• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DASAR. Kerusakan bangunan akibat gempa dapat diantisipasi dengan beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TEORI DASAR. Kerusakan bangunan akibat gempa dapat diantisipasi dengan beberapa"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 UMUM

Kerusakan bangunan akibat gempa dapat diantisipasi dengan beberapa metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi yang dinamakan Lead

Rubber Bearing (LRB). Bahan isolator LRB ini dipasang agar struktur atas bangunan

tidak terikat dengan struktur pondasinya. Fungsi LRB ini antara lain adalah memikul beban gravitasi atau berat bangunan. Sehingga membuat struktur atas bangunan lebih fleksibel dalam arah horizontal akibat gerakan tanah dan meredam dan mereduksi energi gempa.

Perencanaan konvensional bangunan tahan gempa adalah berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Misalnya dengan menggunakan shear wall, sistem rangka pemikul momen khusus, sistem rangka dengan bracing dan sebagainya. Konsekwensinya, pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat.

(2)

Gambar 2.1 Bangunan tanpa base isolator (Gempa di Algeria,2003)

Filosofi perencanaan bangunan tahan gempa yang diadopsi hampir seluruh negara didunia mengikuti ketentuan berikut ini:

1. Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan.

2. Pada gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen non-struktural diijinkan mengalami kerusakan.

3. Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan.

Jadi, bangunan yang dirancang secara konvensional harus mampu berdeformasi inelastik, dengan kata lain bangunan harus berprilaku daktail. Namun, meningkatkan kinerja bangunan pada level operasional merupakan tujuan utama bagi beberapa tipe bangunan seperti:

- Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan darurat (rumah sakit, pembangkit listrik, telekomunikasi, dsb)

- Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup (fasilitas nuklir, bahan kimia, dsb)

(3)

- Bangunan yang berhubungan dengan orang banyak (mall, apartemen, perkantoran, hotel, dsb)

- Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan Negara.

- Bangunan yang memiliki komponen dan peralatan elektronik yang mahal. - Bangunan/museum/monumen/ yang berhubungan dengan sejarah.

Untuk menghindari kerusakan bangunan-bangunan tersebut diatas akibat gempa merupakan hal yang sulit apabila menggunakan perencanaan konvensional, karena bergantung kepada kekuatan komponen struktur itu sendiri, serta perilaku respon pasca elastic.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan LRB.

Dalam perencanaan struktur atau bangunan yang mempunyai ketahanan terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang memadai, struktur yang harus dirancang dapat memikul gaya horizontal atau gaya gempa yang harus diperhatikan adalah bahwa struktur dapat memberikan layanan yang sesuai dengan perencanaan. Menurut Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur gaya gempa terdiri dari tiga, yaitu:

1. Serviceability

Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan,

(4)

seperti aktivitas normal didalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan control dan batas simpangan (driff) yang dapat terjadi semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berprilaku elastis.

2. Kontrol kerusakan

Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur atau masa rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan atau gempa kecil tanpa terjadi kerusakan pada komponen struktur ataupun maupun komponen non-struktur, dan diharapkan struktur dalam batas elastis.

3. Survival

Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/masa bangunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncanakan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan

(collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamatkan jiwa

manusia.

2.2 KARAKTERISTIK STRUKTUR BANGUNAN

Pada persamaan diffrensial melibatkan tiga properti utama suatu struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur itu umumnya disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat spesifik yang tidak semuanya digunakan pada problem statik. Kekakuan elemen/struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai.

(5)

2.2.1 Massa

Suatu struktur yang kontiniu kemungkinan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya berasosiasi dengan jumlah massa tersebut akan menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada. Permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk mendeskripsikan massa struktur dibagi atas 2 permodelan massa struktur.

2.2.1.1 Model Lumped Mass

Model pertama adalah model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan / degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa, bagian

off-diagonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap

massa. Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa (

rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap

menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.

Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap-tiap lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap tingkat hanya ada satu tingkat massa yang mewakili tingkat yang bersangkutan. Karena hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa/tingkat, maka jumlah

(6)

derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja.

2.2.1.2 Model Consistent Mass Matrix

Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontinu.

Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertikal dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan

full-populated consistent matrix artinya suatu matrix yang off-diagonal matriksnya tidak

sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan.

Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai, karena tidak terjadi ketergantungan antar massa. Untuk menghitung massa dapat dipakai formulasi sederhana yaitu:

m=

g W

(2.2.1)

dimana: m = massa struktur (kg dtk 2/cm) W = Berat beban terbagi rata (kg)

(7)

2.2.2 Kekakuan

Kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau

Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan

periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur. Secara teoritis hubungan kekakuan dan periode adalah :

T =

k m

π 2

Pada prinsip bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsip shear building, struktur dimungkinkan untuk memakai lumped mass model. Pada prinsip ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada. Pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekuatan kolom. Perhitungan kekakuan kolom akan lebih teliti apabila pengaruh plat lantai diperhatikan sehingga diperhitungkan sebagai balok T.

Kekakuan kolom jepit-jepit dirumuskan sebagai berikut:

K = 123

h EI

(8)

Sedangkan kekakuan jepit-sendi dapat dihitung sebagai berikut:

K = 3 3

h EI

(2.2.3)

Dimana : K = kekakuan kolom (kg/cm) E = elastisitas (kg/cm2) I = inersia kolom (cm4) h = tinggi kolom (cm)

2.2.3 Redaman

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi (energi dissipation) oleh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur. Secara umum redaman atau damping dapat dikategorikan menurut damping system dan damping types. Damping system yang dimaksud adalah bagaimana sistem struktur mempunyai kemampuan dalam menyerap energi. Menurut sistem struktur yang dimaksud, terdapat dua sistem disipasi energi yaitu :

2.2.3.1.Damping Klasik (Classical Damping)

Apabila dalam sistem struktur memakai bahan yang sama, yang mempunyai rasio redaman (damping ratio) yang relatif kecil maka sistem struktur tersebut mempunyai damping yang bersifat klasik (classical damping). Damping dengan sistem ini akan memenuhi kaidah kondisi orthogonal (orthogonality condition).

(9)

2.2.3.2.Damping Nonklasik (Non Classical Damping)

Damping dengan sistem ini akan terbentuk pada suatu sistem struktur yang memakai bahan yang berlainan yang mana bahan-bahan yang bersangkutan mempunyai rasio redaman yang berbeda secara signifikan. Sebagai contoh suatu bangunan yang bagian bawahnya dipakai struktur beton bertulang sedangkan bagian atasnya memakai struktur baja. Antara keduanya mempunyai kemampuan disipasi energi yang berbeda sehingga keduanya tidak bisa membangun redaman yang klasik. Adanya interaksi antara tanah dengan struktur juga akan membentuk sistem redaman yang non-klasik, karena tanah mempunyai redaman yang cukup besar misalnya antara 10-25 %, sedangkan struktur atasnya mempunyai rasio redaman yang relative kecil, misalnya 4-7 %.

Berdasarkan jenisnya, maka damping dapat dibedakan dalam beberapa golongan yaitu sebagai berikut:

1. Damping proporsional terhadap massa (Mass Proportional Damping)

Dalam hal ini suatu damping akan berbanding langsung dengan massa struktur. Apabila dipakai matriks massa diagonal, maka damping matriks juga hanya pada diagonal saja. Chopra (1995) mengatakan bahwa damping jenis ini agak kurang rasional secara fisik karena massa hanya bersinggungan dengan udara padahal redaman akibat ini relative kecil dan bahkan kadang-kadang dapat diabaikan.

2. Damping proporsional dengan kekakuan (Stiffness Proportional Damping) Senada dengan sebelumnya, redaman jenis ini merupakan fungsi dari kekakuan, artinya isian pada matriks redaman akan senada dengan matriks kekakuan. Selanjutnya Chopra (1995) mengatakan bahwa, damping jenis ini secara fisik agak rasional, karena disipasi energi akan dikaitkan dengan dengan deformasi antar tingkat. Deformasi atau simpangan antar tingkat banyak bergantung pada kekakuan dan

(10)

banyak pernyataan telah disampaikan bahwa semakin besar simpangan struktur maka semakin besar pula potensi meredam energi.

3.Damping proporsional dengan massa dan kekakuan (Mass and Stiffness Proportional Damping)

Menyadari bahwa dua jenis redaman di atas masih mempunyai kelemahan-kelemahan maka umumnya dipakai kombinasi antara kedua jenis redaman tersebut. Kelemahan-kelemahan terletak pada nilai-nilai rasio redaman pada mode-mode yang lebih tinggi. Pada jenis redaman yang pertama dan kedua, pada mode-mode yang lebih tinggi rasio redamannya menjadi sangat kecil dan sangat besar. Sebaliknya pada mode-mode yang rendah rasio redamannya menjadi kebalikannya. Dengan kenyataan inilah dipakai kombinasi antar jenis redaman yang pertama dengan yang kedua.

