• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN

TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK

RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

SKRIPSI

DIMAR WIGATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

DIMAR WIGATI. D24053110. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc Pembimbing Anggota : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS

Penyimpanan ransum diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan ransum yang cukup dan selalu siap digunakan. Penyimpanan pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang salah dapat menurunkan kualitas ransum. Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk. Kemasan yang baik dapat menjaga kualitas bahan pakan dalam jangka waktu yang lama.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangan serangga dan perubahan terhadap sifat fisik ransum broiler starter berbentuk crumble selama penyimpanan 8 minggu dengan jenis kemasan yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 4x5 dengan 4 ulangan. Faktor P adalah jenis kemasan (karung goni, karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik) dan faktor M adalah lama penyimpanan (0, 2, 4, 6, 8 minggu). Peubah yang diamati yaitu kadar air, aktivitas air, ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan, sedangkan serangan serangga dibahas secara deskripsi. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis of varian (ANOVA), bila terdapat hasil yang signifikan diuji lanjut dengan menggunakan uji Jarak Duncan.

Jenis kemasan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, dan kerapatan pemadatan tumpukan, sedangkan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, berat jenis, ukuran partikel sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan. Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air, aktivitas air, dan berat jenis. Jumlah serangga paling banyak ditemukan pada kemasan karung goni, dan mulai muncul pada penyimpanan minggu ke-4.

Jenis kemasan kertas dan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga sampai penyimpanan 8 minggu, sedangkan karung plastik sampai penyimpanan 4 minggu, dan karung goni sampai penyimpanan 2 minggu. Jenis kemasan karung goni, karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik dapat mempertahankan sifat fisik ransum sampai penyimpanan 8 minggu.

(3)

ABSTRACT

The Effect of Packaging and Storage on Insect Attack and Physical Properties of Crumble Broiler Starter

D. Wigati, Y. Retnani, and A. D. Hasjmy

Storage of feedstuff is required because development of farm must be made balance with availability of adequate feedstuff. Storage will influence physical properties of feedstuff. Packaging is the one of methods to take care product. Damage by environment can be controlled by packaging. This study was arranged in a Completely Randomize Design with factorial design (4x5) with four replications. The first factor was packaging type (guny sack, plastic sack, paper packaging, and plastic packaging). The second factor was storage (0, 2, 4, 6, 8 weeks). The parameters observed were: moisture content, water activity, particle size, specific density, bulk density, compacted bulk density, angle of repose and insect attack. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and differences between treatments were determined with Duncan test. The results showed that packaging type highly significantly affected (p<0.01) the moisture content, water activity, and compacted bulk density. Storage highly significantly affected (p<0.01) the moisture content, water activity, particle size, specific density, bulk density, compacted bulk density, and angle of repose. Insect attack was increase on guny sack, especially at four weeks of storage. Paper packaging and plastic packaging can take care feedstuff from insect attack until eight weeks, but plastic sack until four weeks, and guny sack until two weeks. Guny sack, plastic sack, paper packaging, and plastic packaging can take care physical properties of feedstuff until eight weeks.

(4)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN

TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK

RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

DIMAR WIGATI D24053110

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN

TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK

RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

Oleh DIMAR WIGATI

D24053110

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 Agustus 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS NIP. 19640724 199002 2 001 NIP. 19460626 197412 1 000

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr NIP. 19670107 199103 1 003 NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1986 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sutedjo dan Ibu Sri Nuryati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Negeri III Palumbonsari Karawang, Jawa Barat. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di SLTP Negeri I Karawang, Jawa Barat pada tahun 2002, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Negeri 3 Karawang, Jawa Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005, melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), dan masuk mayor program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan minor program studi Gizi Masyarakat pada tahun 2006.

Selama menempuh pendidikan terakhir, Penulis aktif di OMDA Karawang (Panatayuda). Selama menjadi mahasiswa, Penulis mendapatkan kesempatan untuk magang di Laboratorium Industri Pakan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan nikmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar, dan skripsi yang berjudul “Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Bentuk

Crumble” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai pentingnya meningkatkan sifat fisik pakan. Proses penyimpanan akan menyebabkan perubahan–perubahan pada ransum yang disimpan baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga diperlukan pengujian pada ransum untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap ransum yang disimpan. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan.

Tidak lupa ucapkan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya.

Bogor, Agustus 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ………... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ………... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ……… 3 Ransum... 3 Pengemasan ... 4 Karung Goni………... . 5 Karung Plastik ... 5 Plastik………. 6 Kemasan Kertas………. 6 Penyimpanan ... 7 Serangan Serangga ... 7 Sifat Fisik ... 8 Kadar Air... 8

Aktivitas Air (Aw) ... 9

Ukuran Partikel... 10

Berat Jenis (BJ)... 10

Sudut Tumpukan (ST)... 11

Kerapatan Tumpukan (KT) ... 11

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT) ... 12

METODE ……….. 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi ... 13 Alat ... 13 Bahan ... 13 Rancangan ... 14 Perlakuan... 14 Model ... 16 Peubah... 17

(9)

Prosedur ... 17 Pembuatan Ransum ... 17 Penyimpanan ... 17 Kadar Air... 17 Aktivitas Air ... 18 Ukuran Partikel... 18 Berat Jenis ... 19 Sudut Tumpukan ... 19 Kerapatan Tumpukan... 20

Kerapatan Pemadatan Tumpukan... 20

Serangan Serangga... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 22

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan... 23

Serangan Serangga ... 24 Sifat Fisik ... 26 Kadar Air... 27 Aktivitas Air ... 29 Ukuran Partikel... 31 Berat Jenis 33 Sudut Tumpukan ... 36 Kerapatan Tumpukan ... 37

Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

UCAPAN TERIMA KASIH ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Starter... 3

2. Persayaratan Mutu Standar Pakan Ayam Broiler Stater Berdasarkan SNI No. 01-3930-2006 ... 4

3. Formulasi Ransum Broiler Starter ... 14

4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan Perhitungan... 14

5. Perlakuan yang Diberikan dalam Penelitian ... 15

6. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan (16 Oktober–11 Desember 2008)... 23

7. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penyimpanan (16 Oktober–11 Desember 2008)... 23

8. Rataan Serangga Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (ekor/kg)... 25

9. Rataan Ulat Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan ... 26

10. Rataan Kadar Air Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (%) ... 27

11. Rataan Aktivitas Air Ransum pada Berbagai Kemasan SelamaPenyimpanan... 30

12. Rataan Ukuran Partikel Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (mm)... 32

13. Rataan Berat Jenis Ransum pada Berbagai Kemasan SelamaPenyimpanan (g/ml)... 34

14. Rataan Sudut Tumpukan Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (0) ... 37

15. Rataan Kerapatan Tumpukan Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (g/ml)... 38

16. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (g/ml) ... 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Aw Meter ... 18

