• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensinya, bahwa untuk menguasai dunia ini, manusia haruslah dibekali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. konsekuensinya, bahwa untuk menguasai dunia ini, manusia haruslah dibekali"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan Tuhan di dunia ini sebenarnya dibekali dengan beberapa pengetahuan yang melingkupinya, mulai dari pengenalan terhadap kekuatan yang ada yang bisa dirasa, dilihat sampai pada materi-materi yang terinderakan.1 Ilustrasi yang disampaikan Pencipta alam ini dengan segenap konsekuensinya, bahwa untuk menguasai dunia ini, manusia haruslah dibekali ilmu, sebagai landasan dasar manusia untuk menaklukkan alam ini. Manusia diwajibkan untuk tetap membaca dan membaca supaya gejala-gejala alam dapat terbaca2, sehingga apa yang dilakukannya tidak akan menyimpang dari apa yang telah digariskan Tuhan.

Semakin menyeruaknya praktek-praktek perdukunan baik di kota maupun di desa dan parahnya lagi dunia perdukunan sudah layaknya menjadi trend atau gaya hidup dari berbagai kalangan. Salah satu korban dalam perdukunan ini adalah kalangan intelektual. Dipaparkan dalam majalah News Week Amerika yang menguak keterlibatan tokoh-tokoh politik serta kaum terpelajar Indonesia dalam perdukunan. Sesungguhnya alam ghaib perlu diyakini keberadaannya yang tidak dapat diabaikan begitu saja.3

1 Q.S: al-Baqarah; 33 2 Q.S: al-‘Alaq; 1-5 3

Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan dan Azimat, Bina Ilmu, Surabaya, 1985, hlm. 9

(2)

Daya ledak Magik, sebagai kekuatan supranatural, yang dalam budaya Jawa dikenal sebagai hasil dari olah batin yang merupakan hasil dari ajaran kebatinan. Berlandaskan pada realitas bahwa kebatinan adalah merupakan gerakan mistik-magis, yaitu suatu gerakan yang bertujuan menciptakan hubungan sedekat mungkin antara manusia dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan-Nya serta berusaha mengembangkan kekuatan daya linuwih, yaitu kemampuan-kemampuan di luar kemampuan manusia biasa dalam bentuk ilmu gaib.

Praktek pendekatan diri kepada Tuhan inilah, Prof. M.M. Djajadigoena menyatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Ridin Sofwan bahwa mistik kebatinan adalah sebuah upaya manusia untuk mencapai kesempurnaan dirinya, dan sebagai tujuan akhir (ultimate goal)-nya adalah panunggaling kawula Gusti (bersatunya makhluk dengan Khalik) dan ajaran ini dilambangkan dengan “curiga manjing rangka lan rangka dengan keris”, dalam bahasa latin disebut Unio Mystica dan orang beragama Budha menyebutnya nirwana. Sebagai jalan atau varian usaha adalah dengan lakon samadhi atau meditasi.4

Kekuatan dalam meditasi inilah yang akan melahirkan terpancarnya daya linuwih yang secara realistic-fenomenologis akan terpancarkan dari kekuatan Tuhan kepada alam kasat manusia, inilah dunia isyraqiyah-nya

4

Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan (Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa), Aneka Ilmu, Semarang, 1999, hlm. 17

(3)

Syuhrawardi5, bahwa terjadinya alam dan kekuatan yang melingkupinya adalah hasil pancaran dari Tuhan pencipta jagad.

Tuhan yang telah menciptakan alam beserta isinya dengan hukum alam yang melingkupinya, diharapkan manusia dapat dan mampu menyibak apa yang telah diciptakan tersebut (created result) sehingga manusia dengan kekuatan daya pikirnya akan mampu menguasai alam raya ini. Bukankah Tuhan telah memfirmankan dalam suatu ayat:

Artinya: “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah `Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata" (Q.S: Hud: 7).

