• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1 Komposisi zat gizi kedelai dalam 100 gram bahan kering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 1 Komposisi zat gizi kedelai dalam 100 gram bahan kering"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

daerah dengan ketinggian maksimal 500 m di atas permukaan laut. Akar kedelai adalah akar tunggang dengan bintil-bintil yang menempel pada akar yang merupakan kumpulan bakteri Rhizobium. Batang kedelai beruas-ruas 3-6 cm, cabang tumbuh tegak, berdaun lebar, dan tinggi berkisar antara 30-100 cm. Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan tiga buah anak daun, bentuk oval, dan ujung lancip. Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu, warnanya ungu atau putih, dan muncul pada ketiak daun. Buah kedelai berbentuk polong, berisi 4 biji setiap polong, dan warna polong kuning kecoklatan atau abu-abu (Marsudi 2007). Biji kedelai dibedakan atas tiga warna, yaitu kuning, hitam, dan hijau, yang secara kimia tidak terdapat perbedaan komposisi gizi (Astawan 2009).

Kedelai mengandung sekitar 35-45% protein, 12-30% karbohidrat, 18-32% lemak, dan 7% air per 100 gram (Ristek 2012), serta sejumlah vitamin, yakni vitamin B kompleks (Fafioye et al. 2005), mineral seperti kalsium, tembaga, besi, magnesium, mangan, kalium, natrium, seng (Ibrahim et al. 2008), dan serat (Tabel 1). Kedelai memiliki 8 asam amino esensial yaitu isoleusin, leusin, lisin, treonin, valin, metionin, fenilalanin, dan triptofan, dengan asam amino pembatas metionin dan sistein, serta kandungan asam amino yang cukup tinggi lisin dan treonin. Kandungan lisin yang tinggi dalam kedelai sangat menguntungkan, karena pada umumnya makanan pokok sangat miskin akan lisin. Kombinasi kedelai dengan sumber karbohidrat seperti beras, jagung, sagu, terigu, dan singkong adalah sangat baik untuk kelengkapan gizi (Astawan 2009). Kedelai juga kaya akan asam amino glisin dan arginin yang berperan aktif menurunkan kadar kolesterol, rendah kandungan asam amino bersulfur yang dapat mencegah osteoporosis, dan komponen antikanker antara lain inhibitor protease, fitat, saponin, fitosterol, dan asam lemak omega-3 (Silalahi 2006).

Gambar 1 Tanaman kedelai (Deptan 2012)

Tabel 1 Komposisi zat gizi kedelai dalam 100 gram bahan kering

Zat gizi kedelai Jumlah

Abu 6.1 gram Protein 46.2 gram Lemak 19.1 gram Karbohidrat 28.2 gram Serat 3.7 gram Kalsium 254 mgram Fosfor 781 mgram Besi 11 mgram Tiamin 0.48 mgram Riboflavin 0.15 mgram Niasin 0.67 mgram Asam pantotenat 430 mkg Piridoksin 180 mkg Biotin 35 mkg Kobalamin 0.2 mkg

Asam amino esensial 17.7 gram Sumber: Astawan (2009)

Isoflavon

Isoflavon termasuk golongan senyawa flavonoid, salah satu metabolit sekunder tanaman, dicirikan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, dan melimpah pada tanaman polong-polongan (Gueven 2011). Isoflavon pada tanaman berfungsi sebagai fitoaleksin (Robinson 1995). Fitoaleksin adalah suatu senyawa antimikrobial yang dibiosintesis dan diakumulasikan oleh tanaman setelah terjadi infeksi dari mikroorganisme patogen, terpapar senyawa kimia tertentu, atau iradiasi dengan sinar ultraviolet yang berguna mencegah patogenisasi. Isoflavon juga merupakan persinyalan yang dibentuk oleh kedelai guna menarik bakteri rizhobial (Barnes 2010). Biosintesis isoflavon ditunjukkan pada Gambar 2.

Prekursor biosintesis isoflavon adalah asam amino L-fenilalanin. Enzim fenilalanin amonia liase (PAL) mengkatalisis hilangnya gugus amina dari asam amino fenilalanin menghasilkan asam sinamat. Reaksi kedua dan ketiga, sinamat 4-hidroksilase (C4H) dan 4-kumarat KoA ligase (4CL) mengkonversi asam sinamat menjadi p-kumariol-KoA. Kalkon sintase (CHS) selanjutnya melakukan katalisis pada kondensasi p-kumaroil-KoA dengan tiga molekul malonil-KoA untuk membentuk kerangka flavonoid C15, kalkon. Tanaman legum menghasilkan dua jenis kalkon, tetrahidroksi kalkon (naringenin kalkon) dan trihidroksi kalkon (isoliquiritigenin kalkon) dengan reaksi enzimatik tambahan yang dikatalisis oleh kalkon reduktase (CHR), sedangkan tanaman non-legum hanya menghasilkan naringenin kalkon (Dhaubhadel et al. 2003).