2. Vibrator Ballmill... 19

3. Alat Pengukur Sudut Tumpukan ... 20

4. Berbagai Jenis Kemasan Penelitian ... 22

5. Serangga Penelitian ... 26

6. Grafik Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air ... 28

7. Grafik Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Air ... 30

8. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Aktivitas Air ... 31

9. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Ukuran Partikel... 33

10. Grafik Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Berat Jenis ... 35

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Kadar Air... 47

2. Uji Lanjut Duncan Kadar Air (Kemasan) ... 47

3. Uji Lanjut Duncan Kadar Air (Penyimpanan) ... 47

4. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air ... 48

5. Hasil Sidik Ragam Aktivitas Air ... 49

6. Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air (Kemasan) ... 49

7. Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air (Penyimpanan)... 49

8. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Air... 50

9. Hasil Sidik Ragam Ukuran Partikel... 51

10. Uji Lanjut Duncan Ukuran Partikel (Penyimpanan)... 51

11. Hasil Sidik Ragam Berat Jenis ... 51

12. Uji Lanjut Duncan Berat Jenis (Penyimpanan) ... 52

13. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Berat Jenis ... 52

14. Hasil Sidik Ragam Sudut Tumpukan... 53

15. Uji Lanjut Duncan Sudut Tumpukan (Penyimpanan) ... 53

16. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan... 53

17. Uji Lanjut Duncan Kerapatan Tumpukan (Penyimpanan) ... 54

18. Hasil Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 54

19. Uji Lanjut Duncan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Kemasan) ... 54

20. Uji Lanjut Duncan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Penyimpanan)... 55

21. Hasil Regresi Kadar Air dengan Aktivitas Air... 55

22. Hasil Regresi Kadar Air dengan Berat Jenis... 55

23. Hasil Regresi Kadar Air dengan Ukuran Partikel ... 55

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan usaha bidang peternakan tidak dapat lepas dari ketersediaan pakan ternak yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Pakan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam manajemen peternakan. Seiring dengan berkembangnya usaha peternakan, maka kebutuhan bahan pakan juga meningkat. Ketersediaan pakan dapat diimbangi dengan berdirinya pabrik-pabrik makanan ternak yang berupaya untuk memenuhi kebutuhan para peternak.

Pakan yang baik memiliki sifat palatabel (disukai ternak), tidak mudah rusak selama penyimpanan, kandungan nutrisi yang baik, menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi, mudah dicerna, dan harganya murah. Salah satu bentuk pakan yang biasa digunakan untuk pakan unggas yaitu pakan berbentuk crumble.

Proses penyimpanan ransum diperlukan karena perkembangan usaha peternakan harus diimbangi dengan ketersediaan ransum yang memadai dan selalu siap digunakan, sehingga kontinuitas produksi dapat terus berlangsung. Proses penyimpanan terjadi dari saat bahan makanan dipanen hingga dalam bentuk ransum yang siap dipasarkan dan akan diberikan pada ternak.

Penyimpanan pakan yang terlalu lama dengan cara penyimpanan yang salah akan menyebabkan tumbuhnya jamur, kapang, dan mikroorganisme lainnya sehingga dapat menurunkan kualitas ransum. Kerusakan selama penyimpanan meliputi kerusakan fisik, biologi, dan kimia.

Lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik dari ransum yang disimpan. Kualitas ransum yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu. Sifat fisik ransum merupakan sifat dasar ransum, sehingga dengan mengetahui sifat fisik dari ransum maka dapat mengetahui batas maksimal penyimpanan ransum pada peternakan, sehingga ransum yang berada ditangan peternak masih memiliki kualitas nutrisi yang baik.

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk. Kemasan merupakan bahan yang penting dalam berbagai industri. Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan, karena kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu bahan. Untuk mempertahankan mutu suatu produk perlu dilakukan pengemasan yang

(14)

sempurna. Saat ini telah banyak berbagai macam bentuk kemasan yang digunakan untuk mengemas berbagai macam produk.

Kemasan yang digunakan untuk menyimpan bahan pakan dapat mempengaruhi berapa lama bahan pakan tersebut dapat disimpan. Kemasan yang baik dapat menjaga kualitas bahan pakan dalam jangka waktu yang lama. Semakin besar pori-pori kemasan, maka akan cepat meningkatkan kadar air bahan pakan.

Perumusan Masalah

Perkembangan usaha peternakan tidak dapat lepas dari ketersediaan pakan yang terus menerus dengan kualitas yang baik. Penyimpanan pakan yang terlalu lama dan dengan cara penyimpanan yang salah dan jenis kemasan yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas pakan selama penyimpanan, karena lama penyimpanan dan jenis kemasan dapat mempengaruhi pakan dari serangan serangga dan perubahan sifat fisik pakan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangan serangga dan perubahan terhadap sifat fisik ransum broiler starter berbentuk crumble selama penyimpanan 8 minggu dengan jenis kemasan yang berbeda.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ransum

Ransum merupakan formulasi pakan yang memenuhi persyaratan dan dibuat sesuai dengan kebutuhan ternak. Ransum mempunyai beberapa bentuk yaitu mash (tepung), pellet, dan crumble. Setiap ransum mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ransum bentuk crumble yaitu apabila ransum terlalu halus (mash), ketika ayam minum maka ransum tersebut akan membentuk pasta dan lengket diparuh (Amrullah, 2003). Kebutuhan ayam broiler starter menurut Leeson dan Summer (2005) dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan persyaratan mutu standar pakan ayam

broiler stater berdasarkan SNI No. 01-3930-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Starter

Komponen Jumlah

Protein Kasar (%) 22,00

Energi Metabolis (kkal/kg) 3.050

Ca (%) 0,95 Phospor (%) 0,45 Histidin (%) 0,40 Threonin (%) 0,72 Arginin (%) 1,40 Metionin (%) 0,50 Metionin+sistin (%) 0,95 Valin (%) 0,85 Phenilalanin (%) 0,75 Isoleusin (%) 0,75 Leusin (%) 1,40 Lysin (%) 1,30

(16)

Tabel 2. Persyaratan Mutu Standar Pakan Ayam Broiler Stater Berdasarkan SNI No. 01-3930-2006

Komponen Jumlah

Kadar Air (%) Maks 14,0

Protein Kasar (%) Min 19,0

Lemak KAsar (%) Maks 7,4

Serat Kasar (%) Maks 6,0

Ca (%) 0,9-1,2

Phospor Total (%) 0,6-1,0

Phospor Tersedia (%) Min 0,4

Total Aflatoxin (µg/kg) Maks 50,0

Energi Termetabolis (kkal/kg) Min 2900

Lisin (%) Min 1,1

Metionin (%) Min 0,4

Metionin+sistin (%) Min 0,6

Sumber: Standar Nasional Indonesia (2006)

Ransum bentuk crumble adalah ransum yang tidak seragam bentuknya atau bisa dikatakan tanpa bentuk. Ransum bentuk crumble dibuat dari pellet yang dipecah kembali dan merupakan tipe bentuk pertengahan antara ransum mash dan pellet serta pemberian ransum ini dimulai dari ayam umur sehari hingga dipasarkan. Menurut Jahan et al. (2006) pakan dalam bentuk crumble lebih baik daripada pakan bentuk

mash dan pellet broiler komersial selama umur 21-56 hari.

Pengemasan

Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan agar memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan, serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemasan, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karnas, 1989).

(17)

Potensi terbesar bagi mikroba untuk tumbuh terutama kapang pada permukaan kemasan adalah bila permukaan-permukaan kemasan mempunyai kelembaban yang sangat tinggi (Winarno dan Jenie, 1984). Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemas mempunyai kemampuan dalam menahan serangan mikroba, hal ini ditentukan oleh ada tidaknya lubang-lubang yang sangat kecil pada permukaannya.

Karung Goni

Karung merupakan alat pembungkus yang banyak digunakan untuk menyimpan hasil-hasil pertanian, yang akan disimpan dalam jangka waktu lama maupun sementara, akan tetapi tidak semua komoditi pertanian memerlukan karung baru untuk pengemasannya, ada yang menggunakan karung bekas dan ada pula yang menggunakan karung sintesis. Apabila dibandingkan dengan karung serat sintesis, karung goni mempunyai kualitas yang lebih baik, karena sifat-sifat yang dimiliki karung goni tidak sepenuhnya dimiliki oleh karung serat sintesis (Soekartawi, 1989).

