BAB II
IDENTIFIKASI DATA
A. Data Produk 1. Wayang
Dalam bahasa Jawa, kata wayang berarti "bayangan". Jika ditinjau dari arti filsafatnya "wayang" dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminan dari sifat-sifat yang ada dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebajikan, serakah dan lain-lain.
Wayang merupakan seni tradisional yang berkembang di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai wayang orang. Ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Wayang berasal dari kata
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar karena sumber aslinya telah hilang. Di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi
jalannya pertunjukan secara keseluruhan. Dalang memimpin semua komponen pertunjukan untuk luluh dalam alur cerita yang disajikan.
boneka tiruan orang yg terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut pelaku (yang hanya sebagai pelaku, bukan sebagai perencana) orang suruhan yang harus bertindak sesuai dengan perintah orang lain, misalnya penembak calon presiden itu hanya wayang bukan dalangnya.
Mengenai jenis wayang yang dikenal oleh masyarakat Jawa, ternyata ada beberapa jenis wayang, yaitu meliputi Wayang Kulit (Purwa), Wayang Klithik, Wayang Golek, Wayang Beber, Wayang Orang dan Wayang Suket. a. Karna
Karna adalah salah satu tokoh penting dalam Mahabharata. Ia adalah putra tertua Kunti, sehingga merupakan saudara seibu Pandawa dan merupakan yang tertua dari ke enam saudara tersebut.
Walaupun Duryudana menunjuknya sebagai raja Anga, perannya dalam kisah Mahabharata jauh melebihi peran seorang raja. Karna bertarung di pihak Kurawa dalam perang di Kurukshetra.
Gambar
Sumber: http://wayangku.wordpress.com
1) Kelahiran Karna
Raden Karna adalah putera Dewi Kunti dengan Betara Surya, tetapi dengan kejadian gaib, sebab pada waktu Dewi Kunti masih gadis, ia mempunyai ilmu dari seorang pendeta. Dewi Kunti lengah, ia melangar pantangan itu, maka hamillah puteri itu. Oleh pertolongan dan kesaktian Begawan Druwasa, bayi dalam kandungan itu dapat dikeluarkan dari telinga (telinga bahasa
Kawi-pengemudi kereta bernama Adhiratha, seorang Suta (campuran antara Brahmin dengan Ksatriya). Adhiratha dan istrinya Radha membesarkan Karna sebagai anak mereka dan memberinya nama Vasusena, karena baju besi dan antingnya. Mereka mengetahui
latar belakang Karna dari perhiasan yang ditemukan bersamanya, dan tidak pernah menyembunyikan kenyataan bahwa mereka bukan orang tua Karna yang sebenarnya. Karna juga disebut Radheya karena nama ibunya Radha.
2) Kutukan Karna
Karna ingin menjadi seorang prajurit besar, maka ia mengembara ke Hastinapura bersama dengan ayah dan adik angkatnya. Di sana menguasai ilmu kanuragan dengan belajar kepada Drona, ia belajar tidak bersama dengan para pangeran (Pandawa dan Kurawa), karena dipandang berasal dari kasta yang rendah. Karna menguasai semua ilmu yang diajarkan, terutama ilmu memanah. Ketika Pandawa diusir ke hutan selama 14 tahun, Duryodhana meminta Karna untuk menguasai Brahmastra, salah satu senjata terkuat yang ada. Hanya beberapa orang yang mengetahui hal ini, termasuk Drona, Arjuna, Bhisma dan Ashwathama (anak Drona). Ia pertama-tama mendekati Drona, guru Pandawa dan Kurawa, tetapi Drona menolak untuk mengajarinya karena kastanya yang rendah. Ia kemudian meminta Parashurama, guru besar yang lain untuk mengajarinya seni berperang terutama untuk menguasai Bhramashtra. Parashurama tidak akan mengajari seorang ksatria karena rasa bencinya pada
kaum khsatriya yang telah membunuh orang tuanya. Maka untuk mendapatkan ilmu, Karna berbohong tentang asal usulnya dan mengaku sebagai seorang Brahmin.
Suatu saat, ketika Parashurama sedang tidur dengan kepala di pangkuan Karna, seekor serangga menggigit pahanya yang menyebabkan paha Karna berdarah dan ia pun merasakan kesakitan yang amat sangat. Namun Karna bertahan untuk tidak bergerak agar gurunya tidak terbangun. Darah yang menetes dari paha Karna memercik ke muka Parashurama dan membuatnya terbangun. Melihat apa yang terjadi Parashurama mengetahui bahwa Karna bukanlah seorang Brahmin karena hanya seorang khsatriya yang dapat menahan sakit seperti itu. Karna mengaku bahwa ia telah berbohong, dan Parashurama yang marah mengutuk Karna. Ia tidak akan bisa mengeluarkan ilmunya pada saat di mana ia paling membutuhkannya. Sebelum Parashurama, seorang Brahmin yang lain pernah mengutuk Karna, bahwa Karna akan dibunuh ketika ia dalam keadaan tak berdaya. Hal ini disebabkan karena Karna telah membunuh sapi kesayangan Brahmin tersebut.
