• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia - Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia - Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Jaminan Fidusia

Sebelum dibahas lebih jauh tentang pengertian Jaminan Fidusia hendaknya

kita memahami pengertian jaminan. Dalam rangka pembangunan ekonomi

diperlukan tersedianya dana, yang salah satunya adalah dalam bentuk kredit yang

diberikan oleh lembaga perbankan.12

1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat

perjanjian tertulis;

Dana yang berupa kredit itu diperlukan oleh

debitur guna kepentingan pengembangan usaha atau keperluan lainnya.Penyaluran

kredit kepada pelaku usaha selaku debitur sarat dengan resiko kemacetan. Oleh

karena itu, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat di

antaranya :

2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang

sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan

membawa kerugian;

12

(2)

3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian

saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham,

atau;

4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit

(legal lending limit).13

Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka bank dalam memberikan

kreditnya wajib memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur

untuk melaksanakan kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank juga wajib

melakukan peninjauan ke lapangan dan pengikatan terhadap jaminan yang

diserahkan oleh debitur sehingga jaminan yang diterima dapat memenuhi

persyaratan dan kctcntuan yang berlaku.Untuk memperoleh keyakinan terhadap

kemampuan dan kesanggupan debitur maka bank melakukan penilaian yang

dikenal dengan the five c's of credit (5C) antara lain Character; Capital;

Capacity; Collateral; Condition of economy.

Berbagai aspek penilaian yang dilakukan bank tidak selalu dapat

mencerminkan kinerja nasabah debitur di masa yang akan datang, maka pihak

bank perlu berjaga-jaga terhadap resiko yang terburuk dari pelepasan kredit.

Antisipasi terhadap kemungkinan macetnya pemenuhan kewajiban oleh nasabah

adalah kewajiban penyerahan jaminan sebelumdana diberikan kepada nasabah.

Jaminan merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang

mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit.

13

(3)

Namun dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan tidak disebutkan lagi

secara tegas mengenai kewajiban tersedianya jaminan atas kredit yang

dimohonkan oleh debitur, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan

yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 menyebutkan :

“Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga”. Dalam

kalimat tersebut tersirat bahwa siapapun yang ingin memperoleh kredit bank harus

menyerahkan jaminan kepada bank. Terdapat perubahan dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 yaitu Pasal 8 yang menyebutkan bahwa ”Bank Umum

wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik

dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai

dengan yang diperjanjikan”.

Sebenarnya dalam literatur hukum tidak dikenal istilah hukum jaminan,

sebab kata recht dalam rangkaiannya sebagai zakerheidsrechten berarti ”hak”,

sehingga zakerheidsrechten berarti hak-hak jaminan.14Dengan demikian kalau mau merumuskan hukum jaminan, maka dapat dikatakan sebagai

ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan pada umumnya, maksudnya

jaminan tagihan kreditur atas hutang debitur.15

14

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung :Citra Aditya Bakti,2002 (selanjutnya disebut J. Satrio I), hal. 154.

15

(4)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan umum tentang

jaminan diletakkan dalam Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138. Dalam

Pasal-Pasal tersebut diatur prinsip tanggung jawab seorang debitur terhadap

hutang-hutangnya dan juga kedudukan semua kreditur atas tagihan yang dipunyai olehnya

terhadap debiturnya.16

Sutarno menyatakan, jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai

mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk

pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh

kreditur dan debitur.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan

Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan

bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang

diperjanjikan.

17

Hal penting dalam penyerahan agunan ini adalah keabsahan secara yuridis

di perjanjian pengikatan agunan.Pihak bank harus yakin bahwa agunan atau

jaminan yang telah diserahkan telah berdasarkan perjanjian yang sah secara

yuridis.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan juga menyebutkan agunan adalah jaminan

tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian

fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

18

16

J. Satrio I, Op. Cit.

Kredit yang didukung dengan jaminan disebut secured loans, dengan

17

Sutarno, Op. Cit, hal. 142. 18

(5)

menggunakan jaminan dalam penyaluran kredit dapat meyakinkan bank akan

kemampuan debitur dalam pengembalian utangnya, sedangkan kredit yang tidak

didukung dengan jaminan disebut unsecured loans, pemberian kredit ini yaitu

dengan mempertimbangkan bonafiditas dan prospek usaha debitur.

Kredit tanpa adanya jaminan sangat membahayakan posisi bank,

mengingat jika nasabah mengalami kemacetan pembayaran maka akan sulit

menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan. Dengan adanya harta debitur

yang dijadikan jaminan atas utangnya dapat menimbulkan keyakinan bahwa

debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul

dari suatu perikatan.19

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan

sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu memberikan kepastian

akan pelunasan utang debitur sesuai dengan perjanjian kredit. Jaminan dapat

menutupi segala resiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang

ada unsur kesengajaan atau tidak.Oleh karena itu, selain benda yang menjadi

objek jaminan kredit diikat dengan asuransi tertentu, penilaian jaminan kredit

haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya.

