7
MULTIKONFLIK DALAM NOVEL LAMPUKI
KARYA ARAFAT NUR
1Armet, 1Isw adi Bahardur, 1Yulia Sri Hartati
1Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Sumatera Barat Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan konflik yang dialami manusia dalam kehidupan. Konflik dialami oleh tokoh-tokoh di dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai multikonflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk; mendeskripsikan konflik-konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, dan mendeskripsikan penyebab konflik-konflik yang terjadi dalam novel Lampuki karya Arafat Nur.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur adalah sebagai berikut:konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Kemudian penyebab konflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur disebabkan oleh perbedaan antaranggota masyarakat, perbedaan pola kebudayaan, perbedaan status sosial, perbedaan kepentingan antarkelompok masyarakat, dan terjadinya perubahan sosial.
Kata kunci: multikonflik, novel Lampuki
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa (etnis). Keberagaman (kemajemukan) suku bangsa tersebut menyebabkan munculnya perbedaan karakter, pandangan, budaya, dan lain-lain. Memiliki berbagai karakter, etnis, pandangan hidup, dan budaya yang berlainan yang bahkan merupakan sebuah potensi positif. Akan tetapi, di sisi lain, perbedaan tersebut akan berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan yang timbul karena perbedaan-perbedaan itu. Konflik merupakan gejala sosial yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Konflik dipengaruhi oleh faktor ras, etnis, agama, dan status sosial. Perbedaan atau perselisihan dalam masyarakat sosial ini memicu potensi konflik yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan situasi konflik yang memanas.
Karya sastra yang diciptakan oleh pengarang sering menggambarkan konflik-konflik yang dialami oleh masyarakat. Konflik-konflik tersebut sangat memungkinkan pembaca bisa mempelajari, mengkaji, serta menemukan kebenaran tentang hakikat hidup. Berdasarkan hal itu, karya sastra dikatakan sebagai hasil kreativitas yang penting dan bermanfaat. Secara garis besar, manfaat dari karya sastra adalah sebagai hiburan bagi pembaca, dapat mencerminkan kebenaran-kebenaran dalam kehidupan realita, serta menolong pembaca menjadi manusia yang hidup berbudaya. Akan tetapi, karya sastra memang tidak seutuhnya meniru keadaan dalam masyarakat, melainkan memberikan suatu pemahaman atau pengajaran kepada masyarakat.
Salah satu bentuk karya sastra yang menggambarkan kehidupan adalah novel. Novel memberikan peranan yang sangat penting tentang pandangan DOI: https://doi.org/10.25077/majis.1.1.2.2019
8
terhadap kehidupan yang ada di dalam masyarakat. Permasalahan atau konflik-konflik yang dibicarakan dalam novel tidak terlepas yang namanya dari kehidupan manusia. Melalui novel pengarang dapat merefleksikan konflik-konflik kehidupan. Novel juga merupakan femomena sosial dalam kehidupan. Dengan novel pembaca dapat menemukan kebahagiaan batinsehingga membuat manusia menjadi arif dan bijaksana.
Sejalan dengan pendapat di atas, Muhardi dan Hasanuddin (1992: 6) menjelaskan novel adalah sebuah cerita yang memuat beberapa kesatuan persoalan yang disertai dengan faktor penyebab dan akibat. Persoalan kehidupan yang diangkat seperti kesedihan, kegembiraan, penghianatan, kejujuran, dan permasalahan kehidupan lainnya. Selanjutnya, menurut Qodratillah (2011: 362) novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Melalui novel pengarang permasalahan yang ada dalam kehidupan, sehingga dapat memberikan manfaat untuk pembaca.
Novel Lampuki karya Arafat Nur adalah salah satu karya sastra Indonesia yang membicarakan tentang konflik. Konflik yang dibicarakan dalam novel ini khususnya, konflik yang terjadi pada masyarakat Aceh. Novel ini diterbitkan tahun 2011. Novel ini menceritakan konflik-konflik yang terjadi di sebuah desa yang bernama Lampuki. Selain itu, dengan kemampuan pengarang dalam menghadirkan konflik membuat novel ini menarik untuk dianalisis dengan pendekatan objektif. Kelebihan novel ini terletak pada cerita Ahmadi sebagai tokoh pemberontak yang digambarkan di dalam novel ini sehingga berpotensi untuk menimbulkan konflik.
