• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN DAN PEMAHAMAN KONTEKS DALAM PENERJEMAHAN NOVEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGESERAN DAN PEMAHAMAN KONTEKS DALAM PENERJEMAHAN NOVEL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

92 PERGESERAN DAN PEMAHAMAN KONTEKS

DALAM PENERJEMAHAN NOVEL Andika Hendra Mustaqim

ABA BSI Jakarta

Jl. Kramat Raya No. 25 Jakarta Pusat nyongandikahendra@gmail.com

ABSTRACT

Shift is an important element on translation techique, especially on translation of novel. Shift is the “soul” of process of translation which is done by translators. Shift relates a small unit of linguistic, such as morpheme, to discourse of the text. Shift also explores something outside or behind the scene of the text. Besides, context also supports the understanding and implementing shift of translation. Contex can indentify many keywords about the novel, such as, topic, messages, codes. In this research, the writer uses a content analysis to explore shift translation and context in the novel Angels dan Demons and the translation in Bahasa Indonesia version is Malaikat dan Iblis. The result of research is translation shift and understanding of context supports the equivalence between the source text and the target text. The translator of Angels and Demons has applied the translation shift and context appropriately.

Keywords: Context, Novel, Shift, Translation

I. PENDAHULUAN

Dunia penerjemahan selalu berkembang pesat. Kebutuhan akan penerjemahan selalu bergerak cepat karena kebutuhan buku yang diminta untuk diterjemahkan semakin meningkat seiring dengan meningkatkan minta baca. Peningkatan kemampuan profesional seorang penerjemah pun dituntut untuk selalu ditingkatkan karena pembaca karya-karya terjemahan semakin cerdas dan pintar.

Salah satu syarat utama yang harus dikuasai oleh penerjemah adalah menguasai sistem pergeseran dalam penerjemahan. Itu menjadi ruh sebenarnya dalam penerjemahan. Jika penerjemah melakukan kesalahan dalam melakukan pergeseran, maka hasilnya akan fatal yakni kesalahan makna.

Selain pergeseran, pemahaman terhadap konteks teks juga menjadi faktor pendukung dalam penerjemahan. Pemahaman konteks sangat bermanfaat dalam menentukan pergeseran yang akan dilakukan oleh si penerjemahan.

Adapun tujuan penelitian ini adalah mengungkap bagaimana pergeseran penerjemahan dan konteks dalam novel Angels and Demons yang diterjemahkan menjadi Malaikat dan Iblis. Kedua hal itu dianggap sebagai proses penunjang yang sangat penting dalam proses penerjemahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hakikat Penerjemahan Karya Sastra Menurut Catford (1965:20), penerjemahan berarti mentransfer (mengalihkan) bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dengan demikian, inti penerjemahan adalah pengalihan bahasa. Jika sudah dialihkan, maka proses penerjemahan telah menyelesaikan tugasnya.

Menurut Simatupang (2002:2), menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Rochayah Machalli (1993: 4) mendefinisikan penerjemahan "the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)" penggantian materi teks dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi teks yang setara (ekuivalen) dalam bahasa lain (bahasa sasaran).

Namun lebih jelasnya lagi, Newmark (1993: 4) memberikan definisi serupa "rendering the meaning of a texs into another language in the way that the author intended the text", yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang. Newmark menekan bukan sekedar

(2)

93 pengalihan bahasa, tetapi mengalihkan

pesan. Pesan dari bahasa sumber ditransfer ke bahasa sasaran. Dalam penerjemahan, jangan sampai terjadi kesalahan penerjemahan.

Susan Bassnett (2002:23) mengemukakan syarat-syarat yang harus dilakukan penerjemahkan (khususnya penerjemahan sastra) dalam melakukan tugasnya terutama dalam penerjemahan bahasa Inggris. Syarat itu diantaranya: (1) mampu memahami frase yang tidak dapat diterjemahan dalam bahasa sumber ke bahasa target pada tataran linguistik; (2) mengerti kekurangan konvesi budaya pada bahasa target; (3) memperhatikan frase pada bahasa target berkaitan dengan kelas, status, usia, jenis kelamin, hubungannya dengan penerjamahan, serta konteks; (4) memperhatikan penting frase tersebut dalam konteks tertentu – misalnya, peristiwa ketegangan dalam teks yang dramatik; dan (5) mampu menggantiukan frase utama bahasa target dalam dua sistem referensi (sistem khusus teks dan sistem budaya di mana teks tersebut dibuat).

2.2. Pergeseran dalam Penerjemahan Mengenai pergeseran, adalah John Catford (1965:73) dalam Hatim dan Munday (2004: 26) yang pertama kali menggunakan istilah tersebut, Catford memberikan definisi mengenai pergeseran penerjemahan yakni “departures from formal correspondence in the process of going from the SL to the TL” (Berawal dari pergeseran formal dalam proses yang terjadi dari sumber teks ke target teks).

Yang perlu dipahami adalah semua proses penerjemahan pasti mengalami pergeseran. Bukan suatu proses penerjemahan jika tidak ada pergeseran. Tujuan utama pergeseran adalah tercapainya padanan tekstual.

Padanan tekstual didefinisikan “teks bahasa target atau bagian teks yang diamati untuk dipadankan dari teks bahasa sumber (Catford, 1965:27 dalam Hatim dan Munday, 2004: 27). Bagaimana pun, pemadanan formal memiliki kaitan dengan hal yang umum, non-spesifik, hubungan antara elemen dalam dua bahasa, pemadanan tekstual fokus pada hubungan yang kentara antara elemen dalam pasangan teks sumber dan teks target.

2.3. Jenis-Jenis Pergeseran

Menurut J. C. Catford (1965) dalam bukunya berjudul A Linguistic Theory of

Translation dikutip Basil dan Hatim (2004: 142-148) mengungkapkan jenis-jenis pergeseran penerjemahan.

1. Pergeseran Tingkatan atau Struktur. Pergeseran struktur adalah hal bahasa sumber pada tingkat linguistik memiliki pemadanan penerjemahan pada bahasa target meski pada tingkat yang berbeda. Dalam pergeseran ini tidak membahasa perbedaan pada tingkatan fonologi atau tulisan. Tapi pergeseran ini terjadi pada tingkatan gramatikal dan leksikal. Namun lebih mengarah pada hubungan substansi yang sama sebagai pemadanan penerjemahan. Pergeseran tingkatan banyak terjadi pada level gramatikal dan leksikal. Dalam pergeseran ini, Catford (1965: 73) dalam Basil dan Hatim (2004: 142-143) menyatakan bahwa sebuah bahasa sumber yang berada pada tingkat linguistik tertentu memiliki bahasa terjemahan dengan sistem bahasa yang sepadan dalam tingkat linguistik yang berbeda.