Karung goni terbuat dari yute atau rami. Kelebihan karung goni dibandingkan dengan karung plastik ialah : (a) dapat dipindah-pindahkan dengan menggunakan alat ganco, (b) dapat ditumpuk sampai tinggi, (c) contoh dapat dengan mudah diambil dengan cara memasukkan alat pengambil contoh ke dalam karung, (d) untuk menyimpan komoditi tertentu (misalnya gula) tidak akan menggumpal sebagaimana jika disimpan dalam karung plastik, dan (e) mudah disimpan dan jika karung goni dibuang, dapat membusuk dengan mudah (Soekartawi, 1989). Kelemahan karung goni yaitu mempunyai lubang yang relatif lebih besar meskipun lubang-lubang ini berguna memudahkan penetrasi gas yang digunakan pada saat fumigasi (Hasjmy, 1991).

Karung Plastik

Karung plastik telah banyak digunakan untuk mengganti karung goni, meskipun masih banyak kekurangan yaitu daya tahannya kurang, sehingga karung lebih mudah pecah serta mudah meluncur kebawah pada tumpukan-tumpukan di gudang. Karung plastik diganco maka akan bocor, karena tidak dapat tertutup kembali seperti halnya karung goni (Winarno dan Laksmi, 1974).

Karung plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene.

(18)

Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), dan High Density Polyethylene (HDPE). LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung,

mudah dikelim dan sangat murah. MDPE lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE. HDPE paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (1200) sehingga dapat digunakan untuk kemasan produk yang harus mengalami sterilisasi (Syarief dan Irawati, 1988).

Keuntungan dari Polyethylene yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, mudah dikelim panas, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-500C), transparan sampai buram, dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. Kerugian dari Polyethylene yaitu permeabilitas oksigen agak tinggi, dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988). Karung plastik mulai pesat dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air, lembam, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin.

Plastik

Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988).

Plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene. Polyethylene (PE) terbuat dari ethylene polimer dan terdiri dari tiga macam yaitu Low Density

Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), dan High Density Polyethylene (HDPE). LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung, mudah

dikelim dan sangat murah. MDPE lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi dari LDPE. HDPE paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (1200) sehingga dapat digunakan untuk kemasan produk yang harus mengalami sterilisasi (Syarief dan Irawati, 1988).

Kemasan Kertas

Kertas adalah bahan kemasan buatan yang dibuat dari pulp (bubur kayu). Kertas biasa digunakan untuk mengemas bahan atau produk pangan kering atau untuk kemasan sekunder (tidak langsung kontak dengan bahan pangan yang

(19)

dikemas) dalam bentuk dus atau boks karton. Kelemahan kertas adalah mudah robek dan terbakar, tidak dapat untuk mengemas cairan, dan tidak dapat dipanaskan, akan tetapi sampah kertas dapat didegradasi secara alami (Junaedi, 2003).

Kertas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kertas kultural atau kertas halus, dan kertas industri atau kertas kasar (Junaedi, 2003). Menurut macamnya, kertas digolongkan menjadi glassine, parchment paper, waxed

paper, karton (kertas manila dan chipboard), tyvek (kertas dengan kualitas istimewa

misalnya warnanya putih, sangat kuat, tidak mengkerut, tahan terhadap bahan kimia) dan kertas berlapis polyethylene (Syarief dan Irawati, 1988). Kertas yang biasa digunakan untuk mengemas seperti kertas kraft, kertas kraft karung, kertas manila, yang termasuk dalam kertas industri (Junaedi, 2003).

Penyimpanan

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan penyimpanan yang selalu berkaitan dengan waktu (Thahir et al., 1988). Menurut Winarno dan Laksmi (1974) proses penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menahan atau menunda suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubah bentuk barang tersebut.

Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25–30 0C. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974) dalam Yuliastanti (2001), syarat umum untuk ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara 18-24 0C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangan serangga dan tikus yang dapat merusak.

Serangan Serangga

Sistem penyimpanan mempunyai karakteristik yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan serangga. Siklus hidup serangga dimulai dari telur, ulat (larva atau jentik), kepompong (pupa), selanjutnya menjadi serangga dewasa. Serangga dewasa dan ulat aktif merusak bahan simpanan (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Sitophilus oryzae atau serangga penggerak merupakan hama utama pada

beras yang disimpan. Adanya serangga ini pada beras yaitu ditandai dengan butir beras berlubang–lubang atau hancur menjadi tepung karena gerakan serangga. Akibat hama ini yaitu beras dapat kehilangan berat (susut berat) mencapai 23% setelah disimpan beberapa bulan. Sitophilus oryzae mempunyai ciri yaitu sewaktu

(20)

masih muda berwarna cokelat atau cokelat kehitaman dan setelah dewasa berwarna hitam. Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2–3,5 mm), pada sayap bagian depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara hidup serangga ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu sisi butiran beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang, kemudian telur ditempatkan dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur sebanyak 300-400 butir, setelah beberapa hari telur akan menetas menjadi ulat. Lingkungan hidup yang ideal pada suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan kadar air bahan 10–15%. Dalam kondisi seperti ini, siklus hidupnya berlangsung 31–37 hari (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Beberapa faktor fisik dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan serangga antara lain : suhu, kelembaban relatif, dan kadar air dari komoditas pangan yang disimpan. Suhu mempunyai pengaruh kuantitatif terhadap perkembangbiakan serangga. Suhu rendah menyebabkan pertumbuhan serangga sangat lambat dan mortalitas relatif tinggi. Setiap spesies serangga mempunyai suhu optimum, dimana tingkat pertumbuhan akan mencapai titik optimum (Syarief dan Halid, 1993).

Sifat Fisik

Menurut Kling dan Woehlbier (1983) dalam Khalil (1999a), sekurang-kuarangnya ada tujuh sifat fisik pakan yang penting, yaitu ukuran parikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis. Sedangkan menurut Wirakartakusumah et al. (1992), sifat fisik bahan pakan banyak dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel suatu bahan, juga dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan suatu bahan.

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan berat total bahan, sedangkan kadar air berdasarkan bahan kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan bahan kering bahan tersebut (Syarif dan Halid, 1993). Air dalam bahan pangan maupun pakan terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: 1) air bebas yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan, 2) air tidak

(21)

terikat secara fisik yaitu air yang terikat menurut system kapiler air absorpsi karena tenaga penyerapan, 3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam system dispersi (Winarno et al., 1980).

Kandungan air bahan senantiasa berubah yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan kelembaban (Suadnyana, 1998). Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi (Winarno et al., 1980).

Kadar air dalam bahan makanan dapat menentukan acceptability dan daya tahan bahan. Air yang terdapat dalam suatu bahan menurut derajat keterkaitannya terbagi atas empat tipe yaitu: 1) tipe satu adalah molekul air yang terikat pada moleku-molekul lain melalui suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa, 2) tipe dua adalah molekul-molekul air yang membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air lain. Air tipe ini lebih sulit dihilangkan, dan apabila dihilangkan akan mengakibatkan penurunan aktivitas air (Aw), apabila air ini dihilangkan sebagian, maka pertumbuhan mikroba, reaksi

browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi, sedangkan apabila air ini

dihilangkan semuanya, kadar air bahan berkisar antara 3-7% dan kestabilan produk suatu bahan akan tercapai, 3) tipe tiga adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aktivitas air kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Air tipe ini disebut dengan air tipe bebas, 4) tipe empat adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni (Winarno, 1997).

Aktivitas Air (Aw)

Aktivitas air bahan pakan merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid, 1993). Winarno (1997) menyatakan bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada

(22)

aktivitas air 0,9, khamir pada aktivitas air 0,8-0,9 dan kapang pada aktivitas air 0,6-0,7.

Bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah 70% atau pada kelembaban relatif dibawah 70% (Winarno, 1997). Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpinan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air tinggi (Syarif dan Halid, 1993).

Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar kehalusan dari pakan atau ransum yang dihasilkan dengan menggunakan Ro Tap

Sieve Shaker (Henderson dan Perry, 1981).

Ukuran partikel bahan dalam pakan yang dibutuhkan oleh ternak tergantung pada umur, jenis dan ukuran tubuh ternak. Menurut Ensminger et al. (1990), pengecilan ukuran partikel dilakukan untuk mempermudah konsumsi dan meningkatkan kecernaan pakan, sedangkan pembesaran ukuran partikel dilakukan untuk pakan sapi atau domba di lapang, untuk memperkecil penyusutan bahan, menghindari pemilihan pakan yang lebih disukai oleh ternak dan meningkatkan efisiensi penanganan.

Behnke dan Beyer (2007) menyatakan bahwa klasifikasi ukuran crumble kasar yaitu berkisar 4,0 mm, crumble medium sebesar 1,5-4,0 mm, dan crumble halus yaitu berkisar 1,5 mm.

Berat Jenis (BJ)

Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah g/ml. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel, faktor penentu dari kerapatan tumpukan, dan faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis sangat mempengaruhi tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Kling and Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999a)

Menurut Suadnyana (1998) bahwa adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran partikel dan

(23)

karakteristik permukaan partikel. Khalil (1999a) mengungkapkan bahwa pengecilan ukuran partikel dan kadar air tidak berpengaruh nyata terhadap pengukuran berat jenis dari berbagai kelompok bahan pakan sumber energi, sumber hijauan, sumber protein nabati dan hewani serta bahan pakan sumber mineral.

Sudut Tumpukan (ST)

Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan (Pratomo, 1976). Bentuk kerucut akan menandakan mudah tidaknya bahan meluncur pada bidang masing–masing karena pengaruh gaya gravitasi.

Kegunaan praktis dari sifat sudut tumpukan adalah dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat

material handling lainnya. Sifat tersebut juga penting untuk menentukan derajat

kemiringan dari suatu gudang penyimpanan bahan untuk keperluan pengosongannya oleh gaya gravitasi.

Khalil (1999b) menyatakan bahwa pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol, sedangkan ransum dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50°. Menurut Fasina dan Sokhansanj (1993) bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-300, bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 30-380 memiliki laju alir yang mudah mengalir, bahan yang memiliki sudut tumpukan 38-450 laju alirnya medium atau sedang dan bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 45-550 laju alirnya sulit mengalir dengan bebas.

Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukan (Kling dan Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999b).

Kerapatan Tumpukan (KT)

Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m (Khalil, 1999a). Kerapatan

(24)

tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, begitu juga dengan berat jenis ( Kling and Woehlbier, 1983 dalam Khalil 1999a). Kerapatan tumpukan digunakan untuk menentukan volume ruang penyimpanan bahan dengan berat tertentu (Syarief dan Irawati, 1988). Semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil (Khalil, 1999a)

Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel–partikel bahan (Wirakartakusumah et al., 1992). Nilai kerapatan tumpukan berbanding terbalik dengan kandungan air dan partikel asing dalam bahan (Fasina dan Sonkhansanj, 1993) sehingga peningkatan kandungan air atau partikel asing akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan bahan tersebut.

Menurut Ruttloff (1981) dalam Khalil (1999a) pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (lebih dari 500 kg/m) akan sulit dicampur dan campurannya akan mudah terpisah kembali. Pakan yang mempunyai kerapatan tumpukan yang rendah (kurang dari 450 kg/m) waktu jatuh atau mengalir lebih lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetrik maupun gravimetrik.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT)

Densitas berwadah merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan seperti digoncangkan dengan satuan kg/m (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan sangat penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Pemadatan pakan berukuran partikel kecil akan mengurangi ruang antar partikel dan menyebabkan bobot bahan setiap satuan volume meningkat. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan mempunyai hubungan sangat erat dan sangat berperan terhadap penentuan kapasitas silo, dan pencampuran bahan. Kerapatan pemadatan tumpukan menurun dengan semakin tingginya kandungan air (Suadnyana,1998).

(25)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2008. Pengujian aktivitas air, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumputan, sudut tumpukan, dan serangan serangga dilakukan di Laboratorium Industri Pakan Ternak dan pengujian kadar air dilakukan di Laboratorium Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Masa penyimpanan dilakukan selama 8 minggu di gudang Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Materi

Alat

Alat yang digunakan adalah alat produksi (mixer, pelleter, crumbler), alat analisa (oven dan Aw meter), dan alat ukur (timbangan, mistar, gelas ukur 500 ml), serta alat bantu (corong dan plat baja).

Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum broiler starter yaitu jagung, dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, CGM, CPO, premix. Kemasan yang digunakan yaitu karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas. Karung goni dan karung plastik dipotong dan dijahit dengan ukuran 17 x 40 cm. Kemasan plastik yang digunakan yaitu ukuran 17 x 40 cm dan kemasan kertas yang digunakan dipotong dan dilem dengan ukuran 17 x 40 cm. Setiap kemasan diisi dengan bahan penelitian dengan berat 1 kg. Setelah semua kemasan diisi dengan bahan penelitian, kemudian kemasan karung goni, karung plastik, dan kemasan kertas ditutup dengan cara dijahit, sedangkan untuk kemasan plastik ditutup dengan cara dilaminasi. Semua jenis kemasan yang digunakan merupakan kemasan baru.

Pembuatan formulasi ransum yaitu disusun berdasarkan kebutuhan broiler

starter menurut Leeson dan Summer (2005), dengan protein kasar (PK) 22% dan

kebutuhan energi metabolis (EM) 3.050 kkal/kg ransum. Pembuatan formulasi ransum menggunakan metode trial and error (coba-coba). Formulasi ransum broiler starter dapat dilihat pada Tabel 3.

(26)

Tabel 3. Formulasi Ransum Broiler Starter

Bahan Pakan Persen

Jagung 40,0 Dedak Padi 15,7 Bungkil Kedelai 15,0 Bungkil Kelapa 15,0 Tepung Ikan 5,0 CGM 6,0 CPO 3,0 Premix 0,3 Total 100

Kandungan zat makanan ransum disusun dengan menggunakan metode trial and error (coba-coba) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan Perhitungan

Komponen Jumlah

Energi Metabolis (kkal/kg) 2948

Protein Kasar (%) 21,75 Serat Kasar (%) 4,91 Calsium (%) 0,93 Phospor Total (%) 0,97 Lysin (%) 1,01 Metionin (%) 0,48 Metionin+sistin (%) 0,92 Rancangan Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah jenis kemasan dan lama penyimpanan. Jenis ransum yang digunakan yaitu broiler stater. Kemasan yang digunakan yaitu karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas, yang diisi dengan bahan penelitian sebanyak 1 kg. Perlakuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

(27)

Jenis Kemasan Lama Penyimpanan (Minggu) Karung Goni (A1) Karung Plastik (A2) Kemasan Kertas (A3) Kemasan Plastik (A4) 0 (A10)1 (A20)1 (A30)1 (A40)1 (A10)2 (A20)2 (A30)2 (A40)2 (A10)3 (A20)3 (A30)3 (A40)3 (A10)4 (A20)4 (A30)4 (A40)4 2 (A12)1 (A22)1 (A32)1 (A42)1 (A12)2 (A22)2 (A32)2 (A42)2 (A12)3 (A22)3 (A32)3 (A42)3 (A12)4 (A22)4 (A32)4 (A42)4 4 (A14)1 (A24)1 (A34)1 (A44)1 (A14)2 (A24)2 (A34)2 (A44)2 (A14)3 (A24)3 (A34)3 (A44)3 (A14)4 (A24)4 (A34)4 (A44)4 6 (A16)1 (A26)1 (A36)1 (A46)1 (A16)2 (A26)2 (A36)2 (A46)2 (A16)3 (A26)3 (A36)3 (A46)3 (A16)4 (A26)4 (A36)4 (A46)4 8 (A18)1 (A28)1 (A38)1 (A48)1 (A18)2 (A28)2 (A38)2 (A48)2 (A18)3 (A28)3 (A38)3 (A48)3 (A18)4 (A28)4 (A38)4 (A48)4