Masalah redaman pada struktur memang relatif lebih kompleks disbanding dengan dinamik karakteristik yang lain seprti massa dan kekakuan. Dua hal yang terakhir ini relatif mudah dimengerti dan dihitung. Sebaliknya masalah redaman, baik mekanisme dan besarannya relatif sulit dimengerti.

2.3 SIMPANGAN (DRIFF) AKIBAT GAYA GEMPA

Simpangan (driff) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection).

Simpangan lateral dari suatu system struktur akibat beban gempa sangat penting yang dilihat dari tiga hal, menurut Farzat (1989):

1. Kestabilan struktur (structural stability)

2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur

(11)

3. Kenyamanan manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

Richard (1987) berpendapat bahwa dalam perencanaan bangunan tinggi selalu dipengaruhi oleh pertimbangan lenturan (deflection), bukannya oleh kekuatan

(strength).

Simpangan antar tingkat dari suatu titik pada suatu lantai harus ditentukan sebagai simpangan horizontal titik itu, relative terhadap titik yang sesuai pada lantai yang berada dibawahnya. Perbandingan antar simpangan antar tingkat dan tinggi tingkat yang bersangkutan tidak boleh melebihi 0.005 dengan ketentuan dalam segala hal simpangan tersebut tidak boleh lebih dari 2 cm. Terhadap simpangan antar tingkat telah diadakan pembatasan-pembatasan untuk menjamin agar kenyamanan bagi para penghuni gedung tidak terganggu dan juga untuk mengurangi momen-momen sekunder yang terjadi akibat penyimpangan garis kerja gaya aksial didalam kolom-kolom (yang lebih dikenal dengan P-delta).

Berdasarkan UBC (1997) bahwa batasan interstory driff atau simpangan antar tingkat adalah sebagai berikut:

1. Untuk periode bangunan yang pendek T< 0.7 detik, maka simpangan antar tingkat Δm ≤ 0.0025Ih atau 2.5%dari tinggi bangunan.

2. Untuk periode bangunan yang pendek T> 0.7 detik, maka simpangan antar tingkat Δm ≤ 0.002Ih atau 2.0% dari tinggi bangunan.

2.4 DERAJAT KEBEBASAN (DEGREE OF FREEDOM, DOF)

Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat independensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu system pada setiap saat. Pada masalah dinamika, setiap titik atau massa pada umumnya hanya diperhitungkan berpindah

(12)

tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang terjadi hanya terjadi dalam satu bidang atau dua dimensi, maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi atau ordinat tertentu baik bertanda negatif ataupun bertanda positif. Pada kondisi dua dimensi tersebut, simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu Y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF system).

Model system SDOF atau berderajat kebebasan tunggal, setiap massa m, kekakuan k, mekanisme kehilangan atau redaman c, dan gaya luar yang dianggap tertumpu pada elemen fisik tunggal. Struktur yang mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak disebut multi degree of freedom

(MDOF). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa jumlah derajat kebebasan adalah jumlah

koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu.

2.4.1 Persamaan Differensial Pada Struktur SDOF

System derajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya akan mempunyai satu koordinat

yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang ditinjau. Bangunan satu tingkat adalah salah satu contoh bangunan derajat kebebasan tunggal.

Pada gambar 2.2 menunjukkan bahwa model matematik untuk SDOF system. Tampak bahwa P(t) adalah beban dinamik yaitu beban yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu. Struktur seperti pada gambar 2.2.a kemudian digambar secara ideal seperti tampak pada gambar 2.2.b yaitu gambar yang telah dimodelkan. Notasi m, k, c dan p(t) seperti yang tampak pada gambar berturut-turut adalah massa, kekakuan kolom dan redaman.

