pada diri sendiri.
Dalam setiap pekerjaan, sedikit banyak harus mempergunakan ketelitian
kerja yaitu kemampuan psikomotorik yang bersifat keterampilan dimana
merupakan salah satu eiri atau sifat bagi jenis pekerjaan tertentu dengan
Menurut Mc Cormick dan Tiffan (1974), kemampuan psikomotor meliputi
gerakan tangan, keterampilan jari jemari dan koordinasi mata dengan tangan
yang pada dasarnya ditunjang kemampuan penglihatan. Kelelilian seseorang
biasanya berhubungan dengan kecakapan kelerampilan. Barlatl dalam
Tjahjono (1986), mengatakan bahwa keterampilan ilu berasal dari proses
kognitif yang menghasilkan penampilan yang cermat dan leliti.
Siagian (1988), mengatakan bahwa pendidikan merupakan faktor
pembentukan kecakapan dan keterampilan dalam pekerjaan. Dengan
pendidikan, dapat lebih berinisiatif, kemampuan mengambil keputusan,
langkah-Iangkah atau tindakan yang diperlukan dalam melakukan tugas
tanpa diberi atau diminta petunjuk atasan (Nainggolan, 1984). Orang
berinisialif diduga akan sukses dalam pekerjaan karena ide-ide atau
pendapat-pendapat yang akan mendukung pekerjaan.
Selain itu hal yang berhubungan dengan Iingkungan fisik adalah:
kenyamanan ruangan, absensi, kuantitas dan kualitas pekerjaan serta inisiatif
2.1.7. Pengukuran Sikap Kerja
Kartono (1985), mengatakan pada dasarnya para karyawan tidak sekedar
dikuasai oleh motif ekonomi tetapi dibalik itu semua mereka dijiwai oleh
dorongan motif yang kuat, mencari rasa aman untuk bisa diterima menjadi
bag ian integral dari suatu kelompok kerja dan bisa berperan di dalamnya.
Tidak seorangpun yang bisa berprestasi dalam bekerja jika dia tidak bersedia
bekerjasama dengan orang lain, dengan kata lain kurang mempunyai sikap
kooperatif. Selain itu tidak ada seseorangpun yang bisa bekerjasama tanpa
dilandasi rasa kepecayaan pada orang lain. Jika mereka itu satu sama lain
tidak terikat oleh opini-opini yang sama, afeksi atau perasan dan interest
yang sama.
Maslow dalam Miner (1992), menyatakan bahwa orang-orang yang sehat
memiliki kebutuhan untuk bekerja, tumbuh, berpartisipasi dan menjadi orang
yang berharga. Individu dalam suasana kerja dapat merasakan kepuasan
karena menjadi anggota suatu tim bekerja sama dengan orang lain sebagai
Miner (1992), pengukuran sikap kerja dapat terwujud:
a. Adanya perasaan keterlibatan sehingga menyakinkan bahwa mereka
mampu untuk membuat keputusan. Individu dalam menyelesaikan
pekerjaannya tidak lepas dari kebersamaanl kekeluargaan yang baik
dalam suatu organisasi serta saling mengerti dan memahami tentang
status dirinya dan pekerjaannya dorongan mau terlibat di dalamnya;
b. Mempunyai sikap yang baik terhadap pekerjaan. Adanya penerimaan dan
penyelesaian pekerjaan dengan senang, kemauan dan semangat kerja
yang tinggi.
c. Kebutuhan untuk saling tergantung. Bagaimana seseorang dapat
menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya tidak akan lepas dari pengaruh,
dorongan serta bantuan orang lain.
d. Adanya sifat kepatuhan terhadap orang lain. Sikap seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewenangannya, kedisiplinan kerja dengan
monoton, sehinggga menyebabkan orang lain harus bersikap patuh, taat
terhadap ketentuan atau syarat yang berlaku.
e. Penampilan akan pekerjaan. Seseorang dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaannya tepat waktu dan konsekuen sehingga hasil yang diperoleh
2.2.
Persepsi Tentang Keadilan
2.2.1 Definisi Persepsi
Persepsi menurut Rakhmat Jalaludin (1998), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Ruch (1967), persepsi adalah suatu proses tentang
petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan
diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur
dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991), mengemukakan
bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan
mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely
(1994), menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap
Iingkungan oleh seorang individu.
