• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, dan peningkatan sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu bagian yang memiliki keterkaitan dengan pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperluas lapangan kerja, serta pemerataan pendapatan masyarakat.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan dari pembangunan ekonomi daerah, pemerintah daerah dan masyarakat harus saling berkerjasama sehingga proses pembangunan daerah bisa berlangsung secara berkelanjutan, oleh karena itu pemerintah daerah perlu menjalin kerjasama dengan masyarakat atau sektor swasta dengan menggunakan sumber daya yang ada dan harus mampu memperkirakan potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah (Arsyad, 1999:108). Kesungguhan pemerintah dalam membangun daerah ditunjukan dengan dikeluarkannya sistem pemerintahan yang dikenal dengan otonomi daerah. Kondisi tersebut didukung dengan adanya Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No 32 Tahun 2004 yang secara tersirat memberikan landasan untuk daerah dalam

(2)

2

rangka melakukan pembangunan daerahnya secara mandiri dengan lebih mengandalkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh daerah. Kebijakan dalam pembangunan ekonomi daerah harus didasarkan pada kekhasan daerah, dengan memaksimalkan potensi sumber daya lokal yang tersedia sehingga bisa menjadi penopang dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah.

Pemerintah pusat telah membuat kebijakan khusus untuk daerah dalam rangka pembangunan daerah yaitu desentralisasi yang merupakan kapasitas daerah untuk menyesuaikan strategi pembangunan yang spesifik untuk memenuhi kebutuhan khusus daerah (Andrea et al, 2012). Berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk mendorong daerah-daerah agar tidak bergantung lagi pada dana anggaran pusat dan harus mampu mendorong kontribusi sektor-sektor ekonomi lokalnya dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dapat mendukung untuk suksesnya pelaksanaan pembangunan daerah tersebut. Dalam perspektif jangka panjang, konsep pembangunan daerah harus menjadi suatu usaha untuk menumbuhkan perekonomian lokal atau daerah sehingga daerah otonom mampu tumbuh dan berkembang secara mandiri (Hadianto, 2002).

Tolak ukur yang dapat digunakan dalam menilai keberhasilan suatu daerah dalam pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita yang terjadi secara terus menerus dalam jangka panjang sehingga pertumbuhan tersebut menghasilkan suatu kekuatan bagi kelanjutan pertumbuhan itu sendiri (Budiono, 1999:8). Faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah adanya permintaan

(3)

3

barang dan jasa dari luar daerah, sehingga sumber daya lokal yang ada mampu memberikan peningkatan terhadap kekayaan daerah dan dapat menciptakan peluang kerja di daerah. Hubungan antara daerah satu dengan yang lainnya sangat diperlukan karena dengan adanya interaksi antar wilayah atau daerah akan membantu dalam melengkapi kekurangan masing-masing daerah dan bekerjasama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya (Saerofi, 2005).

Indikator yang dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator penting suatu wilayah yang mampu mengidentifikasi totalitas produksi netto barang atau jasa yang kemudian bisa digunakan untuk acuan perencanaan serta evaluasi pembangunan wilayah. Nilai PDRB Kabupaten Buleleng disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan UsahaKabupaten Buleleng Tahun 2009-2013 (Milliar Rupiah)

No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 1 Pertanian 826,45 844,19 865,31 886,97 908,73 2 Pertambangan & Penggalian 21,53 22,43 24,31 25,84 27,47 3 Industri pengolahan 341,01 364,93 375,71 389,92 404,81 4 Listrik, Gas &

Air 30,54 33,56 36,84 40,54 44,64 5 Bangunan 88,89 94,46 101,60 109,39 117,97 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 899,90 972,64 1.068,13 1.179,00 1.305,03 7 Pengangkutan & Komunikasi 118,51 124,82 131,70 139,22 147,26 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 140,78 147,79 152,43 158,41 164,83 9 Jasa-Jasa 798,73 852,66 912,84 978,66 1.049,47 PDRB 3.266,34 3.457,48 3.668,88 3.907,94 4.170,21 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

(4)

4

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat sektor perdagangan, Hotel & Restoran memiliki nilai tertinggi terhadap PDRB Kabupaten Buleleng dari tahun 2009-2013 lebih unggul daripada sektor-sektor lainnya, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian memiliki nilai terendah terhadap PDRB. Secara keseluruhan sembilan sektor yang ada terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan untuk laju pertumbuhan sembilan sektor di Kabupaten Buleleng ditunjukan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Persentase Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2013

No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-Rata 1 Pertanian 3.32 2.15 2.5 2.5 2.45 2.58 2 Pertambangan & Penggalian 4.77 4.17 8.42 6.28 6.3 5.99 3 Industri Pengolahan 7.09 7.01 2.96 3.78 3.82 4.93