Bahasa Inggris: Youseph is eating

Bahasa Indonesia: Youseph sedang makan 2. Pergeseran Kategori

Pergeseran kategori adalah pergeseran satu unsur pada pada satu tingkatan linguistik diterjemahkan ke dalam satu unsur pada tingkatan tataran yang berbeda dalam bahasa target. Atau, penerjemahan bebas di mana pemadanan antara bahasa sumber dan target yang sesuai dengan tingkatan. Pada pergeseran jenis ini kebebasan dalam menerjemahkan sangat diutamakan, karena dalam menerjemahkan banyak mengikuti aturan penulisan bahasa sasaran sehingga hasil penerjemahan tidak terlihat seperti bahasa terjemahan. Dalam kondisi normal, kesepadanan penerjemahan dapat ditemukan di antara kalimat, klausa, kelompok, kata-kata, dan morfem.

Pergeseran Kategori dibagi dalam beberapa jenis:

a. Pergeseran Struktur

Dalam pengelompokan pergeseran kategori, pergeseran struktur inilah yang paling sering terjadi. Secara gramatika, pergeseran struktur dapat muncul pada berbagai tataran (kata, frase, klausa, atau kalimat), namun masih dalam tingkatan yang sama. Sebagai contoh, sebuah kalimat dalam bahasa sumber diterjemahkan masih dalam tingkatan kalimat juga, walaupun secara gramatika kalimat dalam bahasa sasaran berbeda.

(3)

94 Contoh : Pasif menjadi aktif

Your message has been sent Kami telah mengirim pesan anda b. Pergeseran Kelas Kata

Pergeseran kelas kata ini terjadi ketika kelas kata dalam bahasa sumber berbeda dengan kelas kata dalam bahasa sasaran. Menurut Halliday, kelas adalah kelompok anggota unit yang diberikan dan didefinisikan oleh penjelasan struktur unit selanjutnya. Untuk mencapai kesepadanan penerjemahan juga harus memperhatikan logika struktur yang berkaitan.

Contoh : Preposisi menjadi konjungsi After that, I walked her home

Setelah kami berbelanja, aku mengantarnya pulang

c. Pergeseran Unit

Pergeseran unit adalah departure form formal correspondence in which the translation equivalent of a unit at one rank in the Source Language is a unit at a different rank in the Target Language. Pergeseran ini hampir sama dengan pergeseran struktur (structure-shift), tetapi pada pergeseran tataran ini, tingkatan antara bahasa sumber dan bahasa sasarannya berbeda. Misalnya, dua buah kata dalam bahasa sumber dapat menjadi sebuah kata saja dalam bahasa sasaran.

Contoh : Frase menjadi kata His father is very nice Ayahnya sangat baik

d. Pergeseran Sistem Intra:

Pergeseran sistem intra adalah departure from formal correspondence in which (a term operating in) one system in the Source Language has its translation equivalent (a term operating in) a different non correponding-system in the Target Language, the shifts occurs internally, within a system. Sesuai dengan namanya, pergeseran ini terjadi pada kasus-kasus yang melibatkan sistem internal pembentukan bahasa dalam terjemahan. Contohnya seperti pembentukan kata tunggal dan kata jamak. Tiap bahasa memiliki bentuk tunggal dan jamak yang berbeda. Hal ini sesuai dengan aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut, sehingga dalam penerjemahan bentuk tunggal sebuah bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dapat terjadi pergeseran bentuk.

Contoh : Plural menjadi singular atau sebaliknya

Selanjutnya, Maurits Simatupang dalam bukunya bertajuk Pengantar Teori Terjemahan, menyebutkan jenis-jenis pergeseran dalam terjemahan sebagai berikut (2000:74-82):

1. Pergeseran pada tataran morfem Contohnya: impossible diterjemahkan tidak mungkin.

2. Pergeseran pada tataran sintaksis a. Kata ke frasa

Larson (1984:54) dalam Simatupang (2000:74) memberikan contoh kata adjektiva Inggris sad yang harus diterjemahkan dengan sebuah frasa di dalam bahasa Aguaruna: stomach being broken feeling (diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris). Pergeseran bahkan bisa terjadi dari tataran kalimat seperti diperlihatkan contoh dari bahasa Trique. Terjemahkan kata Tique o di dalam bahasa Inggris berupa sebuah kalimat : We are shelling corn. Kata Aguaruna dakumjukmaukait diterjemahkan dengan sebuah kalimat di dalam bahasa Inggris Is it a picture of me?

Contohnya: girl yang diterjemahkan menjadi anak perempuan.

b. Frasa ke klausa

Inggris: Not knowing what to say, (he just kept quiet).

Indonesia: (Karena) dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya, (…).

c. Frasa ke kalimat

Inggris: His misinterpretation of the situation (caused his downfall).

Indonesia: Dia salah menafsirkan situasi (dan itulah yang menyebabkan kejatuhannya).

d. Klausa ke kalimat

Inggris: Her unusual voice and singing style thrilled her fans, who reacted by screaming, crying, and clapping.

Indonesia: Suaranya yang luar biasa dan gayanya bernyanyi memikat para penggemarnya. Mereka memberikan rekasi dengan berteriak-teriak dan bertepuk tangan.

e. Kalimat ke Wacana

Inggris: Standing in a muddy jungle clearing strewn with recently felled trees, the Balinese village headman looked at his tiny house at the end of a line of identical buildings and said he felt strange.

(4)

95 Indonesia: Kepala kampung orang Bali itu

berdiri di sebuah lahan yang baru dibuka di tengah hutan. Batang-batang pohon yang baru ditebang masih berserakan di sana-sini. Dia memandang rumahnya yang kecil yang berdiri di ujung deretan rumah yang sama bentuknya dan berkata bahwa dia merasa aneh.

