Rhizophora apiculata Blume di
IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua BaratAMRI LUTHFIE
E14104022
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Rhizophora apiculata Blume di
IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua BaratSKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AMRI LUTHFIE
E14104022
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
apiculata Blume di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat
Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG
Rhizophora apiculata merupakan salah satu jenis vegetasi mangrove yang komersil dan dapat menghasilkan keuntungan jika dikelola dengan baik. Pengetahuan tentang karakteristik pohon baik morfologis maupun fisiologis sangat diperlukan untuk mengenal suatu jenis pohon. Identifikasi pohon berdasarkan karakteristik fisiknya dapat dilakukan dengan menggunakan karakteristik biometrik pohon. Karakteristik biometrik pohon diperoleh dengan mengukur dimensi-dimensi pohon yang bersangkutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon R. apiculata yang dicirikan oleh hubungan antar beberapa dimensi pohon yang dapat diukur. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu petunjuk dalam mengenali pohon
Rhizophora apiculata dengan karakteristik biometriknya yang khas.
Penelitian ini dilakukan pada areal konsesi PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (BUMWI), Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2008. Objek penelitiannya adalah 50 pohon contoh R. apiculata pada berbagai kelas diameter yang dipilih secara purposive sampling. Alat yang digunakan adalah pita meter, christen meter, chain saw, galah (panjang 4 meter), tally sheet, alat tulis, kamera digital. Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang. Batang pohon dibagi menjadi beberapa seksi mulai dari pangkal batang hingga tinggi bebas cabang dengan panjang seksi 2 meter.
Volume pohon dihitung dengan menggunakan rumus Smalian. Selain itu, dicari dua jenis angka bentuk yaitu angka bentuk absolut dan angka bentuk setinggi dada.Analisis data yang dilakukan antara lain deskripsi secara statistic dimensi pohon, rasio antara dimensi pohon yang satu dengan dimensi pohon lainnya, analisis korelasi antar dimensi pohon dan menganalisis angka bentuk batang. Setelah dilakukan analisis korelasi antar dimensi pohon, selanjutnya dilakukan penyusunan model persamaan regresinya. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan menggunakan software Microsoft excel dan Minitab versi 14.
Dari analisis data yang telah dilakukan, diketahui bahwa kisaran diameter pangkal : 12,2-68,2 cm dengan rata-rata 36,1 cm ; diameter setinggi dada : 11,5-66,8 cm dengan rata-rata 34,7 cm ; diameter bebas cabang : 5,4-43,3 cm dengan rata-rata 22,7 cm ; Dameter tajuk : 2,4-11,8 m dengan rata-rata 7,0 m ; Tinggi total : 13-40 m dengan rata-rata 29,5 m ; tinggi bebas cabang : 8,0-29,0 m dengan rata-rata 19,7 m dan kisaran tinggi tajuk : 3-15 m dengan rata-rata 9,8 m. Rata-rata nilai rasio antar dimensi pohon adalah Dp/Dbh = 1,04 ; Dp/Dtk = 0,05 ; Dbc/Dp = 0,63 ; Dbc/Dbh =
0,66 ; Dbh /Dtk = 0,05 ; Dbc/Dtk = 0,03 ; Tbc/Tt = 0,67 ; Tbc/Ttk = 2,12 ; Ttk/Tt = 0,33. Faktor
keruncingan batang pohon R. apiculata adalah sebesar 1,06.
Dimensi pohon R. apiculata yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi pohon lainnya adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang dan tinggi total. Korelasi antar dimensi pohon tertinggi adalah korelasi antar diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sebesar 0,998. Sedangkan persamaan matematis bentuk hubungannya adalah (d/D)2 = 0,902 – 1,05 h/H + 0,403 (h/H)2. Angka bentuk absolut sebesar 0,54 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,58.
apiculata Blume at IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Bintuni Regency Gulf, West Papua
Under supervision of ENDANG SUHENDANG
Rhizophora apiculata is a commercial mangrove vegetation species and could to produce the fortunes if it managed better. The knowledge about tree characteristics include the morphology and physiology are needed to recognize a tree species.The tree biometric characteristics can be used for identifying tree by its physical characteristics. The tree biometric characteristics are obtained with measuring pertinent tree dimensions.
The objective of this research is to describe R. apiculata tree biometric characteristics. Hopefull, the research can be one information to know the R. apiculata trees with the unique of its biometric characteristic.
The research was conducted at concession areal of PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries, Bintuni Regency Gulf, West Papua, on March until April 2008. The research material were 50 R. apiculata trees sample at various of breast height class, choosen by purposive sampling. Tools used were phiband, Christen Hypsometer, chain saw, tally sheet, stationery and digital camera. Dimension measured were foot diameters, diameter breast height, clear length bole diameter, crown diameter, total height, clear length bole height and crown height. Stem division was started from stem foot to clear length bole height with long each section was 2 meters.
Tree volume was measured using Smallian formula. Form factor measured were breast height form value and absolute form value. Data analysis was done by statistically describe tree dimension, measured the ratio between each dimension, analyzed the correlation and regression model between tree dimension. The data were analyzed using Microsoft excel and Minitab version 14.
The result were as follow range of foot diameters : 12,2-68,2 cm mean 36,1 cm, diameter breast height : 11,5-66,8 cm mean 34,7 cm, clear length bole diameter: 5,4-43,3 cm mean 22,7 cm, crown diameter: 2,4-11,8 m mean 7,0 m ; total height : 13-40 m mean 29,5 m ; clear length bole height : 8,0-29,0 m mean 19,7 m and crown heigh : 3-15 m mean 9,8 m. Mean ratio between dimension : Dp/Dbh = 1,04 ; Dp/Dtk = 0,05 ; Dbc/Dp = 0,63 ; Dbc/Dbh = 0,66 ; Dbh /Dtk = 0,05 ; Dbc/Dtk
= 0,03 ; Tbc/Tt = 0,67 ; Tbc/Ttk = 2,12 ; Ttk/Tt = 0,33.R. apiculata stem Taper is 1,06.
R. apiculata tree dimension with most correlation with other dimension were foot diameters, diameter breast height, clear length bole diameter and total height. The highest correlation achieved from foot diameters and diameter breast height that is 0,998. The formula for
R. apiculata is (d/D)2 = 0,902 – 1,05 h/H + 0,403 (h/H)2. absolute form value is 0,54 dan breast height form value is 0,58.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biometrik Pohon Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Amri Luthfie NRP E14104022
Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat
Nama : Amri Luthfie
NIM : E14104022
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS NIP. 130 933 588
Mengetahui:
Kepala Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini, penulis membahas tentang Karakteristik Biometrik Pohon
Rhizophora apiculata Blume yang sampelnya diambil di areal IUPHHK-HA PT
Bintuni Utama Murni Wood Industries yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni, papua Barat.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak dan Mamah atas kasih sayang, doa dan motivasi yang diberikan. Kakak dan Adikku yang tercinta serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan dan doanya.
2. Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama penelitian.
3. Ir. Sudarmadji sebagai Direktur PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di areal konsesi PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries.
4. Seluruh staff dan pegawai lapangan PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries di Pulau amutu Besar atas bantuannya selama penelitian
5. Keluarga besar mahasiswa Departemen Manajemen Hutan angkatan 41 atas semangat dan kebersamaannya selama ini, khususnya kepada Yunus, Eris, Hendro, Eko, Venty dan Vivi atas bantuan selama penulis melakukan penelitian.
6. Teman-teman seperjuangan di Kayumanis (Ai, Sofyan, Iqo, Isna, Indah dan Teh Nana) yang selalu memberikan semangat dan motivasinya.
7. Semua pihak yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Maret 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Mamat, BA dan Hj. Mahriat.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Plus YPHB Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Forest
Management Student Club (FMSC) sebagai Kepala Departemen Pengembangan
Sumberdaya Manusia (PSDM) tahun 2007-2008, panitia RIMBA-E tahun 2007 dan menjadi salah satu panitia Temu Manajer Departemen Manajemen Hutan tahun 2007.
Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur, Praktek Umum Pengelolaan Hutan Lestari di KPH Ngawi bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM dan melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik Biometrik Pohon
Rhizophora apiculata Blume di IUPHHK-HA PT Bintuni Utama Murni Wood
Industries, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keterangan Botanis ... 3
2.1.1. Nama dan Tempat Tumbuh ... 3
2.1.2. Batang ... 3
2.1.3. Penampang Melintang Batang ... 3
2.1.4. Daun dan tajuk ... 6
2.1.5. Bunga dan Buah ... 7
2.1.6. Sifat-sifat Anatomi Kayu ... 7
2.1.7. Kegunaan Kayu ... 7
2.2. Pengertian Beberapa Macam Dimensi Pohon ... 7
2.2.1. Umur ... 7
2.2.2. Diameter Pohon ... 8
2.2.3. Tinggi Pohon ... 8
2.2.4. Bentuk Batang ... 9
2.2.5. Penampang Melintang Batang Pohon ... 9
2.2.6. Angka Bentuk ... 10
2.2.7. Kusen Bentuk ... 10
2.2.9. Tajuk ... 11
BAB III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 12
3.3. Metode Penelitian ... 12
3.3.1. Pemilihan Pohon Contoh ... 12
3.3.2. Pengukuran Dimensi Pohon ... 13
3.3.3. Pembagian Batang ... 13
3.3.4. Perhitungan Volume Pohon Contoh ... 14
3.3.5. Penentuan Angka Bentuk Pohon ... 15
3.4. Analisis Data ... 15
3.4.1. Deskripsi Statistik Pohon Contoh ... 15
3.4.2. Rasio Antar Dimensi Pohon ... 16
3.4.3. Korelasi Antara Dua Dimensi Pohon Atau Lebih ... 16
3.4.4. Penyusunan Persamaan Regresi ... 17
3.4.5. Penyusunan Persamaan Taper ... 17
3.4.6. Pemilihan Model Terbaik ... 18
BAB IV. KONDISI UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Luas ... 20
4.2. Tanah dan geologi ... 20
4.3. Iklim ... 21
4.4. Keadaan Hutan ... 21
4.5. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 22
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Statistik Pohon Contoh ... 23
5.2. Rasio Antar Dimensi Pohon ... 24
5.3. Korelasi Antar Dimensi Pohon ... 26
5.4. Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi ... 27
5.5. Penyusunan Persamaan Taper ... 35
5.6. Angka Bentuk Batang Rata-rata ... 37
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 38
6.2. Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN ... 42
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Sebaran pohon contoh pada berbagai kelas diameter ... 23
2. Deskripsi statistik pohon contoh ... 23
3. Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon ... 25
4. Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter ... 25
5. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal... 28
6. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada .. 29
7. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang .. 30
8. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk ... 31
9. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi total ... 32
10.Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi bebas cabang ... 33
11.Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi tajuk ... 34
12.Persamaan taper pohon Rhizophora apiculata ... 36
DAFTAR GAMBAR
No Halaman 1. Penampang melintang batang pohon kelas diameter I pada bagian :
(1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang ... 5 2. Penampang melintang batang pohon kelas diameter II pada bagian :
(1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang ... 5
3. Penampang melintang batang pohon kelas diameter III pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang ... 6
4. Penampang melintang batang pohon kelas diameter IV pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang ... 6 5. Penampang melintang batang pohon kelas diameter V pada bagian :
(1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang ... 6 6. Penampang melintang pohon ... 9 7. Ilustrasi pembagian batang pada pohon contoh yang diukur ... 14
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Rekapitulasi data dimensi pohon contoh ... 43 2. Rekapitulasi perhitungan angka bentuk batang pohon Rhizophora
apiculata ... 52 3. Matriks korelasi antar dimensi pohon Rhizophora apiculata ... 53 4. Analisis persamaan regresi antar dimensi pohon Rhizophora apiculata .. 53 5. Analisis regresi persamaan taper ... 68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya didalam suatu habitat mangrove. Hutan mangrove yang merupakan tipe hutan peralihan darat dan laut yang sejak lama diketahui mempunyai fungsi produksi yang bermanfaat bagi manusia (Kusmana et al 2003). Fungsi produksi tersebut antara lain adalah sebagai penghasil kayu kontruksi, pulp, kayu bakar dan lain sebagainya. Selain fungsi produksi, mangrove juga memiliki beberapa fungsi ekologis seperti sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia (Kusmana et al 2003).
Salah satu jenis vegetasi mangrove yang komersil untuk dikembangkan adalah jenis Rhizophora apiculata. Jenis ini merupakan jenis tumbuhan mangrove yang dapat menghasilkan keuntungan jika dikelola dengan baik. Seperti halnya pohon lain, pohon R. apiculata memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya dengan pohon lain. Kekhasan karakteristik tersebut antara lain dikenal dengan karakteristik biometrik. Menurut anonim (2004), biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi individu berdasarkan karakteristik fisik atau tingkah lakunya. Karakteristik biometrik pohon diperoleh dengan mengukur dimensi pohon yang dapat menggambarkan pohon tersebut serta pola pertumbuhannya yang unik. Pola pertumbuhan ini memiliki kekonsistenan yang tinggi.
Berdasarkan Ditjen RLPS (2002), luas hutan mangrove yang berstatus kawasan hutan di Indonesia pada tahun 1993 seluas 3.765.250 ha. Total luas areal berhutan mangrove berkurang sekitar 1,3 % dalam kurun waktu 6 tahun (1993 sampai 1999). Angka penurunan luas hutan mangrove dalam kurun waktu antara tahun 1993 – 1999 ini jauh lebih kecil dibandingkan dalam kurun waktu 1982 –
1983. Berdasarkan Kusmana et al (2003) diketahui bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1982 – 1993 (11 tahun), luas hutan mangrove turun sebesar 11,3 % (4,25 juta ha pada tahun 1982 menjadi 3,7 juta ha pada tahun 1993) atau 1 % per tahun. Kondisi hutan mangrove yang dari tahun-ketahun mengalami penurunan luas menyebabkan jumlah pohon R. apiculata juga semakin berkurang. Oleh karena itu, informasi mengenai karakteristik biometrik pohon R. apiculata sangat diperlukan untuk mempermundah dalam mengenal ciri khas pohon tersebut.
Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran dimensi-dimensi pohon untuk menggambarkan keragaman karakteristik biometrik pohon R. apiculata dan selanjutnya dilakukan analisis hunbungan antar karakteristik tersebut.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik biometrik pohon R. apiculata yang dicirikan oleh ukuran dan bentuk hubungan antar beberapa dimensi pohon yang dapat diukur.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu petunjuk dalam mengenali pohon R. apiculata dengan karakteristik biometriknya yang khas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keterangan Botanis
2.1.1. Nama dan Tempat Tumbuh
Pohon Rhizophora apiculata termasuk kedalam famili Rhizophoraceae. Dalam bahasa lokal, pohon ini dikenal dengan nama Bakau Kacang, Bakau Kecil dan lain-lain. Onrizal (1997) menyebutkan bahwa dalam bahasa daerah Sarbei, pohon R. apiculata ini dikenal dengan nama Parai.
Pohon jenis ini tumbuh pada daerah tanah berlempung dan humus dengan aerasi yang baik serta dipengaruhi pasang surut air laut. Pertumbuhan R. apiculata akan semakin jelek apabila kadar garam dalam air makin rendah (Martawijaya et al. 1989)
2.1.2. Batang
Batang pohon R. apiculata ini memiliki diameter yang mampu mencapai 55 cm dengan tinggi 35 m. Sistem perakarannya berupa akar tunjang. Batang berdiri tegak, tidak bertekuk, tidak terpilin dan tidak berbenjol. Kulit luar dari batang pohon R. apiculata ini abu-abu, abu-abu tua atau hitam. Permukaan batangnya kasar dan terdapat retak-retak dangkal membentuk persegi empat dengan tepi tidak terangkat. Sedangkan kulit bagian dalam berserabut dan berwarna merah (Onrizal 1997).
