• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI Manajemen Sumber Daya Manusia. adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI Manajemen Sumber Daya Manusia. adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Melayu SP. Hasibuan (2003) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Menurut Dessler (2003:2), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan – kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan aspek personil atau orang – orang dari pekerjaan manajemennya, termasuk perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian. Manajemen sumber daya manusia meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya manusia yang efektif untuk tercapainya berbagai tujuan individu, organisasi, masyarakat, nasional dan internasional.

Menurut M.Fuad (2005:109), manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses menganalisis dan mengelola kebutuhan organisasi terhadap sumber daya manusia, sehingga dapat menjamin tercapainya sasaran strategis perusahan.

2.1.1.1 Fungsi – fungsi manajemen sumber daya manusia

Adapun fungsi – fungsi manajemen sumber daya manusia Menurut M.Fuad (2005: 110) adalah sebagai berikut:

(2)

1. Perencanaan sumber daya manusia : yaitu peramalan secara sistematis terhadap permintaan (demand), dan penawaran (supply) tenaga kerja organisasi di waktu yang akan dating.

2. Rekruitmen: yaitu proses pencarian dan penarikan calon tenaga kerja yang mampu.

3. Seleksi: yaitu serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau ditolak.

4. Orientasi: Memperkenalkan karyawan baru pada peranan atau kedudukan mereka dalam organisasi dan pada karyawan lain.

5. Latihan dan Pengembangan: Latihan bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai ketrampilan dan teknik pelaksaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Sedangkan pengembangan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kepribadian.

6. Pemeliharaan: Merupakan fungsi personalia yang berkaitan dengan pemberian kompensasi, hubungan perburuhan, pelayanan karyawan dan program kesehatan serta keamanan kerja.

7. Pemberhentian: Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja bisa terjadi karena karyawan mengundurkan diri, pensiun, tidak mampu/produktif, dipecat atau dikeluarkan.

2.1.2 Ambiguitas Peran

(3)

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:203), ambiguitas peran adalah pengharapan orang lain yang tidak diketahui. Ambiguitas peran muncul karena kurangnya informasi atau karena tidak adanya informasi sama sekali atau informasinya tidak disampaikan. Menurut Munandar (2008: 374) ambiguitas peran dirasakan jika seorang karyawan tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu.

Menurut Nimran (2004:100) ketidakjelasan peran atau ambiguitas peran adalah kurangnya informasi yang jelas mengenai harapan terkait dengan peran, metode untuk memenuhi peran, atau konsekuensi dari peran kinerja. Dengan kata lain, ketidakjelasan peran adalah perbedaan antara jumlah orang yang memiliki informasi dan jumlah yang mereka butuhkan untuk menjalankan peran secara memadai.

Para karyawan baru organisasi seringkali mengeluh tentang deskripsi pekerjaan dan kriteria promosi mereka yang tidak jelas. Menurut teori peran, ambiguitas peran berkepanjangan dapat mendorong terjadinya ketidakpuasan kerja, mengikis rasa percaya diri, dan menghambat kinerja pekerjaan. Dalam suatu organisasi sebaiknya memiliki keterangan yang jelas mengenai tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh karyawan.

Ambiguitas peran diperlukan untuk menghasilkan performance yang baik, karena karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta skope dan tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Menurut Rivai dan Deddy (2010: 307) saat tidak ada kepastian tentang

(4)

definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya maka akan timbul ambiguitas peran.

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ambiguitas peran terjadi saat karyawan tidak memiliki informasi, arahan dan tujuan yang jelas mengenai peran atau tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.

2.1.2.2 Ciri – ciri seseorang yang mengalami ambiguitas peran menurut Nimran (2004:102):

1. Tidak jelas benar apa tujuan peran yang dia mainkan. 2. Tidak jelas kepada siapa dia bertanggung jawab.

3. Tidak cukup wewenang untuk melaksanakan tanggung jawabnya. 4. Tidak sepenuhnya mengerti apa yang diharapkan.

5. Tidak memahami benar peranan dari pekerjaannya dalam rangka mencapai tujuan secara keseluruhan.

2.1.2.3 Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ambiguitas peran menurut Everly dan Giordano (1980 dalam Munandar, 2008: 392) antara lain:

1. Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran (tujuan-tujuan) kerja. 2. Kesamaran tentang tanggung jawab.

3. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja.

4. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain.

(5)

2.1.3 Konflik Peran

2.1.3.1 Definisi Konflik Peran

Menurut Robbins (2008:173), mendefinisikan konflik sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi perhatian dan kepentingan pihak pertama.

Menurut Nimran (2004: 101) konflik peran adalah adanya ketidakcocokan antara harapan – harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Konflik peran merupakan suatu hasil dari ketidakkonsistenan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai – nilai individu, dan sebagainya.