Berdasarkan uraian di atas, fokus masalah penelitian ini adalah jenis
konflik dan penyebab terjadinya konflik pada tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Tujuan penelitian ini adalah (1)mendeskripsikankonflik-konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, (2) mendeskripsikan penyebab konflik-konflik yang terjadi dalam novel Lampuki karya Arafat Nur.
Kajian teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu teori konflik menurut Ahmadi (2007: 285—286), membagi jenis konflik yaitu: (1) konflik interindividu, 2) konflik antarindividu, dan (3) konflik antarkelompok sosial. Ahmadi juga menyatakan faktor penyebab terjadinya konflik adalah (1) perbedaan antaranggota masyarakat, (2) perbedaan pola kebudayaan, (3) perbedaan status sosial, (4) perbedaan kepentingan antaranggota masyarakat, dan (5) terjadinya perubahan sosial.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif. Menurut Ratna (2004: 47), penelitian kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubunganya dengan konteks keberadaannya. Data penelitian ini adalah teks dalam novel
Lampuki karya Arafat Nur yang telah
diiventarisasikan serta diklasifikasikan sesuai dengan format pencatatan, selanjutnya dianalisis berdasarkan teori konflik menurut Ahmadi serta faktor penyebab konflik yang telah dipaparkan dalam kerangka teoritis. Tahap analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara menganalisis data sebagai berikut: (1) mendeskripsikan data yang sudah diinventarisasikan, (2) menganalisis data berdasarkan klasifikasi yang ditemukan, (3) menginterpretasikan data yang sudah dianalisis, (4) menyimpulkan dan menulis laporan penelitian. Teknik pengabsahan data yang
9
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik uraian rinci.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis
Tokoh-tokoh dalam novel
Lampuki karya Arafat Nur ini adalah
Tengku Mizwar, Ahmadi, Halimah, Sulaiman, Siti, Habibah, Harun, Syakubat, Musa, Karim, Paijao, Majid, dan Haji Harun. Tapi, tokoh yang paling dominan mengalami konflik adalah, Tengku Mizwar ,Ahmadi, Halimah, dan Haji Harun. Tengku Mizwar adalah sebagai pencerita dalam novel ini. Tengku Mizwar merupakan sosok guru yang menjunjung nilai-nilai kedamaian dan ketentraman dan memiliki sikap pemikir. Ahmadi adalah sosok tokoh yang sangar, beringas, dan keras. Ia pemberontak yang digambarkan di dalam novel Lampuki. Halimah merupakan istri dari tokoh Ahmadi yang memiliki watak yang keras. Semenjak menikah dengan Ahmadi, Halimah terpengaruh oleh Ahmadi. Haji Harun adalah tokoh yang dikenal sebagai saudagar emas. Tempat tinggal Haji Harun di perbatasan kampung yang berdekatan dengan simpang jalan.
Konflik-konflik yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur adalah konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Tokoh yang paling dominan mengalami konflik dalam novel ini adalah Tengku Mizwar dan Ahmadi. Tengku Mizwar memiliki keinginan melihat orang kampung Lampuki hidup dengan tentram dan damai. Tapi, berbeda dengan yang diharapkan oleh Tengku Mizwar. Tokoh Tengku Mizwar tidak senang melihat sifat warga kampungnya yang bersifat ponggah dan bebal. Selain itu, Desa Lampuki dijajah oleh tentara yang datang dari seberang. Ditambah lagi sosok Ahmadi yang membuat kerusuhan di desa Lampuki. Ahmadi adalah seorang pemberontak. Ahmadi mengajak dan
membujuk warga kampung Lampuki untuk melawan tentara yang masuk ke desa Lampuki. Berbagai upaya yang dilakukan Ahmadi supaya warga mau bergabung dengan Ahmadi. Pada akhirnya warga yang tidak bersalahlah yang menjadi sasaran para tentara tersebut. Berdasarkan peristiwa tersebutlah lahir konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial.
Wujud konflik yang dialami oleh para tokoh dalam novel Lampuki ini yang terlibat dalam konflik tersebut terdiri dari konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Uraian dari konflik tersebut seperti yang tertara di bawah ini.
