• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL USAHA ITIK LOKAL DI D.I. YOGYAKARTA UNTUK PENUNJANG PENDAPATAN PETERNAK ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL USAHA ITIK LOKAL DI D.I. YOGYAKARTA UNTUK PENUNJANG PENDAPATAN PETERNAK ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000

MODEL USAHA ITIK LOKAL DI D.I. YOGYAKARTA UNTUK PENUNJANG PENDAPATAN PETERNAK

E.JuAwNidanSumANTo

Balai Penelitian Terak P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK

Potensi itik lokal telah cukup berkembang dipedesaan dan telah terbukti dapat menunjang pendapatan petani di Indonesia Suatu studi kasus telah diamati untuk melihat potensi dan pola kegiatan usaha itik di wilayah Yogyakarta dan telah dilaksanakan pada bulan Desember 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahaa usaha itik dapat berkesinarnbungan di peternak rakyat akibat adanya saling ketergantungan diantara pelaku pasar, ysitu : penetasan telur, pembesaran itik, produksi telur dan pedagang/pengumpul . Pola pembesaran itik DOD oleh peternak sampai umur 35 hsri dapat memberikan keuntungan sekitar Rp 2.030.000/tahun/untuk skala pemelihamanl00 ekor yang lebih baik dari beberapa pola kegiatan lainnya.

KatekunchPola usaha, itik

PENDAHULUAN

Potensi itik lokal (Tegal, Mojosari, clan, Alabio) telah cukup berkembang dipedesaan di Indonesia, terutama untuk produksi telur konsumsi yang memberi kontribusi sekitar 22% dari total produksi nasional. Hasil pengarnatan DIWYANTO et al. (1996) menunjukkan bahwa jumlah peternak itik sebagai usaha pokok telah meningkat dari 11,62% pada tahun 1979 menjadi 43% pada tahun 1995 di Kabupaten Indramayu. Namun adanya krisis yang melanda bumi Indonesia pada tahun 1997, harga sapronak meningkat secara tajam (terutama bahan untuk pakan konsentrat), menyebabkan produksi dari perunggasan kita mengalarni kemerosotan secara drastis, terutama untuk ayam ras.

Usaha perunggasan yang masih bertahan hidup pada masa krisis adalah pada umtunnya yang masih menggunakan pakan yang tidak tergantung pada hasil pabrikan, -diantaranya adalah ternak ayam buras dan itik. Di wilayah Yogyakarta ternak itik tampaknya juga dapat bertahan clan merupakan salah satu bentuk usaha ternak yang dapat menunjang pendapatan peternak. Informasi pada pelaku usaha ternak itik perlu diketahui untuk melihat potensi clan permasalahan yang ada.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan survai melalui studi kasus. Penentuan lokasi penelitian itik telah dikonsultasikan dengan IP2TP Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Desember 1999. Hasil diskusi memberikan arahan lokasi untuk studi kasus adalah di wilayah Kabupaten Bantul clan Kulonprogo. Pelaku-pelaku usaha itik (pedagang, peternak pembibitan/petelur, penetas dan kelompok peternak) di kedua wilayah tersebut diwawancarai dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Khusus untuk peternak ditekankan pada skala usaha pemilikan ternak itik yang besar (> 300 ekor). Tujuan pendamatan pada lokasi terpilih adalah untuk mengetahui potensi, permasalahan dan prospek ternak itik setempat yang dianalisis dari segi teknis produksi clan tatalaksana, keuntungan secara ekonomis (analisis input clan output) dan kelembagaan yang menunjang usaha ternak itik. Keterkaitan antara pelaku-pelaku agar bisnis itik dalam kondisi yang berkesinambungan secara baik juga akan dibahas.

