• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDROLISIS SISA KETAMAN KAYU DALAM PROSES ACETOSOLV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIDROLISIS SISA KETAMAN KAYU DALAM PROSES ACETOSOLV"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Zulfansyah, Ida Zahrina, Muhammad Iwan Fermi

Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau

E-mail : zulfansyah@unri.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini berkaitan dengan pengembangan proses serempak hidrolisis dan delignifikasi sisa ketaman kayu dalam media asam asetat, sebagai upaya pemanfaatan limbah menjadi sumber bahan kimia melalui proses fraksionasi biomassa. Proses hidrolisis hemiselulosa dalam media asam asetat dipelajari dengan melihat pengaruh konsentrasi katalis HCl dan lamanya waktu reaksi terhadap kadar pentosa dan furfural dalam black liquor (cairan pemasak bekas). Percobaan dilakukan dalam ketel reaksi yang dilengkapi pendingin balik, dengan variasi konsentrasi katalis dan waktu reaksi. Sedangkan konsentrasi pelarut asam asetat (85%), nisbah cairan terhadap padatan (10/1), dan suhu reaksi (suhu didih normal cairan pemasak) dibuat tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh pentosa terdegradasi membentuk furfural. Kadar produk hidrolisis tertinggi adalah 2,7 g/liter dan 7,7 g/liter, berturut-turut untuk pentosa dan furfural. Prilaku hidrolisis sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv menguatkan kembali asumsi hidrolisis hemiselulosa merupakan dua reaksi seri orde satu, dengan tingkat kesesuaian data terhadap model melebihi 95%.

Kata Kunci: Sisa Ketaman Kayu, Hidrolisis Hemiselulosa, Acetosolv, Pentosa,

Furfural.

PENDAHULUAN

Kayu merupakan hasil hutan yang banyak digunakan sebagai bahan baku oleh industri besar maupun kecil. Pengguanaan kayu sebagai bahan baku industri, tidak seluruhnya dapat diubah menjadi bahan jadi. Diperkirakan hanya 60% dari kayun yang ditebang akan menjadi bahan yang termanfaatkan, sisanya menjadi limbah. Seperti pada industri penggergajian, 15% menjadi serbuk kayu dan 25% berupa sisa ketaman kayu. Selama ini, penanggulan limbah kayu tersebut belum maksimal dan tidak bernilai ekonomis, dibakar di tempat terbuka, atau menjadikannya sebagai media penimbun. Kayu sebagai biomassa tersusun atas komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Karena itu, limbah kayu tersebut sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi maupun bahan baku industri kimia seperti, pabrik pulp, kertas dan rayon.

Pengolahan biomassa yang efisien dapat dilakukan dengan metoda fraksionasi. Proses fraksionasi mampu memilah komponen utama penyusun

(2)

biomassa dengan menggunakan pelarut organik (organosolv) [Myerly et al. 1981]. Jika dibandingakan dengan proses konvensional, organosolv memang memiliki beberapa keunggulan, seperti: a) ramah lingkungan karena tidak menghasilkan limbah belerang, b) pelarut organik didaur ulang dengan mudah, dan c) mampu melakukan pemisahan secara sefektif tanpa merusak komponen penyusunnya. Karena itu, proses organosolv sangat diminati dan dikembangkan pemakaiannya dalam pemrosesan biomassa. Salah satu pelarut organik yang banyak digunakan adalah asam asetat (acetosolv process). Media asam asetat dengan ataupun tanpa katalis telah dapat memisahkan secara selektif selulosa, hemiselulosa dan lignin dari berbagai biomassa, baik biomasa kayu maupun bukan kayu [Shukry et al. 1992; Parajo et al. 1993; Vazquez et al. 1995; Susanto 1998].

Penelitian pendahuluan fraksionasi limbah kayu (serbuk kayu dan sisa ketaman kayu), menunjukkan bahwa asam asetat (85 dan 95%), dengan bantuan katalis HCl 0,15%-berat, dapat digunakan sebagai media fraksionasi limbah kayu. Hasil penelitian fraksionasi limbah kayu tersebut melaporkan bahwa penggunaan asam asetat 85% memberikan hasil yang relatif lebih baik, dibandingkan dengan penggunaan asam asetat 95% [Zulfansyah et al. 2002]. Namun pada penelitian tersebut tidak mengkaji lebih lanjut pengaruh jumlah katalis HCl yang ditambahkan dan waktu reaksi terhadap hidrolisis hemiselulosa. Proses fraksionasi biomassa dengan menggunakan media asam asetat (acetosolv

process), meliputi delignifikasi (penyisihan lignin) dan hidrolisis hemiselulosa

(degradasi polisakarida) terjadi dalam satu tahap tunggal. Produk fraksionasi biomassa dikehendaki memiliki kadar selulosa yang tinggi, dilain pihak, kadar lignin dan hemiselulosa sekecil mungkin. Karena itu, proses hidrolisis hemiselulosa sangat berperan untuk mencapai tujuan tersebut.