1. Konflik Interindividu
Konflik interindividu atau konflik yang terjadi di dalam diri individu.
Pertama, konflik interindividu terlihat
tokoh Tengku Mizwar. Di mana Tengku Mizwar merasa kesal dengan dirinya sendiri dan terkadang Tengku Mizwar sedih sendiri melihat kondisi masyarakat yang ada di desa Lampuki. Sebagai seorang guru mengaji di desa Lampuki tentunya Tengku Mizwar memiliki sikap yang peduli terhadap orang-orang yang ada di kampungnya. Keprihatinan Tengku Mizwar terhadap masyarakat desa Lampuki kian hari kian mendalam.
Dengan demikian terkadang Tengku Mizwar amat kesal melihat sikap orang-orang di Lampuki terutama sikap Ahmadi yang selalu dikecam oleh Tengku Mizwar. Tengku Mizwar tidak dapat berkata apa-apa kecuali memendamnya sendirian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
“Baik orang kampungku maupun para pendatang, mereka sama-sama memiliki perangai yang menyimpang, sebagaimana layaknya tabiat yang melekat erat pada kaum-kaum beringas, rangah, dan pongah. Seumpama
10
kuman yang tak mampan lagi oleh obat penawar dan tak jua bisa disembuhkan dengan segala macam ramuan, maka tabiat dan perangai buruk mereka sudah menjadi semacam penyakit turunan. Selamanya penyakit penyakit itu tak bakal lekang dari tubuh dan sifat mereka yang angkuh, yang senantiasa berhasrat untuk saling menghancurkan satu sama lain. (Nur, hal. 13).
Konflik interindividu yang kedua, dialami oleh Ahmadi. Ahmadi selalu membujuk masyarakat desa Lampuki untuk memerontak melawan para tentara yang masuk ke desa Lampuki. Terkadang hasrat Ahmadi tidak semulus yang ia perkirakan. Ahmadi dilanda kecewa besar, dan sering emosi dan mengerutu di dalam hati. Rasa kesal dan emosi yang mendalam sering dialami Ahmadi.
Konflik interindividu adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang tokoh atau konflik yang dialami manusia dengan diri sendiri, lebih kepada intern manusia. Konflik ini terjadi karena adanya pertentangan antara keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan dan masalah lainnya, Staton (dalam Nurgiyantoro 1995: 142). Hal ini seseorang mengalami konflik interindividu disebabkan oleh harapan seseorang tidak sesuai dengan keinginannya.
2. Konflik Antarindividu
Bedasarkan deskripsi data terhadap tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, dapat dikemukakan bahwa tokoh dalam novel ini mengalami konflik antarindividu. Adapun konflik antarindividu ini terdapat pada beberapa tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Berikut akan dibahas bagaimana konflik antarindividu yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur.
Konflik antarindividu terdapat pada beberapa tokoh di dalam novel
Lampuki seperti Ahmadi, Tengku Mizwar, dan Habibah. Ahmadi sering kali bercekcok dengan masyarakat kampung Lampuki. Berikut kutipannya:
“Tidak ada yang menduga kalau kumis itu tiba-tiba mencari masalah di Lampuki dan aku menarik rasa hormatku kepadanya. Aku tidak tahu alasan apa yang melatari Ahmadi melakukan tindakan yang bertentangan dengan pendiriannya terdahulu untuk tidak menyerang pos tentara di Pasar Simpang. Penyerangan kumis itu terlalu banyak menuai penderitaan dan azab yang harus ditanggung penduduk sekalian.” (Nur, hal. 370).
Seperti kisah yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Dalam novel ini Ahmadi dalam kehidupannya penuh dengan konflik. Hal ini disebabkan oleh sikap Ahmadi kasar dan angkuh yang selalu hidup lebih baik dan nyaman dengan sengaja mengkorbankan orang-orang kampung Lampuki demi kepentingan pribadinya. Ahmadi melarang orang-orang di kampung Lampuki untuk tidak bersekolah Hal ini terdapat dalam kutipan berikut ini.