3. Pergeseran Kategori Kata a. nomina ke adjektiva Inggris: He is in good health Indonesia: Dia dalam keadaan sehat b. Nomina ke verba

Inggris: We had a very long talk Indonesia: Kami berbicara lama sekali 4. Pergeseran Pada Tataran Semantik

Sebenarnya di samping kemungkinan terjadinya pergeseran di bidang struktur dan kategori kata, pergeseran pun bisa saja terjadi bidang semantik. Pergeseran serupa itu terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Pergeseran di bidang makna ini pun mengakibatkan bahwa tidaklah selalu mungkin memindahkan makna yang terdapat di dalam teks atau bahasa sumber ke dalam teks atau bahasa sasaran secara tepat atau utuh (Simatupang: 2000; 78).

Pergeseran makna pada tataran semantik dapat berupa pergeseran makna generik ke makna spesifik maupun sebaliknya. Misalnya pada penerjemahan kata bahasa Inggris leg atau foot ke dalam bahasa Indonesia, maka padanan yang paling dekat untuk kedua kata tersebut adalah kaki. Di sini penerjemahan bergerak dari makna spesifik ke makna generik.

Indonesia: tangan Inggris: arm atau hand

Pergeseran makna yang lebih generik ke makna yang lebih spesifik yang mungkin terjadi dalam proses penerjemahan tidak terbatas pada kelas kata nomina saja, akan tetapi meliputi kelas kata verba, adjektiva dan yang lain-lain (Simatupang, 2000: 79).

5. Pergeseran Makna Karena Perbedaan Sudut Pandang Budaya

Pergeseran makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa yang berbeda (Simatupang, 2000:80). Misalnya orang Inggris menghubungkan ruang angkasa dengan kedalaman, sedangkan orang Indonesia

dengan ketinggian atau kejauhan. Jadi orang Inggris akan mengatakan The space-ship travelled deep into space, sedangkan orang Indonesia akan berkata Kapal ruang angkasa itu terbang tinggi sekali di ruang angkasa (Simatupang, 2000:81).

Orang Batak kalau lulus ujian rupanya merasa bahwa dia memenangkan sesuatu, misalnya, pertandingan, pertempuran atau perang, sehingga orang Batak mengungkapkan hal itu dengan monang ujian (monang = menang). Dia tidak boleh lolos dari suatu hambatan, kurungan, atau masalah seperti barangkali dirasakan oleh penutur bahasa Indonesia (baca Melayu) (Simatupang, 2000:81).

Perhatikan pula padanan Saya rasa dalam bahasa Inggris: I think so. Orang Inggris berpikir (think) tidak memakai perasaan (feel), sehingga tidak wajah berkata I feel so untuk mengungkapkan Saya rasa begitu. Setidak-tidaknya berpikir dan merasa bahwa bahasa Inggris dibedakan secara tegas (Simatupang, 2000:81). Dalam pengalihan teks sumber ke teks target ketergantungan (penghambaan) yang mengacu kepada pergeseran yang tak terhindari karena sistem yang membedakan antara bahasa; sedangkan pilihan mengacu kepada varian yang tidak wajib, seperti gaya bahasa yang dipilih penerjemah. Jelas sekali ada perbedaan. Dalam pergeseran, opsi mengindikasi pilihan yang dibuat penerjemahan dalam situasi penerjemahan yang spesifik. Pada tataran “pesan”, ini meliputi cara untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi.Ini termasuk penggunaan nama depan atau nama panggilan dalam bahasa Inggris, yang biasanya digunakan dalam dialog. Kompensasi adalah sebuah strategi yang digunakan penerjemahan. Di mana penerjemah dapat menambahkan sesuatu yang memungkinkan.

2.4. Pemahaman Konteks dalam Penerjemahan

Konteks adalah situasi seperti budaya, sosial, pikiran, pikiran, tubuh, dunia fisik, dan segala yang memberikan kontribusi dalam hubungan antara pengirim dan partisipan di dalam bahasa (Cook, 1989:10). Selanjutnya, konteks adalah pengetahuan duni di luar bahasa di mana kita bisa menggunakannya untuk menginterpretasi.

Halliday, McIntosh dan Strevens dalam Halliday dan Hasan (1976:22) menyatakan field (bidang atau medan

(5)

96 wacana), mode (gaya atau modus wacana)

dan tenor (tujuan atau pelibat wacana) adalah konsep umum yang menggambarkan bagaimana konteks situasi yang menentukan jenis atau makna yang diungkapkan.

Field adalah berkaitan dengan peristiwa di mana teks tersebut digunakan atau berfungsi, bersama dengan aktivitas tujuan dari pembicara atau penulis, itu termasuk dalam permasalahan subyek sebagai elemen di dalamnya. Mode adalah fungsi teks di dalam peristiwa termasuk penghubung yang digunakan bahasa tulis atau bicara, tanpa persiapan atau disiapkan, aliran atau gaya retorik, seperti naratif, didaktis, persuasif, “phatatic communication” dan lainnya. Sedangkan Tenor mengacau pada tipe peran interaksi, serangkaian hubungan sosial yang relevan, permanen atau temporer, di seluruh partisipan yang terlibat.

Michael Gregory (1980:455-466) dalam bukunya berjudul “Perspectives on translation from the Firthian tradition” dalam Basil dan Hatim (2004:188), menyebutkan faktor waktu, geografis, dan sosial dari pembicara dan penulis juga berpengaruh dalam penerjemahan. Selain itu, ada juga idiolek yakni variasi bahasa yang dimiliki individu yang menjadi identitas personal yang tidak berkaitan dengan situasi dan kondisi pada bahasa yang digunakan. Targetnya, penerjemah mampu menjelaskan dengan gamblang kepada pembaca mengenai konsep dialek dari konsep menuju aplikasi penerjemahan sehingga bahasa sasaran akan lebih mudah diterima pembaca.

Gregory (1980:455-466) Basil dan Hatim (2004:189), penerjemahan juga berkaitan dengan penggunaan bahasa penulis atau pembicara yang lazim disebut dengan register. Konsepnya mengacu kepada variasi diatypic yabng terdiri dari field, mode, dan personal serta functional tenor of discourse. Konsep tersebut sama dengan definisi konteks yang dikemukanan Halliday, McIntosh dan Strevens dalam Halliday dan Hasan. Bidang wacana sebagai konsekuensi peranan penggunaan bahasa dalam peristiwa apa yang terjadi di sekitar pembicara, atau lebih berkaitan dengan bagaimana bahasa yang digunakan penulis. Kemudian, gaya wacana lebih berkaitan dengan medium yang digunakan apakah berbicara atau tertulis. Sedangkan tujuan wacana lebih berkaitan dengan hubungan yang saling menguntungkan antara penulis dengan

pembaca dengan perantara bahasa yang digunakan.