(13)

Gambar 2.2 Permodelan Struktur SDOF

Apabila beban dinamik P(t) bekerja ke arah kanan, maka akan terdapat perlawanan pegas, damper dan gaya redaman seperti pada gambar 2.2.c. gambar-gambar tersebut umumnya disebut free body diagram. Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik pada free body diagram tersebut, maka dapat diperoleh hubungan,

) (t

fI + fD(t) + fs(t) = p(t) (2.4.1)

Sedangkan untuk waktu singkat yang berikutnya ∆t persamaan akan menjadi fI(t+∆t) + fD(t+∆t) + fs(t+∆t)= p(t+∆t) (2.4.2)

Dengan mengurangkan Pers. (2.4.1) dengan Pers.(2.4.2) maka diperoleh bentuk pertambahan dari persamaan gerak untuk interval waktu t :

fI(t) + fD(t) + fs(t) = p(t) (2.4.3)

(14)

) (t fI ∆ = fI(t+∆t)− fI(t)=mv(t) ) (t fD ∆ = fD(t+∆t)− fD(t)=c(t) ∆v(t) ) (t fs ∆ = fs(t+∆t)− fs(t)=k(t) ∆v(t) ) (t p ∆ = p(t+∆t)− p(t) (2.4.4)

dimana telah diasumsikan bahwa massa selalu konstan, dan faktor-faktor c(t) dan k(t) masing-masing menunjukkan sifat-sifat redaman dan kekakuan yang sesuai dengan kecepatan dan perpindahan yang terjadi selama interval waktu seperti dinyatakan pada Gambar 2.3c dan d. Dalam praktek, kemiringan garis potong yang ditunjukkan dapat dievaluasi hanya dengan cara iterasi karena kecepatan dan perpindahan pada akhir pertambahan waktu tergantung dari sifat-sifat ini, atas dasar ini kemiringan garis singgung yang ditetapkan pada permulaan interval waktu sering digunakan sebagai gantinya. c (t) = t D v d df        k (t) = t S dv df      

Dengan mensubsitusi pernyataan gaya Pers.(2.4.4) ke dalam Pers.(2.4.3) diperoleh bentuk akhir persamaan kesetimbangan yang bertambah untuk waktu t :

m v(t)+ c(t) v(t)+ k(t) v(t) = p(t) (2.4.5)

Sifat-sifat bahan yang ditinjau dari bahan analisis ini bisa mencakup setiap bentuk yang nonlinear. Jadi, gaya pegas f tidak perlu tergantung hanya dari S

perpindahan, seperti pada bahan elastik yang nonlinear. Suatu bahan histeretik yang nonlinear juga dapat ditentukan, dimana gaya tersebut tergantung dari riwayat deformasi yang telah lewat serta nilai arus perpindahan. Persyaratannya ialah bahwa sifat-sifat kekakuan harus ditetapkan secara lengkap baik dengan deformasi yang telah lewat maupun keadaan arusnya. Selain itu, di sini jelas bahwa asumsi implisit dari

(15)

massa yang konstan adalah sembarang, jadi harus juga dinyatakan sebagai suatu besaran yang bervariasi menurut waktu.

2.4.2 ANALISIS NON-LINEAR PADA BANGUNAN TIDAK BERTINGKAT Pada metode ini, diasumsikan menjadi sebuah respon linear dari struktur dan bearing. Walaupun keadaan ini jarang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Sistem isolasi dirancang untuk mengurangi gerakan dari struktur pada saat gempa, mempertahankan respon linear, walaupun isolator sering mengalami leleh ketika terjadi gerakan tanah. Regangan ini membuat respon ini lebih susah dihitung. Untuk mengantisipasi keadaan non linear ini, kekakuan efektif akan digunakan untuk menghitung deformasi elastis linear pada leleh dan deformasi plastis yang terjadi setelah batas leleh tercapai.

Pada kasus ini, akan memperhitungkan perpindahan, kecepatan, dan percepatan dari struktur. Metode β-Newmark dapat digunakan untuk menghitung kecepatan dan perpindahan struktur pada perubahan waktu Δt. Persamaan di bawah ini adalah metode Newmark (Hilber,1977) yang memperhitungkan kecepatan akhir dan perpindahan :

{

d

b

( )

t

i+1

}

=

{ }

d

b

( )

t

i

+

[

( ) ( )

1

γ

{ }

d



b

t

i

+

γ

{

d



b

( )

t

i+1

}

]

t

i

( 2.4.6 )

{

d

b

( )

t

i+1

}

=

{

d

b

( )

t

i

}

+

{ }

d

b

( )

t

i

t

i

+

{ }

( )

{

( )

}

( )

2 1 2 1 i i b i b t d t t d ∆      +       −β  β  +

( 2.4.7 ) dimana :

γ ≡ faktor perkiraan untuk algoritmic atau damping numerik

(16)

Parameter ini mengizinkan sejumlah metodologi yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang akurat. Jika faktorγ dipakai kurang dari 0,5 maka terjadi

damping negatif. Jika faktorγ dipakai 0,5 maka tidak terjadi damping tambahan dan metode yang dipakai adalah aturan trapezoidal.

