• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL AKHIR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENGOLAHAN DATA DAN HASIL AKHIR

3.1Persiapan Data dan Alat

Data yang dimaksud merupakan data yang berkaitan dengan pengolahan citra dan data penduduk yang akan digunakan dalam perhitungan kepadatan penduduk. Sedangkan alat merupakan perangkat atau perlengkapan yang digunakan dalam proses pengolahan citra, data penduduk, sampai dengan penyajian hasil akhir. 3.1.1 Data yang digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Citra Satelit Quickbird wilayah Bandung tahun 2003 2. Peta batas administrasi kota Bandung

3. Data jumlah penduduk wilayah penelitian tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Tamansari.

3.1.2 Alat yang digunakan

Sedangkan alat yang digunakan berupa perangkat lunak komputer yang dipakai dalam pengolahan data, adalah:

1. ERDAS IMAGINE 9.1 , digunakan dalam proses prapengolahan citra 2. ArcView GIS 3.3 , digunakan dalam proses interpretasi, dijitasi,

perhitungan luas tipe perumahan hasil dijitasi, dan penyajian hasil akhir dalam bentuk peta tematik.

3. ArcGIS, digunakan dalam proses overlay hasil dijitasi dengan batas administrasi kota Bandung dan batas Kelurahan Tamansari.

4. Microsoft Exel , digunakan untuk menyusun data hasil dijitasi dan data penduduk berikut hasil proses perhitungan kepadatan penduduk.

(2)

3.2Prapengolahan Citra

Tahapan prapengolahan citra merupakan tahapan awal sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam prapengolahan citra yaitu: koreksi geometrik citra, pemotongan citra, dan penajaman citra (image enhancement).

3.2.1 Koreksi geometrik

Koreksi geometrik citra bertujuan untuk menghilangkan kesalahan geometrik pada citra serta mendapatkan hubungan antara sistem koordinat citra dengan sistem proyeksi. Salah satu caranya yaitu melakukan koreksi dengan meregistrasi koordinat citra terhadap koordinat GPS (Global Positioning System). Sehingga datum dan sistem proyeksi citra akan sesuai dengan datum dan sistem koordinat GPS yang digunakan sebagai referensi. Datum yang digunakan oleh koordinat GPS adalah WGS 1984 (World Geodetic System 1984) dan sistem proyeksinya adalah sistem UTM (Universal Tranverse Mercator).

Citra satelit Quickbird yang digunakan dalam penelitian ini sebenarnya telah ter-rektifikasi. Karena itu tidak perlu lagi dilakukan proses koreksi geometrik dengan pengadaan GCP (Ground Control Point). Namun untuk menguji apakah citra tersebut benar-benar telah ter-rektifikasi dengan baik maka dilakukan perhitungan nilai RMSe ICP (Independent Check Point).

Nilai RMSe digunakan untuk mengevaluasi nilai hasil dari pengamatan/pengukuran terhadap nilai sebenarnya atau nilai yang dianggap benar. Caranya dengan menguji beberapa titik pada citra yang telah dikoreksi geometrik terhadap titik kontrol tanah yang telah tereferensi dengan sistem proyeksi tertentu. Apabila saat penandaan titik ICP di citra nilai RMSe-nya ≥ 0.5 piksel, maka proses penandaan titik tersebut harus diulang sampai didapat nilai RMSe < 0.5 piksel. (Herman, Yuliana. 2005).

(3)

Titik yang dipilih sebagai ICP, seperti yang terlihat pada tabel dibawah:

Tabel 3.1 Koordinat referensi GPS Geodetik

Sumber: Laporan GCP dengan survey GPS untuk keperluan rektifikasi citra daerah Bandung, 2007).PT Atlas

Sebaran titik ICP tersebut seperti dalam gambar berikut.

Gambar 3.1 Sebaran Independent Check Points (ICP) 3.2.2 Pemotongan Citra

Setelah melalui proses koreksi geometrik citra, maka kita akan memperoleh citra yang telah terkoreksi secara geometrik dan siap untuk proses prapengolahan citra selanjutnya yaitu proses pemotongan citra. Data citra yang diperoleh merupakan data citra Kota Bandung secara keseluruhan, sedangkan yang diperlukan dalam penelitian ini hanya kelurahan Tamansari saja. Sehingga dilakukanlah pemotongan citra untuk dapat mempermudah proses pengerjaan. Pemotongan citra juga bermanfaat untuk menghemat memori penyimpanan data sehingga dapat mempercepat proses pengolahan data. Pemotongan citra dilakukan dengan

(4)

meng-overlay citra tersebut dengan peta batas administrasi kelurahan Tamansari. Syarat agar kita bisa melakukan overlay yaitu citra Quickbird dan peta administrasi tersebut harus memiliki datum dan sistem proyeksi yang sama. Datum yang digunakan yaitu WGS 1984 dan sistem proyeksi UTM. Proses pemotongan citra ini masih dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yang sama dengan proses koreksi geometrik, yaitu ERDAS IMAGINE 9.1.