Fidusia berasal dari kata ”fides” yang berarti kepercayaan.20

19

Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta :Liberty, hal. 50.

Hubungan

hukum yang terjadi antara kreditur dengan debitur merupakan hubungan hukum

yang berdasarkan atas kepercayaan.Istilah fidusia sudah lama dikenal dalam

20

(6)

bahasa Indonesia dan merupakan istilah resmi dalam dunia hukum di Indonesia.21 Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah

”fidusia”. Namun terkadang, untuk fidusia ini juga dikenal dengan istilah

”Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya

sering disebut dengan Fiduciare Eigendom Overdracht, sedangkan dalam bahasa

Inggrisnya sering disebut dengan istilah Fiduciary Transfer of Ownership.22

Jaminan Fidusia ini lahir karena adanya kebutuhan dalam praktek untuk

menjaminkan barang bergerak tetapi tanpa penyerahan barang secara

fisik.Mengingat lembaga gadai mensyaratkan adanya penyerahan benda maka

dicarikanlah jalan untuk dapat menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan

fisik barang tersebut. Akhirnya muncullah suatu rekayasa untuk memenuhi

kepentingan dalam praktek tersebut yaitu dengan jalan pemberian Jaminan

Fidusia.Jaminan Fidusia ini akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh

yurisprudensi, baik di Belanda maupun di Indonesia.23

Rekayasa hukum tersebut dilakukan lewat bentuk globalnya yang disebut

dengan "Constitutum Posessorium" (penyerahan kepemilikan benda tanpa

menyerahkan fisik benda sama sekali). Agar sahnya peralihan hak dalam

kontruksi hukum tentang fidusia ini, haruslah memenuhi syarat-syarat antara

lain:24

21

Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung :Citra Aditya Bakti,2003 (selanjutnya disebut Munir Fuady II), hal. 3.

(7)

a. terdapat perjanjian yang bersifat zakelijk

b. adanya titel untuk suatu peralihan hak

c. adanya kewenangan untuk menguasai benda dari orang yang menyerahkan

benda

d. cara tertentu untuk penyerahan yaitu dengan cara constitutum posessorium

bagi benda bergerak yang berwujud, atau dengan cessie untuk hutang

piutang.

Berkaitan dengan Fidusia dan Jaminan Fidusia, dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan pengertian mengenai

masing-masing tersebut:

Pasal 1 butir 1: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan

tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Pasal 1 butir 2: Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda benda bergerak

baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap

berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia

(8)

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur-unsur fidusia dalam upaya

pemberian hak jaminan kepada kreditur dengan tujuan :

1. Sebagai agunan

Sebagai agunan menunjuk ciri umum dari hak jaminan, bahwa pengalihan

hak milik terhadap suatu benda hanya diperuntukkan sebagai agunan atau

jaminan kredit, konsepsi pengalihan hak milik dengan kepcrcayaan dalam

Jaminan Fidusia, adalah semata-mata untuk mcmbcrikan jaminan

kepastian pengembalian kredit, sebagai perlindungan bagi keamanan

kreditur. Memang apabila dilihat lebih jauh terhadap konstruksi Jaminan

Fidusia akan membingungkan dan dapat menimbulkan salah tafsir apabila

dikaitkan dengan unsur dari pengertian fidusia tentang ”pengalihan hak

milik” yang sering ditafsirkan bahwa penerima Jaminan Fidusia

semestinya menjadi pemilik atas benda yang bersangkutan. Apabila

ditinjau lebih jauh riwayat sebenarnya merupakan penyelundupan atas

ketentuan gadai yang diatur pada Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata untuk

membedakan dari gadai berdasarkan kebutuhan praktek hukum jaminan.

Karena hukum merupakan suatu sistem yang tidak memungkinkan untuk

adanya pertentangan sehingga digunakan istilah pengalihan hak milik

untuk membedakan dengan gadai.

2. Untuk kepentingan pelunasan tertentu

Unsur ini menunjuk pada penjelasan bahwa pemberian Jaminan Fidusia

(9)

agar debitur memenuhi kewajibannya yaitu dalam pelunasan utang

tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa perjanjian pokoknya adalah

hutang piutang dan perjanjian pemberian Jaminan Fidusianya sebagai

perjanjian tambahan (accessoir). Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 4

Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan : ”Jaminan Fidusia

merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

Sedangkan ciri perjanjian tambahan (accessoir) adalah perjanjian tersebut

tidak dapat berdiri sendiri, kemudian berakhirnya adalah tergantung pada

berakhirnya perjanjian pokoknya.

3. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia

terhadap kreditur lain dari pelunasan atau kewajiban debitur (pemberi

Jaminan Fidusia). Unsur ini menunjukkan bahwa kreditur penerima fidusia

akan mempunyai posisi lebih baik di depan hukum dalam penagihan,

demikian pula apabila terjadi eksekusi terhadap benda Jaminan Fidusia,

maka kedudukannya lebih diutamakan atau didahulukan daripada kreditur

lainnya dalam mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi dari

benda Jaminan Fidusia. Hal demikian dinamakan hak preferen.

Dalam perkembangannya di zaman Romawi, ada dua bentuk Jaminan

Fidusia yaitu fiducia cum amino dan fiducia cum creditore.Keduanya timbul dari

(10)

penyerahan hak.25

Lembaga ini sering digunakan dalam hal seorang pemilik suatu benda

harus mengadakan perjalanan keluar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan

kepemilikan benda tersebut kepada teman dengan janji bahwa teman akan

mengembalikan benda tersebut jika pemiliknya sudah kembali dari perjalanannya.

Dalam fiducia cum amino contracta ini kewenangan diserahkan kepada pihak

pcnerima akan tetapi kepentingan tetap ada pada pihak pemberi.

Fiducia cum amino contracta yang artinya janji kepercayaan

yang dibuat dengan teman.

26

Fiducia cum creditore contracta berarti janji kepercayaan yang dibuat

dengan debitur, bahwa debitur akan mengalihkan suatu benda kepada kreditur

sebagai suatu jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditur akan

mengalihkan kembali benda jaminan tersebut apabila utang debitur sudah dibayar

lunas, karena debitur bertindak dengan kepercayaan, hubungan seperti ini

dinamakan hubungan yang didasarkan atas fides atau hubungan fiduciair.27

Timbulnya fiducia cum creditore ini disebabkan adanya suatu kebutuhan

akan hukum jaminan yang belum diatur oleh konstruksi hukum. Dengan fiducia

cum creditore ini maka kewenangan yang dimiliki kreditur akan lebih besar yaitu

sebagai pemilik atas barang yang dialihkan sebagai jaminan. Debitur percaya

bahwa kreditur tidak akan menyalahgunakan wewenang yang diberikan itu.

25

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Loc. Cit. 26

Ibid, hal. 115. 27

(11)

Kekuatannya hanya terbatas pada kepercayaan dan secara moral saja dan bukan

kekuatan hukum.

Debitur tidak akan dapat berbuat apa-apa jika kreditur tidak mau

mengembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai jaminan itu. Hal

ini merupakan kelemahan fidusia pada bentuk awalnya jika dibandingkan dengan

sistem hukum jaminan yang kita kenal sekarang.28

Ketika negara-negara Eropa Kontinental seperti Perancis dan Belanda

mengadopsi hukum Romawi, dalam hukum Romawi lembaga fidusia sudah

lenyap sehingga dalam Burgerlijk Wetboek (BW) tidak dikenal lembaga fidusia,

yang diatur hanya hipotek (hak tanggungan) dan pand (gadai). Baru kemudian

terasa lagi kebutuhan dalam praktek hukum di negeri Belanda sehingga lembaga

fidusia dimunculkan lagi dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi.

Karena kelemahan itu maka

ketika gadai dan hipotek berkembang sebagai hak-hak jaminan serta adanya

hukum tertulis yang mengaturnya, akhirnya fidusia hilang dari Hukum Romawi.

Lahirnya lembaga fidusia di negeri Belanda tidak terlepas dari kebutuhan

dan keadaan perekonomian pada saat itu.Pada abad 19, di negeri Belanda terjadi

kemerosotan hasil panen, sehingga perusahaan pertanian sangat membutuhkan

modal. Lembaga hipotik tidak dapat diandalkan saat itu karena petani memiliki

tanah yang sangat terbatas, apalagi lembaga gadai, para petani tidak dapat

menyerahkan barang-barang pertanian yang justru sangat dibutuhkan untuk proses

28

(12)

produksi pertaniannya. Hal yang sama juga berlaku untuk wilayah Hindia Belanda

(Indonesia) saat itu.

Dengan keadaan seperti itu, di negeri Belanda saat itu ada usaha-usaha

untuk menanggulangi masalah tersebut antara lain dengan jalan memformulasi

pinjaman dalam bentuk bank-bank koperasi. Di Indonesia (Hindia Belanda) saat

itu ditanggulangi dengan cara mengintrodusir jaminan hutang dalam bentuk

“ikatan panen” (oogstverband). Oogstverband adalah suatu jaminan untuk

pinjaman uang, yang diberikan atas panen yang akan diperoleh dari suatu

perkebunan (teh, kopi, dan sebagainya) berdasarkan Koninklijk Besluit tanggal 24

Januari 1886 (Stbl. 1886-57).