2.1.3. Penampang Melintang Batang
Berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan terhadap lima pohon contoh R. apiculata yang mewakili setiap kelas diameter, diketahui bahwa pada pohon contoh kelas diameter I penampang melintang batang didominasi oleh bagian gubal yang berwarna putih cerah sedangkan untuk bagian terasnya sedikit bahkan cenderung tidak terlihat. Hal ini terjadi karena pohon contoh yang mewakili kelas diameter I masih muda yaitu pohon dengan diameter setinggi dada 10 cm – 19,9 cm dan pertumbuhannya masih tergolong baru. Pertumbuhan yang masih baru ini juga menyebabkan kulit batang dari pohon tersebut juga tipis.
Bagian-bagian penamapang melintang batang pohon contoh kelas diameter I dapat dilihat pada Gambar 1.
Berbeda dengan pohon contoh kelas diameter I, pada pohon contoh kelas diameter II yang dapat dilihat pada Gambar 2 diketahui bahwa bagian teras terlihat lebih jelas dan ukurannya lebih besar walaupun masih didominasi oleh bagian gubalnya yang berwarna putih. Bagian kulitnya juga lebih tebal dan empulur dari batang pohon terlihat berwarna sedikit gelap.
Untuk pohon contoh kelas diameter III diketahui bahwa bagian teras batang pohon sudah mulai mendominasi penampang melintang batang. Warnanya lebih gelap dibandingkan dengan warna bagian gubalnya. Berbeda dengan penampang melintang pohon contoh kelas diameter I, bagian gubal pada pohon contoh kelas diameter III lebih berwana putih kekuningan. Hal ini berbeda dengan pohon contoh kelas diameter I yang memiliki bagian gubal berwarna putih. Pada Gambar 3 terlihat bahwa bentuk penampang melintang batang pohon pada bagian pangkal berbeda dengan bagian diameter bebas cabang. Pada bagian pangkal terlihat bahwa bentuk penampang melintang batang tidak beraturan sedangkan bentuk batang pada bagian diameter bebas cabang lebih bulat. Hal ini membuktikan bahwa bentuk batang dari pohon R. apiculata tidak teratur.
Dari Gambar 4 terlihat bahwa pada penampang melintang batang pohon contoh kelas diameter IV dengan selang diameter 40 cm – 49,9 cm memiliki bagian teras yang berwarna gelap pada batang bagian pangkal dan diameter setinggi dada. Bagian gubal yang berwarna lebih cerah berada dibagian luar dan mengelilingi bagian terasnya. Berbeda dengan batang bagian pangkal dan diameter setinggi dada, pada penampang melintang batang bagian diameter bebas cabang telihat bahwa bagian teras lebih berwarna kekuningan tidak segelap bagian pangkal dan diameter setinggi dada. Pada penampang melintang batang pohon contoh kelas diameter IV terlihat bahwa ukuran kulit lebih tebal dan empulur batang terlihat lebih jelas khususnya pada batang bagian pangkal dan diameter setinggi dada.
Sama halnya dengan pohon contoh kelas diameter IV, pohon contoh kelas diameter V memiliki bagian teras yang berwarna gelap dan terlihat jelas pada semua bagian batang baik pangkal, diameter setinggi dada maupun pada batang
bagian diameter bebas cabang.. Pada Gambar 5 terlihat bagian teras yang lebih mendominasi bagian penampang melintang batang pohon dibandingkan dengan bagian gubalnya. Hal ini terjadi karena pohon contoh yang termasuk dalam kelas diameter V merupakan pohon-pohon yang berumur cukup tua.
Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan bagian teras berbanding lurus dengan umur pohon. Hal ini menunjukan bahwa semakin tua umur suatu pohon maka bagian terasnya akan semakin besar dan sebaliknya jika umur suatu pohon masih muda maka bagian terasnya akan kecil bahkan cenderung tidak terlihat. Hal ini berbanding terbalik dengan bagian gubal dimana semakin tua umur suatu pohon maka bagian gubalnya semakain kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, penampang melintang pohon pada bagian pangkal, diameter setinggi dada dan diameter bebas cabang untuk setiap kelas diameter dapat dilihat pada Gambar 2 sampai dengan Gambar 6.
Gambar 1. Penampang melintang batang pohon kelas diameter I pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas cabang
Gambar 2. Penampang melintang batang pohon kelas diameter II pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas
cabang
1 2 3
Gambar 3. Penampang melintang batang pohon kelas diameter III pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas
cabang
Gambar 4. Penampang melintang batang pohon kelas diameter IV pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas
cabang
Gambar 5. Penampang melintang batang pohon kelas diameter V pada bagian : (1) diameter pangkal ; (2) diameter setinggi dada ; (3) diameter bebas
cabang
2.1.4. Daun dan Tajuk
Dalam Onrizal (1997) disebutkan bahwa daun pohon R. apiculata ini adalah daun tunggal yang tersusun secara opposite. Bentuk daun berupa elliptical oblong dengan ukuran panjang 11-17 cm, lebar 5-8 cm dan panjang tangkai 1-3 cm. Ujung daun acute dan pangkal daun cuneate sehingga ujung dan pangkal daun
1 2 3
1 2
3
tidak simetris. Permukaan atas daun berwarna hijau sedangkan permukaan bawah daun berwarna hijau kekuningan. Tajuk pohon ini sedang dan kompak, berwarna hijau kekuningan.
2.1.5. Bunga dan Buah
Bunga pohon R. apiculata selalu sepasang. Calyx berwarna hijau, kuning sampai kemerahan. Sedangkan petal berwarna hijau kekuningan sampai putih. Buah R. apiculata berwarna cokelat sampai hijau dengan ukuran panjang 2-3 cm dan lebar ± 1,5 cm. Hipokotil hijau, lurus atau melengkung dengan panjang mencapai 30 cm dan diameter 1,5 – 2 cm (Onrizal 1997).
2.1.6. Sifat-Sifat Anatomi Kayu
Hasil penelitian Kristanti (2005) menyebutkan bahwa pohon R. apiculata memiliki ciri-ciri anatomi kayu seperti terdapat pori soliter, berganda dan bergabung 3-5 pori. Jumlah pori kayu pohon ini rata-rata 23 pori/mm2, parenkim paratrakeal Vasicentic Scanty. Jari-jari kayu pendek dan rapat, jumlah jari-jari per mm arah tangensial adalah 7 per mm.
2.1.7. Kegunaan Kayu
Seperti halnya pohon lain, batang pohon R. apiculata memiliki berbagai kegunaan. Kegunaan tersebut antara lain adalah kayu digunakan sebagai kayu baker, arang, chips dan juga dapat digunakan sebagai kayu konstruksi (Kusmana et al 2003).
2.2. Pengertian Beberapa Macam Dimensi Pohon 2.2.1. Umur
Umur merupakan jarak waktu antara tahun tanam hingga kini dan yang akan datang. Umur pohon ini dapat diperoleh dari register tahun tanam, jumlah lingkaran tahun dan jumlah lingkaran cabang. Jumlah lingkaran tahun pada pohon
berdiri dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur berupa bor riap. (Belyea 1950).
2.2.2. Diameter Pohon
Menurut Anonim (1992), diameter pohon merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada. Diameter setinggi dada ini lebih mudah diukur dan mempunyai korelasi yang kuat dengan parameter pohon yang penting lainnya.
Diameter pohon merupakan panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah (Husch et al 2003).
Di negara-negara yang menggunakan sistem metrik, diameter setinggi dada biasanya diukur pada ketinggian batang 1,3 meter dari atas permukaan tanah. Untuk pohon-pohon berbanir lebih dari 1,3 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea 1950).
2.2.3. Tinggi pohon
Parameter lain yang sangat penting dilakukan dalam inventarisasi hutan adalah tinggi pohon. Menurut Husch (1963), tinggi pohon merupakan jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar yang melalui titik bawah (pangkal pohon).