Dalam pandangan Halliday (1978:110), konteks situasi terdiri atas tiga unsur, yakni (i) medan wacana, (ii) pelibat wacana, dan (iii) modus wacana. Medan wacana (field of discourse) merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuansatuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan, kita dapat mengajukan pertanyaan what is going on, yang mencakup tiga hal, yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apa yang terjadi dengan seluruh proses , partisipan , dan keadaan. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai. Tujuan itu bersifat amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan tersebut bersifat lebih abstrak. Pelibat wacana (tenor of discourse) merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan pertanyaan who is taking part, yang mencakup tiga hal, yakni peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat. Status terkait dengan tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, sejajar atau tidak. Jarak sosial terkait dengan tingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak. Peran, status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula permanen. Modus wacana (mode of discourse) merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau tulisan. Untuk menganalisis modus, pertanyaan yang dapat diajukan adalah what’s role assigned to language, yang mencakup lima hal, yakni peran bahasa, tipe interaksi, medium, saluran, dan modus retoris. Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktivitas: bisa saja bahasa bersifat wajib (konstitutif) atau tidak wajib/ penyokong/tambahan. Peran wajib terjadi apabila bahasa sebagai aktivitas keseluruhan. Peran tambahan terjadi apabila bahasa membantu aktivitas lainnya. Tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku: monologis atau dialogis. Medium terkait dengan sarana yang digunakan: lisan,

(6)

97 tulisan, atau isyarat. Saluran berkaitan

dengan bagaimana teks itu dapat diterima: fonis, grafis, atau visual. Modus retoris merujuk pada perasaan teks secara keseluruhan, yakni persuasif, kesastraan, akademis, edukatif, mantra, dan sebagainya.

Hymes (1964) dalam Brown dan Yule (1983:38) dan Coulthard (1985:44-54) menyatakan tentang ragam-ragam khusus mengenai konteks, meliputi the addressor, addresser, topik, tempat, perantara, kode, bentuk pesan, peristiwa, kunci, dan tujuan. Adapun penjelasannya sebagai berikut lebih detailnya.

1. The addressor adalah pembicara atau penulis yang menghasilkan pernyataan atau ucapan.

2. The addresser adalah pendengar atau pembaca yang menerima pernyataan. 3. Topik adalah apa yang diharapkan lebih

lanjut dengan pembatasan.

4. Tempat adalah di mana peristiwa tersebut terjadi termasuk tempat dan waktu serta di dalamnya kaitannya dengan hubungan fisik antar orang yang berinteraksi dengan penghargaan terhadap sikap badan dan gerak isyarat, serta ekspresi wajah, ekspektasi Anda yang akan dibatasi lebih jauh.

5. Perantara, berarti bagaimana hubungan antara partisipan di dalam peristiwa tersebut berlangsung termasuk melalui pidato, tanda-tanda, sinyal asap, dan lain sebagainya.

6. Kode berarti bahasa atau dialek atau gaya bahasa yang digunakan.

7. Bentuk pesan berarti bentuk yang dimaksud perbincangan, debat, khotbah, legenda, pantun, surat cinta, dan lain sebagainya.

8. Peristiwa adalah sifat peristiwa komunikatif yang juga terdiri dari aliran yang mungkin menyatu atau menempel. 9. Kunci termasuk evaluasi dan

penggunaan nada, isi, atau semangat di mana sebuah tindakan dilaksanakan. 10. Tujuan berarti apa yang dilakukan

partisipan seharusnya menjadi hasil dari peristiwa komunikatif.

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang ditempuh adalah analisis isi. Menurut Klaus Krippendorff (2006: 16), Content analysis is a research technique for making replicable and valid inferences from texts (or other meaningful matter) to the contexts of their use. (Analisis isi adalah teknik penelitian

untuk membuat tiruan dan kesimpulan valid dari teks (atau suatu hal yang bermakna) ke konteks penggunaannya).

Obyek penelitian adalah novel Dan Brown berjudul Angels dan Demons yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Malaikat dan Iblis.

Dalam hal prosedur analisis dan pengolahan data, penulis mengacu kepada pendapat Mayring seperti dikutip Titscher et. al (2009: 108), proses analisis isi terdiri atas sembilan tahap, penentuan materi, analisis situasi tempat asal teks, pengkarakteran materi secara formal, penentuan arah analisis, diferensiasi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab sesuai dengan teori yang ada, penyeleksian unit-unit analisis (ringkasan, eksplikasi, penataan), pendefinisian unit-unit analisi, analisis materi (ringkasan, eksplikasi, penataan), dan interpretasi.

Selain itu, sebagai acuan bagi penulis agar tidak terjadi keterulangan hasil penelitian, maka penulis mengacu kepada petunjuk dari teori yang dirumuskan Krippendorff. Krippendorff (2006: 1991) memberikan panduan dalam menganalisis data dalam analisis yakni: merangkum kesimpulan dari teks sehingga lebih mudah dalam pemahaman, interpretasi, atau keinginan peneliti; menemukan pola dan hubungan di antara temuan-temuan kemudian menguji hipotesis; dan membandingkan penemuan dengan data dengan berbagai situasi dan kondisi untuk mendukung kesimpulan, serta membandingkannya dengan penelitian lain.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan Pergeseran dalam Penerjemahan

1. Pergeseran Struktur

Semua kalimat B-Su yang diterjemahkan kedalam B-Sa pasti mengalami pergeseran struktur. Ini disebabkan karena pola gramatikal antara B-Su dan B-Sa sering kali berbeda. Dalam sebuah teks, pergeseran struktur kerap tidak mengalami suatu permasalahan karena hanya bersentuhan di tataran permukaan saja.