Dari pengertian oogstverband, ada 3 (tiga) hal yang cukup penting harus

diketahui yaitu pertama, oogstverband sebagai lembaga jaminan memiliki

karakter kebendaan (zakenlijke caracter) berarti lembaga oogstverband

mempunyai sifat-sifat kebendaan antara lain haknya dapat dipertahankan terhadap

siapapun juga, hak mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada dan

mudah dieksekusi; kedua, objek oogstverband adalah hasil-hasil pertanian yang

belum dipetik beserta perusahaan serta peralatan yang dipakai untuk mengolah

hasil pertanian; ketiga, hakikat oogstverband.

Atas satu panenan hanya dapat berlaku satu oogstverband, apabila ada

beberapa maka yang berlaku hanya yang pertama diletakkannya sedangkan yang

kemudian dapat berlaku apabila yang pertama telah hapus sebagai suatu jaminan

(13)

R. Soebekti, kelemahan dari lembaga ini adalah bahwa Oogstverband hapus

apabila hasil panen yang dijadikan jaminan musnah.29

Bentuk jaminan “ikatan panen atau bank-bank koperasi” di dalam

kenyataannya dirasakan tidak memadai sehingga yang terjadi saat itu adalah

perkembangan kebutuhan perekonomian lebih cepat dibandingkan perkembangan

hukum perkreditan dan jaminan.Di samping itu hukum positif saat itu tidak

mengatur mengenai jaminan utang terhadap benda bergerak (gadai) tanpa

penyerahan barangnya.

B. Macam-Macam Lembaga Jaminan

Di Indonesia setelah Tahun 1996, yakni sejak lahirnya UU. No. 4 Tahun

1996 tentang tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan

tanah, pengikatan jaminan (anggunan) kredit atau pembiayaan di bank melalui

lembaga jaminan dapat dilakukan melalui gadai, hipotik, hak tanggungan, dan

fidusia.

Adapun uraian singkat mengenai masing-masing bentuk lembaga jaminan

adalah sebagai berikut:30

29

R. Soebekti, Op. Cit, hal. 80.

(14)

a. Gadai ( Pand )

Gadai berasal dari bahasa belanda pand atau pledge, pengertian gadai

tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata yaitu, “Suatu hak yng diperoleh

kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh

debitur oleh kuasanya, sebgai jaminan atas utangnya dan yang member

wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari

barang itu dengan menddahuui kreditur-kreditur lain dengan demikian

unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah :

1) Adanya subjek gadaqi, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur

(pemberi gadai)

2) Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud

maupun tidak berwujud

3) Adanya kewenangan kreditur untuk mengeksekusi apabila dbitur

melakukan wanprestasi terhadap perjanjian gadai

1. Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum Gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yaitu :

Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, Artikel

1196 vv, title 19 Buku III NBW, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1969

tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian, Peraturan Pemerintahan Nomor 10

tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintahan Nomor 7 Tahun 1969

tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian dan Peraturan Pemerintah Nomor 103

(15)

2. Subjek dan Objek Gadai

Subjek gadai terdiri dari dua pihak yaitu, pihak pemberi gadai (debitur)

dan pihak penerima gadai (kreditur). Debitur yang orang atau badan

hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku

gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan

kepadanya atau pihak ketiga.

b. Hipotik

Dalam KUH Perdata, hipotik diatur dalam bab III pasal 1162 s/d 1232.

Sedangkan definisi dari hipotik itu sendiri adalah hak kebendaan atas suatu benda

tak bergerak untuk mengambil pergantian dari benda bagi pelunasan suatu hutang.

Hak Hipotik merupakan hak kebendaan yang memberikan kekuasaan atas suatu

benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.

Menurut pasal 1131 B.W. tentang piutang-piutang yang diistimewakan

bahwa “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Yang mana dalam

pembahasan yang dikaji dalam makalah ini khusus kepada kebendaan si berutang

berupa benda yang tidak bergerak yang dijadikan sebagai jaminan untuk hutang,

inilah yang termasuk dalam pengertian hak Hipotik seperti yang telah disebutkan

di atas.

Apabila orang yang berhutang tidak dapat menepati kewajibannya, maka

(16)

si berhutang, atau sederhananya si berpiutang dapat meminta benda yang

dijadikan sebagai jaminan, meskipun barang itu sudah berada di tangan orang

lain.31

1. Azas-azas Hipotik

a. Azas publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya

diketahui oleh umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah

kantor agrarian setempat.

b. Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang

ditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas

sebuah rumah. Tapi tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah

tersebut, atau atas sebuah kamar dalam rumah tersebut.

Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik,

hak guna bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat,

maupun yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah

didapatkan dalam daftar buku tanah menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961

sejak berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960 tanggal 24 september 1960.

2. Subyek Hipotik

Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak

ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang

dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.

31

(17)

Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak

memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh

pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat

golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38

tahun 1963 yaitu:

1. Badan-badan pemerintah

2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian

3. Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri

4. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.

Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara

Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada

pada UUPA sendiri.

3. Obyek Hipotik

Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan

hipotik ialah:

a. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala

perlengkapannya.

b. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya

(18)

d. Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus

dibayar dengan hasil dengan hasil tanah dalam wujudnya.

Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak

dapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:

a. Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata)

b. Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata)

c. Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)

d. Prosedur Pengadaan Hak Hipotik

Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah:

1. Harus ada perjanjian hutang piutang,

2. Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang.

Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara

tertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19

PP no. 10 tahun 1961), yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi

yang mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan

setempat di mana tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada

bagian pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan.

4. Hapusnya Hipotik

Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:

1. Karena hapusnya ikatan pokok

2. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur

(19)

Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu:

1. Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik

2. Afstan hipotik

3. Lemyapnya benda hipotik

4. Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik

5. Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan

6. Pencabutan hak milik

c. Hak Tanggungan

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan

tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau

tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,

untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda

yang berkaitan dengan Tanah.32

1. Objek Hak Tanggungan

Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

32

(20)

c. Hak Guna Bangunan.

Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai

atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan

menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut

bangunan,tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan

satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak

atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

2. Subyek Hak Tanggungan

Subyek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian

pembebanan hak tanggungan, yaitu:

- Pemberi hak tanggungan (kreditur)

- Penerima hak tanggungan (debitur)

3. Asas Hak Tanggungan

a. Droit de preference, memberikan kedudukan yang diutamakan atau

mendahulu kepada pemegangnya.

b. Droit de suit, selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun

benda itu berada.

c. Memenuhi asas spesialis dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

(21)

Spesialis, asas yang menghendaki bahwa hipotek hanya dapat diadakan

atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Publisitas, asas yang

mengharuskan bahwa hipotek itu harus didaftarkan di dalam register

umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga/umum.

d. Tak dapat dibagi-bagi (ondeedlbaarheid), hipotek itu membebani seluruh

objek/benda yang dihipotekkan dalam keseluruhan atas setiap benda dan

atas setiap bagian dari benda-benda tak bergerak.

e. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

4. Prosedur Hak Tanggungan

Prosedur pemberian hak tanggungan sesuai ketentuan Pasal 10 UU Nomor

4 tahun 1996, yaitu sebagai berikut:

a. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan

Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang

dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian

utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang

menimbulkan utang tersebut.

b. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan perbuatan Akta Pemberian

Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan perundang-undangan yang

berlaku.

c. Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari

konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan

(22)

dilakukan bersamaan dengan permohonan pcndaftaran hak atas tanah yang

bersangkutan.

5. Pendaftaran Hak Tanggungan

Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal

14 UU Nomor 4 Tahun 1996 sebagai berikut:

1. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

2. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta

Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang

bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.

3. Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak

Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang

menjadi obyek Hak Tanggungan serta menjalin cacatan tersebut pada

sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

4. Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan scbagaimana dimaksud pada ayat

(3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap

surat-surat yang diperiukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh

pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja

berikutnya.

5. Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan

(23)

6. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan

menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang beriaku.

7. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat

irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA".

8. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan beriaku sebagai

pengganti grosse facte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.

9. Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah

dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah

yang bersangkutan.

10.Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak

Tanggungan.

6. Hapusnya Hak Tanggungan

Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :

a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleb pemegang Hak Tanggungan;

c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

(24)

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

d. Jaminan Fidusia

Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perUndang-Undangan

melainkan berkembang atas dasar yurisprudensi, di Indonesia baru diatur dalam

Undang-Undang pada tahun 1999 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42

tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu

yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang

tidak dapat dibebani hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal

1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah

pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan

bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan

pemilik benda.

Adapun pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yang

diwajibkan atau diharuskan dilakukan dengan akta autentik adalah

a. Akta Hipotek kapal untuk pembebanan perjanjianjaminan hipotek atas

kapal yang dibuat oleh pejabat pendaftar dan pencatatbalik nama kapal.

b. Surat kuasa membebankan hipotek (SKMH) yang dibuat oleh

(25)

c. Akta pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuatoleh pejabat pembuat

akta tanah.

d. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh

notaries atau pejabat pembuat akta tanah.

e. Akta Jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat olehnotaries.

