• Tidak ada hasil yang ditemukan

dilanjutkan dengan grafik. Untuk selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "dilanjutkan dengan grafik. Untuk selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Analisa Data

5.1.1. Kependudukan (Kuisioner, Observasi dan Wawancara)

Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan pembagian kuisioner

terhadap responden (warga RW 16 Kelurahan Wirogunan) dengan jumlah responden sebanyak 35 KK. Metode yang digunakan adalah disproportionate

stratified random sampling. Dari pencarian data diperoleh hasil berupa data sosial

kemasyarakatan seperti jumlah anggota keluarga, pekerjaan, pendapatan, tingkat

pendidikan, dan sebagainya. Untuk selanjutnya dalam bab ini akan disajikan analisa data tersebut untuk memperoleh suatu kesimpulan yang mana dalam hal

ini untuk mengetahui jawaban dari tujuan penelitian yaitu mengetahui kondisi dan masalah yang timbul dalam sistem pengelolaan. Analisis data dilakukan dengan metode analisa deskriptif dimana data disajikan dalam bentuk tabel kemudian

dilanjutkan dengan grafik. Untuk selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:

5.1.1.1. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh dalam jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh suatu rumah tangga. Banyaknya jumlah anggota keluarga responden dapat dilihat pada gambar 5.1.

(2)

Dari gambar 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga

untuk tiap-tiap responden berbeda-beda. Dari 35 responden diketahui

untuk keluarga dengan jumlah anggota 2 orang sebanyak 3 KK atau

8,57 %. Untuk keluarga dengan jumlah anggota 3 orang ada 6 KK atau

17,14 %, sedangkan keluarga dengan jumlah anggota 4 orang ada 11 KK atau 31,43 %, kemudian untuk keluarga dengan jumlah anggota 5 orang

sebanyak 8 KK atau 22,86 %, dan keluarga denga anggota lebih dari 5 orang sebanyak 7 KK atau 20 %.

35 n 31,43 **n - •| ?<? -

^M

22 86

* 20 20,00 i ^H ^H

SKK

1 15-

I

• %

"•

10 - 8,57

r l

s l _

-•

«

6I

£^^^1 I—'—;^^^H

Xm

5

-r'M

Ft

\^|jjjjjjj -^H—

- t

0 -2 3 4 5 1 -^B—! >5

Jml Anjigota Keluarga

Gambar 5.1 Kelompok responden menurut jumlah anggota keluarga

Berdasarkan data pada gambar 5.1, maka dapat diketahui bahwa

rata-rata jumlah anggota keluarga dalam satu KK sebanyak 4 orang

(3)

5.1.1.2. Pekerjaan

Pekerjaan dari responden mempengaruhi dalam tingkat ekonomi/kesejahteraan keluarga. Jenis pekerjaan dari responden dapat dilihat dalam gambar 5.2.

34,29 -HVt4-(B,00 30 Jumlah % 11,43 4fl 5,71

* / / / ' " /

Jenis Pekerjaan

Gambar 5.2 Kelompok responden menurut pekerjaan

Dari gambar 5.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk RW 16 mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 12 KK atau 34,29 %, sedangkan PNS ada 4 KK atau 11,43 %, bekerja sebagai karyawan 6 KK atau 17,14 %, kemudian yang bekerja sebagai buruh sebanyak 7 KK atau 20 %, pensiunan sebanyak 4 KK atau 11,43 % dan yang tidak bekerja

ada 2 KK atau 5,71%.

5.1.1.3. Pendapatan

Pendapatan merupakan tolok ukur yang digunakan oleh seseorang untuk mengetahui tingkat ekonomi. Pendapatan sangat tergantung dari pekerjaan seseorang, hal ini berhubungan dengan jumlah limbah yang

(4)

dihasilkan. Tingkat pendapatan dari responden sangat bervariasi, untuk lebih jelasnya dapat diketahui dari gambar 5.3.

< Rp Rp Rp Rp > 1000.000 100.000 100.000- 300.000- 500.000-Rp Rp Rp 300.000 500.000 1000.000 Pendapatan ,i i Jurnlah J i% I

Gambar 5.3 Kelompok responden menurut tingkat pendapatan

Dari gambar 5.3 dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan dari responden cukup bervariasi. Kebanyakan dari responden berpenghasilan antara Rp 100.000-Rp 300.000 yaitu sebanyak 11 KK atau 31,43 %, yang

berpenghasilan kurang dari Rp 100.000 sebanyak 6 KK atau 17,14 %,

sedangkan yang berpendapatan antara Rp 300.000-Rp 500.000 sebanyak 7 KK atau 20 %, kemudian untuk yang berpendapatan antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 sebanyak 7 KK atau 20 % dan responden dengan tingkat

pendapatan lebih dari Rp 1.000.000 hanya 4 KK atau 11,43 %. Dari data

tersebut diperoleh ratarata penghasilan responden adalah Rp 300.000

(5)

5.1.1.4. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang besar pengaruhnya terhadap wawasan/pengetahuan orang tersebut. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula pengetahuannya. Dengan demikian semakin kritis orang tersebut terhadap suatu masalah. Oleh karena itu tingkat pendidikan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden mengenai IPAL dan pengelolaan air limbah di wilayahnya. Tingkat pendidikan dari responden dapat dilihat pada gambar 5.4.

35 -, 30 -25 -, 20 J 15 i 10 H 0 -34,29 y 22,86 * 17.14 17,14 E ^

12l

8,57 M

8H—

c l 1M

! 1

n f l HW J> 4- <§> *jk ^# j r A Pendidikan B Jumlah %

Gambar 5.4 Kelompok responden menurut tingkat pendidikan

Dari gambar 5.4 dapat diketahui tingkatan pendidikan dari responden. Untuk responden yang tidak dapat mengenyam pendidikan adalah sebanyak 3 KK atau 8,57 %, jumlah responden dengan tingkat pendidikan hingga tamat SD sebanyak 6 KK atau 17,14 %, sedangkan responden dengan pendidikan terakhir SMP sebanyak 8 KK atau 22,86 %, kemudian yang berpendidikan terakhir setingkat SMU ada 12 KK atau

34,29 %, dan ada juga responden dengan pendidikan terakhir di perguruan

(6)

tingkat pendidikan yang terbanyak dari responden adalah pendidikan setara SMU. Dengan demikian, ditinjau dari tingkat pendidikan wilayah

penelitian merupakan daerah dengan tingkat pendidikan yang cukup

tinggi.