Menurut Stephent P. Robbins (2003), Persepsi adalah suatu proses
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi Iingkungan mereka.
Persepsi menurut kamus psikologi artinya adalah proses dimana seseorang
yang dimilikinya; pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi
data inderawi (Gulo, 2001).
Di dalam Desiderato yang dikutip Rakhmat (2001), pemahaman persepsi
adalah proses pemberian makna pada stimulus yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Dari dua pengertian persepsi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan suatu penilaian atau pemahaman dari individu dalam hal ini
kognitifnya berdasarkan apa yang dirasakannya yang akan membentuk suatu
penilaian terhadap hal-hal yang telah diamati dan dirasakannya.
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan
khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja
stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai
proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian obyektif dengan
bantuan indera (Chaplin, 1989).
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap
stimulus. Menurut Atkinson dan Hilgard (1991), stimulus yang diterima
seseorang sangat kompleks, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian
diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru
Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs),
pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang
telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan
membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku
orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986).
2.2.2.
Pembentukan PersepsiMempersepsikan sesuatu tidak terjadi begitu saja tetapi ada unsur yang
dapat diciptakan,sebuah persepsi atau suatu proses yang dapat membuat
terjadinya suatu persepsi.
Seperti menurut Walgito, 1993. persepsi adalah;
Adanya objek yang dipersepsikan: yang mengenai indera atau reseptor, lalu di teruskan ke syaraf
sensori;
alat indera atau reseptor: merupakan alat untuk menerima stimulus yang terdiri syarafsensori
sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang di terima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak;perhatian; karena, tanpa adanya perhatian tidak ada persepsi.
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feige yang dikutip Yusuf
(1991), sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya
stimulus. Setelah mendapat stimulus, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi
yang interaksi dengan"interpretation", begitu juga interaksi dengan"closure".
Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka
akan berlangsung proses penyelesaian pesan tentang mana pesan ynag
tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna,
sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberikan
tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut
Asgari (1984), pada fase ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang
peranan yang penting.
Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran
objek, dan pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986). Selaras dengan
pernyataan tersebut Kreck, dkk dalam Sri Tjahjorini Sugiharto (2001),
mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor
utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan faktor pribadi adalah faktor internal yaitu keselamatan
kerja.
Menurut Desiderato (1976), persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang memperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan
makna pada stimulus inderawi (sensorystimuIJ). HUbungan sensasi dengan
persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu,
menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi
Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor
situasional. David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977), menyebutkan
faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor lain yang sangat mempengaruhi
persepsi, yakni perhatian.
Menurut Kenneth E. Andersen (1972), perhatian adalah proses mental ketika
stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada
saat stimulus lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita
mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan
mengesampingkan masukan-masukan melalui alat-alat indera yang lain.
Milton dalam Roni (1987), mengemukakan bahwa persepsi adalah proses
seleksi, organisasi dan interpretasi terhadap stimulus dari lingkungan.
Seorang karyawan dalam suatu kondisi dan situasi pekerjaan akan
ditentukan oleh karakteristik karyawan dan variabel situasi, sedangkan
persepsi tentang apa yang ada sekarang dalam suatu pekerjaan akan
ban yak ditentukan oleh kondisi kerja aktual. Persepsi dengan kata lain yang
dilakukan seseorang, apa yang harus dikerjakan dalam situasi kerja tertentu
dan bagaimana yang dilakukan orang lain, seperti atasan, teman sekerja
maupun bawahan, dan bagaimana harus bersikap serla berlingkah laku
sesuai dengan posisi jabatan mereka. Persepsi merupakan suatu hal terlentu
Pengalaman dapat berupa kejadian yang dialami sendiri maupun yang
diperoleh dari orang lain seperti guru, orang tua, kelompok yang terpandang,
buku-buku dan majalah-majalah ataupun media yang lain, misalnya televisi,
radio.
Persepsi merupakan proses yang membentuk dan mendasari suatu sikap
maupun perilaku (Branca, 1965). Menurut Pareek (1984), persepsi
merupakan serangkaian proses dari menerima, menyeleksi dan
mengorganisasi, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada
rangsang pancaindera.
Persepsi bukanlah sekedar melihat, dalam persepsi apa yang sudah diterima
melaui indera diolah secara kognitif untuk kemudian individu dapat
menentukan reaksinya dari sensasinya yang diterima (Young, 1958).