Citra Quickbird dan peta batas wilayah penelitian sebelum dilakukan pemotongan citra ditunjukan dalam gambar berikut:

Citra Quickbird Batas wilayah Tamansari

Hasil pemotongan citra

Hasil Pemotongan Citra

Gambar 3.2 Proses pemotongan citra

3.2.3 Penajaman Citra (image enhancement)

Penajaman citra bertujuan untuk meningkatkan mutu citra, yaitu untuk menguatkan kontras kenampakan yang tergambar dalam citra dijital (Purwadhi, 2001). Proses penajaman citra dilakukan dengan cara peregangan kontras (contrass stretch). Hal ini untuk memperoleh tampilan warna citra yang paling bagus, sehingga dapat mempermudah proses interpretasi citra. Proses ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9.1.

(5)

Gambar 3.3 Hasil Penajaman Citra

3.3Interpretasi Citra

Interpretasi citra merupakan proses pengkajian citra melalui proses identifikasi dan penilaian mengenai obyek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain interpretasi citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya. Dalam interpretasi citra peginderaan jauh, ada beberapa kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas ada atau tidaknya obyek pada suatu citra, pengamatan apakah ada obyek lain selain yang ingin diamati. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Sedangkan tahapan analisis merupakan tahapan mengumpulkan keterangan secara lebih rinci.

Dalam interpretasi citra ada 7 (tujuh) kunci interpretasi. Berikut penjelasan mengenai ketujuh kunci interpretasi tersebut.

1. Bentuk. Merupakan konfigursai dari suatu obyek. Obyek dapat dikenali dengan melihat bentuknya.

2. Ukuran. Ukuran objek diperoleh setelah diketahui skala dari citra yang merupakan fungsi dari jarak, luas, tinggi dan volume.

3. Pola. Merupakan bentuk susunan spasial objek. Pengulangan bentuk umum tertentu merupakan karakteristik bagi banyak objek yang bisa memberikan suatu pola sehingga mempermudah proses interpretasi.

(6)

4. Bayangan. Berhubungan dengan bentuk, ukuran dan tinggi suatu objek. Dengan bayangan, proses interpretasi akan lebih mudah karena bayangan bisa memberikan gambaran profil suatu objek.

5. Rona. Memperlihatkan tingkat kecerahan relatif objek yang ada dalam citra.

6. Tekstur. Merupakan susunan dan variasi tone yang berhubungan dengan kehalusan dan kekasaran tampilan citra. Tekstur merupakan gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan dan rona.

7. Asosiasi. Menunjukan lokasi suatu objek dalam hubungannya dengan objek lain.

Selain ketujuh kunci interpretasi diatas, ada faktor tambahan lain yang dapat mempengaruhi interpretasi, yaitu: kualitas citra yang digunakan serta pengetahuan lokal (local knowledge). Pengetahuan yang dimaksud yakni pengetahuan mengenai objek interpretasi yang terdapat pada citra, sehingga menyangkut pemahaman penafsir terhadap objek di wilayah yang dikaji.

3.4Survey Lapangan

Pada saat melakukan interpretasi citra, adakalanya interpreter akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi suatu objek pada citra. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan survey lapangan untuk lebih meyakinkan hasil interpretasi. Mengingat wilayah kajian yang hanya mencakup 1(satu) kelurahan saja, maka survey lapangan tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Survey lapangan juga diperlukan untuk mempermudah proses dijitasi on-screen tipe-tipe permukiman, sehingga hasil dijitasi akan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dalam proses ini dilakukan juga pengambilan gambar terhadap tipe-tipe permukiman yang akan digunakan sebagai dokumentasi untuk proses dijitasi. Foto perumahan hasil survey lapangan dapat dilihat pada halaman lampiran.

3.5Dijitasi on-screen tipe-tipe Permukiman

Dijitasi yang dilakukan disini yakni proses penentuan tipe-tipe permukiman yang sudah ditentukan mengacu pada makalah tugas akhir Deonald. T (2007) dengan menggunakan kunci interpretasi citra. Dijitasi ini dilakukan secara manual dengan

(7)

cara interpretasi visual. Selain itu, dijitasi ini juga dilakukan tanpa melibatkan nilai kecerahan, yakni langsung dilakukan pada layar (on-screen). Hal ini dilakukan karena pada citra Quickbird proses klasifikasi yang melibatkan kecerahan hasilnya selalu kurang baik, oleh karena itu lebih baik dilakukan dengan cara dijitasi langsung (Sukendar, 2004).

