• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MANFAAT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PERIKANAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur) BAKTI ANJANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN MANFAAT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PERIKANAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur) BAKTI ANJANI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MANFAAT PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI PERAIRAN BAGI PERIKANAN

BERKELANJUTAN

(Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur)

BAKTI ANJANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Bakti Anjani C252110151

(3)

RINGKASAN

BAKTI ANJANI. Kajian Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan MENNOFATRIA BOER.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007, Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Konsep KKP yaitu melindungi suatu kawasan perairan yang memiliki karakteristik tertentu dengan menggunakan sistem zonasi. Idealnya pembagian zonasi dalam sebuah kawasan konservasi perairan terbagi menjadi 4 zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya. Dalam zonasi-zonasi yang ada di KKP terdapat tiga ekosistem penting yaitu ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.

Terumbu karang (coral reef) sebagai salah satu ekosistem yang termasuk dalam zonasi kawasan konservasi perairan (KKP) memiliki manfaat diantaranya habitat berbagai biota laut seperti ikan karang, moluska, dan krustasea. Terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya juga menyediakan makanan dan merupakan tempat memijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga ekosistem terumbu karang tersebut penting untuk dikelola dengan sangat baik, guna menunjang kegiatan perikanan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji kondisi ekosistem terumbu karang dan perikanan karang tangkap di KKP Berau dengan melihat tren penangkapan ikan kerapu, menganalisis aktivitas penangkapan ikan dan perilaku nelayan setempat, mengkaji manfaat pengelolaan KKP Berau terhadap kondisi perikanan dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan serta memberikan rekomendasi terkait strategi pengelolaan perikanan berkelanjutan di KKP Berau.

Analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis regresi untuk melihat hubungan antara kawasan konservasi terhadap perikanan kerapu serta analisis prospektif untuk menduga strategi pengelolaan yang sesuai untuk diterapkan di KKP Kabupaten Berau. Persen tutupan karang selama kurun waktu 8 tahun (2003-2011) mengalami penurunan sebesar 35%, setara dengan 4,5 % per tahun dan hasil wawancara menunjukkan menurunnya hasil tangkapan ikan kerapu setiap harinya (rata-rata 2 ekor).

Aktivitas penangkapan ikan kerapu oleh nelayan di Kabupaten Berau sudah terspesifikasi dengan baik yaitu menggunakan alat tangkap bubu (perangkap) yang diperuntukkkan bagi daerah karang, namun masih terdapat nelayan yang tidak bertanggung jawab yang melakukan kegiatan penangkapan dengan bom dan potassium. Analisis menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang sangat memberikan pengaruh terhadap kelimpahan ikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya jumlah ikan yang terdapat di karang yang memiliki persen tutupan karang hidup yang besar. Selain itu, dari analisis yang sama dapat disimpulkan bahwa jika KKP Berau dikelola dengan baik dan persentase tutupan karang hidup dapat ditingkatkan, maka jumlah individu ikan yang akan naik sebesar 5 individu per persen tutupan karang hidup.

(4)

Penurunan kelimpahan ikan di alam mengakibatkan turunnya kemampuan alat tangkap dalam menghasilkan tangkapan ikan kerapu, sehingga nilai pendapatan yang diperoleh nelayan dari kerapu juga menurun menjadi Rp. 241.472,8014 per kg dengan dugaan surplus konsumen sebesar Rp. 4.150.000. Hasil analisis prospektif menunjukkan faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan KKP yaitu kualitas SDM, produksi perikanan, lokasi konservasi, pengawasan dan penerapan sanksi, serta harga komoditas perikanan.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu manfaat KKP Berau (Peraturan Bupati no. 31 tahun 2005) bagi perikanan berkelanjutan belum dapat dirasakan secara nyata karena belum adanya kegiatan pengelolaan terhadap kawasan konservasi perairan ini, seperti : belum ada pembagian zonasi sesuai Undang-Undang No.45/2009 dan PP No.60/2008, lemahnya kualitas SDM, tingginya praktek penangkapan tidak ramah lingkungan, lemahnya pengawasan dan penerapan sanksi, serta lemahnya kekuatan hukum mengenai penetapan perairan Laut Berau menjadi kawasan konservasi perairan sebagai akibat dari belum ditetapkannya perairan laut Berau menjadi Kawasan Konservasi Perairan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rekomendasi bagi pengelolaan KKP Berau yaitu meningkatkan kualitas dari lima faktor kunci keberhasilan pengelolaan KKP. Berdasarkan analisis prospektif, maka skenario yang paling memungkinkan untuk pengelolaan KKP Berau saat ini yaitu skenario moderat.