Jika faktorγ dipakai lebih dari 0,5 maka terjadi damping positif. Apabilaβ sama dengan nol bisa menggunakan metode percepatan konstan. Apabilaβ sama dengan 0,25 dapat menggunakan metode percepatan rata-rata. Apabila β sama dengan

6

1 menggunakan metode percepatan linear.

Keterangan : v = v ( t ) = kecepatan pada waktu sesaat t 0

1

v = v ( t + t) = kecepatan untuk waktu sesaat berikutnya t

Dari persamaan di atas, maka diturunkan rumus dalam bentuk kesetimbangan perpindahan, kecepatan dan percepatan.

( )

(17)

Apabila persamaan ini disederhanakan dengan memakai nilai kesetimbangan dengan memasukkan kecepatan dan percepatan di atas interval waktu ∆ ti

( )

{

db ti+1

}

=

[

{ }

db

( )

ti

{

db

( )

ti+1

}

]

ti

(2.4.9)

Dengan mengelompokkan bentuk perpindahan dan bentuk percepatan,mensubsitusikan persamaan di atas maka didapat persamaan yang lebih praktis yaitu :

( )

[ ]

[ ] [ ]

(

)

[ ]

( )

2 1 b i i b t i M C t K t t K = +γ ∆ +β +α ∆ (2.4.10)

{ }

D = 1

{

db

( )

ti

}

ti (2.4.11)

{ }

D = 2

(

)

{ }

db

( )

ti ti

{ }

db

( )

ti

( )

ti −

{

db

( )

ti

}

     + +α 2 α 2 1 1   (2.4.12)

Diasumsikan bahwa pergeseran lantai diabaikan dan kelakuan struktur sepenuhnya linear. Oleh karena itu, persamaan gerakan pada lantai 1 masih digunakan pada penyelesaian non linear. Untuk mencari percepatan pada lantai 1, maka digunakan persamaan seperti berikut ini :

n n n n n n z z z 1 2 1 1 1 1 1 +2ξ ω  +ω  

=

(

)

= + 3 1 1 1 k gk nk bk nkz α d λ

(2.4.13)

Sebagai catatan, bahwa bentuk pertama di sebelah kanan persamaan (2.4.13) diperoleh dari persamaan matriks.

[ ] [ ][ ]

b

{ }

b T z M Φ  Φ − 1 1

Sekarang, bentuk yang berbeda dari persamaan (2.4.13) lebih sering dipakai, jadi rumus di atas bisa diubah dengan mengembalikan ke persamaan displacemen sebenarnya sebagai ganti dari bentuk pengandaian displacemen, yaitu bentuk pertama di sebelah kanan dari persamaan di atas menjadi :

[ ] [ ]

T

{ }

b

[ ]

{ }

b d d M1  1  1 ≡ α Φ −

(18)

2.4.3 ANALISIS NON-LINEAR PADA STRUKTUR BERTINGKAT

Metode ini hampir sama dengan analisis nonlinear tidak bertingkat ,juga menggunakan Metode β-Newmark . Tetapi perbedaannya adalah persamaan (2.4.6) dan persamaan (2.4.7) ditulis dalam bentuk vektor, yaitu :

( )

{

db ti+1

}

=

{

db

( )

ti

}

+

[

(

1−γ

) ( )

{

db ti

}

{

db

( )

ti+1

}

]

ti (2.4.14)

( )

{

db ti+1

}

=

{

db

( )

ti

}

+

{ }

db

( )

ti ∆ +ti

{ }

( )

{

( )

} ( )

2 1 2 1 i i b i b t d t t d ∆      +       −β  β + (2.4.15)

Persamaan di atas dapat dikonversikan ke bentuk persamaan kesetimbangan, dan disederhanakan menjadi :

[ ]

{

( )

}

[ ]

{

{

( )

}

{

( )

}

}

(

)

[ ]

{

( )

}

{

( )

}

( )

{

( )

}( )

=       + + + + ∆ ∆ + + ∆ + + + 2 1 2 1 1 2 1 1 b b i i b i i b i i i i b i b b i b t t t d t t d t t d K t t d t d C t d M β α γ     

[ ]

{

( )

}

[ ]

{

( )

1

}

[ ]

{

( )

1

}

1 + + = ∆ − ∆ − ∆

N k i t i k k i b b d t M d t M d t K   α −µ∆dgz

( )

ti+1

[ ]