Dari pendapat di atas penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri individu baik proses
menyadari seleksi, pengorganisasian dan interpretasi terhadap objek
psikologis. Dalam proses-proses tersebut faktor pengalaman turut
mempengaruhi sesuatu yang dipersepsi atau diamati. Karena suatu objek
yang diamati akan ditangkap oleh indera dan akan terjadi suatu proses dalam
Dalam suatu proses persepsi memiliki peranan yang besar, terutama pada
aspek situasi pekerjaan, dalam hal ini yang dimaksud adalah persepsi
tantang keadilan. Persepsi tentang keadilan yaitu bagaimana karyawan
merasakan perbandingan rasio hasil masukan dirinya dibanding dengan rasio
hasil masukan karyawan lain yang jenis pekerjaannya relatif sama, artinya
karyawan mempersepsikan menghitung, selisih antara hasil masukannya dan
hasil masukan orang lain.
Persepsi tentang keadilan merupakan suatu rangsang yang didasarkan pada
karakteristik pekerjaan dan kelompok-kelompok acuan (Irmawati, 2004 ).
2.2.3 Definisi Keadilan
Adil menurut kamus IImiah Populer Kontemporer (2005), adalah memberikan
sesuatu kepada setiap orang yang sesuai dengan hak yang harus
diperolehnya.
Adil secara bahasa adalah tindakan, keputusan, perlakuan. Keadilan sosial
adalah keadaan masyarakat yang bersatu secara organik yang setiap
anggotanya mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan
berkembang serta belajar hidup pada kemampuan aslinya (Kamus Bahasa
Teori equitydariAdam (1965), yang mengatakan bahwa kondisi tidak
seimbang akan terjadi apabila karyawan dibayar kurang atau lebih. Hal ini
berarti ketidakadilan bukan hanya disebabkan semata-mata para karyawan
dibayar kurang tetapi dapat juga terjadi bila mereka dibayar lebih.
Pemyataan teori equityadalah bahwa orang akan menganggap dirinya
dihargai secara adil dengan cara bandingkan hasil rasio dengan masukannya
rasio orang lain (Homans, 1974; Adam, 1963). Jika perbandingan diangggap
sama (Martin, 1981).
Formulasi dari proses ini pada dasarnya adalah perbandingan yang
dirancang dengan hal-hal yang sama (Cook, 1975; Martin, 1981). Pada posisi
lain dinyatakan teori deprivasi re/atifadalah perasaan kurang adil asal dari
suatu perbandingan dengan antara hasil diterima oleh kelompok seseorang
anggota dari satu hasil yang diterima oleh orang lain atau kelompok lain.
Formulasi ini dirancang berdasarkan hal-hal yang sama. Martin (1981),
mengatakan bahwa besarnya rasa ketidakadilan dan tingkat rata-rata
kesejahteraan merupakan unsur-unsur dasar dari perasaan keadilan.
2.2.4. Persepsi Keadilan
Telah umum diakui bahwa keadilan menyangkut persepsi seseorang tentang
mengatakan bahwa dirinya di perlakukan dengan adil apabila perlakuan itu
menguntungkannya. Sebaliknya dia akan cenderung mengatakan bahwa dia
diperlakukan tidak adil apabila perlakuan yang diterima dirasakan
merugikannya. Dapat dipastikan persepsi seseorang tentang keadilan
berpengaruh pada perilaku dan tindak tanduknya yang pada gilirannya
menentukan motivasinya, terutama yang bersifat intrinstik, yang antara lain
terlihat pada tingkat prestasi kerjanya.
Menurut Sondang P. Siangian (2004), dalam menumbuhkan persepsi tertentu,
seseorang biasanya menggunakan tiga kategori referensi, yaitu (1) orang lain
sebagai pembanding, (2) sistem yang berlaku sebagai pembanding, terutama
yang menyangkut upah dan gaji, dan (3) diri sendiri sebagai pembanding.