Penelitian ini bertujuan mempelajari proses hidrolisis sisa ketaman kayu dalam media asam asetat pada proses acetosolv dengan melihat pengaruh beberapa kondisi proses terhadap produk hidrolisis hemiselulosa. Upaya ini diharapkan memberikan gambaran prilaku hidrolisis hemiselulosa biomassa sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv. Selanjutnya, kehandalan fraksionasi biomassa menggunakan proses acestosolv dapat diketahui.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sisa ketaman kayu yang berasal dari industri perabotan rumah tangga. Sebelum digunakan, sisa ketaman kayu dibersihkan, diayak dengan saringan dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Percobaan dilakukan dalam reaktor bacth bervolume 1 liter, yang dilengkapi dengan pemasok energi dan pendingin balik, rangkaian alat percobaan dapat dilihat dalam Fadlah et. al. [2002]. Percobaan hidrolisis sisa ketaman kayu dalam media asam asetat (proses acetosolv) dilakukan menurut metode Parajo et. al. [1993], skema percobaan dalam dilihat pada Gambar 1. Tahapan percobaan proses acetosolv meliputi, pemasakan, penyaringan, pengendapan lignin dan analisa hidrolisat.

(3)

Media asam asetat yang dipakai dalam penelitian ini merupakan campuran asam asetat 85%-berat, air dan katalis HCl dengan variasi konsentrasi (0,1, 0,15, dan 0,2%-berat). Bahan baku sisa ketaman kayu diproses dalam waktu yang berbeda (15, 30, 60, 90, 120, 180, dan 240 menit) dengan perbandingan larutan pemasak terhadap padatan sebesar 10/1. Pengaruh kondisi operasi dipelajari dengan pengamatan variabel percobaan yield produk gula hemiselulosa dan furfural yang terbentuk. Analisis kadar gula hemiselulosa dan furfural dilakukan dengan metode Samogyi Nelson. Data hasil percobaan disesuaikan dengan model teoritis, melalui regresi non-linier menggunakan software Polymath 5, untuk mendapatkan parameter hidrolisis hemiselulosa yang menggambarkan prilaku hidrolisis sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv.

HASIL DAN PEMBAHASAN KOMPOSISI BAHAN BAKU

Hasil analisis komposisi kimia sisa ketaman kayu adalah lignin 36%, selulosa 44% dan hemiselulosa 18%, serta sedikit zat ekstraktif. Kadar hemiselulosa sisa ketaman kayu ini hampir mendekati harga kadar hemiselulosa yang umumnya terdapat pada kayu keras (19-26%).

PRODUK HIDROLISIS HEMISELULOSA

Produk utama hidrolisis hemiselulosa adalah pentosa, sedangkan produk lainnya berupa furfural. Pentosa terbentuk dari hasil depolimerisasi hemiselulosa yang terdapat dalam sisa ketaman, dan produk furfural merupakan hasil dekomposisi gula hemiselulosa (pentosa) yang terbentuk. Baik pentosa maupun furfural larut dalam cairan pemasak bekas (black liquor), bersama-sama lignin yang terlarutkan. Pemisahan produk hidrolisis dari lignin dilakukan dengan mengendapkan lignin melalui penambahan air. Sebagian besar gula hemiselulosa yang terbentuk adalah xylosa, walaupun terbentuk gula lain seperti arabinosa dan glukosa yang jumlahnya sangat sedikit [Parajo et al. 1993].

Kadar pentosa dan furfural dalam black liquor bervariasi menurut kondisi operasi. Kadar pentosa tertinggi adalah 2,70 gram/liter dan yang terendah adalah 0,09 gram/liter, sedangkan untuk furfural berkisar antara 7,20-7,70 gram/liter. Selengkapnya data kadar pentosa dan furfural dalam cairan pemasak diperlihatkan dalam Tabel 1. Melihat kadar pentosa yang dihasilkan, hasil yang diperoleh lebih kecil dibanding hasil yang dilaporkan sebelumnya [Kim and Lee 1987 dan Parajo et al. 1995]. Secara umum kenaikan konsentrasi katalis memberikan pengaruh positif terhadap proses hidrolisis hemiselulosa. Penambahan konsentrasi HCl berarti meningkatkan ion H+ dalam media asam asetat yang akan memutuskan ikatan antar monomer. Walaupun demikian, peningkatan jumlah HCl dalam media asam asetat tidak meningkatkan kadar pentosa dan furfural dalam cairan pemasak. Kadar pentosa dan furfural tertinggi diperoleh pada pemakaian konsentrasi katalis 0,15%, dengan kadar pentosa dan furfural berturut-turut 2,70 dan 7,70 gram/liter.