4 Listrik, Gas &

Air 10.64 9.9 9.76 10.03 10.12 10.09 5 Bangunan 8.83 6.26 7.55 7.67 7.84 7.63 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 6.91 8.08 9.82 10.38 10.69 9.18 7 Pengangkutan & Komunikasi 6.12 5.32 5.51 5.71 5.78 5.69 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4.39 4.98 3.14 3.92 4.05 4.10 9 Jasa-Jasa 7.64 6.75 7.06 7.21 7.24 7.18 PDRB 6.1 5.85 6.11 6.52 6.71 6.26

(5)

5

Berdasarkan Tabel 1.2 terlihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan PDRB tertinggi berada pada tahun 2013 yaitu sebesar 6,71 persen. Sembilan sektor yang ada dari tahun 2009-2013 laju pertumbuhannya mengalami fluktuasi. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi adalah sektor listrik,gas dan air sedangkan, sektor yang memiliki laju pertumbuhan terendah adalah sektor pertanian.Jika dilihat dari perbandingan antara laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng dengan laju pertumbuhan PDRB kabupaten/kota lain di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2013 (dalam persen)

No Kab/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata 1 Jembrana 4.82 4.57 5.61 5.9 5.38 5.26 2 Tabanan 5.44 5.68 5.82 5.91 6.03 5.78 3 Badung 6.39 6.48 6.69 7.3 6.41 6.66 4 Gianyar 5.93 6.04 6.76 6.79 6.43 6.39 5 Klungkung 4.92 5.43 5.81 6.03 5.71 5.58 6 Bangli 5.71 4.97 5.84 5.99 5.61 5.63 7 Karangasem 5.01 5.09 5.19 5.73 5.81 5.37 8 Buleleng 6.1 5.85 6.11 6.52 6.71 6.26 9 Denpasar 6.53 6.57 6.77 7.18 6.54 6.72 Bali 5.33 5.83 6.49 6.65 6.05 6.07

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Berdasarkan Tabel 1.3 menunjukkan secara rata-rata dari tahun 2009-2013 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng sebesar 6.26 persen diatas rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi Bali yaitu sebesar 6.07 persen. Jika dilihat lebih rinci pada masing-masing kabupaten/kota, terdapat beberapa kabupaten/kota yang memiliki laju pertumbuhan PDRB di atas Provinsi Bali

(6)

6

selama tahun 2013 yakni paling tinggi Kabupaten Buleleng sebesar 6.71 persen, Kota Denpasar 6.54 persen, Kabupaten Gianyar 6.43 persen, dan Kabupaten Badung 6.41 persen.

Laju pertumbuhan PDRB dan besaran nilai PDRB Kabupaten Buleleng ternyata tidak mencerminkan besarnya pula pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Buleleng. PDRB per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu daerah secara umum. Perbandingan PDRB per kapita antara Kabupaten Buleleng dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4 PDRB per Kapita Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2013 (dalam juta rupiah)

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Berdasarkan Tabel 1.4 menunjukkan PDRB per kapita Kabupaten Buleleng tahun 2013 sebesar 15.7 juta rupiah, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan lima kabupaten lain yaitu Badung, Gianyar, Klungkung,

35.63 21.73 21.44 20.23 18.59 15.7 14.95 14.49 14.43 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Kab/Kota

(7)

7

Kota Denpasar, dan Jembrana. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa tingginya laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Buleleng masih lebih dipengaruhi oleh tingginya jumlah penduduk di Kabupaten Buleleng. Kondisi tersebut juga diperparah dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi di Kabupaten Buleleng, berdasarkan hasil survei dari BPS (2014) menunjukkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Buleleng sebesar 40.300 orang tertinggi di antara kabupaten/kota lain di Provinsi Bali.

Kondisi tersebut menyebabkan perlunya pemerintah daerah menggali sektor potensial dan memiliki daya saing kompetitif, perkembangan sektor potensial akan memacu sektor lain untuk berkembang sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kemakmuran di Kabupaten Buleleng. Apabila sektor potensial tersebut dapat dikembangkan dengan baik akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan daerah secara maksimal (Arsyad, 1999:116). Pelaksanaan prioritas pembangunan daerah yang kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka akan mempengaruhi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki menjadi kurang maksimal (Bambang, 2008)

Kabupaten Buleleng memiliki potensi yang cukup besar untuk meningkatkan nilai PDRB dan PDRB per kapita setiap tahunnya, masih banyak sektor dan potensi ekonomi yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal, hal ini dikarenakan pemerintah daerah terkadang menghadapi kesulitan dalam menentukan prioritas sektor unggulan atau basis daerah dalam rangka mencanangkan pembangunan daerah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah,

(8)

8

pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran daerahnya. Kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah keterbatasan dana yang dimiliki sehingga perlunya gambaran akan sektor basis. Gambaran sektor basis dan sektor potensial yang memberikan kontribusi untuk pembangunan daerah sangat diperlukan oleh pemerintah daerah sehingga dari dasar gambaran tersebut dapat diketahui potensi-potensi setiap sektor dalam mendorong perekonomian. Informasi mengenai potensi yang dimiliki oleh daerah sangat penting dalam mendukung program pembangunan daerah oleh pemerintah karena terkadang masih adanya kesenjangan informasi mengenai potensi ekonomi yang bisa dikembangkan di Kabupaten Buleleng. Semakin berkembangnya sektor-sektor ekonomi akan berpengaruh pada peningkatan kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja.

Pembangunan daerah dalam bidang ekonomi dipusatkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan, memperbaiki kesejahteraan masyarakat, mengurangi ketimpangan, dan menyediakan lapangan kerja. Berdasarkan keempat hal tersebut yang paling penting untuk daerah adalah kemampuan daerah dalam penciptaan lapangan kerja (Syaukani, dkk, 2002:222). Keberhasilan suatu pemerintahan salah satunya dilihat dari keberhasilan dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Penciptaan lapangan kerja juga akan meningkatkan daya beli masyarakat dikarenakan berkurangnya tingkat pengangguran, sehingga akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat. Modal tenaga kerja memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi yang didasarkan potensi lokal yang dimiliki daerah

(9)

9

(Robert, 1991). Data mengenai angka pengangguran terbuka di Kabupaten Buleleng selama tahun 2009 - 2013 disajikan pada Tabel 1.5.

Tabel 1.5Perkembangan Angka Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2009 - 2013 (Ribu Orang)

No Kabupaten/kota

Angka Pengangguran Terbuka

2009 2010 2011 2012 2013 1 Jembrana 3.170 3.594 3.319 2.772 4.882 2 Tabanan 7.132 2.661 4.671 6.074 2.123 3 Badung 7.661 3.940 7.213 5.094 2.565 4 Gianyar 7.954 6.470 5.890 4.714 5.891 5 Klungkung 4.005 3.809 1.750 2.073 2.186 6 Bangli 1.985 863 1.263 1.386 1.076 7 Karangasem 7.836 6.524 4.513 3.337 3.324 8 Buleleng 8.927 11.206 6.926 11.530 7.603 9 Kota Denpasar 17.800 29.724 16.839 10.345 11.832 Provinsi Bali 66.470 68.791 52.384 47.325 41.482 Sumber: BPS Provinsi Bali, Sakernas 2014

Berdasarkan Tabel 1.5 terlihat bahwa Kabupaten Buleleng memiliki angka pengangguran terbuka tertinggi kedua setelah Kota Denpasar di antara kabupaten atau kota di Provinsi Bali. Angka pengangguran terbuka di Kabupaten Buleleng pada tahun 2009 sebanyak 8.927 orang dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 11.530 orang tertinggi diantara kabupaten atau kota di Provinsi Bali. Pada tahun 2013 angka pengangguran terbuka Kabupaten Buleleng mengalami penurunan menjadi 7.603 orang tertinggi kedua setelah Kota Denpasar ini mengindikasikan kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Buleleng masih buruk dan perlu perhatian khusus, hal tersebut juga diperparah dengan PDRB per kapita yang rendah di Kabupaten Buleleng yang mengindikasikan tingkat kemakmuran di daerah tersebut rendah.

Kondisi pengangguran yang tinggi menunjukan bahwa masih banyak angkatan kerja yang ada di Kabupaten Buleleng belum terserap secara maksimal

(10)

10

di sektor-sektor perkonomian yang ada. Selain itu, pengangguran yang tinggi di Kabupaten Buleleng menunjukan kesempatan kerja yang ada di sektor-sektor ekonomi Kabupaten Buleleng masih kurang. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kabupaten Buleleng perlu mengembangkan dan menggali sektor potensial agar lebih banyak menyerap tenaga kerja atau menciptakan kesempatan kerja baru untuk masyarakat. Bergeraknya aktivitas perekonomian di berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Buleleng tidak diikuti oleh kemampuan masing-masing sektor dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Kondisi tersebut ditunjukan dengan jumlah nilai PDRB di Kabupaten Buleleng dari tahun 2009-2013 mengalami peningkatan, namun tidak dibarengi dengan kemampuan dalam menyerap tenaga kerja secara optimal sehingga masih menyisakan tenaga kerja yang belum diberdayakan dalam bentuk pengangguran yang tinggi di Kabupaten Buleleng. Langkah awal yang dapat ditempuh dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengetahui kesempatan kerja sektoral yang ada di Kabupaten Buleleng sehingga bisa membuat kebijakan dan strategi yang tepat dalam rangka mengurangi pengangguran di Kabupaten Buleleng.

Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di suatu sektor perekonomian, dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan dari daya serap sektor perekonomian tersebut terhadap angkatan kerja (Ostinasia, 2010). Proporsi pekerja berdasarkan lapangan pekerjaan adalah salah satu ukuran untuk melihat kemampuan sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan berdampak baik untuk penciptaan lapangan kerja. Tanggung jawab ideal dari dunia kerja yaitu

(11)

11

bagaimana dapat menyerap tenaga kerja sebesar-besarnya setiap tahunnya, dengan tetap memperhatikan peningkatan produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan pemetaan potensi dan analisis mendalam seluruh potensi yang ada dapat digali kemudian dikelola dan dimanfaatkan menjadi sumber-sumber kekuatan modal pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan kesempatan kerja baru bagi masyarakat.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disusun rumusan masalah yang terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Sektor ekonomi manakah yang potensial untuk dikembangkan agar dapat menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng? 2. Bagaimana keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kabupaten

Buleleng dengan kabupaten/kota di Provinsi Bali?

3. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai daya saing kompetitif dan spesialisasi untuk Kabupaten Buleleng?

4. Berapakah kesempatan kerja di Kabupaten Buleleng yang dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Bali, bauran industri, dan keunggulan kompetitif yang dimiliki?

5. Berapakah besarnya pertambahan kesempatan kerja total dan kesempatan kerja non basis sebagai akibat adanya pertambahan kesempatan kerja di sektor basis?

(12)

12 1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis sektor potensial yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buleleng.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kabupaten Buleleng dengan kabupaten/kota di Provinsi Bali.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai daya saing kompetitif dan spesialisasi untuk Kabupaten Buleleng.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis Berapakah kesempatan kerja nyata di Kabupaten Buleleng yang dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Bali, bauran industri, dan keunggulan kompetitif yang dimiliki.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis berapakah besarnya pertambahan kesempatan kerja total dan kesempatan kerja non basis sebagai akibat adanya pertambahan kesempatan kerja di sektor basis.

1.4Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi, bahan kajian, serta wawasan untuk melengkapi dan mengembangkan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini.

(13)

13 2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan Kabupaten Buleleng dalam rangka pengembangan potensi dan mengatasi kesenjangan pendapatan.

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah kemudian dirumuskan ke dalam beberapa rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penelitian.

Bab II : Kajian Pustaka

Pada bab ini akan menguraikan kajian pustaka yang digunakan. Dalam kajian pustaka diuraikan mengenai konsep dan teori yang digunakan. Teori-teori dan konsep yang diuraikan dalam bab ini antara lain pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah, PDRB, sektor potensial, teori basis ekonomi, model pertumbuhan interregional tenaga kerja, kesempatan kerja.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini menguraikan desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional

(14)

14

variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV : Data dan Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan deskripsi data hasil penelitian dari analisis LQ, MRP, overlay, Analisis Gravitasi, Shift Share Esteban Marquillas, Shift Share, Pengganda Basis Lapangan Kerja.

Bab V : Simpulan dan Saran

Pada bab ini membahas simpulan mengenai hasil pembahasan dan saran-saran yang akan ditujukan sebagai masukan.

Gambar

Tabel  1.1  PDRB  atas  Dasar  Harga  Konstan  2000  Menurut  Lapangan  UsahaKabupaten Buleleng Tahun 2009-2013 (Milliar Rupiah)
Tabel  1.2  Persentase  Laju  Pertumbuhan  PDRB  Kabupaten  Buleleng  atas  Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2013
Tabel  1.3  Laju  Pertumbuhan  PDRB  Kabupaten/Kota  di  Provinsi  Bali  Atas  Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2013 (dalam persen)
Tabel  1.4  PDRB  per  Kapita  Menurut  Kabupaten/Kota  di  Provinsi  Bali  Tahun 2013 (dalam juta rupiah)
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Selesai mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep, strategi dan implementasi pembelajaran permainan bola basket yang meliputi

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dirumuskam sebagai berikut : “Bagaimana pemaknaan kehidupan keluarga dalam

Dari hasil analisa dan grafik yang telah dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa modul tipe 9 dengan 9 lubang adalah modul yang paling efisien.. Hal ini dikarenakan modul tipe

[r]

Paper presented in the international seminar and workshop on: Learning from climate change and its consequences; The role of scientists and entrepreneurs, organized by

Diharapkan kepada calon guru maupun konselor memahami betul pelaksanaan dan layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah dalam mengembangkan potensi peserta didik serta

apabila variabel laten perilaku kekasaran dihubungkan dengan variabel laten kenakalan pelajar (Gambar 7), didapatkan hasil bahwa hubungan perilaku kekasaran ibu dan