• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI

ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD1945. dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan,para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.

Selama ini, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Undang-Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband.

Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah,dan Jaminan Fidusia. Undang-undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.

(2)

2

Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana,mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum.

Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai Benda yang dijaminkan,untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya, Benda yang menjadi obyek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak.

Undang-Undang Jaminan Fidusia, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.

Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia. Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia, Pemberi Fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia.

Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan,piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan

(3)

3

sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan.

Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan,maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu referensi matakuliah Hukum Perikatan. Dalam konteks perkuliahan, pengajaran dan pendidikan matakuliah Hukum Perikatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam eksekusi jaminan fidusia terkait Putusan Pengadilan Tinggi No. 09/ Pdt/ 2014/ PT.TK?

2. Bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dalam perjanjian pembiayaan konsumen oleh PT. Adira Finance Finance?

(4)

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengertian fidusia adalah: ”Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Yang diartikan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Akan tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang lebih luas. Objek jaminan fidusia dibagi menjadi 2 macam, yaitu: “(a) Benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud; dan; (b) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan”.

Subjek dalam jaminan fidusia adalah pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

Perjanjian jaminan fidusia berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap, yaitu tahap pembebanan dan tahap pendaftaran jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUF dinyatakan: Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta

(5)

5

otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Setelah tahapan pembebanan dilaksanakan berdasarkan ketentuan UUF No. 42 Tahun 1999 akta perjanjian jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) UUF, yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.

Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, dengan Sertipikat Jaminan Fidusia bagi kreditur selaku penerima fidusia akan mempermudah dalam pelaksanaan eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, pelaksanaan titel eksekutorial dari sertipikat Jaminan Fidusia sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Tentang Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara: (a) Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia; (b) Penjualan benda yang menjadi obyek fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; (c) Penjualan di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

2.2 Awal Terjadinya Sengketa Jaminan Fidusia

Repni Meidiansyah melakukan perjanjian pembiayaan 1 (satu) unit Mobil Merk Daihatsu Xenia Xi Family BE- 2411 -YD Tahun 2011, Nomor Rangka : MHKV1BA2BK116082, Nomor Mesin : DJ40821, STNK dan BPKB atas Nama Repni Meidiansyah. Menunjukan etika baik telah mengangsur sebesar Rp. 4.359.000,- selama 13 bulan atau setara dengan Rp. 56.667.000,- (lima puluh enam juta enam ratus enam puluh tujuh ribu Rupiah) dan Uang Muka kendaraan Sebesar Rp. 35.000.000,- dengan jaminan BPKB (Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor) Kepada PT.Adira Finance, beralamat Jalan Pangeran Antasari nomor 107 b-c Kota Bandar Lampung, pada angsuran ke-14 Penggugat mengalami kendala ekonomi sehingga terjadi keterlambatan angsuran.

Bahwa dengan adanya keterlambatan angsuran oleh Repni Meidiansyah, obyek sengketa diambil dan/atau ditarik oleh PT. Adira Financepada Tanggal 20

(6)

6

bulan Juli Tahun 2013 pukul 17.00 WIB, pada saat mobil dan/atau obyek sengketa sedang dalam masa disewa atau di rental oleh Sdr Alek Budi Santoso, terhitung sejak Tanggal 04 Mei 2013, datanglah sekelompok orang yang mengaku petugas dari PT.Adira Finance menarik unit barang jaminan tanpa menunjukan surat-surat yang sah menurut aturan Undang-Undang yang berlaku di wilayah Republik Indonesia adalah perbuatan eksekusi ilegal.

Bahwa perbuatan eksekusi ilegal atau penarikan unit kendaraan atas barang jaminan yang dilakukan oleh PT. Adira Finance, yang tidak dilengkapi surat-surat yang sah menurut Undang-Undang melainkan dengan cara dan aturan sepihak yang tidak berdasar pada Undang-Undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia Adalah Perbuatan Melawan Hukum, dan apabila barang jaminan 1 (satu) unit Mobil Merk Daihatsu Xenia Xi Family BE- 2411 -YD Tahun 2011, Nomor Rangka : MHKV1BA2BK116082, Nomor Mesin : DJ40821, STNK dan BPKB atas Nama Repni Meidiansyah yang merupakan “Barang Jaminan” adalah Hak Konsumen, maka menurut Repni Meidiansyah perbuatan tersebut dengan melakukan eksekusi ilegal atau penarikan unit kendaraan yang tidak dilengkapi surat-surat yang sah menurut Undang-Undang yang berlaku adalah perbuatan melawan hukum, melakukan penagihan dengan menggunakan tenaga debt collector yang cenderung pada umumnya menggunakan KEKERASAN, PREMANISME, INTIMIDASI, TEROR, TERHADAP KONSUMEN maupun KELUARGANYA itu adalah perbuatan melawan hukum.