“ Ahmadi bilang, apa yang dibekalkan kepada anak-anak sekolah adalah ilmu untuk berbohong dan menggelapkan uang rakyat. Bagaimana mungkin mereka orang-orang yang bersekolah dan hanya mereka saja yang boleh menjadi pegawai pemerintah bisa menganggap semua ajaran itu salah, sedangkan apa yang reka tuntut di sekolah mendatangkan gaji pemerintah; sebab, hanya mereka yang punya
11
ijazah sekolah yang bisa diterima bekerja di kantor-kantor pemerintah. (Lampuki, hal.47).
“Ahmadi menegaskan kepada kekalian orang bahwa mereka semua hendaknya mendukung gagasan dan perjuangannya untuk mendirikan kembali kesultanan ini.” (Lampuki, hal. 47).
3. Konflik Antarkelompok Sosial Sesuai teori yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa konflik antarkelompok sosial atau konflik sosial adalah merupakan konflik yang terjadi karena adanya kontak sosial antara manusia. Contohnya masalah pelecehan, perperangan, pemberontakan, dan kasus-kasus lainnya. Novel Lampuki membahas tentang konflik antarkelompok sosial yang dialami oleh orang-orang yang ada di desa Lampuki. Banyak terjadi konflik di dalam novel
Lampuki ini seperti kasus
pemberontakan.
Para tentara yang masuk ke desa Lampuki tidak suka melihat pemberontak, sehingga kalau kedapatan oleh tentara itu ia akan membunuhnya. Penyerangan Ahmadi semakin beringas. Ahmadi mulai berani menyerang pos yang ada di dekat kampungnya, Lampuki. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
“Waktu kumis Ahmadi tegak kembali pada beberapa bulan lewat, sejatinya awal dari sebab musabab pembunuhan itu dimulai. Ahmadi yang
membagi
kelompok-kelompok kecil untuk menyerang sejumlah pos tentara yang ada di Sagoe Peurincun senatiasa membawa keberuntungan di pihaknya, dan menimbulkan korban lebih banyak di pihak musuh. Orang-orangnya sangat mudah mengintai dari balik semak belukar lalu
menghantam pasukan tentara dengan serangan tembakan gencar secara mendadak.” (Nur, hal.279).
Berdasarkan kutipan tersebut, ulah penyerangan yang dilakukan Ahmadi terhadap pos tentara tersebut warga Lampuki yang kena sasaran para prajutit itu. Ahmadi selalu lolos dari kejaran orang-orang berseragam meninggalkan duka bagi warga Lampuki yang kerap menjadi pelampiasan aparat. Dengan segala kemarahannya, para aparat tersebut kerap kali berbuat kasar pada warga Lampuki mereka dituduh bersekongkol dengan pemberontak, para aparat tidak segan-segan memukul, menendang, menghina, bahkan membunuh warga tanpa ada alasan yang jelas. Seperti terlihat pada kutipan berikut.
“Orang-orang bersenjata itu sangat membenci roman lelaki. Cara satu-satunya agar mereka tidak melihat lagi muka jelek-jelek mereka di sini adalah dengan menyekap dan melenyapkan mereka; menangkapi mereka diam-diam dan dengan berbagai macam alasan; mengumpulkan dan memaksa mereka mengali lubang kubur mereka, dan membantai bereka sekalian. Itu cara paling hemat dan mudah dari segala pilihan lain untuk menghapus jejak sejarah. Jika tidak, kelak bencana besar malah berbalik arah menimpa mereka.” (Nur, hal. 32).
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang jenis konflik dan faktor penyebab terjadinya konflik dapat disimpulkan sebagai berikut.
12
Berdasarkan deskripsi data yang dilakukan terhadap tokoh dalam novel Lampuki karya Arafat Nur dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh dalam novel ini mengalami 3 jenis konflik. Ketiga jenis konflik yang ditemukan dalam novel ini adalah konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial sesuai dengan teori Ahmadi. koflik menurut Ahmadi (2007: 285—286) membagi tiga tipe konflik yaitu: a) konflik interindividu, b) konflik antarindividu, dan c) konflik antarkelompok sosial.
a. Konflik Interindividu
Konflik ini merupakan tipe konflik yang paling erat kaitannya dengan emosi individu sehingga tingkat keresahan yang paling tinggi. Konflik interindividu dapat dilihat pada tokoh Tengku Mizwar, Haji Harun, dan Ahmadi.