Kata kunci : manfaat, kawasan konservasi perairan, perikanan.

(5)

SUMMARY

BAKTI ANJANI. Study of Water Conservation Benefits Management For Sustainable Fisheries (Case Study Sea Waters of Berau, East Kalimantan). Supervised by Luky ADRIANTO and MENNOFATRIA BOER.

According to Government Regulation No . 60/2007 , a Marine Protected Areas (MPA) refers to a marine water area, which is protected and managed through a zoning system, to achieve sustainable management of fish resources and ecosystems. Marine Protected Area concept of protecting an area of water that has certain characteristics by using a zoning system. Ideally division of zoning in a marine reserve is divided into 4 zones: the core zone, the zone of sustainable fisheries, utilization zones, and other zones. In the zones of MPA, there are three important ecosystems namely mangrove, seagrass and coral reef ecosystems.

Coral reefs as one of the ecosystems that are included in the zoning of marine protected areas (MPA) has a variety of benefits including habitat for marine life such as reef fish, mollusks, and crustaceans. Coral reefs and other coastal ecosystems also provide food and a place to spawn for the various types of marine life that have high economic value so that coral reef ecosystems is important to be managed very well, in order to support sustainable fisheries activities and improving social welfare.

The purpose of this study is assessing the condition of coral reef ecosystems and reef fisheries catch in Berau MPA with see trends grouper fishing, analyze the fishing activity and behavior of the local fishermen, examines the benefits of Berau MPA management of the condition and welfare of fishing communities in order to support sustainable fisheries activities and provide recommendations related to sustainable fisheries management strategies in Berau MPA.

The regression analysis used in this study to examine the relationship between the conservation area and the grouper fishery, prospective analysis to infer the appropriate management strategies to be implemented in the Berau MPA. Percent coral cover during the period of 8 years (2003-2011) was decreased by 35%, equivalent to 4.5% per year and the results of interviews showed declining catches of grouper fish each day (on average 2 tails).

Grouper fishing activity by fishermen in Berau already well-specified using gear, that is traps (trap) that use for the reef area, but there are still irresponsible fishermen who conduct fishing activities with bombs and potassium. Analysis showed that coral reef ecosystems are very giving effect to the abundance of fish. This is shown by the large number of fish found in coral with large percent of live coral cover. Moreover, the same analysis can be concluded, if the Berau MPA well managed and the percentage of live coral cover can be increased, then the number of individual fish will rise by 5 individuals per percent live coral cover.

The decline in fish abundance in nature resulting a decline in ability to produce of fishing gear catches of grouper, so the value of the income derived from grouper fishermen also declined to Rp. 241472.8014 per kg with allegations of consumer surplus of Rp. 4.150.000. Results of a prospective analysis showed that the key success factor for management of MPA is the quality of human resources management, fisheries production, conservation location, supervision and sanctions, as well as commodity prices fishery.

(6)

The conclusion of this study is benefits of Berau MPA (the decree no. 31 of 2005) for sustainable fisheries can not be perceived as real as the absence of management activities on water conservation, such as: there is no zoning division according to the Law 45 / 2009 and PP 60/2008, the lack of human resources quality, high unsustainable fishing practices, lack of oversight and the imposition of sanctions, and the weak force of law regarding the establishment of Berau sea waters into marine protected areas as a result of the enactment yet Berau marine waters into the Conservation Area waters by the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries. Recommendations for the management in Berau MPA is to improve the quality of management from five key success factors of the MPA. Based on the prospective analysis, the most likely scenario for the current management of the Berau MPA is moderate scenario.

Key words : benefits, fisheries, marine protected area.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Mei 2013 ini ialah manfaat konservasi, dengan judul Kajian Manfaat Program Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Perairan Laut Berau, Kalimantan Timur).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Luky Adrianto, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku komisi pembimbing, Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku penguji luar komisi, serta Bapak Dr Ir Handoko Adi Susanto, MSc yang telah banyak memberi saran.