C. Asas-Asas Jaminan Fidusia

Adanya asas-asas di dalam suatu sistem menunjukan betapa pentingnya

suatu asas. Asas atau prinsip bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan

merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari

peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum

yang terjelma dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat

umum dalam peraturan tersebut33

Asas hukum itu merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan

hukum.Itu merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan hukum. Tidak

berlebihan apabila dikatakan bahwa asas hukum ini merupakan “jantungnya”

peraturan hukum”34

33

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty 1998 hal. 33 34

(26)

M. Yahya Harahap secara tepat memaparkan adanya beberapa prinsip

hukum dalam Undang-Undang fidusia, sebagai berikut:35

a. Asas spesialitas fixed loan, artinya benda objek Jaminan Fidusia

sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, dengan demikian

harus jelas dan tertentu benda objek Jaminan Fidusia serta harus

pasti jumlah utang debitur atau dapat dipastikan jumlahnya.

Pembuatan akta Jaminan Fidusia harus memuat, identitas pihak

pemberi dan penerima dan pemberi fidusia ; data perjanjian pokok

yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek

Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi

objek Jaminan Fidusia.

b. Asas assessor, artinya Jaminan Fidusia adalah perjanjian ikutan

dari perjanjian pokok yakni perjanjian utang, dengan demikian

keabsahan perjanjian Jaminan Fidusia tergantung pada keabsahan

perjanjian pokok, penghapusan benda objek Jaminan Fidusia

tergantung pada penghapusan perjanjian pokok.

c. Asas Hak Preferen, artinya member kedudukan hak yang

didahulukan kepada penerima fidusia (kreditur) terhadap kreditur

lainnya, kualitas hak didahulukan penerima fidusia, tidak hapus

karena adanya kepailitan dan atau likuidasi.

d. Yang dapat memberi fidusia, artinya harus pemilik benda, jika

benda itu milik pihak ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia

35

(27)

tidak boleh dengan kuasa substansi, tetap harus langsung pemilik

pihak yang bersangkutan.

e. Dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa

atau wakil penerima fidusia, artinya ketentuan ini dimaksudkan

dalam rangka pembiayaan kredit konsorium.

f. Larangan melakukan fidusia ulang terhadap benda objek Jaminan

Fidusia yang sudah terdaftar, artinya apabila objek Jaminan Fidusia

sudah terdaftar, berarti menurut hukum objek Jaminan Fidusia

telah beralih kepada penerima fidusia. Oleh karena itu, pemberi

fidusia ulang merugikan kepentingan penerima fidusia, apabila

terjadi hal demikian maka hak milik sebagai pemegang jaminan

kepada kreditur kedua, tidak menghilangkan hak milik fidusia dari

kreditur pertama.

g. Asas droit de suite, artinya Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda

yang jadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapa pun benda itu

berada, kecuali keberatannya berdasar penglihatan hak atas piutang

(cessie), dengan demikian hak atas Jaminan Fidusia merupakan hak

kebendaan mutlak (in rem).

Asas-asas hukum Jaminan Fidusia yang terdapat dalam Undang-Undang

(28)

Pertama, asas bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur

yang diutamakan dari kreditur lainnya.Terdapat Pasal1 angka 2 Undang-Undang

Jaminan Fidusia.

Kedua, asas bahwa dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia menunjukkan bahwa

Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan dan bukan perorangan.

Ketiga, asas bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim

disebut dengan asas asessoritas.Asas ini mengandung arti bahwa keberadaan

Jaminan Fidusia dibentuk oleh perjanjian utama atau perjanjian pokok.

Keempat, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat diletakkan atas utang yang baru

akan ada (kontijen). Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa

objek Jaminan Fidusia dapat dibebankan kepada utang yang telah ada dan yang

akan ada. Jaminan atas utang yang aka nada mengandung arti bahwa pada saat

dibuatnya akta Jaminan Fidusia, utang tersebut belum ada tetapi sudah

diperjanjikan sebelumnya dalam jaminan tertentu.

Kelima, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan

ada.

Keenam, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap

bangunan/rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain.

Ketujuh, asas bahwa Jaminan Fidusia berisikan uraian secara detail terhadap

(29)

Kedelapan, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia harus orang yang memiliki

kewenangan hukum atas objek jaminana fidusia.

Kesembilan, asas bahwa Jaminan Fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran

fidusia.

Kesepuluh, asas bahwa benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak dapat

dimiliki oleh kreditur penerima Jaminan Fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan.

Kesebelas, asas bahwa Jaminan Fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur

penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor fidusia dari pada

kreditur yang mendaftarkan kemudian.

Keduabelas, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia yang tetap menguasai benda

jaminan harus mempunyai itikad baik (te goeder trouw, in good faith).