Orang lain sebagai pembanding. Untuk menilai apakah seseorang mendapat
perlakuan yang adil dalam kehidupan organisasionalnya, ia biasanya
melakukan pebandingan antara dirinya dengan orang-orang lain dalam
organisasi, yaitu mereka yang berada pada tingkat yang sama dalam hirarki
organisasi, melakukan tugas yang relatif serupa dengan tanggungjawab yang
sama pula. Jika terdapat perbedaan perlakuan antara yang bersangkutan
dengan orang lain-lain itu, akan timbul persepsi ketidakadilan. Orang lain
yang bekerja di organisasi lain juga dapat di gunakan sebagai pembanding.
antara lain ialah latar belakang pendidikan, asal-usul, kedaerahan, kesukuan,
pertalian darah dan faktor-faktor lainnya yang bersifat subjektif dan juga
mungkin tidak rasional. Hal seperti ini lumrah terdapat dalam perusahaan
milik keluarga, dimana para anggota keluarga pendiri perusahaan mendapat
perlakuan yang lain, biasanya perlakuan yang lebih baik dibandingkan
dengan para karyawan yang bukan anggota keluarga pemilik perusahaan
yang bersangkutan. Akan tetapi dalam perusahaan atau organisasi yang milik
keluargapun hal demikian dapat terjadi.
Perbedaan perlakuan juga bisa terjadi karena pertimbangan asal-usul
seseorang. Misalnya, jika pimpinan puncak dalam suatu organisasi datang
dari suatu daerah atau suku tertentu dan memperlakukan orang-orang yang
satu daerah atau suku dengannya lebih baik dari perlakuan yang di
berikannya kepada orang-orang yang berasal dari daerah lain atau suku lain,
orang-orang lain itu akan merasa diperlakukan tidak adil dengan segala
konsekuensinya.
Perlakuan yang tidak adil itu bisa menyangkut berbagai hal seperti
penempatan, promosi, penilaian prestasi iセ・イェ。L pengenaan sanksi apabila
terjadi pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam
Karena itulah Iiteratur tentang administrasi dan manajemen selalu ditekankan
pada pentingnya kriteria yang objektif dan rasional dalam memperlakukan
para bawahan dan menerapkan kriteria tersebut secara rasional dan objektif.
Sistem yang berlaku sebagai pembanding. Dalam suatu organisasi yang
baik, biasanya terdapat suatu sistem tertentu yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya manusia yang menjadi anggotanya. Berbagai
komponen dalam sistem tersebut bisa mempunyai dua dasar, yaitu:
Pertama, peraturan perundang-undangan yang di tetapkan oleh pemerintah
yang harus ditaati oleh setiap organisasi.
Kedua, ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku bagi organisasi yang
bersangkutan yang didasarkan pada tradisi, kultur, dan kepentingan
organisasi tersebut.
Sistem ini biasanya menyangkut seluruh segi kehidupan organisasional.
Teori keadilan menyoroti semua komponen itu, meskipun perhatian utama
diberikan pada sistem pengupahan dan penggajian. Persepsi seseorang
diwarnai oleh pandangannya perlakuan terhadap dirinya dalam rangka
kerangka sistem yang berlaku itu. Artinya, seorang karyawan mungkin tidak
terlalu memperhitungkan apakah sistem yang berlaku itu sudah baik atau
manusia sistem ini biasanya tercermin apa yang dikenal sebagai prinsip
"equal pay for equal work" dengan syarat bahwa penerapannya adalah
citerisparibus (semua faktor sama) seperti masa kerja, tingkat pendidikan,
usia dan faktor-faktor lain yang turut dipertimbangkan, kesemuanya sama.
Adakalanya, sistem yang berlaku dalam suatu oraganisasi dibandingkan juga
dengan sistem yang berlaku di organisasi lain di daerah yang sama dan
bergerak pada jenis kegiatan organisasional yang serupa. Asumsi yang
digunakan ialah karena faktor-faktor yang di pertimbangkan sama, komponen
sistem yang mestinya berlaku itu, akan timbul persepsi ketidakadilan yang
apabila tidak diatasi dapat berakibat negatif pada perilaku dan tindak tanduk
pekerja yang bersangkutan dengan berbagai konsekuensinya yang akan
bersifat negatif pula.
