ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: WISELY 110200205
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: WISELY 110200205
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Windha, SH., M.Hum NIP. 197501122005012002
Pembimbing I Pembimbing II
ABSTRAK
ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING
Wisely* Bismar Nasution** Mahmul Siregar***
Dunia bisnis di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat. Berbagai bidang usaha atau jenis bisnis yang baru bermunculan baik di bidang barang maupun jasa. Belakangan ini, muncul kembali praktik Money Game baik yang memakai skema Ponzi maupun skema piramida yang dibungkus dengan praktik perdagangan MLM. Praktik Money Game pada dasarnya bukan merupakan suatu tindakan perdagangan melainkan hanyalah sebuah tindakan dengan unsur penipuan yang dibuat seolah-olah merupakan tindakan perdagangan. Umumnya tindakan perdagangan yang dilakukan bersifat fiktif, semu, tidak jelas dan sifatnya tidak terbuka untuk publik. Banyaknya bermunculan korban akibat praktik ini terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat termasuk kalangan terdidik.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka (library research). Analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Munculnya pola perdagangan seperti ini tentu sangat berbahaya dan dapat merusak tatanan ekonomi masyarakat. Secara etika bisnis, pola perdagangan ini sangat tidak manusiawi sebab keuntungan hanya diperoleh oleh orang yang berada di atas, ketika sistem sudah jenuh maka orang yang berada di paling bawah yang akan menjadi korban dari sistem ini. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan etika bisnis yang mengutamakan keuntungan di semua pihak. Praktik
Money Game merupakan praktik ilegal dan untuk perdagangan Multi Level Marketing legalitasnya sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung serta perubahannya yaitu Permendag No. 47/M-DAG/9/2009. Selain itu, ada juga undang-undang baru yang berkaitan dengan praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Munculnya produk hukum inipun ternyata tidak mampu mengurangi dan menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis
Perdagangan. Sementara dalam bentuk represif, upaya pemerintah dalam menjerat pelaku masih terkendala dengan pola budaya hukum dalam institusi penegak hukum itu sendiri yang masih menganut budaya Orde Baru.
Kata Kunci : Money Game, Multi Level Marketing, perdagangan.
* Mahasiswa Fakultas Hukum USU
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Praktik Money Game dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing”.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi
persyaratan penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak dibantu
dan dibimbing oleh berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Syafruddin, SH, M.H.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Dr. O.K. Saidin, SH, M.Hum
selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
2. Windha, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan
Ramli Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi yang telah mendukung penulis dalam pemilihan judul dan
3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku Dosen Pembimbing I
yang telah membimbing dan mendukung penulisan skripsi ini hingga
dapat terselesaikan.
4. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang
telah membimbing dan mendukung penulisan skripsi ini hingga dapat
terselesaikan.
5. Dr. Faisal Akbar, SH, M.Hum selaku Dosen Wali Penulis yang telah
banyak membantu dan membimbing penulis selama perkuliahan di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Segenap Dosen dan seluruh Civitas Akademik, juga seluruh staf
pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Kedua Orangtua penulis, yaitu Hasanuddin Hasjim dan Surina yang
dengan sabar dan ketulusan hari mencurahkan cinta kasih sayangnya
dan dukungan berupa materi maupun semangat dan doa dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Sally yang memberi perhatian, kasih sayang, dan dukungannya kepada
penulis dalam keadaan apapun.
9. Gennady Siahaan (gennady), David Mangara Pasaribu (david), Bill
Clinton Pasaribu (bill), Nova Atri Sagala (nova), Ribka Elisabeth
Silalahi (ika), Elly Selvianti Purba (elly), dan Rina Oktaviani Barus
(rina), Zuhri Eko Pribadi (eko), Fakhri M Pratama (Fakhri), Frans
Sinuraya (frans), David Simamora (david) yang selalu menjadi
10. Teman seperjuangan penulis di FH USU Yudifri (yudi), Thomas
(thomas), Helbert Wijaya (helbert), Yoko Kristanto (yoko), Leonardo
Citra Nugraha (leo), Yos Kelvin (yos), Tepen Sembiring (tepen),
Richard Chandra (richard), Denny Shaw (denny), Yuendris (yuen),
Eric Tanaka (along), Larrisa Japardi (larrisa) dan Irene Mulia (imu)
yang selalu mendukung penulis dalam keadaan apapun.
11. Seluruh teman-teman Stambuk 2011 dan senior stambuk 2008-2010
yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, penulis
mengucapkan terima kasih banyak atas semua bantuan yang
diberikan.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca dan akan memberikan sumbangsih bagi Universitas
Sumatera Utara. Sekian dan terima kasih.
Medan, Februari 2015
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Keaslian Penulisan ... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 9
F. Metode Penelitian ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II LEGALITAS TRANSAKSI PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA A. Pengertian Multi Level Marketing ... 21
B. Sejarah Lahirnya Multi Level Marketing ... 24
C. Ruang Lingkup Sistem Multi Level Marketing... 28
1. Produsen ... 28
2. Distributor ... 30
4. Sistem Kerja ... 34
D. Legalitas Hukum terhadap Perdagangan Multi Level Marketing di Dunia dan Indonesia... 36
BAB III LEGALITAS PRAKTIK MONEY GAME DI INDONESIA A. Pengertian Money Game ... 47
B. Sejarah Lahirnya Praktik Money Game ... 51
C. Ruang Lingkup Money Game ... 55
1. Produsen ... 55
2. Investor ... 57
3. Sistem Kerja ... 58
D. Praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing ... 62
E. Legalitas Hukum terhadap Praktik Money Game di Dunia dan di Indonesia ... 68
BAB IV PENEGAKAN HUKUM DALAM UPAYA MENANGGULANGI PRAKTIK MONEY GAME BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING A. Perlindungan Hukum di Indonesia dalam menanggulangi Praktik Money Game berbasis MultiLevel Marketing ... 75
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal ... 78
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ... 80
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan ... 83
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan ... 86
B. Analisis Yuridis Penegakan Hukum di Indonesia dalam
menanggulangi Transaksi Perdagangan Money Game
berbasis Multi Level Marketing ... 90 1. Peranan Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan ... 91
2. Peranan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan .... 94
3. Peranan Lembaga Penegakan Hukum melalui Kepolisian,
Kejaksaan dan Peradilan ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 102
ABSTRAK
ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING
Wisely* Bismar Nasution** Mahmul Siregar***
Dunia bisnis di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat. Berbagai bidang usaha atau jenis bisnis yang baru bermunculan baik di bidang barang maupun jasa. Belakangan ini, muncul kembali praktik Money Game baik yang memakai skema Ponzi maupun skema piramida yang dibungkus dengan praktik perdagangan MLM. Praktik Money Game pada dasarnya bukan merupakan suatu tindakan perdagangan melainkan hanyalah sebuah tindakan dengan unsur penipuan yang dibuat seolah-olah merupakan tindakan perdagangan. Umumnya tindakan perdagangan yang dilakukan bersifat fiktif, semu, tidak jelas dan sifatnya tidak terbuka untuk publik. Banyaknya bermunculan korban akibat praktik ini terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat termasuk kalangan terdidik.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka (library research). Analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Munculnya pola perdagangan seperti ini tentu sangat berbahaya dan dapat merusak tatanan ekonomi masyarakat. Secara etika bisnis, pola perdagangan ini sangat tidak manusiawi sebab keuntungan hanya diperoleh oleh orang yang berada di atas, ketika sistem sudah jenuh maka orang yang berada di paling bawah yang akan menjadi korban dari sistem ini. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan etika bisnis yang mengutamakan keuntungan di semua pihak. Praktik
Money Game merupakan praktik ilegal dan untuk perdagangan Multi Level Marketing legalitasnya sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung serta perubahannya yaitu Permendag No. 47/M-DAG/9/2009. Selain itu, ada juga undang-undang baru yang berkaitan dengan praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Munculnya produk hukum inipun ternyata tidak mampu mengurangi dan menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis
Perdagangan. Sementara dalam bentuk represif, upaya pemerintah dalam menjerat pelaku masih terkendala dengan pola budaya hukum dalam institusi penegak hukum itu sendiri yang masih menganut budaya Orde Baru.
