• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Semangat Pasien Anak Untuk Sembuh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci: Komunikasi Terapeutik, Semangat Pasien Anak Untuk Sembuh."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

INTENSITAS KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN PASIEN ANAK

(Studi Kasus tentang Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Kaitannya dengan Semangat Pasien Anak untuk Sembuh di RSUP

H.Adam Malik Medan) Nora Jessica Simamora

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat dan Pasien Anak (Studi Kasus tentang Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Kaitannya dengan Semangat Pasien Anak untuk Sembuh di RSUP H. Adam Malik Medan). Penelitian ini berfokus pada penelitian kualitatif studi kasus. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana intensitas komunikasi terapeutik yang dilakukan terhadap semangat pasien anak untuk sembuh di Ruang Anak Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini juga menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan interpretif. Dalam penelitian ini peneliti meneliti subjek penelitian (informan) enam orang pasien anak yang berumur dua tahun ke atas yang sudah dapat diajak untuk berbicara dan dirawat inap di Ruang Anak Rindu B, serta tiga orang perawat yang bertugas di ruangan tersebut.

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah penelitian lapangan yang berupa wawancara mendalam (indepth interview) dengan bentuk wawancara tidak berstruktur serta observasi terhadap ke semua informan dan penelitian kepustakaan. Sedangkan analisis data yang peneliti gunakan adalah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Peneliti menggunakan teori komunikasi antarpribadi, komunikasi terapeutik, komunikasi dalam keperawatan, dan komunikasi pada anak.

Hasil penelitian yang peneliti dapatkan adalah terdapat intensitas komunikasi terapeutik perawat dan pasien anak yang dikategorikan ke dalam tingkat sering yaitu rata-rata tiga kali dalam sehari. Selain itu intensitas komunikasi terapeutik perawat dalam kaitannya dengan semangat pasien untuk sembuh di Ruang Anak Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan adalah positif/baik. Komunikasi terapeutik dapat dijadikan sebagai model terapi dalam penyembuhan pasien. Penelitian kualitatif ini berhasil menjawab konteks masalah “Bagaimanakah intensitas komunikasi terapeutik perawat dalam kaitannya dengan semangat pasien anak untuk sembuh di RSUP H. Adam Malik Medan?”.

Kata Kunci:

(2)

PENDAHULUAN Identifikasi Masalah

Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan. Bentuk komunikasi yang dilakukan disebut komunikasi antarpribadi. Dalam ilmu kesehatan, komunikasi antarpribadi ini disebut juga dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah bentuk khusus dari komunikasi yang digunakan dalam pengaturan perawatan kesehatan untuk mendukung, mendidik, dan secara efektif memberi kekuatan dalam mengatasi masalah sulit yang berhubungan dengan kesehatan (Elizabeth, 2003:200).

Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasi dan memberikan tindakan keperawatan dari pasien kepada klien (Arwani, 2002: 46). Dalam hal ini, kesan lahiriah perawat dan keramah tamahan perawat mulai dari senyum yang penuh ketulusan, kerapian berbusana, sikap familiar, serta sikap bertemperamen bijak dibutuhkan untuk menjadi obat pertama bagi pasien.

Berkomunikasi dengan anak-anak pada tingkat usia yang berbeda membutuhkan modifikasi dari keterampilan yang dipelajari. Dengan memahami tingkat kognitif, perkembangan, dan fungsional anak, perawat dapat memilih strategi komunikasi yang paling tepat. Anak-anak menjalani perubahan terkait usia yang signifikan dalam kemampuan untuk memproses informasi kognitif dan kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. Untuk memiliki hubungan terapeutik yang efektif dengan seorang anak, maka perawat harus mampu memahami perasaan dan proses berpikir dari sudut pandang anak. Mengembangkan hubungan mensyaratkan bahwa perawat memahami dunia antarpribadi anak, merasakan hal itu dan menyampaikan kejujuran, rasa hormat, dan penerimaan perasaan (Elizabeth, 2003: 396).

Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi penelitian di RSUP H. Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan. Letak RSUP H. Adam Malik. Letak yang berada agak jauh dari jalan raya ini sangat mendukung bagi para pasien karena suasana tenang di daerah tersebut akan semakin mempercepat proses penyembuhan dari pasien. Peneliti memilih rumah sakit ini sebagai tempat penelitian karena peneliti pernah membaca di harian waspada online terkait pemberitaan mengenai pelayanan yang mengecewakan yang diberikan oleh rumah sakit ini terhadap seorang pasien bayi berusia tiga minggu korban gempa dengan menelantarkannya dikarenakan pasien tersebut tidak mampu (dikutip dari http:www.waspada.co.id). Dalam hal inilah peneliti ingin mengetahui apakah pelayanan tersebut meliputi juga komunikasi terapeutik di antara perawat dan pasien, khususnya pasien anak serta bagaimanakah komunikasi terapeutik berjalan secara intensif di RSUP. H. Adam Malik Medan.

(3)

Konteks Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka konteks permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah Intensitas Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Kaitannya Dengan Semangat Pasien Anak Untuk Sembuh Di RSUP H. Adam Malik Medan?”.

KAJIAN PUSTAKA Model Teoretik

Komunikasi Terapeutik

Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki perawat.

Pada waktu perawat berkomunikasi terapeutik pertama kali, proses komunikasi mungkin akan terlihat canggung, semu dan seperti dibuat-buat. Namun hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan keperawatan (Arwani, 2002: 50).

Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk menyediakan tempat yang aman bagi klien untuk mengeksplorasi makna dari pengalaman penyakit dan untuk menyediakan informasi dan dukungan emosional setiap kebutuhan klien untuk mencapai kesehatan maksimum dan kesejahteraan. Dalam banyak hal, perawat berfungsi sebagai pendamping yang terampil, menggunakan pendamping, menggunakan komunikasi sebagai alat utama untuk mencapai tujuan kesehatan (Pearson, 1997:46-52). Setiap percakapan terapeutik adalah unik (Caughan & Long, 2000:979-984) karena orang-orang menahan mereka berbeda.

Komunikasi Dalam Keperawatan

Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasi dan memberikan tindakan keperawatan dari pasien kepada klien (Arwani, 2002: 46). Komunikasi merupakan bentuk yang selalu dan dapat dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses keperawatan. Satu hal penting yang tidak terpisahkan dari proses pencapaian tujuan tersebut adalah komunikasi. Komponen proses keperawatan meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (Arwani, 2002: 47-48).

Komunikasi Pada Anak

Berkomunikasi dengan anak-anak pada tingkat usia yang berbeda membutuhkan modifikasi dari keterampilan yang dipelajari. Dengan memahami tingkat kognitif, perkembangan, dan fungsional anak, perawat dapat memilih

(4)

strategi komunikasi yang paling tepat. Anak-anak mengalami perubahan terkait dengan usia dalam kemampuan yang signifikan untuk memproses informasi kognitif dan kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. Untuk memiliki hubungan terapeutik yang efektif dengan seorang anak, perawat harus mampu memahami perasaan dan proses berpikir dari sudut pandang anak.

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian

Penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk membandingkan kasus pada informan pada tiap pasien anak. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) mengartikan bahwa metode penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata (bisa lisan untuk penelitian sosial, budaya dan filsafat), catatan-catatan yang berhubungan dengan makna, nilai, serta pengertian.

Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah intensitas komunikasi terapeutik perawat dalam kaitannya dengan semangat pasien anak untuk sembuh. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini disebut sebagai informan yaitu beberapa orang pasien anak yang dirawat inap di Ruang Anak Rindu B RSUP H. Adam Malik dan juga beberapa orang perawat yang juga bekerja di Ruang Anak Rindu B RSUP H. Adam Malik. Penentuan informan ini menggunakan teknik purpossive yaitu teknik pengambilan subjek penelitian dengan maksud atau tujuan tertentu.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu pengumpulan data langsung ke lokasi penelitian. Dalam hal ini peneliti berencana melakukan teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap subjek penelitian (informan).

2. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu penelitian dengan cara mempelajari dan menelaah buku-buku, artikel dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian sehingga terkumpul data yang relevan dan mendukung dalam penelitian ini.

Teknik Analisis Data

(5)

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum dan memilih hal-hal yang pokok untuk kemudian memfokuskan pada hal-hal yang penting dengan mencari tema dan pola sesuai dengan masalah penelitian.

2. Penyajian Data (Display Data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan maupun hubungan antarkategori.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing /Verification)

Langkah ketiga dalam penyajian data menurut Miles dan Huberman (Moleong, 2009: 308) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data dimaksudkan untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan, atau perbedaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Wawancara dilakukan terhadap sembilan orang informan yang terdiri dari enam orang pasien dan tiga orang perawat. Sedangkan lama wawancara adalah selama empat hari dihitung dari tanggal 12 Februari 2013 dengan satu orang anak, yaitu S; kemudian pada tanggal 18 Februari dengan tiga orang anak yaitu M.F, RP, dan TS; pada tanggal 19 Februari wawancara dilakukan dengan dua orang anak yaitu AS dan J; pada tanggal 21 Februari 2013 peneliti mengadakan wawancara terhadap tiga orang perawat yaitu Kak I, Ibu RS, serta Ibu MH.

Pada hari pertama wawancara dilakukan terhadap informan pertama yaitu adik S yang berlangsung selama sekitar tiga puluh menit. Perawat yang bertugas memberikan pelayanan yang cukup baik sehingga tercipta komunikasi terapeutik yang cukup baik pula. Komunikasi ini juga tergolong cukup sering yaitu dengan intensitas tiga kali dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan malam. Peneliti tidak menemukan adanya hambatan dan berjalan lancar baik di antara setiap perawat dengan S maupun ibunya.

F merupakan informan kedua yang peneliti wawancarai. Intensitas komunikasi terapeutik yang perawat lakukan terhadap F adalah lebih dari tiga kali termasuk pada malam hari. Informan berikutnya adalah RP. Menurut RP ada perawat yang datang ke tempatnya untuk menanyai keadaannya dengan intensitas tiga kali dalam sehari termasuk malam. Namun R membuat perbandingan antara pelayanan yang dilakukan oleh perawat di Tebing dengan perawat di RSUP. H. Adam Malik dan peneliti dapatkan bahwa perawat di Tebing sedikit lebih ramah dan baik daripada yang ada di RSUP H. Adam Malik. Tetapi secara keseluruhan pelayanan di ruang anak RSUP. H. Adam Malik menurut R cukup baik. TS adalah informan berikutnya yang menderita penyakit lupus dan dirawat di ruang Rindu B 3.3. Rata-rata perawat mendatangi adik ini adalah sekali dalam sehari yaitu pada malam hari untuk mengganti infus maupun menyuntik antibiotik. Harapan T terhadap perawat di ruangan ini adalah supaya semoga pelayanannya semakin baik lagi.

(6)

Informan kelima yang peneliti wawancarai adalah AS. Dalam kegiatan wawancara ini, peneliti sedikit mengalami kesulitan dikarenakan si informan hanya sedikit sekali mengetahui bahasa Indonesia sehingga peneliti berusaha mengadakan tanya-jawab dengan menggunakan bahasa Batak. Intensitas komunikasi terapeutik oleh perawat adalah sebanyak tiga kali dalam sehari. Wawancara berikutnya adalah terhadap J. Peneliti melihat terjadi komunikasi terapeutik yang berjalan dengan baik disini. J sangat senang kalau perawat datang berbicara kepadanya saat pagi hari.