Proses dijitasi ini merupakan tahapan proses yang penting setelah klasifikasi. Karena proses inilah yang akan menghasilkan data luas untuk perhitungan. Oleh sebab itu, diperlukan ketepatan yang akurat dalam melakukan dijitasi. Ketidaktepatan dijitasi akan mengakibatkan kesalahan data luas tipe permukiman. Disinilah peranan survey lapangan disertai dengan dokumentasi foto yang telah dilakukan sebelumnya. Dijitasi yang dilakukan yakni pada daerah yang diidentifikasi sebagai lahan hunian saja serta dijitasi batas RW (rukun warga) untuk Kelurahan Tamansari. Proses dijitasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Berikut hasil dijitasi tipe-tipe permukiman tersebut:

(8)

Tabel 3.2 Contoh hasil dijitasi tipe-tipe permukiman

Gambar: dijitasi tipe permukiman mewah

ƒ Polanya teratur (pola)

ƒ Kapling rumah dan halamannya luas (ukuran) ƒ Ada batas antar rumah, tidak terlalu rapat bahkan

ada yang berdiri sendiri (asosiasi)

ƒ Kebanyakan atapnya berwarna gelap, namun ada

beberapa yang berwarna terang (rona)

ƒ Jalan disekitar perumahan berukuran besar dan

banyak ditumbuhi pepohonan (asosiasi)

ƒ Lokasi perumahan berada di tempat yang strategis (asosiasi)

ƒ Bentuk atap rumahnya kompleks (bentuk)

Gambar: dijitasi tipe permukiman menengah

ƒ Polanya teratur (pola)

ƒ Kapling rumahnya cukup besar, walaupun tidak

sebesar perumahan mewah (ukuran)

ƒ Masih ada batas antar rumah,namun lebih rapat

dari pada perumahan mewah (pola)

ƒ Masih memiliki halaman walaupun sempit

(ukuran)

ƒ Kebanyakan beratap coklat kemerahan (rona)

ƒ Jalan disekitarnya cukup besar seperti perumahan mewah (asosiasi)

ƒ Bentuk atapnya kompleks (bentuk)

Gambar: dijitasi tipe permukiman sederhana

ƒ Polanya teratur (pola)

ƒ Kapling rumahnya lebih kecil dari tipe menengah (ukuran)

ƒ Warna atapnya beragam, ada yang terang dan ada

yang gelap (rona)

ƒ Jalan disekitar perumahan lebih kecil dari jalan di perumahan menengah (asosiasi)

ƒ Bentuk atapnya sederhana, tidak kompleks seperti perumahan menengah dan mewah

ƒ Perumahan ini dibangun sangat rapat antar yang

satu dengan yang lain (pola)

Gambar: dijitasi tipe permukiman kampung

ƒ Polanya tidak teratur (pola)

ƒ Kapling rumahnya kecil-kecil dan tidak seragam

antar rumah yang satu dengan yang lain (ukuran)

ƒ Tidak ada halaman dan batas antar rumah sangat

sempit (pola)

ƒ Jalan disekitar perumahan ini sangat sempit, hanya bisa dilalui kendaraan roda dua (asosiasi)

ƒ Warna atapnya sangat beragam (rona) ƒ Bentuk atapnya sederhana (bentuk)

Gambar: dijitasi tipe permukiman liar

ƒ Polanya tidak teratur (pola)

ƒ Kapling rumahnya sangat sempit (ukuran)

ƒ Tidak ada halaman dan batas antar rumah sangat

sulit dibedakan karena sangat rapat sekali (pola) ƒ Bila dilihat dari citra, tidak ada jalan yang melalui

perumahan ini karena hanya ada jalan setapak (asosiasi)

ƒ Warna atapnya beragam (rona)

ƒ Bentuk atapnya sangat sederhana sekali (bentuk)

ƒ Perumahan ini banyak ditemui dipinggir sungai

(9)

Sementara hasil dijitasi batas Rw dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.4 Hasil dijitasi batas wilayah Rw

3.6Perhitungan luas tipe-tipe permukiman

Setelah proses dijitasi tipe-tipe permukiman dilakukan, maka langkah selanjutnya yaitu menghitung luas hasil dijitasi tersebut. Dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3 maka tiap tipe-tipe permukiman hasil dijitasi dapat diketahui luasnya. Data luas yang diperoleh tersebut selanjutnya akan digunakan dalam proses perhitungan kepadatan penduduk.