(2)

Naringenin kalkon dan isoliquiritigenin kemudian dikonversi ke flavanon. Naringenin kalkon dikonversi ke naringenin flavanon dan isoliquiritigenin dikonversi ke liquiritigenin oleh enzim kalkon isomerase (CHI). Migrasi aril untuk menciptakan isoflavon dimediasi oleh isoflavon sintase (IFS). Reaksi ini juga membutuhkan reduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) dan molekul oksigen sehingga menghasilkan hidroksiisoflavanon. Hasil reaksi dari IFS, 2-hidroksiisoflavanon, sangat tidak stabil dan mengalami dehidrasi dengan membentuk ikatan ganda antara C2 dan C3 oleh dehidratase untuk membentuk genistein atau daidzein (Dhaubhadel et al. 2003).

Empat bentuk isoflavon pada kedelai, yaitu aglikon (bentuk bebas) yang terdiri atas genistein, daidzein, dan glisitein, bentuk glikosida yang beranggotakan genistin, daidzin, dan glisetin, bentuk asetilglikosida yang terdiri atas asetilgenistin, 6''-O-asetildaidzin, dan 6''-O-asetilglisetin, dan bentuk malonilglikosida yang terbagi atas malonilgenistin, 6''-O malonildaidzin, 6''-O-malonilglisetin. Isoflavon pada olahan kedelai non-fermentasi umumnya berada dalam bentuk glikosida, yaitu 64 % genistin, 23 % daidzin, dan 13 % glisetin. Bentuk fermentasi kedelai seperti tempe, isoflavon berada dalam bentuk aglikon (Astawan 2009).

Tabel 2 Kadar isoflavon pada berbagai bahan makanan

Produk Kadar isoflavon

(µg/100g)

Kacang kedelai 863 Biji bunga matahari 396

Kacang tanah 161 Gandum 490 Beras 297 Jagung 230 Bawang putih 407 Asparagus 374 Wortel 346 Ubi jalar 295 Sumber: Wirakusumah (2007)

Kedelai serta produk olahannya merupakan sumber isoflavon, dan hanya sejumlah kecil ditemukan di tanaman lain (Tabel 2) (Barnes 2010). Konsumsi isoflavon dari kedelai diketahui dapat melindungi terhadap penyakit yang berkaitan dengan usia misalnya penyakit jantung dan osteoporosis, kanker tertentu misalnya payudara dan prostat, dan gejala postmenopausal misalnya hot flushes (Lephart 2004).

Telah diketahui berbagai teknik pengolahan kedelai utuh. Tempe, tauco, tahu, susu kedelai, kecap merupakan produk hasil olahan kedelai. Proses pengekstrakan minyak dari kedelai akan menghasilkan bungkil kedelai dengan kadar protein hingga 40%, dan

(3)

dapat diolah lebih lanjut menjadi konsentrat protein kedelai atau isolat protein kedelai. Isolat protein kedelai merupakan salah satu hasil isolasi protein dari kedelai yang memiliki kemurnian protein paling tinggi (di atas 90% berdasarkan berat kering) sehingga produk ini hampir terbebas dari zat-zat lain, seperti karbohidrat, serat, dan lemak (Permadi 2011).

Menurut Astawan (2009), isolat protein kedelai dibuat dengan cara melarutkan protein tepung kedelai dengan larutan basa encer pada pH 7-9, serta membuang endapan tidak larutnya dengan cara pemusingan atau penyaringan. Ekstrak yang didapat kemudian diasamkan sampai pH-nya mencapai 4.5 agar terjadi pengendapan protein. Endapan protein ini selanjutnya dinetralkan dengan basa dan dikeringkan dengan pengering semprot (spray dryer) sampai diperoleh bentuk tepung. Jadi, pada prinsipnya isolat protein kedelai diperoleh dengan cara pengendapan seluruh protein pada titik isoelektrik yaitu pH sehingga seluruh protein menggumpal. Isolat protein kedelai telah banyak diaplikasikan dalam industri pangan seperti produk daging tiruan, karena isolat protein kedelai memiliki sifat fungsional (di luar sifat nutrisi) yang dapat menyumbangkan karakteristik yang diinginkan pada makanan.