Ayat di atas muncul permasalahan penting, yaitu persoalan yang berkaitan dengan Magik, di mana kekuatan dari magik ini mampu membuat manusia kalang kabut bahkan manusia berduyun-duyun untuk menaklukkan apa yang disebutnya magik.6

Magi, Magik atau sihir apapun sebutannya adalah suatu fenomena yang sangat dikenal dan umumnya dipahami akan tetapi nampaknya masih

5

Osman Bakar, Hierarki Ilmu (Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu), Mizan, 1997 6Umar Hasyim, Lout cit

(4)

agak sulit untuk dirumuskan. Magi dipahami sebagai kepercayaan atau praktek manusia yang mana secara langsung manusia dapat mempengaruhi kekuatan alam dan antar manusia sendiri, entah untuk tujuan baik atau buruk dengan usaha-usaha manusia sendiri dalam memanipulasi daya-daya yang lebih tinggi. Akibat dari penalaran dan praktek magi tersebut meraka dapat mengetahui rahasia-rahasia penting, dapat menguasai daya-daya tak kelihatan yang memerintah dunia dan karena itu mengkontrol daya-daya ini demi kepentingan orang yang menjalankannya.

Melihat motif dan sejarah, magi primitif dapat dibagi menjadi dua jenis, tiruan dan sentuhan. Magi tiruan didasarkan pada prinsip kesamaan dalam bentuk atau dalam proses, semisal: keserupan akan menghasilkan kesurupan, kalau seseorang menusukkan jarum pada suatu boneka, orang yang dia serupakan dengan boneka itu akan terkena pengaruhnya. Ahli magi membuat hujan turun dengan menirukan bunyi guntur. Kebudayaan batu tua (paleolithicum), seni dalam gua memperlihatkan binatang-binatang tertembus oleh anak panah agar diperoleh kejadian yang sama dalam perburuan di kemudian hari. Sedangkan magi sentuhan didasarkan pada hukum sentuhan fisik atau penalaran dan pengaruh magis mempunyai dasarnya pada kontak fisik. Ahli magi dapat mencelakakan orang lain, kalau dapat memperoleh sehalai rambut, sepotong kuku, secarik kain atau benda lainnya yang pernah bersentuhan dengan orang tersebut.7

7

(5)

Magik dalam Islam dikenal dengan sihir, ilmu ini memang suatu amalan gaib yang memang telah ada pada zaman Rasul dan al-Qur’an mengakuinya.8 Sungguhpun agama mengakui adanya ilmu sihir, akan tetapi agama tetap melarang untuk menggunakannya atau mengamalkannya dan juga melarang untuk mempelajarinya.9

Hal tersebut sudah disinyalir dalam ayat:

Artinya: “dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki". (Q.S: al-Falaq)

Ilustrasi dalam al-Qur’an yang menyampaikan bagaimana praktek sihir sebagai implementasi dari Magik yang telah mengguncang dunia pada waktu itu, karena efek dari sihir tersebut adalah berupa kejahatan untuk membunuh lawan.

Frazer10 menyatakan bahwa magi tidak berkaitan dengan agama yang diorientasikan pada ke arah roh, dewa-dewa atau hal-hal lain yang melampaui susunan alam atau kosmos fisik ini. Hal tersebut didasarkan pada praktek dari magi sendiri yang tidak memohon pada kuasa yang lebih tinggi, magi tidak menuntut untuk kepentingan makhluk yang tidak tetap dan suka melawan, tidak merendahkan diri di hadapan dewata yang hebat. Kekuatan magi,

8

Q.S: al-Baqarah; 102

9

Umar Hasyim, op.cit.,hlm. 145

10

James George Frazer, The Golden Bough Study in Magic and Religion, Abridged Edition, The Macmillan Press LTD, 1980, hlm. 48-60

(6)

betapapun besarnya, sebagaimana dipercayainya tidak semena-mena sifatnya atau tidak terbatas. Magi hanya dapat menguasai daya itu sejauh sesuai dengan hukum-hukum kemahirannya atau dengan apa yang bisa disebut hukum-hukum alam sebagaimana dibayangkannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa ahli magi mempunyai kaitan lebih erat dengan ilmuan daripada agamawan. Ahli magi dan ilmuwan menganggap bahwa rangkaian kejadian sebagai sesuatu yang pasti dan mengikuti aturan dengan sempurna, terbatasi oleh hukum-hukum yang tidak berubah, yang operasinya dapat diramalkan dan diperhitungkan dengan tepat, unsur spontanitas, kebetulan dan musibah dikecualikan dari jalan alam. Magi adalah sebuah konsepsi menyeluruh yang keliru tentang alam, tentang hukum-hukum khusus yang mengatur kejadian, karena kemiripan dan persentuhan bukanlah dasar penyebab yang sesungguhnya dalam alam.11