5.1.1.5. Tingkat Pemakaian Air Bersih

Tingkat pemakaian air bersih dapat digunakan untuk mengetahui

besaraya debit air buangan yang dihasilkan oleh warga di lokasi penelitian. Sumber air bersih warga berasal dari air PDAM untuk sabagian kecil (11

KK), sedangkan sebagian besar warga (24 KK) menggunakan air sumur

untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Perbedaan kapasitas pemakaian air

bersih dari responden dapat dilihat pada gambar 5.5.

<50 50-100 100- 150- >200 Lt/hr Lt/hr 150 Lt/hr 200 Lt/hr Lt/hr

Debit Air

Tidak tahu

Gambar 5.5 Kelompok responden menurut tingkat konsumsi air bersih Dari gambar 5.5 jelas terlihat bahwa tingkat pemakaian air terbanyak adalah kurang dari 50 Lt/hr yaitu sebanyak 12 KK atau 34,29 %, sedangkan yang paling sedikit tingkat penggunaan airnya adalah antara

(7)

150 - 200 Lt/hr yaitu sebanyak 4 KK atau 11,43 %. Untuk tingkat pemakaian air antara 50 - 100 Lt/hr sebanyak 6 KK atau 17,14 %,

demikian juga untuk tingkat pemakaian antara 100 - 150 Lt/hr dan yang

lebih dari 200 Lt/hr. Dari perhitungan (lampiran 2), diperoleh rata-rata penggunaan air bersih untuk tiap KK sebanyak 100-150 Lt/hr.

5.1.1.6. Jenis Limbah Cair yang Masuk Dalam Saluran Air Limbah

Jenis air limbah yang masuk dalam saluran air buangan diperlukan

untuk mengetahui karakteristik air limbah yang dihasilkan oleh warga di

lokasi penelitian. Untuk lebih jelasnya, limbah apa saja yang masuk dalam

saluran air limbah dapt dilihat dalam gambar 5.6.

1; 3% 27; 77% 5: 14% 2; 6% 0; 0% jmKamar mandi|

j.WC

|

|a Air dapur j

jd Tempat cuci j

id Campur j i fa Tidak tahu

Gambar 5.6 Jenis air limbah yang masuk dalam saluran air limbah Dari gambar 5.6 sangat terlihat jelas bahwa air limbah yang masuk dalam saluran air buangan adalah semua jenis air limbah yang berasal dari rumah tangga yang diindikasikan dengan jenis air limbah "campur".

(8)

sedangkan yang menjawab dari kamar mandi sebanyak 5 KK ataul4,29 %

dan rumah tangga yang hanya membuang jenis air limbah dari WC sebanyak 2 KK atau 5,71 %. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kandungan air limbah yang dihasilkan dari rumah tangga adalah campuran dari berbagai kegiatan rumah tangga.

5.1.1.7. Pengetahuan Responden Tentang Adanya IPAL

Responden merupakan subyek yang menggunakan IPAL sebagi sarana sanitasi. Pengetahuan tentang adanya IPAL diperlukan bagi responden untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya sarana sanitasi, sehingga responden/warga merasa ikut memiliki sarana yang ada. Dengan demikian warga akan berpartisipasi aktif dalam usaha pengelolaan air buangan dari rumah tangga. Pengetahuan responden tentang adanya

IPAL secara deskriptif dapat dilihat pada gambar 5.7.

74,29 Tahu Tidak Pengetahuan Kosong i Jumlah i%

(9)

Dari gambar 5.7 dapat dilihat bahwa sebanyak 28 KK atau 74,29 % responden mengetahui adanya IPAL komunal di daerahnya dan hanya

8 KK yang tidak mengetahui adanya IPAL serta satu KK tidak menjawab. Dengan demikian jelas jika kebanyakan dari responden telah mengetahui

adanya sarana sanitasi berupa IPAL komunal di daerahnya.

5.1.1.8. Pengetahuan Responden Tentang Adanya Masalah dengan IPAL

Data ini diperlukan untuk mengetahui kondisi sarana sanitasi yang ada, baik sistem penyaluran maupun pengolahannya. Data dapat juga digunakan untuk mengetahui berbagai macam permasalahan dalam sarana

sanitasi yang ada, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk analisis lebih lanjut. Tingkat pengetahuan responden tentang adanya

masalah pada IPAL dapat dilihat pada gambar 5.8.

Ada masalah Tidak ada masalah

Pengetahuan

Tidak tahu

(10)

Dari gambar 5.8 dapat diketahui bahwa jawaban dari responden tentang adanya masalah pada IPAL terlihat adanya kesamaan dalam kuantitas antara yang menjawab ada masalah dengan yang menjawab tidak

ada masalah. Setelah dilihat dari jarak responden dengan lokasi IPAL dapat diketahui bahwa kebanyakan yang menjawab tidak ada masalah adalah responden yang berdomisili agak jauh dari lokasi IPAL, sedangkan responden yang dekat dengan IPAL menjawab adanya masalah pada IPAL. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa memang terdapat masalah

pada IPAL komunal di daerah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang narasumber, diketahui bahwa permasalahan yang terjadi adalah :

a. Saluran buntu yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari warga sehingga membuang benda padat ke dalam saluran, selain itu juga karena adanya padatan pasir dan tanah yang menyumbat saluran. b. Manhole atau bak kontrol yang penuh hingga ke permukaan yang

disebabkan karena tidak mengalirnya air dari manhole satu ke manhole

berikutnya. Hal ini disebabkan karena pelaksana proyek kurang

memperhatikan faktor elevasi tanah sehingga kecepatan aliran kurang terpenuhi. Selain itu juga adanya air hujan yang masuk dalam saluran

air limbah

c. Tidak berfungsinya instalasi pengolahan yang berupa UASB (Upflow

Anaerobic Sludge Blanket), yang disebabkan karena adanya rembesan

(11)

air. Rembesan ini disebabkan karena konstruksi bangunan yang kurang

baik.

d. Permasalahan pada screen. Screen sering tersumbat sehingga air limbah tidak dapat masuk ke dalam reaktor dan mengakibatkan air

pada manhole meluap.