(2)

Profil usaha itik

Seminar Nasiona! Peternakan clan Veteriner 2000

HASIL DAN PEMBAHASAN

Usaha itik di wilayah DIY yang berkelanjutan bukanlah bentuk yang berdiri sendiri, melainkan terdapat saling ketergantungan antar pelaku bisnis usaha itik (Diagram 1). Ketergantungan antar pelakunya merupakan suatu subsistim usaha yang dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan kegiatan , yaitu : Pola kegiatan penetasan telur (DOD), Pola budidaya pembesaran itik, Pola budidaya produksi telur, dan Pola pemasaran.

448

USARA TELUR ASIN

Pola kegiatan penetasan telur

Diagram 1. Keterkaitan kegiatan usaha itik

PENETASAN TELUR e c PENGUMPUL TELUR TETAS

Salah satu faktor untuk pengembangan itik adalah ketersediaan anak itik (DOD). Ketersecliaan anak itik dalam arti luas perlu dilihat dari berbagai sudut antara lain kualitas, tersedia terus menerus clan mampu menyediakan dalam waktu yang singkat clan dalam skala yang cukup layak secara ekonomis. Dengan kondisi yang demikian, maka dalam lingkaran usaha itik di D.I. Yogyakarta telah berkembang cukup banyak usaha-usaha penetasan anak itik dengan mesin tetas (kapasitas 250-350 butir/unit) baik dalam skala yang kecil, sedang, clan besar. Skala besar tampaknya hanya terdapat di Kab. Bantul, dimana jumlahnya hanya < 5 peternak.. Kontribusi usaha penetasan skala besar ini tampak mendominasi untuk pemasokan DOD yang dibutuhkan oleh para peternak di Kab. Bantul maupun di luar kab. Bantul, misalnya Kab. Kulonprogo, Sleman, Purworejo, clan Klaten.

Telur tetas diperoleh dari sekitar Bantul yang umumnya berasal dari induk itik Turi. Telur itik didapat dari peternak telur tetas disekitarnya yang itiknya dikelola secara angonan dan jarang yang

(3)

SeminarNasional Peternakan clan Veteriner 2000

dikelola secara terkurung. Apabila ketersediaan bahan telur tetas kurang di peternak sekitarnya, maka penetas mendatangi ke lokasi-lokasi peternak telur tetas di luar kecamatan. Harga telur tetas di peternak adalah Rp. 600,-/butir.

Skala usaha yang ditekuni oleh para penetas telur itik banyak yang masih dalam skala kecil dan jarang yang usahanya berskala sedang atau besar. Skala kecil biasanya diusahakan sendiri oleh peternak dimana tujuannya adalah untuk kebutuhan sendiri. Sedangkan yang berskala sedang disamping DOD untuk dijual (apabila ada peminat) juga DODnya dibesarkan sendiri. Untuk penetasan skala besar mempunyai tujuan bahwa DODnya untuk dijual dan tampaknya usaha ini merupakan usaha utamanya. Dalam studi kasus di Kec . Keretek Bantul memberikan gambaran bahwa skala usaha penetasan dianggap sudah cukup besar, karena kapasitas pasang dapat mencapai 6500-7000 butir/angkatan . Kapasitas ini dapat terpenuhi apabila permintaan DOD cukup banyak waktu bersamaan dengan panen di sawah. Pada musim hujan permintaan DOD tampak sekali menurun clan kenyataannya pada bulan Desember hanya 50% kapasitas yang terisi. Hal lain yang menjaclikan permintaan DOD setempat turun adalah adanya DOD yang didatangkan dari luar Bantul (misalnya dari Cirebon).

