• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman Pengesahan. Lapangan Terurut dan Generalisasi Teorema Fundamental Aljabar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Halaman Pengesahan. Lapangan Terurut dan Generalisasi Teorema Fundamental Aljabar"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman Pengesahan

Skripsi

Lapangan Terurut dan Generalisasi Teorema Fundamental Aljabar

Nursatria Vidya Adikrisna 03/165344/PA/09352

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh tim penguji

Dosen Penguji 1

Diah Junia Eksi Palupi, Dra., MS (Dosen Pembimbing)

Dosen Penguji 3

Indah Emilia Wijayanti, Dr.,M.Si

Dosen Penguji 2

Primastuti Indah Suryani, S.Si., M.Si

Dosen Penguji 4

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul Lapangan Terurut dan Generalisasi Teorema Fundamental Aljabar. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan perhargaan yang tulus kepada:

(1) Ibu Dra. Diah Junia Eksi Palupi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan pikiran dan waktu hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(2) Bapak Prof. Dr. Widodo. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan akademik selama penulis kuliah.

(3) Dosen-dosen di Fakultas MIPA UGM yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

(4) Ayahanda dan Ibunda tersayang, serta sudaraku tercinta yang telah memberikan dorongan semangat, do’a, dan motivasi tiada henti.

(5) Dimas Rahardian dan Kartika Rizki Astuti atas persabatan sejati yang telah kalian berikan.

(6) Denik Agustino dan Zaki Riyanto yang telah meluangkan banyak waktu dan memberikan banyak masukan selama penyusunan skripsi ini.

(3)

(7) Semua teman-temanku yang tidak mungkin aku sebutkan satu persatu, terimakasih untuk semua hal manis yang telah kalian berikan.

(8) Serta semua pihak yang turut membantu hingga selesainya skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga amal baik kalian semua mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis memohon maaf atas semua kesalahan yang pernah dilakukan baik secara sengaja atau tidak sengaja. Penulis sadar bahwa tulisan penulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik selalu penulis terima demi perbaikan tulisan penulis ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, Agustus 2009 Penulis

(4)

Daftar Lambang dan singkatan

x∈ X : x elemen dari X

A⊆ B : A himpunan bagian atau sama dengan B A∪ B : Gabungan dari himpunan A dan himpunan B A∩B : Irisan dari himpunan A dan himpunan B ≤ : Relasi urutan

R : Himpunan Bilangan Real C : Himpunan bilangan kompleks Q : Himpunan bilangan rasional Z : Himpunan bilangan bulat N : Himpunan bilangan asli P : Himpunan positif −P : Himpunan negatif

e0 : Elemen identitas terhadap operasi penjumlahan e1 : Elemen identitas terhadap operasi perkalian (X , ≤) : Himpunan relasi urutan parsial (poset) X G/H : Grup Kuosen

|G| : Banyaknya elemen (order) dari G m| f : m habis membagi f

< α > : Himpunan yang dibangun oleh α ker(θ ) : Kernel dari θ

SQ(K) : Himpunan semua jumlah kuadrat dari lapangan K T : Himpunan kuadratik

(5)

K[x] : Gelanggang polinomial atas K

K(x) : Lapangan kuosen dari polinomial atas K

IrrK(α) : Polinomial monic iredusibel atas K yang mempunyai akar α deg f(x) : Derajat dari f (x)

L: K : Lapangan perluasan L atas K

[L : K] : Derajat dari lapangan perluasan L : K

[L : K]s : Derajat dari lapangan perluasan separabel L : K K[S] : Gelanggang bagian dari L yang dibangun oleh K ∪ S K(S) : Lapangan bagian dari L yang dibangun oleh K ∪ S K[α] : Gelanggang bagian dari L yang dibangun oleh K ∪ α

¯

F : Aljabar Closure

MonoK(L, F) : Monomorfisma dari lapangan perluasan L : K ke F : K IsoK(L, F) : Isomorfisma dari lapangan perluasan L : K ke F : K AutK(L) : Automorfisma lapangan perluasan L : K

Gal(L : K) : Grup Galois dari L atas L EΓ : Lapangan tetap dari lapangan E

(6)

Daftar Isi

Halaman Pengesahan i

Kata Pengantar ii

Daftar Lambang dan singkatan iv

INTISARI 1 ABSTRACT 2 Bab 1. Pendahuluan 3 1.1. Latar belakang 3 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Tujuan Penulisan 4 1.4. Metode Penelitian 4 1.5. Tinjauan Pustaka 4 1.6. Sistematika Penulisan 5

Bab 2. Dasar Teori 7

2.1. Grup 7

2.2. Homomorfisma 12

2.3. Gelanggang dan lapangan 13

2.4. Polinomial 16

2.5. Gelanggang faktor dan Ideal 19

(7)

Bab 3. Lapangan Perluasan dan Grup Galois 24

3.1. Lapangan Perluasan 24

3.2. Lapangan perluasan aljabar dan transedental 31

3.3. Lapangan tertutup secara aljabar 33

3.4. Lapangan Spliting dan Lapangan Normal 34

3.5. Perluasan Separabel dan Primitif elemen 34

3.6. Grup Galois 37

Bab 4. Lapangan Terurut dan Generelalisasi Teorema Fundamental Aljabar 39

4.1. Relasi urutan 39

4.2. Lapangan Terurut 42

4.3. Himpunan Kuadratik 51

4.4. Lapangan Archimedean 58

4.5. Lapangan Tertutup Real 62

4.6. Generalisasi Teorema Fundamental Aljabar 64

Bab 5. Penutup 67

5.1. Kesimpulan 67

5.2. Saran 68

(8)

INTISARI

Lapangan Terurut Dan Generalisasi Teorema

Fundamental Aljabar

Nursatria Vidya Adikrisna 03/165344/PA/09352

Himpunan bilangan kompleks C merupakan lapangan perluasan aljabar atas himpunan bilangan real R. Teorema Fundamental Aljabar menyatakan bahwa C merupakan lapangan tertutup secara aljabar.

Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai lapangan terurut yaitu suatu lapangan yang dilengkapi oleh relasi urutan total. Lapangan terurut, ternyata mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan R. Oleh kerena itu lapangan terurut dapat dipandang sebagai generalisasi dari R. Selanjutnya di dalam skripsi ini akan ditunjukkan bahwa teorema fundamental aljabar dapat digeneralisasi ke lapangan terurut

(9)

ABSTRACT

Ordered Field and Generalization of the Fundamental

Theorem of Algebra

Nursatria Vidya Adikrisna 03/165344/PA/09352

We know that C complex number is an algebra extension field of R real number. The Theorem of fundamental algebra say that C is algebraic closed field.

We discuss about ordered field, a field with total order relation. Ordered field evidently have the same properties with R. Because of that we can view ordered field as the generalization of R. We will prove that the theorem of fundamental algebra can be generalized into ordered field.

(10)

BAB 1

Pendahuluan

1.1. Latar belakang

Sudah diketahui bahwa himpunan bilangan real R merupakan lapangan terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (•). Selain itu R mempunyai sifat-sifat sebagai berikut

(1) Mempunyai relasi urutan total (≤).

(2) Mempunyai sifat archimedean yang menyatakan untuk sebarang x ∈ R akan selalu terdapat n ∈ N dengan x < n.

(3) Polinomial atas R tidak selalu mempunyai akar dalam R. (4) −1 bukan merupakan jumlah kuadrat.

(5) Terdapat himpunan bilangan kompleks C dengan R ⊂ C dan −1 merupakan jumlah kuadrat di dalam C.

(6) Terdapat teorema fundamental aljabar yang menyatakan C adalah aljabar closure atas R.

Dalam tugas akhir ini akan dipelajari sifat-sifat yang diperoleh jika pada suatu lapangan dikenakan relasi urutan total. Lapangan yang dikenakan relasi urutan total disebut lapangan terurut dan ternyata lapangan terurut mempunyai sifat-sifat seperti di himpunan bilangan real R. Jadi lapangan terurut merupakan generalisasi dari himpunan bilangan real. Hal ini memberikan sudut pandang abstrak terhadap himpunan bilangan real dan juga himpunan bilangan kompleks.

(11)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan oleh penulis yaitu sebagai berikut.

(1) Menjelaskan definisi lapangan terurut dan sifat-sifat yang dimilikinya. (2) Bagaimana menguji suatu lapangan apakah terurut atau tidak.

(3) Menunjukkan bahwa pada lapangan terurut juga berlaku sifat archimedean. (4) Membuktikan bahwa perluasan lapangan terurut yang mempunyai sifat-sifat

seperti himpunan bilangan kompleks C adalah lapangan tertutup secara aljabar. 1.3. Tujuan Penulisan

Selain sebagai syarat untuk memeperoleh kelululusan S1 Matematika UGM, tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:

(1) Menjelaskan bagaimana relasi terurut mempengaruhi suatu lapangan. (2) Memberikan sudut pandang abstrak pada himpunan bilangan real R. (3) Membuktikan secara aljabar teorema fundamental aljabar.

1.4. Metode Penelitian

Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan cara studi literatur dengan mempelajari pokok bahasan yang berhubungan dengan lapangan terurut, lapangan perluasan dan teorema fundamental aljabar. Pada proses penulisan tugas akhir ini, penulis juga senantiasa berkonsultasi mengenai materi dengan dosen pembimbing.

1.5. Tinjauan Pustaka

Penulisan tugas akhir ini mengacu pada literaratur utama, yaitu buku yang ditulis oleh Grillet (1999) yaitu membahas mengenai lapangan perluasan, lapangan archimedean, lapangan tertutup real dan teorema fundamental aljabar. Pembahasan mengenai lapangan perluasan juga mengacu pada buku yang sama.

(12)

Dasar teori mengenai grup, gelanggang dan lapangan mengacu pada buku Fraleigh (2000). Pembahasan mengenai relasi terurut dan lemma Zorn juga mengacu pada buku Fraleigh (2000). Untuk lapangan Spliting, normal, separabel dan grup galois mengacu pada buku Baker (2008) Sedangkan untuk pembahasan mengenai ruang vektor digunakan buku yang ditulis oleh Setiadji (1990).

Beberapa definisi dan teorema pendukung dirujuk dari buku-buku lain yaitu definisi himpunan kuadratik dari Lorenz (2008). Sedangkan untuk definisi batas atas terkecil dirujuk dari Bartle (1982).

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan tugas akhir ini terdiri 5 bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang dan perumusan masalah, maksud dan tujuan, metode penelitian serta tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II, dasar teori berisiskan pengertian dasar, yaitu definisi-definisi teorema-teorema dasar yang akan digunakan dalam bab berikutnya. Pengertian dasar ini mencakup teori grup, gelanggang, lapangan dan ruang vektor.