5.1.1.9. Pengetahuan Responden Tentang Letak Saluran Air Buangan

Pengetahuan tentang letak saluran air limbah diperlukan untuk mengetahui tata letak jaringan pipa air limbah. Pengetahuan masyarakat

selaku responden dapat diketahui dari gambar 5.9.

Tahu, di Tahu, di Tahu, di Tahu Tidak Kosong

tengah pinggir tengah tahu

jalan jalan dan pinggir

jalan

Pengetahuan

Gambar 5.9 Pengetahuan Responden Tentang Letak Saluran Air Buangan Dari data dalam gambar 5.9 dapat diketahui bahwa sebanyak 15 KK mengetahui letak saluran air limbah yaitu berada di tengah jalan kampung. Responden yang mengetahui letak saluran air limbah yang

berada di pinggir jalan sebanyak 7 KK atau 20 %, demikian juga untuk

responden yang mengetahui letak saluran air limbah yang sebagian ada

(12)

yang terletak di tengah jalan dan ada juga sebagian yang terletak di pinggir jalan. Ada juga responden yang mengetahui letak saluran dengan

menjawab di dekat rumah sebanyak 1 KK, sedangkan yang tidak mengetahui letak saluran air limbah sebanyak 1 KK atau 2,86 % serta ada

4 KK atau 11,43 % dari responden yang tidak memberikan jawaban.

Dari keterangan data di atas dapat diketahui bahwa letak saluran air

limbah bervariasi, ada yang diletakkan di tengah jalan dan ada juga yang diletakkan di pinggir jalan. Penempatan saluran ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah yang ada, dimana daerah tersebut merupakan

daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi sehingga hampir tidak ada

lahan kosong yang dapat dilalui oleh saluran air limbah kecuali dengan memanfaatkan badan jalan setapak yang ada di daerah tersebut.

5.1.1.10. Keberadaan Bak Penangkap Lemak (BPL) dalam Rumah

Tangga

Adanya bak penangkap dalam rumah tangga sangat berperan untuk mengurahi potensi penyumbatan pada saluran air limbah. Lemak yang

dihasilkan dari sisa makanan dan kegiatan dapur dalam suhu dingin akan

membeku sehingga akan menjadi padatan yang dapat menyumbat saluran

air limbah. Ada tidaknya bak penangkap lemak dalam rumah tangga dapat

(13)

60 51,43 50 * 30 E - > 20 34,29 ^H • Jumlah • %

18 ^H

12 ^H

i '' ^^^^B 14,29 10 i » ' - ^

5 ^H

0 "-.V^^^fl

i^^H

' Ada Tidak Keberadaan BPL Tidak Tahu

Gambar 5.10 Keberadaan Bak Penangkap Lemak (BPL) dalam Rumah Tangga

Dari gambar 5.10 terlihat bahwa sebanyak 12 KK atau 34,29 %

responden telah mempunyai bak penangkap lemak, sedangkan sebanyak

18 KK atau 51,43 % responden tidak memiliki bak penangkap lemak serta 5 KK atau 14,29 % tidak mengetahui adanya bak penangkap lemak di

dalam rumah tangganya.

Dari uraian di atas diketahui bahwa belum semua responden

mempunyai bak penangkap lemak di dalam rumah tangganya. Hal ini

merupakan salah satu penyebab timbulnya potensi penyumbatan yang

diakibatkan oleh pembekuan lemak dalam saluran air limbah.

5.1.2. Data Primer (Sampel Air Limbah)

Sampel air limbah diambil dari dua titik lokasi sampling yaitu inlet dan

outlet bangunan pengolahan air limbah domestik di wilayah Wirogunan RW 16

Mergangsan Jogjakarta. Sampel air limbah dianalisis di laboratorium kualitas air

teknik lingkungan UII sesuai dengan SNI M-70-1990-03 untuk parameter COD,

(14)

SNI 06-6989.3-2004 untuk parameter TSS dan SNI M - 48 - 1990 - 03 untuk

parameter amonium.

Dari analisa laboratorium diperoleh data konsentrasi tiap parameter

dengan merata-ratakan dua data yang terdekat. Hasil perhitungan rata-rata dapat

dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Pengujian Air Limbah

JAM

KONSENTRASI

COD TSS Amonium

INLET OUTLET INLET OUTLET INLET OUTLET 06.00 507,3152 251,0482 312 534 3,9580 5,1520 07.00 208,2662 225,6898 274 380 2,8860 3,0930 08.00 154,8646 268,7990 254 149 1,7100 2,0080 09.00 69,4221 365,1610 121 115 3,9430 3,9410 10.00 112,1384 316,9800 223 209 0,8870 3,2000 11.00 579,4074 263,7274 421 285 2,7710 2,1860 12.00 483,2845 278,9424 160 476 3,5730 2,3070 13.00 624,7987 348,5559 334 272 7,6690 5,3030 14.00 582,0774 374,8602 101 178 5,7770 6,8640 15.00 294,1574 245,2994 266 297 4,8510 6,4600 16.00 281,4782 301,9008 582 194 4,2510 6,4320 17.00 177,5088 314,4800 587 655 3,4040 3,7310 Rata-rata 339,5599 296,2870 303 312 3,8067 4,2231

Sumber: data primer

Berdasarkan tabel di atas, perbedaan tingkat konsentrasi pencemar dapat

dengan jelas dilihat pada gambar 5.11 untuk parameter COD, gambar 5.12 untuk

(15)

o <n c o 700,0000 600,0000 500,0000 400,0000 300,0000 200,0000 100,0000 0,0000 <$>• <£* #• <#* N* NK vV # # <$> , # .<$> „<$>♦ ' N*? <T Waktu