Penulis menyadari, bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Juli 2014

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Desember 1988 sebagai anak sulung dari pasangan Undang Suntana dan Lilis. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB.

Penulis bekerja sebagai Guru di Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Bogor sejak tahun 2012. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah manfaat pengelolaan kawasan konservasi perairan bagi perikanan berkelanjutan.

Dalam melakukan penelitiannya, penulis didanai oleh dana hibah (Grand) dari Marine Protected Area Governance yang bekerja sama dengan USAID pada tahun 2012. Sebagian dari penelitian ini juga sedang diajukan untuk menjadi publikasi ilmiah (jurnal) skala nasional.

(9)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan pelestarian dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan lautan adalah kawasan pesisir dan laut dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan (Soedharma 2011). Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007, Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara

berkelanjutan. Kawasan Konservasi Perairan terdiri atas Taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam Perairan, dan Suaka Perikanan.

Kawasan konservasi perairan (KKP) atau Marine Protected Area (MPA) memiliki manfaat langsung secara ekologi dan ekonomi. Menurut Claudet et al. (2006), kawasan konservasi dapat memberikan pengaruh positif terhadap keadaan ekosistem yang ditunjukkan dengan besarnya kelimpahan ikan dan keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, mulai dari jenis ikan kecil sampai ikan besar di dalam kawasan MPA Northwestern Mediteranean jika dibandingkan sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai MPA. Bohnsack (1996) juga menjelaskan bahwa MPA memberikan manfaat langsung dengan kontribusinya dalam restorasi stok yang telah mengalami overfishing, selain itu MPA juga menjadi alat yang efektif untuk pengelolaan perikanan. Manfaat KKP secara ekonomi dapat dirasakan secara langsung dengan tingginya kegiatan ekowisata sport fishing yang dilakukan di KKP (Gao dan Hailu 2011), selain itu Cesar dan Chong in Lestaluhu (2008) juga menunjukkan besarnya nilai ekonomi ekosistem terumbu karang dalam manfaatnya bagi perikanan, wisata, dan kegiatan lainnya.

Kawasan konservasi perairan Berau (Kalimantan Timur) yang dalam hal ini merujuk pada Peraturan Bupati nomor 31 tahun 2005 merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan dan pesisir dengan keanekaragaman hayati cukup tinggi di Indonesia. Keanekaragaman hayati laut Kabupaten Berau merupakan terbesar kedua setelah Raja Ampat. Perairan Berau dikenal sebagai wilayah yang memiliki habitat penyu hijau terbesar di Indonesia. Selain potensi perikanan, keindahan bawah lautnya menjadi daya tarik sendiri bagi kegiatan wisata bahari (DKP Berau 2011). Kabupaten Berau mempunyai luas wilayah 34.127 km2, dengan letak geografis pada koordinat 1º - 2º 33’ LU dan 116º - 119º BT. Secara administratif Kabupaten Berau memiliki batas-batas wilayah yaitu : Utara : berbatasan dengan Kabupaten Bulungan

Timur : berbatasan dengan Laut Sulawesi

Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur

(10)

Wilayah Kabupaten Berau terdiri dari 13 Kecamatan dan 8 Kecamatan diantaranya merupakan kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dan laut yaitu Kec. Sambaliung, Kec. Pulau Derawan, Kec. Pulau Maratua, Kec. Tabalar, Kec. Biatan-Lempake, Kec. Talisayan, Kec. Batu Putih dan Kec. Biduk-biduk. Secara geografis Rencana Kawasan Konservasi Laut Berau berada pada koordinat 2º 49’ 42.6” - 1º 2’ 0.06” LU dan 117º 59’ 17.16” - 119º 2’ 50.30” BT. Luas wilayah

KKL tersebut meliputi seluruh wilayah pesisir dan laut termasuk kawasan mangrove, yaitu 1.222.988 ha, yang tersebar di 7 Kecamatan pesisir kecuali Kec. Sambaliung.

Menurut Susanto (2011), kawasan konservasi perairan terbagi kedalam empat zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Zona tersebut terdiri dari beberapa ekosistem yang menunjang seperti ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang yang masih dalam kondisi baik. Ketiga ekosistem tersebut memiliki fungsi masing-masing. Fungsi dari ketiga ekosistem tersebut secara umum yaitu sebagai daerah penyangga dari laut lepas dan daerah pantai sampai ke darat serta sebagai daerah asuhan dan daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan.