Bab III, Lapangan Perluasan dan grup Galois dijelaskan mengenai lapangan perluasan dan derajatnya, serta keterkaitan antara lapangan perluasan dan polinomial. Selain itu, dalam bab III dibahas mengenai lapangan perlusan aljabar dan perluasan aljabar tertutup serta keterkaitan antara perluasan aljabar dan polinomial monik iredusibel. Pada bab ini juga dibahas mengenai grup Galois , namun sebelumnya dibahas terlebih dahulu mengenai lapangan perluasan spliting, lapangan perluasan normal dan lapangan perlusan separabel. Pada bab ini juga dibahas mengenai grup Galois dan lapangan perluasan Galois, namun sebelumnya dibahas terlebih dahulu mengenai lapangan perluasan spliting, lapangan perluasan normal dan lapangan perlusan separabel.

(13)

Bab IV, Lapangan terurut merupakan bahasan utama dari tugas akhir ini dibahas mengenai relasi terurut, lapangan terurut, lapangan archimedean, lapangan formal real dan lapangan tertutup real serta generalisasi teorema fundamental aljabar.

Bab V, Penutup, berisikan kesimpulan dan saran yang membangun untuk mengembangkan materi tugas akhir ini.

(14)

BAB 2

Dasar Teori

Pada Bab ini akan dibahas konsep-konsep dasar pada struktur aljabar, seperti grup, gelanggang, lapangan, ruang vektor dengan kesemuanya merupakan landasan bagi skripsi ini.

2.1. Grup

Pada sub-bab akan dijelaskan tentang grup dan beberapa teorema yang berkaitan dengan grup. Kemudian dari grup ini dapat dibentuk suatu subgrup, subgrup siklik, grup koesen. Selain itu dijelaskan juga pemetaan dari suatu grup ke grup lain. Sebelum mendefinisikan grup , terlebih dahulu didefiniskan opersi biner.

DEFINISI 2.1.1. Operasi biner • pada sebarang himpunan tidak kosong S adalah pemetaan dari S × S ke S. Untuk setiap (a, b) ∈ S × S maka • ((a, b)) ∈ S dinotasikan dengan a • b. Untuk selanjutnya notasi a • b cukup ditulis ab.

CONTOH 2.1.2. Diberikan himpunan bilangan real R, operasi penjumlahan ” + ”

merupakan operasi biner. Karena untuk sebarang pasangan (a, b) ∈ R × R berlaku + ((a, b)) = a + b ∈ R

.

DEFINISI 2.1.3. Suatu himpunan tak kosong G yang dilengkapi operasi biner disebut grup jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Asosiatif, jika setiap a, b, c ∈ G berlaku a(bc) = (ab)c.

(15)

ae= ea = a.

3) Untuk setiap elemen a ∈ G terdapat elemen invers a−1∈ G sedemikian sehingga aa−1= a−1a= e.

Grup G dikatakan abelian jika untuk setiap a, b ∈ G berlaku ab = ba. Jika grup G banyak elemennya berhingga maka disebut grup berhingga. Banyaknya elemen G disebut order dari G dinotasikan |G|.

CONTOH2.1.4. Diberikan himpunan Q+dan didefinisikan operasi biner ? pada Q+

yaitu a ? b = a×b2 untuk sebarang a, b ∈ Q+.Akan ditunjukan Q+ dengan operasi biner ? adalah grup

1) Akan ditunjukan asosiatif. Ambil sebarang a, b, c ∈ Q+ maka

a? (b ? c) = a ?b× c 2 = a× b × c 4 dan (a ? b) ? c = a× b 2 ? c = a× b × c 4 .

Itu berarti (a ? b) ? c = a ? (b ? c) terbukti ? asositif. 2) Mempunyai elemen identitas.

Ambil 2 ∈ Q+ dan untuk sebarang a ∈ Q+ maka

2 ? a =2 × a

2 = a dan juga a ? 2 = a× 2

2 = a. Itu berarti 2 merupakan elemen identitas.

3) Setiap elemennya mempunyai invers. Ambil sebarang a ∈ Q+ maka berlaku

a?4 a = a× 4 2 × a= 2 dan juga 4 a? a = 4 × a a× 2 = 2

(16)

Itu berarti invers dari sebarang a di Q+adalah 4a.

Dari 1),2) dan 3) terbukti Q+dengan operasi biner ? adalah grup.

Grup pada Contoh 2.1.3 merupakan grup abelian tetapi bukan merupakan grup hingga. Selanjutnya akan dicontohkan grup berhingga.

CONTOH2.1.5. Diberikan grup berorder 3, (V, •) = {e, a, b} . Dengan operasi biner didefinisikan melalui tabel berikut

V e a b

e e a b

a a b e

b b e a

Akan di tunjukan (V, •) adalah grup. 1) Memenuhi sifat asosiatif.

Dari tabel diketahui bahwa e (ab) = (ea) b = e 2) Mempunyai elemen identitas.

Dari tabel diketahui e merupakan elemen identitas. 3) Setiap elemennya mempunyai invers.

Dari tabel diketahui a dan b saling invers atau dengan kata lain a−1= b dan b−1= a

DEFINISI 2.1.6. Diberikan grup G dan himpunan tidak kosong H dengan H ⊆ G. Himpunan H dikatakan subgrup dari G jika merupakan grup terhadap operasi biner di G, dinotasikan H ≤ G

CONTOH 2.1.7. Diberikan grup (Z6, +) = {0, 1, 2, 3, 4, 5} dan H = {0, 2, 4}. Akan ditunjukan H merupakan subgrup dari Z6.

Karena telah diketahui operasi + bersifat asosiatif dan 0 merupakan elemen identitas maka cukup dibuktikan semua elemen di H mempunyai invers

(17)

2 + 4 = 4 + 2 = 0

TEOREMA2.1.8. Diberikan grup G dan himpunan tidak kosang H dengan H ⊆ G.

Himpunan H subgrup G jika hanya jika a, b ∈ H maka ab−1∈ H.

TEOREMA2.1.9. Diberikan grup G dan H1dan H2adalah subgrup G maka H1∩ H2 adalah subgrup juga.

Selanjutnya akan dibahas mengenai grup siklik.

DEFINISI 2.1.10. Diberikan grup G dan a ∈ G. Himpunan tak kosong H = {an|n ∈ Z} dikatakan subgrup siklik jika merupakan suatu subgrup di G, dinotasikan denga H =< a > dan elemen a disebut pembangun untuk H.

Definisi serupa juga diberikan untuk grup siklik.

DEFINISI2.1.11. Grup G disebut siklik jika G = {an|n ∈ Z} untuk suatu a ∈ G.

Selanjutnya jika suatu a ∈ G dan H =< a > subgrup siklik berhingga dari G maka yang disebut order dari a adalah |H| atau dengan kata lain order a = | < a > |.

CONTOH 2.1.12. Diberikan grup Z12 ambil 3 ∈ Z12 maka terbentuk subgrup siklik < 3 >=3, 32, 33, 34 = {3, 6, 9, 0} dengan order 3 = | < 3 > | = 4.

TEOREMA2.1.13. Setiap subgrup siklik adalah abelian.

DEFINISI2.1.14. Diberikan grup G ,H ≤ G dan sebarang a ∈ G. Himpunan aH = {ah|h ∈ H} disebut koset kiri H dalam G.

Jika aH = {ha|ha ∈ H} maka disebut koset kanan H dalam G tetapi jika berlaku aH= Ha koset kiri sama dengan koset kanan maka H dikatakan subgrup normal G.

(18)

DEFINISI 2.1.15. Diberikan H subgrup dari G banyaknya koset kiri H di dalam G disebut indeks dari H di dalam G, dinotasikan (G : H).

Dari definisi mengenai koset diperoleh teorema Lagrange.

TEOREMA 2.1.16. (Teorema Lagrange) Jika H subgrup dari grup berhingga G maka order H membagi order G.

CONTOH2.1.17. Diberikan grup (Z9, +) = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} dan subgrup H = {0, 3, 6} maka dengan mudah diketahui |H| membagi |Z9|.

Jika H subgrup normal maka berlaku teorema berikut.

TEOREMA 2.1.18. Subgrup H dari G adalah normal jika hanya jika gHg−1= H untuk setiap g∈ G.

Selanjutnya akan dibahas mengenai grup faktor atau disebut juga grup kuosen. DEFINISI 2.1.19. Diberikan grup G dan subgrup normal H dari G. Grup G/H = {aH|a ∈ G} disebut grup kuosen atau grup faktor. Dengan operasi biner didefiniskan sebagai berikut a, b ∈G/Hberlaku aH • bH = (ab) H.

Teorema selanjutnya akan membahas keterhubungan antara grup koesen dan grup hingga.

TEOREMA2.1.20. Jika grup G hingga dan H subgrup normal dari G maka |G/H| = |G|/|H|.

DEFINISI2.1.21. Suatu grup G dikatakan p-grup dengan p prima jika |G| = p dan

setiap a ∈ G berlaku ap= e dengan e elemen identitas di G.

CONTOH 2.1.22. Diberikan (Z5, +) = {0, 1, 2, 3, 4, } maka Z5 adalah 5- grup. Karena dengan mudah diketahui 05= 15= 25= 35= 45= 0.

(19)

DEFINISI 2.1.23. Diberikan grup G berhingga berorder pkmdengan p prima yang tidak membagi m dan suatu k ∈ N serta subgrup S. Subgrup S dikatakan subgrup sylow pjika |S| = pk.

CONTOH 2.1.24. Diberikan grup (Z20, +) dan subgrup H = {0, 5, 10, 15} maka diperoleh

|Z20| = 20 = 4 · 5 = 22· 5

dengan 4 = 22= |H|. Itu berarti H adalah subgrup sylow 2. 2.2. Homomorfisma

Selanjutnya akan dibahas pemetaan pada grup yang disebut homomorfisma serta beberapa sifat-sifatnya.

DEFINISI 2.2.1. Diberikan grup G dan G0. Pemetaan θ : G → G0 dikatakan homomorfisma jika untuk sebarang a, b ∈ G berlaku θ (ab) = θ (a)θ (b). Pemetaan homomorfisma θ dari G ke G0 disebut monomorfisma jika θ injektif. dan kalau θ bijektif disebut isomorfisma. Dua buah grup G dan G0dikatakan isomorfis jika terdapat pemetaan isomorfisma dari G ke G0dinotasikan G ∼= G0.

Berikut ini merupakan definisi khusus suatu pemetaan homomorfisma suatu grup G ke dirinya sendiri.

DEFINISI 2.2.2. Suatu homorfisma dikatakan endomorfisma jika memetakan grup

Gke dirinya sendiri dan endomorfisma dikatakan automorfisma jika bersifat bijektif.

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai kernel .

DEFINISI 2.2.3. Diberikan grup G dan grup G0 serta homomorfisma θ : G → G0.

(20)

TEOREMA2.2.4. Suatu pemetaan θ : G → G0adalah monomorfisma jika hanya jika ker(θ ) = {e}.

Teorema berikut ini merupakan teorema fundamental Homomorfisma grup.