Diri sendiri sebagai pembanding. Setiap orang memasuki suatu organisasi
sebagai tempat"mengadu nasib" dengan berbagai hal yang padanya
mulanya bersifat"ego sentries". Artinya, setiap orang mempunyai persepsi
tertentu tentang diri sendiri yang tercermin dari berbagai hal seperti: filsafat
hidupnya, latar belakang sosialnya, latar belakang pendidikannya, usianya,
pengalamannya dan mungkin juga jumlah tanggungannya, nilai-nilai yang
Faktor-faktor itulah yang turut menentukan jenis pekerjaan apa yang akan
dirasakan coeok baginya demi pemuasan berbagai kebutuhan orang yang
bersangkutan. Kiranya tepat apabila dikatakan bahwa dengan berbagai faktor
yang berpengaruh tersebut, setiap orang ingin memuaskan berbagai
kebutuhannya, baik yang bersifat primer maupun sekunder, akan tetapi
dengan pemberian penekanan yang berbeda-beda.
Misalnya, seorang dengan latar latar belakang pendidikan yang tidak terlalu
tinggi yang tidak memungkinkannya memiliki keahlian dan keterampilan
khusus tidak akan berharap memperoleh pekerjaan atau prafesi yang
memuaskan kebutuhan "esteem" dengan segera. Mungkin ia akan puas
apabila diterima sebagai karyawan "biasa" yang tanggungjawab utamanya
adalah melakukan kegiatan-kegiatan operasional dan mungkin berada pada
hirarki terendah dalam jajaran organisasi.
Dalam hal demikian, upah dan gaji mungkin merupakan perlimbangan
utamanya. Akan lain keadaanya apabila seorang dari keluarga berada,
mempunyai status sosial yang tinggi dan memperaleh pendidikan yang tinggi
serla memiliki pengetahuan yang mudah "dijuaf'. Pekerjaan yang dicarinya
adalah pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan atau keahlian
"esteem" dan aktualisasi diri. Artinya, pertimbangan utamanya meneari
pekerjaan bukan lagi uang.
Dari pembahasan diatas terlihat bahwa persepsi seseorang tentang keadilan
perlakuan terhadap dirinya sangat dipengaruhi oleh pandangan orang yang
bersangkutan mengenai diri send in. Sering terlihat bahwa terdapat
perbedaan antara persepsi seseorang tentang diri sendiri dengan persepsi
organisasi mengenai orang yang bersangkutan. Perbedaan persepsi ini
sering merupakan sumber perbedaan tentang interpretasi perlakuan yang
terjadi. Artinya, bisa saja organisasi merasa bahwa para karyawan telah
diperlakukan adil sesuai dengan tradisi, kultur dan ketentuan yang berlaku
dalam organisasi, sedangkan karyawan merasa diperlakukan tidak adi!. Hal
ini merupakan salah satu tantangan bagi manajer dalam memilih dan
menggunakan teknik motivasi tertentu agar sasaran motivasi itu tercapai.
Adams (1965), berdasarkan teori Dissinansi Festinger (1957), mengatakan
bahwa suatu kondisi yang tidak adil yang dialami seseorang akan
menimbulkan ketegangan dalam dirinya. Ketegangan ini proporsional dengan
ketidakadilan yang telah terjadi. Kemudian ketegangan yang timbul pada
seseorang akan memotivasi karyawan untuk melenyapkan atau menurunkan
ketegangan tersebut. Adanya kondisi ketidakseimbangan ini dengan kata lain
atau menurunkan ketidakseimbangan tersebut. Kekuatan motivasi untuk
melakukan keadaan itu berbeda-beda dengan besarnya ketidakseimbangan
yang dirasakan. Berdasarkan hal ini, maka untuk mengurangi ketidakadilan
pada seorang karyawan, dapat digambarkan dengan selalu proses antara
lain: (1) individu membandingkan hasil-masukannya dengan hasil-masukan
orang lain, (2) penentuan atau keputusan (keseimbangan & kepuasan;
ketidakseimbangan & ketidakpuasan), (3) tingkah laku termotivasi untuk
mengurangi ketidakseimbangan, atau bila kondisi seimbang tingkah laku
individu tidak berubah dan perlu upaya mempertahankannya.
Berdasarkan perbandingan yang dilakukan individu pada tahap satu,
karyawan kemudian menentukan apakah kondisinya seimbang atau tidak
seimbang atau tahap kedua. Dalam proses ini karyawan akan berusaha
memahami hasil dan masukan pada setiap jumlah hasil yang menurut
persepsinya relevan untuk diperhitungkan didalam secara berbeda-beda
terhadap unsur-unsur hasil maupun unsur-unsur masukan.