-♦—Konsentrasi COD Inlet Konsentrasi COD Outlet

Gambar 5.11 Perbandingan Konsentrasi Inlet dan Outlet COD

# # # # # # # # <$ rf> #

c£*

<$• <^>*

<#•

»$>•

nv

<y

v>

nv

&

&

>$

Waktu

-♦—Konsentrasi TSS Inlet Konsentrasi TSS Outlet

(16)

9,0000 -, 8,0000 _ 7, €9 D,

1 5,

3 4, § 3, * 2, 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000 0000

#

<£' <§>'

<P* »$>'

NN"

NV #'

N*"

** ^

^

<£> Waktu

-♦—Konsentrasi Amonium Inlet - Konsentrasi Amonium Outlet

Gambar 5.13 Perbandingan Konsentrasi Inlet dan Outlet Amonium

5.2. Pembahasan

5.2.1. Sistem Pengaliran

Berdasarkan analisa data kuisioner, observasi dan wawancara, diketahui

bahwa air limbah yang berasal dari sumbemya (aktivitas rumah tangga) dialirkan

secara gravitasi dengan menggunakan pipa PVC berukuran 150 mm melewati

beberapa bak kontrol. Untuk mengalirkan air limbah dari sumbemya digunakan

beberapa komponen diantaranya:

a. Sambungan rumah

b. Bak kontrol

c. Jaringan pipa

d. Instalasi pengolahan air limbah

Keberadaan dan kondisi dari masing-masing komponen akan dijelaskan sebagai

(17)

a. Sambungan rumah

Seluruh air limbah dari masing-masing mmah tangga dikumpulkan ke

jaringan pipa melalui bak kontrol yang berfungsi sebagai sarana pemeliharaan

dan juga berfungsi sebagai bak penangkap lemak. Untuk pemasangan yang

bam, tiap mmah tangga tidak menggunakan bak kontrol, akan tetapi air

limbah dari sumbemya langsung dialirkan menuju pipa pengangkut melalui

bak kontrol. Bak kontrol di sisi bukan bak kontrol untuk tiap rumah, tetapi

adalah bak kontrol pada pipa pengangkut. Pipa yang digunakan sebagai

sambungan mmah adalah pipa PVC dengan diameter 100 mm. Dalam sistem

ini tidak terdapat pipa ventilasi. Salah satu contoh bak kontrol pada

sambungan mmah dapat dilihat pada gambar 5.14.

Sumber: dokumen pribadi Gambar 5.14 Bak Kontrol pada Sambungan Rumah

b. Bak kontrol

Berdasarkan hasil obervasi yang dilakukan diketahui bahwa bak kontrol

dipasang secara teratur di sepanjang saluran. Rata-rata pemasangan bak

kontrol berada pada jarak ± 8,5 m untuk yang berada di jalan kampung dan

(18)

tiga buah bak kontrol yang dipasang pada jarak 25 m dan 33,4 m. Bak kontrol yang dipasang digunakan sebagai peralatan pemeliharaan saluran. Bak kontrol

di sini juga berfungsi sebagai penggabungan dari beberapa pipa yang akan

masuk dalam pipa berikutnya. Kedalaman bak kontrol yang ada cukup bervariasi sesuai dengan kondisi yang diperlukan. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kedalaman bak kontrol adalah 0,6 m (satu buah

buis beton) dengan diameter 0,8 m dan ada juga yang menggunakan dua buah buis beton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.15.

jm&^m^

Si*-* "i

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 5.15 Bak Kontrol

c. Jaringan pipa

Jaringan pipa yang digunakan adalah pipa PVC dengan diameter 150 mm

yang dipasang pada kedalaman antara 0,4 m - 1 m sesuai dengan kondisi

lahan yang ada. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemsakan yang

mungkin terjadi. Untuk jaringan pipa pada jalan setapak dipasang pada kedalaman 0,4 m karena di lokasi terssebut tidak terlalu banyak gangguan seperti lalu lintas yang padat.

(19)

Berdasarkan hasil analisa kuisioner dan observasi di lapangan, diketahui

bahwa penempatan jaringan pipa sudah disesuaikan dengan kondisi/tata letak pemukiman. Jaringan pipa untuk pemukiman padat dimana lahan yang ada

hanyalah jalan setapak, maka jaringan pipa diletakkan di tengah jalan

sekaligus manholenya (gambar 5.16).

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 5.16 Lokasi Penempatan Pipa dan Manhole

Sedangkan pada jalan kampung, jaringan pipa diletakkan di pinggir jalan untuk menghindari gangguan lalu lintas yang relatif padat. Permasalahan berat yang dihadapi mengenai jaringan pipa belum ada, hanya saja jika musim hujan tiba manhole akan meluap, hal ini mungkin terjadi karena adanya kebocoran

pada manhole, sehingga air hujan yang mengalir di jalan akan masuk melalui

sela-sela penutup manhole dan menyebabkan manhole meluap.

d. Instalasi pengolahan air limbah

Sistem yang didesain di lokasi penelitian pada awalnya bertujuan untuk

mengalirkan air limbah langsung menuju bangunan instalasi pengolahan air

(20)

Sludge Blanket) yang dibangun di tengah-tengah jalan kampung. Akan tetapi

untuk kondisi sekarang reaktor UASB sudah tidak berfungsi. Keadaan seperti ini memunculkan inisiatif bagi warga untuk membuat saluran by pass untuk mengalirkan air limbah dari sumbemya langsung menuju badan air (Sungai Code). Kondisi sekarang yang ada adalah saluran air limbah yang semula

berada di sebelah timur saluran irigasi dipindah di sebelah barat saluran

irigasi. Air limbah yang mengalir dalam saluran ini tidak melewati reaktor UASB tetapi dialirkan secara langsung menuju badan air (sungai Code)

sehingga air limbah tidak mengalami pengolahan. Tidak berfungsinya reaktor

UASB disebabkan karena:

d.l. Saluran buntu yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari warga

sehingga membuang benda padat ke dalam saluran, selain itu juga

karena adanya padatan pasir dan tanah yang menyumbat saluran.