TEOREMA2.2.5. Jika θ : G → G0merupakan homomorfisma dengan H = ker (θ ), maka θ (G) merupakan grup dan pemetaan µ :G/H → θ (G) dengan µ (gH) = µ (g) merupakan isomorfisma. Jika γ : G →G0/Hhomomorfisma grup

dengan γ (g) = gH maka θ (g) = µγ(g), ∀g ∈ G.

2.3. Gelanggang dan lapangan

Jika pada sub-bab sebelumnya dijelaskan mengenai Grup yaitu himpunan yang dilengkapi satu operasi biner, pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai gelangang dan lapangan yang keduanya sama-sama himpunan tetapi dilengkapi oleh dua operasi biner.

DEFINISI 2.3.1. Gelanggang (R, +, •) adalah himpunan yang dilengkapi oleh dua

operasi biner yaitu operasi penjumlahan “+” dan operasi perkalian “•” yang memenuhi 1)(R, +) merupakan grup komutatif.

2) operasi “•” bersifat asosiatif.

3) Berlaku sifat distributif kiri dan distributif kanan, yaitu untuk sebarang a, b, c ∈ R berlaku a • (b + c) = a • b + a • c dan (a + b) • c = a • c + b • c.

Untuk selanjutnya operasi perkalian pada gelanggang cukup ditulis ab yang berarti a• b.

TEOREMA 2.3.2. Jika R merupakan gelanggang, maka untuk sebarang a, b ∈ R berlaku

1) ae0= e0dengan e0identitas terhadap penjumlahan. 2) a(−b) = −a (b) = − (ab).

(21)

3)(−a) (−b) = ab.

DEFINISI 2.3.3. Gelanggang komutatif adalah gelanggang yang operasi perkaliannya bersifat komutatif . Gelanggang R yang memuat identitas perkalian e1 disebut gelanggang dengan unity dan elemen e1∈ R tersebut disebut unity.

Definisi berikut akan menjelaskan tentang terbentuknya gelanggang bagian dari suatu himpunan bagian tak kosong.

DEFINISI 2.3.4. Diberikan gelanggang R dan S himpunan bagian tak kosong dari

R. Himpunan S dikatakan gelanggang bagian dari R jika S merupakan gelanggang terhadap operasi-operasi biner yang sama pada R.

TEOREMA2.3.5. Diberikan gelanggang R dan S himpunan bagian tak kosong dari

R. Himpunan S dikatakangelanggang bagian dari R jika hanya jika 1) e0∈ S.

2) Untuk setiap a, b ∈ S berlaku a − b ∈ S. 3) Untuk setiap a, b ∈ S berlaku ab ∈ S.

TEOREMA 2.3.6. Diberikan gelanggang R dan S1 dan S2 gelanggang bagian dari R maka S1∩ S2juga merupakan gelanggang bagian.

Definisi selanjutnya akan menjelaskan terbentuknya lapangan dari gelanggang satuan.

DEFINISI2.3.7. Diberikan gelanggang R dengan unity e16= e0. Suatu elemen u ∈ R disebut unit jika terdapat v ∈ R dengan uv = e1. Gelanggang R disebut lapangan jika R gelanggang komutatif dengan semua elemen u 6= e0∈ R merupakan unit.

DEFINISI 2.3.8. Diberikan lapangan L dan K himpunan bagian tak kosong dari L.

Himpunan K disebut lapangan bagian dari L jika K merupakan lapangan terhadap operasi-operasi biner yang sama pada L.

(22)

Teorema berikut berkaitan dengan lapangan bagian .

TEOREMA 2.3.9. Diberikan lapangan L dan K himpunan bagian tak kosong dari

L. Himpunan K dikatakan lapangan bagian dari L jika hanya jika

1) Untuk setiap a, b ∈ K berlaku a − b ∈ K.

2) Untuk setiap a, b ∈ K berlaku ab−1∈ K, dengan b 6= e0.

TEOREMA 2.3.10. Diberikan lapangan L dan K1 dan K2 lapangan bagian dari L maka L1∩ L2juga merupakan lapangan bagian.

DEFINISI2.3.11. Diberikan gelanggang R. Jika ada a, b ∈ R dengan a dan b bukan e0sedemikian sehingga ab = e0maka a dan b disebut pembagi nol.

CONTOH 2.3.12. Diberikan Z6= {0, 1, 2, 3, 4, 5} maka 4 × 3 = 0, ini berarti 4 dan 3 adalah pembagi nol.

TEOREMA2.3.13. Jika p bilangan prima maka Zptidak mempunyai pembagi nol.

Definisi daerah integral termotivasi dari gelanggang komutatif.

DEFINISI 2.3.14. Gelanggang komutatif dengan elemen satuan e1 yang tidak mempunyai pembagi nol disebut daerah integral.

Teorema berikut menjelaskan keterkaitan antara daerah integral dan lapangan. TEOREMA2.3.15. Setiap lapangan merupakan daerah integral dan daerah integral yang berhingga merupakan lapangan.

Suatu gelanggang R yang memuat elemen a terhadap operasi penjumlahan dapat dinyatakan dengan bentuk a + a + a + . . . + a

| {z }

n

= na. Hal ini memotivasi definisi berikut. DEFINISI 2.3.16. Karakteristik dari gelanggang R adalah bilangan bulat positif

terkecil n sedemikian hingga na = e0, ∀a ∈ R. Gelanggang R dikatakan berkarakteristik nol jika tidak ada n yang memenuhi hal tersebut .

(23)

CONTOH 2.3.17. Diberikan gelanggang Z4maka Z4mempunyai karakteristik 4.

Teorema berikut berkaitan dengan karakteristik suatu lapangan..

TEOREMA2.3.18. Jika lapangan K berkarakteristik p, maka untuk setiap a, b ∈ K berlaku(a + b)p= ap+ bp

Pembentukan lapangan dari daerah integral akan dijelaskan dalam teorema berikut.

TEOREMA 2.3.19. Jika D daerah integral, maka dapat dibentuk suatu lapangan K yang memuat semua elemen berbentuk ab−1, ∀a, b ∈ R dengan b 6= e0 lapangan ini disebutlapangan kuosen dari daerah integral D

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai pembentukan homomorfisma dari pemetaan dua gelanggang berbeda

DEFINISI 2.3.20. Diberikan dua buah gelanggang R dan R0. Pemetaan ϕ : R → R0 disebut homomorfisma gelanggang jika ∀a, b ∈ R berlaku ϕ (a + b) = ϕ (a) + ϕ (b) dan ϕ (ab) = ϕ (a) ϕ (b). Pemetaan ϕ disebut monomorfisma gelanggang jika ϕ bersifat

injektif. Pemetaan ϕ disebut isomorfisma gelanggang jika pemetaan ϕ bersifat bijektif . Dua buah gelanngang R dan R0 dikatakan saling isomorfis atau R isomorfis dengan R0 dinotasikan R ∼= R0jika terdapat pemetaan isomorfisma dari R ke R0.

DEFINISI 2.3.21. Diberikan lapangan K dan homomorfisma ϕ : K → K. Automorfisma pada K adalah homomorfisma bijektif dari K ke K.

2.4. Polinomial

Polinomial merupakan bentuk khusus dari gelanggang. Akibatnya didalam polinomial berlaku operasi yang sama dengan gelanggang, yaitu operasi penjumlahan dan pergandaan. Hal ini akan dijelaskan dalam definisi berikut:

(24)

DEFINISI2.4.1. Diberikan gelanggang R. Polinomial f (x) ∈ R [x] adalah jumlahan tak-hingga yang berbentuk

i=0

aixi= a0+ aix+ . . . + anxn+ . . . dengan elemen ai∈ R disebut koefisien dari polinomial f dan x disebut indenterminit. Jika untuk sejumlah i≥ 0, dengan ai6= 0, nilai i terbesar disebut derajat polinomial f dinotasikan deg f (x). Polinomial f dikatakan berderajat tak hingga jika semua ai6= e0 atau semua ai= e0. Polinomial f dikatakan berderajat n jika polinomial f (x) = a0+ a1x+ . . . + anxn dan an6= e0. Polinomial f dikatakan polinomial monik jika an= e1dan an disebut leading koefisien.

Diberikan dua buah polinomial

f(x) = m

i=0 aixi, g (x) = n

i=0 bixi∈ R [x]

dengan m ≥ n maka penjumlahan dan perkalian dua buah polinomial tersebut didefinisikan sebagai berikut

f(x) + g (x) = m

i=0 (ai+ bi) xi dan f(x) g (x) = m+n

k=0 k

i=0 aibk−i ! xk.

Teorema berikut menjelaskan bahwa polinomial juga merupakan gelanggang. Akibatnya sifat-sifat yang dimiliki gelanggang juga dimiliki oleh polinomial.

TEOREMA 2.4.2. Jika R komutatif maka R [x] juga komutatif. Jika R mempunyai

elemen satuan e1 6= e0 maka R[x] juga mempunyai elemen satuan e1 6= e0 . Jika D merupakan daerah integral maka D[x] juga merupakan daerah integral. Sebaliknya, jika K lapangan maka K[x] bukan lapangan melainkan hanya sebagai daerah integral. Akibatnya berdasarkan Teorema 2.3.19 maka dapat dibentuk lapangan kuosen dari

(25)

daerah integral K[x] dengan K lapangan. Lapangan kuosen dari daerah integral K [x] dinotasikan K(x) yaitu himpunan dari semua elemen berbentuk f (x) g−1(x) dengan

f(x) , g (x) ∈ K (x) dan g (x) 6= e0.

Teorema berikut merupakan homomorfisma evaluasi.

TEOREMA2.4.3. Diberikan K lapangan bagian dari L dan polinomial f (x) ∈ K [x] ,

dengan f(x) = a0+ a1x+ . . . anxn serta suatu elemen α ∈ L. Didefinisikan pemetaan θα : K [x] → L sebagai berikut

θα(a0+ a1x+ . . . anxn) = a0+ a1α + . . . anαn

maka θα merupakan pemetaan homomorfisma yang disebut homomorfisma evaluasi. Hal ini berarti θα(x) = α dan θα(a) = a, ∀a ∈ K.

Akibat teorema 2.4.3 muncul definisi baru yaitu akar.

DEFINISI2.4.4. Diberikan K lapangan bagian dari L dan elemen α ∈ L. Diberikan pula polinomial f (x) ∈ K [x] dengan f (x) = a0+ a1x+ . . . anxn dan homomorfisma evaluasi θα : K [x] → L . Dinotasikan f (α) adalah

θα( f (x)) = a0+ a1α + . . . anαn. Jika f (α) = e0maka α disebut akar dari f (x).

CONTOH 2.4.5. Diberikan f (x) = x2− 9 ∈ Q (x) dan homomorfisma evalusi θ3: Q → R maka diperoleh

f(3) = θ3( f (x)) = 32− 9 = 0. Itu berarti 3 merupakan akar dari f (x)

(26)

TEOREMA 2.4.6. Diberikan polinomial f (x) , g (x) ∈ K [x] dengan f (x) , g (x) 6= e0 maka terdapat dengan tunggal polinomial q(x) , r (x) ∈ K [x] sedemikan hingga g (x) =

f(x) q (x) + r (x) dengan deg r (x) < deg f (x) atau deg r (x) = e0.