Kapasitas penetas berkisar antara 250-350 butir/unit/angkatan. Dalam proses penetasan telur, kondisi telur kosong mencapai sekitar 20% (seleksi I) dan 20% dalam kondisi mati (seleksi II) sehingga yang diharapkan telur menetas sebanyak 60% dari awal telur yang ditetaskan. Seleksi telur ke-I, dilakukan pada hari ke 3 untuk melihat apakah telur tersebut dalam keadaan kosong atau berisi dan seleksi telur ke-II dilakukan setelah 1 minggu sejak seleksi ke L. Telur yang kondisinya kosong ternyata masih dapat dijual dengan harga Rp. 400/butir dimana masih dapat digunakan untuk bahan telur asin. Sedangkan telur dari seleksi II yang mati, dapat dipakai untuk pakan Wan lele. Alat penetas dapat dipakai secara terus menerus, hanya terdapat selang untuk dibersihkan dengan menggunakan Rodalon yang memerlukan waktu antara 1-2 hari. Pada saat kurang permintaan DOD, alat penetas biasanya menganggur paling lama sekitar 7 hsri . Model usaha penetasan di pedesaan ini merupakan kegiatan keluarga, dimana sering melibatkan suami, istri, anak-anaknya dan keluarganya.

Wilayah pasaran utama DOD dari Kab. Bantul adalah disekitar D.I. Yogyakarta dan bahkan sampai ke Jawa Tengah (Kab. Klaten dan Purworejo). Harga DOD dijual antara Rp. 2750,-Rp. 3.000/ekor untuk betina dan Rp. 750,/ekor untuk jantan, kepada para pedagang atau peternak sekitarnya. Harga ini tergantung dari keadaan harga pakan yang sedang berlaku, dimana akan berpengaruh tidak langsung pada harga pembelian bahan telur tetas.Untuk analisa usaha akan dibahas pada sub-bab tersendiri.

Usaha produksi telur itik

Peranan usaha produksi telur itik sangat diperlukan baik untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat maupun dalam pengembangan ternak itu sendiri. Bentuk pemenuhan gizi masyarakat ditandai dengan adanya usaha produksi telur itik yang bertujuan untuk dikonsumsi sedangkan untuk pengembangan ternak ditandai dengan usaha produksi telur itik untuk tujuan ditetaskan. Kedua usaha produksi telur tersebut di D.1 Yogyakarta telah berkembang cukup lama dan penyebaran cukup merata dan terbanyak di Kabupaten Sleman dan Bantul, namun untuk usaha telur tetas lebih banyak terdapat di Kab. Bantul. Dari hasil wawancara dengan beberapa peternak andalan menyatakan bahwa

(4)

Seminar Nasional Pelernakan dan Veleriner 2000

Jumlah skala usaha tampaknya masih cukup bervariasi, dimana umumnya dipengaruhi oleh beberapa kondisi permodalan, tenaga kerja, musim dan ketersediaan pakan. Skala usaha yang umum adalah sekitar 100-300 ekor/petemak dan jarang ditemui petemak yang memelihara itik > 300 ekor.

Pola pemelihaaan itik untuk produksi telur umumnya adalah pola angonan clan terkurung. Pola angonan sendiri dikenal dalam dua cara yang sifatnya berpindah-pindah dan menetap. Pola itik angonan yang berpindah-pindah dimaksudkan adalah untuk pengganti pemberian sejumlah pakan harian yang diberikan ke itik. Pola angonan yang ditujukan untuk telur konsumsi, peranan itik jantan dalam kelompok yang diangon bukan sebagai pejantan, tetapi perilaku pejantan dijadikan sebagai panutan kelompok betina. Dengan demikian petugas angon dapat lebih mudah untuk mengendalikan ternak angonannya. Waktu itik diangon umumnya mulai dari jam 8.00-17.00.

Jumlah pakan campuran antara konsentrat dengan dedak dan/atau jagung secukupnya diberkan setelah itik dianggon tiba di lokasi perkandangan. Pola itik angonan secara tetap (+ 1-2 bulan) dilakukan oleh peternak dilahan persawahan bekas panen dimana diharapkan terdapat banyak sumber pakan untuk itik. Selama angonan, petemak membuat kandang yang bersifat sementara di lokasi. Pemberian pakan tambahan dilakukan pada waktu sore hari ditempat kandang dalam jumlah secukupnya. Pada pola angonan semacam ini peternak menyertakan beberapa jantan dalam satu kelompok betina dimana ditujukan untuk penghasil telur tetas. Komposisi antara jumlah jantan dengan betina adalah 4 berbanding 100 itik. Kedua pola angonan ini banyak ditemui di Kab. Bantul clan Kulonprogo, terutama pada wilayah yang masih banyak lahan persawahannya, yang beririgasi cukup baik.