d.2. Manhole atau bak kontrol yang penuh air hingga ke permukaan yang disebabkan karena tidak mengalimya air dari manhole satu ke manhole

berikutnya. Hal ini disebabkan karena pelaksana proyek kurang

memperhatikan faktor elevasi tanah sehingga kecepatan aliran kurang

terpenuhi. Selain itu juga adanya air hujan yang masuk dalam saluran air

limbah

d.3. Tidak berfungsinya instalasi pengolahan yang bempa UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket), yang disebabkan karena adanya rembesan

(21)

air. Rembesan ini disebabkan karena konstruksi bangunan yang kurang

baik.

d.4. Permasalahan pada screen. Screen sering tersumbat sehingga air limbah tidak dapat masuk ke dalam reaktor dan mengakibatkan air pada

manhole meluap.

d.5. Terjadi endapan pada dasar reaktor, sehingga endapan ini lama kelamaan akan semakin tinggi dan menyumbat pipa inlet yang ada di dasar reaktor.

Permasalahan yang terjadi pada reaktor tidak mutlak disebabkan oleh warga,

karena ada faktor teknis pelaksanaan proyek yang kurang baik sehingga terjadi lengkungan saluran yang menyebabkan air tidak mengalir. Permasalahan lain karena teknis pelaksanaan proyek yaitu kualitas beton yang kurang baik pada

manhole UASB sehingga menyebabkan kebocoran pada manhole. Keadaan

sekarang yang ada menhole pada UASB penuh air sehingga petugas

pengontrol tidak dapat masuk ke dalam manhole. Selain itu, reaktor telah penuh dengan endapan lumpur yang mengakibatkan reaktor tidak berfungsi.

Adanya endapan ini disebabkan karena kurang mtinnya pemeliharaan yang dilakukan oleh warga. Untuk penyedotan lumpur menurut keterangan dari YUDP hams dilakukan setiap 6 bulan sekali, akan tetapi karena faktor fmansial penyedotan tidak dilakukan. Selain itu juga karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran warga sehingga warga membuang benda padat ke dalam saluran yang menyebabkan saluran tersumbat. Adapun mengenai kondisi UASB sekarang ini dapat dilihat pada gambar 5.17, 5.18, 5.19 dan

(22)

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 5.17 Kondisi Screen

Gambar 5.18 Bak Pembagi

Sumber: dokumen pribadi

Gambar 5.19 Saluran Outlet

Sumber: dokumen pribadi

(23)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pengaliran yang

digunakan lebih cendemng menggunakan shallow sewer. Sistem ini digunakan

pada daerah dimana sistem on site tidak dapat diterapkan. Shallow sewer

biasanya paling ekonomis dari selumh pembuangan air limbah secara offsite

sehingga sistem ini sangat tepat jika diterapkan di wilayah penelitian.

5.2.2. Konsentrasi COD

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan

untuk mengoksidasi bahan organik dalam air secara kimia. Berdasarkan hasil

analisa pada tabel 5.1 dan gambar 5.11 dapat diketahui secara jelas bahwa terjadi

fluktuasi konsentrasi COD untuk tiap-tiap jam. Meskipun terjadi fluktuasi, tapi

berdasarkan pada uji Anova satu jalur dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan antara kadar rata-rata COD inlet dengan kadar rata-rata COD

outlet.

Kenaikan konsentrasi COD terjadi pada jam 07.00, 08.00, 09.00, 10.00,

16.00 dan 17.00, sedangkan untuk penurunan konsentrasi COD terjadi pada jam

06.00, 11.00, 12.00, 13.00, 14.00 dan 15.00.

Berdasarkan pada tabel 5.2, kenaikan konsentrasi COD terbesar terjadi

pada jam 09.00 dengan kenaikan sebesar 295,7389 mg/1. Sedangkan penumnan

konsentrasi COD terbesar terjadi pada jam 11.00 sebesar 315,6800 mg/1. Jika

semua data untuk inlet dan outlet dirata-ratakan, maka diperoleh konsentrasi inlet

sebesar 339,5599 mg/1 dan outlet sebesar 296,287 mg/1, sehingga secara rata-rata

diperoleh penumnan konsentrasi COD sebesar 43,2729 mg/1 atau 12,74 %.

(24)

Tabel 5.2 Penurunan Kadar COD Waktu Penurunan Kadar COD 06.00 256,2670 07.00 -17,4236 08.00 -113,9344 09.00 -295,7389 10.00 -204,8416 11.00 315,6800 12.00 204,3412 13.00 276,2428 14.00 207,2172 15.00 48,8580 16.00 -20,4226 17.00 -136,9712

Keterangan : + Terjadi penurunan kadar COD

- Terjadi kenaikan kadar COD

Fluktuasi konsentrasi COD yang signifikan terjadi padainlet dengan kadar

terendah 69,4221 mg/1 pada jam 09.00 dan kadar terbesar 624,7987 mg/1 pada jam

13.00. Akan tetapi meskipun terjadi fluktuasi pada inlet, kadar COD pada outlet

cukup stabil yaitu berkisar antara 200 - 400 mg/1. Hal ini terjadi karena adanya

pencampuran antara berbagai jenis air limbah yang masuk dalam saluran sehingga

dalam perjalanannya hingga sampai di outlet terjadi proses stabilisasi untuk

membuat campuran air limbahmenjadi homogen.

Kenaikan kadar COD terjadi karena tidak adanya pengolahan air limbah,

sehingga reaksi reduksi atau oksidasi hanya terjadi pada saluran air limbah saja.