B-Su: Vetra fought to keep his senses, but the darkness was closing in. His only solace was in knowing his attacker would never obtain what he had come for. A moment later, however the figure produced a blade

(7)

98 and brought it to Vetra’s face. The blade

hovered. Carefully. Surgically. (hal. 1) B-Sa: Vetra berusaha untuk tetap sadar, namun kegelapan telah menyelimutinya. Sesaat kemudian, sosok itu mengeluarkan sebilah pisau dan mendekatkannya ke wajah Vetra. Pisau itu terayun dengan cermat dan menyayat seperti pisau bedah. (hal. 8)

Pada teks tersebut, bisa dilihat dengan gamblang bagaimana proses pergeseran struktur yang mengacu kepada bahasa sasaran. Faktor komunikasi yang efektif terhadap bahasa sasaran menjadi faktor utama yang dipertimbangkan. Pasalnya, penerjemah mementing pembacanya dibandingkan keterikatan dengan penulis teks aslinya. Dengan demikian, pergeseran struktur gramatikal dalam terjemahan novel tidak bisa dihindari karena gramatikan antara bahasa target dan bahasa sumber berbeda.

2. Pergeseran Unit

B-Su : Physics Leonardo Vetra smelled burning flesh, and he knew it was his own. He stared up in terror at the dark figure looming over him. “What do you want!” (hal. 1)

B-Sa: LEONARDO VETRA, seorang ahli fisika, mencium aroma daging terbakar. Dia tahu yang terbakar itu adalah tubuhnya sendiri. (hal. 8)

Penerjemah mengalihkan makna physics menjadi seorang ahli fisika. Di sini, penerjemahan pengalami pergeseran pergeseran unit. Karena physics yang tadinya hanya satu kata diterjemahkan menjadi seorang ahli fisika yang terdiri dari tiga kata. Maknanya tidak mengalami perubahan. Itu justru memperjelas kesepadanan karena physics sendiri lebih lazim diterjemah sebagai fisika, tetapi dalam konteks kalimat tersebut mengacu kepada pakar fisika atau seorang ahli fisika.

Kemudian, masih dalam satu kalimat, he knew it was his own, dan diterjemahkan dalam kalimat tersendiri, yakni, Dia tahu yang terbakar itu adalah tubuhnya sendiri. Proses penerjemahan tersebut mengalami pergeseran unit. Dari kalimat majemuk di B-Su menjadi kalimat tunggal di B-Sa. Pergeseran yang dilakukan penerjemah sangat lazim karena tujuan utamanya untuk memperkuat dramatisasi dalam penggambaran cerita novel tersebut. Selain itu memudahkan pembaca B-Sa untuk memahami konteks sehingga terjadi salah persepsi.

Sebenarnya, menurut Basil dan Hatim (2004: 31), teknis penerjemahan juga berkaitan dengan kerugian penerjemahan. Penerjemah menutup kerugian di satu titik dengan menambahkan elemen lain pada titik lainnya, tujuan untuk mencapai bentuk imbalan. Sebagai contoh, teks informal di bahasa Prancis yang kerap menggunakan pronina personal bentuk kedua mungkin akan diterjemahakan dengan kata informal atau nama panggilan. Kompensasi adalah rasa interpretasi, memperbaiki kehidupan ke dalam teks target merupakan ‘langkah ke empat’ dalam proses hermeunitika seperti yang dikemukakan oleh Steiner (Steiner, 1998:39 dalam Basil dan Hatim, 2004: 31). 3. Pergeseran Kelas Kata

B-Su: Instantly, the breath went out of him. It was like he had been hit by a truck. Barely able to believe his eyes, he rotated the fax again, reading the brand right-side up and then upside down.

B-Sa: Dia langsung terkesiap seolah baru saja dihajar oleh truk. Dia hampir tidak dapat memercayai penglihatannya. Kemudian dia memutar kertas faks itu kembali, membaca huruf itu sekali lagi dalam posisi yang benar, lalu diputar balik lagi. (hal. 13)

Dari teks tersebut penerjemah tampaknya ingin menggunakan pergeseran kelas kata yakni, menghilangkan satu kalimat dan menggabungkan dengan pada kalimat berikutnya. Pergeseran salah satu kelas kata bahasa sumber ke dalam kelas kata yang lain dalam bahasa sasaran juga tidak bisa dihindari. Hal tersebut terjadi karena kelas kata sama dalam dua bahasa belum tentu mempunyai konsep yang sama pula. Ini dilakukan penerjemah untuk memendek kalimat sehingga pembaca lebih mudah memahami permasalahan.

Jadi sebagaimana menurut Langgeng Budianto (2005: 4) penerjemah dapat menghasilkan suatu terjemahan bagus dan efektif apabila dalam penyampaian intensi penulis merupakan tujuan setiap proses penerjemahan. Keefektifan terjemahan ditentuakan oleh tiga faktor: 1. Derajat pengetahuan penerjemah, 2. Derajat pencapaian tujuan penerjemahan, dan 3. Derajat kepuasan penerjemah.

4. Pergeseran Sistem Intra

B-Su: One of the perils of writing books about religious symbology was the calls from religious zealots who wanted him to confirm their latest sign from God. Last

(8)

99 month a stripper from Oklahoma had

promised Langdon the best sex of his life if he would fly down and verify the authenticity of a cruciform that had magically appeared on her bed sheets.

B-Sa: Salah satu risiko menjadi penulis buku-buku tentang simbologi religi adalah telepon dari para penganut sebuah agama yang fanatik yang ingin agar ia membenarkan keyakinan mereka kalau mereka baru saja menerima pertanda dari Tuhan. Bulan lalu, seorang penari telanjang dari Oklahoma menjanjikan pelayanan seks habis-habisan kalau Langdon mau terbang ke rumahnya untuk memeriksa keaslian dari bentuk salib yang secara ajaib muncul di atas sprei tempat tidurnya. (hal. 10)

Penerjemahan writing book menjadi penulis buku-buku, their latest sign diterjemahkan menjadi pertanda, religious zealots menjadi para penganut sebuah agama, dan her bed sheets diterjemahkan menjadi sprei tempat tidurnya merupakan bentuk pergeseran sistem intra.

5. Pergeseran dalam tataran semantik B-Su: The killer’s eyes glistened, black like oil.

B-Sa: Mata pembunuh itu berkilap, hitam seperti minyak. (hal. 16)

Pada kalimat tersebut, penerjemah melakukan pergeseran tataran semantik dengan menerjemahkan oil menjadi minyak. Padahal, ada kata black di depan kalimat oil tersebut. Padahal, tak semua minyak berwarna hitam, tetapi yang dimaksud penulis novel itu adalah minyak bumi. Tetapi, penerjemah menganggapnya minyak pada umumnya.