Dalam Husch (1963), terdapat beberapa macam tinggi pohon yang biasa diukur dalam kegiatan inventarisasi hutan yaitu :
1. Tinggi total, yaitu jarak vertikal antara pangkal pohon dengan puncak dari pohon tersebut.
2. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang dipermukaan tanah sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crown point untuk jenis konifer.
3. Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu penebangan.
2.2.4. Bentuk Batang
Menurut Husch (1963) bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu : 1. Excurrent, yaitu bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang, biasanya
terdapat pada jenis-jenis konifer atau daun jarum.
2. Deliquescent, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada
ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenis-jenis kayu daun lebar.
Menurut Husch et al (2003) bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut dan paraboloid.
2.2.5. Penampang Melintang Batang Pohon
Menurut Mandang dan Pandit (1997), bidang melintang batang pohon merupakan penampakan batang pohon yang dipotong tegak lurus sumbu. Bagian-bagian pohon yang terlihat pada penampang melintang pohon diantaranya adalah kulit, kambium, gubal, teras dan empulur. Jika pohon dipotong melintang, gubal tampak berwarna cerah, biasanya berwarna putih atau kuning sedangkan teras umumnya berwarna lebih gelap. Penampang melintang pohon ini dapat terlihat pada Gambar 6.
Keterangan : A = Kulit pohon
B = Kambium
C = Gubal
D = Teras
E = Empulur
Gambar 6. Penampang melintang pohon (Sumber : Mandang dan Pandit 1997) C
D
E
A
2.2.6. Angka Bentuk
Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai / angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu (Husch 1963). Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut :
Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama.
Merupakan suatu angka pecahan (< 1) hasil dari pembagian antara volume sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama.
Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi data dan normal (Husch 1963)
2.1.8.7. Kusen Bentuk
Bentuk batang pohon pada umumnya tidak silindris dari pangkal sampai dengan ujung batang. Hal tersebut disebabkan karena pada suatu batang pohon terdapat faktor keruncingan. Nilai dari keruncingan ini dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Besaran nilai dari perbandingan tersebut dikenal dengan sebutan kusen bentuk.
Kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Belyea 1950).
2.2.8 Taper
Taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk (Husch et al 2003).
Menurut Laasasenaho (1993), bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Persamaan umum dari model taper adalah sebagai berikut :
( d/D ) = f ( h/H ) atau ( d/D ) = f {1 - ( h/H )} dimana :
d = diameter ujung batang relatif D = diameter setinggi dada (dbh)
H = tinggi batang pohon dari atas permukaan tanah h = tinggi batang bebas cabang
2.2.9. Tajuk
Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dan titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch 1963). Diameter tajuk dapat diukur menggunakan meteran dengan cara mengukur proyeksi vertical panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran menggunakan meteran dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan (Husch et al 2003).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada areal IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (BUMWI), Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2008.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam yaitu alat untuk keperluan pengambilan data di lapangan dan alat yang digunakan untuk keperluan pengolahan data.
Alat untuk keperluan pengambilan data di lapangan terdiri dari : 1. Pita meter
2. Christen meter 3. Chain saw
4. Galah (panjang 4 meter) 5. Tally sheet
6. Alat tulis 7. Kamera digital
Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan pengolahan data adalah : 1. Kalkulator
2. Komputer dengan software Minitab Ver.14 dan Microsoft Excel
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah setiap pohon R. apiculata yang akan diukur dimensi pohonnya berdasarkan sebaran diameternya.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pemilihan Pohon Contoh
Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purpossive sampling (pemilihan pohon contoh dengan pertimbangan tertentu), yaitu dengan memperhatikan
sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang sah.
Pohon-pohon R. apiculata yang dipilih adalah pohon yang sehat, bentuknya normal atau tidak cacat, pertumbuhannya normal (tidak tertekan) dan mempunyai diameter setinggi dada lebih besar dari 10 cm.
3.3.2. Pengukuran Dimensi Pohon
Pohon yang diukur dimensinya pada berbagai kelas diameter sebanyak 10 pohon. Dimensi pohon yang diukur adalah :
Diameter setinggi dada (Dbh)
Diameter pangkal (Dp)
Diameter bebas cabang (Dbc)
Diameter per seksi (Di)
Diameter tajuk (Dtk)
Tinggi total (Tt)
Tinggi bebas cabang (Tbc)
Tinggi tajuk (Ttk)
Panjang seksi (Li) 3.3.3. Pembagian Batang
Setiap batang pohon contoh yang dipilih dibagi menjadi beberapa bagian (seksi). Pembagian batang ini dilakukan mulai dari pangkal pohon sampai dengan tinggi bebas cabang secara sistematis dengan pertambahan panjang sebesar dua meter. Pembagian batang pohon tersebut dapat terlihat pada Gambar 7, dengan keterangan gambar sebagai berikut :
Tt = tinggi total pohon Tbc = tinggi bebas cabang
Tn = tinggi batang diatas tanah hingga ketinggian pada diameter ujung seksi ke-i
Dn = diameter ujung seksi ke-i Pn = panjang seksi ke-i
Gambar 7. Ilustrasi pembagian batang pada pohon contoh yang diukur
3.3.4. Perhitungan Volume Pohon Contoh
Volume batang pohon contoh sebagai volume aktual dihitung dengan cara menjumlahkan volume seksi-seksi batang yang membentuknya. Perhitungan volume aktual dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
∑
= = n i s a V i V 1Dimana : Va = volume pohon sebenarnya
Vsi = volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3, …., n.
Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai dari volume batang perseksi pada setiap pohon contoh dapat dilakukan menggunakan rumus Smalian, yaitu :
i i L Gu Gp Vs = + ⋅ 2 ) ( Dbh D1 D2 Dn D(n-1) Tt Tn Tn-1 T 2 T1 P(n-1) P2 P(n) Tunggak Tbc P1
Keterangan :
Vsi = volume seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3, …., n
Gp = luas bidang dasar pangkal seksi batang Gu = luas bidang dasar ujung seksi batang
Li = panjang seksi batang ke-i, dimana i = 1, 2, 3, …., n
3.3.5. Penentuan Angka Bentuk Pohon
Angka bentuk pohon (f) merupakan suatu faktor koreksi yang diperoleh dari perbandingan antara volume pohon aktual dengan volume silinder yang mempunyai tinggi dan bidang dasar yang sama. Angka bentuk pohon dirumuskan sebagai berikut : sl a V V f =
Dimana : Vsl = volume silinder, dengan menganggap bentuk batang pohon
silinder.
Ada dua macam angka bentuk yang akan dicari dalam penelitian ini, yaitu: Angka bentuk setinggi dada (fbh)
(
Dbh)
Tbc Va fbh 2 25 , 0 π = Angka bentuk absolut (fabs)
( )
Dp Tbc Va fabs 2 25 , 0π
=Keterangan : Va = volume pohon sebenarnya Tbc = tinggi pohon bebas cabang dbh = diameter setinggi dada dp = diameter pangkal pohon
3.4. Analisis Data
3.4.1. Deskripsi Statistik Pohon Contoh
Untuk menggambarkan karakteristik biometrik pohon R. apiculata perlu diketahui deskripsi statistik dari pohon contoh yang diukur. Data statistik tersebut
antara lain adalah banyaknya contoh (n), nilai minimum dan nilai maksimum data yang diukur, rata-rata atau nilai tengah (mean) dan simpangan baku (s).