Tidak adanya pengolahan disebabkan karena tidak berfungsinya reaktor UASB

(25)

menuju badan air atau dalam hal ini adalah Sungai Code. Kenaikan kadar COD ini

juga terjadi karena adanya berbagai macam buangan mmah tangga yang dapat

menimbulkan gangguan terhadap mikroorganisme pada manhole dan saluran air

buangan, sehingga pendegradasian oleh mikroorganisme tidak terjadi karena

proses yang terjadi dalam saluran air buangan sendiri terdapat beberapa fase

reaksi yaitu aerobik, anaerobik dan anoksik (Hari, 2005). Dilihat dari faktor

lingkungan yang selalu berubah-ubah, ketiga fase tersebut dapat terjadi kapan saja

sesuai dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Selain itu, tidak terjadinya proses

oksidasi disebabkan karena kondisi limbahnya dalam keadaan relatif basa sebab

menurut Mara (1976) COD dapat mengoksidasikan semua zat organis menjadi

C02 dan H20 hampir sebesar 85 % pada suasana asam. Kenaikan kadar COD ini

akan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen terlarut sehingga proses

oksidasi oleh mikroorganisme juga terganggu. Selain mengganggu kinerja

mikroorganisme, kadar COD yang tinggi akan mengganggu kehidupan biota air.

Dilihat dari tabel 5.2 dapat diketahui terjadinya penumnan kadar COD,

walaupun tidak terlalu signifikan. Rata-rata penumnan kadar COD antara inlet dan

outlet sebesar 43,2729 mg/1 atau 12,74 %. Walaupun reaktor UASB tidak

berfungsi, penurunan dapat terjadi karena adanya jarak antara inlet dan outlet

yaitu sepanjang 120,3 meter, sehingga waktu kontak antara limbah dengan

mikroorganisme dalam saluran lebih lama. Dengan demikian penguraian bahan

organik yang terkandung dalam air secara biologi oleh mikroorganisme dapat

berlangsung secara alamiah. Selain itu, penurunan kadar COD terjadi karena

adanya manhole-manhole diantara saluran air limbah antara inlet dan outlet yang

(26)

berjumlah 8 buah (gambar 5.21). Dalam manhole ini terjadi proses aerasi yaitu

penambahan kandungan oksigen yang terlamt dalam air sehingga oksigen terlamt

akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme aerobik untuk mengoksidasi

bahan-bahan organik yang terdapat pada air limbah. Kenaikan dan penumnan kadar

COD juga sangat dipengaruhi oleh variasi aktivitas rumah tangga.

Inlet

O

11,5 m s-^. 8,7 m /-*. 14,8 m ^-^ 8,7 m ^

o — o ^ ^ - o — c

x3L

8,2 m

8m \-J

2 m 25 m 33,4 m •

^\J4

U(

L

J

:IPAL Outlet o : manhole

Gambar 5.21 Jarak Inlet - Outlet

5.2.3. Konsentrasi TSS

TSS (Total Suspended Solid) adalah padatanyang melayang-layang dalam

air dan tidak dapat mengendap secara alamiah. Berdasarkan hasil analisa pada

tabel 5.1 dan gambar 5.12 dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi konsentrasi TSS untuk tiap-tiap jam meskipun tidak terlalu signifikan. Kenaikan konsentrasi TSS terjadi pada jam 06.00, 07.00, 12.00, 14.00, 15.00 dan 17.00, sedangkan untuk

penumnan konsentrasi TSS terjadi pada jam 08.00, 09.00, 10.00, 11.00, 13.00 dan

(27)

Hasil uji Anova menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan

antara rata-rata inlet dan rata-rata outlet. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

hampir tidak ada perubahan yang berarti antara inlet dan outlet untuk konsentrasi

TSS.

Tabel 5.3 Penurunan Kadar TSS

Waktu Penurunan Kadar TSS 06.00 -222 07.00 -106 08.00 105 09.00 6 10.00 14 11.00 136 12.00 -316 13.00 62 14.00 -77 15.00 -31 16.00 388 17.00 -68

Keterangan : + Terjadi penurunan kadar TSS - Terjadi kenaikan kadar TSS

Berdasarkan pada tabel 5.3, dapat dilihat adanya kenaikan dan penurunan

kadar TSS. Kenaikan konsentrasi TSS terbesar terjadi pada jam 12.00 dengan

kenaikan sebesar 316 mg/1. Sedangkan penumnan konsentrasi TSS terbesar terjadi

pada jam 16.00 sebesar 388 mg/1. Jika semua data untuk inlet dan outlet

dirata-ratakan, maka diperoleh konsentrasi inlet sebesar 303 mg/1 dan outlet sebesar 312

mg/1, sehingga secara rata-rata tidak terjadi penumnan konsentrasi TSS, akan

tetapi terjadi kenaikan kadar TSS sebesar 9 mg/1 atau 3 %.

(28)

Kenaikan kadar TSS yang tidak teratur dalam air limbah terjadi karena

reaktor UASB yang ada di lokasi penelitian tidak berfungsi, sehingga air limbah

rumah tangga dialirkan melewati pipa air buangan dengan melalui 8 buah

manhole hingga sampai ke badan air (Sungai Code). Keadaan seperti ini sangat

tidak memungkinkan bagi partikel/padatan dalam air limbah untuk mengendap

karena kecepatan horisontal lebih besar daripada kecepatan mengendap secara

vertikal. Sedangkan untuk penumnan kadar TSS dapat terjadi pada saat partikel

berada dalam manhole sehingga walaupun tidak terlalu lama, terdapat waktu bagi

partikel untuk mengendap karena pengamh gaya berat.

TSS (Total Suspended Solid) adalah zat padat tersuspensi yang

menyebabkan kekemhan pada air. Zat padat tersuspensi dapat diklasifikasikan

menjadi zat padat tersuspensi organis dan inorganis. Zat padat tersuspensi sendiri

dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi zat padat terapung yang selalu bersifat

organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan inorganis. Zat

padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat

mengendap setelah waktu tertentu karena pengamh gaya beratnya. Zat padat

tersuspensi yang bersifat inorganis contohnya tanah liat, kwarts dan yang organis contohnya protein, sisa makanan, ganggang, bakteri. Air limbah mmah tangga banyak mengandung sisa makanan sehingga tergolong dalam sifat organis. Padatan tersuspensi dapat mengurangi penetrasi sinar cahaya kedalam air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintasis. Karena tidak ada sinar matahari yang masuk, maka proses

(29)

fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya kehidupan mikroorganisme

menjadi terganggu dan mempengamhi regenerasi oksigen secara fotosintesis.