Mt

{

sgn

(

db

( )

ti

)

}

{ }

R (2.4.16) Untuk mendapatkan kesetimbangan percepatan yang tidak diketahui, maka digunakan :

( )

{

}

[ ]

( )

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{

( )

}

[ ]

{

( )

}

( )

[ ]

{

(

( )

)

}

{ }

         ∆ + ∆ + ∆ + ∆ + + − = ∆ + + + + − +

R t d M t d t d M t d M D K D C t K t d i b t i gz i g t N k i k k b b i i b      sgn 1 1 1 1 2 1 1 1 µ (2.4.17)

Persamaan di atas masih sebuah fungsi dari percepatan struktur yang masih belum diketahui. Oleh karena itu, persamaan (2.4.30) harus dikerjakan secara serempak dengan persamaan lain. Persamaan dari gerakan oleh struktur adalah persamaan yang kedua yang bergantung pada keduanya. Apabila struktur diasumsikan untuk mempertahankan respon elastis, menjadi :

{ }

zu +diag

[

ξunωun

]

{ }

zu +diag

[ ]

ωun

{ }

zu =

[ ]

λu

{ }

zb +

[ ]

αu dg

2

2

(19)

Dimana :

[ ] [ ] [ ][ ]

uc b T u u =−Φ M Φ λ (2.4.18)

[ ] [ ] [ ]

uc T u u =−Φ M α (2.4.19)

Sehingga persamaannya menjadi :

[ ]

{ }

[ ] [ ][ ]

uc b

{ }

b

[ ]

u

{ }

b T u b u z Mz α d λ =−Φ Φ = (2.4.20)

Dengan mensubsitusikan persamaan (2.4.34) ke persamaan (2.4.31),maka didapat:

{ }

zu +diag

[

ξunωun

]

{ }

zu +diag

[ ]

ωun

{ }

zu =

[ ]

αu

{ }

db +

[ ]

αu

{ }

dg

2

2 (2.4.21)

Akselerogram gempa yang ditinjau dalam analisis respons dinamik linier dan non-linier riwayat waktu, harus diambil dari rekaman gerakan tanah akibat gempa yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada. Untuk mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, paling sedikit harus ditinjau empat buah akselerogram dari empat gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil akselerogram Gempa El-centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 mei 1940 di California. Perbedaan keempat akselerogram tersebut harus ditunjukkan dengan nilai maksimum absolut koefisien korelasi silang antara satu akselerogram terhadap lainnya yang lebih kecil daripada 10%.

Berhubung gerakan tanah akibat gempa pada suatu lokasi tidak mungkin dapat diperkirakan dengan tepat, maka sebagai gempa masukan dapat juga dipakai gerakan tanah yang disimulasikan. Parameter-parameter yang menentukan gerakan tanah yang disimulasikan ini antara lain terdiri dari waktu getar predominan tanah, konfigurasi spectrum respons, jangka waktu gerakan dan intensitas gempanya.

Gambar

Gambar 2.1 Bangunan tanpa base isolator (Gempa di Algeria,2003)
Gambar 2.2 Permodelan Struktur SDOF

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga perlunya suatu bentuk kegiatan pendampingan masyarakat untuk lebih memasyarakatkan tanaman obat keluraga (TOGA) ini sebagai suatu bentuk kemandirian

Setelah dilihat dari jarak responden dengan lokasi IPAL dapat diketahui bahwa kebanyakan yang menjawab tidak ada masalah adalah responden yang berdomisili agak jauh dari lokasi

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Berdasarkan hal tersebut menjadikan alasan pemilihan tema penelitian ini yang merupakan replikasi dari penelitian Kurnia dan Haryanto (2015) yang berjudul

Untuk perlakuan pada media formulasi limbah cair pabrik kelapa sawit hambatan makan yang paling rendah pada perlakuan LCPKS 75 % + 0,4 g gula merah + 30 ml air kelapa +

Hasil Penelitian adalah sebagai berikut ini, (1) ada perbedaan penggunaan e-learning berbantuan edmodo pada kelas eksperimen dengan pembelajaran konvensional pada

kimia untuk atom H pada C-β-karbonil PGV-0 4 lebih down field dibandingkan dengan THPGV-0 5 karena pada struktur PGV-0 4 (rangkap terkonjugasi), memungkinkan terjadi

Terkait dengan hubungan variabel yang terbentuk maka judul yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Analisis Pengaruh Kepribadian Merek pada Loyalitas Merek