3.4.2. Rasio Antar Dimensi Pohon
Untuk mengetahui pertumbuhan yang memiliki pola konstan perlu diketahui nilai rasio antar dimensi pohon. Nilai rasio ini ditentukan dengan membandingkan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Rasio dimensi-dimensi pohon yang diukur antara lain adalah
1) Diameter pangkal (Dp) / diameter setinggi dada (Dbh) 2) Diameter pangkal (Dp) / diameter tajuk (Dtk)
3) Diameter setinggi dada (Dbh) / Diameter tajuk (Dtk)
4) Diameter bebas cabang (Dbc) / diameter setinggi dada (Dbh) 5) Diameter bebas cabang (Dbc) / diameter pangkal (Dp) 6) Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter tajuk (Dtk) 7) Tinggi bebas cabang (Tbc) / tinggi total (Tt)
8) Tinggi tajuk (Ttk) / tinggi total (Tt)
9) Tinggi bebas cabang (Tbc) / Tinggi tajuk (Ttk)
3.4.3. Korelasi Antara Dua Dimensi Pohon Atau Lebih
Setelah pengukuran dimensi pohon (diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang) dilakukan, selanjutnya akan dicari hubungan antar peubah yang diukur tersebut yang digambarkan oleh nilai koefisien korelasi (r). Besarnya nilai koefisien korelasi dapat ditentukan dengan rumus :
⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
= = = = = = = n i n i i i n i n i i i n i n i i n i i i i y y n x x n y x y x r 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1Keterangan : xi = diameter pohon ke-i yi = dimensi pohon lainnya ke-i
Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif
sempurna dan sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antar keduanya (Walpole 1993).
3.4.4. Penyusunan Persamaan Regresi
Dalam mempermudah penggambaran karakteristik biometrik pohon digunakan sebuah peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah tidak bebas berupa dimensi pohon lainnya, bisa berupa diameter ataupun tinggi pohon. Data hasil pengamatan dilapangan berupa diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang dianalisis secara statistik untuk mendapatkan suatu persamaan regresi hubungan antar variabel tersebut.
Analisis ini dilakukan setelah terbukti adanya hubungan yang nyata antara diameter pohon dengan dimensi pohon lainnya. Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut :
H = f (D)
Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linier sebagai berikut :
Y = b0 + b1xi + ei
3.4.5. Penyusunan Persamaan Taper
Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara diameter sepanjang batang (d) dengan panjang batang dari pangkal batang (h). Adapun persamaan yang akan dianalisis adalah sebagai berikut :
(d/D) = f {(h/H)} (d/D)2 = f {(h/H)} (d/D) = f {(h/H), (h/H)2} (d/D)2 = f {(h/H), (h/H)2} (d/D) = f {(h/H), (h/H)2, (h/H)3 } (d/D)2 = f {(h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
3.4.6. Pemilihan Model Terbaik
Dari hasil penyusunan model yang telah dibuat, dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1) Uji keberartian model
Uji keberartian model merupakan pengujian peranan peubah bebas terhadap peubah tidak bebas dalam persamaan model.
Hipotesis yang digunakan :
H0 : βi sama dengan nol, untuk semua i
H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi yang tidak sama dengan nol Kriteria uji yang digunakan :
Jika nilai Fhitung ≤ Ftabel maka tolak H0 Jika nilai Fhitung ≥ Ftabel maka terima H0
Uji nilai Fhitung > Ftabel pada tingkat nyata tertentu (α) maka hubungan regresi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebasnya adalah nyata (α = 0,05) dan sangat nyata (α = 0,01).
2) Uji keterandalan model
Pemilihan model terbaik sebagai bentuk umum persamaan regresi menurut Suhendang (1990) dalam Baroroh (2006) dilakukan dengan cara pengujian keterandalan model dari setiap pendekatan yang dilakukan. Adapun kriteria yang digunakan dalam pengujian keterandalan model aalah sebagi berikut :
a) Koefisien determinasi
Koefisien determinasi (R2) merupakan suatu ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya nilai koefisien determinasi bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan. Adapun rumus dari koefisien determinasi adalah : % 100 2 = ⋅ JKtotal JKregresi R
b) Koefisien deteminasi terkoreksi (R2adj)
Perhitungan nilai koefisien determinasi terkoreksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus : % 100 ) 1 ( ) ( 2 × − − = n JKT p n JKS R adj
Keterangan : JKS = jumlah kuadrat sisa JKT = jumlah kuadrat total
(n-p) = derajat bebas sisaan (n-1) = derajat bebas total
c) Besarnya peluang menolak H0 padahal H0 benar berdasarkan data yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi.
Adapun kriteria uji keterandalan model menurut besaran ini adalah jika nilai-p < 5% maka model cukup terandalkan dan sebaliknya jika nilai-p > 5% maka model tidak cukup terandalkan.
d) Simpangan baku (s)
Model yang memiliki nilai simpangan baku kecil dianggap sebagai model yang layak digunakan. Nilai s menunjukan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Besarnya simpangan baku (s) ditentukan dengan rumus :
∑
− = = 2 ( ) p n e s s i dimana :s2 = kuadrat tengah sisaan ei = sisaan ke-i
BAB IV
KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
4.1. Letak Geografis dan Luas
Areal kerja PT BUMWI ditetapkan sebagai kawasan konsesi IUPHHK-HA berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 213/MENHUT/2007, tanggal 28 Mei 2007. Luas areal kerja PT BUMWI sebesar 82.120 ha yang hanya terdiri dari hutan produksi (HP) saja.
Secara administrasi, areal kerja PT BUMWI termasuk dalam wilayah distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat dengan letak geografis 132O47’ – 133O59’ BT dan 2O22’ – 2O47’ LS (PT BUMWI 2005)
4.2. Tanah dan Geologi
Berdasarkan data yang dimuat dalam PT. BUMWI (1992) diketahui bahwa tanah pada kawasan ini terdiri dari:
1. Sulfaquent
Tanah ini merupakan tanah-tanah musa dan basah yang mempunyai kadar sulfide tinggi di bagian dekat permukaan tanah, serta mengandung sedikit karbonat. Tanah ini umumnya tebentuk di daerah rawa pantai dimana air bersifat asin dan dijumpai di daerah rawa dengan fisiografi rawa pasang surut atau pada permukaan tanah. Tanah ini mencakup sebagian besar (>80%) dari kawasan konsesi.
2. Troposament
Tanah ini merupakan tanah yang belum berkembang, bahan induk berpasir dari seleksi pemindahan atau kadang-kadang hasil pengendapan pada tanggul-tanggul alam dan pantai. Tanah ini meliputi luas 5% dari kawasan konsesi dan dijumpai pada daerah-daerah dengan fisiografi keras.
3. Tropoudult
Tanah ini seolah-olah merupakan batas alami perubahan mangrove ke hutan tanah kering. Tanah ini bertekstur gumpal hingga remah dengan warna coklat hingga kemerahan. Bahan induk tanah merupakan sedimen batu tanah liat
berpasir yang mengalami pengangkutan. Tanah ini meliputi luas 8-9 % dari luasan konsesi dan ditemukan pada daerah dengan fisiografi perbukitan
Ditinjau dari segi geologi, kawasan IUPHHK-HA PT BUMWI ini memiiliki jenis batuan sedimen alluvium undak dan terumbu koral. (PT BUMWI 1992)
4.3. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, kawasan di Teluk Bintuni termasuk tipe Af (daerah tropika basah bersuhu tinggi) dan menurut Schmid-Ferguson termasuk tipe A (daerah sangat basah). Curah hujan tahunan 2.500 sampai dengan 3.160 mm, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Maret – April (280 – 350 mm per bulan) dan terendah pada bulan Juli – Agustus (110 – 150 mm per bulan).
Suhu udara agak panas dengan nilai maksimum sebesar 31,1oC, rata-rata sebesar 26,6oC dan minimum sebesar 22,9oC. Kelembaban udara dengan nilai maksimum sebesar 94%, rata-rata sebesar 84%, dan minimum sebesar 79%. Lama penyinaran surya termasuk sedang dengan nilai rata-rata 57% dan 5,7 jam sehari. Evaporasi dari permukaan bebas rata-rata 4 mm per hari atau 1.449 mm per tahun. Pada bulan Desember-April bertiup angin dari utara dan barat laut, sedangkan pada bulan Mei-November berhembus angin dari tenggara (PT BUMWI 1992).