6. Pergeseran makna karena sudut pandang budaya

B-Su: An aging ghost, he thought, cruelly reminded that his youthful spirit was living in a mortal shell.

Hantu tua renta, katanya seperti mengejek dirinya sendiri dengan berpikir jiwa mudanya telah berlalu meninggalkannya. (hal. 11)

He thought diterjemahkan menjadi katanya, dan was living in a mortal shell diterjemahkan menjadi telah berlalu meninggalkannya. Penejermah teks tersebut telah melakukan pergeseran makna karena sudut pandang budaya. He thought, yang seharusnya diterjemahkan dia berpikir diganti dengan katanya, karena kata-kata berpikir dalam konteks Indonesia jarang digunakan di masyarakat. Kalau was living

in mortal shell bisa diterjemahkan seperti ini, tetap berada di sebuah tempurung abadi, tetapi penerjemah menggesernya menjadi telah berlalu meninggalkannya.

Rochayah Machali (2000:71) menyebut, pemberian konteks atau contextual conditioning adalah penempatan suatu informasi dalam konteks, agar maknanya jelas bagi penerima informai atau berita. Dalam penerjemahan, penting juga diperlihatkan prinsip komunikasi bahwa semakin kaya konteks suatu berita yang terwujud dalam suatu kalimat, semakin kecil kemungkinan salah informasi (Jakobson, 1966 dalam Machali, 2000: 72).

Bell (1991: 60) menggambarkan proses terjemahan sebagai proses interaktif yang berisi tiga tahap utama –sintaksis, semantik, dan pengolahan pragmatik. Masing-masing harus dilibatkan baik dalam analisis maupun sintesis. Dia menambahkan bahwa dalm proses tersebut ada kemungkinan (a) beberapa tahapan terlewati dengan cepat, dan (b) norma proses menjadi kombinasi bottom-up dan top-down, yaitu analisis (dan kemudian sintesis) dari klausa diberi pendekatan simultan baik oleh prosedur pengenalan-pola mauoun prosedur inferencing berdasarkan pengalaman dan ekspektasi sebelumnya. Bell, kemudian menjelaskan bahwa proses penerjemahan tidak linear di mana tahap diikuti tahap dalam rangkaian terbatas. Proses penerjemahan merupakan proses yang terpadu, walaupun setiap tahapan harus dilalui, urutannya tidak tetap dan pelacakan kembali, revisi, dan pembatalan atas keputusan sebelumnya merupakan norma, bukan sekedar pengecualian.

Bisa ditebak, dalam penerjemahkan teks tersebut, penerjemah menggunakan pergeseran sudut pandang budaya karena strategi penerjemahan yang digunakan adalah idiomatik. terjemahan yang benar-benar idiomatik tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan teks secara idiomatik. Newmark (1988:47) menambahkan bahwa penerjemahan idiomatik mereproduksi pesan dalam teks Bsa dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab daripada teks Bsu.

B-Su: Langdon felt his mouth go dry. An hour’s flight . . .

B-Sa: Langdon merasa tegang. Satu jam penerbangan .... (hal. 15)

(9)

100 Penerjemah memilih menghadirkan

atmosfir dalam penerjemahan agar tidak terkesan kaku dengan menerjemahkan mouth go dry menjadi merasa tegang. Pergeseran makna dengan sudut pandang pembaca dipilih penerjemah tanpa menghilangkan makna sebenarnya yang dimaksudkan penulis.

Apa yang ditempuh penerjemah disebut dengan adaptasi. Menurut Machali (2000:71), adaptasi adalah pengupayaan padanan kultural antara dua situasi tertentu dan memang ada beberapa ungkapan kultural yang konsepnya tidak sama antara Bsu dan Bsa memerlukan adaptasi.

Dengan demikian, penerjemah mutlak memerlukan pemahaman budaya baik dari sudut pandang bahasa sumber dan bahasa sasaran. Jadi, kesalahan persepsi dapat diminimalisir sehingga pembaca pun tidak dirugikan karena pemahaman yang salah yang dilakukan si penerjemah.

Seperti yang dikemukan Basil dan Hatim (2004:240), dalam pengalihan teks sumber ke teks target ketergantungan (penghambaan) yang mengacu kepada pergeseran yang tak terhindari karena sistem yang membedakan antara bahasa; sedangkan pilihan mengacu kepada varian yang tidak

wajib, seperti gaya bahasa yang dipilih penerjemah. Jelas sekali ada perbedaan. Dalam pergeseran, opsi mengindikasi pilihan yang dibuat penerjemahan dalam situasi penerjemahan yang spesifik.

Apalagi, dalam penerjemahan novel kerap menggunakan strategi penerjemahan bebas. Penerjemahan bebas (free translation) merupakan penerjemahan yang lebih mengutamakan isi dari pada bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang lebih panjang daripada bentuk aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh pengguna Bsa. Terjemahannya bersifat bertele-tele dan panjang lebar, bahkan hasil terjemahannya tampak seperti bukan terjemahan (Newmark, 1988:46; Machali, 2000:53).

B. Pembahasan Konteks dalam Penerjemahan

Dalam menerjemahkan suatu teks, penerjemahan mutlak mengetahui konteks mengenai teks terjemahan tersebut. Konteks akan memudahkan penerjemah dalam melakukan penerjemahan. Dalam penelitian ini, ada dua pendekatan konteks yang akan dibahas yakni Halliday dan Hymes.