(28)

Model

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 5 dengan 4 ulangan, yang terdiri :

Faktor P : P1 : Karung goni P2 : Karung plastik P3 : Kemasan kertas P4 : Kemasan plastik Faktor M :

M1: Lama penyimpanan 0 minggu

M2: Lama penyimpanan 2 minggu

M3: Lama penyimpanan 4 minggu

M4: Lama penyimpanan 6 minggu

M5: Lama penyimpanan 8 minggu

Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yijn = µ + i + j + ( )ij + ijn

i : Perlakuan jenis kemasan (karung goni, karung plastik, kemasan kertas, kemasan plastik)

j : Lama penyimpanan (0, 2, 4, 6, 8 minggu) n : Ulangan

Keterangan :

Yijn = Nilai pengamatan uji fisik pada faktor P taraf ke-i faktor M taraf ke-j dan ulangan ke-n

µ = Rataan umum jenis kemasan terhadap lama penyimpanan

i = Pengaruh jenis kemasan (karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas) ke-i

j = Pengaruh lama penyimpanan (0, 2, 4, 6, dan 8 minggu) ke-j ij = Pengaruh interaksi jenis kemasan dengan lama penyimpanan ijn = Galat akibat pengaruh jenis kemasan dengan lama penyimpanan

(29)

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur Steel dan Torrie (1993), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.

Peubah

Peubah yang diamati meliputi sifat fisik ransum yaitu kadar air (KA), aktivitas air (Aw), ukuran partikel (UP), berat jenis (BJ), sudut tumpukan (ST), kerapatan tumpukan (KT), dan kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sedangkan serangan serangga dibahas secara deskripsi.

Prosedur

Pembuatan Ransum

Ransum yang digunakan merupakan ransum buatan sendiri yang dibuat di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Proses pembuatannya meliputi penimbangan bahan sesuai formulasi. Cara pembuatan ransum yaitu: a) bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, dan CGM dicampur menjadi satu (campuran 1), b) CPO dicampur dengan jagung yaitu dengan cara mengambil sedikit jagung, kemudian dicampur dengan semua jagung (campuran 2), c) premix dicampur dengan campuran 1 (campuran 3), d) campuran 3 dicampur dengan dedak padi (campuran 4), e) kemudian campuran 2 dicampur dengan campuran 4, setelah tercampur menjadi satu kemudian campuran tersebut di pellet,

cooling, dan crumbler.

Crumble dimasukkan ke dalam karung goni, karung plastik, kemasan plastik, dan kemasan kertas, masing–masing sebanyak 1 kg. Setelah semua kemasan diisi dengan bahan penelitian, kemudian kemasan karung goni, karung plastik, dan kemasan kertas ditutup dengan cara dijahit, sedangkan untuk kemasan plastik ditutup dengan cara dilaminasi.

Penyimpanan

Ransum tersebut disimpan selama 8 minggu. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kadar Air (AOAC, 1984)

Kadar air diukur dengan menggunakan metode pemanasan. Cawan alumunium ditimbang (x gram). Sampel sebanyak 5 gram (y gram) dimasukkan ke

(30)

dalam cawan alumunium, kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 0C selama 24 jam. Setelah itu sampel dalam cawan ditimbang (z gram).

Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus: x + y - z

Kadar Air (KA) = x 100% Y

Aktivitas Air

Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air (Aw) adalah Aw meter. Cara kerja alat ini yaitu Aw meter dikalibrasi dengan menggunakan BaCl2.2H2O,

kemudian ditutup dan dibiarkan selama 3 jam sampai angka pada skala pembacaan Aw menjadi 0,9. Aw meter dibuka dan tempat sampel dibersihkan. Sampel dimasukkan dan alat ditutup, tunggu hingga 3 jam. Setelah 3 jam, skala Aw dibaca dan dicatat. Perhatikan skala temperatur untuk faktor koreksi. Nilai aktivitas air (Aw) dihitung dengan menggunakan rumus:

Aw= Pembacaan skala Aw + (Pembacaan skala temperatur 20) x 0,002

Gambar 1. Aw Meter Ukuran Partikel (Henderson dan Perry, 1981)

Teknik yang digunakan untuk ukuran partikel crumble adalah dengan menggunakan alat Vibrator Ballmill German The Sieve Analysis nomor mesh / sieve 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400. Bahan ditimbang sebanyak 500 gram dan diletakkan pada bagian paling atas dari sieve, kemudian bahan disaring dan bahan yang tertinggal pada tiap–tiap sieve ditimbang.

Derajat kehalusan (Modulus of Finenes/MF) dihitung dengan cara: (% bahan x No Perjanjian)

Derajat Kehalusan =

100

(31)

Berdasarkan rumus tersebut maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai berikut:

Kategori bahan kasar : MF = 4,0–7 maka UP > 1,79–13,33 mm Kategori bahan sedang : MF = 2,1–4,1 maka UP > 0,78–1,79 mm Kategori bahan halus : MF = 0–2,1 maka UP = 0,10–0,78 mm

Gambar 2. Vibrator Ballmill Berat Jenis (Khalil, 1999a)

Berat jenis di ukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan cara mengukur perubahan volume aquadest pada gelas ukur 500 ml setelah memasukkan aquadest yang telah ditentukan jumlahnya dan bahan yang telah diketahui massanya ke dalam gelas ukur. Di dalam gelas ukur dilakukan pengadukan untuk mempercepat hilangnya udara partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquadest yang merupakan volume bahan yang sesungguhnya.

Berat jenis dinyatakan dalam satuan g/ml, dan dihitung dengan cara: Berat bahan (gram)

Berat jenis =

Perubahan volume aquadest (ml) Sudut Tumpukan (Khalil, 1999a)

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan menjatuhkan bahan sebanyak 500 gram pada ketinggian tertentu melalui corong pada bidang datar. Alas yang digunakan kertas karton berwarna putih.

Sudut tumpukan bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t). Tinggi bahan diukur dengan menggunakan jangka sorong, panjang dan lebar bahan diukur dengan menggunakan mistar.

(32)

t tg = 0,5d

= tan-1

Keterangan : t = tinggi tumpukan d = diameter tumpukan = sudut tumpukan

Gambar 3. Alat Pengukur Sudut Tumpukan Kerapatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan tumpukan dihitung dengan memasukkan bahan dengan bobot tertentu ke dalam gelas ukur 500 ml. Bahan dimasukkan kedalam gelas ukur dengan menggunakan corong.

Kerapatan tumpukan dinyatakan dalam g/ml dan dihitung dengan rumus: Berat bahan (gram)

Kerapatan tumpukan =

Volume ruang yang ditempati (ml) Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Khalil, 1999a)

Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggetarkan gelas ukur dengan tangan sampai volume konstan.

Kerapatan pemadatan tumpukan dinyatakan dalam satuan g/ml dan dihitung dengan cara :

Berat bahan (gram) KPT =

(33)

Serangan Serangga (Roza, 1998)

Untuk melihat seberapa banyak serangga yang terdapat di dalam crumble yang disimpan yaitu dengan mengayak crumble sebanyak satu kilogram

menggunakan saringan vibrator ballmill No. 32 yang bertujuan agar serangga dapat lolos tapi crumble tidak, kemudian dihitung satu persatu jumlah serangga, yang lolos yang telah dialasi kertas putih. Kemudian bahan yang diperiksa diberi kode, berikut kode pemeriksaan yang ada (Bulog, 1996):

C/A :Aman, yaitu tidak terlihat dan tidak ditemukannya adanya serangga dari sampel

C/R :Ringan, yaitu tidak terlihat adanya serangga ditumpukkan atau kurang sebelum pemeriksaan sampel, maksimum 1-2 ekor/kg.