Melihat betapa krusialnya Magik dalam masyarakat, terlebih Jawa yang kaya akan perdukunan yang merupakan hasil dari praktek magik tersebut, penulis berusaha urun-rembug dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Magik dalam istilah Jawa dikenal sebagai media dalam pengobatan maupun senjata untuk membunuh lawan atau musuh. Artinya, ilmu magik yang berkembang dalam budaya jawa adalah sangat variatif, tergantung pada motif dan tujuan dari magik itu sendiri.

Penulis berusaha menguak segi metafisika jawa dalam kaitan dengan ilmu magik, di mana magik yang selama ini dianggap irrasional supaya dapat

11

(7)

dijelaskan oleh logika jawa, sehingga magik dapat dipahami dengan kekuatan akal dan tidak mengawang. Fungsi dari metafisika adalah karena manusia yang mempunyai sifat metafisik di balik badan kasarnya yang phisical ini berusaha memahami sesuatu dibalik yang ada dan magis adalah salah satunya.12

B. Pokok Permasalahan

1. Bagaimana pandangan metafisika Jawa terhadap ilmu magik ? 2. Bagaimana bentuk-bentuk ilmu magik ?

3. Sejauhmana kedudukan ilmu magik di era sekarang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan dan manfaat, diantaranya adalah:

1. Berusaha menguak makna dari Magik, terutama yang berkembang dalam budaya Jawa.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Magik serta dampak-dampak yang ditimbulkannya.

3. Berusaha membuka wawasan intelektual bahwa Magik dapat dipelajari dan diamalkan.

4. Supaya dapat dijadikan pijakan dalam melangkah untuk mengarungi hidup.

12

(8)

5. Sebagai khazanah keilmuan yang dapat membedakan mana Magik yang dapat dilakukan dan yang tidak.

D. Tinjauan Pustaka

Di bawah ini penulis berusaha memaparkan hasil karya atau penelitian yang berkaitan dengan metafisika dan Magik, di antaranya adalah:

1. Lorens Bagus dalam karya Metafisika-nya, menyatakan bahwa metafisika didasarkan pada pengalaman dari indera yang bersifat empiri, sehingga obyek yang datang dianyatakan sebagai fakta. Maksudnya jika saya melihat sesuatu yang ada bukan berarti saya mempengaruhi ke-ada-annya di hadapan saya. Hal ini mempunyai pengertian bahwa segala sesuatu yang nampak atau yang dapat dirasakan adalah sesuatu yang dapat dipelajari karena ia merupakan data dari pengalaman.

2. Anton Bakker dalam bukunya Ontologi Metafisika Umum, penelitian ini didasarkan pada kekuatan peng-ada yang dijadikan objek kajian final, karena sesuatu yang ada tidak lepas dari kuasa yang ada sebagi kuasa mutlak, sehingga untuk menilik sejauhmana realitas yang ada tersebut dapat disentuh oleh logika sehat dengan kekutan empiri yang ada, metafisika-lah yang berbicara karena ia mempunyai tugas menyibak misteri dari yang ada (fakta) menuju apa sebenarnya yang ada di balik yang ada tersebut. Dengan kata lain metafisika harus dipaksakan sebagai pisau berfikir filsafati dalam mendekati realitas yang ada di dunia dan ujung dari analisa tersebut adalah pada realitas ada yang mutlak.