5.2.4. Konsentrasi Amonium

Keberadaan Nitrogen, seperti halnya amonium (NH/) mempakan

parameter yang penting untuk mencermati kualitas air limbah. Amoniak dapat

larut dengan cepat di air. Gas amoniak bereaksi dengan air membenruk amonium

hidroksida dengan melepaskan panas yang tinggi. Perubahan amoniak menjadi

amonium dan ion hidroksida berlangsung dengan cepat dan cendemng menaikkan

pH lamtan (limbah).

Berdasarkan hasil analisa pada tabel 5.1 dan gambar 5.13 dapat diketahui

bahwa terjadi kenaikan dan penurunan konsentrasi Amonium untuk

masing-masing waktu. Kenaikan konsentrasi Amonium terjadi pada jam 06.00, 07.00,

08.00, 10.00, 14.00, 15.00, 16.00 dan 17.00, sedangkan untuk penumnan

konsentrasi TSS terjadi pada jam 09.00, 11.00, 12.00 dan 13.00. Kenaikan dan

penurunan kadar Amonium dapat dilihat pada tabel 5.4.

Dari hasil uji Anova dapat diketahui bahwa konsentrasi rata-rata inlet dan

outlet untuk parameter Amonium tidak menunjukkan adanya perubahan yang

signifikan.

Berdasarkan tabel 5.4 kenaikan kadar Amonium maksimum adalah sebesar

2,3130 mg/1 pada jam 10.00 dan penurunan maksimum sebesar 2,3660 mg/1 pada

jam 13.00. Jika semua data untuk inlet dan outlet dirata-ratakan, maka diperoleh

(30)

secara rata-rata terjadi kenaikan konsentrasi Amonium sebesar 0,4164 mg/1 atau

9,86 %.

Tabel 5.4 Penurunan Kadar Amonium

Waktu Penurunan Kadar Amonium 06.00 -1,1940 07.00 -0,2070 08.00 -0,2980 09.00 0,0020 10.00 -2,3130 11.00 0,5850 12.00 1,2660 13.00 2,3660 14.00 -1,0870 15.00 -1,6090 16.00 -2,1810 17.00 -0,3270

Keterangan : + Terjadi penurunan kadar Amonium

- Terjadi kenaikan kadar Amonium

Kenaikan kadar Amonium disebabkan karena gas amoniak (NH3) yang berasal dari urin, tinja dan proses oksidasi zat organik secara mikrobiologis mengalami keterlamtan dalam air sehingga gas amoniak bereaksi dengan air membentuk amonium hidroksida dengan melepaskan panas. Perubahan amoniak menjadi amonium dan ion hidroksida berlangsung dengan cepat dan cenderung menaikkan pH air limbah. Proses ini dapat ditunjukkan dengan persamaan 5.1.

(31)

Sedangkan penurunan kadar Amonium dapat terjadi karena adanya oksigen dalam

air. Dengan adanya oksigen dalam air, maka amonium (NH/) akan bereaksi

dengan oksigen (02) membentuk nitrit (N02). Proses ini sesuai dengan reaksi

pada persamaan 5.2.

NH/ + 202

«

»

N02 + 2H20

(persamaan 5.2)

Dalam hal ini oksigen yang digunakan untuk oksidasi berasal dari proses aerasi

yang terjadi pada saluran dan manhole. Air limbah yang masuk ke dalam manhole

mengalir seperti terjunan sehingga air limbah akan mengalami kontak dengan

udara sehingga proses ini akan meningkatkan kadar oksigen terlamt dalam air

yang akhimya akan bereaksi dengan amonium hingga terbentuk nitrat. Dengan

terbentuknya nitrat, maka kandungan amonium akan menurun dengan sendirinya.

Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni (urine), tinja (feces)

dan juga dari oksidasi zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologis yang berasal

dari alam atau air buangan penduduk (Alaerts, 1984). Sesuai reaksi sebagai

berikut:

(32)

5.2.5. Perbandingan Konsentrasi COD, TSS, Amonium dengan Standar

Baku Mutu

Berdasarkan Keputusan KepMenLH 112/2003 tentang pedoman penetapan Baku Mutu Limbah Domestik, baku mutu air limbah domestik dalam keputusan ini hanya berlaku untuk perumahan yang diolah secara individu. untuk parameter BOD batas maksimum yang diperbolehkan tidak boleh dari 100 mg/L, sedangkan perbandingan antara BOD/COD adalah 0,4-0,6 (Metode Penelitian Air) maka untuk parameter COD batas maksimum yang diperbolehkan tidak boleh lebih dari 200 mg/1 (BOD/COD=0,5) dan batas maksimum pH yang diperbolehkan berkisar antara 6-9, untuk parameter TSS batas maksimum yang diperbolehkan tidak boleh lebih dari 100 mg/L. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Limbah Cair, untuk

parameter amonium batas maksimum yang diperbolehkan adalah 1 mg/L.

Hasil pengukuran rata-rata kadar COD sebesar 296,2870 mg/L (tabel 5.1) dengan efisiensi penurunan sebesar 12,74 %. Dengan mengacu pada baku mutu air limbah domestik sesuai KepMenLH 112/2003 maka untuk kadar COD dalam

air limbah tersebut belum memenuhi standar yang diperbolehkan untuk dapat

dibuang ke sungai. Adanya indikasi kenaikan kadar COD di outlet pada jam-jam tertentu dikarenakan lebih banyak senyawa-senyawa dalam air buangan domestik yang dapat dioksidasi secara kimia dari pada biologis. Untuk lebih jelasnya perbandingan mengenai tingkat konsentrasi COD pada masing-masing waktu dengan standar baku mutu dapat dilihat pada gambar 5.22.

(33)

Berdasarkan hasil analisa di laboratorium didapatkan rata-rata kadar TSS dalam

air limbah domestik sebesar 312 mg/L (tabel 5.1) dengan efisiensi penumnan

sebesar -3 %, dengan demikian kadar TSS yang dihasilkan masih melebihi

baku mutu sehingga belum layak untuk dibuang langsung ke sungai. Untuk lebih

jelasnya perbandingan mengenai tingkat konsentrasi TSS pada masing-masing

waktu dengan standar baku mutu dapat dilihat pada gambar 5.23.