3.6.1 Penyusunan data dan atribut hasil dijitasi

Hasil dari proses dijitasi tipe-tipe permukiman merupakan visualisasi dalam bentuk poligon. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi terhadap masing-masing poligon dengan cara penambahan atribut. Data atribut disusun dalam bentuk tabel dengan entri yang terdiri dari :

ƒ Shape, merupakan bentuk dari hasil dijitasi, yaitu dalam bentuk poligon.

ƒ ID, merupakan angka yang unik yang diberikan pada masing-masing poligon untuk membedakannya satu dengan yang lain.

ƒ Pola, membedakan setiap poligon termasuk perumahan teratur atau tidak

teratur.

ƒ Kelas, membedakan setiap poligon apakah termasuk tipe perumahan

(10)

ƒ Rw, membedakan setiap poligon termasuk Rw berapa ( Rw 1 - Rw 20 ).

ƒ Luas, merupakan data luas hasil dijitasi untuk masing-masing poligon.

Satuannya m2.

Penyusunan atribut diatas dilakukan pada perangkat lunak ArcView GIS 3.3 dengan mengedit tabel atribut.

Contoh tabel atribut yang dibentuk adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 penyusunan data atribut

3.6.2 Overlay hasil dijitasi tipe dengan batas Rw

Setelah semua poligon hasil dijitasi diberi atribut, maka tahapan selanjutnya yaitu mengoverlay hasil dijitasi tipe permukiman dengan hasil dijitasi batas Rw di Kelurahan Tamansari. Dengan proses overlay maka akan dihasilkan layer yang memuat hasil dijitasi tipe permukiman untuk setiap Rw. Hasil dari proses overlay yaitu berupa tabel yang atributnya merupakan atribut gabungan dari semua poligon dan batas Rw. Dengan melakukan perintah edit tabel, maka akan diperoleh tabel sebagai berikut:

(11)

3.7Perhitungan kepadatan penduduk

Dalam penelitian ini, yang akan dicari yaitu nilai kepadatan penduduk untuk tiap masing-masing tipe perumahan. Daerah penelitian ini adalah daerah Kelurahan Tamansari Bandung yang terdiri dari 20 rukun warga (Rw). Data luas sebagai hasil dijitasi tipe-tipe permukiman pada masing-masing Rw disajikan dalam bentuk tabel. Data luas ini kemudian akan digunakan dalam perhitungan kepadatan penduduk. Tabel yang tersusun adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Luas tipe-tipe permukiman pada wilayah studi Rw Perumahan mewah (m2) Perumahan menengah (m2) Perumahan sederhana (m2) Perumahan Kampung (m2) Perumahan liar (m2) 1 11240.8065 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2 8014.7241 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 3 56531.3758 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 4 0.0000 1266.4761 4489.1037 11713.0542 0.0000 5 0.0000 3797.6713 3680.9929 15012.8604 0.0000 6 0.0000 0.0000 3202.7694 10822.8273 0.0000 7 0.0000 0.0000 0.0000 24593.0758 0.0000 8 10485.1167 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 9 0.0000 0.0000 1844.1223 11169.8077 420.7952 10 0.0000 7143.69 7879.6771 8430.2866 0.0000 11 0.0000 0.0000 4157.6737 9737.327 0.0000 12 0.0000 0.0000 3325.2859 15257.2108 0.0000 13 0.0000 0.0000 6159.4377 12974.4231 0.0000 14 0.0000 0.0000 3275.0995 7644.2059 0.0000 15 0.0000 799.5765 3900.1316 23809.6377 6100.5032 16 0.0000 2492.9237 3508.863 15319.9068 0.0000 17 11755.6157 2565.1719 1203.282 3438.3144 0.0000 18 0.0000 0.0000 6046.5874 15526.871 0.0000 19 2540.0817 3919.4637 1124.9367 6131.9506 0.0000 20 0.0000 0.0000 0.0000 28342.6277 0.0000

Selain data luas tipe-tipe permukiman, data lain yang diperlukan yaitu data jumlah penduduk tiap Rw di wilayah penelitian. Data jumlah penduduk untuk ke-20 (dua puluh) Rw diatas diperoleh dari Kantor Kelurahan Tamansari Bandung.

(12)

Data jumlah penduduk ditunjukkan dalam tabel dibawah.

Tabel 3.6 Jumlah penduduk pada wilayah studi

Dalam metode land use density, hubungan antara total jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk dijelaskan dengan persamaan matematik berikut:

=

=

n i i ji j

A

D

P

1

)

(

(3-1) Dimana:

P = Total jumlah penduduk

A = Total luas daerah yang sudah diidentifikasi ( dalam hal ini Rw) D = kepadatan penduduk dari masing-masing tipe permukiman.