(4)

Gambar 1. Skema percobaan hidrolisis hemiselulosa pada fraksionasi sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv.

Tabel 1. Kadar pentosa dan furfural dalam cairan pemasak bekas

Run Kondisi Proses Produk hidrolisis dalam Black Liquor [HCl], % Waktu, menit Pentosa, g/liter Furfural, g/liter

1 0,1 15 0,93 7,65 2 0,1 30 1,00 7,48 3 0,1 60 1,33 7,38 4 0,1 90 2,00 7,60 5 0,1 120 2,23 7,45 6 0,1 180 2,53 7,53 7 0,1 240 1,90 7,53 8 0,15 15 1,00 7,40 9 0,15 30 1,30 7,65 10 0,15 60 1,67 7,45 11 0,15 90 2,27 7,48 12 0,15 120 2,50 7,68 13 0,15 180 2,70 7,45 14 0,15 240 2,60 7,23 15 0,2 15 0,90 7,53 16 0,2 30 1,30 7,35 17 0,2 60 1,70 7,20 18 0,2 90 2,00 7,43 19 0,2 120 2,40 7,63 20 0,2 180 2,67 7,48 21 0,2 240 2,00 7,40

Persentase komponen hemiselulosa yang dapat diambil (recovery) dalam cairan pemasak merupakan jumlah pentosa dan jumlah furfural dibandingkan dengan jumlah hemiselulosa awal dalam biomassa. Persentase recovery berkisar

(5)

antara 45 sampai 50%, dan recovery terbanyak merupakan produk furfural, Peningkatan konsentrasi HCl tidak memberikan pengaruh yang jelas terhadap persen recovery, untuk suatu waktu reaksi tertentu peningkatan reaksi dapat meningkatkan persen recovery, tetapi untuk waktu yang lain berlaku sebaliknya. PRILAKU HIDROLISIS HEMISELULOSA

Hidrolisis hemiselulosa sisa ketaman kayu dalam media asam asetat menghasilkan pentosa yang cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu reaksi, dan furfural sebagai produk dekomposisi dengan kadar relatif tetap (Tabel 1). Pola kinetika hidrolisis hemiselulosa sisa ketaman kayu dalam media asam asetat, mengikuti prilaku umum hidrolisis hemiselulosa yang telah dilaporkan sebelumnya [Kim and Lee 1987, Parajo et al. 1993, Vasquez et al. 1995]. Hidrolisis hemiselulosa merupakan dua reaksi seri yang memiliki laju yang berbeda, pertama reaksi menghasilkan gula pentosa dan kemudian diikuti dengan reaksi menghasilkan produk dekomposisinya. Prilaku hidrolisis hemiselulosa sisa ketaman kayu dalam media asam asetat, dipelajari melalui pengujian model Kim and Lee [1987] dan model Parajo et al. [1993] dengan data percobaan yang dihasilkan. Parameter kinetika dan statistik hasil regresi non-linier terhadap kedua model tersebut disajikan dalam Tabel 2. Hidrolisis hemiselulosa sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv, lebih bersesuaian dengan model Parajo et al. [1993]. Parameter kinetika yang dihasilkan dalam penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dihasilkan Parajo et al. [1993], yakni dengan k1 sebesar antara 0,0130 – 0,220 dan k2 0,0132 – 0,0210, untuk

pemakaian konsentrasi katalis yang sama dengan penelitian ini (0,1 – 0,2%). Perbandingan antara konsentrasi pentosa hasil percobaan dengan hasil pemodelan (menggunakan model Parajo et al. [1993]) untuk berbagai konsentrasi HCl diberikan dalam Gambar 2. Prilaku hidrolisis hemiselulosa sisa ketaman memperlihatkan dua proses seri searah yang berbeda lajunya. Reaksi pertama merupakan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan reaksi kedua merupakan dekomposisi produk yang dihasilkan. Mulanya reaksi berlangsung cepat, sampai menit ke-120, dan kemudian cenderung konstan untuk kurun waktu 120 sampai 180 menit, dan akhirnya sedikit menurun sampai waktu ke 240 menit. Turunnya kadar pentosa dalam cairan pemasak menunjukkan terjadinya proses degradasi produk gula yang dihasilkan dan menghasilkan furfural.