Terumbu karang (coral reef) adalah salah satu ekosistem yang paling produktif disamping ekosistem lainnya seperti lamun, mangrove dan estuarine. Ekosistem ini kaya akan sumber daya alam dan kondisinya yang baik akan menjadi objek yang indah bagi kegiatan wisata, selain itu terumbu karang ini merupakan daerah yang menjadi target penangkapan oleh nelayan (Sumadhiharga 2006). Sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip, terumbu karang menyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak langsung. Ekosistem terumbu karang banyak meyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan karang, moluska, dan krustasea bagi masyarakat yang hidup dikawasan pesisir. Terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya menyediakan makanan dan merupakan tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena itu intensitas penangkapan di daerah terumbu karang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah mangrove dan lamun.

Keanekaeagaman hayati yang tinggi di daerah terumbu karang menyebabkan tingginya tingkat penangkapan yang terjadi di daerah tersebut jika dibandingkan ekosistem lainnya yang termasuk ke dalam kawasan konservasi ini. Dengan demikian, apabila kegiatan perikanan di ekosistem terumbu karang tersebut tidak dikelola dengan baik, maka memungkinkan terjadinya overfishing baik secara rekrutmen ataupun growth overfishing, sehingga ikan-ikan karang tersebut akan berpotensi untuk punah. Atas dasar tersebut penting untuk dilakukannya sebuah kajian mengenai Manfaat Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bagi Perikanan Berkelanjutan untuk dijadikan sebagai alat dan acuan oleh nelayan dan pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan kegiatan pemanfaatan di sebuah perairan.

(11)

1.2 Perumusan Masalah

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Tujuan KKP tersebut dapat dicapai apabila KKP dikelola dengan baik serta memberikan manfaat terutama bagi perikanan. Konsep KKP yaitu melindungi suatu kawasan perairan yang memiliki karakteristik tertentu dengan menggunakan sistem zonasi. Idealnya pembagian zonasi dalam sebuah kawasan konservasi perairan terbagi menjadi 4 zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya. Dalam zonasi-zonasi yang ada di KKP terdapat tiga ekosistem penting yaitu ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.

Terumbu karang (coral reef) sebagai salah satu ekosistem yang termasuk dalam zonasi kawasan konservasi perairan (KKP) di KKP Berau memiliki manfaat diantaranya habitat berbagai biota laut seperti ikan karang, moluska, dan krustasea. Terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya juga menyediakan makanan dan merupakan tempat memijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga ekosistem terumbu karang tersebut penting untuk dikelola dengan sangat baik, guna menunjang kegiatan perikanan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kawasan konservasi perairan Berau (Peraturan Bupati nomor 31 tahun 2005) memiliki permasalah dalam kegiatan implementasi pengelolaan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini guna melihat manfaat KKP bagi perikanan diantaranya yaitu :

1. Bagaimana kondisi perikanan karang di KKP Berau?

2. Bagaimana aktivitas perikanan karang tangkap dan perilaku nelayan di KKP Berau?

3. Bagaimana pengaruh dan manfaat dari penetapan KKP Berau terhadap kondisi perikanan dan kesejahteraan masyarakat sekitar?

4. Bagaimana strategi pengelolaan KKP dalam mendukung perikanan berkelanjutan?

1.3 Tujuan Penelitian

Kompleksitas yang ada dalam kegiatan perikanan menjadikan para pengelola perikanan terus merumuskan berbagai metode untuk mendapatkan cara terbaik dalam melakukan kegiatan pengelolaan ini terutama di wilayah perairan laut. Pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan mendeklarasikan target pengembangan KKP seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan menjadi dua kali lipat pada tahun 2020 (Susanto 2011). Penyelenggaraan program pembentukan kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020 ini tentunya harus dilandasi dengan adanya manfaat dari KKP tersebut. Berdasarkan permasalahan yang ada di KKP terutama KKP Berau, maka penelitian ini bertujuan untuk :

(12)

1. Mengkaji kondisi ekosistem terumbu karang dan perikanan karang tangkap di KKP Berau dengan melihat tren penangkapan ikan selama terbentuknya KKP tersebut.