Rw Jumlah Penduduk (orang) 1 650 2 450 3 3300 4 1007 5 1128 6 892 7 1578 8 593 9 902 10 906 11 873 12 1182 13 1208 14 682 15 2543 16 1104 17 974 18 1371 19 558 20 1852

(13)

Apabila persamaan tersebut digunakan dalam perhitungan total jumlah penduduk di 20 (dua puluh) Rw Kelurahan Tamansari, maka model matematiknya akan menjadi seperti berikut:

Tabel 3.7 Model matematik perhitungan wilayah studi

Rw Model matematik 1 P1 = a11d1 + a12d2 + a13d3 + a14d4 + a15d5 650 = 11240.8065 d1 + 0.0000 d2 + 0.0000 d3 + 0.0000 d4 + 0.0000 d5 2 P2 = a21d1 + a22d2 + a23d3 + a24d4 + a25d5 450 = 8014.7241 d1 + 0.0000 d2 + 0.0000 d3 + 0.0000 d4 + 0.0000 d5 3 P3 = a31d1 + a32d2 + a33d3 + a34d4 + a35d5 3300 = 56531.3758 d1 + 0.0000 d2 + 0.0000 d3 + 0.0000 d4 + 0.0000 d5 4 P4 = a41d1 + a42d2 + a43d3 + a44d4 + a45d5 1007 = 0.0000 d1 + 1266.4761 d2 + 4489.1037 d3 + 11713.0542 d4 + 0.0000 d5 5 P5 = a51d1 + a52d2 + a53d3 + a54d4 + a55d5 1128 = 0.0000 d1 + 3797.6713 d2 + 3680.9929 d3 + 15012.8604 d4 + 0.0000 d5 6 P6 = a61d1 + a62d2 + a63d3 + a64d4 + a65d5 892 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 3202.7694 d3 + 10822.8273 d4 + 0.0000 d5 7 P7 = a71d1 + a72d2 + a73d3 + a74d4 + a75d5 1578 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 0.0000 d3 + 24593.0758 d4 + 0.0000 d5 8 P8 = a81d1 + a82d2 + a83d3 + a84d4 + a85d5 593 = 10485.1167 d1 + 0.0000 d2 + 0.0000 d3 + 24593.0758 d4 + 0.0000 d5 9 P9 = a91d1 + a92d2 + a93d3 + a94d4 + a95d5 902 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 1844.1223 d3 + 11169.8077 d4 + 420.7952 d5 10 P10 = a10.1d1 + a10.2d2 + a10.3d3 + a10.4d4 + a10.5d5 1852 = 0.0000 d1 + 7143.69 d2 + 7879.6771 d3 + 8430.2866 d4 + 0.0000 d5 11 P11 = a11.1d1 + a11.2d2 + a11.3d3 + a11.4d4 + a11.5d5 873 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 4157.6737 d3 + 9737.327 d4 + 0.0000 d5 12 P12 = a12.1d1 + a12.2d2 + a12.3d3 + a12.4d4 + a12.5d5 1182 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 3325.2859 d3 + 15257.2108 d4 + 0.0000 d5 13 P13 = a13.1d1 + a13.2d2 + a13.3d3 + a13.4d4 + a13.5d5 1208 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 6159.4377 d3 + 12974.4231 d4 + 0.0000 d5 14 P14 = a14.1d1 + a14.2d2 + a14.3d3 + a14.4d4 + a14.5d5 682 = 0.0000 d1 + 0.0000 d2 + 3275.0995 d3 + 7644.2059 d4 + 0.0000 d5 15 P15 = a15.1d1 + a15.2d2 + a15.3d3 + a15.4d4 + a15.5d5 2543 = 0.0000 d1 + 799.5765 d2 + 3900.1316 d3 + 23809.6377 d4 + 6100.5032 d5 16 P16 = a16.1d1 + a16.2d2 + a16.3d3 + a16.4d4 + a16.5d5 1104 = 0.0000 d1 + 2492.9237 d2 + 3508.863 d3 + 15319.9068 d4 + 0.0000 d5 17 P17 = a17.1d1 + a17.2d2 + a17.3d3 + a17.4d4 + a17.5d5 974 = 11755.6157 d1 + 2565.1719 d2 + 1203.282d3 + 3438.3144 d4 + 0.0000 d5 18 P18 = a18.1d1 + a18.2d2 + a18.3d3 + a18.4d4 + a18.5d5 1371 = 0.0000 d1 + 0.0000d2 + 6046.5874 d3 + 15526.871 d4 + 0.0000 d5 19 P19 = a19.1d1 + a19.2d2 + a19.3d3 + a19.4d4 + a19.5d5 558 = 2540.0817 d1 + 3919.4637 d2 + 1124.9367 d3 + 6131.9506 d4 + 0.0000 d5 20 P20 = a20.1d1 + a20.2d2 + a20.3d3 + a20.4d4 + a20.5d5 1182 = 2540.0817 d1 + 3919.4637 d2 + 1124.9367 d3 + 6131.9506 d4 + 0.0000 d5

(14)

Bila persamaan diatas disusun dalam bentuk matriks, maka terbentuk 3 matriks yang berbeda.