Ketigabelas, asas bahwa Jaminan Fidusia mudah dieksekusi.36

D. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia

a. Obyek Jaminan Fidusia

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999tentang

Jaminan Fidusia, maka yang menjadi obyek Jaminan Fidusiaadalah benda

36

(30)

bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan(inventory), benda dagangan,

piutang, peralatan mesin, dan kendaraanbermotor. Setelah berlakunya

Undang-Undang NO.42 Tahun 1999 tentang JaminanFidusia, maka obyek Jaminan Fidusia

diberikan pengertian yang luas.Berdasarkan Undang-Undang ini, obyek Jaminan

Fidusia dibagi 2 macam, yaitu : benda bergerak, baik yang berwujud maupun

tidak berwujud; dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan.

Sebagai contoh bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

dalam hal ini yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia.

b. Subyek Jaminan Fidusia

Subyek Jaminan Fidusia adalah Pemberi Fidusia dan

PenerimaFidusia.Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau

korporasipemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia, sedangkan

PenerimaFidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang

mempunyaipiutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.

E. Ciri- Ciri Lembaga Fidusia

Seperti halnya hak tanggungan, Lembaga Jaminan Fidusia yangkuat

(31)

a. Memberikan kedudukan yang mendahulukan kepada kreditur (penerima

fidusia) terhadap kreditur lainnya. (Pasal 27 Undang-Undang Jaminan

Fidusia) Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap

krediturlainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal

pendaftaranbenda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada kantor

pendaftaran fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak

penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil

eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Hak yang

didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan

dan likuidasi pemberi fidusia. Ketentuan dalam hal ini berhubungan

dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan agunan atas

kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan

dalamUndang-Undang tentang kepailitan menentukan bahwa benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia berada diluar kepailitan dan likuidasi.37

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun objek

ituberada (droit de suite) (Pasal 20 Undang-Undang fidusia). Jaminan

Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam

tangan siapapun benda itu benda itu berada, kecualipengalihan atas benda Apabila atas

benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebihdari 1 (satu)

perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan ini diberikan

kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya padakantor pendaftaran

fidusia.

37

(32)

persediaan yang menjadi obyek jaminanfidusia.38

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga

dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan (Pasal 6 dan 11 Undang-Undang Fidusia).

Ketentuan ini

merupakan pengakuan atau prinsip “droit de suite”yang telah merupakan

bagian dari peraturan Undang-Undangan Indonesia dalam kaitanya dengan

hak mutlak atas kebendaan.

Akta Jamian Fidusia yang dibuat Notaris sekurang-kurangnya memuat :

1) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;

2) Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia;

3) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek fidusia;

4) Nilai penjaminan;

5) Nilai benda yang menjadi objek fidusia;

Selanjutnya dalam hal ini benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia

wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini merupakan

terobosan penting yang melahirkan fidusia sehingga dapat memenuhi asas

publisitas (semakin terpublikasi jaminan hutang, akan semakin baik,

sehingga kreditur atau khalayak ramai dapat mengetahui atau punya akses

untuk mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan hutang

tersebut.

38

(33)

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 Undang-Undang

Fidusia) Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, pemberi

fidusia wajib menyerahkan obyek Jaminan Fidusia dalam rangka

pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat dilaksanakan dengan cara

pelaksanaan titel eksekutorial oleh kreditur atau penerima fidusia, artinya

langsung melaksanakan eksekusi melalui lembaga para eksekusi atau

penjualan obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan. Dalam

hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, maka harus dilakukan

berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.

F. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia

Dalam proses terjadinya Jaminan Fidusia dilaksanakan melalui duatahap

yaitu :

1) Tahap Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan aktanotaris

dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Dengan demikian,

akta notaris di sini merupakan syarat materil untuk berlakunya

ketentuan-ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia atas perjanjian penJaminan Fidusia,

disamping juga sebagai alat bukti. Perlu diketahui, bahwa suatu perjanjian pada

umumnya tidak lahir pada saat penuangannya dalam suatu akta, tetapi sudah ada

(34)

memenuhi syarat Pasal 1320 KUH Perdata dan penuangannya dalam akta hanya

dimaksudkan untuk mendapatkan alat bukti saja.

Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagai yang

dimaksud dalam Pasal 1868 dan Pasal 1870 KUH Perdata yang memberikan

kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap para pihak dan ahli waris atau

orang yang memdapatkan hak dari padanya.

Alasan Undang-Undang menetapkan dengan Akta Notaris adalah :

a. Akta Notaris adalah akta otentik sehingga memiliki kekuatanpembuktian

sempurna;

b. Objek Jaminan Fidusia pada umumnya adalah benda bergerak;

c. Undang-Undang melarang adanya fidusia ulang;

Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

Undang-Undang Fidusia sekurang-kurangnya memuat :

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia

Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggalatau

kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan

pekerjaan.

b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenaimacam

perjanjian, dan utang yang dijamin dengan fidusia.