Bobot Badan

Bobot badan adalah ukuran tubuh dalam sisi beratnya yang ditimbang dalam keadaan tanpa perlengkapan apapun. Bobot badan diukur dengan alat ukur bobot badan dengan satuan gram (g) atau kilogram (kg). Bobot badan merupakan ukuran yang lazim atau sering dipakai untuk menilai kesehatan atau keadaan gizi. Bobot badan diketahui maka akan dapat memperkirakan tingkat kesehatan atau gizi. Bobot badan dianjurkan untuk mengukur kesehatan dan keadaan gizi karena mudah dilihat perubahannya dalam waktu singkat, memberikan gambaran keadaan gizi pada saat sekarang dan kesehatan bila dilakukan secara periodik, ketelitian pengukuran tidak dipengaruhi oleh keterampilan yang mengukur, dan alat ukur mudah diperoleh (Muntaha 2011).

Pertumbuhan bobot badan dapat dikatakan secara sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat, bentuk, dimensi linear, dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang, dan organ, serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein, dan abu. Faktor jenis kelamin,

hormon, kastrasi, serta genotif mempengaruhi pertumbuhan bobot badan. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan bobot badan yang lebih cepat (Soeparno 1992).

Estrogenik dan Antiestrogenik

Estrogen diproduksi dalam ovarium dan testis. Reseptor estrogen berada di inti, sebagian kecil (2-3%) berada pada membran sel, dan membentuk dimer ketika berikatan dengan estrogen. Dimer kemudian berinteraksi dengan elemen reseptor estrogen (ERE) yang mengatur transkripsi gen responsif estrogen untuk menghasilkan efek estrogenik atau agonis estrogen. Bentuk dominan estrogen endogen dalam tubuh

adalah 17β-estradiol, meskipun senyawa yang dapat menginduksi dimerisasi reseptor estrogen, dan selanjutnya mengikat ERE, bisa dianggap estrogen. Efek antiestrogenik atau antagonis estrogen dapat terjadi ketika senyawa mampu dapat berikatan dengan reseptor estrogen namun menghambat respon estrogen dengan cara pembentukan dimer tidak terjadi atau konfigurasi yang benar untuk mengaktifkan ERE tidak tercapai (Robertson 2000). Beberapa senyawa bertindak sebagai estrogenik dan juga antiestrogenik disebut sebagai selektif estrogen receptor modulator (SERM) (Vissac-Sabatier 2003).

Senyawa-senyawa SERM secara struktural mirip dengan 17β-estradiol sehingga molekul-molekul senyawa yang mirip dengan estradiol ini dianggap memiliki aktivitas agonis sekaligus antagonis estrogen (Vissac-Sabatier 2003). Antiestrogen tamoxifen, sebagai, contoh bertindak sebagai antiestrogenik dalam jaringan payudara tetapi sebagai estrogenik dalam rahim, tulang, dan sistem pembuluh darah (Cornwell et al. 2004).

Androgen

Androgen adalah hormon yang bertanggungjawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh (Umam 2010). Hormon ini disintesis di testis, kelenjar adrenal, serta dalam jaringan perifer seperti prostat dan kulit (Hsing 2001). Androgen pada pria memainkan peran penting dalam pengembangan, pemeliharaan, serta regulasi dari fenotip dan fisiologi reproduksi pria (Gobinet et al. 2002) Lima androgen utama dalam tubuh pria yaitu dehidroepiandrosteron, dehidroepiandrosteron sulfat, dihidrotestosteron, androstenedion, dan testosteron (Hsing 2001). Jalur biosintesis androgen ditunjukkan pada Gambar 3.

(4)

Biosintesis androgen memerlukan kolesterol sebagai prekursornya. Kolesterol dapat disintesis di dalam kelenjar andrenal atau diambil dari plasma darah. Kolesterol yang diambil dari plasma darah memerlukan high density lipoprotein (HDL), sebagai komponen plasma darah yang memberikan kolesterol kepada kelenjar adrenal. Pengambilan kolesterol dari HDL dipacu oleh adrenocorticotropic hormone (ACTH) (Kapsul 2007).