Matriks P, yaitu total jumlah penduduk per-Rw di Kelurahan Tamansari

Matriks A, yaitu total luas tipe permukiman pada masing-masing Rw

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1851 558 1371 974 1104 2543 682 1208 1182 873 906 902 593 1578 892 1128 1007 3300 450 650 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 0 28342.6277 0 0 0 0 6131.9506 1124.9367 4637 . 3919 0817 . 2540 0 15526.871 6046.5874 0 0 0 3438.3144 1203.282 1719 . 2565 6157 . 11755 0 15319.9068 3508.863 9237 . 2492 0 5032 . 6100 23809.6377 3900.1316 5765 . 799 0 0 7644.2059 3275.0995 0 0 0 12974.4231 6159.4377 0 0 0 15257.2108 3325.2859 0 0 0 9737.327 4157.6737 0 0 0 8430.2866 7879.6771 69 . 7143 0 7952 . 420 11169.8077 1844.1223 0 0 0 0 0 0 1167 . 10485 0 24593.0758 0 0 0 0 15012.8604 3202.7694 0 0 0 15012.8604 3680.9929 6713 . 3797 0 0 11713.0542 4489.1037 4761 . 1266 0 0 0 0 0 3758 . 56531 0 0 0 0 7241 . 8014 0 0 0 0 8065 . 1124 205 204 203 202 201 195 194 193 192 191 185 184 183 182 181 175 174 173 172 171 165 164 163 162 161 155 154 153 152 151 145 144 143 142 141 135 134 133 132 131 125 124 123 122 121 115 114 113 112 111 105 104 103 102 101 95 94 93 92 91 85 84 83 82 81 75 74 73 72 71 65 64 63 62 61 55 54 53 52 51 45 44 43 42 41 35 34 33 32 31 25 24 23 22 21 15 14 13 12 11 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a A

(15)

Matriks D, yaitu kepadatan penduduk untuk masing-masing tipe permukiman ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = liar kampung sederhana menengah mewah D ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 5 4 3 2 1 d d d d d

3.7.1 Perhitungan Tanpa Pembobotan

Dengan menggunakan prinsip kuadrat terkecil untuk mendapatkan nilai terbaik dengan kesalahan seminimum mungkin, maka matriks D dapat dihitung nilainya. Persamaannya yaitu:

[ ]

A

A

A

P

D

=

T

.

−1

.

T

.

(3-2)

Hasil yang didapat adalah

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 8542009 0.12900951 97603142 0.06463063 16668562 0.05909433 22222238 0.01522089 -48171532 0.05837409 1 D (orang/m 2 ) ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ≈ 1290 646 591 152 583 (orang/ha)

Hasil diatas merupakan nilai kepadatan penduduk hasil perhitungan menggunakan perinsip kuadrat terkecil tanpa pembobotan. Apabila dikembalikan ke persamaan awal maka kita akan memperoleh jumlah penduduk total hasil estimasi menggunakna prinsip kuadrat terkecil tanpa pembobotan.

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ = ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ = 1360.831 940.507 1159.545 2544.161 687.589 1202.533 1182.589 875.025 901.766 885.176 612.059 1589.466 888.752 1130.013 1003.026 3299.968 467.852 656.172 Dengan menggunakan persamaan P’ = A. D maka akan diperoleh matriks P’,

(16)

Dengan membandingkan matriks P’(jumlah penduduk hasil asumsi tanpa bobot) dengan P (jumlah penduduk dari Kantor Kelurahan), dengan persamaan ΔP = P’ – P diperoleh hasil berikut:

Persentase kesalahan relatifnya:

3.7.2 Perhitungan Dengan Pembobotan

Dalam penelitian ini digunakan prinsip pembobotan sehingga harus dibentuk matriks bobot terlebih dahulu. Dan apabila digunakan prinsip pembobotan untuk persamaan diatas, maka menjadi:

[

A

W

A

]

A

W

P

D

bobot

=

T

.

.

−1

.

T

.

.