Pola itik terkurung terus menerus diterapkan disamping untuk telur konsumsi tampaknya juga untuk tujuan telur ietas. Pakan yang diberikan tiap hari merupakan campuran konsentrat, dedak/jagung/pece dengan jumlah sesuai standar yang telah diketahui oleh petemak. Proporsi jumlah jantan dengan betina umumnya berkisar antara 3-4 ekor jantan dengan 100 ekor betina.

Jenis pakan yang diberikan untuk itik selama produksi telur adalah campuran konsentrat, dedak clan jagung dengan perbandingan: 20, 40, dan 40%. Pada pola itik yang terkurung, maka jumlah campuran pakan yang dihabiskan selama satu hari adalah 15 kg untuk 100 ekor. Waktu pemberian adalah pagi siang clan sore hari. Pada pola itik angonan, jumlah pakan yang diberikan tidak tertentu, karena peternak akan mempertimbangkan apakah persediaan pakan di lokasi selama angonan tersebut kurang atau tidak. Oleh karena jumlah pakan tambahan untuk itik yang diberikan di kandang sehabis diangon hanya berkisar antara 1/4-1/2 dari takaran untuk pola itik yang terkurung.

Dari kasus pengalaman peternak menunjukkan bahwa produktifitas bertelur mencapai 60-80% pada saat musim kemarau dsn tampak produksi menurun menjadi 40-60% pada musim hujan. Produksi ini berfluktuasi baik pada pola pemeliharaan terkurung maupun pola angonan. Itik mengalami rontok bulu secara alami ± 6 bulan sekali yang mengakibatkan produksi telur juga akan menurun clan apabila dijual harganya akan turun antara 20-40% dari harga itik yang normal. Kematian ternak dewasa jarang terjadi dan pengalaman petemak menunjukkan bahwa kematiannya hanya mencapai 2% per tahun. Lama produksi itik bertelur sekitar 1'h tahun, dengan demikian umur temak iti alkir sekitar 2 th.

Jumlah clan penggunaan tenaga kerja untuk usaha produksi telur masih bersifat tenaga keluarga, karena bentuk usaha ini inasih berskala relatif tidak besar. Namun demikian tidak tertutup adanya penggunaan tenaga kerja upahan. Apabila petemak tidak punya waktu yang cukup dalam pemeliharaan temak, maka biasanya memakai tenaga tambahan yang berasal dari sekitar tempat tinggalnya. Pola pembayaran tenaga kerja upahan dapat berupa gajian secara bulanan. Standard upah di lokasi pemeliharaan adalah 45.000/100 ekor/bulan cara pembayaran lain untuk tenaga kerja 450

(5)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

upahan adalah berupa bagi hasil dari produksi telurnya, dimana proporsi pembagian adalah 50% hasil untuk pemilik ternak dan 50% hasil untuk pekerja. Upahan tenaga kerja dengan model bagi hasil tampaknya lebih disukai oleh pemilik ternak, karena terlihat bahwa pekerja lebih merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap temak yang diangonnya.