Menurut Winardi (1992) dalam Umar (2010:324), konflik peran adalah konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Kreitner dan Kinicki (2005:117) mengatakan bahwa konflik peran adalah orang-orang memiliki pengharapan yang saling bertentangan atau tidak konsisten. Menurut Ivancevich, et al. (2005: 298) Konflik peran muncul ketika seseorang menerima pesan yang tidak sebanding berkenaan dengan perilaku peran yang sesuai.

Menurut Munandar (2008: 390) konflik peran terjadi jika seseorang merasa bahwa pekerjaan yang dia lakukan tidak sesuai dengan keinginan dan pertentangan dengan nilai – nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakuakn tugasnya.

Menurut Arfan dan Ikhsan (2008: 37) konflik peran adalah gejala psikologis yang di alam oleh seseorang yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan berpotensi menurunkan motivasi kerja. Konflik peran yang dialami para

(6)

karyawan kemungkinan dikarenakan mereka mengalami kesulitan dalam hal memenuhi tuntutan atas peranannya, akan tetapi setidaknya mereka mengetahui apa yang menjadi harapan mereka.

Menurut Jennifer M. George, Gareth R. Jones (2012: 280-281), konflik peran sebagai seperangkat perilaku atau tugas seseorang diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan karena posisi dia sebagai kepala kelompok atau organisasi. Konflik peran terjadi ketika perilaku yang diharapkan atau tugas yang bertentangan satu sama lain. Misalnya, seorang manajer mengalami konflik peran ketika atasannya mengharapkan dia untuk meningkatkan tingkat produksi, dan bawahannya mengeluh bahwa mereka sedang bekerja terlalu keras.

Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa konflik peran muncul ketika karyawan merasa kesulitan dalam hal menyesuaikan berbagai peran dan bertanggung jawab dalam waktu bersamaan.

2.1.2.2 Tipe-tipe konflik

Menurut Munandar (2008: 390-391), konflik peran timbul jika seorang karyawan mengalami adanya:

1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus dia lakukan. 2. Pertentangan antara tanggung jawab yang dia miliki.

3. Tugas-tugas yang harus dilakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.

4. Tuntutan - tuntutan yang bertentangan dari atasan. 5. Tuntutan – tuntutan yang bertentangan dari rekan.

(7)

6. Tuntutan – tuntutan dari bawahan.

7. Pertentangan antara nilai pribadi dengan keyakinan pribadi.

Para karyawan sering menghadapi tuntutan yang saling bertentangan antara pekerjaan dan keluarga, misalnya wanita mengalami konflik peranan yang lebih besar daripada pria antara pekerjaan dan keluarga karena wanita pada hakikatnya sebagai ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap suami dan anak. Para karyawan yang belum menikah juga memiliki versi konflik peranan sendiri yaitu antara pekerjaan dan minat luarnya. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005: 386) konflik peran dapat juga dialami ketika internalisasi nilai, etika atau standar pribadi bertentangan dengan harapan orang lain.

2.1.4 Stres Kerja

2.1.4.1 Definisi Stres Kerja

Menurut Luthans (2006: 440) mendefinisikan stres sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Robbins (2008: 368) mengatakan bahwa stres adalah sebuah kondisi dinamis di mana seorang individu dihadapkan pada suatu peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan individu tersebut dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005:351), stres adalah suatu respons yang adaptif, dihubungkan oleh karakteristik dan atau proses psikologis individu, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau

(8)

peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang.

Menurut Ivancevich et al. (2007: 441), stres adalah suatu respons adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Menurut Ivancevich, et al. (2007:441), stres dibagi menjadi dua kategori, yaitu stress sebagai suatu stimulus atau stres sebagai suatu respons. Stress sebagai suatu stimulus menganggap stres sebagai sejumlah karakteristik atau peristiwa yang mungkin menghasilkan konsekuensi yang tidak beraturan. Stres sebagai suatu respons merupakan konsekuensi dari interaksi antara suatu stimulus lingkungan dan respons individual. Hal ini berarti, stres merupakan interaksi unik antara kondisi stimulus dalam lingkungan dan cara individu untuk merespons dengan cara tertentu.

Menurut Beehr dan Newman (dalam Luthans 2006:441) stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta di karakteristikan oleh perubahaan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka.

Menurut Veitzal Rivai dan Deddy Mulyadi (2009:516) stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang, dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan kerja .