(3-3)

Dengan W merupakan matriks Bobot yang diperoleh dari :

T

B

W

=

(3-4)

Dimana : W = bobot

B = luas daerah tipe permukiman terbesar dalam 1 Rw T = luas Rw tersebut ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − = Δ 20 20 19 19 18 18 17 17 16 16 15 15 14 14 13 13 12 12 11 11 10 10 9 9 8 8 7 7 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 20.198 -202.593 -10.169 -114.493 -135.455 -385.839 -5.589 5.467 -0.589 2.025 333.234 -16.824 -19.059 11.466 3.248 -206.987 -148.974 -0.032 -17.852 6.172 ( )00 0 0 1.091 -26.869 -0.742 -10.852 -10.459 -13.169 -0.819 0.453 -0.049 0.232 26.982 -1.865 -3.214 0.727 0.364 -15.481 -12.932 -0.0009 -3.967 0.949 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = kesalahan

(17)

Matriks B, merupakan luas daerah tipe permukiman terbesar dalam masing-masing Rw dan Matriks T, merupakan luas total masing-masing Rw tersebut.

Tabel 3.8 Perhitungan bobot

Rw Luas Permukiman Terbesar (B) Keterangan Luas Total permukiman (T) Bobot (B/T) 1 11240.8065 mewah 79051.9262 0.1422 2 8014.7241 mewah 65741.9754 0.1219 3 56531.3758 mewah 179146.885 0.3156 4 11713.0542 kampung 32039.3589 0.3656 5 15012.8604 kampung 30565.729 0.4912 6 10822.8273 kampung 18045.6644 0.5997 7 24593.0758 kampung 54555.2919 0.4508 8 10485.1167 mewah 34680.8228 0.3023 9 11169.8077 kampung 36327.2889 0.3075 10 8430.2866 kampung 57381.4405 0.1469 11 9737.327 kampung 24145.9058 0.4033 12 15257.2108 kampung 31965.9977 0.4773 13 12974.4231 kampung 24520.201 0.5291 14 7644.2059 kampung 14186.0319 0.5389 15 23809.6377 kampung 57347.437 0.4152 16 15319.9068 kampung 49189.7293 0.3114 17 11755.6157 mewah 83250.3995 0.1412 18 15526.871 kampung 85602.9871 0.1814 19 6131.9506 kampung 33252.3121 0.1844 20 28342.6277 kampung 53174.2829 0.533

Sehingga diperoleh Matriks W,

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 0.533 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.184 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.181 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.141 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.311 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.415 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.539 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.529 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.477 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.403 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1047 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.308 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.302 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.451 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.599 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.491 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.366 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.316 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.122 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.142 W

(18)

Maka Matriks Dbobot yang didapat adalah: ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 2222131 0.18351691 38135749 0.06495861 61250748 0.06024321 81371576 0.03533038 00372138 0.05826754 bobot D (orang/m 2 ) ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ≈ 1835 649 602 353 583 (orang/ha)

Matriks D diatas menyatakan kepadatan penduduk untuk tipe-tipe permukiman mewah, menengah, sederhana, kampung dan liar. Untuk melihat kualitas hasil hitungan, maka dilakukan perhitungan balik total jumlah penduduk masing-masing Rw dengan asumsi bahwa jumlah penduduk di ke 20 (dua puluh) Rw tersebut belum diketahui. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan data jumlah penduduk dari Kantor Kelurahan Tamansari.

Dengan menggunakan persamaan Pbobot’ = A. D maka akan diperoleh matriks

Pbobot’, yaitu: ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1841.098 752.573 1372.869 1071.437 1294.621 2929.392 693.859 1213.865 1191.413 882.995 1274.706 913.894 610.942 1597.532 895.981 1331.143 1076.047 3293.944 466.998 654.974

(19)

Matriks Pbobot’ diatas menyatakan total jumlah penduduk hasil asumsi di masing-masing Rw di Kelurahan Tamansari apabila menggunakan data kepadatan penduduk hasil perhitungan menggunakan pembobotan.

Dengan membandingkan matriks Pbobot’ (jumlah penduduk hasil asumsi) dengan P (jumlah penduduk dari Kantor Kelurahan), dengan persamaan ΔPbobot = Pbobot’ – P

diperoleh hasil berikut:

Persentase kesalahan relatifnya adalah:

( )

00 0 0 0.589 -0.256 -0.136 1.688 0.034 -0.024 -1.739 0.486 0.796 1.145 4.383 1.319 3.026 1.238 0.446 0.519 -7.543 -0.184 -3.777 0.765 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = kesalahan ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − = Δ 20 20 19 19 18 18 17 17 16 16 15 15 14 14 13 13 12 12 11 11 10 10 9 9 8 8 7 7 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot bobot ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 10.902 -1.427 -1.870 16.437 0.379 -0.608 -11.859 5.865 9.413 9.995 39.706 11.894 17.942 19.532 3.981 5.857 -75.953 -6.056 -16.998 4.9741

(20)

3.8 Perhitungan Jumlah Penduduk Wilayah Penelitian dengan Menggunakan Kepadatan Penduduk Hasil Perhitungan Deonald (2007)

Kepadatan penduduk hasil perhitungan Deonald (2007) merupakan hasil perhitungan dengan metode yang sama tanpa pembobotan untuk wilayah penelitian dengan satuan terkecilnya kelurahan. Dimana wilayah penelitian yang dikaji terdiri dari 6 (enam) kelurahan, yaitu: Kelurahan Sekeloa, Lebak Siliwangi, Lebak Gede, Sedangserang, Tamansari dan Citarum.