Kata Kunci : Money Game, Multi Level Marketing, perdagangan.
* Mahasiswa Fakultas Hukum USU
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi budaya dalam peradaban manusia telah menciptakan uang
sebagai instrumen yang sangat berperan penting, baik sebagai sarana komunikasi,
transaksi, maupun pengakuan status sosial seseorang. Kehadiran uang dalam
peradaban manusia telah berperan besar dalam perubahan perilaku budaya
manusia. 1 Realitanya uang yang semula dimaksudkan sebagai alat tukar dan
standar satuan nilai ternyata mempunyai dampak terhadap fokus budaya manusia
ketika uang diaplikasikan sebagai properti yang menentukan martabat seseorang
di tengah masyarakat.2 Perubahan perilaku budaya terhadap uang inilah yang
kemudian memacu manusia berupaya terus untuk mengumpulkan uang. Salah
satunya adalah dengan cara perdagangan.
Perdagangan dapat diartikan sebagai pekerjaan membeli barang dari
suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat lain
atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.3 Dalam
dunia modern, istilah Perdagangan ini kemudian berkembang menjadi Bisnis.
Perubahan istilah ini terjadi karena adanya pergeseran ruang lingkup kegiatan
jual-beli yang semakin luas. Hal ini terbukti dengan banyaknya bentuk kegiatan
bisnis sebagai persaingan hasil kreasi dari manusia guna memperoleh uang.
1
Noor Cholis, Sejarah Uang (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005), hlm. 13.
2
Ibid., hlm. 16.
3
Menurut Merriam Webster Dictionary, bisnis diartikan sebagai suatu aktivitas pembuatan, pembelian atau penjualan barang dan jasa yang kemudian
dipertukarkan dengan uang, kerja atau aktivitas yang merupakan bagian dari
pekerjaan.4
Aktivitas pembuatan, pembelian atau penjualan barang ini menurut cara
penjualan suatu barang ada 2 (dua) macam yaitu :5
1. Perdagangan barang/ jasa dengan sistem penjualan langsung (direct delling). Jenis perdagangan ini adalah aktivitas perdagangan yang secara langsung tanpa
melalui perantara. Hubungan yang terjalin adalah langsung dari produsen
dengan konsumen.
2. Perdagangan barang/ jasa dengan sistem penjualan tidak langsung (indirect selling). Jenis perdagangan ini adalah aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan perantara. Perantara yang dimaksud ini seperti aktivitas menitipkan
barang ke pengecer atau penunjukkan distributor untuk pendistribusian dan
penjualan barang tersebut. Jadi, hubungan yang terjalin disini adalah produsen
dengan perantara lalu perantara dengan konsumen.
Jenis perdagangan dengan sistem penjualan langsung inilah yang akan
dibahas karena jenis perdagangan ini sedang marak muncul di masyarakat. Sistem
penjualan langsung ini juga dikenal memiliki tiga macam yaitu : 6
4
Merriam Webster Inc, Merriam Webster Dictionary (Springfield: Merriam-Webster, 1997), hlm. 158.
5
Pengertian Direct Selling, MLM, dan Jenis-Jenisnya, http:// infobisniswaralaba. blogspot.com/2012/10/pengertian-direct-selling-mlm-dan-jenis.html? m=1 (diakses tanggal 15 Desember 2014).
1. One of One, dalam sistem ini seorang penjual yang merupakan agen/ anggota/ kontraktor yang mandiri atau lepas, menarik konsumen yang berpotensi di area
khusus berdasarkan pendekatan orang ke orang. Mereka menawarkan produk,
serta mendapat komisi atau basis lain. Cara ini sering diterapkan oleh para agen
asuransi, broker, agen properti, dan lain-lain.
2. Party Plan, dalam metode ini seorang penjual bertugas mencari atau menjadi tuan rumah yang mengundang sekelompok orang di rumahnya dalam rangka
sales party untuk mendemonstrasikan produk. Model ini sering digunakan oleh distributor peralatan rumah tangga, kosmetika, minuman kesehatan, dan
lain-lain.
3. Multi Level Marketing (MLM), dalam sistem penjualan ini produk yang diperjualbelikan berada di tangan agen/ distributor mandiri yang ditunjuk.
Agen ini kemudian dibayar dalam bentuk komisi, diskon, bonus dan reward
lainnya, berdasarkan jumlah penjualan dan kemampuannya merekrut agen.
Sistem penjualan langsung ini kemudian semakin hari dirasakan semakin
populer dan bertumbuh pesat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Bertumbuh suburnya sistem perdagangan langsung ini dikarenakan sistem ini
memiliki variasi produk yang beraneka ragam, relatif mudah, dan tidak
membutuhkan banyak biaya seperti biaya menyewa tempat untuk menjajakan
produk dagangannya. Model pemasaran MLM ini diakui kehadirannya di
Indonesia turut menjadi salah satu pilar perekonomian yang patut diperhitungkan.
Banyak pemasar yang sukses di bidang ini memulai usahanya dari nol seperti
Diperkirakan nilai industri MLM ini sendiri apabila diakumulasi mampu
mencapai Rp. 10,2 Triliun sehingga banyak yang tertarik untuk melakukan bisnis
ini. Pertumbuhannya diperkirakan selalu mengalami peningkatan 20% rata rata
per tahun.7 Besarnya keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan inilah yang
kemudian mulai memunculkan beragam kegiatan perdagangan yang tidak sesuai.
Kegiatan perdagangan yang dimaksud ini adalah kegiatan perdagangan yang
memanfaatkan sistem MLM namun tidak ada barang yang diperjualbelikan.
Perdagangan jenis ini sering disebut dengan istilah Investasi Bodong. Beberapa
contoh yang tergolong investasi ini adalah MMM (Manusia Membantu Manusia),
Koperasi Cipaganti, Surewin, Adzilla, dan masih banyak lagi.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D
Hadad mengungkapkan, berdasarkan temuan pihaknya, perusahaan-perusahaan
tersebut menggunakan berbagai macam modus operandi yang salah satunya
adalah dengan sistem MLM. Melalui OJK, pihaknya menemukan ada lebih dari
238 perusahaan jasa keuangan dengan sistem MLM yang tidak memiliki izin dari
OJK. Perusahaan-perusahaan ini hingga saat ini tidak terdaftar di OJK dan APLI
(Asosiasi Penjual Langsung Indonesia).8 Hal ini kemudian berimbas apresiasi
yang kurang baik di tengah masyarakat.