Tipe pasang surut daerah Teluk Bintuni merupakan semi diurnal (pasang semi harian), dimana terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dalam satu hari. Kisaran pasang surut sangat besar, bervariasi antara 3-6 m (PT BUMWI 1992).
4.4. Keadaan Hutan
Berdasarkan penafsiran citra landsat tahun 2007, areal kerja IUPHHK-HA PT BUMWI terdiri atas hutan mangrove primer 47.467 ha (57,9%), hutan mangrove bekas tebangan 26.375 ha (32,1%), hutan rawa primer 1.232 ha (1,5%), hutan rawa bekas tebangan 1.008 ha (1,5%), hutan lahan kering primer 1500 ha (1,8%), hutan lahan kering bekas tebangan 528 ha (0,6 %) dan kawasan non hutan 2.875 ha (3,5%). Menurut PT BUMWI (2005), komposisi vegetasi di areal IUPHHK-HA PT BUMWI didominasi oleh jenis Bakau (Rhizophora sp).
Selain itu, terdapat juga jenis-jenis pohon mangrove lainnya seperti Tumuk (Bruguiera gymnorrhiza), Lenggadai (Bruguiera parviflora), Tengar (Ceriops sp.), Nyirih (Xylocarpus sp.), Gedabuh, Api-api (Avicennia sp.) dan Pedada (Sonneratia alba).
4.5. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Areal perusahaan terletak di wilayah Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Kabupaten Teluk Bintuni merupakan kabupaten baru hasil pemekaran pada tahun 2002 dari Kabupaten Manokwari. Ada beberapa kampung yang memiliki hak ulayat atas areal konsesi IUPHHK-HA PT. BUMWI yaitu Warganusa I, Wargranusa II, Irarutu III, Sarbe/Wagura, Sara, Tugerama, Yaru, dan Aroba.. Jumlah penduduk yang terdapat di distrik Babo sampai dengan tahun 2004 sebanyak 4.985 orang (PT BUMWI 2005). Dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan agama yang dianut oleh penduduk adalah Islam (75%), Kristen (15,95%), Katolik (9%) dan Hindu (0,05%). Menurut Ruitenbeek (1992) dalam Innah (2005), pendapatan perkapita penduduk sekitar Teluk Bintuni adalah sebesar Rp. 310.600 atau Rp. 345.000 per penduduk dewasa (>15 tahun)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Statistik Pohon Contoh
Pemilihan pohon contoh dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pohon contoh diambil dengan pertimbangan tertentu dengan memperhatikan sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data. Jumlah pohon contoh yang diukur sebanyak 50 pohon yang terbagi menjadi lima kelas diameter dimana pada masing-masing kelas diameter terdapat 10 pohon contoh. Pembagian kelas diameter dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran pohon contoh pada berbagai kelas diameter pohon
No Kelas Diameter Selang Dbh (cm) Jumlah
1 I 10 – 19,9 10
2 II 20 – 29,9 10
3 III 30 – 39,9 10
4 IV 40 – 49,9 10
5 V 50 Up 10
Data dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp), diameter setinggi dada (Dbh), diameter bebas cabang (Dbc), diameter tajuk (Dtk), diameter per seksi (Di), panjang seksi (Li), tinggi total (Tt), tinggi bebas cabang (Tbc), dan tinggi tajuk (Ttk). Hasil dari pengukuran dilapangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi statistik pohon contoh
Dimensi n Min Maks Mean s
Diameter pangkal (cm) 50 12,2 68,2 36,1 14,8 Diameter setinggi dada (cm) 50 11,5 66,8 34,7 14,3 Diameter bebas cabang (cm) 50 5,4 43,3 22,7 9,6
Diameter tajuk (m) 50 2,4 11,8 7,0 2,4
Tinggi total (m) 50 13,0 40,0 29,5 8,0 Tinggi bebas cabang (m) 50 8,0 29,0 19,7 5,9
Keterangan : n = jumlah pohon contoh Min = nilai minimum Maks = nilai minimal Mean = nilai rata-rata s = simpangan baku
Nilai-nilai yang terdapat pada Tabel 2 merupakan rekapitulasi dari hasil pengukuran langsung dimensi pohon dilapangan. Data tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam menggambarkan karakteristik biometrik dari pohon R. apiculata.
5.2. Rasio Antar Dimensi Pohon
Rasio merupakan perbandingan antara dua dimensi pohon yang diukur. Nilai ini dapat menggambarkan pertumbuhan dimensi pohon yang bersifat konstan. Selain itu, nilai rasio ini juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya nilai salah satu dimensi pohon jika dimensi yang lainnya sudah diketahui.
Rasio antar dimensi pohon yang diukur adalah (1) diameter pangkal (Dp) / diameter setinggi dada (Dbh), (2) diameter pangkal (Dp) / diameter tajuk (Dtk), (3) diameter setinggi dada (Dbh) / diameter tajuk (Dtk), (4) diameter bebas cabang (Dbc) / diameter setinggi dada (Dbh), (5) diameter bebas cabang (Dbc) / diameter pangkal (Dp), (6) diameter bebas cabang (Dbc) / diameter tajuk (Dtk), (7) tinggi bebas cabang (Tbc) / tinggi total (Tt), (8) tinggi tajuk (Ttk) / tinggi total (Tt), (9) tinggi bebas cabang (Tbc) / tinggi tajuk (Ttk). Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Deskripsi statistik rasio antar dimensi pohon
Dimensi n Min Maks Mean s Penduga Selang
SK 95% SK 99% Dp / Dbh 50 1,00 1,12 1,04 0,02 1,04-1,05 1,03-1,05 Dp / Dtk 50 0,03 0,14 0,05 0,02 0,04-0,06 0,04-0,06 Dbc / Dp 50 0,45 0,81 0,63 0,09 0,61-0,65 0,60-0,66 Dbc / Dbh 50 0,47 0,84 0,66 0,09 0,64-0,68 0,63-0,69 Dbh / Dtk 50 0,03 0,13 0,05 0,02 0,04-0,06 0,04-0,06 Dbc / Dtk 50 0,02 0,08 0,03 0,01 0,03-0,03 0,03-0,03 Tbc / Tt 50 0,50 0,81 0,67 0,07 0,65-0,69 0,65-0,70 Tbc / Ttk 50 1,00 4,33 2,12 0,69 1,93-2,31 1,87-2,37 Ttk / Tt 50 0,19 0,50 0,33 0,07 0,31-0,35 0,31-0,36
Untuk mengetahui bentuk batang dari pohon R. apiculata diperlukan suatu analisis mengenai pola pertumbuhan diameternya. Analisis ini dilakukan dengan cara melakukan perbandingan antara nilai diameter pangkal dengan diameter ujung pada setiap seksi yang memiliki ketinggian 2 meter. Rasio diameter ini hanya dilakukan pada ketinggian 2 meter, sehingga untuk ketinggian yang kurang atau lebih dari 2 meter tidak dilakukan perhitungan rasio diameternya.
Tabel 4. Deskripsi statistik rasio diameter setiap ketinggian 2 meter
Rasio n Min Maks Mean s
Penduga selang
SK 95% SK 99%
di / di+1 393 1,00 1,38 1,06 0,05 1,055-1,065 1,054-1,067 Keterangan : n = jumlah sortimen dengan panjang 2 meter
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai simpangan baku (s) rasio diameter ini sebesar 0,05. Nilai ini menunjukan ketelitian yang cukup tinggi karena semakin kecil nilai simpangan baku menunjukan semakin baik ketelitian hasil dugaan suatu persamaan. Dari nilai diatas dapat dikatakan bahwa pertumbuhan diameter setiap ketinggian 2 meter memiliki pola pertumbuhan yang
konstan dari tahun ke tahun. Dari Tabel 4 dapat diketahui nilai kusen bentuk atau faktor keruncingan dari pohon contoh pada penelitian ini yaitu sebesar 1,06.