b. Konflik Antarindividu
Konflik antarindividu adalah konflik yang terjadi antara seseorang dengan satu orang atau lebih, sifatnya kadang-kadang substantif menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan, atau bersifat emosional menyangkut perbedaan selera, perasaan suka atau tidak suka. Konflik ini digambarkan melalui peristiwa yang dialami oleh beberapa tokoh di antaranya Tengku Miswar dengan Syamaun, Ahmadi dengan Musa, dan Halimah dengan Haji Harun.
c. Konflik Antarkelompok Sosial Konflik antarkelompok sosial atau konflik sosial adalah merupakan konflik yang terjadi karena adanya kontak sosial antara manusia.konflik ini digambarkan melalui beberapa tokoh dan warga masyarakat yang digambarkan dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Tokoh tersebut adalah kelompok Ahmadi dengan para tentara.
2. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik
Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap jenis-jenis konflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur yaitu tokoh-tokoh dalam novel tersebut dalam perjalanan hidupnya memiliki penyebab konflik. Adapun faktor penyebab terjadinya konflik dalam novel ini adalah (1) perbedaan antaranggota masyarakat di desa Lampuki, (2) perbedaan pola kebudayaan, (3) perbedaan status sosial, (4) perbedaan kepentingan antaranggota masyarakat, dan (5) terjadinya perubahan sosial.
SIMPULAN
Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa konflik-konflik yang terdapat dalam novel Lampuki karya Arafat Nur, yaitu konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial. Pertama, konflik interindividu dapat dilihat pada tokoh Tengku Mizwar, Haji Harun, dan Ahmadi. Kedua, konflik antarindividu, konflik ini digambarkan melalui peristiwa yang dialami oleh beberapa tokoh di antaranya Tengku Miswar dengan Syamaun, Ahmadi dengan Musa, dan Halimah dengan Haji Harun. Ketiga, konflik antarkelompok sosial, konflik ini digambarkan melalui beberapa tokoh dan warga masyarakat yang digambarkan dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Tokoh tersebut adalah kelompok Ahmadi dengan para tentara.
Konflik dalam novel Lampuki karya Arafat Nur ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perbedaan antaranggota masyarakat di desa Lampuki. Penyebab ini terlihat adanya perbedaan pendirian warga Lampuki terhadap pendirian yang diutarakan
13
Ahmadi. Kedua, perbedaan pola kebudayaan. Di dalam novel ini adanya pandangan hidup yang berbeda dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Pandangan hidup yang berbeda tersebut seperti dialami oleh Ahmadi. Ahmadi memiliki pandandangan hidupnya bahwa ia mewajibkan sekalian orang di desa Lampuki untuk berperang dan melarang untuk bersekolah. Ketiga, perbedaan status sosial. Pernyebab ini juga terlihat di dalam novel Lampuki karya Arafat Nur. Seseorang yang memiliki jabatan yang tertinggi bisa saja semena-mena terhadap orang yang memiliki jabatan yang lebih rendah. Keempat, perbedaan kepentingan antaranggota masyarakat. Penyebab ini terlihat ketika para tentara melakukan kekerasan kepada warga Lampuki hanya untuk kepentingan politik para tentara tersebut untuk bisa menguasai desa Lampuki. Kelima,
terjadinya perubahan sosial. Penyebab ini terlihat pada warga Lampuki. Mereka kagum dengan perubahan kota yang serba mendadak bahkan mereka sengaja membuat dan mempertontonkan film cabul pada khalayak ramai.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Adapun beberapa pihak yang telah membantu penulis yaitu Iswadi Bahardur, S.S.,M.Pd. dan Dr. Yulia Sri Hartati, M.Pd. yang telah membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset. Nur, Arafat. 2011. Lampuki. Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Ratna, Kutha Nyoman. 2010. Teori,
Metode, dan, Teknik Penelitian Sastra: Dari Strukturalisme
hingga Postrukturalisme
Perspektif Wacana Naratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Muhardi dan Hasanuddin WS. 1992.
Prosedur Analisis Fiksi. Padang:
IKIP.
Qadratilah, Merty Taqdir. 2011. Kamus
Bahasa Indonesia untuk Pelajar.
Rawamangun: Badan
Pengembangan dan Pembelajaran Bahasa.