2.3 Fakta-Fakta Eksekusi Jaminan Fidusia Oleh PT. Adira Finance

 Bahwa pada tanggal 12 Oktober 2011 Penggugat dan Tergugat telah menandatangani perjanjian Pembiayaan Bersama Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia Nomor : 065611202478 tanggal 12 Oktober 2011 (“perjanjian”), dimana Tergugat bertindak selaku kreditur sedangkan Penggugat selaku debitur.

 Bahwa objek pembiayaan tersebut berupa satu unit kendaraan bermotor merk Daihatsu Xenia Xi Family Nopol : BE 2411 YD tahun 2011 Nomor Mesin : DJ40821 Nomor Rangka : MHKVIBA2JBK116082 (“mobil”).

(7)

7  Bahwa selain menandatangani surat perjanjian, Penggugat juga telah menandatangani berkas penjelasan penting bagi konsumen tertanggal 23 Agustus 2011, Surat Pernyataan tertanggal 12 Oktober 2011, Surat Kuasa tertanggal 12 Oktober 2011, serta berkas-berkas lain yang menjadi satu kesatuan dengan surat perjanjian.

 Bahwa perjanjian tersebut berlaku sejak tangal 12 Oktober 2011 dengan jangka waktu angsuran selama 36 kali angsuran.

 Bahwa sejak awal pelaksanaan perjanjian, Penggugat sudah sering terlambat membayar angsuran, meskipun demikian pembayaran angsuran tetap dilakukan Penggugat, namun sejak bulan ke-14 (Nopember 2012) Penggugat sudah tidak melaksanakan kewajibannya membayar angsuran.

 Bahwa Tergugat telah berupaya agar Penggugat memenuhi kewajibannya, selain mengirimkan surat peringatan sebanyak tiga kali Tergugat juga telah berkali-kali menghubungi Penggugat baik melalui Hp maupun menemui langsung, akan tetapi Penggugat tetap tidak mau melaksanakan kewajibannya.

 Bahwa, selain tidak memenuhi kewajibannya, Penggugat juga ternyata telah menggadaikan mobil tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan dan seizin Tergugat.

 Bahwa oleh karena hingga bulan ke-22 (Juli 2013) Penggugat tetap tidak memenuhi kewajibannya, yang berarti Penggugat sudah menunggak 9 bulan, maka Tergugat memutuskan untuk menyelesaikan (write off) kredit Penggugat dengan mengambil mobil tersebut sebagaimana Berita Acara Serah Terima Kendaraan Bermotor tertanggal 20 Juli 2012 yang diserahkan langsung oleh pihak yang saat itu menguasai mobil tersebut.

 Perjanjian Pembiayaan Bersama Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia Nomor : 065611202478 tanggal 12 Oktober 2011 antara Penggugat dan Tergugat (“perjanjian”) adalah sah dan mengikat sesuai syarat 1320 BW. Bahwa oleh karena perjanjian tersebut sah, maka perjanjian tersebut mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana Undang-Undang yang harus dihormati dan ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

(8)

8  Penarikan kendaraan bermotor merk Daihatsu Xenia Xi Family Nopol : BE 2411 YD tahun 2011 Nomor Mesin: DJ40821 Nomor Rangka: MHKVIBA2JBK116082 (“mobil”) telah disepakati di dalam perjanjian.

2.4. Eksekusi Jaminan Fidusia Oleh PT. Adira Finance

Perjanjian pembiayaan yang dilakukan dengan perjanjian fidusia, mengikat konsumen sebagai debitur dan PT. Adira Finance sebagai kreditur mengikat kedua belah pihak secara hukum. Eksekusi sepeda motor yang menjadi obyek pembiayaan dan juga merupakan obyek jaminan fidusia pada dasarnya tidak terlepas dari masalah wanprestasi. Dalam suatu transaksi atau perjanjian dalam bentuk apapun, kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan (prestasi), namun pada kenyataannya tidak menutup kemungkinan dapat terjadi bahwa salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Apabila dalam suatu perjanjian si debitur tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maka dapat dikatakan ia telah melakukan wanprestasi.