Kolesterol dengan demikian jika diambil dari darah, sintesis kolesterol oleh kelenjar adrenal dihambat tetapi jika pengambilan kolesterol dari plasma darah menurun, sintesis kolesterol oleh kelenjar adrenal meningkat. Bila kolesterol tidak segera digunakan untuk sintesis androgen dan hormon steroid lainnya, maka kolesterol disimpan di dalam kelenjar adrenal sebagai ester kolesterol. Ester kolesterol yang akan digunakan untuk sintesis androgen atau steroid lainnya dihidrolisis oleh hidrolase ester sterol yang diaktifkan oleh fosforilasi melalui protein kinase yang kerjanya bergantung pada cyclic adenosine monophosphate (cAMP) (Kapsul 2007).

Langkah awal dalam jalur biosintesis testosteron tersebut adalah konversi C27 kolesterol ke C21 steroid pregnenolon. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim pemutus rantai samping sitokrom P450 (P450scc). Pregnenolon berdifusi menembus membran

mitokondria dengan bantuan steroidogenic acute regulatory protein (StAR) dan selanjutnya dimetabolisme oleh enzim yang ada di retikulum endoplasma halus. Pregnenolon dalam sel Leydig dikonversi ke progesteron oleh kerja enzim 3-β

-hidroksisteroid dehidrogenase (3β HSD)

(Kapsul 2007).

Enzim 17-α-hidroksilase mengkatalisis pengubahan progesteron menjadi 17-α -hidroksiprogesteron, yang selanjutnya diubah menjadi androstenedion, prekursor testosteron, oleh enzim C17,20–liase. Androstenedion kemudian dikatalisis oleh 17–

β-hidroksisteroid dehidrogenase menjadi testosteron. Sel Leydig juga mengekspresikan sitokrom P450 aromatase, yang mengkatalisis aromatisasi dari testosteron ke estradiol (Kapsul 2007).

Androgen juga memiliki jalur biosintesis lain, tidak melalui progesteron tetapi melalui dehidroepiandrosteron. Pregnenolon yang terbentuk dari kolesterol diubah menjadi 17-α -hidroksipregnenolon dengan bantuan enzim 17-α-hidroksilase. 17-α-hidroksipregnenolon selanjutnya diubah oleh C17,20–liase menjadi dehidroepiandrosteron, dan androstenedion terbentuk dengan bantuan enzim 3β -hidroksisteroid dehidrogenase. Testosteron kemudian terbentuk dengan bantuan enzim 17-β-hidroksisteroid dehidrogenase (Kapsul 2007).

(5)

Tiga komponen penting dalam produksi androgen dalam sistem reproduksi pria yaitu hipotalamus, hipofisis anterior, dan testis, yang membentuk sistem yang disebut dengan hipotalamus-hipofisis-gonad atau HHG (Emanuele dan Emanuele 1998). GnRH dari hipotalamus menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan FSH dan LH. FSH bertugas menstimulasi sel Sertoli untuk memproduksi androgen binding protein (ABP), dengan adanya ABP, testosteron mendukung spermatogonesis, sementara LH bertugas menstimulasi sel Leydig untuk memproduksi testosteron. Jika testis mulai memproduksi testosteron terlalu banyak, hal ini dirasakan oleh otak, dan hipotalamus akan mengirimkan sinyal GnRH ke hipofisis untuk mereduksi sintesis LH. LH berkurang pada gilirannya memicu produksi perlambatan sintesis testosteron. Jika testis mulai memproduksi testosteron terlalu sedikit, hipotalamus akan mengirimkan sinyal ke kelenjar hipofisis untuk membuat LH berlebih, yang merangsang testis untuk membuat testosteron lebih banyak (Cunningham et al. 2003).

Hewan Coba

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model dalam mempelajari dan mengembangkan berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole dan Pramono 1989). Syarat hewan sebagai hewan coba adalah sedapat mungkin hewan percobaan bebas dari mikroorganisme patogen, mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik, kepekaan terhadap sesuatu penyakit, performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya (Sulaksono 1987). Hewan percobaan terbagi atas 5 kelompok, yaitu hewan laboratorium berukuran kecil, seperti mencit, tikus, dan kelinci, karnivora, seperti kucing dan anjing, primata, seperti Macaca dan babon, kelompok domestik besar, seperti domba, sapi, dan kelompok hewan lainnya, seperti unggas (Wolfensohn dan Lloyd 1998).