2. Menganalisis aktivitas penangkapan ikan dan perilaku nelayan setempat dalam mendukung perikanan berkelanjutan.

3. Mengkaji manfaat penetapan KKP Berau terhadap kondisi perikanan dan kesejahteraan masyarakat di KKP Berau dalam rangka mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan.

4. Memberikan rekomendasi terkait strategi pengelolaan perikanan berkelanjutan di KKP Berau.

1.4 Manfaat

Tulisan dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak terkait dalam menentukan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan di Kawasan Konservasi Perairan Berau, Kalimantan Timur, serta sebagai bahan masukan untuk mengoptimalkan kegiatan perikanan di Kawasan tersebut. Selain itu, tulisan ini juga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan terkait manfaat yang diberikan oleh sebuah Kawasan Konservasi Perairan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kawasan konservasi perairan (KKP) sebagai salah satu alat dalam pengelolaan perikanan terbagi kedalam empat zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya. Zona inti merupakan daerah yang sangat dilindungi (no-take zone / perlindungan mutlak) karena merupakan daerah pemijahan, pengasuhan serta alur ruaya ikan dalam siklus hidupnya sehingga pemanfaatannya dibatasi hanya untuk penelitian (pendidikan). Zona perikanan berkelanjutan memiliki nilai konservasi namun memiliki toleransi terhadap beberapa jenis pemanfaatan seperti penangkapan ramah lingkungan dan budidaya. Zona pemanfaatan diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata, penelitian dan pengembangan sedangkan zona lainnya dimanfaatkan sebagai zona rehabilitasi dan zona khusus untuk menunjang aktivitas lainnya.

Dengan pembagian zonasi di sebuah kawasan konservasi perairan tersebut diharapkan kegiatan perikanan ataupun pemanfaatan lainnya terhadap sumber daya pesisir dan laut dapat berjalan optimal dan berkelanjutan sehingga dapat mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Terumbu karang sebagai ekosistem dalam sebuah KKP menjadi penting untuk diperhatikan karena merupakan ekosistem dengan keanekaragaman yang sangat tinggi baik untuk jenis ikan, moluska, krustasea ataupun hewan karang itu sendiri.

(13)

Keanekaragaman ini yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi yaitu sebagai daerah tangkapan ikan maupun objek wisata.

Ikan-ikan yang terdapat di ekosistem terumbu karang sangat beragam. Nelayan sebagai pihak yang melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumber daya ikan karang ini memiliki ikan target yang bernilai ekonomis tinggi sebagi sumber penghasilannya, namun penangkapan ikan target ini sering diikuti hasil tangkapan sampingannya (by catch). Hal tersebut juga penting untuk diperhatikan agar proses-proses alamiah yang terjadi di ekosistem tersebut tetap terjaga keseimbangannya. Pengembangan KKP ini harus sejalan antara kelangsungan ekosistem (perikanan berkelanjutan) dengan kesejahteraan masyarakat (tidak menimbulkan konflik sosial), apabila KKP tidak memberikan manfaat maka pelaksanaannya akan sulit, selain itu kegiatan ini menjadi tidak efisien karena membutuhkan biaya yang sangat besar namun tidak memberikan manfaat secara nyata. Sehingga atas dasar tersebut, secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Ekologi : Kondisi Terumbu Karang dan Perikanan

Ekonomi : Wisata dan Pendapatan

Analisis Manfaat Pengelolaan KKP Ya Tidak Masalah Pengelolaan KKP Konsep KKP Implementasi Pengelolaan KKP Strategi Keberhasilan Pengelolaan KKP Revisi Peningkatan

Bagaimana Manfaat Pengelolaan KKP bagi Perikanan ?

(14)

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan analisis data serta pembahasan yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.Kondisi ekosistem terumbu karang selama kurun waktu 8 tahun (2003-2011) terakhir mengalami penurunan sebesar 36 % atau setara dengan 4,5 % per tahun kondisi ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan.

2.Tren penangkapan ikan kerapu selama penelitian mengalami penurunan setiap harinya karena lokasi penangkapan yang tidak berubah (rata-rata 2 ekor). Selain itu, pada umumnya nelayan menangkap di sekitar wilayah yang dicadangkan sebagai wilayah konservasi.