Hasil yang diperoleh yaitu:

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + − + − = 005140657 . 1 119352011 . 0 145077975 . 0 494648552 . 0 075754884 . 0 ' D (orang/m2) ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − + − + − = 10051 1194 1451 4946 757 (orang/ha)

Apabila data diatas digunakan dalam perhitungan total jumlah penduduk di wilayah penelitian ini dengan menggunakan persamaan (3-2), maka hasilnya diberi notasi matriksP’’, yaitu:

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 30193 3382.74961 631101 2314.99054 735066 975.936622 440318 614.113284 477163 2552.52404 062547 3460.44949 -279552 437.206543 895196 654.924739 656287 1338.55304 107839 558.982678 613136 3396.61997 751496 642.639118 334963 794.298799 -340543 2935.23305 016735 827.074904 319784 3136.29669 83686 1373.16706 608941 4282.52781 -487504 607.154494 -473946 851.545992

(21)

-Dengan membandingkan matriks P’’(jumlah penduduk hasil asumsi) dengan P (jumlah penduduk dari Kantor Kelurahan), dengan persamaan ΔP = P’’ – P

diperoleh hasil berikut:

Persentase kesalahan relatifnya :

Perhitungan matriks secara lengkap dengan menggunakan MATLAB 7.0.4 dapat dilihat pada halaman lampiran.

3.9Penyajian Hasil

Matriks Dbobot merupakan hasil perhitungan kepadatan penduduk dari wilayah

penelitian yaitu Kelurahan Tamansari Bandung. Nilai kepadatan penduduk tersebut akan disajikan dalam bentuk peta kepadatan penduduk. Peta kepadatan penduduk ini akan menggambarkan pola sebaran penduduk di wilayah Kelurahan Tamansari Bandung. Bentuk penyajian dan perbandingan hasil sebelum dan sesudah perhitungan kepadatan penduduk dapat dilihat pada peta sebaran penduduk Kelurahan Tamansari Bandung pada halaman lampiran.

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − = Δ 20 20 19 ' 19 18 18 17 17 16 16 15 15 14 14 13 13 12 12 11 11 10 10 9 9 8 8 7 7 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = 1530.749 1560.991 395.063 -440.887 -1257.524 6390.449 -244.793 -553.075 -156.553 314.017 -2161.619 259.361 -1387.299 -1357.233 64.925 -1799.297 221.167 7582.528 -1057.155 -1501.546 -( )00 0 0 82.654 207.028 28.816 -41.790 -97.106 218.104 -35.893 -45.784 -13.245 35.969 -175.029 28.754 -233.946 -86.009 7.279 -134.577 19.199 229.774 -234.923 -231.007 -⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = kesalahan

Gambar

Gambar 3.1 Sebaran Independent Check Points (ICP)
Gambar 3.2 Proses pemotongan citra
Gambar 3.3 Hasil Penajaman Citra
Tabel 3.2 Contoh hasil dijitasi tipe-tipe permukiman
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada teks tersebut, bisa dilihat dengan gamblang bagaimana proses pergeseran struktur yang mengacu kepada bahasa sasaran. Faktor komunikasi yang efektif terhadap bahasa

Rancangan Jadual dan Mekanisme pembahasan 4 (empat) RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama di Provinsi Maluku Utara, Banten, Bangka Belitung dan Gorontalo

Kegiatan Pengabdian ini memiliki tujuan: meningkatkan keterampilan peserta dalam hal pemilihan vocabulary yang tepat, penyusunan kalimat yang sopan serta etika berkomunikasi

Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai adanya bersin

Untuk mengetahui exercise Half Semont Manuver lebih baik dari exercise Brandt-doroff Manuver dalam menggurangi keluhan vertigo pada gangguan fungsi Vestibular Posterior

Dengan berlandaskan salafiyah Pondok Pesantren Darussalam mencetak santri muslim sejati yang berjiwa salaf agar santri menjadi ulama yang intelektual dan intelektual yang

Secara kualitatif juga dapat dijelaskan, mengapa suami yang di teliti dalam penelitan ini, karena hal ini sesuai dengan teori Proverawati (2010) yang menyatakan bahwa

Dalam hal ini, subtitusi bahasa antar etnis Melayu Sambas dengan etnis Jawa di Dusun Kedondong berbeda dan menyebabkan perubahan budaya yang terjadi saat