Informan berikutnya adalah Kak I. Menurut Kak I komunikasi terapeutik yang dilakukan antara perawat dan pasien sangat bagus karena dapat mempermudah perawat mencari tau penyakit pasien. Menurut kakak ini juga harus ada persiapan diri perawat pada saat akan merawat pasien khususnya pasien baru. Tindakan yang dilakukan pada saat bertemu langsung dengan pasien berupa tindakan-tindakan keperawatan yang dibutuhkan pasien. Intensitas komunikasi terapeutik yang terjalin adalah sesering mungkin dan disesuaikan shift. Ibu RS adalah salah satu perawat senior di bagian ruang anak di rumah sakit ini. Intensitas komunikasi terapeutik yang dijalankan adalah sesering mungkin bahkan hingga tujuh sampai sepuluh kali dalam sehari. Persiapan diri perawat pada saat akan merawat pasien pertama kalinya menurut Ibu R adalah terlebih dahulu mengkaji pasien yang pertama kali datang, lalu membina saling percaya. Teknik yang dilakukan oleh perawat dalam menggali informasi dari setiap pasien adalah dengan mengadakan pendekatan dengan selembut mungkin terlebih dahulu terhadap pasien agar tercipta hubungan baik sehingga mereka merasa dihargai sebagai seorang pasien. Beliau menjelaskan ada waktu tertentu komunikasi terapeutik berjalan secara efektif yaitu pada pagi hari tepatnya pada saat overan bed to bed.

Ibu MH adalah kepala ruangan di Ruang Anak Rindu B yang membawahi semua perawat yang bekerja di ruangan ini. Intensitas komunikasi terapeutik yang terjadi menurut beliau adalah sangat sering yaitu dengan mendatangi setiap ruang pasien, menginfus, serta menanyai perkembangan mereka dan keluhan mereka. Informan juga sangat yakin komunikasi komunikasi terapeutik dapat diupayakan sebagai model terapi dalam praktik penyembuhan pasien anak. Teknik yang dianjurkan oleh Ibu MH dalam melakukan praktik komunikasi terapeutik terhadap pasien adalah dengan membina pendekatan dan hubungan yang baik dengan mereka. Waktu yang paling efektif untuk melakukan komunikasi terapeutik menurut informan adalah pada pagi hari karena pada waktu itu baik perawat maupun pasien yang dalam keadaan normal masih segar, jadi pasien akan lebih leluasa menyampaikan apa saja dan begitu juga perawat akan lebih mudah untuk menanyai maupun menjawab pertanyaan mereka.

Pembahasan

Intensitas komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat adalah sering dan berulang-ulang. Secara rata-ratanya ada tiga kali dalam sehari. Menurut pengamatan peneliti juga perawat selalu datang ke setiap ruangan untuk nenanyakan perkembangan pasien.

(7)

“Iya kak, sering datang, ada yang kakak tapi ada juga yang udah tua perawatnya, seingat S ada tiga kali kak.” (S, dok. Wawancara 12 Februari 2013)

Tingkat pemahaman para perawat mengenai komunikasi terapeutik ini sesuai dengan pengertian dasar komunikasi terapeutik yaitu adalah kemampuan atau keterampilan untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse 1998:12).

“Ada. Cuman kan kita lihat juga disini kapasitas perawat disini. Sudah perawat lama semua kan. Kalo ditanyapun mengenai komunikasi terapeutik udah lupa orang itu apa itu komunikasi terapeutik, taunya mereka terapinya itu aja. Komunikasi terapi, tujuannya untuk pengobatan. Kan gitu kan.” (RS, dok. Wawancara 21 Februari 2013)

Secara teoretis, sebelum hendak menemui pasien dalam melakukan tindakan keperawatan dan komunikasi terapeutik, maka perawat dituntut untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik terlebih dahulu. Peneliti mendapatkan bahwa perawat melakukan hal ini dalam melakukan tugas mereka. “Kalau pasiennya VIP ya pake maskerlah, juga kalau pasiennya berpenyakit menular.” (I, dok. Wawancara 21 Februari 2013)

Waktu yang paling efektif dalam melakukan komunikasi terapeutik adalah pada pagi hari. Alasan menurut pasien adalah karena pagi hari itu suasana masih segar.

Dari keseluruhan uraian dan pembahasan dapatlah disimpulkan intensitas komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat cukup baik sehingga komunikasi ini dapat saja berperan pada tingkat semangat pasien anak untuk sembuh dandapat melepaskan status dan perannya sebagai pasien serta kembali kepada keadaan normalnya.