Perdagangan dengan sistem penjualan langsung ini pada dasarnya sangat
baik dan mendapat tanggapan positif di masyarakat. Belakangan ini, muncul
7
Ahmad Farhan Faris, “Polda Diminta Tindak Perusahaan MLM Ilegal”,
http://m.inilah.com/news/detail/2087190/polda-diminta-tindak-perusahaan-mlm-ilegal (diakses tanggal 14 Desember 2014).
8
Kontan, “OJK Rilis Daftar Investasi Yang Diduga Bermasalah”,
kembali praktik Money Game yang dibungkus dengan praktik perdagangan MLM. Praktik Money Game pada dasarnya bukan merupakan suatu tindakan perdagangan melainkan hanyalah sebuah tindakan dengan unsur penipuan yang
dibuat seolah-olah merupakan tindakan perdagangan. Umumnya tindakan
perdagangan yang dilakukan ini bersifat fiktif, semu, tidak jelas dan sifatnya tidak
terbuka untuk publik. Meskipun demikian, peminat terhadap jenis perdagangan ini
tetap sangat besar karena praktik Money Game biasanya menawarkan keuntungan yang sangat tidak wajar dalam waktu relatif singkat.9
Money Game juga kerap disebut dengan istilah skema Ponzi atau skema piramida. Skema ini sebenarnya merupakan bentuk penipuan. Hal yang selalu
ditonjolkan untuk menutupi modus penipuan ini adalah dengan menjanjikan
imbalan keuntungan yang besar dalam relatif singkat. Hampir tidak ada penjelasan
sama sekali apa produknya atau bagaimana operasional usaha tersebut. Yang ada
hanyalah testimoni dari beberapa investor awal yang telah menikmati hasil
investasi.10 Penipuan dengan skema ini semakin sulit dibedakan oleh masyarakat
sebab mereka hadir dengan menggunakan kedok bisnis yang sah dan diakui
seperti pemasaran berjenjang (Multi Level Marketing).
Munculnya pola perdagangan ini tentu sangat berbahaya dan dapat
merusak tatanan ekonomi masyarakat. Secara etika bisnis, pola perdagangan ini
sangat tidak manusiawi sebab keuntungan hanya diperoleh oleh orang yang
berada di atas skema, ketika sistem sudah mencapai titik jenuh maka orang yang
berada di paling bawah skema ini yang akan menjadi korban dari sistem ini. Hal
9Ibid.,
10
ini tentu sangat bertentangan dengan etika bisnis yang mengutamakan keuntungan
di semua pihak.
Skema penipuan ini semakin menggurita dan leluasa bergerak
disebabkan pemerintah sebagai pengawas dan pembuat regulasi tidak membuat
regulasi yang tegas. Pemerintah sampai hari ini hanya mengeluarkan Peraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan
Langsung. Regulasi perizinan ini pun dinilai sangat mudah diberikan dalam
memberikan izin operasi bagi usaha tersebut tanpa pengawasan.
Maraknya praktik perdagangan MLM yang berbasis Money Game di Indonesia ini sebaiknya ditanggulangi dengan upaya-upaya yang lebih konkrit.
Pemerintah bersama dengan DPR sudah selayaknya segera menerbitkan
undang-undang khusus sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan praktik ini. Di
samping itu, peran aktif pemerintah juga dibutuhkan dalam mengedukasi
masyarakat tentang seluk-beluk dan bahaya perdagangan berbasis Money Game
ini mengingat banyaknya korban akibat praktik perdagangan ini yang justru bukan
berasal dari kalangan menengah bawah tetapi juga kalangan menengah atas dan
kalangan terdidik.
Berdasarkan uraian singkat inilah maka penulisan ini ditujukan untuk
membahas analisis aspek yuridis praktik Money Game dalam transaksi perdagangan yang berbasis Multi Level Marketing di Indonesia serta kaitannya terhadap perlindungan hukum yang diberikan pemerintah dalam menanggulangi
pola kegiatan perdagangan yang tidak realistis sebab kegiatan Money Game ini semakin hari semakin berbeda dan selalu hadir di tengah masyarakat dalam wujud
yang menarik sehingga banyak masyarakat yang tertarik dan pada akhirnya
terjerumus ke dalam transaksi perdagangan tidak bertanggung jawab ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah legalitas perdagangan Multi Level Marketing di Indonesia ? 2. Bagaimanakah legalitas praktik perdagangan Money Game berbasis Multi
Level Marketing di Indonesia?
3. Bagaimanakah penegakan hukum positif dalam upaya menanggulangi praktik
Money Game berbasis Multi Level Marketing ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan penulisan
a. Untuk mengetahui legalitas perdagangan Multi Level Marketing di Indonesia dan kaitannya dengan praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing.
b. Untuk mengetahui penegakan hukum positif di Indonesia dalam
menanggulangi dan mengantisipasi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing.
a. Manfaat teoritis
1) Memberikan gambaran mengenai praktik Money Game yang kerap terjadi dalam berbagai bentuk perdagangan salah satunya melalui
sistem penjualan langsung Multi Level Marketing.
2) Memberikan gambaran mengenai hukum positif di Indonesia dalam
menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing. 3) Menambah wawasan dan khasanah bacaan bagi setiap orang yang
membaca karya tulisan ini.
b. Manfaat praktis
1) Menumbuhkan sikap kritis bagi setiap orang dalam menyikapi praktik
Money Game yang sering muncul dalam berbagai bentuk transaksi perdagangan, salah satunya melalui perdagangan berbasis Multi Level Marketing.
2) Menumbuhkan kewaspadaan bagi setiap orang terhadap jenis-jenis
usaha yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu yang relatif
singkat tanpa aktivitas perdagangan yang jelas.
3) Sebagai tugas akhir dari penulis untuk memperoleh gelar kesarjanaan.
D. Keaslian Penulisan
Penelusuran yang dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum
USU menunjukkan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Praktik
Money Game dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing”
namun ditemukan skripsi di Departemen Hukum Perdata yang melakukan
penulisan yang menyangkut Multi Level Marketing.
Skripsi mengenai Multi Level Marketing dalam bidang hukum Perdata ditulis oleh Amalia Sari dengan judul “Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha
Dalam Multi Level Marketing Atas Konsumen Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Riset pada Perusahaan
MLM Syariah Ahad-Net Salur Sut 06), kemudian oleh Henny Sekartati dengan
judul “Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui
Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM ELKEN). Kedua penulisan tersebut membahas Multi Level Marketing dari segi hukum perlindungan konsumen baik untuk perusahaan Multi Level Marketing yang umum dan perusahaan Multi Level Marketing berbasis Syariah.