5.3. Korelasi Antar Dimensi Pohon
Besarnya nilai koefisien korelasi (r) dapat digunakan untuk melihat keeratan hubungan antar dimensi pohon. Koefisien korelasi memberikan informasi tentang apakah antara dua peubah akan saling berubah bersamaan baik secara positif maupun negatif. Matriks hasil analisis korelasi antar dimensi pohon R. apiculata dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasi yang tersaji pada Lampiran 3 dapat diketahui bahwa korelasi antara diameter pangkal dengan dimensi yang lainnya berurutan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter tajuk dan tinggi tajuk. Diameter pangkal mempunyai hubungan yang paling erat dengan diameter setinggi dada yaitu sebesar 0,998.
Hubungan keeratan diameter setinggi dada dengan dimensi lainnya secara berurutan berdasarkan tinggi nilai korelasinya adalah diameter pangkal, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter tajuk dan tinggi tajuk. Berdasarkan nilai-p dapat diketahui bahwa keeratan hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi lainnya bersifat sangat nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai-p yang sangat kecil yaitu 0,000. Nilai koefisien korelasi antara diameter setinggi dada dengan dimensi lainnya bernilai positif. Hal ini menunjukan bahwa setiap terjadi peningkatan diameter setinggi dada akan diikuti oleh peningkatan dimensi pohon lainnya.
Untuk diameter bebas cabang, nilai koefisien korelasi dengan dimensi lain yang terbesar adalah dengan diameter pangkal yaitu sebesar 0,933. Sedangkan untuk hubungan yang memiliki nilai koefisien korelasi paling kecil adalah dengan tinggi bebas cabang sebesar 0,662.
Secara berurutan, keeratan hubungan diameter tajuk dengan dimensi lainnya berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasi adalah diameter bebas cabang, diameter setinggi dada, diameter pangkal, tinggi tajuk, tinggi total dan tinggi bebas cabang. Nilai koefisien korelasi yang bersifat positif menunjukan
bahwa setiap peningkatan diameter tajuk akan diikuti dengan peningkatan dimensi pohon lainnya.
Korelasi antara tinggi total dengan dimensi pohon lainnya bersifat sangat nyata. Hal ini ditunjukan dari nilai-p yang mendekati nol dan lebih kecil dari 0,01 yaitu sebesar 0,000. Korelasi tinggi total yang terbesar adalah dengan tinggi bebas cabang sebesar 0,947. Sedangkan untuk korelasi yang terkecil adalah dengan diameter tajuk sebesar 0,529. Adapun urutan korelasi antara tinggi total dengan dimensi pohon lainnya dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah tinggi bebas cabang, diameter pangkal, diameter setinggi dada, tinggi tajuk, diameter bebas cabang dan diameter tajuk.
Untuk hubungan antara tinggi bebas cabang dengan dimensi pohon lain menunjukan nilai korelasi yang positif dan bersifat sangat nyata dengan ditandai oleh nilai-p yang sangat kecil yaitu 0,000. Nilai korelasi antara tinggi bebas cabang dengan dimensi lain tersebut menunjukan hubungan yang positif dimana setiap peningkatan tinggi bebas cabang akan diikuti oleh peningkatan dimensi pohon lainnya.
Korelasi antara tinggi tajuk dengan dimensi pohon lainnya mulai dari yang tertinggi sampai yang terkecil adalah tinggi total, diameter bebas cabang, diameter setinggi dada, diameter pangkal, tinggi bebas cabang dan diameter tajuk.
Secara umum, korelasi antar dimensi pohon R. apiculata bernilai positif. Hal ini menunjukan bahwa setiap peningkatan satu dimensi akan diikuti oleh peningkatan dimensi lainnya. Dimensi pohon R. apiculata yang paling banyak berkorelasi dengan dimensi pohon lainnya adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang dan tinggi total. Hubungan korelasi yang tererat adalah korelasi antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,998. Korelasi antar dimensi pohon tersebut sangat dibutuhkan dalam menggambarkan karakteristik biometrik pohon R. apiculata.
5.4. Penyusunan Persamaan Regresi Antar Dimensi
Setelah melakukan pengukuran dimensi pohon di lapangan, selanjutnya dilakukan analisis secara statistik terhadap dimensi-dimensi pohon tersebut untuk
mendapatkan suatu persamaan regresi. Penyusunan persamaan regresi ini bertujuan untuk mengetahui apakah suatu dimensi dapat menjelaskan dimensi yang lain.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter pangkal dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal
No Persamaan R-sq R-sq
(adj) s Nilai-p F-hit
1 Dbh = - 0,00128 + 0,964 Dp 99,7 99,7 0,0080 0,000 15608,23** 2 Dbc = 0,0069 + 0,609 Dp 87,0 86,7 0,0351 0,000 321,05** 3 Dtk = 2,80 + 11,6 Dp 52,1 51,1 1,6617 0,000 52,29** 4 Tt = 12,4 + 47,3 Dp 76,9 76,4 3,8652 0,000 159,54** 5 Tbc = 7,64 + 33,4 Dp 70,0 69,4 3,2556 0,000 112,20** 6 Ttk = 4,80 + 13,9 Dp 45,4 44,2 2,2705 0,000 39,86**
Keterangan : ** = sangat nyata ( F-hitung > F-tabel pada α = 0,01 )
Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter pangkal dapat dilihat bahwa persamaan terbaik yang dapat dijelaskan oleh diameter pangkal adalah persamaan pertama. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2α) yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya yaitu masing-masing sebesar 99,7% dan 99,7%.
Selain nilai koefisien determinasi, persamaan pertama tersebut terbaik karena memiliki nilai simpangan baku sebesar 0,0080. Nilai ini sangat baik karena nilainya mendekati nol dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat dikatakan bahwa persamaan pertama ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi.
Model persamaan yang telah terpilih ini dapat menjelaskan bahwa setiap terjadi perubahan satu satuan pada diameter pangkal akan mengakibatkan peningkatan perubahan diameter setinggi dada sebesar 0,964.
Nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas adalah sebesar 0,000. Berdasarkan nilai-p tersebut dapat diartikan bahwa persaman yang telah dibuat dapat diandalkan karena memiliki nilai-p yang lebih kecil dari 0,01. Untuk
mengetahui keberartian suatu persamaan regresi, dilakukan uji statistk F dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel. Dari Tabel 5 diketahui bahwa semua persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter pangkal memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa diameter pangkal berpengaruh sangat nyata dalam menduga besarnya nilai diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang dan tinggi tajuk pada setiap persamaan yang diuji.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada
No Persamaan R-sq R-sq
(adj) s Nilai-p F-hit
1 Dp = 0,00243 + 1,03 Dbh 99,7 99,7 0,0083 0,000 15608,23** 2 Dbc = 0,0082 + 0,630 Dbh 86,9 86,6 0,0352 0,000 317,66** 3 Dtk = 2,80 + 12,1 Dbh 52,7 51,8 1,6512 0,000 53,56** 4 Tt = 12,5 + 48,9 Dbh 76,7 76,2 3,8796 0,000 157,99** 5 Tbc = 7,71 + 34,5 Dbh 79,9 69,3 3,2607 0,000 111,70** 6 Ttk = 4,84 + 14,3 Dbh 45,2 44,0 2,2747 0,000 39,54**
Keterangan : ** = sangat nyata ( F-hitung > F-tabel pada α = 0,01 )
Berdasarkan hasil analisis persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada dapat dilihat bahwa persamaan terbaik yang dapat dijelaskan oleh diameter pangkal adalah persamaan pertama. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2α) yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya yaitu masing-masing sebesar 99,7% dan 99,7%. Nilai koefisien determinasi sebesar 99,7% berarti bahwa sebesar 99,7% keragaman diameter pangkal dapat dijelaskan oleh keragaman diameter setinggi dada sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya.
Persamaan pertama tersebut juga memiliki ketelitian yang tinggi dibandingkan dengan persamaan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai simpangan baku (s) yang kecil yaitu sebesar 0,0083.