Selanjutnya akan dijelaskan pengertian polinomial redusibel dan polinomial iredusibel.

DEFINISI 2.4.7. Suatu polinomial f (x) ∈ K [x] dikatakan redusibel atas K, jika

polinomial f(x) dapat dinyatakan dalam bentuk f(x) = g (x) h (x) dengan g(x) , h (x) ∈ K [x] , deg g (x) < deg f (x) dan deg g (x) < deg f (x) tetapi jika f (x) tidak dapat dinyatakan dalam bentuk tersebut maka f (x) dikatakan iredusibel.

CONTOH 2.4.8. Diberikan x2− 1 ∈ Z [x] maka x2− 1 = (x + 1) (x − 1) ini berarti

x2− 1 redusibel atas Z tetapi x2+ 1 ∈ Z [x] adalah iredusibel atas Z.

2.5. Gelanggang faktor dan Ideal

Selanjutnya akan dibahas mengenai gelanggang faktor dan ideal yang merupakan analog dengan koset dan subgrup normal yang telah dibahas pada sub-bab 2.1.

DEFINISI 2.5.1. Diberikan N gelanggang bagian dari gelanggang R. Jika N memenuhi

aN⊆ N dan Nb⊆ N.

Untuk semua a, b ∈ R maka N dikatakan Ideal.

CONTOH 2.5.2. Diketahui nZ merupakan ideal di dalam gelanggang Z karena nZ

adalah gelanggang bagian dari Z dan berlaku s (nm) = (nm) s = n (ms) ∈ nZ untuk semua s ∈ Z.

(27)

DEFINISI 2.5.3. Diberikan gelanggang R dan ideal N dari R. Gelanggang R/N = {aN|a ∈ N} disebut gelanggang kuosen atau gelanggang faktor. Didefinisikan operasi penjumlahan dan perkalian padaR/Nsebagai berikut:

Untuk semua a, b ∈R/N berlaku

(a + N) + (b + N) = (a + b) + N dan

(a + N) (b + N) = (ab) + N

TEOREMA2.5.4. Jika R adalah gelanggang dengan unity dan N adalah ideal dari R yang memuat unit maka N= R.

AKIBAT2.5.5. Ideal dari suatu lapangan adalah dirinya sendiri atau {e0}.

Selanjutnya akan dibahas mengenai ideal maksimal dan ideal utama serta teorema-teorema yang terkait di dalamnya.

DEFINISI2.5.6. Diberikan gelanggang R dan M ideal dari R dengan M 6= R. Ideal M dikatakan ideal maksimal jika tidak terdapat ideal lain N di dalam R sedemikian hingga M⊂ N.

TEOREMA 2.5.7. Diberikan R ring komutatif dengan unity maka M adalah ideal

maksimal jika hanya jikaR/M adalah lapangan.

DEFINISI2.5.8. Jika R ring komutatif dengan unity dan a ∈ R, ideal {ra|r ∈ R} yang merupakan hasil perkalian elemen R dengan a dikatakan ideal utama yang dibangun oleh adan dinotasikan dengan < a >. Suatu ideal N dari R dikatakan ideal utama jika N=< a > untuk suatu a ∈ R.

(28)

CONTOH 2.5.9. Setiap ideal dari gelanggang Z mempunyai bentuk nZ yang

dibangun oleh n, jadi Setiap ideal dari gelanggang Z adalah utama.

Dua teorema selanjutnya menjelaskan sifat ideal dari polinomial F [x] atas lapangan F.

TEOREMA2.5.10. Jika F adalah lapangan maka setiap ideal di F [x] adalah utama.

TEOREMA 2.5.11. Suatu ideal < p (x) >6= {e0} dari F [x] adalah maksimal jika hanya jika p(x) iredusibel atas F.

2.6. Ruang Vektor

Pada Sub-bab ini akan dijelaskan mengenai ruang vektor. Ruang vektor merupakan suatu struktur aljabar dari suatu himpunan dan lapangan dengan dua operasi biner, yaitu penjumlahan + dan penggandaan skalar •. Pengertian ruang vektor termotivasi dari grup komutatif dan ring, hal ini akan dijelaskan dalam definisi berikut.

DEFINISI2.6.1. Diberikan himpunan V dan lapangan K. Himpunan V disebut ruang vektoratas lapangan K jika

a) (V, +) merupakan grup komutatif. b) ∀a, b ∈ K, ∀u, v ∈ V berlaku.

(1) au ∈ V .

(2) a (u + v) = au + av. (3) (a + b) u = au + bu. (4) (ab) u = a (bu).

(5) e1u= u ,dengan e1elemen unity di K .

DEFINISI 2.6.2. Diberikan ruang vektor V atas K dan himpunan bagian S dari V .

himpunan S dikatakan ruang bagian dari V jika S merupakan ruang vektor atas K terhadap operasi yang sama dengan V .

(29)

TEOREMA 2.6.3. Suatu himpunan bagian S dari ruang vektor V atas K adalah ruang bagian jika hanya jika tertutup terhadap operasi penjumlahan dan pergandaan

vektor dengan skalar yang didefinisikan ∀v, w ∈ S dan α ∈ F berlaku v + w ∈ S dan α v ∈ S.

Selanjutnya akan dijelaskan pengertian bebas linier dan tak bebas linear.

DEFINISI 2.6.4. Diberikan V ruang vektor atas F. Himpunan bagian tak kosong S= {v1, v2. . . vn} dari V dikatakan bebas linier jika terdapat persamaan

r1v1+ r2v2+ . . . + rnvn= e0

dengan ri∈ F berakibat ∀ri= 0. Jika tidak ada persamaan tersebut maka S dikatakan tak bebas linier.

DEFINISI 2.6.5. Suatu vektor β ∈ V atas K dikatakan kombinasi linier dari himpunan {v1, v2. . . vn} ⊆ V jika terdapat ri ∈ K, i = 1, 2, . . . n sedemikian hingga r1v1+ r2v2+ . . . + rnvn= β .

Akibat definisi 2.6.4 dan definisi 2.6.5 muncul definisi baru tentang basis .

DEFINISI 2.6.6. Diberikan ruang vektor V atas K dan himpunan

S= {v1, v2. . . vn}⊆ V . Himpunan S disebut basis dari V jika S bebas linier dan setiap elemen dari V merupakan kombinasi linier dari S.

CONTOH 2.6.7. Diberikan ruang vektor Rnatas R dan himpunan bagian

S= {(1, 0, . . . , 0) (0, 1, . . . , 0) . . . (0, 0, . . . 1)} ⊆ Rn maka S merupakan basis dari Rn.

(30)

(0, 0, . . . , 0) = a1(1, 0, . . . , 0) + a2(0, 1, . . . , 0) + . . . + an(0, 0, . . . 1) berakibat ∀ai= 0 ∈ R .

Selanjutnya akan dibuktikan setiap elemen Rn merupakan kombinasi linier dari S. Ambil sebarang (a1, a2, . . . an) ∈ Rnmaka jelas berlaku

(a1, a2, . . . an) = a1(1, 0, . . . , 0) + a2(0, 1, . . . , 0) + . . . + an(0, 0, . . . 1)

untuk ai∈ R. Jadi terbukti S adalah basis dari Rn. 

Selanjutnya akan dibahas mengenai dimensi yang masih berkaitan dengan basis. DEFINISI2.6.8. Diberikan ruang vektor V atas lapangan K. Dimensi ruang vektor V adalah banyaknya vektor dalam suatu basis untuk V . Jika suatu ruang vektor mempunyai vektor-vektor basis yang banyaknya berhingga maka ruang vektor tersebut dikatakan berdimensi berhingga tapi jika banyaknya vektor-vektor basis tak hingga maka ruang vektor tersebut dikatakan berdimensi tak hingga.

CONTOH2.6.9. Diberikan polinomial p (x) = a0+a1x+. . .+anxn∈ R [x] berderajat n. Diketahui p (x) mempunyai basis {1, x, . . . xn} maka p (x) berdimensi n + 1

(31)

BAB 3

Lapangan Perluasan dan Grup Galois

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai lapangan perluasan dan grup Galois. Bab ini akan membahas lapangan perluasan aljabar, lapangan tertutup secara aljabar dan grup galois. Selain itu, akan dibahas pula , bentuk khusus dari lapangan perluasan aljabar yaitu, lapangan perluasan spliting, normal, separabel dan galois.

3.1. Lapangan Perluasan

Pada Sub-bab ini akan dijelaskan bagaimana caranya memperluas suatu lapangan yang telah ada.

DEFINISI3.1.1. Suatu lapangan E disebut lapangan perluasan dari lapangan F jika

F adalah lapangan bagian dari E, dinotasikan E : F.

CONTOH 3.1.2. Himpunan bilangan real R adalah lapangan perluasan dari

himpunan bilangan rasional Q karena Q adalah lapangan bagian dari R, dan himpunan bilangan kompleks C adalah lapangan perluasan dari R dan Q karena R dan Q sama-sama lapangan bagian dari C.

Teorema berikutnya akan membahas keterkaitan lapangan perluasan dan ruang vektor.

TEOREMA3.1.3. Lapangan perluasan L : K merupakan ruang vektor L atas K.

BUKTI. Karena L adalah lapangan maka L tertutup terhadap operasi penjumlahan

dan pergandaan. Akan dibuktikan bahwa L tertutup terhadap operasi pergandaan skalar. Ambil sebarang l ∈ L dan k ∈ K oleh karena K lapangan bagian dari L dan L tertutup

(32)

terhadap operasi penggadaan maka lk ∈ L . Jadi terbukti bahwa L merupakan ruang

vektor atas K. 

DEFINISI3.1.4. Diberikan lapangan perluasan L : K . Derajat perluasan L : K adalah dimensi dari ruang vektor L atas K, dinotasikan [L : K]. Lapangan perluasan L : K dengan derajat berhingga disebut lapangan perluasan berhingga.

Jadi suatu lapangan perluasan L : K dikatakan berhingga jika mempunyai derajat yang berhingga atau bisa juga disebut L berhingga atas K, bukan berarti L mempunyai anggota yang berhingga banyaknya.

CONTOH 3.1.5. Di berikan lapangan perluasan P : K dan suatu α ∈ P. Elemen-elemen di P mempunyai bentuk a + bα dengan a, b ∈ K maka [P : K] = 2. Karena salah satu basis P adalah {e1, α}

TEOREMA 3.1.6. Diberikan lapangan perluasan L : K. Derajat [L : K] = 1 jika

hanya jika L= K.