C/M :Medium, yaitu serangga terlihat ditumpukkan, sekitar 3-5 ekor/kg.

C/B :Berat, yaitu serangga jelas banyak ditumpukkan, 6-10 ekor/kg C/SB :Sangat berat, yaitu > 10 ekor/kg.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemas, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karnas, 1989). Setiap jenis kemasan dapat mempengaruhi masa simpan komoditi, sehingga dapat menentukan berapa lama komoditi tersebut dapat disimpan.

Kemasan yang digunakan pada penelitian yaitu karung goni, karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik yang setiap jenis kemasan terbuat dari bahan yang berbeda dan mempunyai karakteristik yang berbeda. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

P1 P2 P3 P4 Gambar 4. Berbagai Jenis Kemasan Penelitian

Keterangan : P1= Karung Goni, P2 = Karung Plastik, P3 = Kemasan Kertas, P4 = Kemasan Plastik

Karung goni terbuat dari yute atau rami dan mempunyai pori–pori yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik. Menurut Hasjmy (1991), karung goni mempunyai lubang-lubang yang relatif lebih besar yang berguna memudahkan penetrasi gas yang digunakan pada saat fumigasi, akan tetapi karung goni mempunyai kelebihan dibandingkan dengan karung plastik yaitu dapat menyimpan komoditi tertentu (seperti gula) tanpa menggumpal (Soekartawi, 1989). Berbeda halnya dengan karung goni, karung

(35)

plastik dan plastik umumnya terbuat dari polyolefin film yaitu polyethylene (Syarief dan Irawati, 1988). Karung plastik mempunyai pori–pori yang lebih kecil dibandingkan dengan karung goni. Karung plastik mulai pesat dipakai karena mempunyai sifat kuat, tahan air, lembam, transparan, dapat dibentuk, diisi dan disegel dengan mesin. Sama halnya dengan karung plastik, plastik dapat digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik, tebal plastik, dan ukuran molekul yang berdifusi produk (Syarief dan Irawati, 1988), sedangkan kemasan kertas terbuat dari pulp (bubur kayu) (Junaedi, 2003).

Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan

Ransum buatan sendiri disimpan di dalam gudang berukuran sekitar 3 x 4 m2, yang terletak di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6 dan rataan suhu dan kelembaban lingkungan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan (16 Oktober–11 Desember 2008)

Minggu

ke-1 2 3 4 5 6 7 8 Suhu(0C) 27,7 27,6 27,3 28,2 27,1 26,9 27,2 26,5

RH (%) 72 71 72 76 73 77 71 79

Rataan suhu dan kelembaban lingkungan selama penyimpanan berdasarkan data klimatologi Darmaga dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Penyimpanan (16 Oktober–11 Desember 2008)

Minggu

ke-1 2 3 4 5 6 7 8 Suhu(0C) 26,25 26,08 22,05 25,20 25,82 25,99 26,43 29,38 RH(%) 83,97 85,96 84,84 89,18 87,18 84,48 83,28 100,35 Sumber: Klimatologi Darmaga

(36)

Pengaruh suhu dan kelembaban sangat penting dalam penyimpanan ransum. Suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat fisik ransum dan pertumbuhan serangga pada komoditi yang disimpan, karena suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan serangga perusak. Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu 25-30 0C. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974) dalam Yuliastanti (2001), syarat umum untuk ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara 18-24 0C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangan serangga dan tikus yang dapat merusak. Tabel 6 menunjukkan bahwa rataan suhu selama penyimpanan dapat mendukung pertumbuhan serangga.

Serangan Serangga

Serangan serangga tidak dimasukkan ke dalam rancangan percobaan, karena keseragamannya sangat tinggi, sehingga dibahas secara deskripsi (Putra, 2005). Penelitian ini tidak hanya menghitung jumlah serangga yang terdapat pada ransum, tetapi juga jumlah ulat (larva atau jentik) yang terdapat pada ransum.

Serangan serangga paling banyak ditemukan pada karung goni dan mulai muncul pada penyimpanan minggu ke-4, sedangkan pada kemasan karung plastik mulai ditemukan pada penyimpanan minggu ke-6 (Tabel 8). Jumlah serangga paling tinggi yaitu pada kemasan karung goni, sedangkan pada kemasan kertas dan kemasan plastik tidak ditemukan serangan serangga. Semakin lama penyimpanan, maka meningkatkan jumlah serangga yang terdapat pada karung goni dan karung plastik. Hal ini disebabkan karung goni mempunyai pori–pori yang relatif besar dibandingkan dengan jenis kemasan yang lain, sehingga jumlah serangga yang terdapat pada karung goni paling banyak dibandingkan dengan jenis kemasan yang lain.

Serangan serangga pada karung goni termasuk kategori sangat berat dan pada karung plastik termasuk kategori ringan. Serangan serangga pada minggu ke-4 termasuk kategori medium, minggu ke-6 termasuk kategori berat, minggu ke-8 termasuk kategori sangat berat. Sampel dikatakatan aman dari serangan serangga jika tidak terdapat serangga, sampel dikatakatan ringan dari serangan serangga jika terdapat 1–2 ekor serangga/kg, sampel dikatakatan medium (sedang) dari serangan serangga jika terdapat 3–5 ekor serangga/kg, sampel dikatakatan berat dari serangan

(37)

serangga jika terdapat 6–10 ekor serangga/kg, sampel dikatakatan sangat berat dari serangan serangga jika terdapat > 10 ekor serangga/kg (Bulog, 1996).

Tabel 8. Rataan Serangga Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (ekor/kg) Perlakuan Penyimpanan (minggu) P1 P2 P3 P4 Rataan 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 3 6 26 1 0 0 7 8 76 4 0 0 20 Rataan 22 1 0 0

Keterangan: P1 = kemasan karung goni, P2 = kemasan karung plastik, P3 = kemasan kertas, dan P4 = kemasan plastik

Serangga yang terdapat pada penelitian ini sama dengan serangga yang ditemukan pada penelitian Putra (2005) dan Koehler (2005) yaitu Sitophilus oryzae. Serangga ini mempunyai ciri yaitu sewaktu masih muda berwarna cokelat dan setelah dewasa berwarna hitam. Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2– 3,5 mm), pada sayap bagian depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara hidup serangga ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu sisi butiran beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang, kemudian telur ditempatkan dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur sebanyak 300-400 butir, setelah beberapa hari telur menetas menjadi ulat. Siklus hidup serangga dimulai dari telur, ulat (larva atau jentik), kepompong (pupa), selanjutnya menjadi serangga dewasa. Serangga dewasa dan ulat aktif merusak bahan simpanan (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Lingkungan hidup yang ideal untuk pertumbuhan Sitophilus oryzae yaitu pada suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan kadar air bahan 10–15%. Siklus hidupnya berlangsung 31–37 hari (Imdad dan Nawangsih, 1999). Ditambahkan oleh Cox et al. (2007) bahwa suhu ideal untuk pertumbuhan Sitophilus oryzae yaitu 25-27,50C.