Meskipun perjanjian pembiayaan yang dilakukan PT. Adira Finance menggunakan pembebanan jaminan fidusia terhadap obyek pembiayaannya, tetapi obyek pembiayaan yang telah dibebankan jaminan fidusia itu tidak semuanya didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Penyelesaian wanprestasi tersebut tidak dengan cara langsung melakukan eksekusi terhadap obyek pembiayaannya. PT. Adira Finance terlebih dahulu melakukan penagihan yaitu dengan melalui desk call, somasi I, somasi II, dan surat peringatan. Apabila debitur yang telah diberi surat peringatan tidak juga membayar angsurannya, maka baru bisa dilakukan eksekusi. Eksekusi yang dilakukan oleh Eksekutor dari PT. Adira Finance dilakukan dengan cara melakukan penyitaan terhadap kendaraan bermotor dengan disertai dokumen-dokumen seperti Perjanjian Pembiayaan dan Akta Jaminan Fidusia.

(9)

9

BAB III

KESIMPULAN

Pertama, pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara dalam hal ini dimenangkan oleh tergugat adalah berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan dan berdasarkan undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan tersebut, dan menguatkan putusan pengadilan yang lebih rendah.

Kedua, eksekusi benda sebagai obyek jaminan fidusia di PT. Adira Finance dilakukan apabila debitur wanprestasi. Penyelesaian wanprestasi ini tidak langsung dengan cara mengeksekusi obyek jaminan fidusia, tetapi terlebih dahulu dilakukan cara-cara persuasif yang bertujuan mengingatkan debitur bahwa debitur tersebut sudah harus membayar angsuran dikarenakan sudah memasuki tanggal jatuh tempo. Cara-cara persuasif tersebut dilakukan melalui desk call, somasi I, somasi II, dan surat peringatan. Apabila debitur yang telah dikirimkan surat peringatan tidak juga membayar angsurannya, maka baru dilakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia.

Pelaksanaan eksekusi benda jaminan fidusia yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan konsumen belum tepat meskipun berpedoman pada asas pacta sun servanda karena pelaksanaan eksekusi langsung tersebut belum memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Fidusia yang disamping mengharuskan dibuatnya akta fidusia secara notariil juga mengharuskan pendaftaran ke kantor fidusia untuk memperoleh sertifikat fidusia yang melahirkan hak preferen dan berkekuatan eksekutorial.

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 101/Pdt.G/2013/PN.TK

Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang No. 09/ Pdt./ 2014/ PT.TK

Putusan Mahkamah Agung No. 97 K/Pdt/2015

R.Subekti, Hukum perjanjian Cet.ke-27. (Jakarta: Intermasa, 20014)

Rondonuwu, Patrice. 2016. Teori Hukum. Nagakusuma Media Kreatif. Jakarta.

Subekti. 2014. Aneka Perjanjian Cet. Ke-XI. Citra Adya Bakti. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

BPR BKK Boyolali mengatur bahwa jika debitur lalai atau cidera janji dan melakukan wanprestasi, maka kreditur selaku penerima fidusia berhak untuk melakukan eksekusi dengan

dari penerima jaminan fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi objek. jaminan fidusia tidak termasuk ke dalam harta pailit pemberi

berupa keterangan yang dibuat kreditur. b) Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia. c) Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia

Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang harus dilakukan oleh penerima fidusia apabila pemberi fidusia melalaikan kewajibannya atau cidera janji yang berupa lalainya pemberi

Sehingga apabila adanya cidera janji dari pemberi Fidusia yang tidak mengganti objek Fidusia dengan objek yang setara maka penerima Fidusia dapat melakukan

Kebijakan hukum dalam menanggulangi tindak pidana jaminan fidusia terhadap jaminan fidusia yang dikuasai pihak ketiga adalah, kreditur dapat melakukan tindakan

Begitu pula perjanjian Fidusia, apabila debitur atau pemberi Fidusia cidera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima Fidusia,

Terhadap perjanjian pengikatan jaminan fidusia antara pihak Bank sebagai Kreditur yang akan menerima objek jaminan untuk pelunasan utang dengan Debitur sebagai pihak penerima kredit