Usaha pembesaran itik

Dari Diagram 1 terlihat bahwa peranan usaha pembesaran itik di petemak kecil tidak dapat diberikan dalam keseluruhan lingkaran perdagangan itik di Yogyakarta. Usaha pembesaran itik kurang diminati oleh para peternak, karena dianggap usaha ini perlu dana yang besar dan untuk mendapatkan keuntungannya perlu waktu yang lama. Dengan sifat usaha yang demikian banyak peternak yang kuuang mampu dalam penyediaan modalnya. Faktor lainnya adalah resiko usaha dianggap cukup tinggi. Usaha ini yang berkembang di peternak adalah usaha pembesaran itik dari DOD hingga umur 35 hari dan umur itik 35 hari hingga 6 bulan (umur bibit). Usaha pembesaran itik hingga umur 35 hari umumnya dilakukan banyak di kandang, namun pemeliharaan itik lanjutan hingga umur bibit, petemak banyak melakukannya secara diangcn.

Skala kepemilikan usaha di petemakan rakyat adalah berkisar antara 150-300 ekor, namun yang umumnya adalah 200 ekor/petemak. Pada saat survai harga DOD masih bervariasi antara Rp.2.500-Rp.3.000/ekor. Umur DOD yang mulai dipelihara juga bervariasi antara 1-5 hari, tergantung dari persediaan yang diperoleh dari usaha penetasan telur atau pedagang DOD.

DOD pada umur antara 0-5 hari masih ditempatkan dalam kandang bambu beratap, berjarak dengan lantai tanah sekitar 50 cm dan dengan penerangan lampu listrik sekitar 20 Watt. Pada umur 16 hari hingga 25 hari ternak itik sudah diturunkan ke lantai tanah dalam kandang beratap. Itik umur > 25 hari hingga 35 hari mulai dilatih untuk diangon, agar kondisi itik nantinya sudah siap diangon apabila akan dijual pada umur 2t 35 hari. Pengalaman peternak menyatakan bahwa apabila itik seumur ini tidak dilatih dahulu, maka apabila langsung diangon dapat mengakibatkan lemah kakinya (lumpuh). Jumlah kematian anak itik hingga umur 35 hari sekitar 7-10%. Pada umur 0-1 minggu kematiannya mencapai 2-4% dan sisanya dapat terjadi hingga umur 35 hari.

Jumlah dan jenis pakan DOD hingga umur 35 hari tampak bervariasi. Pakan DOD pada umur 0-15 hari adalah konsentrat Jenis BR-1 yang diberikan dalam jumlah ad libitum, dengan estimasi jumlahnya sekitar 40-50 gram/ekor/hari. Pada umur 16-21 hari, jumlah konsentrat dikurangi hingga 50% dan sisanya ditambah pakan dedak. Pada anak itik umur 21-35 hari jumlah konsentrat hanya diberikan 25% dan sisanya adalah dedak.

Harga jual borongan anak itik umur 35 hari adalah antara Rp. 8.500-Rp. 9.000/ekor dan model penjualan seperti ini tampak lebih lazim dilakukan oleh para petemak. Sedangkan cara penjualan anak itik melalui seleksi, maka tingkat harganya tampak lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga borongan.

Bentuk usaha pola pembesaran itik dengan cara dikurung terus menerus dan dengan cara diangon ditujukan untuk menghasilkan bibit. Model pemeliharaan itik cara diangon memberi indikasi bahwajumlah konsentrat yang diberikan selama pemeliharaan di kandang akanjauh menurun apabila dibandingkan dengan cara pemeliharaan terkurung terus-menerus.

Jumlah skala usaha untuk pola itik diangon umumnya berkisar antara 100-200 ekor/penerngon, sedangkan skala usaha untuk pola terkurung dikandangkan selama pembesaran itik diperlukan jumlah persediaan modal cukup besar. Model terkurung untuk pembesaran itik tidak popuer dilakukan oleh peternak di wilayah D.I. Yogyakarta dan saat survai hanya satu peternak ditemukan

(6)

dengan skala usahanya sekitar 700 ekor. Jenis itik yang dipelihara adalah itik Mojosari. Pemilihan pembesaran itik dengan terkurung dengan alasan bahwa peternak tersebut pernah memelihara ayatn ras pedaging.