(38)

G1 G2 Gambar 5. Serangga Penelitian

Keterangan : G1= Serangga Hasil Penelitian Koehler dan G2 = Serangga Hasil Penelitian

Jumlah ulat (larva atau jentik) yang terdapat pada ransum paling banyak ditemukan pada karung goni dan mulai muncul pada penyimpanan minggu ke-4, sedangkan pada kemasan karung plastik mulai ditemukan pada penyimpanan minggu ke-6 (Tabel 9). Semakin lama penyimpanan, maka meningkatkan jumlah ulat (larva atau jentik) yang terdapat pada ransum. Menurut Aldryhim dan Adam (1999), siklus hidup yang diperlukan dari tahap telur menjadi ulat (larva atau jentik) yaitu 10 hari, tahap kepompong (pupa) menjadi serangga dewasa yaitu 10-70 hari.

Tabel 9. Rataan Ulat Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan Perlakuan Penyimpanan (minggu) P1 P2 P3 P4 Rataan 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 4 43 0 0 0 10 6 76 2 0 0 20 8 148 23 0 0 43 Rataan 67 6 0 0

Keterangan: P1 = kemasan karung goni, P2 = kemasan karung plastik, P3 = kemasan kertas, dan P4 = kemasan plastik

Sifat Fisik

Menurut Kling dan Woehlbier (1983) dalam Khalil (1999a), sekurang-kuarangnya ada tujuh sifat fisik pakan yang penting, yaitu ukuran parikel, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis. Sedangkan menurut Wirakartakusumah et al. (1992), sifat fisik bahan pakan banyak dipengaruhi oleh kadar air dan ukuran partikel

(39)

suatu bahan, juga dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk dan karakteristik permukaan suatu bahan.

Sifat fisik pakan yang diamati pada penelitian ini yaitu kadar air, aktivitas air, ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan.

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan bahan kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan bahan kering bahan tersebut (Syarif dan Halid, 1993). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis kemasan dan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Semakin lama penyimpanan, maka meningkatkan nilai kadar air ransum (Tabel 10). Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan menunjukkan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar air.

Tabel 10. Rataan Kadar Air Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (%) Perlakuan Penyimpanan (minggu) P1 P2 P3 P4 Rataan 0 9,58±0,52PQ 9,58±0,52PQ 9,58±0,52PQ 9,58±0,52PQ 9,58±0,46A 2 12,16±0,52S 12,47±0,30ST 12,83±0,52STU 9,49±0,22PQ 11,74±1,41B 4 13,64±0,30TUV 13,44±0,57TUV 14,11±0.85V 8,43±0,86P 12,41±2,26C 6 13,28±0.85STUV 13,80±0.55UV 13,28±0,89STUV 10,50±0,86QR 12,71±1,52CD 8 13,46±0,28TUV 14,00±0,25UV 14,00±0,32UV 10,89±0,54R 13,08±1,37D Rataan 12,42±2,07B 12,66±2,01B 12,76±1,78B 9,78±2,18A

Keterangan: Superskrip A, B, C, CD, dan D pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Superskrip A dan B pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Superskrip P, PQ, QR, R, S, ST, STU, STUV, TUV, UV, dan V menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

P1 = kemasan karung goni, P2 = kemasan karung plastik, P3 = kemasan kertas, dan P4 = kemasan plastik

Kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi, serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi (Imdad dan Nawangsih, 1999). Kemasan yang berbeda dapat mempengaruhi kadar air. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai kadar air ransum pada kemasan plastik

(40)

mempunyai nilai yang paling rendah dibandingkan dengan jenis kemasan yang lain sampai penyimpanan minggu ke-8. Hal ini dikarenakan kemasan plastik tidak mempunyai pori–pori dibadingkan dengan jenis kemasan yang lain. Kemasan plastik terbuat dari polyethylene, yang mempunyai keuntungan yaitu permeabilitas uap air dan air rendah (Syarief dan Irawati, 1988).

Gambar 6. Grafik Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air

Semakin lama penyimpanan, maka akan meningkatkan kadar air ransum, meskipun pada perlakuan P1 dan P3 kadar air ransum berubah–ubah setiap minggunya (Tabel 10). Perubahan kadar air ransum dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban lingkungan selama penyimpanan. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan berubah–ubah setiap minggunya (Tabel 6). Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Suadnyana (1998), bahwa kandungan air bahan senantiasa berubah yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan kelembaban. Bila kelembaban udara ruang penyimpanan tinggi maka akan terjadi absorpsi uap air dari udara ke ransum yang menyebabkan kadar air ransum meningkat. Hal ini didukung oleh Winarno et

al. (1980) bahwa kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban

nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi.

Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan mempengaruhi nilai kadar air. Grafik interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan

(41)

terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 10 menunjukkan bahwa ransum pada perlakuan P3 pada penyimpanan 4 minggu mempunyai nilai kadar air yang paling tinggi. Penyimpanan 0 minggu, kadar air ransum pada semua perlakuan mempunyai nilai yang sama. Penyimpanan 2, 4, 6, dan 8 minggu, kadar air ransum paling rendah pada perlakuan P4 dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perbedaan kadar air ransum disebabkan setiap jenis kemasan terbuat dari bahan yang berbeda dan mempunyai karakteristik yang berbeda dalam pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, dan perpindahan panas.

Pengemasan baik menggunakan karung goni, karung plastik, kemasan kertas, dan kemasan plastik dapat mempertahankan kadar air ransum selama penyimpanan 8 minggu, yaitu kadar air ransum masih dibawah 14% (sesuai dengan ketentuan SNI No. 01-3930-2006). Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Haris dan Karnas (1989), bahwa pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar.

Aktivitas Air

Aktivitas air bahan pakan merupakan air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarif dan Halid, 1993). Nilai aktivitas air menunjukkan banyaknya air bebas pada suatu bahan yang dapat memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis kemasan dan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air. Semakin lama penyimpanan, maka meningkatkan nilai aktivitas air ransum, meskipun terjadi penurunan pada minggu ke-8 (Tabel 11). Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air.

Aktivitas air pada kemasan plastik mempunyai nilai yang paling rendah dibandingkan dengan jenis kemasan yang lain sampai penyimpanan minggu ke-8. Hal ini dikarenakan kemasan plastik tidak mempunyai pori–pori dibandingkan dengan jenis kemasan yang lain. Kemasan plastik terbuat dari polyethylene, yang mempunyai keuntungan yaitu permeabilitas uap air dan air rendah mudah dikelim panas, fleksibel, dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-50 0C), transparan sampai buram, dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain. (Syarief dan Irawati, 1988).

(42)

Tabel 11. Rataan Aktivitas Air Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan Perlakuan Penyimpanan (minggu) P1 P2 P3 P4 Rataan 0 0,63±0,01P 0,63±0,01P 0,63±0,01P 0,63±0,01P 0,63±0,01A 2 0,73±0,02QRST 0,62±0,01P 0,73±0,00QRS 0,72±0,01Q 0,70±0,05B 4 0,74±0,01QRSTU 0,76±0,02STUV 0,79±0,01V 0,64±0,01P 0,73±0,05C 6 0,77±0,00TUV 0,79±0,01V 0,76±0,03RSTUV 0,72±0,06QR 0,76±0,04D 8 0,78±0,01UV 0,78±0,00UV 0,78±0,01V 0,65±0,02P 0,75±0,06CD Rataan 0,73±0,07BC 0,72±0,06B 0,74±0,06C 0,67±0,07A

Keterangan: Superskrip A, B, C, CD, dan D pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Superskrip A, B, BC, dan C pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Superskrip P, Q, QRS, QRST, QRSTU, RSTUV, STUV, TUV, UV, dan V menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

P1 = kemasan karung goni, P2 = kemasan karung plastik, P3 = kemasan kertas, dan P4 = kemasan plastik

Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan mempengaruhi nilai aktivitas air. Grafik interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan terhadap aktivitas air dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 11 menunjukkan bahwa ransum perlakuan P3 pada penyimpanan 4 dan 8 minggu dan perlakuan P2 pada penyimpanan 6 minggu mempunyai nilai aktivitas air yang tinggi. Penyimpanan 0 minggu, aktivitas air ransum pada semua perlakuan mempunyai nilai yang sama. Penyimpanan 2 minggu, aktivitas air ransum pada perlakuan P2 mempunyai nilai yang paling rendah. Penyimpanan 4, 6, dan 8 minggu, aktivitas air ransum pada perlakuan P4 mempunyai nilai yang paling rendah. Perbedaan aktivitas air ransum disebabkan kadar air ransum berbeda-beda setiap minggunya.