(9)

3. Sujamto, Sabda Pandita Ratu, di sana dijelaskan bahwa praktek magik sebenarnya sudah dilakukan oleh orang-orang Jawa zaman dulu. Hal tersebut dapat dilihat dari pandangan masyarakat Jawa berkaitan dengan kata-kata yang mengandung kekuatan daya magis yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan tertentu. Misalnya dapat dilihat dalam bentuk supata, yaitu pernyataan atau sumpah untuk meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran suatu pernyatan atau tindakan. Contoh: supata sederhana di kalangan rakyat kecil; mbok ditekak dhemit yen aku ngapusi kowe (biar dicekik setan kalau aku menipumu). Sehingga makin tinggi kekuatan batin seseorang, biasanya dianggap semakin kuat pula daya magis kata – kata yang di ucapkannya. Itulah sebabnya mengapa banyak orang jawa, terutama mereka yang sudah banyak memiliki ngelmu (ilmu kejiwaan/ kebatinan ) atau telah memiliki berbagai kemampuan adikodrati, sangat hati-hati di dalam mengucapkan kata-kata. Mereka biasanya sangat mengendalikan kata-katanya, karena kata-kata yang di ucapkannya sering tumus atau numusi (mewujud dalam kenyataan) tentulah amat disayangkan kalau kata-kata buruk yang terucapkan tanpa sengaja itu akan tumus atau mewujud dalam kenyataan-kenyataan buruk yang tidak dikehendaki. Mantra sangat menentukan dalam praktek magik. 4. Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti (Pantheisme dan Monisme

dalam Sastra Suluk Jawa. Magi dalam segala hal adalah memegang peranan penting, baik dalam tujuan jahat atau baik, yang kadang membutuhkan korban. Hal tersebut disebutkan dalam Rigveda, bahwa

(10)

korban merupakan sarana untuk menghormati pada dewa serta sarana untuk memperoleh dari mereka apa yang diinginkan

5. Giyarti, Konsepsi Metafisika Jawa Dalam Perspektif Islam. Dalam penelitan skripsinya penulis mengedepankan bagaimana metafisika jawa berinteraksi dengan pemikiran Sri Mangkunegara IV, yang mana hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa unsur metafiska jawa dalam pembentukan budaya adalah sangat menjunjung tinggi kekuatan yang agung (Tuhan), manusia dan alam semesta. Dan ke-ada-an yang ada di jagat raya ini adalah hasil dari manifestasi Tuhan, sehingga secara tekstual metafisika jawa kurang mengacu dari syari’at Islam.

6. James George Frezer, The Golden Bough, dalam karya monumental tersebut penulis berusaha menyibak peristiwa yang luar biasa dari sebuah suksesi pendeta Diana di Aricia, di mana kekuatan Magik sangat berperan aktif. Magik digunakan dalam acara-acara tertentu baik untuk suatu kebaikan, semisal mendatangkan hujan atau bahkan destruktif, semisal pembakaran hutan dan sejenisnya. Pembagian prinsip-prinsip magik di sana juga dipaparkan bagaimana hubungan antara magik dengan agama. Magik yang dijelaskan oleh penulis adalah bersifat umum mulai dari mitos Yunani sampai kontemporer.

Melihat dari beberapa karya tersebut yang berorientasi pada bagaimana metafisika bekerja dan magik berbicara dalam tataran teori maupun praktek yang masih bersifat universal tersebut, menjadikan penulis

(11)

berusaha menguak sejauhmana metafisika jawa dalam melihat ilmu magik yang kian hari kian marak.

E. Metode Penulisan Skripsi

Untuk memperoleh kesimpulan yang akurat, penulis menggunakan metode penulisan sebagai berikut:

a. Sumber data

Sesuai dengan tema “Ilmu Magik Ditinjau Dari Aspek Metafisika Jawa”, maka penelitian ini adalah bercorak library research murni, sehingga untuk memperoleh data, penulis menggunakan sumber rujukan yaitu :

Sumber primer, sebagai sumber primer dari penelitian ini adalah Metafisika karya Lorens Bagus, Ontologi Metafisika Umum, karya Anton Bekker, Filsafat Jawa, karya Abdullah Ciptoprawiro, The Golden Bough A Study In Magik and Religion karya J.G. Frazer serta Magik, karya Michel Hopes.

Sumber sekunder, yaitu sumber pendukung dan pelengkap untuk melakukan suatu analisa, penulis menggunakan beberapa literatur pendukung, yaitu: Seven Theories of Religion, karya Daniel L. Pals, Religion of Java karya Clifford Geertz, Fenomenologi Agama karya Mariasusai Dhavamony, Menguk Seluak Beluk Aliran Kebatinan karya Ridin Sofwan serta beberapa literatur pendukung lainnya.