Pemberian jumlah campuran pakan konsentrat pada pola ternak diangon tidak dapat dipastikan dengan jelas, namun diperkirakan oleh peternak sekitar 50-75 gram/ekor/hari yang digunakan sebagai pakan tambahan. Jenis campuran pakan terdiri dari dedak danjagung dengan perbandingan 5 . 1.

Pemberian pakan pola Pembesaran ternak itik terkurung dilakukan dengan cara memodifikasi campuran bahan pakan pada phase-phase umur tertentu.

Bahan pakan yang digunakan pada umur 35 hari hingga umur bibit ternyata banyak bervariasi diantaranya adalah penggunaan jagung, dedak, konsentrat, namun perbandingannya berganti-ganti sehubungan dengan bertambahnya umur ternak. Umur itik dari 35 hari hingga 60 hari diberi dedak danjagung dengan perbandingan 6 : 4. Jumlah pemberian sekitar 100 gram/ekor/hari .

Jumlah pemberian pakan itik pada umur 2 hingga 4 bulan diperkirakan antara 125-150 gram/ ekor/hari. Namun itik pada umur 4-6 bulan diberi pakan sejumlah 175 gram/ekor/hari dengan menggunakan bahan dedak (50%),jagung (10%), Kece (30%), dan konsentrat (10%).

Umur itik sebagai bibit umumnya sekitar 6 bulan clan harganya cukup bervariasi sekitar Rp. 25.000-Rp. 29.000/ekor. Bervariasinya harga jual bibit karena besarnya pertumbuhan individu itik tidak sama, sehingga dari pengmatan secara fisik ternak, hal ini mudah dapat dibedakan

Perbandingan keuntungan jenis usaha itik

Hasil analisa ekonomi sederhana, tanpa melibatkan biaya untuk tenaga kerja keluarga dan transportasi, (SumANTO et al., 1999) dari beberapa jenis usaha itik di wilayah D.I. Yogyakarta ternyata memberikan keuntungan yang berbeda-beda clan etimasi keuntungan ekonomi dalam kurun waktu selama setahun dengan skala usaha sekitar 100 ekor/butir telur/peternak secara ringkas dapat ditampilkan pada Tabel 1 .

Tabel 1. Perbandingan perkiraan keuntungan jenis usaha itik selama setahun

452

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1000

Jenis usaha Skala usaha Modal awal Keuntungan(Rp./th) Sifatpendapatan

1. Penetasan telur 100 butir 373 .000 535.500 10 periode/th

2. Produksi telur 100 ekor

a. Angonan 2.617.000 674.765 harian

b. Kandang 2,626.920 365.975 harian

3. Pembesaran itik 100 ekor

a. Umur DOD s/d35hari 718.750 2.030.000 10 periode/th

b. Umur 35 hari s/d umur bibit

1 . Angonan 100 ekor 1 .924.318 1.018.023 2periodelth

2.Kandang 100 ekor 2.703.670 407.547 2periodelth

c. Umur DOD s/d umur bibit

1 . Terkurung + angonan 100 ekor 1 .568.068 1.699.864 2periodelth

(7)