(9)

Menurut A. A Prabu Mangkunegara (2008:28) stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang di alami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa stres kerja adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental yang mempengaruhi kinerja seseorang yang dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek – aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

2.1.4.2 Jenis – Jenis Stres

Quick dan Quick (dikutip oleh Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, 2003: 308) mengategorikan jenis stres menjadi dua yaitu:

1. Eustres yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (membangun). Hal ini tersebut termasuk kesejahteraan individu dan organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, flekisbilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2. Distres, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat,

negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

(10)

Gejala stres menurut Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi (2003: 309) ada 7 yaitu:

1. Kepuasan kerja rendah 2. Kinerja yang menurun

3. Semangat dan energy menjadi hilang 4. Komunikasi tidak lancar

5. Pengambilan keputusan buruk 6. Kreativitas dan inovasi kurang

7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Menurut Bambang Tarupolo (2002: 5), gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung, berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi.

2.1.4.4 Faktor-faktor penyebab stress:

Luthans (dikutip oleh Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, 2003:313) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:

1. Extra organizational stressors yakni terdiri dari perubahan sosial teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

(11)

2. Organizational stressors terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

3. Group stressors terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan social, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergroup.

4. Individual stressors terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasanperan, serta disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

Sedangkan Copper dan Davidson (dalam Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, 2003: 313) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:

1. Group stressors adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan social dari sesamA karyawan di dalam perusahaan.

2. Individual stresor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, control personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.

(12)

2.1.4.5 Penyebab – penyebab stres kerja menurut John M. Ivancevich (2012:200-203):

1. Partisipasi

Partisipasi mengacu pada sejauh bahwa pengetahuan seseorang, pendapat, dan ide-ide yang dimasukkan dalam proses pengambilan keputusan. Ini adalah bagian penting dari bekerja di organisasi bagi sebagian orang. Kelompok dan organisasi yang tidak mendorong atau memungkinkan anggota nya untuk berpartisipasi akan menjadi sumber frustrasi bagi mereka yang menghargai hal itu.

2. Hubungan intra dan antar kelompok

Hubungan buruk di dalam dan di antara kelompok-kelompok dapat menjadi sumber stres. Hubungan yang buruk adalah termasuk kepercayaan yang rendah, kurangnya kohesi, daya dukung rendah, dan kurangnya minat dalam mendengarkan dan berurusan dengan masalah yang dihadapi kelompok atau anggota kelompok. Masalah hubungan dapat menyebabkan kemacetan komunikasi dan kepuasan kerja rendah, lebih lanjut meningkatkan kemungkinan stres.

3. Politik organisasi

Tingkat perilaku politik dalam organisasi dapat menjadi sumber stres bagi banyak karyawan. Politik organisasi secara konsisten disebut sebagai stressor utama dalam organisasi. Aktivitas politik, dan perebutan kekuasaan dapat

(13)

menciptakan gesekan, meningkatkan persaingan disfungsional antara individu dan kelompok, dan stres meningkat.

4. Budaya organisasi

Seperti individu, organisasi memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian organisasi dibentuk terutama oleh top eksekutif. Sebuah tim eksekutif dan otokratis mampu menciptakan budaya yang penuh dengan ketakutan. Faktor yang mendukung terciptanya budaya organisasi adalah iklim organisasi, dimana iklim di dalam organisasi merupakan keadaan mengenai karakteristik yang terjadi di lingkungan kerja yang dianggap mempengaruhi perilaku orang orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut. oleh karena itu, iklim organisasi dapat dikatakan sebagai lingkup organisasi.

5. Kurangnya umpan balik kinerja

Kebanyakan orang ingin tahu bagaimana mereka melakukan dan bagaimana manajemen memandang pekerjaan mereka. Bagaimanapun, informasi evaluasi kinerja bermakna kurang, atau informasi yang disediakan dalam cara yang sangat otoriter atau kritis jika terlalu sering dilakukan. Umpan balik informasi dari atasan harus disediakan untuk meminimalkan stress dan harus berlangsung dalam suatu sistem komunikasi dua arah terbuka.

6. Kurangnya peluang pengembangan karir

Pengembangan karir merupakan aspek-aspek lingkungan organisasi yang mempengaruhi seseorang kualitas kemajuan karirnya. Variabel Karir dapat

(14)

menjadi stres ketika mereka menjadi sumber keprihatinan, kecemasan, atau frustrasi. Hal ini dapat terjadi jika seorang karyawan peduli tentang penurunan nilai, merasa bahwa pengembangan promosi tidak memadai, atau umumnya puas dengan kesesuaian antara aspirasi karir dan posisi saat ini. Perencanaan karir yang baik akan membuat seseorang akan lebih mudah untuk memperkirakan masa depan jabatan dia di suatu organisasi.