BUKTI. ⇒ Diketahui [L : K] = 1, akan dibuktikan L ⊆ K. Oleh karena [L : K] = 1, maka L ruang vektor atas K berdimensi 1. Berati ada basis L yang hanya terdiri dari satu elemen, misalkan saja basisnya adalah {e1} . Oleh karena {e1} basis dari L, maka {e1} membangun L sehingga untuk setiap y ∈ L berlaku y = ke1 dengan k ∈ K. Disisi lain y = ye1, ini berarti y = k ∈ K maka dapat disimpulkan L = K.

⇐ Diketahui L = K maka untuk sebarang x ∈ L berakibat x ∈ K sehingga dapat ditulis x |{z} ∈L = e1 x |{z} ∈K

dengan e1∈ L. Hal ini berarti hanya {e1} yang merupakan basis

dari L dengan kata lain [L : K]. 

Jika ada lapangan-lapangan L, K dan M dengan K ⊆ L ⊆ M itu berarti M : L, L : K dan M : K. Teorema selanjutnya akan menjelaskan hubungan [M : L] , [L : K] dan [M : K].

(33)

TEOREMA 3.1.7. Diberikan lapangan-lapangan L, K, M. Jika lapangan L merupakan perluasan dari K dan lapangan M merupakan perluasan dari L maka

[M : L] [L : K] = [M : K] .

BUKTI. Dimisalkan {αi|i = 1, · · · , n} basis M sebagai ruang vektor atas L dan ambil {βj| j = 1, · · · , m} basis L sebagai ruang vektor atas K ini berarti [M : L] = n dan [L : K] = m. Akan ditunjukan bahwa {αiβj|i = 1, · · · .n; j = 1, · · · m} adalah basis dari M atas K yaitu bebas linear dan membangun.

Akan dibuktikan {αiβj|i = 1, · · · .n; j = 1, · · · m} bebas linear dari M atas K. Ambil sebarang λi j ∈ K dengan i = 1, · · · , n dan j = 1, · · · , m yang memenuhi

n

i=1 m

j=1 λi jαiβj ! = e0.

Karena di dalam ruang vektor berlaku hukum asosiatif dan komutatif maka diperoleh n

i=1 m

j=1 (λi jαi)βj= n

i=1 m

j=1 λi j(αiβj) = n

i=1 m

j=1 λi j(βjαi) = n

i=1 m

j=1 (λi jβj)αi= e0.

Oleh karena αiadalah basis dari M atas L maka

m

j=1

λi jβj= e0.

Oleh karena βj basis L atas K maka λi j = e0untuk i = 1, · · · , n dan j = 1, · · · , m. Jadi terbukti {αiβj|i = 1, · · · .n; j = 1, · · · m} bebas linier.

Selanjutnya akan dibuktikan {αiβj|i = 1, · · · .n; j = 1, · · · m} membangun M. Ambil sebarang z ∈ M maka z dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari M atas L sehingga

(34)

z= n

i=1 λiαi.

Untuk λi∈ L. Oleh karena λijuga merupakan kombinasi linier basis L atas K yaitu

λi= m

j=1 µi jβj.

Untuk µi j∈ K akibatnya diperoleh

z= n

i=1 m

j=1 µi jβj ! αi= n

i=1 m

j=1 µi j(βjαi).

Jadi terbukti z dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari M atas K. Telah ditunjukan {αiβj|i = 1, · · · .n; j = 1, · · · m} adalah bebas linear dan membangun M itu berarti {αiβj|i = 1, · · · .n; j = 1, · · · m} merupakan basis M atas K sehinnga

[M : K] = nm = [M : L][L : k].

 Selanjutnya akan dibahas mengenai monomorfisma antara dua lapangan perluasan.

DEFINISI3.1.8. Diberikan lapangan perluasan F : K dan L : K serta monomorfisma φ dari L ke F

φ : L → F

dengan φ (a) = a untuk semua a ∈ K . Monomorfisma yang seperti itu dinotasikan MonoK(L : F). Jika MonoK(L : F). bersifat bijektif maka dinotasikan IsoK(L : F).

Selanjutnya akan dibahas bentuk khusus dari MonoK(L : F).

(35)

Selanjutnya akan dibahas gelanggang bagian yang dibangun oleh suatu himpunan bagian. Telah diketahui bahwa suatu irisan gelanggang dengan gelanggang lainnya adalah gelanggang juga. Diberikan E : F dan S adalah himpunan bagian dari E. Irisan dari semua gelanggang bagian dari E yang memuat F dan S adalah gelangang bagian terkecil yang memuat F dan S. Irisan tersebut dikatakan gelanggang bagian yang dibangun oleh F dan S dinotasikan F [S]. Jika S = {α1, α2. . . αn} maka ditulis F[α1, α2. . . αn].

LEMMA3.1.10. Diberikan E : F, dan S himpunan bagian dari E, maka gelanggang F[S] memuat elemen E yang bisa diekspresikan sebagai bentuk penjumlahan

n

i=0

aiαii ai∈ F, αi∈ S

BUKTI. Diberikan himpunan R = ( n

i=0 aiαii|ai∈ F, αi∈ S ) akan dibuktikan R adalah gelanggang bagian dari E yang memuat F dan S.

Ambil sebarang m

i=0 aiαii, n

i=0 biαii∈ R dengan m ≥ n 1) Akan dibuktikan R subgrup (E, +)

m

i=0 aiαii− n

i=0 biαii m

i=0 (ai− bi) | {z } ∈F αii∈ R.

2) Akan dibuktikan R tertutup terhadap operasi perkalian

m

i=0 aiαii n

i=0 biαii m+n

k=0 k

i=0 aibk−i ! αk∈ R.

(36)

Dari 1) dan 2) terbukti R adalah gelanggang bagian dari E yang memuat F dan S

dan , ini berarti R = F [S]. 

Telah diketahui pula bahwa irisan lapangan dengan lapangan lainnya adalah lapangan. Diberikan E : F dan S adalah himpunan bagian dari E. Irisan dari semua lapangan bagian dari E yang memuat F dan S adalah lapangan bagian terkecil yang memuat F dan S. Irisan tersebut dikatakan lapangan bagian yang dibangun oleh F dan S dinotasikan F (S) yang merupakan lapangan kuosen dari F [S] atau dengan kata lain F(S) =ab−1|a, b ∈ F[S], b 6= e0 .

DEFINISI3.1.11. Lapangan perluasan E dari lapangan K dikatakan dibangun secara

berhinggajika E = K(s1. . . sn) untuk suatu s1. . . sn ∈ S.dan dikatakan sederhana jika E= K(s) untuk suatu s ∈ S.

CONTOH 3.1.12. Diketahui bahwa Q(i) adalah lapangan perluasan sederhana

karena hanya dibangun oleh satu elemen i dan Q(√2,√3) adalah lapangan perluasan yang dibangun secara berhingga.

Teorema selanjutnya akan dibahas bagaimana mengkontruksikan lapangan perluasan sederhana. .

TEOREMA 3.1.13. Diberikan lapangan K dan E = K[x]/q(x) dengan q(x) ∈ K[x] adalah polinomial monik iredusibel berderajat n dengan q(α) = e0untuk suatu α ∈ E maka berlaku

1) E adalah lapangan perluasan sederhana dengan E= K [α] = K (α). 2) E mempunyai basis e1, α, α2. . . αn−1 dengan n= deg q dan [E : K] = n.

BUKTI. 1) Karena q(x) polinomial monik iredusibel maka q(x) adalah ideal maksimal dari K[x]. Itu berarti E = K[x]/q(x) adalah lapangan sehingga terdapat pemetaan homomorphisma ϕ : K → E yang memetakan x ∈ K ke x + q(x) ∈ E. Itu berarti E mempunyai bentuk {x + q(x))|∀x ∈ K}.

(37)

Jika didefinisikan α = x + q(x) berdasarkan homomorphisma evaluasi ϕαK[x] → E yang memetakan indeterminate x ke α dan koefisien x ∈ K ke dirinya sendiri , maka untuk sebarang f (x) ∈ F[x] berlaku ϕαf(x) = f (α) , dengan kata lain setiap elemen di E mempunyai bentuk f (α) untuk suatu f (x) ∈ F[X ]. Itu berarti E = K[α] karena E adalah lapangan maka bisa disimpulkan E = K[α] = K(α).

2) Ambil deg q = n maka menurut algoritma pembagian untuk setiap f (x) ∈ F[x] diperoleh f (x) = q(x)b(x) + r(x) dengan deq r < deg q karena q(α) = e0maka diperoleh f(α) = r (α) ∈ E. Itu berarti setiap elemen di E mempunyai bentuk r(α) = r0+ r1α + . . . + rn−1 untuk suatu r0, r1. . . , rn−1 ∈ K maka e0, α, α2, . . . , αn−1 adalah basis dari E

atas K dengan kata lain [E : K] = n. 

Teorema 3.1.13 menunjukan bahwa setiap polinomial iredusibel q (x) atas K mempunyai akar α pada suatu lapangan perluasan dari K dengan lapangan perlusan tersebut dikontruksikan dengan menggabung α ke K.

Polinomial iredusibel q (x) pada Teorema 3.1.13 dinotasikan IrrK(a) yang berarti berkoefisien di K dan mempunyai akar a dengan a merupakan suatu elemen pada lapangan perluasan dari K .

CONTOH 3.1.14. Ambil R dan diketahui IrrR(i) = x2+ 1 dengan i =

−1 maka menurut Teorema 3.1.13 diperoleh C = R [X] /IrrR(i) = R (i).

Contoh 3.1.14 menunjukan bagaimana himpunan bilangan kompleks C dibangun dengan menggunakan Teorema 3.1.13. Selanjutnya akan dicontohkan bagaimana mengkontruksi lapangan perluasan yang dibangun secara berhingga.

CONTOH 3.1.15. Akan dikontruksikan Q

√ 2,√3 : Q. Pertama-tama akan dikontruksikan Q√2  : Q, diketahui IrrQ √ 2 

= x2− 2 maka berdasarkan Teorema 3.1.2.13 diperoleh hQ√2: Qi = 2. Oleh karena itu elemen-elemen di dalam Q

√ 2



(38)

T = Q√2 

akan dikontruksikan T √3 . Diketahui IrrT √

3 = x2− 2 maka berdasarkan Teorema 3.1.2.13 diperoleh T√3 : T = 2. Oleh karena itu elemen-elemen di dalam T √3 mempunyai bentuk x + y√3 dengan x, y ∈ T . Padahal diketahui elemen di T mempunyai bentuk a + b√2, itu berarti x= a0+ b0 √ 2, y = a1+ b1 √ 2 ∈ T dengan a0, a1, b0, b1∈ Q. Diperoleh x+ y√3  a0+ b0 √ 2  +a1+ b1 √ 2 √ 3 a0+ b0 √ 2 + a1 √ 3 + b1 √ 6 ∈ T√2 

Jadi elemen-elemen di T√2 = Q√2,√3 mempunyai bentuk a+ b√2 + c√3 + d√6 dengan a, b, c, d ∈ Q.