Gambar 7. Grafik Interaksi antara Jenis Kemasan dengan Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Air

(43)

Semakin lama penyimpanan maka akan meningkatkan aktivitas air ransum, meskipun pada perlakuan P3 dan P4 aktivitas air ransum berubah–ubah (Tabel 11). Aktivitas air pada berbagai jenis kemasan selama penyimpanan berkisar antara 0,6-0,7. Menurut Winarno (1997) suatu bahan yang akan disimpan sebaiknya memiliki aktivitas air dibawah 70%. Aktivitas air berkorelasi positif dengan kadar air. Hubungan (korelasi) antara aktivitas air dengan kadar air menunjukkan hubungan linier (r = 0,56) dengan persamaan y = 0,343+0,031x. Grafik garis hubungan antara aktivitas air dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 8. Absorpsi uap air dari udara ke ransum menyebabkan perubahan kandungan air bebas ransum, sehingga menyebabkan nilai aktivitas air juga berubah. Nilai aktivitas air yang berubah–ubah setiap minggunya disebabkan oleh suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang selalu berubah–ubah (Tabel 6).

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Aktivitas Air

Nilai aktivitas air dapat memicu pertumbuhan mikroba. Aktivitas air ransum selama penyimpanan pada berbagai kemasan dapat memicu pertumbuhan kapang, karena aktivitas airnya berkisar antara 0,6-0,7. Winarno (1997) menyatakan bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai aktivitas air minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri tumbuh pada aktivitas air 0,9, khamir pada aktivitas air 0,8-0,9 dan kapang pada aktivitas air 0,6-0,7.

Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel bertujuan untuk menentukan kategori kadar kehalusan dari pakan atau ransum yang dihasilkan dengan menggunakan Ro Tap

(44)

Sieve Shaker (Henderson dan Perry, 1981). Satuan dari ukuran partikel yaitu mm.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran partikel, sedangkan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) meningkatkan ukuran partikel (Tabel 12). Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran partikel.

Tabel 12. Rataan Ukuran Partikel Ransum pada Berbagai Kemasan Selama Penyimpanan (mm) Perlakuan Penyimpanan (minggu) P1 P2 P3 P4 Rataan 0 3,29±0,23 3,29±0,23 3,29±0,23 3,29±0,23 3,29±0,24A 2 3,71±0,27 3,37±0,29 3,72±0,30 3,41±0,22 3,55±0,30B 4 3,91±0,18 3,72±0,19 3,73±0,21 3,74±0,31 3,77±0,22B 6 3.73±0.25 3,83±0,26 3,65±0,17 3,83±0,12 3,76±0,21B 8 3,45±0,12 3,59±0,19 3,83±0,12 3,87±0,38 3,68±0,27B Rataan 3,62±0,30 3,56±0,30 3,64±0,27 3,63±0,34

Keterangan: Superskrip A dan B pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

P1 = kemasan karung goni, P2 = kemasan karung plastik, P3 = kemasan kertas, dan P4 = kemasan plastik

Ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan. Peningkatan ukuran partikel selama penyimpanan terjadi seiring dengan meningkatnya kadar air ransum selama penyimpanan (Tabel 10 dan Tabel 12). Al-Mahasneh dan Rababah (2007) menyatakan bahwa ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air. Hal ini didukung dari hasil penelitian Florensyah (2007) bahwa lama penyimpanan dan kadar air mempengarhi ukuran partikel. Hubungan (korelasi) antara ukuran partikel dengan kadar air menunjukkan hubungan linier (r = 0,299) dengan persamaan y=2,694+0,077x. Hal ini menunjukkan hubungan (korelasi) antara kadar air dengan ukuran partikel mempunyai hubungan yang positif. Grafik garis hubungan antara ukuran partikel dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 9. Parde et al. (2003) menyatakan peningkatan ukuran partikel dikarenakan kadar air selama penyimpanan meningkat yang menyebabkan inti membengkak. Ransum hasil penelitian sampai penyimpanan minggu ke-8 termasuk kategori sedang (medium), karena nilai ukuran partikelnya berkisar antara 3,29-3,77 mm. Behnke dan Beyer (2007) menyatakan bahwa crumble yang termasuk kategori sedang (medium) yaitu mempunyai ukuran partikel sebesar 1,5-4,0 mm.

(45)

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Ukuran Partikel

Penentuan ukuran partikel ransum sangat penting, karena berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak dan efisiensi pakan. Menurut Jahan et al. (2006) pakan dalam bentuk crumble lebih baik daripada pakan bentuk mash dan pellet untuk broiler komersial umur 21-56 hari. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian ransum bentuk crumble adalah meningkatkan palatabilitas ayam dan memungkinkan ayam untuk makan lebih cepat dibandingkan ransum dalam bentuk mash (Patrick dan Schaible, 1980). Menurut Ensminger et al. (1990), pengecilan ukuran partikel dilakukan untuk mempermudah konsumsi dan meningkatkan kecernaan pakan. Berat Jenis

Berat jenis mempunyai peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis disebut juga berat spesifik (specific gravity), merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap perubahan volume aquadest dengan satuan g/ml. Berat jenis memberikan pengaruh besar terhadap daya ambang dari partikel, faktor penentu dari kerapatan tumpukan, dan faktor penentu dari densitas curah (Kling dan Woehlbier, 1983 dalam Khalil, 1999a). Berat jenis memegang peranan penting dalam proses pengolahan. Hasil sidik ragam menunjukkan jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis, sedangkan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) menurunkan berat jenis. Interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap berat jenis.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Starter
Tabel 2. Persyaratan Mutu Standar Pakan Ayam Broiler Stater Berdasarkan SNI No. 01-3930-2006
Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan Perhitungan
Gambar 1. Aw Meter Ukuran Partikel (Henderson dan Perry, 1981)
+7

Referensi

Dokumen terkait

diketahuilah bahwa sebagian besar titik reklame yang ada tidak sesuai dengan yang berlokasi di trotoar / bahu jalan jumlah titik reklame lainnya, serta jalan yang

Sekolah dapat menggunakan majalah web matematik ini sebagai daya penarik kepada para pelajar untuk lebih mendekati bidang matematik terutamanya yang berkaitan dengan kehidupan

(4) Setelah anak faham tentang kesalahan sesuatu perbuatan, manakala ibu bapa atau pendidik telah melakukan perkara di atas dalam situasi yang sesuai, barulah ibu

Dari hasil penelitian, responden berjenis kelamin perempuan sebanyak (53%) yang rata-rata berjurusan IPA sebanyak (80%), rata-rata umur yang mengisi angket tersebut 16

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama, bahwa pria disunnahkan untuk naik ke Shafa pada waktu memulai Sa‟i hingga ia dapat melihat Baitullah,

Dalam penelitian ini Personal Relationship yang mendapat kepuasan tertinggi berarti, Majalah SCG dapat digunakan untuk mencari topik untuk berdiskusi, serta

Atas dasar ini, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian probiotik yang berbeda terhadap laju pertumbuhan dan survival rate pada media budidaya ikan

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah serta hasil survey awal peneliti, maka timbul beberapa pertanyaan yang dapat diidentifikasi sebagai permasalahan