Penulisan skripsi ini memiliki perbedaan dengan penulisan skripsi yang
pernah ditulis sebelumnya. Penulisan skripsi ini membahas aspek legalitas
perdagangan Multi Level Marketing serta kaitannya dengan praktik Money Game
yang ditemukan menggunakan sistem Multi Level Marketing dari segi hukum positif yang ada di Indonesia.
E. Tinjauan Kepustakaan
Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa bahan acuan yang berkaitan
dengan Multi Level Marketing, praktik Money Game, dan penegakan hukum positif di Indonesia dengan menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing, yaitu sebagai berikut :
Multi Level Marketing disebut juga sebagai Network Marketing atau pemasaran jaringan. Jaringan yang yang dibangun bersifat independen,
berjenjang, dan ada kegiatan pengembangan jaringan secara masif melalui proses
rekrutmen dan pelatihan. Multi Level Marketing adalah bentuk strategi pemasaran dimana kekuatan penjualan tidak hanya mengacu pada produk penjualan yang
mereka hasilkan, tetapi juga untuk mendorong penjualan tenaga penjualan lain
yang mereka rekrut dibawahnya yang sering dikenal dengan istilah downline.11
Multi Level Marketing semakin diminati perusahaan sebab menghemat biaya distribusi dan pemasaran serta menjanjikan tingkat pertumbuhan yang tinggi
dalam waktu yang relatif singkat.
2. Praktik Money Game
Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang yang secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk penipuan
dengan cara menawarkan produk investasi yang dijamin pasti aman dan pasti
untung. Money Game juga menjanjikan hasil yang tinggi dalam waktu singkat dengan usaha yang amat minimal. Calon investor cukup menanamkan dananya
saja kepada pengelola usaha yang dalam hal ini sebenarnya adalah praktisi Money Game dan dijanjikan menerima margin rutin secara berkala secara tetap. Praktik
Money Game memang tergolong dalam aktivitas pemasukan pasif tetapi dengan cara yang tidak sesuai dengan etika bisnis. 12
11 Wikipedia, “Multi
-level marketing”, http://en.m.wikipedia.org/wiki/Multi-level_ marketing (diakses tangggal 17 Desember 2014).
12
Praktik Money Game juga menggunakan metode yang dikenal dengan istilah skema piramida. Skema piramida adalah investasi palsu yang
membayarkan komisi kepada peserta lama dari dana peserta baru yang
direkrutnya, bukan dari laba yang riil. Skema ini akan runtuh apabila tidak ada
lagi peserta baru yang ikut serta sehingga pengelola praktik Money Game tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar komisi pesertanya. Akibatnya,
peserta yang berada di level terbawah dalam skema ini akan mengalami kerugian
karena menginvestasikan uangnya dalam praktik ini.13
3. Penegakan hukum positif di Indonesia dengan menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing.
Penegakan hukum positif di Indonesia saat ini masih cenderung bersifat
menentukan sanksi terhadap pelanggaran hukum yang terjadi apabila terpenuhi
unsur berupa kerugian finansial bagi korban. Ketentuan ini tentu menunjukkan
bahwa belum adanya regulasi yang luas dan lebih menggigit untuk melarang
praktik Money Game di Indonesia.
APLI selaku asosiasi tertinggi bidang perdagangan dengan sistem
penjualan langsung ini menyadari banyak sekali praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing. APLI merasakan pentingnya perangkat hukum yang cakupannya lebih luas dan tegas agar bisa
digunakan oleh pihak berwenang dalam menjerat praktik Money Game ini. Draf RUU Anti Piramid ini kemudian disusun dan terus dalam tahap penyempurnaan
sejak Agustus 2001 dengan melibatkan berbagai pihak termasuk negara lain yang
13
sudah memiliki UU Anti Piramid. Sayangnya, sudah 14 tahun sejak draf RUU
Anti Piramid ini disusun, hingga saat ini belum dibahas oleh pemerintah dan
lembaga legislatif.14
Meski demikian, bukan berarti pemerintah mengabaikan praktik yang
terus bermunculan ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia mengeluarkan beberapa regulasi yang bertujuan untuk mencegah dan
memberikan sanksi apabila terjadi praktik Money Game di dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing. Regulasi itu meliputi :15
a. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan
Langsung;
b. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 47/M-DAG/PER/9/2009 tentang
Perubahan Atas Permendag Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan
Langsung;
c. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 55/M-DAG/PER/10/2009
tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan
Langsung kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam
Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman
Modal;
14
Rhapy Shulton, “Upaya APLI memerangi skema piramida & Money Game”,
http://kumpulancara.com/2009/07/upaya-apli-memerangi-skema-piramida-dan.html?m=1 (diakses tanggal 17 Desember 2014).
15
d. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 13/M-Dag/PER/3/2006 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung;
e. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007
tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
f. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor
73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan
Berjenjang; dan
g. Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
Nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang
Syariah (PLBS).
Di samping itu, ada juga beberapa bentuk regulasi yang terkait dengan
praktik Money Game secara tidak langsung namun berpengaruh terhadap perdagangan Multi Level Marketing seperti :16
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
f. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
g. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya berkaitan tentang
Hukum Perjanjian/ Perikatan/ Kontrak;
16
h. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya tentang Pidana
Penipuan/ Penggelapan.
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
hukum normatif yang disebut juga dengan istilah doctrinal research. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto penelitian doktrinal terdiri dari :17
a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif;
b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah
(dogma atau doktrin) hukum positif; dan
c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.
Penulisan dalam skripsi ini tergolong ke dalam jenis penelitian doktrinal
yang berdasarkan pada usaha penemuan hukum in concreto. Menurut Pollack, tujuan pokok dilakukannya legal research adalah untuk menguji apakah suatu postulat normatif dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah hukum in concreto.18
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memberikan analisis secara yuridis
tentang praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level
17
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 42.
18
Marketing yang terjadi di Indonesia. Analisis yuridis itu meliputi bagaimana kedudukan hukum atau legalitas praktik Money Game dan transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing, serta proses penegakan hukum yang diterapkan akibat praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing.
Indonesia saat ini belum memiliki regulasi khusus yang secara tegas
dalam suatu undang-undang. Oleh sebab itu, penerapan hukum yang digunakan
untuk menjerat pelakunya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang bersifat
umum. Praktik Money Game pada dasarnya merupakan praktik penipuan sehingga pelaku praktik Money Game dapat dijerat dengan ketentuan pidana ini. Ketentuan pidana lainnya yang lebih berat untuk menjerat pelakunya juga belum diatur
secara tegas dalam regulasi khusus di luar KUHP. Meski demikian, beberapa
undang-undang di luar KUHP dinilai bisa digunakan untuk menjerat pelaku
praktik Money Game. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Penuntut Umum dalam merumuskan Surat Dakwaan untuk memuat lebih dari satu dakwaan. Menurut M
Yahya Harahap, perumusan surat dakwaan memiliki 4 bentuk yaitu Surat
Dakwaan Biasa, Surat Dakwaan Alternatif, Surat Dakwaan Subsidair, dan Surat
Dakwaan Kumulasi.19 Bentuk Dakwaan Alternatif dan Dakwaan Subsidair inilah
yang dapat digunakan oleh Penuntut Umum untuk menjerat pelaku praktik Money Game agar menghindari ditolaknya dakwaan yang diajukan Penuntut Umum apabila dakwaan yang diajukan hanya mencantumkan dakwaan penipuan.