3) Karna Menjadi Raja
Suatu saat sebuah turnamen diadakan untuk menentukan perajurit yang terkuat setelah lulus dari pendidikan Drona. Dalam perlombaan itu, Arjuna keluar sebagai yang terbaik dan Duryodhana takut padanya. Kemudian Karna muncul dan menantang Arjuna. Dalam pertandingan yang berlangsung, Karna dapat mengimbangi semua keahlian Arjuna. Untuk menentukan pemenang yang sesungguhnya, Karna menantang Arjuna untuk bertempur satu lawan satu, di mana kemenangan salah satu pihak ditentukan dengan kematian lawannya. Dengan alasan bahwa Karna berasal dari kasta yang lebih rendah dari Arjuna, Drona menolak usul Karna tersebut. Duryodhana yang memang menyimpan rasa iri dan takut kepada Pandawa, seketika memberikan tahta kerajaan Anga kepada Karna, sehingga Karna menjadi seorang raja dan dengan demikian pantas untuk menantang Arjuna berduel sampai mati. Tindakan Duryodhana ini menanamkan benih kesetiaan Karna kepadanya. Tetapi duel tersebut akhirnya tetap tidak terwujud.
Ketika Pandawa mengasingkan diri, Karna membebankan dirinya sendiri tugas untuk menjadikan Duryodhana sebagai penguasa dunia. Karna memimpin pasukan ke negara-negara
sekitar untuk menaklukkan raja-rajanya di bawah kekuasaan Duryodhana. Karna berhasil menang dalam semua pertempuran yang dilaluinya, walaupun kepatuhan raja-raja tersebut tidak semuanya berlangsung lama (sebagian tetap memihak kepada Pandawa dalam perang Bharatayudha).
4) Kematian Karna
Pada saat perang, Karna bertemu dengan masing-masing Pandawa (kecuali Arjuna), mengalahkan mereka dan bahkan mampu untuk membunuh mereka. Tetapi Karna menepati janjinya kepada Kunti untuk tidak membunuh mereka. Pada perang hari ketiga belas. Hanya Krisna dan Arjuna di pihak Pandawa yang mengetahui cara membuyarkan formasi ini. Tetapi Krisna dan Arjuna dengan sengaja dialihkan perhatiannya oleh pihak Kurawa ke bagian lain dari pertempuran. Abhimanyu, anak Arjuna, memiliki sebagian pengetahuan tentang formasi ini. Ia mendengarnya ketika masih dalam kandungan saat Krisna menjelaskan tentang formasi ini kepada ibunya (ibu Abhimanyu adalah Subhadra, adik Krisna). Tetapi saat itu Krisna tidak menjelaskan sampai selesai, sehingga Abhimanyu mengetahui cara memasuki formasi tersebut, tetapi tidak mengetahui cara keluar darinya. Sendirian ia menandingi jendral-jendral pihak Kurawa
termasuk Karna, Drona, dan Duryodhana. Karna memanah busur Abhimanyu dan melumpuhkan keretanya, kemudian para Kurawa membunuh Abhimanyu, jadi bukan Karna sendiri yang membunuh Abhimanyu.
Pada perang hari keempat belas, perang berlangsung sampai malam. Ghatotkaca, putra Bhima yang setengah raksasa, makin memporak-porandakan barisan Kurawa (golongan Asura, termasuk raksasa, makin kuat di malam hari). Karna terpaksa memakai senjata Shakti yang dipinjamnya dari Indra untuk membunuh Ghatotkaca. Karena Indra hanya memperbolehkan Karna memakai senjata Shakti sekali saja, maka Karna kini tanpa senjata pamungkas dan baju besi serta antingnya yang tidak tertembus senjata. Karna hanya bisa mengandalkan kesaktiannya sendiri dalam melawan Arjuna nanti.
Pada perang hari kelima belas, Drona terbunuh dan Karna menjadi senapati pasukan Kurawa.
