BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan
a. Definisi pengetahuan
Dari asal kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajari). Pengertian dalam kamus umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui atau akan diketahui berkenaan dengan suatu hal.
Pengetahuan ialah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005, p.50)
b. Proses Adopsi Perilaku
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).
Dari pengalaman dan penilitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu (Rogers dalam Notoatmodjo, 2003)
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arah mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai merubah perilaku baru.
5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyampaikan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak cukup berlangsung lama. Contohnya ibu-ibu menjadi peserta KB, karena
diperintah oleh lurah atau ketua RT tanpa mengetahui makna dan tujuan KB, maka mereka akan segara keluar dari keikutsertaan dalam KB setelah beberapa saat perintah itu diterima.
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya (recall) yang berisi tentang sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, sehingga tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemempuan untuk menggunakan meteri yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari pengunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada, misalnya dapat membandingkan antara
ibu hamil yang yang menderita dengan yang tidak menderita anemia
(Notoatmodjo, 2005, p.50)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1) Faktor internal a) Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan indera seseorang.
b) Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotorik, serta kondisi efektif dan kognitif individu.
2) Faktor eksternal a) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap stimulus yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka perolah dari gagasan tersebut.
b) Paparan media masa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
c) Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercakupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang masuk kebutuhan sekunder.
d) Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan seksual juga mempengaruhi kemampuan
individu sebagai komunikan untuk menerima peran menurut model komunikasi media.
e) Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses pengembangannya misalnya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik misalnya seminar. Organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat di peroleh.
(Notoatmodjo, 2003) e. Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Untuk itu dalam memperoleh pengetahuan dapat digunakan dengan dua cara, yaitu :
1) Cara tradisional a) Cara coba salah
Cara yang paling tradisional untuk melalui cara coba-coba atau dengan kata yang mudah dikenal. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut, bila tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lain.
b) Cara kekuasaan dan otoritas
Prinsip dalam cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai kekuasaan tanpa menguji atau membuktikan kebenarannya terlebih dahulu baik berdasarkan fakta empiris atau berdasarkan penalaran sendiri.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat menuntut seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar. Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman yang benar diperlukan untuk berfikir kritis dan logis.
d) Melalui jalan pikir
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya.
2) Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan jalan mangadakan
observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sebelumnya dengan obyek penelitian. (Notoatmodjo, 2003)
f. Sumber-sumber pengetahuan
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya terdapat dua cara pokok yang dapat dilakukan oleh manusia. Pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan mendasarkan diri pada pengalaman. Sumber pengetahuan selain dapat diperoleh melalui rasio dan pengalaman juga melalui intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa proses penalaran tertentu. Contohnya seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
g. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.
2. MOP
a. Pengertian
Medis Operatif Pria (MOP) adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensiasi sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Saifuddin, 2003).
Medis Operatif Pria (MOP) yaitu oklusi vas deferens sehingga menghambat perjalanan spermatozoa dan tidak didapatkan spermatozoa didalam semen atau ejakulat (tidak ada penghambat spermatozoa dari testis ke penis) (Hartanto, 2004).
Medis Operatif Pria (MOP) adalah pemotongan saluran sperma kiri dan kanan, agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma (BKKBN, 2005). b. Aspek yang perlu dipertimbangkan
1) Aspek medis
a) Kontap merupakan tindakan pembedahan, meskipun kecil, namun selalu beresiko.
b) Kontap bersifat permanen. Bila tindakan ini berhasil, maka pasangan yang bersangkutan tidak mempunyai keturunan lagi.
2) Aspek program : kontap belum masuk program nasional, berbeda dengan kontrasepsi lain.
3) Aspek psikologis
a) Seseorang yang sudah atau akan memilih kontrasepsi mantap tidak selalu menyadari sepenuhnya konsekuensi dari pilihannya, dan motivasi tidak selalu atas pertimbangan yang rasional.
b) Memilih kontrasepsi mantap secara sukarela justru memerlukan berbagai pertimbangan yang menuntut suatu sikap dan perilaku rasional.
c) Calon peserta memutuskan untuk menghentikan kemampuan reproduksinya dengan kemungkinan kecil untuk memilih pada keadaan semula.
d) Kontrasepsi mantap yang merupakan suatu operasi kecil mudah menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran.
c. Syarat 1) Sukarela
Calon peserta dianggap dapat menerima kontap secara sukarela jika dalam konseling telah dibicarakan:
a) Bahwa disamping kontap masih ada berbagai pilihan cara KB lainnya.
b) Bahwa cara kontap melalui pembedahan dan karenanya selalu ada resiko
c) Bahwa cara kontap apabila berhasil tidak akan memberikan keturunan
d) Calon peserta diberi kesempatan berfikir dan mempertimbangkan kembali keputusannya, tetapi tetap memutuskan untuk memilih kontap
2) Bahagia
a) Perkawinan syah dan harmonis
b) Memiliki anak hidup sekurang-kurangnya dua orang dengan umur anak terkecil diatas 2 tahun. Keadaan fisik dan mental anak tersebut sehat.