Seminar Nasiona! Peternakan clan Veteriner 2000

Dari Tabel 1 terlihat bahwa jenis usaha itik yang dapat memberikan keuntungan/tahun terbanyak bagi peternak adalah pada jenis usaha pembesaran itik DOD s/d umur 35 hari (Rp. 2.030.000,-/tahun/100 ekor). Usaha ini cukup banyak dilakukan oleh peternak di Kab. Bantul, karena dibutuhkan modal yang relatif rendah. Usaha lain yang perlu modal renclah adalah usaha penetasan telur dengan mesin tetas (modal awal Rp . 373 .000,/100 butir telur), namun kegiatan ini perlu pengalaman, ketelitian, ketekunan clan seclikit pengetahuan teknologi penetasan telur bagi peternak. Peternak dengan modal yang cukup kuat (umumnya merangkap sebagai pedagang itik), juga akan berusaha di bidang usaha lainnya (produksi telur, pembesaran itik DOD atau umur 35 s/d umur bibit) asalkan dapat memberikan nilai tambah. Apalagi pemeliharaan itik cara terkurung tampaknya memerlukan modal yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara pemeliharaan itik diangon. Agar semua rangkaian usaha peritikan di wilayah Yogyakarta dapat berjalan dengan baik (Diagram 1), terutama untuk usaha pembibitan itik, maka peternak bermodal kuat banyak yang melakukan kerjasama dengan petemak bermodal kecil (bahkan tidak bermodal) dengan pola ternak gaduhan dengan cara keuntungan bagi hasil.

Permasalahan

Masalah yang dihadapi paling menonjol dalam usaha peternakan itik adalah

Ketersediaan bahan pakan lokal (dedak clan jagung) masih sangat berfluktuasi, sehingga harga pakannyajuga sering ditemui berfluktuasi. Teknologi pengamatan pakan lokal belum diterapkan oleh para peternak, walaupun diakui bahwa dengan teknologi tersebut dapat menekan untuk biaya pakannya. Dalam masa krisis harga konsentrat untuk itik telah meningkat secara tajam clan tidak diimbangi secara wajar dengan naiknya harga telur atau DOD clan bibit di tingkat peternak.

Usaha pembibitan itik belum banyak diminati peternak, karena dianggap masih kurang menguntungkan secara ekonomi. Ketersediaan bibit secara kontinyu clan bermutu adalah merupakan salah satu kebutuhan yang mutlak dalam rangka menujang pengembangan usaha itik yang lebih luas. Kelemahan menclasar adalah ticlak tersedianya modal yang cukup bagi peternak untuk menunjang usaha pembesaran itik hingga umur bibit.

Kelompok-kelompok peternak itik telah banyak berdiri. namun aktifitas anggotanya masih belum tampak. Keterkaitan kelompok peternak dengan KUD setempat tampak belum ada, Keberadaan KUD setempat, belum termanfaatkan secara maksimal (dapat mengusahakan penyediaan pakan ternak, penyediaan bibit dan penjualan produknya. Lembaga-lembaga perkreditan belum menyentuh ke sektor ini.

Pentingnya keterkaitan pelaku ekonomi dalam usaha itik

Dalam rangka pengembangan usaha itik di dalam suatu wilayah, maka selain kualitas produk sudah terjamin/diakui oleh pengguna, maka terclapat beberapa faktor pelaku yang dapat memperlancar pengembangannya, antara lain: Peclagang/pengumpul, b. Usaha produksi telur, usaha penetasan telur, usaha pembesaran itik, Konsumen langsung.

Dengan adanya keterkaitan antar ketiga faktor tersebut, maka dapat timbul suatu kelembagaan yaitu adanya pasar, KUD, clan lain-lain. Dari pengamatan terlihat bahwa peranan pedagang/pengumpul adalah sangat dominan dalam usaha pengembangan itik disuatu wilayah. Pengumpul/pedagang yang cukup modal,juga bertindak sebagai peternak itik. Transaksi penjualan dan pembelian ternak baik di pasar maupun di peternak tidak terlepas dari aktifnya pedagang/pengumpul bernegosiasi dengan para pembeli (konsumen langsung, peternak). Wawasan

(8)

pedagang tentang informasi harga-harga produk baik di tingkat wilayah setempat maupun di Lkasi lainnya adalah cukup luas. Pedagang/pengumpul mempunyai cukup modal dan dapat memprediksi kebutuhan /ketersediaan produk telur/DOD/bibit bagi peternak pada musim tertentu clan juga

diketahui dengan baik pada sentra-sentra produksi di wilayah Yogyakarta.