Tabel 1. Konteks ala Halliday dan Hasan

Ragam Konteks Analisis Field (bidang atau medan wacana)

Adapun peristiwa yang diangkat dalam novel tersebut berkisah tentang misteri-misteri di baik Gereja Khatolik Vatikan. Ceritanya dibuka dengan pembunuhan Leonardo Vettra seorang fisikawan dari lembaga riset CERN di laboratoriumnya. Plot cerita kemudian beralih ke kediaman Robert Langdon, di mana Langdon menerima kiriman fax yang berisi gambar mayat Leonardo Vettra dan sebuah simbol di dada Vettra yang sengaja ditorehkan si pembunuh untuk menunjukkan jatidiri kelompok si pembunuh. Simbol itu merujuk pada kelompok Illuminati, suatu kelompok rahasia dari beberapa abad yang lalu yang seolah-olah bangkit dari kubur untuk menunjukkan eksistensinya. Di Laboratorium CERN Illuminati juga mencuri zat antimateri yang bisa berubah menjadi bom dahsyat. Berawal dari rasa penasaran atas munculnya salah satu simbol kelompok rahasia Illuminati yang dimusuhi Gereja (Vatikan) pada masanya, Langdon terbang ke markas CERN (Conseil European pour le Recherche Nucleaire) di Swiss dan bertemu dengan Vittoria Vettra, anak angkat Leonardo Vettra. Kedua tokoh tersebut harus ke Vatikan City di Italia, tempat kelompok Illuminati meletakkan bom antimateri curian, dan menyelamatkan kota suci umat Katolik itu. Di Vatikan sendiri, berkumpul para kardinal dari seluruh dunia untuk memilih Paus baru sebagai pengganti Paus lama yang meninggal dunia (conclave). Saat pemilihan akan dilaksanakan, diperoleh kabar, empat kardinal calon kuat Paus yang baru (preferitti) telah diculik dan akan dibunuh satu per satu tiap satu jam dimulai dari jam 8.00 malam di tempat-tempat umum di Roma.

Cerita secara garis besar sangat perlu didalami oleh penerjemahan bertujuan untuk memiliki persepsi dan sudut pandang yang sama dengan penulis

(10)

101 novelnya. Dengan demikian, si penerjemah dapat menentukan sikap dalam menerjemahkan teks tersebut.

Novel ini bersifat misteri dan pembunuhan. Dalam setiap halamannya, Dan Brown berusaha menghadirkan keterkejutan dan unsur horor yang mencekam. Tujuannya satu, agar pembaca tidak menghentikan proses membaca novelnya. Umumnya, dalam membaca novel horor dan misteri, pembaca tidak akan berhenti, tetapi akan terus dilanjutkan hingga selesai.

Mode (Gaya) Malaikat dan Iblis adalah sebuah novel atau fiksi. Novel merupakan salah satu jenis sastra, biasa juga disebut dengan prosa. Ciri khas novel adalah cerita yang panjang dan lebih kompleks. Salah satu titik berat novel yakni pada unsur penceritaan atau plot. Dalam novel Malaikat dan Iblis ini, unsur penceritaan sangat kuat dan selalu menimbulkan tanda tanya bagi pembaca di setiap halamannya. Pembaca pun dibuat selalu berpikir mengenai cerita selanjutnya. Pasalnya, novel ini jenis horor dan misteri. Tapi, novel ini juga dikategorikan sebagai novel ilmiah karena tempat-tempat yang diceritakan oleh Dan Brown memang ada di Vatikan. Tetapi, tetap saja, ini adalah sebuah fiksi. Novel ini bukan hanya saja menghibur pembaca, tetapi juga menekan faktor belajar mengenai simbol dan sejarah. Brown ingin memberikan suatu novel yang berbeda dibandingkan novelis lainnya.

Tenor (Tujuan dan pelibat wacana)

Tokoh utama dalam cerita ini adalah Robert Langdon, seorang ahli symbologi dan pakar ikonologi religi dari Harvard University. Ia mendapat tantangan untuk memecahkan misteri tulisan ILLUMINATI yang dicap di dada seorang ilmuwan pendetadari pusat penelitian CERN yang berkedudukan di Swiss. Ia didampingi oleh Vittoria Vettra, seorang peneliti muda CERN yang religius, sementara Langdon adalah seorang saintis yang amat sukar mempercayai Tuhan. Perpaduan yang indah antara dua orang yang berbeda latar belakang, namun seringkali berdiskusi dengan sikap terbuka dan saling menghargai. Langdon dan Vittoria harus melewati serangkaian kejadian yang mengerikan, berkutat dengan waktu dan ribuan nyawa yang dipertaruhkan oleh ancaman bom jenis baru yang ditemukan oleh Vittoria dan ayahnya namun telah dicuri oleh kelompok Illuminati.

Dalam novel Malaikat dan Iblis ini, penerjemahan harus memahami benar-benar mengenai teori konspirasi. Secara umum, teori konspirasi bertujuan untuk mengungkap benang merah dalam serangkaian insiden yang realistis atau pun misterius. Biasanya, konspirasi umumnya dibahas dalam dunia politik dan pemerintahan. Padahal, konspirasi sangat luas karena melibatkan orang-orang di belakang layar yang memainkan peranan penting. Intinya, semua hal bisa menjadi konspirasi asalkan ada skenario yang memiliki tujuan tertentu.

Tabel 2. Konteks dalam Sudut Pandang Hymes

Ragam Konteks Analisis

1. The addressor Penulis novel Angels and Demons yakni Dan Brown 2. The addresser Penerjemah dan pembaca

3. Topik Novel ini juga menggunakan gaya penulisan dan cerita yang sangat mirip dengan The Da Vinci Code. Dan Brown mengupas teori konspirasi organisasi rahasia, alur waktu satu hari, dan Gereja Katolik Roma dalam Malaikat dan Iblis.

4. Tempat Kota Vatikan 5. Perantara Teks

6. Kode Bahasa sumbernya adalah bahasa Inggris 7. Bentuk Pesan Novel

8. Peristiwa Novel disampaikan dalam bentuk komunikasi satu arah.

9. Kunci Novel ini bercerita tentang konflik antara organisasi kuno, Illuminati, dengan Gereja Katolik Roma.Novel ini juga membahas kontroversi "Antimateri", Yang disebut- sebut sebagai energi alternatif masa depan, tetapi dapat menimbulkan efek negatif, yaitu menjadi senjata pemusnah

(11)

102 massal.