3.2. Lapangan perluasan aljabar dan transedental

Selanjutnya akan dibahas mengenai lapangan perluasan aljabar dan transedental. Diberikan lapangan perluasan L atas K. Suatu elemen α di dalam L perluasan dikatakan aljabar atas K jika terdapat polinomial tidak nol f (x) ∈ K [x] dengan f (α) = e0. Jika tidak ada polinomial tersebut maka α dikatakan transedental atas K.

CONTOH3.2.1. Setiap bilangan kompleks merupakan aljabar atas R;

2 dan√5 ∈ R merupakan aljabar atas Q dan e serta π adalah transedental atas Q.

DEFINISI 3.2.2. Suatu lapangan perluasan E atas lapangan K disebut perluasan aljabarjika semua elemen E aljabar atas K . Jika lapangan perluasan E atas K terdapat elemen transedental maka E disebut perluasan transedental dan jika semua elemen di E transedental atas K maka E disebut lapangan perluasan transedental total.

(39)

CONTOH 3.2.3. C adalah perluasan aljabar atas R dan R adalah lapangan

transedental atas Q serta Q (π) merupakan lapangan transedental total atas Q.

LEMMA 3.2.4. Diberikan lapangan perluasan sederhana K (α) : K. Jika α transedental atas K maka[K (α) : K] tak hingga.

BUKTI. Andai [K (α) : K] = n berhingga, K (α) berdimensi n atas K. Ini berarti

terdapat c0, c1. . . cn∈ K yang tidak semuanya nol berlaku

c0+ c1α + . . . + cnαn= e0

padahal diketahui α transedental, kontradiksi. Jadi haruslah [K (α) : K] tak hingga.  Selanjutnya akan dibahas keterhubungan antara lapangan perluasan berhingga dengan lapangan perluasan aljabar

TEOREMA3.2.5. Setiap lapangan perluasan berhingga adalah perluasan aljabar.

BUKTI. Ambil L lapangan perluasan berhingga atas K dengan [L : K] = n. Jika terdapat α ∈ L elemen transedental atas L maka dapat dibentuk K (α) lapangan perluasan sederhana atas K dengan K (α) ⊆ L menurut Lemma 3.2.4 diperoleh [K (α) : K] = ∞. Berdasarkan Teorema 3.1.7 maka

[L : K] = [L : K (α)] [K (α) : K]

n= [L : K (α)] ∞.

Jelas hal tersebut adalah mustahil, maka haruslah semua elemen L aljabar atas K. 

(40)

Teorema 3.2.5 menunjukan bahwa C merupakan lapangan perluasan aljabar atas R karena [C : R] = 2.

3.3. Lapangan tertutup secara aljabar

DEFINISI 3.3.1. Suatu lapangan K dikatakan tertutup secara aljabar jika semua

polinomial non-konstan di K [x] mempunyai akar di K.

TEOREMA3.3.2. Untuk suatu lapangan K maka kondisi di bawah ini equivalent

1) Lapangan K tertutup secara aljabar.

2) Setiap polinomial iredusibel di K[x] mempunyai derajat 1. 3) Satu-satunya perluasan aljabar di K adalah K itu sendiri.

BUKTI. 1) ⇒ 2). Jika q (x) ∈ K [x] adalah iredusibel dan mempunyai akar r di K

maka x − r membagi q (x) ini berarti q (x) merupakan hasil perkalian konstanta dari x − r dan mempunyai derajat 1.

2)⇒ 3) Jika α adalah elemen aljabar atas K maka q (x) = IrrK(α) iredusibel dan monic yang berderajat 1 maka q (x) = x − r untuk suatu r ∈ K dan q (α) = e0. Berdasarkan teorema 3.1.13 diperoleh E = K [x] / < q (x) >, [E : K] = 1 .Berdasarkan teorema 3.1.6 diperoleh E = K.

3)⇒ 2) Berdasarkan teorema 3.1.13, jika E = K [x] / < q (x) >= K maka deg q = [E : K] = 1.

2)⇒ 1) Karena setiap polinomial non konstan adalah hasil perkalian dari polinomial

iredusibel. 

DEFINISI 3.3.3. Lapangan perluasan K¯ : K dikatakan aljabar closure jika merupakan aljabar atas K dan tertutup secara aljabar.

Generalisasi teorema fundamental aljabar yang dibahas di bab 4 akan menunjukan bahwa lapangan tertutup secara aljabar itu eksis.

(41)

3.4. Lapangan Spliting dan Lapangan Normal

Pada sub-bab ini akan dibahas bentuk khusus dari lapangan perluasan aljabar.

DEFINISI3.4.1. Diberikan lapangan L dan polinomial f (x) ∈ L [x]. Polinomial f (x) dikatakan split atas L jika dapat diekspresikan ke dalam bentuk faktor-faktor linier, yaitu

f(x) = k1(x − α1) (x − α2) . . . (x − αn)

dengan α1, α2. . . αn∈ L merupakan akar dari f (x) dan k1koefisien di dalam L.

DEFINISI 3.4.2. Diberikan lapangan-lapangan L, K dan f (x) ∈ K [x]. Lapangan L

dikatakan lapangan spliting untuk f (x) atas K, jika 1) L : K lapangan perluasan dan f (x) split atas L.

2) L merupakan lapangan perluasan terkecil yang memuat akar-akar dari f (x), sedemikan-hingga L = K (α1, α2. . . αn).

CONTOH 3.4.3. Lapangan Q



i√2adalah lapangan spliting untuk x2+ 2 ∈ Q [x]. Dari pengertian lapangan spliting maka terbentuk lapangan normal.

DEFINISI 3.4.4. Diberikan lapangan perluasan aljabar L : K. Lapangan perluasan L: K dikatakan normal jika setiap f (x) ∈ K [x] yang iredusibel merupakan split atas L dan mempunyai paling sedikit satu akar di L.

TEOREMA 3.4.5. (Grillet, 2000, hal 206) Jika L normal atas K dan K ⊆ E ⊆ L maka L normal atas E.

3.5. Perluasan Separabel dan Primitif elemen

Perluasan Separabel merupakan pengembangan dari lapangan Spliting . Sudah diketahui bahwa di dalam lapangan perluasan Spliting L : K, maka terdapat f(x) ∈ K (x) yang split atas L. Akibatnya f(x)dapat difaktorkan menjadi

(42)

f(x) = k1(x − α1) (x − α2) . . . (x − αn) dengan α1, α2. . . αn ∈ L merupakan akar-akar dari f (x) . Hal ini memotivasi pembatasan lapangan perluasan, dengan akar-akar dari f(x) semuanya berbeda. Pembatasan lapangan perluasan ini mengarah pada pembentukan perluasan separabel.

DEFINISI3.5.1. Diberikan sebarang lapangan K dan sebarang f (x) ∈ K [x] dengan

u∈ K sebagai akarnya maka f (x) dapat difaktorkan menjadi f (x) = (x − u) g (x) untuk suatu g (x) ∈ K [x] . Jika g (u) = e0 maka u dikatakan multiple atau akar berulang dari

f(x). Jika g (u) 6= e0maka u dikatakan akar sederhana dari f (x).

DEFINISI 3.5.2. Diberikan lapangan perluasan L : K. Suatu polinomial iredusibel f(x) ∈ K [x] dikatakan separabel atas K, jika setiap akar f (x) di dalam L merupakan akar sederhana.

CONTOH 3.5.3. Diberikan polinomial iredusibel p (x) = x2+ 1 ∈ R [x] maka p (x)

separabel atas R karena p (x)mempunyai akar i dan −i di dalam C.

DEFINISI 3.5.4. Diberikan lapangan perluasan L : K. Suatu elemen aljabar u ∈ K dikatakan separabel jika irrK(u) ∈ K [x] adalah separabel.

DEFINISI 3.5.5. Suatu lapangan perluasan aljabar dikatakan perluasan separabel jika semua elemen di L separabel atas K.

DEFINISI 3.5.6. Derajat separabel [L : K]s dari lapangan perluasan aljabar L : K adalah banyaknya MonoK(L, ¯K).

TEOREMA3.5.7. (Baker, 2008, hal 44) Diberikan Lapangan perluasan berhingga

L: K. Lapangan perluasan L : K separabel jika hanya jika [L : K] = [L : K]s.

TEOREMA 3.5.8. (Baker, 2008, hal 45) Diberikan lapangan perluasan berhingga

L: K dan M : L. Lapangan perluasan M : K separabel jika hanya jika L : K dan M : L separabel.

(43)

Selanjutnya akan dibahas mengenai elemen Primitif.

DEFINISI3.5.9. Diberikan lapangan perluasan sederhana L : K. Suatu elemen u ∈ L dikatakan elemen primitif jika L = K (u).

TEOREMA 3.5.10. (Teorema Elemen Primitif) Diberikan lapangan perluasan aljabar yang separabel L: K maka L = K (u) , untuk suatu u ∈ L.

BUKTI. Akan dibuktikan melalui dua kasus L berhingga dan L tak berhingga.

Jika L berhingga maka K juga berhingga. Itu berarti L merupakan grup siklik terhadap operasi perkalian yang dibangun oleh suatu elemen tunggal u ∈ L dengan L= K (u).

Untuk K tak berhingga, cukup dibuktikan K (u) = K (α1, α2) maka dengan menggunaka metode induksi akan berlaku

K(u) = K (α, β ) = K (α, β , δ ) = K (α, β , δ , ε)

Diberikan L = K (α, β ) dan f (x) = IrrK(α) , g (x) = IrrK(β ) ∈ K [x] dengan r = deg IrrK(α) , s = deg IrrK(β ). Jika {α1, α2, . . . αi} ⊆ L dan



β1, β2, . . . βj ⊆ L adalah himpunan akar-akar berbeda dari polinomial IrrK(α) = f (x) dan IrrK(β ) = g (x) maka persamaan

αi+ xβj= α1+ xβ1 mempunyai tepat satu solusi x =αi−α1

βi−β1. Jika diambil suatu c ∈ K dengan c 6=

αi−α1

βi−β1

maka

αi+ cβ 6= α1+ cβ1.

Jika u = α + cβ ∈ L diperoleh f (u − cx) = e0berkoefisein di K (u) atau dengan kata lain f (u − cx) ∈ K (u) [x], maka diperoleh:

(44)

g(β ) = f (u − cβ ) = f (α) = e0. Berakibat

x− β |g (x) , x− β | f (u − cx)

ini menunjukan x − β , g (x) berkoefisein di K (u), yang berakibat β , α = u − cb ∈ K(u). Dengan ini telah ditunjukan K (α, β ) = K (u) = L .  Dengan teorema 1.17 diketahui C merupakan perluasan separabel dari R karena C = R (i)

3.6. Grup Galois

Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai Lapangan perluasan Galois dan grup Galois. Kemudian dari grup Galois dapat dibangun Lapangan tetap, serta keterkaitan lapangan perluasan Galois, Grup Galois dengan Lapangan Tetap.