1. USaha itik yang berkelanjutan di peternak rakyat tampaknya terjadi akibat adanya saling ketergantungan antara pelaku penetasan telur, pembesaran itik, produksi telur, dan para pedagang/pengumpul .

2. Permasalahan yang sering dialami adalah ketersediaan bahan pakan lokal yang berfluktuasi, usaha pembibitan yang kurang diminati oleh peternak clan masih kurangnya fungsi kelembagaan di wilayah tersebut.

3. Dari beberapa pola kegiatan itik tampaknya yang dapat menghasilkan keuntungan terbanyak adalah kegiatan pembesaran itik DOD sampai umur 35 hari yang mencapai sekitar Rp 2.030.000,-/tahun/100 ekor. Kemudian menyusul pola kegiatan untuk pembesaran itik umur 35 hari hingga umur bibit dengan cara angonan yang dapat menghasilkan keuntungan Rp

1.018.023,/tahun/100 ekor.

Seminar Masional Peternakan dan Veteriner 2000

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

KANTOR STATISTIK PROPINSI YOGYAKARTA. 1998.Propinsi DIY Dalam Angka 1997. Yogyakarta.

KANTOR STATISTIK KABUPATEN KULON PROGO. 1998. Kabupaten Kulon Progo. Dalam Angka 1997. Kulon

Progo

KANTOR STATISTIK KABUPATEN BANTUL. 1998Kabupaten Bantul Dalam Angka 1997. Bantul. KANTOR STATISTIK KABuPATEN SLEMAN. 1998.Kabupaten Sleman Dalam Angka 1997. Sleman

KANTOR STATISTIK KOTA MADYA YOGYAKARTA . 1998. Kota Madya Yogyakarta Dalam Angka 1997.

Yogyakarta.

KANTOR STATISTIK KABUPATEN GUNUNG KIDUL. 1998. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 1997.

Wonosari

SUMANTo, E. JUARtNI, B. WIBowo, dan ASHARL 1999. Prioritas Wilayah Penyebaran dan Pengembangan

Ternak di D.I. Yogyakarta. Bahan Tambahan Untuk Laporan Analisis Penyebaran dan Pengembagan Peternakan di D.l. Yogyakarta.(belum dipublikasikan).

YuwANTA TRI, ZUPRIzAL, A MUSOFIE .N . KUSUMAwARDANI, dan S. NUGRGHO . 1999. Studi potensi genetik,

produksi dan reproduksi serta bahan pakan lokal pada itik Turi sebagai petelur. Abstrak pada Seminar Teknologi Spesifik Lokasi Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani clan Pelestarian Lingkungan, 2 Desember 1999 yang diselenggarakan oleh IP2TP, Universitas Wangsa Manggala dan Universitas

Gambar

Diagram 1. Keterkaitan kegiatan usaha itik
Tabel 1. Perbandingan perkiraan keuntungan jenis usaha itik selama setahun

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap aspek isi, penyajian, dan kebahasaan LKS berorientasi pengamatan burung ( birdwatching) yang

Didalam banyak kasus, penggunaan kontrak type cost-based adalah mentransfer risiko kepada pemilik (owner), sementara kontrak type fixed-price risiko ditransfer ke kontraktor jika

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah

Option  atau opsi adalah suatu perjanjian kontrak antara penjual opsi   atau opsi adalah suatu perjanjian kontrak antara penjual opsi dengan pembeli opsi, dimana

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk merancang bangun sistem informasi e- learning yang berfokus pada kegiatan belajar mengajar sehingga dapat mempermudah

Ikan adalah salah satu biota air yang dapat digunakan sebagai bioindikator tingkat pencemaran air sungai dengan menentukan kandungan logam berat di dalam tubuh ikan.. Jika di

Peraturan keselamatan, kesihatan, dan alam sekitar yang khusus untuk produk yang berkenaan. Bahan Aktif Produk Racun Perosak (Akta Racun Perosak 1974, Jadual Pertama, seperti