Tabel 2. Hasil regresi model kinetika hidrolisis hemiselulosa yang diajukan

Model Parameter kinetika dan Statistik

Konsentrasi HCl, %-berat

0,1 0,2 0,3

Parajo et. al. [1993]

k1 (menit-1) 0,0023 0,0026 0,0028

k2 (menit-1) 0,0127 0,0112 0,0141

R2 96,2 96,7 96.1

Kim & Lee [1987] k1 (menit-1) 0,0038 0,0025 0,0039

k2 (menit-1) 0,0025 0,0025 0,0006

k3 (menit-1) 0,0021 0,0112 0,0097

(6)

Gambar 2. Prilaku hidrolisis hemiselulosa pada fraksionasi dengan proses

acetosolv

Peningkatan konsentrasi HCl dari 0,1% menjadi 0,15% tidak menghasilkan prilaku hidrolisis yang berbeda, tetapi peningkatan konsentrasi menjadi 0,2% memberikan prilaku yang sedikit berbeda. Pada penggunaan HCl 0,2%, penurunan kadar pentosa dalam cairan pemasak menjadi lebih cepat. Meningkatnya jumlah HCl ternyata meningkatkan laju dekomposisi produk gula, penomena yang sama juga dilaporkan oleh peneliti sebelumnya [Kim and Lee 1987, Parajo et al. 1993].

KESIMPULAN

Penelitian hidrolisis sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv memberikan beberapa kesimpulan yakni, hidrolisis menghasilkan pentosa dan furfural yang larut dalam media asam asetat dengan kadar (0,9 – 2,7%) dan (7,2 – 7,68%). Waktu reaksi dan konsentrasi katalis HCl berpengaruh terhadap laju hidrolisis. Waktu reaksi yang lebih lama dan tingginya konsentrasi katalis HCl cenderung mendorong terjadinya dekomposisi produk pentosa. Prilaku hidrolisis sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv menguatkan kembali asumsi mekanisme hidrolisis hemiselulosa terjadi dengan dua reaksi seri searah berorde satu yang memiliki kelajuan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Fadhlah, S, A. Indra, Zulfansyah, M.P. Sembiring, 2002, Delignifikasi sisa

ketamana kayu dalam media asam asetat, Prosiding Seminar Nasional

Teknik Kimia – Pengembangan Teknologi Proses dan Pemanfaatannya, Medan.

Kim, S.B, Y.Y. Lee, 1987, Kinetic in acid catalized hydrolisis of hardwood

hemicelluloces, Biotechnology dan Bioengineering Symp., No. 17.

Myerly, R.C, M.D. Nicholson, R. Katzen, 1981, The forest refinery, Chemtech, March: 186 – 192.

Parajo, J.C., J.L. Alonso, D. Vazquez, 1993, On the behaviour of lignin and

hemicellluce during acetosolv process, Bioresource Technology, 46: 233

(7)

Shukry, N, S.A. El-Meadaway, M.A. Nassar, 1992, Pulping with organic acid:

acetic acid pulping of baggase, J. Chem. Biotechonol., 54: 135 – 143.

Susanto, H, 1998, Utilization of biomass for chemical resource: preliminary

experiments on the acetosolv-processing of oil-palm empty fruit bunch,

Paper presented at HEDS-SST ’97, Padang.

Vazquez, G, G. Antorena, J. Gonzales, 1995, Acetosolv pulping of eucalyptus

globulus wood by acetic acid: Part I. The effect of operational variables on the pulp yield, pulp lignin and potential pulp glucose content,

Holzforshung, 49: 69 – 75.

Zulfansyah, S.Z. Amraini, Fauzi, Fraksionasi Limbah Kayu dalam Media Asam

Gambar

Gambar 1. Skema percobaan hidrolisis hemiselulosa pada fraksionasi  sisa ketaman kayu dalam proses acetosolv
Tabel 2. Hasil regresi model kinetika hidrolisis hemiselulosa yang diajukan
Gambar 2. Prilaku hidrolisis hemiselulosa pada fraksionasi dengan proses  acetosolv

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Kifayah Al-Akhyar disebutkan bahwa orang yang mukim dibolehkan untuk menjamak shalat pada waktu pertama dari shalat Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya’ dikarenakan

saat ini, sehingga melatarbelakangi penulis untuk memberikan judul: Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia dengan ASEAN dalam Pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jenis pelarut mempengaruhi ekstraksi minyak cengkeh dengan metode ultrasonik, dimana pelarut etanol yang

148.600.000, Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam pembangunan Fisik di Desa Amang telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan perundangan-undangan, tetapi

Abstrak -- Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh posisi objek dalam pembuatan protipe cepat (rapid prototyping) dengan menggunakan 3D printing untuk bahan polymer

Banyak tim Satuan Pengawasan Intern (SPI) di berbagai perguruan tinggi, khususnya yang belum berstatus Badan Layanan Umum (BLU) tidak dapat berfungsi dengan baik karena

Fokus penelitian :1) Pelaksanaan supervisi pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Negeri Aryojeding Rejotangan Tulungagung, 2) Hambatan dari pelaksanaan supervisi pembelajaran

Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri Yang Berasosiasi Dengan Karang Batu Dari Perairan Bitung Dan Spons Dari Selat Makasar.. Jurnal