3.Aktivitas penangkapan ikan kerapu oleh nelayan di Kabupaten Berau sudah terspesifikasi dengan baik yaitu menggunakan alat tangkap bubu (perangkap) yang diperuntukkkan bagi daerah karang, namun masih terdapat nelayan yang tidak bertanggung jawab yang melakukan kegiatan penangkapan dengan bom dan potassium.

4.Analisis menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang sangat memberikan pengaruh terhadap kelimpahan ikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya jumlah ikan yang terdapat di karang dengan persen tutupan karang hidup yang besar. Selain itu, dari analisis yang sama dapat disimpulkan bahwa jika KKP Berau dikelola dengan baik dan persentase tutupan karang hidup dapat ditingkatkan, maka jumlah individu ikan yang akan naik sebesar 5 individu per persen tutupan karang hidup.

5.Penurunan kelimpahan ikan di alam mengakibatkan turunnya kemampuan alat tangkap dalam menghasilkan tangkapan ikan kerapu, sehingga nilai pendapatan yang diperoleh nelayan dari kerapu juga menurun menjadi Rp. 241.472,8014 per kg.

6.Manfaat KKP Berau bagi perikanan belum dapat dirasakan secara nyata karena peraturan mengenai KKP Berau belum ditetapkan secara legal, belum adanya sistem zonasi, dan belum dilaksanakannya kegiatan pengelolaan terhadap KKP Berau, sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi terhadap pengelolaan KKP Berau pun belum bisa diselesaikan. 7.Kunci keberhasilan dalam kegiatan pengelolaan KKP Kabupaten Berau

yaitu dengan meningkatkan kualitas dari lima faktor yang menjadi kunci keberhasilan yaitu kualitas SDM, produksi perikanan, harga komoditas perikanan, lokasi konservasi, serta pengawasan dan penerapan sanksi. Berdasarkan analisis prospektif, maka skenario yang paling memungkinkan untuk pengelolaan KKP Berau saat ini yaitu skenario moderat.

(15)

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya memerlukan informasi mendalam mengenai kondisi ekologis karang per satuan waktu (time series), kelimpahan ikan karang per luasan tertentu, serta produksi tahunan ikan karang. Untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi kondisi karang tersebut juga diperlukan informasi mengenai kegiatan perikanan lainnya yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Berau ataupun di seitar ekosistem terumbu karang tersebut seperti kegiatan pertambangan, budidaya, pelabuhan, industri, dan lainnya. Hal ini menjadi penting karena tingginya usaha selain perikanan yang dapat memberikan dampak negatif bagi sektor perikanan. Selain itu, disarankan juga kepada pihak berwenang untuk segera menetapkan kawasan perairan Kabupaten Berau ini menjadi suatu Kawasan Konservasi Perairan mengingat besarnya manfaat yang dapat diberikan dari kawasan tersebut bagi kepentingan manusia dan keberlanjutan lingkungan.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian  Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)

Referensi

Dokumen terkait

Data primer mencakup data karakteristik keluarga (umur ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, ukuran keluarga, pendapatan per kapita

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang judul: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI pada Materi Operasi

Berdasarkan hasil penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap model pembelajaran mata kuliah praktek teknik pemesinan untuk mahasiswa menjadi

Koordinasi di bidang Statistik dilaksanakan antara Pemerintah Kota Semarang dengan Badan Pusat Statistik (BPS), sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997

Pada aplikasi Interactive whiteboard terdapat keterbatasan yakni belum dapat meng- load gambar baik itu dari sisi server maupun client.. Diharapkan dalam

Perekonomian Sulawesi Utara (Sulut) pada 2019 tercatat bertumbuh sebesar 5,66 persen (YoY, grafik 1.1a) dibandingkan tahun 2018 sebesar 6,01 persen (YoY),

Hasil pemeriksaan darah lengkap dapat dijumpai anemia, trombositopenia, neutropenia, atau sitopenia pada pasien dengan sindrom

Ditemukan lesi semilunar pada kedua lipat paha,berbatas tegas dengan tepi yang lebih merah dan meninggi serta dibagian tengah lesi ditemukan central healing yang ditutupi skuama