c) Mendapat persetujuan isteri
d) Umur istri tidak kurang dari 25 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun
e) Umur calon tidak kurang dari 30 tahun (tidak mutlak) 3) Sehat
Syarat kesehatan dilakukan melalui pemeriksaan pra-bedah oleh dokter
(Handayani, 2010, p.168) d. Indikasi
MOP merupakan upaya untuk menghentikan infertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gagasan terhadap kesehatan pria dan penanganannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2003)
Pada dasarnya indikasi untuk melakukan MOP ialah bahwa pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya e. Kontraindikasi
1) Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies 2) Infeksi traktus genetalia
3) Kelainan skrotum dan sekitarnya : Varicocele, Hydrocele besar, Filariasis, Hernia Inguinalis, Orchiopexy, luka parut bekas luka operasi hernia, skrotum yang sangat tebal.
4) Penyakit sistematik : penyakit-penyakit perdarahan, Diabetes Miellitus, penyakit jantung koroner.
5) Riwayat perkawinan, psikolog atau seksual yang tidak stabil. f. Keuntungan
1) Efektif, kemungkinan gagal tidak ada karena dapat dicheck kepastian di laboratorium
2) Aman, morbilitas rendah dan tidak ada mortalitas
3) Cepat, hanya memerlukan 5-10 menit dan pasien tidak perlu dirawat di RS
4) Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anastesi lokal saja
5) Tidak menganggu hubungan seksual selanjutnya 6) Biaya rendah
7) Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan para medis wanita.
g. Kerugian
1) Harus dengan tindakan operatif
2) Kemungkinan ada komplikasi seperti perdarahan dan infeksi 3) Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan
steril permanen, pada vasektomi masih harus menunggu beberapa hari, minggu atau bulan sampai sel mani menjadi negatif
4) Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak lagi (reversibilitas tidak dijamin)
5) Pada orang-orang yang mempunyai problem-problem psikologis yang mempengaruhi seks, dapat dijadikan keadaan semakin parah.
(Handayani, 2010, p.170) h. Tehnik
Berbagai tehnik MOP mulai dari yang konvensional sampai VTP (Vasektomi Tanpa Pisau) dan implikasi lainnya telah dikembangkan dan ditetapkan bagi akseptor KB pria di Indonesia yang mana setiap tehnik mempunyai keunggulan masing-masing. Adapun tehnik-tehnik tersebut adalah :
1) Tehnik konvensional/tehnik standar
Tehnik konvensional yang lazim dilakukan dengan cara memotong pipa saluran sel benih, kemudian mengikat kedua ujung potongannya. Karena pipa alat ini ada pada kedua belah sisi buah zakar, pemotongan dilakukan pada kedua belah sisi. Caranya, dengan membius lokal dengan suntikan pada kulit sebelah pinggir kantong buah zakar setelah meraba lokasi pipa sel benihnya. Pada bagian ini diinsisi beberapa centimeter untuk menemukan sang pipa. Pipa lalu ditarik keluar dan dipotong kemudian masing-masing ujung pipanya diikat, lalu masukan kembali kedalam kantung zakar. Bekas luka insisi dijahit dan selesai sudah. Prosesnya kira-kira 20 menit untuk kedua sisi buah zakar.
2) Teknik tanpa pisau/biasa dikenal tehnik VTP (Vasektomi Tanpa Pisau)
Vasektomi tanpa pisau, adalah suatu tehnik bedah minor tanpa menggunakan pisau bedah. Kantung buah zakar (skrotum) dilakukan pembiusan lokal, kemudian dibuat lobang (on hole) kurang lebih 2-3 cm dibawah pangkal zakar (penis), saluran benih dipotong 0,5-1 cm dan diikat pada ujungnya. Luka operasi tanpa dijahit, hanya ditutup dengan tensoplast (band aid). Proses tindakan vasektomi hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit bila dilakukan dengan tenaga dokter
yang terlatih atau kompeten. Tindakan MOP tidak perlu dirawat inap, dapat kembali bekerja seperti biasa. Luka operasi akan sembuh atau kering dalam waktu 3-5 hari.
3) Tehnik pembakarann (cauterisasi)
Tehnik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu insisi terlebih dahulu (no scalpel vesectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama-sama membuat buntu pipa penyalur sel benih (Handayani, 2010)
i. Efektifitas
1) Angka keberhasilan amat tinggi (99%), angka kegagalan 0-2,2% umumnya <1%
2) Kegagalan kontap-pria umumnya disebabkan oleh:
a) Senggama yang tidak terlindungi sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa
b) Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah pembentukan granuloma spermatozoa.
c) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi.
d) Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat> 1 vas deferens pada satu sisi)
3) Vasektomi dianggap gagal bila:
a) Pada analisis sperma setelah 3 bulan pasca-vasektomi atau setelah 10-12 kali ejakulat masih dijumpai spermatozoa b) Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma c) Istri hamil
4) Infertilitas yang tertunda setelah kontap
a) Kontap-pria tidak langsung menyebabkan infertilitas. Spermatozoa yang ada didalam sistem reproduksi pria pada bagian urethal dari obstruksi, harus dikeluarkan semuanya sebelum pasangan suami istri terlindungi dari kehamilan. b) Dari penelitian 95% akseptor kontap-pria menjadi
azoospermik 10 minggu setelah operasinya.
c) Diperlukan pemeriksaan analisa sperma post-operatif, sampai 2 pemeriksaan berturut-turut menunjukan hasil negatif.
d) Bila 10-15 ejakulasi, semen masih mengandung beberapa spermatozoa yang tidak motil lagi, maka pria sudah dianggap steril.