DEFINISI 3.6.1. Lapangan perluasan berhingga L : K dikatakan perluasan Galois atau L galois atas K jika normal dan separabel.

DEFINISI 3.6.2. Diberikan Lapangan perluasan Galois L : K. Grup Galois dari L

atas K adalah himpunan semua AutK(L) terhadap operasi komposisi yang dinotasikan dengan

Gal(L : K) = {AutK(L)} = {δ ∈ AutK(L) |δ (x) , ∀x ∈ K}

Selanjutnya akan dibahas keterhubungan antara Lapangan perluasan Galois dengan Grup Galois

(45)

|Gal (L : K) | = [L : K] .

DEFINISI3.6.4. Diberikan lapangan perluasan Galois E : K dan u, v ∈ E. Elemen u dikatakan konjugate dari v jika terdapat ϕ ∈ Gal (E : K) sedemikian hingga u = ϕ (v).

Jika E : K adalah lapangan perluasan Galois dan Γ ⊆ Gal (E : K) maka dapat dibentuk himpunan bagian dari E yang didefinisikan sebagai berikut

= {u ∈ E : ∀γ ∈ Γ, γ (u) = u} .

LEMMA 3.6.5. Diberikan lapangan perluasan Galois E : K dan Γ ⊆ Gal (E : K) makaEΓ⊆ E merupakan lapangan bagian dari E yang memuat K.

BUKTI. Untuk sebarang u, v ∈ EΓdan γ ∈ Γ berlaku

γ (u + v) = γ (u) + γ (v) = u + v, γ (uv) = γ (u) γ (v) = uv

jika u 6= e0maka γ u−1 = γ (u)−1= u−1

dan untuk sebarang t ∈ K maka γ (t) = t, ini membuktikan K ⊆ EΓ  Berdasarkan teorema 1.7 dan 1.15 maka diketahui E : EΓ adalah perluasan Galois, diperoleh |Gal E : EΓ | = E : EΓ.

DEFINISI3.6.6. EΓdikatakan lapangan tetap

Selanjutnya didapat teorema sebegai berikut:

TEOREMA3.6.7. (Baker, 2008, hal 52) Diberikan lapangan perluasan Galois E : K , lapangan tetap EΓdan Γ ⊆ Gal E : EΓ maka diperoleh

1)|G E : EΓ | = E : EΓ = |Γ|. 2)EΓ: K = |Gal(E:K)

(46)

BAB 4

Lapangan Terurut dan Generelalisasi Teorema Fundamental

Aljabar

Pada bab ini akan dibahas bagaimana relasi urutan mempengaruhi suatu lapangan. Serta bagaimana himpunan bilangan real R dilihat secara abstrak serta pembuktian secara aljabar bahwa C adalah lapangan tertutup secara aljabar.

4.1. Relasi urutan

Sebelum di bahas mengenai lapangan terurut akan dibahas mengenai pengertian terurut pada himpunan

DEFINISI 4.1.1. Diberikan himpunan tak kosong X , relasi biner ≤ pada X disebut relasi urutan parsialjika memenuhi

1) Refleksif (∀x ∈ X ) x ≤ x.

2) Antisimetri (∀x, y ∈ X ) x ≤ y dan y ≤ x maka x = y. 3) Transitif (∀x, y, z ∈ X ) x ≤ y dan y ≤ z maka x ≤ z.

Jika berlaku a ≤ b dan a 6= b umumnya dinotasikan a < b. Dua buah elemen a dan b di X dikatakan dapat dibandingkan jika berlaku a ≤ b atau b ≤ a. Di dalam relasi urutan parsial b ≥ a berarti a ≤ b begitu juga dengan b > a yang berarti a < b. Suatu himpunan tak kosong X yang dilengkapi dengan relasi urutan parsial disebut poset (partial order set/himpunan terurut parsial)dinotasikan (X , ≤). Yang perlu ditegaskan di dalam himpunan terurut parsial (X , ≤) semua elemennya terurut tetapi tidak semua pasang elemen dapat dibandingkan. Jadi jika diambil sebarang a dan b di (X , ≤) maka belum tentu a dan b dapat dibandingkan. Itulah kenapa dikatakan terurut parsial tetapi

(47)

jika sebarang a dan b di (X , ≤) dapat dibandingkan maka relasi ≤ dikatakan relasi urutan total. Himpunan yang dilengkapi relasi urutan total disebut rantai (chain). Jika (S, ≤) adalah suatu rantai maka berlaku sifat trikotonomy yaitu untuk sebarang a, b ∈ (S, ≤) hanya berlaku salah satu

a< b, atau a = b, atau b < a

CONTOH4.1.2. Diberikan grup G dan S adalah himpunan semua grup bagian di G. Untuk H, K ∈ S ( Ini berarti H dan K adalah grup bagian dari G) didefinisikan H ≤ K jika H himpunan bagian dari K atau dengan kata lain H ⊆ K. Ini berarti merupakan relasi urutan parisal yang disebut urutan berdasarkan pemuatan dan S merupakan poset karena untuk sebarang grup bagian M dan N di G belum tentu berlaku M ⊆ N ataupun N⊆ M dengan kata lain belum tentu dapat dibandingkan

CONTOH 4.1.3. Diberikan himpunan N dan didefinisikan relasi urutan ≤ jika

(∀a, b ∈ N) (a ≤ b) maka a|b. Ini berarti (N, ≤) merupakan poset karena tidak semua pasangan di (N, ≤) dapat dibandingkan.

Suatu elemen m dari poset (S, ≤) dikatakan elemen maksimal jika tidak ada s∈ (S, ≤) dengan m < s. atau dengan kata lain m elemen maksimal dari poset (S, ≤) jika berlaku m ≤ s maka m = s untuk sebarang s ∈ S. Yang perlu diperhatikan elemen maksimal bukanlah elemen “terbesar” di dalam suatu poset tetapi suatu elemen dikatakan maksimal jika tidak ada elemen lain yang lebih “besar” dari dirinya .

Suatu elemen n dari poset (S, ≤) dikatakan elemen maksimum jika untuk semua s∈ (S, ≤) berlaku s < n. Jadi elemen maksimum merupakan elemen “terbesar” di dalam poset.

Elemen minimal dam minimum didefinisikan serupa. Elemen minimal merupakan lawan dari elemen maksimal sedangkan elemen minimum merupakan lawan dari elemen maksimum.

(48)

CONTOH4.1.4. Diberikan himpunan P = N \ {1} = {2, 3, 4, 5 . . .} dan didefinisikan

relasi urutan ≤ jika (∀a, b ∈ P) (a ≤ b) maka b|a yang disebut pengurutan berdasarkan pembagian terbalik (reverse divisibility). Ini berarti semua bilangan prima pada poset (P, ≤) merupakan elemen maksimal karena satu-satunya faktor bilangan prima pada poset (P, ≤) adalah dirinya sendiri.

Berdasarkan Contoh 4.1.4 elemen maksimal tidaklah tunggal tergantung dari relasi urutannya, Secara umum suatu poset belum tentu mempunyai elemen maksimal terlebih bagi poset-poset yang mempunyai banyak elemen tak hingga contohnya poset (N, ≤) pada Contoh 4.1.3 tidak mempunyai elemen maksimal.

DEFINISI 4.1.5. Diberikan S himpunan bagian dari poset (X , ≤), u ∈ X dikatakan

batas atas terkecil (bat)dari S jika memenuhi kondisi sebagai berikut 1) s ≤ u untuk semua s ∈ S.

2) jika s ≤ v maka u ≤ v untuk suatu v ∈ X .

Kasus khusus jika S himpunan bagian dari R dan u ∈ R adalah bat dari S maka berlaku lemma sebagai berikut

LEMMA 4.1.6. Diberikan S himpunan bagian tak kosong dari R, u∈ R dikatakan

bat dari S jika hanya jika untuk semua ε > 0 terdapat s ∈ S dengan u − ε < s. Selanjutnya akan dibahas mengenai Lemma Zorn.

LEMMA 4.1.7. (Lemma Zorn) Jika (S, ≤) adalah suatu poset dan setiap rantai di dalamnya mempunyai batas atas terkecil, maka (S, ≤) mempunyai paling tidak satu elemen maksimal.

Lemma Zorn menyatakan bagaimana suatu poset mempunyai elemen maksimal. Jika rantai-rantai di dalam suatu poset mempunyai batas atas terkecil maka berdasarkan Lemma Zorn, poset tersebut mempunyai elemen maksimal. Lemma Zorn

(49)

sangat berguna untuk membuktikan keberadan struktur maksimal atau terbesar dari suatu himpunan.

4.2. Lapangan Terurut

Lapangan terurut adalah suatu lapangan yang dilengkapi oleh relasi urutan total. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Artin pada tahun 1926.

DEFINISI 4.2.1. lapangan F disebut lapangan terurut jika F dilengkapi dengan

relasi urutan total yang memenuhi

1) (∀x, y, z ∈ F) x ≤ y maka x + z≤y + z. 2) (∀x, y, z ∈ F) e0≤ z,dan x ≤ y maka zx ≤ zy.

Dari definisi di atas diperoleh sifat sebagai berikut.

LEMMA4.2.2. Diberikan F terurut maka untuk setiap x, y, z ∈ F berlaku: (1). e0< e1.

(2). e0< x jika hanya jika −x < e0. (3). F mempunyai karateristik0.

(4). Jika z≤ e0dan x≤ y maka zy ≤ zx. (5). Untuk semua x∈ F maka berlaku e0≤ x2.

(6). Jika e0< x dan y < e0maka e0< x−1dan y−1< e0. (7). Jika e0< x < y maka e0< y−1< x−1 .

BUKTI. (1) Andaikan

e1< e0.

Ambil sebarang b ∈ F, e0< b menurut Definisi 4.2 1) diperoleh

(50)

b< e0

menurut sifat trikotonomy hal terbut mustahil, maka haruslah e0< b. (2) ⇒Diketahui e0< x dan −x invers x terhadap penjumlahan. Akan dibuktikan −x < 0

e0< x

e0+ (−x) < x + (−x)

−x < 0.

Sebaliknya diketahui −x < e0akan dibuktikan e0< x

−x < e0

−x + x < e0+ x

e0< x.

(3) Andai F tidak berkarakteristik 0 atau dengan kata lain berkarakteristik n untuk suatu n ∈ N. Ambil e1∈ F diperoleh

e0≤ (n − 1)e1

(51)

e0≤ ne1− e1

e0≤ e0− e1

e0≤ −e1. Kontradiksi dengan Lemma 4.2.2 (2).

(4) Diketahui z ≤ e0maka menurut Lemma 4.2.2 (2) ada e0≤ −z. Menurut Definisi 4.2.1 diperoleh −zx ≤ −zy zy+ (−zx) ≤ zy + (−zy) zy+ (−zx) ≤ e0 zy+ (−zx) + zx ≤ e0+ zx zy≤ zx.