Penuntut Umum dapat memasukkan dakwaan lain di luar KUHP yang dinilai
19
memiliki hubungan dengan praktik Money Game seperti ketentuan pidana dalam Undang-undang Perbankan, Undang-undang Pasar Modal, atau Undang-undang
Perlindungan Konsumen. Ketentuan-ketentuan pidana dalam KUHP maupun
diluar KUHP ini merupakan norma-norma hukum in abstracto yang diperlukan mutlak sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta dalam praktik Money Game
berbasis Multi Level Marketing merupakan in concreto yang akan berfungsi sebagai premisa minor.
2. Sumber data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan data
sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang sudah siap tersaji dan
dapat digunakan. Sumber data sekunder ini dapat diperoleh dari :20
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sebagai
berikut :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan; Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; dan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2) Peraturan di bawah Undang-undang tentang penyelenggaraan
perdagangan Multi Level Marketing, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem
20
Penjualan Langsung; Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
47/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor
32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha
Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung; Peraturan Menteri
Perdagangan RI Nomor 55/M-DAG/PER/10/2009 tentang
Pendelegasian Wewenang Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan
Langsung kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam
Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal; Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
13/M-Dag/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat
Izin Usaha Penjualan Langsung; Peraturan Menteri Perdagangan RI
Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
Nomor 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha
Penjualan Berjenjang; dan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 tentang
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).21
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku bacaan atau karya jurnal
dari kalangan hukum yang menyangkut praktik Money Game, perdagangan berbasis Multi Level Marketing, berita dan artikel yang dimuat di internet terkait dengan penulisan skripsi ini.
21
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti
kamus hukum, Wikipedia, Kamus Merriam Webster atau Ensiklopedia. 3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan dengan cara meneliti dokumen-dokumen dari bahan pustaka atau yang disebut dengan data
sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku baik koleksi
pribadi maupun perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak
maupun media elektronik, makalah ilmiah, dan bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan materi yang akan dibahas.
4. Analisa data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
kualitatif, yaitu mengikhtisarkan hasil pengumpulan data sekunder selengkap
mungkin serta memilah-milahkannya dalam suatu konsep, kategori, atau tema
tertentu sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam penulisan
ini.22 Data yang berhasil dikumpulkan kemudian ditautkan dengan bahan hukum
yang ada sehingga data dapat diolah dan diinterpretasikan guna mendapatkan
kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang
dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan
dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
22
G. Sistematika Penulisan
Keseluruhan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan
yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan.
Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian bab ini dibahas latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LEGALITAS TRANSAKSI PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA
Pada bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai legalitas
transaksi perdagangan Multi Level Marketing di Indonesia mulai dari pengertian, sejarah, ruang lingkup sistem Money Game, kajian tentang legalitas hukum atas praktik Money Game di dunia dan di Indonesia.
BAB III LEGALITAS PRAKTIK MONEY GAME DI INDONESIA
Pada bab ini akan dibahas mengenai legalitas praktik Money Game
serta kaitannya terhadap dalam perdagangan berbasis Multi Level Marketing mulai dari pengertian, sejarah, ruang lingkup sistem
Money Game, kajian tentang transaksi praktik Money Game dalam perdagangan berbasis Multi Level Marketing, dan legalitas hukum atas praktik Money Game di dunia dan di Indonesia.
BAB IV PENEGAKAN HUKUM DALAM UPAYA MENANGGULANGI
Pada bagian bab ini akan dibahas mengenai penanggulangan
praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing di Indonesia dalam perspektif hukum meliputi hukum positif yang dapat digunakan penegak hukum untuk
menangani praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing dan analisis yuridis penegakan hukum positif di Indonesia dalam menanggulangi praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing
mulai dari pemerintah dan aparat penegak hukum yang ditentukan
konstitusi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.
Bab ini berisi kesimpulan seluruh tulisan dan pembahasan yang
BAB II
LEGALITAS PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA
A. Pengertian Multi Level Marketing
Multi Level Marketing atau biasanya disingkat menjadi MLM adalah sebuah bentuk pemasaran perdagangan modern yang menggunakan sistem
penjualan langsung dari produsen ke konsumen secara berjenjang. Metode
penjualan langsung ini dikenal dengan istilah direct selling. Sistem penjualan langsung merupakan aktivitas penjualan barang atau produk secata langsung
kepada konsumen, dimana aktivitas penjualan tersebut dilakukan oleh seorang
penjual langsung yang disertai penjelasan, presentasi dan demo produk.23
Sistem penjualan langsung (direct selling) sendiri memiliki dua bentuk yaitu : 24
1. Penjualan langsung satu tingkat yang dikenal dengan istilah Single Level Marketing dimana pemasaran barang dan/atau jasa dilakukan mitra usaha untuk mendapat komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan
barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri;
2. Penjualan langsung berjenjang yang biasa dikenal dengan istilah Multi Level Marketing dimana pemasaran barang dan/atau jasa dilakukan mitra usaha untuk mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari hasil penjualan
barang dan/atau jasa yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan di dalam
kelompoknya.
23
R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Op. cit.,hlm. 15-16.
24
Single Level Marketing berbeda dengan Multi Level Marketing. Dalam sistem Single Level Marketing, penjual hanya mampu memiliki kaki terbatas antara 1-2 tingkat kedalaman vertikal. Misalnya, si A merekrut si B, lalu si B
merekrut si C. Atas penjualan yang dilakukan oleh si B dan si C, maka si A
berhak atas bonus karena ia membina dan merekrut kedua orang tersebut. Apabila
si C merekrut si D, dan si D berhasil merekrut si E maka hanya si C yang
mendapat bonus sementara si A tidak berhak mendapat bonus lagi. Hal ini
berbeda dengan sistem Multi Level Marketing dimana bonus atas rekrutmen diberikan terus hingga membentuk jaringan vertikal yang besar.25
Menurut Peter J. Clothier, Multi Level Marketing adalah suatu metode penjualan barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan yang
dikembangkan oleh para distributor lepas.26 Ada juga pendapat dari David Roller
yang mengatakan Multi Level Marketing adalah sistem melalui mana sebuah induk perusahaan mendistribusikan barang dan/atau jasanya lewat suatu jaringan
orang-orang bisnis yang independen. Orang-orang bisnis atau para wiraswasta ini
kemudian mensponsori orang-orang lain lagi untuk mendistribusikan barang
dan/atau jasa tersebut.27
Multi Level Marketing juga disebut sebagai pemasaran jaringan (network marketing) yang berarti sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja. Istilah pemasaran jaringan menunjuk pada metode dan mekanisme pemasarannya.
Pemasaran jaringan merupakan salah satu cara yang dapat dipilih perusahaan atau
25
Ibid., hlm. 17-18.
26
Peter J Clothier, How to Make Big Money in Multi-Level Marketing (New York: New York Institute of Finance, 1989), hlm. 33.