SIMPULAN

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian yang peneliti lakukan maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Intensitas komunikasi terapeutik yang terjalin di antara perawat dan pasien anak adalah sering, yang secara rata-rata sebanyak tiga kali dalam sehari dimana waktu yang paling efektif dalam melakukan komunikasi terapeutik adalah pada pagi hari.

Komunikasi terapeutik yang terjalin di antara perawat dan pasien anak antara lain berupa pendekatan awal, penguatan, bujukan, penguatan (reinforcement), serta membina hubungan baik sehingga komunikasi ini dapat dijadikan sebagai model terapi dalam praktik penyembuhan pasien, khususnya pasien anak di RSUP H. Adam Malik Medan.

(8)

Menurut pasien, pelayanan komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat cukup baik. Dan peneliti mengamati juga bahwa tindakan komunikasi terapeutik ini berlangsung dengan baik/positif di Ruang Anak Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.

Saran

Penelitian ini merupakan studi kasus untuk mengetahui bagaimana intensitas komunikasi terapeutik perawat dan pasien anak dan dilakukan sesuai prinsip metode kualitatif. Jika di kemudian hari dilakukan penelitian ulang atau masih mengangkat kajian intensitas komunikasi terapeutik perawat dan pasien anak, peneliti menyarankan untuk sebaiknya melakukan penelitian kuantitatif agar dapat dijadikan sebagai perbandingan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Intensitas komunikasi terapeutik oleh perawat di RSUP H. Adam Malik, khususnya di Ruang Anak Rindu B hendaknya lebih ditingkatkan lagi agar pasien merasa nyaman dan senang sehingga dapat meningkatkan semangat pasien untuk sembuh.

DAFTAR REFERENSI

Arwani. (2002). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC

Bogdan, Robert and Steven J. Taylor. (1975). Introduction To Qualitattive Research Methods. New York: John Wiley & Sons

. (1992). Pengantar Metoda Peneltian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional

Bungin, Burhan. (2007). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada

. (2008). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana

Caughan, A & Long A.(2000). Communication Is The Essence Of Nursing Care : Ethical Foundation. : Br J Nurs

Elizabeth C.Arnold, Kathleen Underman Boggs. (2007). Interpersonal Relationships : Professional Communication Skill for Nurses. USA: Saunders Elsevier Inc

Kennedy, Lisa Sheldon. (2010). Komunikasi Untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga (Edisi Terjemahan)

Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

(9)

Northouse. (1998). Health Communication: Strategies for Health Professionals. Connecticut: Appleton & Lange

Pearson, A, dkk. (1997). Practicing Nursing Therapeutically Through Acting As A Skilled Companion On The Illness Journey. : Adv Pract Nurs Vardiansyah, Dani. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Jakarta:

PT. Index Sumber Lain:

http://rsuphadammalik.com/ Dokumen RSUP.H.Adam Malik

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK PENGELOLAAN PASIEN ASKES PADA RUMAH SAKIT ARTHA MEDICA

Indah, Balinese Traditional Dance, Saman Dance, Angklung, Noken, and Kris.. We do hope the information from this magazine can be useful for improving the culture knowledge

daerah yang direhabilitasi telah disertakan ke dalam cagar-cagar rehabilitasi se telah penambangan.15 PRAKTEK UNGGULAN PROGRAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN UNTUK IN DUSTRI

Jaringan saraf terdiri dari 3 komponen yang mempunyai struktur dan fungsi yang  berbeda, yaitu sel saraf (neuron) yang mampu menghantarkan impuls, sel schwann yang merupakan

Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Puryanto, 2008: 2 Sastra anak merupakan sastra

P50, dan P5, namun hasil data yang akan digunakan sebagai penentuan cadangan hidrokarbon ialah P50, hal jika menggunakan P90 dianggap terlalu optimis dan untuk P5

Pada prinsipnya, tindakan untuk pengelolaan dan perlindungan pantai dari abrasi/erosi adalah dengan (a) pencegahan, dengan melakukan pengaturan penggunaan lahan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya kepada UPTD Puskesmas Dawan I agar dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam penyuluhan