(5) Untuk e0 ∈ F maka jelas e0 ≤ e20, sedangkan untuk x 6= e0 maka pembuktian e0≤ x2harus ditinjau melalui dua kasus e0< x dan −x < e0.

Untuk e0< x

(52)

xe0< xx

e0< x2.

Untuk −x < e0, dengan menggunakan hukum distributif diperoleh

−x(x + (−x)) = −xx + (−x)(−x) −xe0= −xx + (−x)(−x) e0= −x2+ (−x)2 x2+ e0= x2− x2+ (−x)2 x2= (−x)2. (6) Untuk e0< x.

Ambil (x−1)2= x−2 menurut Lemma 4.2.2 (5) diperoleh

e0< x−2

xe0< xx−2

e0< x−1. Untuk y < e0.

(53)

Ambil (y−1)2= y−2 menurut Lemma 4.2.2 (5) diperoleh e0< y−2 ye0< yy−2 menurut Lemma 4.2.2 (5) y−1< e0. (7) Diketahui e0< y < x y−1e0< y−1y< y−1x e1< y−1x e1x−1< y−1xx−1 x−1< y−1. 

CONTOH 4.2.3. R adalah lapangan terurut .

BUKTI. Didefinisikan relasi urutan ≤ pada R jika a ≤ b maka 0 ≤ b − a untuk

sebarang a, b, c ∈ R

(54)

a≤ b 0 ≤ b − a 0 ≤ b − a + 0 0 ≤ b − a + (c − c) 0 ≤ (b + c) − (a + c) a+ c ≤ b + c.

Akan dibuktikan (∀a, b, c ∈ R) 0 ≤ c, dan a ≤ b maka ac ≤ bc

a≤ b

0 ≤ b − a

0c ≤ (b − a)c

0 ≤ bc − ac

ac≤ bc.

(55)

Karena R lapangan terurut dengan sendirinya Q juga terurut karena Q ⊂ R.

Sekarang akan dibahas himpunan positif yang yang merupakan himpunan bagian dari lapangan terurut

DEFINISI4.2.4. Diberikan lapangan terurut F dan P ⊆ F. Himpunan P ⊆ F terurut disebut himpunan positif jika P = {x ∈ F, eo< x} dan elemen di P disebut elemen positif dan −P = {x ∈ F, x < e0} disebut himpunan negatif pada F

Jadi himpunan positif dari lapangan terurut merupakan generalisasi dari himpunan bilangan positif pada himpunan bilangan real. Berdasarkan definisi himpunan positif diperoleh sifat.

LEMMA 4.2.5. Diberikan lapangan terurut F dan himpunan positif P ⊆ F maka berlaku

1) P+ P ⊆ P dan PP ⊆ P. 2) P∩ −P = { /0}.

3) P∪ −P ∪ {e0} = F.

BUKTI. 1) Ambil sebarang a, b ∈ P akan dibuktikan a + b ∈ P

e0< a

e0+ b < a + b

b< a + b

karena b ∈ P artinya e0< b dan diketahui relasi < bersifat transitif maka diperoleh

(56)

e0< a + b

a+ b ∈ P. Ambil sebarang a, b ∈ P akan dibuktikan ab ∈ P

e0< b

ae0< ab

e0< ab maka ab ∈ P.

2) Andai ada a ∈ P ∩ −P artinya a ∈ P dan a ∈ −P maka ada b ∈ P dengan −b = a diperoleh

a= −b

aa= a(−b)

a2= −ab ∈ −P

dengan a2= −ab 6= e0. Padahal menurut Lemma 4.2.2(5) setiap a ∈ F maka e0≤ a2 dengan kata lain a2∈ P. Kontradiksi.

(57)

Karena P, −P dan {e0} merupakan himpunan bagian dari F maka sudah jelas P ∪ −P ∪ {e0} ⊆ F

Akan dibuktikan F ⊆ P ∪ −P

ambil sebarang a ∈ F maka e0≤ a atau a < e0 dengan kata lain a ∈ P ∪ {e0} atau

a∈ −P. 

Dari sifat-sifat himpunan positif diperoleh teorema sebagai berikut

TEOREMA4.2.6. Lapangan terurut F jika hanya jika P ∪ −P ∪ {e0} = F.

BUKTI. ⇒Menurut Lemma 4.2.5 (3) maka P ∪ −P ∪ {e0} = F.

⇐ Didefinisikan relasi urutan < pada F jika a < b maka b − a ∈ P untuk sebarang a, b ∈ F.

Akan dibuktikan (∀a, b, c ∈ F) a < b maka a + c<b + c

a< b b− a ∈ P b− a + e0∈ P b− a + (c − c) ∈ P (b + c) − (a + c) ∈ P a+ c < b + c.

(58)

a< b

b− a ∈ P.

Karena P tertutup terhadap perkalian maka diperoleh

(b − a)c ∈ P

bc− ac ∈ P

ac< bc.

Jadi terbukti P ∪ −P ∪ {e0} = F merupakan lapangan terurut.  Teorema 4.2.6 menyatakan Lapangan terurut merupakan gabungan dari himpunan positif , himpunanan negatif dan sigleton {e0}.

4.3. Himpunan Kuadratik

Selanjutnya akan dibahas mengenai himpunan kuadratik. Himpunan tersebut memegang peranan penting di dalam lapangan terurut.

DEFINISI4.3.1. Ambil sebarang lapangan K. Dinotasikan SQ(K) adalah himpunan semua jumlah kuadrat di K.

SQ(K) = {x21+ x22+ x23+ . . . + x2n|∀x1, x2, x3. . . xn∈ K}

Pada lapangan terurut F dengan mudah diketahui e0≤ SQ (F). Berdasarkan definisi SQ(K) diperoleh sifat-sifat sebagai berikut.

(59)

LEMMA4.3.2. Diberikan sebarang lapangan K dan SQ (K) maka berlaku

SQ(K) + SQ (K) ⊆ SQ (K) SQ(K) SQ (K) ⊆ SQ (K)

BUKTI. Ambil x, y ∈ SQ (K) dengan x = ∑mi=1a2i dan y = ∑ni=1b2i dengan m ≥ n dan

sebarang ai, bj∈ K maka x+ y m

i=1 a2i+ n

i=1 b2i m

i=1 a2i + b2i ∈ SQ (K) dan xy m

i=1 a2i n

i=1 b2i m+n

k=0 k

i=0 a2ib2k−i ! m+n

k=0 k

i=0 (aibk−i)2 ! ∈ SQ (K) .  Selanjutnya akan dijelaskan mengenai himpunan kuadratik

DEFINISI4.3.3. Diberikan sebarang lapangan K, dan T ⊆ K himpunan bagian dari K. Himpunan T disebut kuadratik jika

(60)

(1). T + T ⊆ T dan T T ⊆ T . (2). K2⊆ T .

Dengan K2= {aa|∀a ∈ K}.

Himpunan kuadratik T selalu memuat SQ(K) . Itu berarti SQ(K) merupakan himpunan kuadratik minimal di K yang termuat di sebarang himpunan kuadratik di K. Selanjutnya akan dibuktikan T merupakan grup bagian terhadap perkalian di K.

LEMMA 4.3.4. Diberikan T ⊆ K dengan T adalah himpunan kuadartik maka T

merupakan grup bagian terhadap perkalian di K.

BUKTI. 1) Karena sudah diketahui perkalian di K asosiatif maka dengan sendirinya perkalian di T juga asosiatif.

2) Akan dibuktikan e1∈ T .

Ambil e1∈ K maka menurut Definisi 4.3.3 (1) e21= e1∈ T . 3) Ambil sebarang t ∈ T akan dibuktikan t−1∈ T .

Menurut Definisi 4.3.3 (2) (t−1)2 = t−2 ∈ T maka berdasarkan Definisi 4.3.3 (1) diperoleh

tt−2= t−1∈ T.

Dari 1) 2) dan 3) maka terbukti T adalah grup bagian terhadap perkalian di K.  TEOREMA 4.3.5. Ambil T himpunan kuadratik dari lapangan K maka pernyataan berikut adalah ekuivalen

(1) T∩ −T = {e0}. (2)−e1∈ T ./

BUKTI. 1⇒ 2 Karena hanya {e0} = T ∩ −T maka −e1∈ −T bukan elemen T . 2⇒ 1 Andaikan ada a ∈ T ∩ −T dan a 6= e0 artinya a ∈ T dan a ∈ −T maka ada b∈ T dengan −b = a . Menurut Lemma 4.3.4 maka ada a−1= −b−1∈ T diperoleh

(61)

a−1b∈ T

−b−1b∈ T

−e1∈ T

kontradiksi. 

LEMMA 4.3.6. Ambil T himpunan kuadratik dari lapangan K dengan −e1 ∈ T/ ambil α ∈ K,α6= e0dan α /∈ −T maka

T0= T + αT. Adalah himpunan kuadratik dengan−e1∈ T/ 0.

BUKTI. Akan dibuktikan 1)T0+ T0⊆ T0, 2)T0T0⊆ T0dan 3) K2⊆ T ⊆ T0. 1) Ambil a, b ∈ T0dengan a = t1+ αt2dan b = t3+ αt4untuk

suatu t1,t2,t3,t4∈ T maka

a+ b = (t1+ αt2) + (t3+ αt4)

(t1+ t3) + (αt2+ αt4) dengan menggunakan hukum distributif diperoleh

(t1+ t3) + α(t2+ t4) dengan (t1+ t3), (t2+ t4) ∈ T maka a + b ∈ T0 dan untuk perkalian a dengan b diperoleh

Referensi

Dokumen terkait

Umur nyamuk jantan yang diiradiasi pada fase pupa dan dewasa tidak memiliki perbedaan yang nyata (p ≤ 0.05), demikian juga dengan tingkat sterilitas, nilai daya saing kawin

The Pacific Alliance (PA) members — Chile, Colombia, Mexico and Ecuador — are meeting in Cali, Colombia during October 23-27, 2017, to negotiate with four current Observer

Hasil diskusi ringan penulis dengan salah satu dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada pertemuan kolegial bimbingan konseling (BK) se Indonesia di Surabaya pada tanggal

Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif tiga macam metode pewarnaan BTA, yaitu Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan Fluorokrom, dibandingkan terhadap hasil

dimana kita akan meletakkan class mahasiswa dimana kita akan meletakkan class mahasiswa dengan class-class lain yang berelasi. • Yang perlu kita lakukan pertama adalah • Yang

a. Daftar item kegiatan yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan yang ada dalam rencana pelaksanaan pembangunan. Urutan pekerjaan dari daftar item kegiatan tersebut

ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA PT SAMUDERA INDONESIA PALEMBANG.. Muhamad Riski Rinjani, 2016 (xiv + 51 Halaman)

Hasil penelitian dapat dikemukakan: (1) Langkah-langkah sistematis pengembangan model pembelajaran kebencanaan berbasis virtual (MPKBV) diawali dengan studi pendahuluan