(12)

Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research) atau bentuk penelitian kualitatif, yaitu sebuah teknik penelitian yang di arahkan kepada literatur-literatur1133, sehingga data-data yang dibutuhkan dapat dikumpulkan melalui buku-buku yang berkaitan dengan pokok penelitian atau dengan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian yang berhasil dihimpun.1144

Untuk memperoleh data yang akurat, yang berkaitan dengan Metafisika Jawa, penulis menggunakan metode pengumpulan reference untuk memperoleh data-data yang diperlukan berdasarkan karya-karya serta buku-buku lain yang ada relevansinya dengan permasalahan tersebut untuk kemudian menelaahnya, sehingga akan diperoleh teori, prinsip, pendapat, gagasan yang telah dikemukakan para teoritis dan para ahli terdahulu yang dapat dipergunakan untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang diteliti.

c. Metode Analisis Data 1. Metode Deskripsi

Metode deskriptif adalah menyajikan data dengan cara menggambarkan senyata mungkin sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Tujuan analisa data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.1155

13

Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada Press, Yogyakarta, 1995, hlm. 65

14

Winarno Surahmat, Dasar dan Teknik Research, C.V. Tarsito, Bandung, 1983, hlm. 139

15

(13)

Metode di atas dipergunakan untuk menggambarkan data yang diperoleh dalam kesimpulan penelitian tersebut.

2. Content Analisys (analisis isi)

Analisis isi adalah sebuah analisis yang berdasarkan fakta dan data-data yang menjadi isi atau materi suatu buku (kitab).1166 Konteks ini penulis mengumpulkan data-data dari beberpa karya yang ada, kemudian data-data tersebut dianalisis secara seksama.

F. Sistematika Penulisan

Bab pertama, skripsi ini memuat latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua, berisi tentang pengertian umum tentang pengertian Metafisika Jawa, yang berkaitan dengan latarbelakang sejarah, perkembangan serta isi yang dikandung dalam metafisika jawa

Bab ketiga, sebagai kelanjutan dari bab dua yang merupakan pokok pembahasan pada penulisan ini, dengan spesifik penulis memaparkan tentang sejarah, teori yang terangkum dalam pengertian Ilmu Magik, klasifikasi ilmu Magik serta praktek dari ilmu Magik itu sendiri

Bab keempat, penulis mencoba untuk menganalisis berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya yaitu pembahasan tentang

16

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rakesarasin, Yogyakarta, cet. VIII, 1996, hlm. 49

(14)

relevansi serta implemantasi dari praktek Magik baik dampak positif atau negatif. Kedudukan ilmu magik dalam era sekarang serta pandangan Islam terhadap ilmu Magik akan dibahas dalam bab ini.

Bab kelima, penutup yang berisi kesimpulan (menerangkan hasil dari penelitian), saran-saran dari penulis yang terkait dengan pembahasan, serta kata penutup sebagai akhir kata dan mengakhiri proses penelitian ini maupun lampiran-lampiran.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi demikian terjadi karena proses pergeseran budaya dari daerah yang cenderung menjadi budaya kota yang identik dengan kehidupan mall dan nongkrong, sehingga

Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai adanya bersin

Saragih (2001) menambahkan bahwa dasar pemikiran strategi pengembangan industri berbasis pertanian adalah sebagai berikut : (1) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar, baik

Adapun judul tesis adalah “ Perbedaan Pengaruh Pemberian Infus HES dengan Berat Molekul 40 kD dan 200 kD Terhadap Plasma Prothrombin Time dan Partial Thromboplastin Time : Kajian

TRANSAKSI AKUN YANG TERKAIT SKEMA KECURANGAN Pembelian Persediaan Persediaan, Utang Dagang - Nilai pembelian yang kurang saji. - Keterlambatan dalam mencatat penjualan -

Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberiannya dapat

membukukan dana MAP dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I pada Rekening KSP/USP Koperasi. menarik dan menerima angsuran jasa/bunga serta pembayaran angsuran