Model persamaan yang telah terpilih ini dapat menjelaskan bahwa setiap terjadi perubahan satu satuan pada diameter setinggi dada akan mengakibatkan peningkatan perubahan diameter pangkal sebesar 1,03. Nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas adalah sebesar 0,000. Berdasarkan nilai-p tersebut dapat diartikan bahwa persaman yang telah dibuat dapat diandalkan karena memiliki nilai-p yang lebih kecil dari 0,05.
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa semua persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari nilai F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa diameter setinggi dada berpengaruh sangat nyata dalam menduga besarnya nilai diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang dan tinggi tajuk pada setiap persamaan yang diuji.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang
No Persamaan R-sq R-sq
(adj) s Nilai-p F-hit
1 Dp = 0,0371 + 1,43 Dbc 87,0 86,7 0,0538 0,000 321,05** 2 Dbh = 0,0342 + 1,38 Dbc 86,9 86,6 0,0522 0,000 317,66** 3 Dtk = 2,50 + 19,8 Dbc 64,5 63,8 1,4303 0,000 87,35** 4 Tt = 15,2 + 63,2 Dbc 58,5 57,7 5,1753 0,000 67,76** 5 Tbc = 10,5 + 40,5 Dbc 43,8 42,7 4,4576 0,000 37,45** 6 Ttk = 4,66 + 22,7 Dbc 51,8 50,8 2,1320 0,000 51,65**
Keterangan : ** = sangat nyata ( F-hitung > F-tabel pada α = 0,01 )
Dari Tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa model persamaan yang terbaik adalah persamaan pertama. Hal tersebut dikarenakan nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2α) yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya yaitu masing-masing sebesar 87,0% dan
86,7%. Nilai koefisien determinasi sebesar 87,0% menunjukan bahwa keragaman diameter bebas cabang mampu menjelaskan 87,0% keragaman diameter setinggi dada.
Untuk melihat ketelitian dan keterandalan persamaan dengan peubah bebas diameter bebas cabang dapat dilihat dari nilai simpangan baku dan nilai-p. Nilai tersebut dapat dikatakan baik jika nilainya mendekati nol. Pada Tabel 7 diatas, persamaan pertama memiliki nilai simpangan baku (s) yang kecil yaitu sebesar 0,0538. Untuk nilai-p, persamaan kedua tersebut memiliki nilai-p sebesar 0,000. Berdasarkan nilai-p dan simpangan baku dapat dikatakan bahwa persamaan kedua ini dapat diandalkan dan memiliki ketelitian yang sangat tinggi.
Model persamaan yang telah terpilih ini dapat menjelaskan bahwa setiap terjadi perubahan satu satuan pada diameter bebas cabang akan mengakibatkan peningkatan perubahan diameter setinggi dada sebesar 1,43 satuan.
Setelah dilakukan uji F, diketahui bahwa seluruh persamaan yang terdapat pada Tabel 7 memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F- tabel sehingga H0 diterima pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini menunjukan bahwa diameter bebas cabang berpengaruh sangat nyata terhadap nilai diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang dan tinggi tajuk pada setiap persamaan yang diuji.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas diameter tajuk dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk
No Persamaan R-sq R-sq
(adj) s Nilai-p F-hit
1 Dp = 0,0474 + 0,0448 Dtk 52,1 51,1 0.1032 0,000 52,59** 2 Dbh = 0,0422 + 0,0435 Dtk 52,7 51,8 0,0990 0,000 53,56** 3 Dbc = - 0,0011 + 0,0325 Dtk 64,5 63,8 0,0579 0,000 87,35** 4 Tt = 17,1 + 1,77 Dtk 27,9 26,4 6,8225 0,000 18,61** 5 Tbc = 12,1 + 1,08 Dtk 19,0 17,3 5,3519 0,000 11,28** 6 Ttk = 4,99 + 0,689 Dtk 29,0 27,5 2,5886 0,000 19,59**
Berdasarkan besarnya nilai koefisien determinasi dapat diketahui bahwa perasamaan ketiga yang terdapat pada Tabel 8 merupakan persamaan regresi terbaik dengan menggunakan peubah bebas diameter tajuk. Adapun besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2α) masing-masing adalah sebesar 64,5% dan 63,8%. Model ini dapat menjelaskan bahwa setiap terjadi perubahan satu satuan pada diameter tajuk akan mengakibatkan peningkatan perubahan diameter setinggi dada sebesar 0,0325 satuan.
Berdasarkan nilai simpangan baku dan nilai-p, persamaan ketiga tersebut dapat dikatakan memiliki ketelitian yang sangat tinggi dan dapat diandalkan. Hal ini dikarenakan nilai simpangan baku (s) dan nilai-p dari persamaan ini sangat kecil dan mendekati nol. Besarnya nilai simpangan baku (s) dan nilai-p dari persamaan tersebut masing-masing adalah 0,0579 dan 0,000.
Dari nilai hitung dapat dilihat bahwa semua persamaan memiliki nilai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel pada tingkat nyata 1% dan 5%. Sehingga dapat dikatakan bahwa diameter tajuk berpengaruh sangat nyata dalam menduga nilai diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi bebas cabang dan tinggi tajuk pada setiap persamaan yang diuji.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas tinggi total dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi total
No Persamaan R-sq R-sq
(adj) s Nilai-p F-hit
1 Dp = - 0,119 + 0,0163 Tt 76,9 76,4 0,0717 0,000 159,54** 2 Dbh = - 0,116 + 0,0157 Tt 76,7 76,2 0,0695 0,000 157,99** 3 Dbc = - 0,0466 + 0,00926 Tt 58,5 57,7 0,0627 0,000 67,76** 4 Dtk = 2,34 + 0,158 Tt 27,9 26,4 2,0389 0,000 18,61** 5 Tbc = - 0,98 + 0,701 Tt 89,7 89,5 1,9113 0,000 416,82** 6 Ttk = 0,98 + 0,299 Tt 61,3 60,5 1,9113 0,000 76,00**
Tinggi total merupakan tinggi pohon dari permukaan tanah sampai dengan puncak pohon. Berdasarkan uji F terhadap seluruh persamaan regresi dengan menggunakan peubah bebas tinggi total diketahui bahwa seluruh persamaan yang ada memiliki nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1% dan 5%. Hal ini mengandung arti bahwa peubah bebas tinggi total berpengaruh sangat nyata dalam menduga peubah tak bebas berupa diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi bebas cabang dan tinggi tajuk pada setiap persamaan yang diuji.
Persamaan regresi yang terbaik adalah persamaan kelima karena memiliki nilai koefisien determinasi sq) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan persamaan lainnya. Persamaan kelima ini memiliki nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2α) sebesar 89,5%. Hal ini berarti bahwa keragaman tinggi total mampu menjelaskan 89,7% keragaman tinggi bebas cabang.
Berdasarkan nilai simpangan baku dan nilai-p untuk mengetahui tingkat ketelitian dan keterandalan suatu persamaan dikatakan baik jika mendekati nol, persamaan ketiga memiliki nilai simpangan baku terkecil yaitu sebesar 0,0627. Nilai simpangan baku dari persamaan kelima juga bernilai kecil, jadi persamaan ini dapat dikatakan baik.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas tinggi bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Persamaan regresi menggunakan peubah bebas tinggi bebas cabang
No Persamaan R-sq R-sq
(adj) s Nilai-p F-hit
1 Dp = - 0,0521 + 0,0210 Tbc 70,0 69,4 0,0816 0,000 112,20** 2 Dbh = - 0,0519 + 0,0202 Tbc 69,9 69,3 0,0789 0,000 111,70** 3 Dbc = 0,0134 + 0,0108 Tbc 43,8 42,7 0,0729 0,000 37,45** 4 Dtk = 3,53 + 0,176 Tbc 19,0 17,3 2,1613 0,000 11,28** 5 Tt = 4,30 + 1,28 Tbc 89,7 89,5 2,5827 0,000 416,82** 6 Ttk = 4,30 + 0,280 Tbc 29,3 27,8 2,5827 0,000 19,91**