27
produsen untuk memasarkan produknya kepada konsumen melalui pengembangan
tenaga-tenaga pemasarnya secara independen, tanpa campur tangan perusahaan.28
Perkembangan metode penjualan Multi Level Marketing ini mulai masuk ke dalam bidang penghimpunan dana masyarakat. Sistem Multi Level Marketing seharusnya hanya fokus mencari keuntungan dari penjualan produk, bukan dari penghimpunan dana masyarakat.29 Dengan kata lain, apabila
ditemukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat menggunakan sistem Multi Level Marketing maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini merupakan Money Game dan tidak mendapat jaminan dari pemerintah sebab menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, kegiatan penghimpunan dana
masyarakat yang diakui hanya perusahaan jasa keuangan seperti perbankan, pasar
modal, dan asuransi.30
Berikut adalah ciri-ciri perusahaan dengan sistem Multi Level Marketing
yang diakui di Indonesia, yaitu : 31
1. Perdagangan dengan sistem Multi Level Marketing menunjukkan hasil kerja nyata melalui sistem yang diterapkan. Sistem yang diterapkan pun bersifat
fleksibel bukan struktur binary seperti piramida;
2. Memiliki barang dan jasa yang akan dipasarkan dan kualitasnya dapat
dipertanggungjawabkan;
3. Harga produk yang dijual wajar dan sesuai dengan nilai dan benefit produk;
28
M. Fachrur Rozi, Budaya Industri Pemasaran Jaringan di Indonesia (Yogyakarta: Netbook Press, 2003), hlm. 13.
29
R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Op. cit., hlm. 19.
30
R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, loc. cit.
31
4. Perusahaan yang menerapkan sistem Multi Level Marketing berbentuk badan hukum dan selain memiliki SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) juga
memiliki SIUPL (Surat Izin Usaha Penjualan Langsung) dan terdaftar sebagai
anggota APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia).
B. Sejarah Lahirnya Multi Level Marketing
Dalam sejarah industri ini, sistem penjualan langsung atau direct selling
sudah dikenal sejak abad ke-18 di Amerika Serikat. Sistem ini dianggap pertama
kali muncul dengan beroperasinya The California Perfume Company di New York tahun 1886 yang didirikan oleh Dave McConnel. Beliau kemudian yang menelurkan ide untuk mempekerjakan Albee sebagai California Perfume Lady
yang pertama dengan cara menjual langsung kepada konsumen dari rumah ke
rumah. Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Avon The Company For Women pada tahun 1939. Sejarah mencatat Albee ini dianggap sebagai pionir metode penjualan direct selling yang dilakukan secara konsisten.32 Perusahaan ini pun terus bertumbuh hingga mampu membangun armada bisnisnya mencapai
10.000 tenaga penjual untuk memasarkan 117 jenis produk hingga ke
mancanegara. Tak lama kemudian, banyak perusahaan-perusahaan di Amerika
juga turut menerapkan sistem penjualan langsung. Perusahaan umumnya
mengirimkan tenaga penjual (sales) ke kota-kota untuk menjual produk secara langsung kepada konsumen dari rumah ke rumah (knock on doors to market and
32
sell products) karena belum tersedia sarana seperti televisi, radio bahkan internet untuk memperkenalkan suatu produk 33
Sistem Multi Level Marketing mulai dibicarakan secara ilmiah sejak 1945 oleh dua profesor pemasaran dari Universitas Chicago yaitu Karl Ramburg dan
Robert Metcalt. Sejak saat itulah, mulai bermunculan perusahaan yang
menerapkan sistem Multi Level Marketing. Beberapa perusahaan Multi Level Marketing yang cukup dikenal pada masa itu adalah Nutrilite, Shaklee Corporation, Amway Corporation, dan lain-lain. Perusahaan Nutrilite yang sudah berdiri sejak 1934 di California, Amerika Serikat ini hadir dengan menerapkan sistem baru yaitu sistem pemberian komisi tambahan kepada distributor
independen yang berhasil merekrut, melatih dan membantu anggota baru untuk
ikut menjual produk Nutrilite. Metode ini memungkinkan seorang distributor terus merekrut anggota baru dengan kedalaman dan keluasan yang tidak terbatas. Hal
inilah yang membawa perubahan pergeseran metode penjualan langsung dari
sistem penjualan langsung satu tingkat (Single Level Marketing) menuju sistem penjualan langsung berjenjang (Multi Level Marketing). 34
Pada tahun 1959, berdirilah Amway Corporation yang didirikan oleh dua orang mantan distributor Nutrilite yaitu Richard de Vos dan Jay van Andel. Mereka menggunakan sistem penjualan yang diterapkan Nutrilite. Produk yang mereka jual saat itu adalah LOC (Liquid Organic Cleaner), yaitu cairan pembersih serbaguna yang aman bagi lingkungan. Sistem Multi Level Marketing
33
http://www.articlesnatch.com/Article/Marketing-Multilevel---A-Guide-To-Growing-Your-Multi-Level-Marketing-Business/1615595 (diakses pada tanggal 7 Januari 2015).
34
yang diterapkan ini kemudian membesarkan nama Amway, bahkan melebihi popularitas Nutrilite dan Shaklee. Hal ini terbukti dengan kehadiran Amway yang dikenal di sebelas negara di luar Amerika Serikat, yaitu Kanada (1962), Australia
(1971), Irlandia (1973), Inggris (1973), Hongkong (1974), Jerman (1975),
Malaysia (1976), Perancis (1977), Belanda (1978), Jepang (1979) dan Switzerland
(1980). Amway kemudian membeli perusahaan Nutrilite pada tahun 1972 dan membuat salah satu lini produk yang diandalkan hingga kini. Kesuksesan Amway
inilah yang menjadi kunci dalam mendorong berbagai jenis perusahaan berbasis
Multi Level Marketing di seluruh dunia.35
Perusahaan berbasis Multi Level Marketing di Indonesia sendiri diawali dengan berdirinya Creative Network International (CNI) pada tahun 1986 di Bandung. CNI menjual produk tunggal berupa makanan kesehatan Sun Chlorela
buatan Jepang. Seiring dengan perkembangan usaha dan semakin banyaknya
produk yang dipasarkan, CNI berhasil mengembangkan bisnisnya hingga ke
mancanegara seperti Malaysia, Singapura, India dan Amerika Serikat. Kesuksesan
CNI sebagai perusahaan berbasis Multi Level Marketing inilah yang menjadi kunci lahirnya perusahaan-perusahaan lain di Indonesia yang menggunakan
sistem Multi Level Marketing sebagai basisnya.36
Pasca era krisis moneter hingga saat ini, perusahaan berbasis Multi Level Marketing ini semakin bertumbuh pesat. Para pelaku usaha menggunakan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan solusi bisnis bagi pemain asing
maupun lokal seperti Amway, Avon, Tupperware, Sophie Martin, Oriflame,
35Lihat “
Pedoman Bisnis”, Amway, (Jakarta: PT. Amindoway Jaya , 2008), hlm. 38.