7. Perampingan

Perampingan terutama terkait dengan pengurangan sumber daya manusia, PHK, pengurangan, pemindahan, atau pensiun dini. Perampingan merupakan stressor yang sangat potensial. Hal ini dapat memiliki efek negatif baik untuk individu dan organisasi. Peningkatan ini berasal baik dari karyawan yang telah diberhentikan juga dari mereka yang tetap. Itulah mungkin mengapa banyak perusahaan seperti Novell dan Wachovia, telah membentuk program untuk membantu karyawan mengatasi stres reorganisasi dan PHK.

8. Stres diluar pekerjaan

Stres diluar pekerjaan adalah yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar organisasi. Meskipun penekanan dalam bab ini adalah pada pekerjaan, stres diluar pekerjaan tidak boleh diabaikan. Membesarkan anak-anak, merawat orang tua, masalah finansial, menjadi sukarelawan di masyarakat, mengambil kursus perguruan tinggi, dan menyeimbangkan keluarga dan kehidupan kerja adalah situasi menegangkan bagi banyak orang. Gangguan – gangguan antara pekerjaan dengan keluarga sangat berpengaruh dalam munculnya stres. Stres di luar

(15)

pekerjaan kemungkinan akan mempengaruhi kinerja seseorang dan perilaku kerja yang umum.

Efek stres sangat banyak dan bervariasi. Beberapa efek tentu saja berdampak positif, seperti dapat memotivasi diri dan menstimulasi untuk memenuhi tujuan individu dan organisasi. Tidak semua individu akan mengalami gejala yang sama. Penelitian menunjukkan, misalnya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi hasil stres adalah jenis pekerjaan.

2.1.4.6 Penyebab – penyebab stres ‘off the job’

Menurut T.Hani Handoko (2001: 201) Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi di luar organisasi, misalnya: 1. Kekhawatiran financial (keuangan).

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak. 3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misalnya, perceraian) 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:

1. Penelitian oleh Ram, Nanik., Khoso, Dr. Immamuddin., Shah, Asif, Ali., Chandio, Fayaz, Raza., Shaikih, Faiz, M. (2011) dengan judul “Role Conflict

(16)

and Role Ambiguity as Factors in Work Stress among Managers: A Case Study of Manufacturing Sector in Pakistan”. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konflik peran dan ambiguitas peran terhadap stress kerja. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil stress kerja dengan konflik peran yang tinggi serta terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil stress kerja dengan konflik peran yang rendah. Penelitian ini menambahkan bahwa orang yang ambiguitas perannya tinggi hasil rata-rata stress skornya juga tinggi.

2. Penelitian oleh (2011) dengan judul “Role Ambiguity, Role Conflict, The Role of Insecurity as Mediator toward Job Stress among Malay Academic Staff: A SEM Analysis”. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ambiguitas peran dan konflik peran terhadap stress kerja. Terdapat pengaruh tidak langsung antara ambiguitas peran dan konflik peran terhadap stres kerja serta terdapat pengaruh langsung antara ambiguitas peran dan konflik peran terhadap stres kerja

(17)

2.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Menggambarkan pengaruh antar variabel

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis

H-1

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel ambiguitas peran (X1) terhadap variabel stres kerja(Y).

Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel ambiguitas peran (X1) terhadap variable stres kerja (Y).

H-2

Konflik Peran (X2)

Stres Kerja (Y) Ambiguitas Peran (X1)

(18)

H0= Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel konflik peran (X2) terhadap variable stres kerja (Y).

Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel konflik peran terhadap variabel stres kerja(Y).

H-3

H0= Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel ambiguitas peran (X1) dan konflik peran (X2) terhadap variable stres kerja (Y).

Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variable ambiguitas peran (X1) dan konflik peran )X2) terhadap variable stres kerja (Y).

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari penelitian yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan persyaratan SNI 06–3949-1995 maka berat jenis minyak kenanga yang dihasilkan dari kering udara sesuai dengan standar

Faktor-faktor lokasi menurut Soepono (1999), dapat dikelompokkan menjadi dua orientasi yaitu, pertama, orientasi transportasi, yang dimaksud dengan orientasi

Individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan , sementara individu tidak menyadari bahwa ia

Observasi dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran, dalam penelitian ini tahap observasi dilakukan untuk memperoleh data bagaimana kegiatan belajar mengajar serta

Sistem yang dibuat nantinya akan menangani aplikasi berbasis web yang diharapkan adalah aplikasi ini dapat memudahkan customer untuk mengetahui informasi status

Keripik si pahit ( Kesit ) yang merupakan inovasi baru makanan ringan yang kami buat dengan menggunakan sayur peterseli sebagai komponen atau bahan utama.. Inovasi tersebut kami

Simpulan n yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yaitu: 1) Iklim psikologis berpengaruh positif dan siginfikan terhadap kepuasan kerja karyawan sebesar 58,2