10. Tujuan Pembaca akan dimainkan emosionalnya oleh Dan Brown dalam mengikuti cerita Malaikat dan Iblis. Dimulai dari Robert Langdon diminta oleh sebuah institusi penelitian di Swiss untuk menganalisis simbol penuh teka-teki yang tercap di dada seorang ahli fisika yang tewas terbunuh. Apa yang ditemukannya sungguh di luar dugaan: dendam mematikan terhadap Gereja Katolik dari sebuah persaudaraan kuno yang sudah berlangsung selama berabad-abad—Illuminati. Terdorong untuk menyelamatkan Vatikan dari bom waktu yang berdaya ledak besar, Langdon membantu pasukan penjaga paling setia di dunia bersama dengan seorang ilmuwan misterius nan cantik bernama Vittoria Vetra. Berdua, mereka memulai perburuan yang menyeramkan ke ruang-ruang bawah tanah yang terkunci rapat, kuburan-kuburan berbahaya, katedral-katedral yang lengang, dan tempat yang paling misterius di dunia Illuminati yang lama terlupakan. Novel tersebut ditulis dengan gaya jenaka namun cerdas, Dan Brown membawa kita berpetualang di pusat kebudayaan tertua di Eropa, Roma. Pemahaman kita dibuat terkaget-kaget dengan penyingkapan berbagai rahasia di balik tempat-tempat bersejarah dan karya-karya seni terkenal yang terdapat di sana.

Selain pemahaman dalam tataran linguistik, Selain konteks dalam pemahaman secara linguistik tersebut, pemahaman budaya juga merupakan hal yang penting bagi penerjemah. Untuk itu, penerjemah juga harus mengetahui budaya yang berkaitan dengan Gereja Khatolik Vatikan. Sejarah Gereja Katolik meliputi rentang waktu selama hampir dua ribu tahun. Sebagai cabang kekristenan tertua, sejarah Gereja Katolik merupakan bagian integral Sejarah kekristenan secara keseluruhan. Istilah Gereja Katolik yang digunakan dalam artikel ini digunakan secara khusus untuk menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari Nazaret (sekitar tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik yang berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, dikepalai oleh Uskup Roma sebagai pengganti St. Petrus, yang kini umum dikenal dengan sebutan Paus (Wikipedia).

Budaya merupakan latar belakang peristiwa linguistik dengan bahasa sebagai latar depannya. Bahasa merupakan ciri yang paling menonjol dari sebuah budaya yang bisa digambarkan sebagai sikap simplistik sebagai totalitas keyakinan dan tindakan suatu masyarakat tertentu (Nida, 2001:13).

Tak bisa dipungkiri jika, masalah konteks budaya juga menjadi permasalahan bagi penerjemah. Salah satu masalah yang menyulitkan dalam penerjemahan adalah perbedaan budaya antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran (Larson, 1984:137). Seorang penerjemah tidak hanya berhubungan dengan konsep-konsep dari sebuah sisitem budaya, melainkan dua

sistem dari budaya yang berbeda (Larson, 1984:96).

V. KESIMPULAN

Pergeseran dan konteks merupakan hal yang penting dalam penerjemahan. Keduanya ditempuh penerjemah untuk mencapai ekuivalensi atau kesepadanan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pergeseran sangat wajib dilakukan penerjemahan meski bersifat dengan selera di penerjemahnya sendiri. Untuk melakukan pergeseran, penerjemah dibantu dengan pemahaman konteks sehingga baik dalam tingkat tataran dan makna terjalin suatu koherensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Apalagi, dalam penerjemahan karya sastra, tidak bisa dilepaskan dari konteks dalam tingkatan linguistik dan budaya. Dalam penerjemahan novel Angels and Demons karya Dan Brown, si penerjemah telah menerapkan pergeseran yang tepat dan disesuaikan dengan pemahaman terhadap konteks.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, Mona. 1991. In Other Words: A Coursebook on Translation. London and New York: Routledge. Bassnett, McGuire, S. 1980. Translation

Studies. London and New York: Methuen, revised edition 1991,Routledge

Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman

(12)

103 Brown, Dan. 2000. Angels and Demons.

New York: Pocket Books.

Brown, Dan. 2000. Malaikat dan Iblis. Jakarta: Serambi.

Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.

Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.

Cook, Guy. 1994. Discourse and Literature: The Interplay of Form and Mind. Oxford : Oxford University Press. Gentzler, Edwin. 1993. Contemporary

Translation Theories. London and New York: Routledge.

Halliday and Hasan. 1976. Cohesion in English. London and New York: Longman.

Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Hatim, Basil dan Jeremy Munday. 2004. Translation; An advanced resource book. New York: Routledge.

Jakobson, Roman. 1959. 2000. “On Linguistic Aspects of Translation” dalam Lawerence Venuti (Ed.). The Translation Studies Reader, pp113-118. New York:Routledge.

Krippendorff, Klaus. 2006. Content Analysis: Intorduction to Its Methodology, London: Sage.

Larson, Mildred L. 1998. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-Language

Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta:Penerbit PT Grasindo

Nida, Eugene. 2001. Context in Translating. Amsterdam /Philadelpia: John Benyamin Publishing Company. Simatupang, Maurits D.S. 2000. Pengatar

Teori Terjemahan. Jakarta: DIKTI Depdiknas.

Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Translation: Bahasa Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Titscher, Stefan et al. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Terjemahan (Gozali dkk), Yogyakarta: Pusataka Pelajar.

Venuti, Lawrence (Ed.) 2000. The Translation Studies Reader. New York:Routledge.

WikiPedia, Sejarah Gereja Katolik, http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah

_Gereja_Katolik, diakses pada 30

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39

Program tripwire berfungsi untuk menjaga integritas file sistem dan direktori, dengan mencatat setiap perubahan yang terjadi pada file dan direktori.. Penggunaan tripwire

 Proses pengumpulan informasi yang digunakan oleh guru melalui sejumlah bukti untuk membuat keputusan ttg pencapaian hasil belajar/kompetensi siswa..  Dilaksanakan terpadu

Tujuan utama pembibitan adalah mempersiapkan bibit yang baik dan seragam, karena hal tersebut merupakan faktor penentu keberhasilan penanaman dilapangan dan untuk

kemudian persaingan ditunjukan dengan inovasi yang terus dilakukan oleh perusahaan pengembang aplikasi messenger, inovasi yang saat ini sedang dilakukan adalah

Salah satu alat pengeringan yaitu rotary dryer (pengering putar) yang terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke

Kemudian lembar penegang (spanvel) ditarik kencang lalu dijepit dengan klem, maka selesailah pembuatan leger. 3) Vorm yang berisi klise diberi tinta cetak melalui

Dengan demikian hipotesis pertama penelitian yang menduga bahwa integrasi pada aspek koordinasi yang menyangkut faktor personal, departemen, organisasi dan eksternal