Pada hari ketujuh belas, Karna akhirnya bertemu dengan Arjuna dalam pertempuran yang seru dan setanding. Karena telah kehilangan senjata pamungkas dan baju besinya, Karna hanya mengandalkan keahlian dan kesaktiannya sendiri. Dalam suatu kesempatan, Karna melakukan trik cerdik dengan keahliannya. Ia
membuat Arjuna lumpuh sejenak dengan memanah dada Arjuna. Ketika Arjuna belum pulih dari pukulan pertama, Karna melepaskan panah ke arah kepala Arjuna untuk membunuhnya. Khrisna menyelamatkan Arjuna dengan menekan kereta mereka sampai amblas ke tanah beberapa senti, sehingga panah Karna meleset dari kepala Arjuna. Banyak orang menganggap kejadian ini sebagai bukti superioritas Karna dari adiknya itu, paling tidak dari sisi keahlian dan kesaktian.
Saat pertempuran berlangsung, salah satu roda kereta Karna menyelip di tanah berlumpur. Ini diakibatkan oleh kutukan Brahmana yang telah disebutkan di atas. Shalya yang menjadi kusir kereta Karna tidak bisa membantu karena telah dilumpuhkan oleh Arjuna. Karna meminta Arjuna untuk menghentikan pertempuran untuk menunggunya mengeluarkan roda kereta dari tanah berlumpur tadi. Arjuna setuju, tetapi Khrisna menyuruh Arjuna melanggar kode keprajuritan dan membunuh Karna yang sedang tidak berdaya. Roda kereta Karna tidak bisa digerakkan dan kutukan Parashurama membuatnya tidak bisa membela diri. Krisna mengingatkan Arjuna tentang kekejaman Karna ketika ikut mengeroyok Abhimanyu yang sampai mati bertarung tanpa kereta dan senjata.
Dengan penuh kemarahan dan kesedihan, Arjuna melepaskan panah Anjalika ke arah Karna. Karna jatuh ke tanah dengan luka yang mematikan. Tetapi ujian untuknya belum berakhir. Khrisna menyamar sebagai seorang petapa dan meminta sedekah kepadanya. Karna yang terluka parah tidak memiliki apa pun untuk diberikan, kemudian ia ingat masih memiliki satu gigi emas. Dengan penuh kesakitan, Karna melepaskan gigi emasnya, kemudian membersihkannya dan memberikannya kepada Krisna. Dengan demikian, Karna menjadi satu-satunya manusia yang telah memberikan sedekah kepada Wisnu sendiri. Terharu dengan kemurahan hati Karna, Krisna memberikan kesempatan kepada Karna untuk mengajukan satu permintaan kepadanya. Karna meminta agar jenasahnya diperabukan di tempat yang paling suci di dunia. Sebagai Wisnu, Khrisna kemudian memperabukan jenasah Karna ditelapak tangannya. Setelah kematian Karna, Kunti memberitahu Pandawa bahwa Karna adalah putranya dan saudara tertua mereka. Para Pandawa kemudian berkabung untuk Karna. Yudhistira paling begitu terpukul mengetahui ibunya merahasiakan kenyataan bahwa Karna adalah saudara tertua mereka yang seharusnya mereka hormati dan patuhi. Ia kemudian mengeluarkan sabda agar sejak saat itu semua perempuan tidak lagi bisa
menyimpan rahasia apapun untuk diri mereka sendiri. Pada hari kedelapan belas, Kurawa tertumpas. Perang Bharatayudha berakhir, dan Yudhistira menjadi raja Astina.
B. Komparasi
Komparasi adalah produk pembanding dari perancangan komik yang akan dibuat, yang memiliki kesamaan, baik secara visual maupun penyajian serta tema isinya. Adapun komparasi komik buku yang menjadi acuan dan kajian dalam perancangan komik ini, yaitu mempunyai kesamaan dalam hal dan tema.
1. Garudayana
a. Judul Komik : Garudayana
b. Tema Komik : Wayang Petualangan
c. Format komik : Komik Buku
d. Gaya Gambar : Manga
e. Ukuran Komik : 112 x 175 mm
f. Pengaranng Cerita : Is Yuniarto
g. Visualisasi : - Cover dan back cover full color
- Halaman isi hitam putih
Gambar 2: Cover Komik Garudayana
Sumber: http://vanguard-zero.deviantart.com/art/Garudayana-Comic-Cover-130179534
Garudayana bercerita tentang petualangan Kinara seorang pemburu harta karun. Pada suatu hari di lembah Batara, ia menemukan sebuah telur yang merupakan telur garuda terakhir. Namun, ternyata telur itu milik Shura yang menyimpannya selama 100 tahun untuk dimakan. Kemudian petualangan Kinara bersama garuda kecil pun dimulai. Tentunya tidak mudah, sebab banyak ksatria maupun raksasa yang mengincar sang Garuda.