36
Herbalife, Greenlite, dan lain-lain. Sophie Martin adalah salah satu perusahaan dengan skema penjualan langsung yang tergolong sukses. Berdiri sejak tahun
1987, Sophie yang piawai merancang tas dan Bruno suaminya yang mempunyai
kemampuan marketing yang mumpuni mencari peluang untuk memasarkan hasil
keterampilan istrinya. Keahlian Sophie dalam merancang tas tidak terlepas dari
pengalamannya yang pernah menjadi desainer handbag Christian Dior. Keahlian Sophie dalam mendesain produk fashion dan kepiawaian Bruno dalam meletakkan dasar-dasar manajemen menjadikan Sophie Martin berkembang pesat dalam waktu kurang dari sepuluh tahun. Perusahaan ini berhasil menjadi perusahaan
penyedia produk fashion yang mempunyai peranan penting di Indonesia. Saat ini,
Sophie Martin sudah memiliki jaringan pemasaran dengan lebih dari 900.000 anggota member, 400 unit pusat bisnis yang tersebar di seluruh Indonesia, serta 4
(empat) cabang di negara Filipina, Australia, Singapura dan Brunei Darussalam
dengan beragam produk mulai dari fashion, aksesoris, pakaian, tas dan kosmetik. Produk-produknya berhasil memikat dan melekat kuat di hati masyarakat
Indonesia.
Hingga Juli 2014, tercatat lebih dari 160 perusahaan sudah mengantongi
Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) dan hanya 86 perusahaan yang
menjadi anggota APLI. Hampir separuh perusahaan yang belum bergabung
dengan APLI tidak memenuhi persyaratan seperti SIUPL yang kadaluarsa
dan/atau perusahaan sendiri tidak berkenan menjadi anggota APLI. Di samping
berbasis Multi Level Marketing harus menjadi anggota APLI.37 Meski tidak diwajibkan menjadi anggota APLI namun menjadi keanggotaan APLI mampu
memberikan kesan bagi konsumen bahwa perusahaan yang terdaftar memiliki
reputasi yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang belum menjadi
anggota APLI. APLI sendiri menjadi satu-satunya organisasi yang dipercaya oleh
World Federation of Direct Selling Associations (WFDSA) sebagai lembaga yang bertugas untuk mengawasi kinerja perusahaan berbasis Multi Level Marketing di Indonesia. Keanggotaan APLI sendiri berlaku untuk satu tahun dan setiap tahun
akan diperpanjang setelah diteliti kembali persyaratan-persyaratan ini. Pada bulan
Juni 2014, tercatat sudah ada 87 perusahaan berbasis Multi Level Marketing yang bergabung menjadi anggota APLI padahal jumlah perusahaan yang bergerak di
bidang penjualan langsung ini jumlahnya diduga mencapai 262 perusahaan.38
C. Ruang Lingkup Sistem Multi Level Marketing
Ruang lingkup sistem Multi Level Marketing mencakup unsur produsen atau perusahaan, distributor, konsumen dan sistem kerja. Unsur-unsur ini akan
dibahas satu per satu dalam uraian berikut:
1. Produsen
Produsen dalam sistem Multi Level Marketing merujuk pada pelaku kegiatan yang menggunakan sistem Multi Level Marketing sebagai basis untuk melakukan kegiatan perdagangannya. Perusahaan yang berbasis Multi Level Marketing adalah unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengolahan
37
Nefosnews, “Banyak Money Game Berkedok MLM, APLI Minta Masyarakat Jeli”.
http://www.nefosnews.com/post/ekbis/banyak-money-game- berkedok-mlm-apli-minta-masyarakat-jeli (diakses tanggal 21 Desember 2014).
38
faktor produksi guna menghasilkan produk yaitu barang dan/atau jasa yang
ditujukan kepada konsumen melalui mekanisme pemasaran Multi Level Marketing. Produk yang diperdagangkan harus jelas karena inti dari aktivitas perdagangan Multi Level Marketing adalah penjualan barang dan/atau jasa secara langsung kepada konsumen.39
Produk-produk yang diperdagangkan di Indonesia dalam perusahaan
berbasis Multi Level Marketing meliputi berbagai jenis, mulai dari produk suplemen kesehatan, peralatan kesehatan, peralatan rumah-tangga, produk
perawatan tubuh, kosmetik, sampai kebutuhan non primer seperti cinderamata,
peralatan konveksi, pembuatan jaringan website, dan lain-lain. 40
Produk yang umumnya dijual perusahaan berbasis Multi Level Marketing
ini memiliki manfaat dan nilai tertentu yang khas. Hal inilah yang menjadi daya
saing terhadap produk-produk sejenis yang diperdagangkan
perusahaan-perusahaan konvensional yang bukan berbasis Multi Level Marketing. Nilai atau manfaat tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:41
a. Nilai jual, produk yang diperjualbelikan harus unik dan menarik sehingga
membuat orang yang mendengarkan atau melihat menjadi tertarik. Sebuah
produk yang baik untuk dijual adalah produk yang tidak terlalu banyak
memiliki substitusi (produk pengganti) di pasaran;
39
M. Fuad, Pengantar Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 7.
40
http://www.ridlo.info/network-marketing/produk-mlm.html (diakses tanggal 23 Desember 2014).
41
b. Nilai manfaat, produk yang diperjualbelikan harus memiliki manfaat bagi
penggunanya, dan apabila produk tersebut berbentuk jasa maka jasa yang
diberikan dapat memberi manfaat bagi penggunanya;
c. Nilai ekonomis, harga dari produk harus sesuai dengan fungsi dan
manfaatnya sehingga nilai yang dibayarkan oleh konsumen setara dengan
manfaat yang diperoleh dari produk tersebut, atau dengan kata lain harga
produk tersebut harus bersifat realistis.
2. Distributor
Distributor dalam istilah ekonomi artinya adalah perantara yang
menyalurkan produk dari pembuat barang yang dihasilkan oleh pabrik, produk
tersebut dikirimkan ke pengecer atau pelanggan. Distributor adalah sebuah
kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk mempermudah penyampaian barang
dan jasa dari produsen kepada konsumen.42
Penggolongan distributor dalam kegiatan Multi Level Marketing adalah orang-perorangan yang bersedia bergabung menjadi mitra usaha dengan cara
mendaftarkan diri melalui perjanjian tertulis antara perusahaan berbasis Multi Level Marketing dengan dirinya sebagai pribadi, kemudian dilanjutkan dengan penyertaan sejumlah uang sebagai biaya pendaftaran sebagai anggota.
Keanggotaan distributor hanya berlaku setelah disetujui dan diakui perusahaan.
Para distributor Multi Level Marketing dalam praktiknya lebih dikenal dengan istilah sales atau agen finansial. Istilah sales atau agen finansial
sesungguhnya kurang tepat untuk dipergunakan karena istilah sales atau agen
42 Wikipedia, “Distribusi”,
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Distribusi_%28bisnis%29
finansial secara luas dapat diartikan sebagai pegawai tetap, pegawai lepas,
pegawai harian, atau honorer yang mempunyai ikatan jam kerja dengan
perusahaan dan memiliki upah kerja sebagai imbalan atas jasanya. Istilah ini jelas
kurang tepat mengingat para distributor Multi Level Marketing ini umumnya tidak memenuhi unsur ”ikatan jam kerja dengan perusahaan”. Faktanya, distributor
Multi Level Marketing umumnya juga bekerja di perusahaan lain dan pekerjaannya sebagai distributor Multi Level Marketing hanya bersifat sampingan karena jam kerja yang bebas dan tidak ada ikatan jam kerja yang ditentukan
perusahaan Multi Level Marketing. Distributor Multi Level Marketing juga tidak menerima imbalan berupa upah atau gaji yang diberikan secara berkala, akan
tetapi ia hanya memperoleh penghasilan dalam bentuk komisi berdasarkan
penjualan produk yang ia kerjakan. 43
Distributor dalam setiap kinerjanya berhak memiliki kesempatan atau
peluang yang sama untuk mengembangkan karirnya. Dalam praktik Multi Level Marketing, pengembangan karir akan semakin baik seiring bekerjanya distributor-distributor yang ada dibawahnya. Dengan kata lain, setiap distributor-distributor memiliki
kesempatan atau peluang yang sama untuk mengembangkan karirnya hingga
posisi puncak. Kemungkinan untuk mencapai posisi puncak ini relatif lebih
terbuka sebab jumlahnya tidak harus satu sebagaimana presiden direktur pada
perusahaan-perusahaan non Multi Level Marketing.44
43
Andrias Harefa, Menapaki Jalan DS-MLM (Yogyakarta: Gradien Books, 2007), hlm. 9.
44
3. Konsumen
Konsumen dalam istilah ekonomi dapat diartikan sebagai orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Jadi, apabila tujuan pembelian yang dilakukan itu adalah untuk
dijual kembali maka ia bukan tergolong sebagai konsumen melainkan sebagai
distributor.
Pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
kembali.
Ruang lingkup Multi Level Marketing yang termasuk konsumen adalah masyarakat pengguna atau pembeli produk Multi Level Marketing. Produk yang dibeli ini ditujukan untuk pemakaian pribadi atau orang lain dan bukan untuk
dijual kembali. Konsumen sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu
:45
a. Konsumen non-distributor
Seorang konsumen yang membeli dan menggunakan produk Multi Level Marketing melalui penjualan langsung yang dilakukan oleh seorang distributor perusahaan Multi Level Marketing. Seorang Konsumen non-distributor hanya mampu memperoleh produk Multi Level Marketing
45
melalui distributor perusahaan, sebab produk tersebut tidak dapat dibeli di
tempat-tempat umum seperti pasar tradisional, pasar swalayan, toko, dan
lain-lain. Umumnya konsumen non distributor ini mengetahui produk Multi Level Marketing dari distributor perusahaan yang juga menjadi kerabat atau anggota keluarga konsumen non-distributor.
b. Konsumen distributor
Peran awalnya adalah sebagai distributor produk Multi Level Marketing
namun karena kebutuhannya secara pribadi maka ia menjadi konsumen bagi
perusahaan Multi Level Marketing yang bersangkutan. Seorang konsumen distributor memiliki peluang yang lebih baik dalam memasarkan produk
yang ia tawarkan sebab konsumen distributor ini dapat memberikan
kesaksian dan bukti secara nyata dengan pemakaian produk yang ia
gunakan. Hal ini akan lebih menarik minat calon konsumen dalam membeli
suatu barang karena calon konsumen memiliki pertimbangan bahwa produk
yang ditawarkan tersebut akan memberi manfaat bagi konsumen untuk
membelinya.
Banyak konsumen distributor kemudian mengalami kendala dalam
memperoleh produk yang ditawarkan oleh distributor Multi Level Marketing. Hal inilah yang kemudian memicu banyaknya konsumen yang tergolong sebagai
konsumen non distributor sebelumnya ini ikut menjadi anggota Multi Level Marketing dan menjadi konsumen distributor. Hal ini terjadi karena pertimbangan konsumen yang kesulitan mendapatkan produknya karena harus melalui
dibandingkan menjadi anggota Multi Level Marketing. Dengan menjadi anggota
Multi Level Marketing secara otomatis konsumen ini dapat memperoleh barangnya lebih mudah dan dengan harga yang lebih murah.46
4. Sistem Kerja
Sistem kerja perusahaan berbasis Multi Level Marketing dibangun berdasarkan konsep kemitraan. Kemitraan ini dibangun melalui
distributor-distributor yang bergabung dari hasil perekrutan perusahaan secara mandiri
maupun anggotanya. Distributor yang bergabung inilah yang akan membentuk
sebuah jaringan pemasaran yang sistematis untuk melakukan penjualan secara
langsung kepada konsumen. Awal mulanya ketika mitra usaha bergabung di
sebuah perusahaan berbasis Multi Level Marketing maka ia diwajibkan untuk membayar biaya pendaftaran (administrasi). Biaya pendaftaran ini umumnya
terjangkau dan sebanding dengan hal yang diberikan perusahaan seperti
pemberian starter kit, pelatihan dasar untuk menjual produk, dan lain-lain.
Seorang distributor baru dapat memahami seluk beluk pekerjaannya
setelah memiliki starter kit. Starter kit umumnya memuat penjelasan rinci produk yang ditawarkan oleh perusahaan, daftar harga, brosur/katalog produk, rancangan
bisnis, dan kisah-kisah orang yang berhasil dari perusahaan tersebut.47 Selain itu,
pelatihan dasar dan lanjutan juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam sistem Multi Level Marketing karena pelatihan merupakan bentuk support system perusahaan dalam memacu kinerja para distributornya. Dengan adanya pemberian starter kit dan support system yang diberikan perusahaan maka terlihat
46
Ibid., hlm. 43.
47
jelas bahwa kegiatan penjualan produk adalah hal yang utama. Hal ini berbeda
dengan praktik Money Game dalam perdagangan berbasis Multi Level Marketing
yang cenderung mengembangkan perekrutan anggota baru secara terus menerus
dan mengabaikan penjualan produk. Dalam perusahaan berbasis Multi Level Marketing yang murni, penjualan produk menjadi utama karena pendapatan perusahaan dan komisi para distributor bergantung pada jumlah unit penjualan
produk yang berhasil ditawarkan ke konsumen. 48
Ciri khas perusahaan berbasis Multi Level Marketing adalah adanya proses pengembangan jaringan distributor melalui proses rekrutmen anggota
untuk memperluas jaringan distribusi produk perusahaan. Dengan adanya proses
ini, seorang distributor mempunyai kesempatan untuk membangun, melatih dan
membantu jaringan kelompok yang ia rekrut sebelumnya guna memasarkan
produk kepada konsumen akhir. Untuk memacu dan memotivasi para distributor
dalam memperluas jaringan kelompoknya maka perusahaan memberikan
iming-iming berupa bonus uang tunai, pin penghargaan, kesempatan bertamasya ke
mancanegara, rumah, mobil mewah, logam mulia, ataupun bentuk
penghargaan-penghargaan lainnya. Dengan demikian, setiap distributor memiliki kesempatan
yang sama dalam merekrut anggota dan meraih posisi puncak dalam perusahaan
karena posisi puncak jumlahnya tidak terbatas seperti posisi dalam perusahaan
konvensional.49
Tidak mengherankan apabila perusahaan berbasis Multi Level Marketing