Pemilihan hewan percobaan untuk penelitian biasanya didasarkan pada tujuan penelitian yang akan dilakukan. Kelinci misalnya merupakan hewan percobaan yang cocok dan paling sering digunakan untuk penelitian tentang hiperkolesterolemia karena kelinci memiliki cadangan lemak tubuh yang banyak (Sirois 2005) dan peka terhadap kolesterol (Muliasari 2009). Berbeda dengan

anjing, kucing, dan tikus yang resisten terhadap pakan kolesterol (Sirois 2005).

Primata merupakan hewan yang sangat cocok digunakan dalam penelitian ilmiah yang ada kaitannya dengan manusia karena kekerabatan, serta kemiripan anatomis, fisiologis, dan patologis. Namun penggunaan hewan coba primata menemui banyak kendala seperti sulitnya pengadaan hewan, perawatan yang rumit dan mahal, penanganan yang sulit, serta adanya bahaya penyakit menular (Sirois 2005). Hewan percobaan lain yang memiliki karakter fisiologis mirip dengan manusia maupun mamalia lain adalah tikus. Tikus terdiri atas dua spesies, yaitu tikus hitam (Rattus rattus) dan tikus putih (Rattus norvegicus). Spesies yang sering dipakai sebagai hewan model pada penelitian mengenai mamalia adalah Rattus norvegicus (Malole dan Pramono 1989).

Rattus norvegicus merupakan kingdom Animalia, famili Muridae, sub famili Murinae, ordo Rodentia, sub ordo Myomorpha, genus Rattus, dan spesies Rattus norvegicus. Tikus putih memiliki 5 macam basic stock yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague-Dawley, dan Wistar (Lane dan Petter 1976). Rattus norvegicus memiliki ciri rambut berwarna putih dan mata berwarna merah (Malole dan Pramono 1989). Tikus yang baru lahir biasanya memiliki berat badan 5-6 gram dan memiliki kecepatan tumbuh 5 gram/hari. Berat badan tikus dewasa rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi tergantung pada galurnya. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 gram dan tikus betina jarang lebih dari 350 gram. Galur Sprague-Dawley paling besar hampir sebesar tikus liar (Gambar 4) (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Rattus norvegicus sebagai hewan percobaan, memiliki beberapa keunggulan, yaitu pemeliharaan dan penanganan mudah, kemampuan reproduksi tinggi dan masa kebuntingan singkat, serta cocok untuk berbagai penelitian (Malole dan Pramono 1989). Tikus putih banyak digunakan pada penelitian-penelitian toksikologi, metabolisme lemak, obat-obatan, maupun mekanisme penyakit infeksius (Berata et al. 2010). Penelitian yang telah pernah dilakukan menggunakan Rattus norvegicus adalah penelitian tentang hipertensi, diabetes insipidus, katarak, obesitas, diabetes melitus, dan lain-lain (Sirois 2005). Tikus Rattus norvegicus juga diketahui merupakan hewan model yang baik digunakan untuk penelitian yang berkaitan dengan reproduksi (Tamboss 2001).

Gambar

Gambar 1 Tanaman kedelai (Deptan 2012)
Gambar 2 Biosintesis isoflavon (Dhaubhadel et al. 2003)
Gambar 3 Biosintesis androgen (Murray et al. 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh ekstrak daun salam terhadap penurunan kadar MDA darah pada tikus putih

Telah dilakukan penelitian uji efek ekstrak herba komfrey (Symphytum officina/e. L) dan sebagai hewan coba digunakan tikus putih (Rattus norvegicus) betina yang diinduksi dengan

Subjek yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus, strain Wistar), sebanyak 36 ekor dibagi dalam 6 kelompok: normal/sehat (tidak diinduksi), hipertensi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar lycopene terekstrak, vitamin C, protein, serat, dan air dalam buah tomat jenis tomat apel yang banyak ditanam di daerah

22 (Mus musculus albino) galur swiss dan balb-c serta tikus putih (Rattus norvegicus albino) yang digunakan untuk penelitian, baik oleh peneliti Balai Litbang

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai hitam varietas Mallika, kedelai kuning import (tidak diketahui varietasnya), kedelai kuning varietas

Subjek penelitian adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dewasa dengan berat badan 150-200 gram dan berumur 3-4 bulan. Bahan makanan tikus putih yang digunakan adalah

Sampel penelitian dan formula Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung kulit ari biji kedelai dan tepung wortel yang disubstitusikan dalam pembuatan mie kering dengan