Meskipun semua tokohnya kecuali Kinara adalah tokoh-tokoh pewayangan, tapi ceritanya sangat orisinil dan tidak seperti kebanyakan karya dalam negeri yang artworknya berantakan, karya ini memiliki artwork cukup bagus yang memiliki ciri khusus
selama ini luput dari perhatian komikus local kita umumnya, seperti membangun momentum cerita, perspektif, proporsi, komposisi, pembahasaan gambar dan garis, pencahayaan dan sebagainya. Begitu pula untuk art dan setting karakterisasi yang berbasis budaya Indonesia disampaikan dengan sangat menarik.
Kelemahan komik ini adalah penyajian visualnya yang mengikuti gaya manga, namun walaupun begitu ditutup dengan setting serta desain karakter yang menarik, dan tidak meninggalkan ciri khusus budaya indonesia, yaitu batik.
2. Mahabarata
a. Judul Komik : Mahabarata
b. Tema Komik : Wayang Laga
c. Format komik : Komik Buku
d. Gaya Gambar : Manga
e. Ukuran Komik : 112 x 175 mm
f. Pengaranng Cerita : R.A Kosasih
g. Visualisasi : - Cover dan back cover full color
- Halaman isi hitam putih
Gambar 3: Cover dan Isi Komik Mahabarata Sumber: http://wayangku.wordpress.com
Komik karangan R. A Kosasih ini menceritakan kisah dari wayang-wayang Mahabarata. Komik ini mengisahkan kehidupan Pandawa dan Kurawa dari kelahirannya hingga dewasa, dan masing-masing diceritakan secara tersendiri.
Komik ini merupakan cetakan kedua dari terbitan yang pertama tahun 1950an. Desain cover dan penulisan ejaan bahasa disesuaikan dengan tata bahasa yang baru, dimana pada cetakan pertamanaya menggunakan tata bahasa yang lama.
Dalam buku ini, banyak mengajarkan nilai-nilai baik dan buruk secara hitam dan putih. Unsur seperti laga dan drama dipadukan dengan cukup menarik. Mungkin buku ini ditujukan untuk pembaca dari segala usia yang pada saat itu disukai pula oleh anak-anak. Selain itu, ada nilai-nilai manusiawi yang terkandung didalamnya. Bukan hanya nilai-nilai yang terkesan untuk manusia setengah dewa.
Kelemahan komik ini adalah tata bahasa dialognya yang masih terlihat kaku. Selain itu visualisasi dan desain karakter terlihat jadul, mungkin dikarenakan gaya komik barat klasik pada saat itu.
Komik ini menjadi acuan kompetitor oleh komik penulis karena berawal dari kesamaan cerita, yang penulis hendak menyajikan dengan ilustrasi gambar yang mudah dimengerti.
C. Penerbit Cendana Art Media 1. Profil
Cendana Art Media berdiri sejak 2008, adalah penerbit yang secara khusus menerbitkan komik di Indonesia. Koleksi komik terbitan Cendana Art Media bisa didapatkan di berbagai toko buku, yaitu Gramedia, Toga Mas, dan Gunung Agung. Cendana Art Media beralamat di Jl. Kebahagiaan No.19, Jakarta, Indonesia. Visinya adalah memajukan dunia komik Indonesia dari segi konten dan kapasitas komikus dalam industri yang sehat.
Berikut logo penerbit :
Gambar 4. Logo Penerbit Cendana Art Media Sumber : http://cendanabooks.com/
2. Produk yang dihasilkan
Berikut komik yang sudah diterbitkan oleh Cendana Art Media: a. Komik Tunggal :
1) Understanding love 2) Lotif
b. Kompak (kompilasi komik-komik pendek komikus di tanah air) 1) Cintaku tertambat di Facebook
2) Gilanya bola
c. Seri 101 (kumpulan 101 komik humor dalam bentuk komik stip dengan tema-tema)
1) Peraturan konyol dunia 2) Hantu nusantara
Gambar 5. Ilustrasi cover komik Gilanya Bola dan Understanding Love. Sumber : http://cendanabooks.com/
D. Target Market dan Target Audience
Komik di Indonesia saat ini sangat digemari oleh semua kalangan sebagai media hiburan dan edukasi, mulai dari anak-anak sampai dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam perancangan ini, sasaran utama pasar komik yang ada adalah remaja indonesia. Dimana remaja Indonesia memiliki peran penting dalam perkembangan buku komik lokal di pangsa pasar. Agar dapat menentukan sasaran dengan tepat, terlebih dahulu menentukan klasifikasi dari masyarakat.
Klasifikasi dari masyarakat yang menjadi target market sekaligus target audience komik di Indonesia yaitu :
1. Demografis
a. Jenis Kelamin : Pria dan Wanita b. Golongan Usia : 13 25 th c. Pendidikan : SMP SMA
2. Geografis : Surakarta dan Yogyakarta
3. Psikografis : Para pencinta komik lokal, dan
menyukai hal-hal tentang cerita