Berpijak pada pengertian ketidakseimbangan dapat disimpulkan bahwa
kondisi tak seimbang itu akan terjadi atau tidak yaitu hanya apabila karyawan
dibayar kurang. Tetapi juga terjadi bila karyawan dibayar lebih. Andrews dan
Valmzi dalam Mowday (1983), mengemukakan bahwa karyawan yang
berespon karena pada pekerjaan itu memiliki tantangan terhadap kualifikasi
mereka dan self image-nya sebagai pekerja.
Wienerdalam Mowday (1983), menemukan bahwa karyawan yang dibayar
rata-rata terutama bila tugas dilakukan melibatkan ego mereka, contohnya
tugas yang dilakukan mempergunakan konsep diri dan pemikiran.
Berdasarkan penemuan ini mereka berpendapat bahwa penampilan
pekerjaan karyawan di dalam kondisi dibayar lebih perasaan ketidakadilan
muncul karena adanya penurunan harga diri pada karyawan itu sendiri jika
ada gagal dalam pekerjaanya.
Adams dalam Wexley dan Yuki (1977), mengatakan bahwa puas tidak
puasnya seseorang terhadap pekerjaanya akan tergantung apakah karyawan
merasakan atau tidak merasakan keadilan pada situasi pekerjaan. Perasaan
ini diperoleh setelah karyawan membandingkan dirinya dengan karyawan lain
yang setingkat atau teman sekerja. Jika dalam membandingkan tersebut
karyawan merasa adil maka karyawan tersebut merasakan kepuasan
demikian juga sebaliknya.
Greenberg (1988), mengatakan bahwa persepsi tentang keadilan dan
perbandingan hasil tidak hanya tergantung pada tingkat hubungan antara
hasil-hasil saja, tetapi tergantung pada penjelasan yang diberikan mengenai
akan diterima karyawan apabila; (1) karyawan tersebut yakin kalau pimpinan
mempunyai kepekaan terhadap pandangan karyawan, (2) keputusan yang
diambil tanpa bias, (3) keputusan yang diterapkan berlaku secara konsisten,
(4) keputusan itu dipertimbangkan dengan matang berdasarkan
informasi-informasi yang adekuat, (5) pembuat keputusan mengkomunikasikan
pikiran-pikirannya itu dengan bijaksana, dan (6) karyawan yang mengalami
keputusan tersebut dilatih dengan penuh pengertian dan sikap sopan santun,
sebagaimana telah ditemukan bahwa perlakuan atau latihan secara
interpersonal adalah penting untuk mengharapkan reaksi yang wajar dari
situasi atau menghadap kondisi yang tidak adil.
Dari pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa ketidakadilan itu
dapat dirasakan oleh karyawan setelah karyawan membandingkan hasil
masukan dirinya dengan hasil masukan yang lain. Kemudian ketidakadilan
dapat disebabkan karena dibayar lebih juga dapat pula dibayar kurang dan
ketidakadilan dapat memotivasi karyawan dalam upaya untuk mengurangi
atau mencapai keadilan.
Seperti telah disinggung dalam uraian diatas bahwa ketidakseimbangan
mengakibatkan timbulnya perasaan tidak puas, yaitu keadaan emosional
yang kurang menyenangkan misalnya perasaan marah ataupun perasaan
perasaan dendam pada organisasi atau pimpinannya disamping
akibat-akibatnya seperti frustasi.
Adams (1965), merincikan akibat-akibat yang timbul disebabkan oleh
keadaan tak seimbangan dengan maksud agar perincian ini dapat digunakan
untuk mengadakan perkiraan atau prediksi pernyataan yang perlu mendapat
jawaban dan tindakan-tindakan apa yang akan diambil juga langkah-Iangkah
maupun cara bagaimana karyawan untuk perlu berupaya untuk mengurangi
atau jika mungkin melenyapkan ketidakseimbangan tersebut.
2.2.5. Persepsi Tentang Keadilan dan Sikap kerja
Dalam membahas mengenai persepsi tentang keadilan tidak terlepas dari
variabel struktural dan variabel fungsional serta etos kerja. Dalam kenyataan
etos kerja bangsa Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Koentjaraningrat (1981), yang menyatakan bahwa tenaga kerja
Indonesia mempunyai rasa ketergantungan yang tinggi terhadap
Iingkungannya baik fisik maupun sosial dimana keadaan ini akan
menyebabkan; (1) sifat mentalitas