(Handayani, 2010, p.170) j. Komplikasi
Komplikasi MOP antara lain adalah infeksi pada sayatan, rasa nyeri/sakit, terjadinya hematoma oleh karena perdarahan
kapiler, terbentuknya granuloma. Komplikasi dari MOP antara lain:
1) Komplikasi dapat terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat setelah tindakan. Komplikasi ini selama prosedur dapat berupa komplikasi akibat reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh penggunaan lidokain atau manipulasi berlebihan terhadap anyaman pembuluh darah disekitar vas deferensia.
2) Komplikasi pasca tindakan dapat berupa hematoma skrotalis, infeksi atau abses pada testis, atrofi testis, atau peradangan kronik granulomadi tempat insisi. Penyulit jangka panjang yang dapat menganggu upaya pemulihan fungsi reproduksi adalah terjadinya antibodi sperma
(Hartanto, 2004)
k. Tempat mendapatkan pelayanan 1) Rumah sakit
2) Klinik yang tersedia pelayanan KB MOP 3) Dokter yang sudah terlatih.
3. Gender
a. Pengertian
Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.
b. Teori gender 1). Teori nurture
Rumusan yang dibentuk oleh masyarakat mengakibatkan perbedaan laki-laki dan perempuan. Kaum laki-laki dianggap sama dengan kaum yang berkuasa/penindas, sedangkan kaum perempuan sebagai kaum yang terlintas. Perjuangan diawali oleh kaum feminis internasional yang memperjuangkan kesamaan (sameness), kesamaan berdasar konsep 50-50 (fifty-fifty). Konsep ini dinamakan perfect equality (kesamaa kualitas). Perjuangkan mereka mendapatkan kendala dari segi agama dan budaya.
2). Teori nature
Paham ini memandang adanya perbedaan laki-laki dan perempuan merupakan takdir Tuhan yang mesti diterima oleh manusia sebagai mahluk ciptaanNya. Adanya perbedaan secara biologis merupakan pertanda perbedaan tugas dan peran yang mana tugas dan peran tersebut ada yang dapat digantikan tetapi tetapi ada yang tidak karena takdir alamiah.
3). Teori equilibrium/keseimbangan
Hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan suatu kesatuan yang saling menyempurnakan, karena setiap laki-laki dan perempuan memiliki kelemahan dan keutamaan masing-masing, harus saling bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Maka semua kebijakan dan strategi pembangunan harus dipertimbangkan keseimbangan antara perempuan dan laki-laki, kepentingan serta sejauh mana peran laki-laki dan perempuan.
b. Budaya yang berpengaruh terhadap gender
Masyarakat di Indonesia khususnya di Jawa menganut budaya patriaki, dimana seorang kepala keluarga adalah laki-laki, sehingga laki-laki dicap sebagai orang yang berkuasa di keluarga. Budaya patriaki bisa mengakibatkan anggapan bahwa kesehatan reproduksi adalah perempuan sehingga berdampak kurangnya partisipasi, kepedulian laki-laki dalam kesehatan reproduksi. (Widyastuti, 2009, p.132)
4. Perilaku Kesehatan a. Pengertian
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu :
1). Faktor Predisposisi ( predisposing factors)
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. Faktor predisposisi dalam penelitian ini adalah:
a) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakatnya. Disamping itu pendidikan kesehatan juga memberikan pengertian-pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2003)
b) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah Hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
c) Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Nursalam, 2003). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Hurlock, 2005). Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
d) Kepercayaan
Kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa yang dipercayai itu benar. Kepercayaan disini terkait dengan mitos atau anggapan yang keliru tentang KB MOP. e) Nilai
Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang dan diinginkan.
2). Faktor Pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung adalah faktor untuk mendukung terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan.
Tersedia atau tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan adalah hal penting dalam munculnya perilaku seseorang dibidang kesehatan. Berapapun positifnya latar belakang, kepercayaan dan persiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu seseorang tidak akan dapat berbuat banyak dan perilaku kesehatan tidak akan muncul (Maryani, 2006)
3). Faktor Pendorong (reinforcing factors)
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga dari petugas kesehatan itu sendiri.
B. Kerangka Teori
Keterangan Sumber : Lawrence W. Green, Health Education Planninga Diagnostic Approach Mayfield Publishing, California, 1980 dalam Notoatmodjo 2007. Keterangan : : Yang diteliti : Yang dipengaruhi Faktor Pendukung - Ketersediaan fasilitas - Keterjangkauan fasilitas Faktor pendorong - Tenaga kesehatan - Dukungan keluarga Faktor Presdiposisi - Sikap - Kepercayaan - Nilai Perilaku kesehatan - Pengetahuan - Pendidikan - Umur