700,0000 600,0000 'I 500,0000

I 400,0000

8 300,0000

I 200,0000

100,0000 0,0000

(#$<$><$> ^ \N <v <v >&• &• &• <y

Waktu

-♦—Kons. COD Inlet • Kons. COD Outlet Baku Mutu COD

Gambar 5.22

Perbandingan Konsentrasi COD terhadap StandarBaku Mutu COD

700 600 500 400 300 200 100 0

<b^ V^ «? o^ c^ ^

o^ ^

J$> «# «# A<$>

? ^ (f i? ^ nv * ^' N*- kJ3- &• <y

-+— Kons. TSS Inlet Kons. TSS Outlet Baku Mutu TSS

Gambar 5.23

(34)

Dari hasil pengukuran laboratorium didapatkan rata-rata kadar Amonium

sebesar 4,2231 mg/L (tabel 5.1) dengan tingkat efisiensi penumnan sebesar

-9,86 %. Dengan demikian untuk kadar Amonium yang dihasilkan belum

memenuhi standar baku mutu sehingga belum layak untuk dibuang langsung ke

sungai. Untuk lebih jelasnya perbandingan mengenai tingkat konsentrasi

Amonium pada masing-masing waktu dengan standar baku mutu dapat dilihat

pada gambar 5.24. 9,0000 8,0000 7,0000 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

- Kons. Amonium Inlet -*- Kons. Amonium Outlet BakuMutu Amonium

Gambar 5.24

Perbandingan Konsentrasi Amonium terhadap Standar Baku Mutu Amonium

5.2.6. Kemungkinan Penggabungan Antara Sistem komunal dengan Sewer

Kota

Sesuai dengan rumusan masalah pada bab I maka akan dibahas mengenai

kemungkinan penggabungan antara sistem komunal dengan sistem sewer kota

Jogjakarta. Pada dasamya secara teknis penggabungan antara sistem komunal

dengan sewer kota dapat dilakukan, akan tetapi untuk pelaksanaannya diperlukan

(35)

berbagai macam pertimbangan. Pertimbangan yang utama adalah masalah

ekonomi, kondisi lahan dan topografi.

Dengan melihat keadaan yang ada pada lokasi penelitian, lokasi reaktor

berada pada elevasi -6,307 m(data sekunder) dan saluran sewer kota berada di

jalan Tamansiswa dengan elevasi -0,901 m(data sekunder). Dengan demikian

untuk penggabungan diperlukan berbagai komponen, diantaranya jaringan pipa

dan stasiun pompa. Jaringan pipa diperlukan untuk mengangkut air limbah dari

outlet air buangan menuju sewer kota yang terdekat yaitu di jalan Tamansiswa.

Sedangkan stasiun pompa digunakan untuk menaikkan air limbah dari outlet

saluran dengan elevasi -6,307 menuju sewer kota dengan elevasi -0,901. Dengan

adanya komponen ini maka secara otomatis akan berpengamh terhadap

perekonomian masyarakat. Sedangkan untuk penempatan jaringan pipa diperlukan

tempat untuk menempatkan jalur pipa, padahal area yang ada adalah jalan

kampung yang telah dilalui pipa air limbah dan saluran drainase menuju ke

sungai, sehingga pipa untuk menaikkan air limbah dari bawah tidak mendapatkan

tempat. Dari keterangan di ata maka penggabungan antara sistem komunal dengan

sewer kota sangat sulit untuk dilakukan mengingat berbagai pertimbangan yang

ada.

Dengan adanya data elevasi dan jarak antara outlet saluran sampai dengan

pipa sewer kota terdekat (Jalan Tamansiswa), diameter pipa dan debit aliran, maka

head (H) pompa dapat diketahui. Dari perhitungan pada lampiran 6 diperoleh

(36)

Untuk lebih jelasnya mengenai jarak dan elevasi pipa penggabungan dapat dilihat

pada gambar 5.25. -a - 3 - 4 - 5 - 6 -7

ELEVASI MUKA TANAH <n> JARAK <n)

1

-0,901

53,10

-0,884 -8,]?5 -3,572 4,044-4,758-6,307

I 33,50 [ 85,40 |i5,OUB,qq| 18,Cio' |lO,9o'|glia7^

Jalur Pipo Penggabungan

[ ) J Ponpa I w ! IPAL

Gambar

Gambar 5.1 Kelompok responden menurut jumlah anggota keluarga
Gambar 5.2 Kelompok responden menurut pekerjaan
Gambar 5.3 Kelompok responden menurut tingkat pendapatan
Gambar 5.4 Kelompok responden menurut tingkat pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan petunjuk-Nya, sehingga tesis yang berjudul ”Manajemen

Jika masyarakat terlebih pemerintah daerah sendiri tidak mengetahui adanya penerapan e-Gov tersebut, maka pemerintahan berbasis elektronik juga tidak dapat

Dengan dukungan, kepercayaan dari nasabah dan dedikasi yang penuh dari seluruh karyawan, Bank OCBC NISP akan mampu mencatat kinerja yang lebih baik dan meraih tujuan jangka

cm, (2) Pemberian ceramahan tentang bahan-bahan pembentuk batako, (3) Pelatihan keterampilan pembuatan batako yang berkualitas baik, (4) Ceramah kewirausahaan

Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka peningkatan mutu dan relevansi pendidikan adalah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Salah

Saponin adalah glikosida triterpenoida dan sterol.Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi, merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk

Pertama, penulis ingin mendeskripsikan model pastoral yang dikembangkan oleh JKI Injil Kerajaan, dalam melakukan pendampingan pastoral holistik dalam jemaat, khususnya

Mengundang Warga Jemaat Bukit Benuas dan Paduan Suara seluruh Sektor Galatia, Efesus, Fili- pi, Kolose, Tesalonika dan Nazaret untuk membawakan puji-pujian dalam Ibadah