(35)

Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup

dilakukan dengan mengidentifikasi benda tersebut, dandijelaskan

mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal bendayang menjadi

obyek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory)

yang selalu berubah-ubah dan tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang

jadi, maka akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis,

merek, kualitas dari bendatersebut.

d. Nilai penjaminan;

e. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

2) Tahap Pendaftaran Jaminan Fidusia

Tujuan pendaftaran fidusia adalah melahirkan Jaminan Fidusia

bagipenerima fidusia, memberikan kepastian kepada kreditur lainmengenai benda

yang telah dibebani Jaminan Fidusia danmemberikan hak yang didahulukan

terhadap kreditur dan untukmemenuhi asas publisitas karena kantor pendaftaran

terbuka untukumum.39

Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan termasuk

benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luarwilayah Republik

Indonesia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan

di tempat kedudukan pemberi fidusia dan dilakukan pada kantor Pendaftaran

Fidusia yang merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman.

39

(36)

Permohonan pendaftaran dilakukan oleh penerima fidusia, kuasaatau wakilnya

dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, yang meliputi :

a. Identitas pihak dan penerima fidusia;

b. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempatkedudukan notaris

yang membuat akta Jaminan Fidusia;

c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;

d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jamianan fidusia;

e. Nilai penjaminan, dan

f. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.40

Kemudian Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan dalam Buku

Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan

pendaftaran guna melakukan pengecekan data setelah dilakukan pendaftaran,

maka kantor Pendaftaran fidusia menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada

penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran Jaminan

Fidusia.

Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak

melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan

pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data yang

dimuat dalam pernyataan pendaftaran fidusia. Tanggal pencatatan Jaminan

Fidusia dalam buku Daftar Fidusia ini dianggap sebagai lahirnya Jaminan Fidusia.

40

(37)

Dengan demikian pendaftaran Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia,

merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia.

Penegasan lebih lanjut dapat kita lihat dalam ketentuanPasal 28

Undang-Undang Fidusia yang menyatakan apabila atasbenda yang sama menjadi obyek

jaminan lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka kreditur yang lebih

dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini penting diperhatikan

oleh kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian Jaminan Fidusia, karena hanya

penerima fidusia, kuasa atau wakilnyayang boleh melakukan pendaftaran Jaminan

Fidusia.

Sebagai bukti bagi kreditur bahwa ia merupakan penerima jaminan fidusia

adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia

pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

Sertifikat ini sebenarnya merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang

memuat catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada

pada saat pernyataan pendaftaran.

Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata:“DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA”, sehingga

Sertifikat Jaminan Fidusia mempuyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan

putusan pengadilan yang telahmempuyai kekuatan hukum tetap. Maksudnya,

bahwa putusantersebut langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan

danbersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusantersebut.41

41

(38)

G. Berakhirnya Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 25 UUJF menyatakan secara tegas bahwa Jaminan Fidusia hapus

karena :

a) Hapusnya utang yang dijamin deengan fidusia. Yang dimaksud hapusnya

utang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang

berupa keterangan yang dibuat kreditur.

b) Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia.

c) Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

Jaminan Fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin

pelunasannya, apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang merupakan

konsekuensi dari perjanjian asseoir yaitu perjanjian pokok berupa perjanjian utang

piutang. Maka, jika perjanjian pokoknya atau piutangnya lenyap dengan alasan

apapun maka Jaminan Fidusia juga akan ikut menjadi lenyap.

Hapusnya utang ini dibuktikan antara lain dengan bukti pelunasan atau

bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. Dengan

hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia

juga dapat dikatakan wajar, mengingat pihak penerima fidusia sebagai yang

memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau melepaskan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses demokratisasi, publik di Indonesia saat ini sangat menggantungkan diri pada program berita yang ditayangkan oleh stasiun televisi untuk

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Pada umumnya saluran pipa terletak dibawah permukaan tanah, bisa mengalir dengan berat sendiri dan bisa juga dengan tekanan.. Saluran pipa digunakan untuk

zatvaranja financijskih konstrukcija. Filmovi se snimaju pod traumatskim financijskim uvjetima, pod pritiskom i sa štednjama koja izravno utječu na smanjenu tehničku i

Berdasarkan fenomena diatas, diduga bahwa remaja yang memiliki masalah dalam kepercayaan dirinya, kurang atau tidak percaya diri akan melakukan usaha untuk

Untuk itu diperlukan penelitian teknologi pengolahan bahan baku secara biologi dengan mencoba beberapa perlakuan fisik, kimia dan biologi secara terus menerus

Dari gambar 5 dapat dijelaskan bahwa kegiatan yang dimasukkan dalam lingkup Sistem Informasi E-Office Agenda Promosi yaitu : 1 Proses input data Agenda dan Penugasan

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa